Download - BERA DAN OAE
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KLFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS HASANUDDIN
BERA (BRAIN EVOKED RESPONE AUDIOMETRY) DAN OAE (OTO ACOUSTIC EMMISION)
DISUSUN OLEH :
Vita Rahayu : 110 207 014 Indah Triayu Irianti : 110 207 018
PEMBIMBING
dr. Laksito Wening
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2012
1
REFERATJULI 2012
BRAIN EVOKED RESPONE AUDIOMETRY (BERA) DAN OTOACOUSTIC
EMISSION (OAE)
A. PENDAHULUAN
Keterlambatan bicara merupakan manifestasi dari berbagai kelainan seperti
gangguan pendengaran/ketulian, retardasi mental, developmental language delay,
afasia, autisme, cerebral palsy dll. Untuk mengetahui penyebab gangguan bicara
pada anak terlebih dahulu harus dipastikan bahwa pendengaran anak tidak mengalami
gangguan. Gangguan pendengaran atau tuli sejak lahir akan menyebabkan gangguan
perkembangan bicara, bahasa, kognitif dan kemampuan akademik. Bila gangguan
pendengaran dan ketulian terlambat diketahui tentu hambatan yang akan dihadapi
akan lebih besar lagi. 1
Dari segi ekonomi, gangguan pendengaran dan ketulian juga menyebabkan
pengeluaran keluarga, masyararakat dan pemerintah yang lebih besar. Penelitian di
AS pada tahun 2003 menunjukkan bahwa seorang yang mengalami ketulian sejak
lahir harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar 417.000 USD selama hidupnya.
Dampak yang merugikan tersebut harus dicegah atau dibatasi melalui program
deteksi dini ketulian. Gangguan pendengaran dan ketulian yang dapat dideteksi lebih
awal kemudian mendapat habilitasi pendengaran yang memadai akan membuka
kesempatan bagi penderita untuk mencapai kemampuan berkomunikasi yang lebih
optimal sehingga lebih mudah berinteraksi dengan lingkungan dan diharapkan
mampu mengikuti jalur pendidikan biasa. 1
Anak yang terlalu kecil bukan halangan untuk melakukan penilaian definitif
gangguan pendengaran terhadap status fungsi telinga tengah dan sensitifitas koklea
serta jalur suara. Kecurigaan terhadap adanya gangguan pendengaran pada anak harus
dilakukan secara tepat. Jenis-jenis pemeriksaan pendengaran yang direkomendasikan
oleh American Academy of Pediatrics adalah pemeriksaan yang disesuaikan dengan
umur anak, anak harus merasa nyaman terhadap situasi pemeriksaan, pemeriksaan
harus dilakukan pada tempat yang cukup sunyi dengan gangguan visual dan audio
2
yang minimal. Uji pendengaran dalam rangka deteksi dini gangguan pendengaran
yang sudah lazim sesuai rekomendasi JCIH (The Joint Commitee on Infant Hearing)
tahun 2000 adalah dengan pemeriksaan OAE (Otoacoustic Emission) dan AABR
(Automated Auditory Brainstem Response).2
B. EPIDEMIOLOGI GANGGUAN PENDENGARAN
Pendengaran memegang peranan yang sangat penting bagi anak dalam
mempelajari bicara dan bahasa, sosialisasi dan perkembangan kognitif. Anak belajar
berbicara berdasarkan pada apa yang dia dengar, sehingga gangguan pendengaran
yang dialami anak sejak lahir akan mengakibatkan keterlambatan berbicara dan
berbahasa. Suzuki (2004) mengatakan bahwa gangguan pendengaran adalah
kecacatan yang tidak kelihatan. Berlainan dengan cacat kelahiran yang lain, gangguan
pendengaran mempunyai kesulitan dalam deteksi. Di Amerika Serikat pada kasus
gangguan pendengaran yang sedang sampai berat rata-rata dideteksi pada usia 20-24
bulan. Pada kasus gangguan pendengaran yang ringan ditemukan pada usia rata-rata
48 bulan. Bahkan pada kasus gangguan pendengaran yang unilateral baru dapat
diidentifikasi pada usia sekolah. 3
Intervensi dini pada gangguan pendengaran dapat memberikan hasil yang
lebih baik dalam kemampuan untuk berbicara dan berbahasa. Penanganan gangguan
pendengaran yang dini terbaik dilakukan dibawah usia 6 bulan karena akan
memberikan hasil intervensi yang optimal. Gangguan pendengaran adalah kasus
kelainan bawaan tersering dengan angka kejadian berkisar antara 1 sampai 3 kejadian
setiap 1000 kelahiran hidup. Angka tersebut dapat meningkat 10 hingga 50 kali lipat
bila dilakukan survei pada kelompok dengan risiko tinggi. Angka kejadian gangguan
pendengaran pada neonatus yang diobservasi ketat di Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) adalah 2,5 setiap 100 bayi risiko tinggi. Suwento (2004) mencatat pada
Survey Kesehatan Mata dan Telinga (1994-1996) di Indonesia didapatkan prevalensi
gangguan pendengaran adalah 16,8%, tuli 0,4% dan tuli kongenital 0.1%. Selanjutnya
3
data WHO menyebutkan bayi lahir tuli (tuli kongenital) berkisar 0,1-0,2% dengan
risiko gangguan komunikasi dan akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan
bangsa. Dengan angka kelahiran di Indonesia sekitar 2,6% maka setiap tahunnya
akan ada 5200 bayi tuli di Indonesia.3
C. PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA BAYI DAN
ANAK
Pemeriksaan pendengaran pada bayi dan anak harus dapat menentukan :1
a. Jenis gangguan pendengaran (sensorineural, konduktif, campur)
b. Derajat gangguan pendengaran (ringan sampai sangat berat)
c. Lokasi kelainan (telinga luar, tengah, dalam, koklea, retrokoklea)
d. Ambang pendengaran dengan frekuensi spesifik
Pada bayi dibawah 6 bulan masih sulit melakukan pemeriksaan behavioral
(Behavioral audiometry, Visual Reinforcement audiometry, play audiometry).
Sehingga dipilih pemeriksaan elektrofisiologik yang lebih obyektif seperti BERA
(Brainstem Evoked Response Audiometry), Otoacoustic Emission (OAE) dan
Impedance Audiometry ( timpanometri, refleks akustik). Skrining pendengaran
terhadap kemungkinan gangguan pendengaran/ketulian pada bayi baru lahir, dengan
menggunakan prinsip pemeriksaan elektrofisiologik. Pemeriksaan harus bersifat
obyektif, praktis, cepat otomatis dan non invasif.1
D. FAKTOR RISIKO TERHADAP GANGGUAN PENDENGARAN/
KETULIAN
Menurut American Joint Committee on Infant Hearing Statement (1994) pada
bayi usia 0–28 hari beberapa faktor berikut ini harus dicurigai terhadap kemungkinan
gangguan pendengaran : 1
a. Riwayat keluarga dengan tuli kongenital (sejak lahir)
b. Infeksi pranatal : TORCH ( Toksoplasma,Rubela, Cytomegalovirus, Herpes )
c. Kelaianan anatomi pada kepala–leher
4
d. Sindrom yg berhubungan dgn tuli kongenital.
e. Berat badan lahir rendah (BBLR)
f. Meningitis bakterialis
g. Hiperbilirubinemia (bayi kuning) yang memerlukan transfusi
h. Asfiksia berat (lahir tidak menangis)
i. Pemberian obat ototoksik
j. Mempergunakan alat bantu napas /ventilasi mekanik lebih dari 5 hari (ICU)
Bila dijumpai 1 faktor risiko terdapat kemungkinan mengalami gangguan
pendengaran 10,1 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki faktor risiko.
Kemungkinan terjadinya ketulian meningkat menjadi 63 kali bila terdapat 3 faktor
risiko. Namun beberapa penelitian melaporkan bahwa dari sejumlah bayi yang
mengalami ketulian hanya sekitar 40 - 50 % saja yang memiliki faktor risiko. 1
E. ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
1. ANATOMI TELINGA
Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu: telinga bagian luar, telinga bagian
tengah, dan telinga bagian dalam.4
Gambar 1 Anatomi Telinga.5
5
1.1 TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula
mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula
terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga
mempunyai otot intrinsik dan ekstrinsik, yang keduanyadipersarafi oleh nervus
facialis.6,7
Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk
unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux
superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior padasebelah kanan dari
fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus,sulcus auricularis yang
merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, concha
berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di
belakang concha dengan sisi kepala,crus helix yang berada di atas tragus, cymba
concha merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang
merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang
merupakan struktur depresif didekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar
dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta
lobus yang berada dibagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada
di depan meatus akustikus eksternus.4 , 6 , 7 , 8
Gambar 2 Telinga Luar. Bagian bagian Auricula.9
6
Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang
telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang
menghubungkan aurikula dengan membrane timpani. Pada orang dewasa panjangnya
lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm, dan dapat diluruskan untuk
memasukkan otoskop dengan cara menarik auricula ke atas dan belakang. Pada anak
kecil auricula ditarik lurus kebelakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus
yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani.6,7,8
Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan 2/3 bagian
dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit,
dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea, dan glandula seruminosa.
Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan
sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang
lengket, untuk mencegah masuknya benda asing. 4 , 6 , 7 , 8
Saraf sensorik yang melapisi kulit pelapis meatus berasal dari nervus
auriculotemporalis dan ramus auricularis nervus vagus. Sedangkan aliran limfe
menuju nodi parotidei superficiales, mastoideus, dan cervicales superficiales.6,7
1.2. TELINGA TENGAH
Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis
yang dilapisi oleh membran mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran
yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke
perilympha telinga dalam. Cavum timpani berbentuk celah sempit yang miring,
dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajar dengan bidang membran timpani.
Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditivae dan di
belakang dengan antrum mastoid.6,7
7
Gambar 3 Telinga Tengah.10
Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior,
dinding lateral, dan dinding medial. Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang,
yang disebut tegmen timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis
temporalis. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dan menings dan lobus
temporalis otak di dalam fossa kranii media. Lantai dibentuk di bawah oleh
lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti
oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus
superior vena jugularis interna. Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh
lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari arteri carotis interna.
Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran
yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak
lebih atas dan lebih kecil masuk ke dalam saluran untuk muskulus tensor tympani.
Septum tulang tipis yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke
belakang pada dinding medial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat. Di
bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan,
yaitu auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut,
sempit, kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendo muskulus
stapedius. Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani. 4 , 6 , 7 , 8 , 1 1
Tulang Pendengaran
8
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu :
tulang malleus, inkus, dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak
tanpa rongga sum-sum tulang.7
Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri : atas
caput,collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan
processus lateral. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi diposterior dengan
incus. Collum mallei adalah bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei
berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan erat pada permukaan medial
membran timpani. Manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani pada
pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang
dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen.
Processus lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior
dan posterior membran timpani.7,8, 12,13
Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk
bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longum berjalan ke
bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya
melengkung ke medial dan bersendi dengan caput stapedis. Bayangan pada
membrane tympani kadang- kadang dapat dilihat pada pemeriksaan dengan
otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior
cavum tympani oleh sebuah ligamen.11,14
Stapes mempunyai caput,collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis
kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan
merupakan tempat insersio muskulus stapedius. Kedua lengan berjalan divergen
dari collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada
pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum
nnulare.4,6,7,8
9
Gambar 4 Tulang Pendengaran : Malleus, Incus, Stapes.15
Otot Telinga Tengah
Terdapat 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot
tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan
mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang
kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral
untuk berinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari
tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior
untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan
cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi.4 , 6 , 7
Gambar 5 Musculus Tensor Timpani dan Muskulus Stapeideus.13
1.2.1. MEMBRAN TIMPANI
Membran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu
mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral.
10
Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan
kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran
terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan "reflex cahaya" yang
memancar ke anterior dan inferior dari umbo.6,7, 12,13
Gambar 6 Membran Timpani.16
Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1 cm.
Pinggirnya menebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus
timpanicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini
berjalan dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke
processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang
dibatasi oleh plika-plika tersebut dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya
disebut pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan
dalam membran timpani oleh membran mukosa. Membran tympani sangat
peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh nervus auriculo
temporalis dan ramus auricularis nervus vagus.6,7,13
Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar
dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang
disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya. Di atas dan
belakang promontorium terdapat fenestra vestibuli, yang berbentuk lonjong dan
ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha skala
vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra
11
cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani sekunder.
Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu skala
timpani.6,7,13
Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas kebelakang
pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli.
Tonjolan ini menyokong muskulus tensor timpani. Ujung posteriornya
melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut processus cochleariformis. Di
sekelilingnya tendo muskulus tensor timpani membelok ke lateral untuk sampai
ke tempat insertionya yaitu manubrium mallei.4 , 6 , 7 , 8 , 1 3
Sebuah rigi bulat berjalan secara horizontal ke belakang, di atas
promontorium dan fenestra vestibuli dan dikenal sebagai prominentia canalis
nervi facialis. Sesampainya di dinding posterior, prominentia inim elengkung ke
bawah di belakang pyramis.7, 17
1.2.2. TUBA EUSTACHIUS
Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani kebawah,
depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posterior-nya adalah
tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan
dengan nasopharing dengan berjalan melalui pinggir atas muskulus constrictor
pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam
cavum timpani dengan nasopharing.6,7
Gambar 7 Tuba Eustachius.18
12
1.2.3. ANTRUM MASTOID
Antrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam parspetrosa
ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui auditus
adantrum, diameter auditus adantrum lebih kurang 1 cm. 7
Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditus
adantrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dan
cerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum
suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semi circularis
posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen
timpani, yang berhubungan dengan menings pada fossa kranii media dan lobus
temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum
dengan cellulae mastoidea.7
Gambar 8 Antrum Mastoid.19
1.3. TELINGA DALAM
Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap
telinga tengah dan terdiri atas : (1) telinga dalam osseus, tersusun dari sejumlah
rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus. 13
1.3.1. TELINGA DALAM OSSEUS
Telinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis
semisirkularis, dan kokhlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak
13
didalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan
bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus.6,7
Gambar 9 Telinga Dalam Osseus.20
Vestibulum merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletak posterior
terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicircularis. Pada dinding lateralnya
terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum
annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi oleh membran timpani sekunder.
Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus. 6,7,13,21
Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior,posterior,
dan lateral bermuara ke bagian posterior vestibulum. Setiap canalis mempunyai
sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuara ke dalam
vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipergunakan bersama oleh dua
canalis. Di dalam canalis terdapat ductus semi circularis.4 , 7 , 8
Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus
terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semi circularis posterior juga vertikal,
tetapi terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis
lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus adantrum, di atas canalis nervi
facialis.4,7
Cochlea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior
vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan modiolus
14
ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran. Setiap
putaran berikutnya mempunyai radius yang lebih kecil sehingga
bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap antero lateral dan
basisnya ke postero medial. Putaran basal pertama dari cochlea inilah yang tampak
sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah.6 , 7 , 8 , 1 3
Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus
internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang nervus cochlearis. Pinggir spiral,
yaitu lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol kedalam canalis dan
membagi canalis ini. Membran basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina spiralis
sampai ke dinding luar tulang, sehingga membelah canalis cochlearis menjadi skala
vestibuli di sebelah atas dan skala timpani di sebelah bawah. Perilympha di dalam
skala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh basis stapedis dan ligamentum
annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam skala tympani dipisahkan dari
cavum timpani oleh membrane tympani sekunder pada fenestra cochleae.4 , 7 , 1 3
1. 3. 2. TELINGA DALAM MEMBRANACEUS
Telinga dalam membranaceus terletak didalam telinga dalam osseus, dan berisi
endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. telinga dalam membranaceus terdiri
atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus, tiga ductus
semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus dan ductus
cochlearis yang terletak di dalam cochlea.Struktur-struktur ini sating berhubungan
dengan bebas.4,6,7
15
Gambar 10 Telinga Dalam Membranaceus.22
Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada,dan
dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticusoleh
ductus utriculo saccularis.8
Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah
dijelaskan di atas, ductus endolympaticus, setelah bergabung dengan ductus utriculo
saccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus.
Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior pars petrosa ossis
temporalis.11,,23
Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat receptor sensorik khusus yang
peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain.7
Ductus semi circularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari canalis
semicircularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus
satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai atau
berhenti bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau berkurang,
kecepatan gerak endolympha di dalam ductus semicircularis akan berubah
sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding ductus semicircularis. Perubahan
ini dideteksi oleh receptor sensorik di dalam ampulla ductus semicircularis.7
16
Ductus cochlearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan
berhubungan dengan sacculus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang
terletak di atas membrana basilaris membentuk organ corti (organ spiralis) dan
mengandung receptor-receptor sensorik untuk pendengaran.4,7
2. FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Reseptor-reseptor
khusus untuk suara terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Dengan demikian,
gelombang suara hantaran udara harus disalurkan ke arah dan dipindahkan ke
telinga dalam, dan dalam prosesnya melakukan kompensasi terhadap berkurangnya
energi suara yang terjadi secara alamiah sewaktu gelombang suara berpindah dari
udara ke air. Fungsi ini dilakukan oleh telinga luar dan telinga tengah.24
Daun telinga mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran
telinga luar. Membran timpani, yang teregang menutupi pintu masuk ke telinga
tengah, bergetar sewaktu terkena gelombang suara. Daerah-daerah gelombang suara
yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling menyebabkan gendang telinga
yang sangat peka tersebut menekuk keluar-masuk seirama dengan frekuensi
gelombang suara.1 3 , 2 4
Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan di
telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai yang terdiri dari tiga
tulang yang dapat bergerak atau osikula (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan
melintasi telinga tengah. Tulang pertama : maleus, melekat ke membran timpani, dan
tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke koklea yang berisi
cairan. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang
suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama,
memindahkan frekuensi gerakan tersebut dan membrane timpani ke jendela oval.
Setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan gerakan seperti gelombang pada cairan
telinga dalam dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi gelombang suara
semula. 4,6,7,13,17,24
17
Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval menyebabkan
timbulnya gelombang tekanan. Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela
oval ke luar ke arah telinga tengah, perilimfe mengalir dalam arah berlawanan,
mengubah posisi jendela bundar ke arah dalam. Jalur ini tidak menyebabkan
timbulnya persepsi suara tetapi hanya menghamburkan tekanan.1 7 , 2 4
Transmisi gelombang suara melalui gerakan cairan di dalam perilimfe yang
ditimbulkan oleh getaran jendela oval yang mengikuti dua jalur : (1) melalui skala
vestibuli, mengitari helikotrema, dan melalui skala timpani, yang menyebabkan
jendela bundar bergetar. (2) skala vestibuli melalui membran basilaris ke skala
timpani. Jalur pertama hanya menyebabkan penghamburan energi suara, tetapi jalur
kedua mencetuskan pengaktifan reseptor untuk suara dengan membengkokkan
rambut di sel-sel rambut sewaktu organ corti pada bagian atas membrana basilaris
bergetar, mengalami perubahan posisi terhadap membrana tektorial di atasnya. 4 , 8 , 1 7 , 2 4
Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris, di seluruh panjangnya
mengandung sel-sel rambut, yang merupakan reseptor untuk suara. Sel-sel rambut
menghasilkan sinyal saraf, jika rambut di permukaannya secara mekanis mengalami
perubahan bentuk berkaitan dengan gerakan cairan di telinga dalam. Rambut-rambut
ini secara mekanis terbenam di dalam membrana tektorial, suatu tonjolan mirip tenda-
rumah yang menggantung diatas, di sepanjang organ Corti.24
Sel-sel rambut adalah sel reseptor khusus yang berkomunikasi melalui sinaps
kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius
(koklearis). Depolarisasi sel-sel rambut (sewaktu membran basilaris bergeser ke atas)
meningkatkan kecepatan pengeluaran zat perantara mereka, yang menaikkan
kecepatan potensial aksi di serat-serat aferen. Sebaliknya, kecepatan pembentukan
potensial aksi berkurang ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara
karena mengalami hiperpolarisasi (sewaktu membrana basilaris bergerak ke bawah). 4 , 1 7 , 2 4
18
Dengan demikian, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi
gerakan-gerakan berosilasi membrana basilaris yang membengkokkan pergerakan
maju-mundur rambut-rambut di sel reseptor. Perubahan bentuk mekanis rambut-
rambut tersebut menyebabkan pembukaan dan penutupan (secara bergantian) saluran
di sel, reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial sehingga mengakibatkan
perubahan kecepatan pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Dengan
cara ini,gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat
dipersepsikan oleh otak sebagai sensasi suara. 13,17,24
F. BRAIN EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY (BERA)
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang bisa
digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak
bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan yakni Brainstem
Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem Auditory Evoked Response
Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk mengevaluasi saluran atau organ
pendengaran mulai dari perifer sampai batang otak.25
Penggunaan tes BERA dalam bidang ilmu audiologi dan neurologi sangat besar
manfaatnya dan mempunyai nilai obyektifitas yang tinggi bila dibandingkan dengan
pemeriksaan audiologi konvensional. Penggunaannya yang mudah, tidak invasive,
dan dapat dilakukan pada pasien koma sekalipun menyebabkan pemeriksaan BERA
ini dapat digunakan secara luas.13
Tes BERA dapat menilai fungsi pendengaran bayi atau anak yang
tidak kooperatif. Yang tidak dapat diperiksa dengan cara konvensional. Berbeda
dengan audiometry, alat ini bisa digunakan pada pasien yang kooperatif maupun non-
kooperatif seperti pada anak baru lahir, anak kecil, pasien yang sedang mengalami
koma maupun stroke, tidak membutuhkan jawaban atau respons dari pasien seperti
pada audiometry karena pasien harus menekan tombol jika mendengar stimulus
suara. Alat ini juga tidak membutuhkan ruangan kedap suara khusus.13,25
19
Berbagai kondisi yang dianjurkan untuk pemeriksaan BERA antara lain :
bayi baru lahir untuk mengantisipasi gangguan perkembangan bicara/bahasa. Jika ada
anak yang mengalami gangguan atau lambat dalam berbicara, mungkin salah satu
sebabnya karena anak tersebut tidak mampu menerima rangsangan suara karena
adanya gangguan di telinga.25
BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber
gangguan pendengaran apakah di koklea atau retro choclearis, mengevaluasi
brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan pendengaran disebabkan
karena psikologis atau fisik. Pemeriksaan ini relatif aman, tidak nyeri, dan tidak ada
efek samping,sehingga bisa juga dimanfaatkan untuk screening medical check up.1
Meskipun BERA memberikan informasi mengenai fungsi dan
sensitivitas pendengaran, namun tidak merupakan pengganti untuk evaluasi
pendengaran formal,dan hasil yang didapat harus dapat dihubungkan dengan hasil
audiometri yang biasa digunakan jika tersedia.27
Brain Evoked Respone Audiometry atau biasa disebut dengan BERA adalah
Suatu pemeriksaan neurologi yang berguna untuk menilai fungsi pendengaran batang
otak terhadap rangsangan suara (click) dengan mendeteksi aktivitas listrik pada
telinga bagian dalam ke colliculus inferior. Dilakukan secara objektif dan bersifat
non-invasif .27,28
Prinsip Pemeriksaan
Prinsip pemeriksaan BERA adalah untuk menilai potensial listrik di otak
setelah pemberian rangsang sensoris berupa bunyi. Pemeriksaan BERA dapat
dilakukan pada bayi dan anak dengan gangguan sikap dan tingkah laku, retardasi
mental, cacat ganda, dan kesadaran menurun. Pada orang dewasa digunakan untuk
memeriksa orang yang berpura-pura tuli atau ada kecurigaan tuli saraf retro koklear.13
Prosedur Pemeriksaan BERA
20
Penempatan elektroda harus ditempatkan di atas kepala, rambut harus bebas
minyak. Pasien harus di instruksikan untuk mencuci rambut dengan
shampo. Konfigurasi elektroda standar untuk BERA melibatkan penempatan
elektroda non pembalik atas titik kepala dan elektroda pembalik di atas lobus telinga
atau pada mastoid. Satu elektroda lebih ditempatkan di atas dahi, elektroda ini
penting untuk memfungsikan preamplifier.29
Gambar 11 Penempatan elektroda pada pemeriksaan BERA 30
Sistem pendengaran dirangsang oleh sinyal akustik singkat melalui konduksi
udara atau tulang. Hasil dari neuro listrik dicatat oleh elektroda yang ditempatkan
dipermukaan kepala. Penilaian dinilai berdasarkan identifikasi komponen gelombang,
morfologi, dan pengukuran latensi mutlak, dan interwave. Stimulus yang diberikan
dalam bentuk klik atau pip nada ditransmisikan ke telinga melalui transduser yang
ditempatkan di telinga. Froms gelombang impuls yang dihasilkan pada tingkat batang
otak dicatat dengan penempatan elektroda di atas kulit kepala.27,28
Mekanisme Kerja Pemeriksaan BERA
BERA mengarah pada pembangkitan potensial yang ditimbulkan dengan suara
singkat atau nada khusus yang ditransmisikan oleh transduser akustik dengan
menggunakan earphone atau headphone (headset). Bentuk gelombang yang
21
ditimbulkan dari respon tersebut dinilai dengan menggunakan elektrode permukaan
yang biasannya diletakkan pada bagian vertex kulit kepala dan pada lobus telinga.26
Gambar 12 Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked
Potentials30
Pencatatan rata-rata grafiknya diambil berdasarkan panjang gelombang atau
amplitudo (microvoltage) dalam waktu (millisecond). Puncak dari gelombang yang
timbul ditandai dengan I-VII. Bentuk gelombang tersebut normalnya muncul dalam
periode waktu 10 millisecond setelah rangsangan suara (click) pada intensitas tinggi
(70-90 dB) tingkat pendengaran normal atau normal hearing level [nHL]).26
Gambar 13 Method of recording brainstem evoked auditory potentials (BAEPs)31
Brainstem Evoke Response Audiometri (BERA) dilakukan dengan
menggunakan rangsangan suara klik yang menghasilkan respon dari regio basilar
22
koklea. Setiap telinga dapat dievaluasi secara terpisah, dengan intensitas rangsangan
yang diberikan sebesar 35-40 dB nHL. BERA yang dirangsang oleh suara klik sangat
berhubungan dengan sensitivitas pendengaran dalam kisaran frekuensi dari 1000-
4000 Hz. Sinyalnya berjalan melalui jalur pendengaran atau auditory pathway dari
kompleks inti koklear, proksimal ke colliculus inferior. Sebuah elektroda aktif
ditempatkan pada titik kepala yang memungkinkan untuk pencatatan potensi
pendengaran yang ditimbulkan dari saraf pendengaran dan batang otak (potensi awal
pada gelombang I-V), dan struktur pendengaran yang lebih dalam yaitu pada
thalamo-korteks. BERA memiliki latensi yang pendek (<10 ms), saat ini digunakan
secara klinis untuk menguji jalur pendengaran sampai ke tingkat colliculus
inferior.26,27,31
Gambar 14 Jalur pendengaran dan lokasi anatomi yang berkaitan dengan gelombang
yang ditimbulkan oleh BERA. Saraf pendengaran (gelombang I-inti koklea,
gelombang II- nucleus kokhlea, gelombang III-Superior olive, gelombang IV-Lateral
lemniscus, gelombang V- Colliculus inferior) Thalamus dan lobus temporal
membentuk gelombang tengah dan akhir dari BERA31
23
Gelombang BERA I dan II berkaitan dengan potensial aksi yang benar.
Gelombang selanjutnya mungkin menggambarkan aktivitas postsinaptik pada pusat
auditori batang otak utama yang secara bersamaan menimbulkan bentuk gelombang
puncak dan palung. Puncak positif dari bentuk gelombang menunjukkan aktivitas
aferen kombinasi (dan kemungkinan juga eferen) dari jalur axonal pada batang otak
auditory.6
Gambar 15 Ambang audiometri didefinisikan sebagai intensitas minimum yang
diperlukan untuk mendapatkan gelombang V yang jelas, yaitu biasanya pada 20 dB.
Pada 70 dB tercatat 5 gelombang yang jelas, respon latensi meningkat dan amplitudo
gelombang berkurang26
Di Ameriksa Serikat, bentuk gelombang biasanya di plot dengan
elektroda pada vertex dengan amplifier tegangan input positif, sehingga menimbulkan
gelombang puncak pada I, III, dan V. Di negara-negara lainnya, gelombangnya
di plot dengan tegangan negatif. 3
Reaksi yang timbul sepanjang jaras-jaras saraf pendengaran dapat
dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan (satuan milidetik) mulai dari saat
24
pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang. Gelombang
yang terjadi sebenarnya ada 7 buah, namun yang penting dicatat adalah gelombang I,
III,dan V.26
Komponen Bentuk Gelombang 26
1. Gelombang I : Respon gelombang BERA I merupakan gambaran yang luas
dari potensial aksi saraf auditori gabungan pada bagian distal dari nervus kranialis
VIII. Respon tersebut berasal dari aktivitas aferen dari serabut saraf VIII (neuron
urutan pertama) saat meninggalkan koklea dan masuk ke kanalis auditori internal.
2. Gelombang II : gelombang BERA II ditimbulkan oleh nervus VIII proksimal saat
memasuki batang otak.
3. Gelombang III : gelombang BERA III ditimbulkan pada bagian caudal dari pons
auditori. Nukleus koklearis mengandung hampir 100.000 neuron, kebanyakan
dipersarafi oleh sembilan serabut saraf.
4. Gelombang IV : gelombang BERA IV, memiliki puncak yang sama dengan
gelombang V, muncul dari neuron urutan ketiga pontin yang kebanyakan terletak
pada kompleks olivary superior, tetapi kontribusi tambahan untuk terbentuknya
gelombang IV dapat datang dari nukleus koklearis dan nucleus dari
lemniskus lateral.
5. Gelombang V : pembentukan gelombang V terbentuk dari aktivitas dari struktur
auditori anatomik multipel. Gelombang BERA V merupakan komponen yang
paling sering di analisa pada aplikasi klinis BERA. Meskipun terdapat beberapa
data mengenai hal yang tepat dalam pembentukan gelombang V, gelombang V
berasal dari sekitar kollikulus inferior. Aktivitas neuron urutan kedua mungkin
secara sekunder mempengaruhi beberapa hal dalam pembentukan gelombang V.
Kollikulus inferior merupakan sebuah struktur yang kompleks, dengan lebih dari
99% akson dari regio auditori batang otak bawah melewati lemniskus lateral ke
kollikulus inferior.
25
6. Gelombang VI dan VII : Gelombang VI dan VII dianggap berasal dari thalamus
(medial geniculate body), tetapi tempat pembentukan sebenarnya masih
diragukan.
Evaluasi Pemeriksaan BERA
Gelombang I, yang ditimbulkan oleh ujung koklear CN VIII, memberikan
informasi yang berharga mengenai aliran darah ke koklea. Karena iskemik
merupakan penyebab kehilangan pendengaran yang berkaitan dengan pembedahan,
gelombang I di monitor secara seksama untuk melihat adanya perubahan pada latensi
atau penurunan amplitudo.26
Interval puncak gelombang I-II dan I-III dapat memberikan informasi distal
dan proksimal selama pembedahan CN VIII. Gelombang V dan latensi interval
puncak gelombang I-V di monitor untuk melihat adanya perubahan pada latensi dan
amplitudo. Latensi gelombang I-V memberikan informasi mengenai integritas CN
VIII terhadap batang otak auditori.26
Dalam hal patologi retrokoklear, banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA, termasuk derajat kehilangan pendengaran
sensorineural, kehilangan pendengaran asimetris, batasan pengujian, dan faktor-faktor
pasien lainnya. Pengaruh ini dapat terjadi saat melakukan pemeriksaan maupun saat
menganalisa hasil pemeriksaan BERA.26
Penemuan yang menandakan adanya patologi retrokoklear dapat meliputi satu
atau lebih dari tanda berikut ini: 26
1. Perbedaan latensi gelombang V interaural absolut (IT5) ± memanjang
2. Interval antar puncak gelombang I-V interaural-memanjang
3. Latensi absolut dari gelombang V ± memanjang dibandingkan dengan data
normatif
4. Latensi absolut dan latensi interval antar puncak gelombang I-III, I-V, III-V
± memanjang dibandingkan dengan data normatif
26
5. Tidak adanya respon auditori batang otak pada telinga yang dilakukan
pemeriksaan.
G. OTOACOUSTIC EMISSION (OAE)
Pemeriksaan OAE dilakukan untuk menilai apakah koklea berfungsi normal.
OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar yang
tiba di sel sel rambut luar (outer hair cells/ OHC’s ) koklea. Telah diketahui bahwa
koklea berperan sebagai organ sensor bunyi dari dunia luar. Didalam koklea bunyi
akan dipilah-pilah berdasarkan frekuensi masing, setelah proses ini maka bunyi akan
diteruskan ke sistim saraf pendengaran dan batang otak untuk selanjutnya dikirim ke
otak sehingga bunyi tersebut dapat dipersepsikan. 1,2
Kerusakan yang terjadi pada sel-sel rambut luar, misalnya akibat infeksi virus,
obat obat ototoksik, kurangnya aliran darah yang menuju koklea – menyebabkan
OHC’s tidak dapat memproduksi OAE. OAE adalah suatu teknik pemeriksaan koklea
yang relatif baru, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang obyektif, cepat,
mudah,otomatis, non invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Kelemahannya
dipengaruhi oleh bising lingkungan, kondisi telinga luar dan tengah, kegagalannya
pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi, serta harga alat relatif mahal.1,2
Analisa gelombang OAE dilakukan berdasarkan perhitungan statistik yang
menggunakan program komputer. Hasil pemeriksaan disajikan berdasarkan ketentuan
pass– refer criteria, maksudnya pass bila terdapat gelombang OAE dan refer bila
tidak ditemukan gelombang OAE. Pemeriksaan OAE dapat dilakukan di ruang biasa
yang cukup tenang sehingga tidak memerlukan ruang kedap suara (sound proof
room). Juga tidak memerlukan obat penenang (sedatif) asalkan bayi/ anak tidak
terlalu banyak bergerak. 1
Prinsip pemeriksaan OAE adalah mengukur emisi yang dikeluarkan oleh
telinga saat suara menstimulasi koklea. Teknik ini sensitif untuk mengetahui
kerusakan pada OHC, dapat pula digunakan untuk memeriksa telinga tengah dan
27
Gambar 16 OAE1
dalam. Kriteria hasil pemeriksaan yaitu pass atau refer. Jika terdapat
gelombang OAE maka bayi dapat melewati tes OAE (pass), berarti bayi tersebut
tidak mengalami gangguan pendengaran. Jika tidak ditemukan gelombang OAE
berarti ada gangguan pendengaran (refer), maka harus dilakukan tes lanjutan. 1
Cara kerja alat ini dengan memberikan stimulus bunyi yang masuk ke liang
telinga melalui insert probe, dengan bagian luarnya dilapisi karet lunak (probe tip)
yang ukurannya dapat dipilih sesuai besarnya liang telinga, menggetarkan gendang
telinga, selanjutnya melalui telinga tengah akan mencapai koklea. Saat stimulus bunyi
mencapai OHC koklea yang sehat, OHC akan memberikan respon dengan
memancarkan emisi akustik yang akan dipantulkan ke arah luar (echo) menuju
telinga tengah dan liang telinga. Emisi akustik yang tiba di liang telinga akan direkam
oleh mikrofon mini yang juga berada dalam insert probe, selanjutnya diproses oleh
mesin OAE sehingga hasilnya dapat ditampilkan pada layar monitor mesin OAE.
Kerusakan pada OHC misalnya akibat virus, obat-obat ototoksik, kuranganya
oksigenasi dan perfusi yang menuju koklea menyebabkan OHC tidak dapat
memproduksi gelombang OAE. OAE tidak muncul pada hilangnya pendengaran
lebih dari 30-40 dB. Pemeriksaan OAE dapat menentukan penilaian klinik telinga
perifer/jalur preneural, namun tidak dapat memeriksa adanya gangguan saraf
pendengaran atau respon otak/jalur neural terhadap suara. OAE dipengaruhi oleh
verniks kaseosa, debris, dan kondisi telinga tengah (cavum tympani). Neonatus usia
28
kurang dari 24 jam liang telinga terisi verniks kaseosa yang akan keluar dalam 24-48
jam setelah lahir, sehingga hasil refer 5-20% bila skrining dilakukan 24 jam setelah
lahir. Angka refer <3% dicapai bila skrining dilakukan usia 24-48 jam Karena
perjalanan stimulus bunyi menuju koklea maupun emisi akustik yang
dipancarkan oleh koklea ke liang telinga harus melewati telinga tengah; maka
sebelum pemeriksaan OAE harus dipastikan bahwa telinga tengah dalam kondisi
normal dengan pemeriksaan timpanometri. Kelainan pada telinga tengah akan
memberikan hasil positif palsu. 1
Faktor lain yang mempengaruhi hasil tes OAE yaitu ukuran probe (harus
sesuai dengan ukuran liang telinga), posisi penempatan probe (tidak ada kebocoran
atau celah udara dan posisi probe harus lurus ke arah gendang telinga) serta
kebisingan eksternal maupun internal1
Gambar 17 Hasil Tes Pemeriksaan OAE1,2
Pemeriksaan OAE sensitif untuk mengetahui adanya kerusakan pada disfungsi
outer haircell pada koklea. Pemeriksaan OAE juga cukup efektif sebagai alat
screening karena selain sensitif juga cukup murah. Minesota Newborn Hearing
Screening Program memakai OAE sebagai standar pemeriksaan awal, apabila
29
didapatkan abnormalitas baru diperiksa dengan ABR. Otoacoustic Emission atau
OAE merupakan skrining pendengaran secara obyektif, namun tidak dapat
memberikan informasi tentang derajat gangguan pendengaran seorang bayi atau anak. 1,3
JENIS PEMERIKSAAN OAE
Dikenal 2 jenis pemeriksaan OAE, yaitu Spontan dan Evoked OAE. Spontan OAE
dapat timbul tanpa adanya stimulus bunyi, namum tidak semua manusia memiliki
Spontan OAE sehingga manfaat klinisnya tidak diketahui. Evoked OAE adalah OAE
yang terjadi pasca pemberian stimulus, dibedakan menjadi Stimulus Frequency OAE
(SFOAE), Transient Evoked OAE (TEOAE) dan Distortion Product OAE (DPOAE). 32,33
1. SFOAE
Merupakan respon yang dibangkitkan oleh nada murni yang panjang dan terus
menerus, jenis ini tidak mempunyai arti klinis, dan jarang digunakan. 32
2. TEOAE
Untuk memperoleh emisi TEOAE digunakan stimulus bunyi click yang
onsetnya sangat cepat (milidetik) dengan intensitas sekitar 40 desibel. Secara
otomatis akan diperiksa 4–6 jenis frekuensi. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa
TEOAE adalah 500 - 4500 Hz untuk orang dewasa dan 5000–6000 Hz pada bayi.
TEOAE tidak terdeteksi pada ketulian >40 dB. Bila TEOAE pass berarti tidak ada
ketulian kohlea, sebaliknya bila TEOAE reffer berarti ada ketulian kohlea lebih dari
40 dB. Umumnya hanya digunakan untuk skrining pendengaran bayi/anak.13
3. DPOAE
Mempergunakan 2 buah stimulus bunyi nada murni sekaligus, yang berbeda
frekuensi maupun intensitasnya. Spektrum frekuensi yang dapat diperiksa lebih luas
dibandingkan dengan TEOAE, dapat mencapai frekuensi tinggi (10.000 Hz). DPOAE
(+BERA) digunakan untuk mendiagnosis auditori neuropati, monitoring pemakain
30
obat ototoksik dan pemaparan bising,menentukan prognosis tuli mendadak (sudden
deafness) dan gangguan pendengaran lainnya yang disebabkan oleh kelainan
koklea.32
H. HASIL SKRINING PENDENGARAN
Pada tahun 2006 Tim Health Tecnology Assessment Ditjen Yanmedik
Spesialistik DEPKES bekerjasama dengan PERHATI (Jakarta, Bandung, Semarang,
Surabaya, Bali, Makassar) telah menyusun suatu alur Skrining Pendengaran Bayi di
Indonesia. 1
OAE BERA KESIMPULAN
N N PENDENGARAN NORMAL
ABN ABN TULI SENSORINEURAL
N ABN NEUROPATI AUDITORIK
ABN N TULI KONDUKTIF (?), PERIKSA ULANG
Diagnosis kurang pendengaran sebaiknya ditegakkan sebelum anak berusia 3
bulan dan proses intervensi dimulai sejak usia 6 bulan. Untuk lebih jelasnya, langkah
dan tindak lanjut dari deteksi dini ini dapat dilihat pada gambar, yang sudah
merupakan protap di Departemen Kesehatan Anak RSCM Jakarta.2
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwento R. Keterlambatan Bicara dan Gangguan Pendengaran pada Bayi dan Anak. 2010 [Diakses pada tanggal 4 Juli 2012]; Available from: http://www.najwasyah.co.cc/2010/04/keterlambatan-bicara-dan-gangguan.html.
2. Budiwan A. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Reflek Akustik Ipsilateral dan Auditory Brainstem Response untuk Deteksi Kurang Pendengaran Sensorineural pada Bayi dan Anak. Semarang: Universitas Diponegoro; 2009.
3. Santoso HA. Early Detection on Koklear Impairment Based on Otoacoustic Emissions on Neaonatus. 2008 [Diakses pada tanggal 1 4 Juli 2012]; Available from: http://journal.unair.ac.id/filerPDF/abstrak_387143_tpjua.pdf.
4. Boies, adams. 1997. Buku Ajar Penyakit THT .Edisi 6. Penerbit : EGC. Jakarta .
5. Lonton. 2011. Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://earanatomy.blogspot.com/2011/06/anatomy-of-ear-pictures.html
6. Moore,keith L. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Penerbit : EGC. Jakarta .
7. Snell Richard. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.Penerbit: EGC. Jakarta.
32
8. Ballantyne J and Govers J : Scott Brown’s sease of the Ear, Nose,and Throat. Publisher: Butthworth Co.Ltd.
9. Alan Lipkin. 2009. Medical Findings Based on Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://www.umm.edu/imagepages/1126.htm
10. Medicalook. 2007. Midle Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012] ;Available from http://www.medicalook.com/human_anatomy/organs/Middle_ear.html
11. Thinkquest. 2011. Hearing. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://library.thinkquest.org/05aug/00386/hearing/ear/index.htm.
12. Wonodirekso, S dan Tambajong J . 1990. Organ-Organ Indera Khusus dalam Buku Ajar Histologi. Edisi V.10. Penerbit: EGC. Jakarta.
13. Arsyad Soepardi, Efiaty; Nurbaiti Iskandar, Jenny Bashiruddin, Ratna Dwi Resuti. 2007.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokanKepala & Leher; Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
14. Rnceus. 2008. Middle Ear Anatomy. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://www.rnceus.com/otitis/otimid.htm8
15. R.Funnel. 2011. Structure and Function Of The Middle Ear. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://audilab.bmed.mcgill.ca/AudiLab/teach/me_saf/me_saf.html
16. Dorland. 2007.Tympanic Membrane. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/tympanic+membrane
17. Hall, John E. Guyton., Hall . 2010. Textbook of Medical Physiology. Publisher: Saunders.
18. Dorland. 2007. Eustachian Tube. [ Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/eustachian+tube
19. Ajnr. 2012. Progressive Calvarial and Upper Cervical Pneumatization Associated with Habitual Valsalva Maneuver in a 70 Year Old Man. [ Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://www.ajnr.org/content/25/3/491/F3.expansion.html
33
20. Jeffrey P. Harris. 2002. Dizziness and Benign Paroxysmal Positional Vertigo.[ Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://drharris.ucsd.edu/Default.aspx?tabid=71
21. Anil K : Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology: Headand Neck Surgery. Publisher: McGraw-Hill Medical : 2007.
22. Martin lc. 2009. Noble.[Diakses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://www.rivercitymalone.com/wind-energy/noble-3/
23. Jack Ludwick. 2008. Travel Insurance. [Di akses pada tanggal 13 juli 2012]; Available from http://www.jludwick.com/Notes/Miscellaneous/Insurance.html.
24. Sherwood Laurale.2006. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2.Penerbit: EGC. Jakarta .
25. Henny,BERA, dikutip dari situs: http://hennykartika.wordpress.com, 2008
26. Bhattacharyya, Neil,Auditory Brainstem Response Audiometry , dikutp darisitus: http://emedicine.medscape.com, 2008
27. Esteves,Norte. Et.al. Brainstem Evoked Response Audiometry in Normal Hearing Subjects. Original Article. Brazilian Journal Of Otorhinolaryngol ; 75(3):420-5.
28. Dr. T. Balasubramanian M.S. D.L.O,BERA , dikutip dari situs: http://www.drtbalu.co.in/bera.html, 2007
29. Michigan University. Brainstem Auditory Evoked Response or Auditory Brainstem Response. Available at http://www.med.umich.edu/childhearinginfo/pv/baer.htm.
30. Emcap. Newborn Hearing Screening with Brainstem Auditory Evoked Potentials. Available at http://emcap.iua.upf.edu/babylab.html
31. P,Minary.,S.Blatrix. Audiometry. Available at http://www.neuroreille.com/ promenade/english/audiometry/ex_ptw/fexplo_ptw.htm.
32. Syarifuddin BJ, Alviandi W. Tuli Koklea dan Tuli Retrokoklea. In: Soepardy EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.
34
33. Tiffany. OtoAcoustic Emission (OAE). 2010 [Diakses pada tanggal 4 Juli 2012]; Available from: http://audiologiku.wordpress.com/2010/10/17/otoacoustic-emission-oae/
35