i
BELANJA BANTUAN SOSIAL DAN KEMISKINAN
(STUDI KASUS DI KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2012-2013)
Oleh :
NAVIKA AMANDA DEWI
NIM : 232011123
KERTAS KERJA
Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Guna Memenuhi Sebagian dari
Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi
FAKULTAS : EKONOMIKA DAN BISNIS
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
ii
iii
iv
v
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya tulis skripsi ini kepada :
1. Ayahku tercinta, Munaji
2. Ibuku tercinta, Tutik Hariyanti
3. Kakakku tersayang, Mulatika Vermanindra
4. Kekasihku, Pandu Satmaka
5. Semua sahabat dan teman-temanku
vii
HALAMAN MOTTO
“Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan.
Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang yang bersabarlah yang disempurnakan
pahalanya tanpa batas.” (Qs. Az Zumar: 10)
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh bersama
kesulitan itu ada kemudahan.” (Qs. Asy-Syarh: 5-6)
“But better to get hurt by the truth than comforted with a lie.” ― Khaled
Hosseini
“Where there is love there is life.” ― Mahatma Gandhi
“Life isn't about finding yourself. Life is about creating yourself.”
― George Bernard Shaw
“You only live once, but if you do it right, once is enough.” ― Mae West
viii
KATA PENGANTAR
Belanja Bantuan Sosial merupakan pemberian bantuan berupa
uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang
bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Jadi,
semakin besar angka kemiskinan di suatu daerah, maka belanja bantuan sosial
yang diberikan oleh Pemerintah seharusnya akan lebih besar jika dibandingkan
dengan daerah yang memiliki angka kemiskinan yang lebih rendah. Dalam skripsi
ini penulis mengangkat judul “Belanja Bantuan Sosial dan Kemiskinan”. Dengan
objek pengamatan Kabupaten Semarang dan periode pengamatan tahun 2012-
2013 untuk melihat apakah Belanja Bantuan Sosial berkaitan dengan Kemiskinan
di Kabupaten Semarang.
Penulis menyadari di dalam penelitian ini masih terdapat banyak
kekurangan maupun kelemahan yang mungkin akan ditemukan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segenap kritikan, saran dan masukan dari pembaca agar
penulisan kedepannya dapat lebih baik lagi. Semoga penelitian ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Salatiga, Januari 2015
Penulis
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan maupun
keterbatasan dalam menyelesaikan skripsi ini, tanpa campur tangan Allah SWT
serta peran berbagai pihak semua ini tidak akan selesai dengan baik.
Penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama
ini memberikan motivasi serta dukungan selama masa perkuliahan di Universitas
Kristen Satya Wacana hingga terselesaikannya skripsi ini.
Bapak Hari Sunarto, SE, MBA, PhD selaku Dekan Fakultas Ekonomika dan
Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
Bapak Usil Sis Sucahyo, SE, MBA selaku Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana.
Bapak Marwata SE, M.Si, PhD, Akt selaku pembimbing atas waktu, tenaga,
pikiran serta bimbinganya dalam memberikan saran-saran maupun kritik
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Ibu Yayuk Ariani, SE, M.Si selaku wali studi yang membimbing penulis selama
menempuh studi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen
Satya Wacana.
Ayahku Munaji, Ibuku Tutik Hariyanti dan Kakakku Mulatika Vermanindra
atas kasih sayang, cinta, doa, dukungan moril dan materiil serta motivasi
yang diberikan selama perkuliahan hingga skripsi ini terselesaikan dengan
baik.
Pandu Satmaka yang dengan setia menemani, memberi saran mapun kritik serta
memberikan semangat dan hiburan kepada penulis.
Seluruh staf pengajar FEB UKSW yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan
wawasan yang berguna bagi penulis kelak.
Seluruh staf TU FEB UKSW yang telah membantu penulis dalam mengurus
administrasi baik selama perkuliahan hingga persyaratan administrasi
skripsi.
Ibu Hera staf Bagian Ekonomi BAPPEDA dan Ibu Ari Subbagian
Perencanaan DPPKAD Kabupaten Semarang yang telah membantu
penulis dalam perolehan data skripsi.
x
Dewi Ratoja D. W yang telah memberi semangat serta dukungan dan setia
menjadi sahabat semenjak SMP hingga saat ini. Semangat dan sukses
selalu.
Cahyani Karyaning Tyas yang sudah seperti saudara sendiri, terima kasih atas
motivasi, dukungan dan semangat yang telah diberikan selama ini.
Anggita Filadelfia, Agnes Arwanda Puri, Nungki Kristina Damayanti, Arya Bee
Grand Christian, David Pratama terima kasih atas doa, dukungan,
semangat dan kebersamaannya selama ini. Akan sangat merindukan kalian
nantinya, sukses terus kedepannya.
Puspa, Arintya, Amalia, Tjan Puput, Danis, Dina, Risa, Nia, Ine, Titin, Fajar,
Prayuda, Bayu, Mesakh, Arron, Ian, Vano, Boe, Alif, Tori, Ronald,
Yulius, Isser, Sendi, Aditya Dwiki, Ardya, Aditya Pratama, Fadel, Desi,
Icak dan semua teman-teman EGOAL FEB UKSW 2011 terimakasih
atas kebersamaannya selama kuliah dan dukungannya selama ini. Senang
bisa mengenal kalian semua dan berjuang bersama-sama.
Teman-teman Korps Asisten Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Teman-teman Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis Periode 2012-
2013 dan 2013-2014 atas kebersamaannya selama ini, dukungan serta
pembelajaran berharga selama berLembaga Kemahasiswaan di Universitas
Kristen Satya Wacana.
Teman-teman kepanitiaan Fasilitator OMB 2013, SOCEV Fusion 2013, ESCO
FEB UKSW 2014, Makrab Pirates 2014 dan LDKM 2014 FEB UKSW.
Semua teman-teman, kakak angkatan maupun adik angkatan yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, tetap semangat dan terima kasih atas bantuannya
selama kuliah.
Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih telah
memberikan dukungan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
xi
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................................... i
Pernyataan Keaslian Karya Tulis ...................................................................... ii
Halaman Persetujuan/Pengesahan .................................................................... iii
Halaman Persembahan ..................................................................................... iv
Halaman Motto ................................................................................................. v
Kata Pengantar ................................................................................................. vi
Ucapan Terima Kasih ...................................................................................... vii
Daftar Isi .......................................................................................................... ix
Daftar Grafik .................................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................................... xii
Daftar Lampiran .............................................................................................. xiii
BAB I – Pendahuluan ....................................................................................... 1
BAB II – Kajian Teori ...................................................................................... 8
Kemiskinan ....................................................................................... 8
Anggaran Sektor Publik .................................................................. 10
Belanja Daerah ............................................................................... 12
Bantuan Sosial ................................................................................ 13
Kerangka Pemikiran ....................................................................... 17
xii
BAB III – Metode Penelitian .......................................................................... 19
BAB IV – Hasil Penelitian dan Pembahasan .................................................. 23
Hasil Penelitian ............................................................................... 23
Pembahasan .................................................................................... 33
BAB V – Penutup ........................................................................................... 36
Kesimpulan ..................................................................................... 36
Keterbatasan ................................................................................... 36
Saran ............................................................................................... 37
Daftar Pustaka .................................................................................................. 38
Lampiran-lampiran
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Presentase Kemiskinan Kabupaten Semarang 2008-2012 ................ 5
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Presentase Penduduk Miskin Kabupaten Semarang Tahun 2008-2012 ..... 23
Tabel 2. Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2012 Kabupaten Semarang ................ 43
Tabel. 3 Ranking Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2011 ........................ 43
Tabel 4. Ranking Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012 ............................................ 44
Tabel 5. Ranking Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013 ............................................ 45
Tabel 6. Perbandingan Ranking Presentase Kemiskinan Tahun 2011 dengan
Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012 ....................... 46
Tabel 7. Perbandingan Ranking Presentase Kemiskinan Tahun 2012 dengan
Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013 ....................... 47
Tabel 8. Uji Normalitas ............................................................................................ 31
Tabel 9. Uji Korelasi ................................................................................................ 32
Tabel 10. Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Kabupaten Semarang
Tahun 2012-2013 ....................................................................................... 48
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan Presentase
Angggaran Bantuan Sosial 2012 .................................................................. 41
Lampiran 2. Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan Presentase
Angggaran Bantuan Sosial 2013 .................................................................. 41
Lampiran 3. Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan Presentase
Anggaran Bantuan Sosial 2012 .................................................................... 41
Lampiran 4. Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan Presentase
Anggaran Bantuan Sosial 2013 .................................................................... 42
1
PENDAHULUAN
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.
Pengelolaan keuangan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan
efektif serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan asas keadilan akan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya dapat mengurangi jumlah
pengangguran serta menurunkan angka kemiskinan di suatu daerah (Ariana,
2013). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan perwujudan
dari pengelolaan keuangan daerah secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dialokasikan dengan tujuan
spesifik merupakan salah satu cara negara dalam menjalankan tugasnya untuk
menjamin kesejahteraan masyarakat dan melindungi masyarakat dari risiko-risiko
yang mungkin timbul.
Anggaran mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan siklus
perencanaan dan pengendalian manajemen karena anggaran merupakan
penghubung utama antara perencanaan dan pengendalian (Bastian, 2001).
Anggaran memiliki fungsi alokasi, stabilisasi dan distribusi. Pemerintah daerah
dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah seharusnya dikaitkan
dengan salah satu fungsi anggaran, yaitu fungsi alokasi. Pengalokasian sumber
daya seharusnya dilakukan secara efektif dan tepat sasaran sehingga tujuan
penyelenggaraan pemerintahan dapat tercapai.
2
Dalam Peraturan Menteri dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah telah diatur bahwa belanja daerah
dikelompokkan menjadi dua yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung
yang merupakan kewajiban pemerintah daerah dalam menyelenggarakan
pemerintahan maupun dalam melaksanakan pembangunan daerah. Salah satu jenis
belanja tidak langsung, yaitu belanja bantuan sosial diberikan secara selektif, tidak
terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan penggunaannya dengan
mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, seharusnya diperuntukkan
dalam rangka akselerasi pembangunan daerah guna mencapai kesejahteraan
rakyat. Pemerintah daerah dapat memberikan bantuan kepada kelompok/anggota
masyarakat untuk usaha ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan di daerah.
Menurut Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 pasal 3 tentang Program
Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, telah disebutkan bahwa kelompok
program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga bertujuan untuk melakukan
pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup dan perbaikan kualitas hidup
masyarakat miskin. Bantuan sosial merupakan skema penyelamatan darurat bagi
mereka yang terancam oleh krisis sosial, ekonomi, politik, bencana atau fenomena
alam agar dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum atau untuk melindungi
individu, kelompok dan masyarakat dari kemungkinan terjadinya risiko sosial.
Dalam Social Risk Management: The Wolrd Bank’s Approach to Social
Protection in a Globalizing Wolrd, disebutkan bahwa risiko sosial terkait dengan
kerentanan, yaitu kemungkinan kejadian ataupun peristiwa yang menyebabkan
rumah tangga atau masyarakat yang saat ini tidak termasuk miskin akan jatuh di
3
bawah garis kemiskinan atau jika saat ini berada pada garis kemiskinan, akan
tetap berada di bawah garis kemiskinan ataupun semakin terperosok di bawah
garis kemiskinan. Risiko sosial merupakan potensi terjadinya guncangan dan
kerentanan sosial yang apabila tidak dilakukan pemberian bantuan sosial oleh
pemerintah akan semakin terpuruk dan tidak dapat hidup dalam kondisi wajar
(Buletin Teknis Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial).
Secara teoritis, daerah yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi
seharusnya mendapatkan aliran dana bantuan sosial yang lebih tinggi
dibandingkan daerah yang memiliki angka kemiskinan yang lebih rendah.
Semakin miskin suatu daerah, maka kebutuhan di daerah tersebut semakin tinggi,
sehingga seharusnya dana bantuan sosial yang diberikan pemerintah juga tinggi.
Sebagai contoh, daerah yang memiliki angka kemiskinan yang tinggi,
membutuhkan dana bantuan sosial untuk sanitasi, kesehatan dan juga pendidikan
yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki angka
kemiskinan yang lebih rendah.
Kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional,
khusunya di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Kemiskinan muncul
sebagai akibat dan adanya situasi ketidakadilan, ketimpangan serta
ketergantungan dalam struktur masyarakat. Secara umum, kondisi kemiskinan
ditandai oleh kerentanan, ketidakberdayaan, keterisolasian, dan ketidakmampuan
untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhannya (Multifiah, 2011). Upaya
penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh pemerintah antara lain dengan
menyediakan beberapa kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, perluasan
4
kesempatan kerja dan pembangunan pertanian. Dalam Peraturan Presiden Nomor
13 Tahun 2009 tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan disebutkan
bahwa program penanggulangan kemiskinan dikelompokkan menjadi 3 (tiga)
yaitu berbasis bantuan dan perlindungan sosial, berbasis pemberdayaan
masyarakat dan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil.
Pendanaan untuk pelaksanaan penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan dan
perlindungan sosial terdiri atas program yang bertujuan untuk melakukan
pemenuhan dasar, pengurangan beban hidup, serta perbaikan kualitas hidup
masyarakat miskin, sedangkan penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat terdiri atas program yang bertujuan untuk
mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas masyarakat miskin untuk
dapat terlibat dalam pembangunan. Penanggulangan kemiskinan berbasis bantuan
dan perlindungan sosial serta berbasis pemberdayaan masyarakat diklasifikasikan
dalam jenis belanja bantuan sosial. Selain itu, bantuan yang diberikan oleh
pemerintah seperti raskin, bantuan langsung tunai, program keluarga harapan,
bantuan operasional sekolah merupakan cara pemerintah dalam menurunkan
angka kemiskinan. Namun dirasa kebijakan dan program penanggulangan
kemiskinan belum menampakkan hasil yang optimal. Kemiskinan masih menjadi
isu utama dalam pembangunan sosial ekonomi di Indonesia termasuk di dalamnya
Kabupaten Semarang. Sedangkan angka kemiskinan yang ditunjukkan dengan
presentase penduduk miskin, Kabupaten Semarang telah mengalami penurunan
dari tahun 2008 sebesar 11,37% menjadi 10,66% pada tahun 2009, menjadi
5
10,50% pada tahun 2010, menjadi 10,30% pada tahun 2011 dan menjadi 9,40%
pada tahun 2012.
Grafik 1 Presentase Kemiskinan Kabupaten Semarang 2008-2012
Sumber : BPS Kabupaten Semarang.
Meskipun presentase penduduk miskin di Kabupaten Semarang mengalami
penurunan namun jumlahnya masih relatif tinggi, hal ini mengharuskan upaya
penanggulangan kemiskinan yang serius dari pemerintah. Rendahnya jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Semarang bukan berarti Kabupaten Semarang
tidak memiliki masalah mengenai kemiskinan.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010-
2015 Kabupaten Semarang, disebutkan bahwa visi pembangunan Kabupaten
Semarang sampai tahun 2015 adalah terwujudnya Kabupaten Semarang yang
mandiri, tertib dan sejahtera. Sejahtera artinya mampu mewujudkan kondisi
masyarakat yang terpenuhi hak-hak dasarnya baik dari aspek kesehatan,
pendidikan dan ekonomi yang ditandai dengan meningkatnya angka Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yang didukung dengan terwujudnya kebebasan
kehidupan beragama dan bernegara. Meningkatnya tingkat kesejahteraan dapat
11.37% 10.66% 10.50% 10.30% 9.40%
2008 2009 2010 2011 2012
Presentase Penduduk Miskin Kabupaten
Semarang
Tahun 2008-2012
6
ditunjukkan dengan terjadinya penurunan angka kemiskinan dan jumlah keluarga
Pra Sejahtera. Namun, dalam RPJMD Kabupaten Semarang Tahun 2010-2015
disebutkan bahwa masih tingginya angka kemiskinan, ditunjukkan dengan masih
tingginya jumlah keluarga Pra KS yaitu diatas 32% dari jumlah kepala keluarga
yang ada serta rendahnya pemenuhan kebutuhan hak-hak dasar masyarakat seperti
sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, sarana prasarana,
dan lain-lain yang menyebabkan masih tingginya jumlah penduduk miskin.
Belanja bantuan sosial diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat
sebagai perlindungan risiko sosial, namun menurut Santosa (2014) realita
mengenai bantuan sosial selama ini adalah potret suram anggaran negara atau
daerah yang menjadi pos-pos anggaran dengan akuntabilitas rendah. Dana
bantuan sosial mudah diselewengkan karena kurangnya transparansi dan kejelasan
mekanisme penyaluran, penetapan penerima, maupun pelaporannya. Sedangkan
menurut Dahlan (2014) alasan sejumlah dana bantuan sosial mudah
diselewengkan adalah minimnya pengaturan yang mengikat pengelolaan belanja
bantuan sosial, belanja bantuan sosial lekat dengan program dan kegiatan bersifat
populis sehingga tidak tepat sasaran, dan pada momen-momen tertentu, misalnya
Pemilu, bantuan sosial rawan dipolitisasi.
Dana bantuan sosial yang sejatinya untuk kesejahteraan rakyat, namun
dalam kenyataannya mudah diselewengkan karena akuntabilitas yang rendah.
Bantuan sosial dialokasikan untuk orang yang benar-benar perlu dibantu agar
mendapat peluang untuk bangkit dan keluar dari permasalahannya. Penganggaran
dan pencairan bantuan sosial harus mengacu pada kriterianya. Tujuannya untuk
7
apa, sasarannya kemana, lalu peruntukan seperti apa. Penyaluran bantuan sosial
ini harus tepat sasaran sehingga diawal kriterianya harus jelas (Mardiasmo, 2014).
Maka dari itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh mengenai bantuan sosial, baik
sasaran penerima, manfaat maupun mekanisme penyalurannya. Pendekatan
bantuan sosial dalam pemberdayaan dan kesejahteraan sosial harus dilaksanakan
dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat miskin serta diperlukan
perencanaan yang baik ke depan dan data yang kuat dalam mengalokasikan
belanja bantuan sosial kepada masyarakat. Dalam kaitannya dengan isu akuntansi
manajemen pada sektor publik, concern Management Accounting adalah
penggunaan sumber daya secara efektif, efisien dan ekonomi. Sehingga
pemerintah seharusnya melakukan efisiensi dalam pengalokasian sumber daya
agar tujuan dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat tercapai.
Fenomena tersebut menimbulkan suatu pertanyaan apakah dana yang
dialokasikan dari APBD yang berupa bantuan sosial berkaitan dengan
penanggulangan kemiskinan di suatu daerah. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui apakah terdapat kaitan antara besarnya dana bantuan
sosial dengan angka kemiskinan di suatu daerah.
8
KAJIAN TEORI
Kemiskinan
Kemiskinan mempunyai makna yang sangat luas, hal ini yang menyebabkan
makna kemiskinan mengalami koreksi setiap waktu. Secara konvensional,
kemiskinan dimaknai dengan pendapatan yang kurang dikarenakan distribusi
kekayaan yang tidak merata yang menyebabkan seseorang atau keluarga tidak
mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk kehidupan sehari-hari. Kemiskinan oleh
BAPPENAS (2005) didefinisikan sebagai kondisi di mana seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki dan perempuan tidak terpenuhi hak-hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Definisi kemiskinan ini beranjak dari pendekatan berbasis hak yang mengakui
bahwa masyarakat miskin, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak-hak
dasar yang sama dengan anggota masyarakat lainnya. Kemiskinan tidak lagi
dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan
pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
sekelompok orang, laki-laki dan perempuan dalam menjalani kehidupan secara
bermartabat.
Bentuk kemiskinan dalam skala mikro ditandai oleh tingkat kesejahteraan
suatu rumah tangga dengan tingkat konsumsi yang berada di bawah ambang
tertentu atau yang disebut sebagai garis kemiskinan. Sedangkan pada tingkat
makro, kemiskinan merupakan suatu indikator tingkat ketidaksejahteraan dalam
suatu wilayah tertentu. Secara umum kemiskinan adalah suatu kondisi yang
menunjukkan ketidaksejahteraan dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup
9
yang paling mendasar. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi beberapa kategori
berikut :
(a) Kemiskinan individu-kemiskinan kolektif
(b) Kemiskinan absolut–kemiskinan relative
(c) Kemiskinan kronik–kemiskinan sementara
(d) Kemiskinan pedesaan-kemiskinan perkotaan.
Sumodiningrat (2002) mengelompokkan sebab-sebab kemiskinan menjadi
dua. Pertama, kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh faktor eksternal atau
faktor yang berada di luar jangkauan individu. Faktor ini secara kongkrit lebih
bersifat hambatan kelembagaan atau struktur yang memang bisa menghambat
seseorang untuk meraih kesempatan-kesempatannya. Adanya kemiskinan jenis ini
bukan karena seseorang itu malas atau tidak mampu bekerja. Karena itu
kemiskinan jenis ini disebut juga kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural
adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur
sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan
yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kedua, adalah kemiskinan yang
disebabkan oleh faktor internal yang berasal dari dalam diri seseorang atau
lingkungannya. Kaum konservatif penganut pandangan ini melihat kemiskinan
jenis ini terjadi sebagai akibat dari nilai-nilai dan kebudayaan yang dianut
sekelompok masyarakat. Jadi tidak bermula dari struktur sosial tetapi berasal dari
karakteristik khas orang-orang miskin itu sendiri. Orang menjadi miskin karena ia
tidak mau bekerja keras, boros, tidak mempunyai rencana, kurang memiliki jiwa
10
wiraswasta , fatalis, tidak ada hasrat berprestasi dan sebagainya. Orang-orang
miskin adalah kelompok sosial yang mempunyai budaya sendiri.
Anggaran Sektor Publik
Anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2004: 62) yaitu suatu rencana
kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan
belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran
publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari
suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan
aktivitas. Anggaran sektor publik merupakan rincian seluruh aspek kegiatan yang
akan dilaksanakan yang tersusun atas rencana pendapatan dan pengeluaran yang
akan dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun. Anggaran sektor publik dibuat
untuk membantu pemerintah dalam membantu tingkat pertumbuhan masyarakat
seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya agar
terjamin secara layak dan tingkat kesejahteraan masyarakat akan semakin terjamin
serta penggunaan dan pengalokasiannya lebih efektif dan efisien. Anggaran sektor
publik merupakan suatu perencanaan yang dibuat baik pemerintah pusat atau
daerah yang memuat informasi mengenai pendapatan, belanja, aktivitas dan
pembiayaan dalam satuan moneter.
Prinsip-prinsip anggaran sektor publik menurut Mardiasmo (2004: 67-68)
adalah sebagai berikut :
1. Otorisasi oleh Legislatif
11
Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu
sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
2. Komprehensif
Anggaran harus menunjukan semua penerimaan dan pengeluaran
pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya
menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.
3. Keutuhan anggaran
Semua penerimaan dan belanja pemerintah terhimpun dalam dana umum
(general fund).
4. Nondissretionary Apropriation
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara
ekonomis, efisien dan efektif.
5. Periodik
Anggaran merupakan suatu proses periodik, dapat bersifat tahunan maupun
multi tahunan.
6. Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak dimasukan cadangan yang tersembunyi
(hyden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan
dan inefisiensi anggaran serta dapat mengkibatkan munculnya
underestimate pendapatan dan underestimate pengeluaran.
7. Jelas
Anggaran hendaknya dapat dipahami masyarakat dan tidak
membingungkan.
12
8. Diketahui Publik
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
Bastian (2001: 82) menyatakan bahwa proses penyusunan anggaran harus
dapat menjamin pelaksanaan fungsi anggaran : alokasi, stabilisasi dan distribusi.
1. Alokasi anggaran dapat dikatakan efektif apabila menyeimbangkan berbagai
permintaan di dalam pemerintahan, baik organisasi sektor swasta dan sektor
publik dan strategi pencapaian tujuan (visi) yang telah ditetapkan. Sehingga
bobot pengukuran prestasi pengukuran anggaran akan dikatakan dengan
bobot pendapatan dan pengeluaran, formulasi kebijakan program dan
kapasitas pendanaan yang telah dijamin tersedia.
2. Stabilisasi anggaran didasari akurasi perhitungan dampak pelaksanaan, baik
di sisi program dan ekonomi. Poin stabilisasi ini terdiri dari akun-akun
laporan keuangan, peramalan/asumsi ekonomi dan koordinasi moneter. Ini
berarti anggaran sebenarnya tidak mentoleransi ketidakakurasian asumsi,
teknik maupun survey.
3. Distribusi anggaran selalu dikaitkan dengan agen-agen pengeluaran publik
dan terlaksananya pelayanan publik yang lebih baik.
Belanja Daerah
Pendapatan daerah yang diperoleh baik dari pendapatan asli daerah maupun
dan perimbangan tentunya digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai
belanja daerah (Sasana, 2011). Menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui
13
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri
dari urusan wajib dan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Belanja daerah berdasarkan pada Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah dikelompokkan ke dalam belanja langsung dan
belanja tidak langsung. Belanja langsung merupakan belanja yang memiliki
keterkaitan secara langsung dengan program dan kegiatan yang meliputi belanja
pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal, sedangkan belanja tidak
langsung merupakan belanja yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan, terdiri dari belanja pegawai, belanja
bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan
belanja tidak terduga.
Belanja daerah pada dasarnya merupakan fungsi dari penerimaan daerah
(Adi, 2009). Belanja merupakan variabel terikat yang besarannya bergantung pada
sumber-sumber pembiayaan daerah, baik yang berasal dari penerimaan daerah
sendiri maupun dari transfer pemerintah pusat.
Bantuan Sosial
Menurut Permendagri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian
Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang
14
dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat
yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk
melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
Menurut Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian
bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang
kepada kelompok/anggota masyarakat dan partai politik.
Menurut Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan (Bultek SAP)
Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial, bantuan sosial adalah
transfer uang atau barang yang diberikan oleh Pemerintah Pusat/Daerah kepada
masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Transfer
uang atau barang memiliki ketentuan sebagai berikut :
Belanja bantuan sosial dapat langsung diberikan kepada anggota masyarakat
dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya bantuan untuk
lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.
Belanja bantuan sosial bersifat sementara atau berkelanjutan.
Belanja bantuan sosial ditujukan untuk mendanai kegiatan rehabilitasi
sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial,
penanggulangan kemiskinan dan penanggulangan bencana.
Belanja bantuan sosial bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan,
kualitas, kelangsungan hidup dan memulihkan fungsi sosial dalam rangka
mencapai kemandirian sehingga terlepas dari risiko sosial.
15
Belanja bantuan sosial diberikan dalam bentuk bantuan langsung,
penyediaan aksesibilitas dan/atau penguatan kelembagaan.
Tujuan penggunaan dana belanja bantuan sosial yang diatur dalam Bultek
SAP Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial hanya dapat dilakukan
untuk kegiatan yang bertujuan untuk :
Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan
kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat
melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Perlindungan sosial dimaksudkan untuk mencegah dan menangani risiko
dari guncangan dan kerentanan sosial seseorang, keluarga, kelompok
dan/atau masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat dipenuhi sesuai
dengan kebutuhan dasar minimal.
Pemberdayaan sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan
warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga
mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Jaminan sosial adalah skema yang melembaga untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
Penanggulangan kemiskinan merupakan kebijakan, program dan kegiatan
yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat
yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak
dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.
16
Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana,
kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
Pemberian bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah haruslah selektif,
yaitu hanya diberikan kepada calon penerima yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan dalam pengertian belanja bantuan sosial yaitu melindungi dari
kemungkinan risiko sosial. Bantuan sosial yang diberikan oleh Pemerintah Daerah
dilakukan secara tidak terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan
peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan
daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Bantuan sosial yang
diberikan secara tidak terus-menerus/tidak mengikat diartikan bahwa pemberian
bantuan tersebut tidak wajib dan tidak harus diberikan setiap tahun anggaran.
Khusus kepada partai politik, bantuan diberikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam bantuan sosial.
Penerima bantuan sosial juga diatur dalam Bultek SAP Nomor 10 tentang
Akuntansi Belanja Bantuan Sosial, yaitu terkait persyaratan penerima bantuan
sosial. Penerima belanja bantuan sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok,
dan/atau masyarakat yang mengalami keadaan yang tidak stabil sebagai akibat
dari situasi krisis sosial, ekonomi, politik, bencana, dan fenomena alam agar dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimum, termasuk di dalamnya bantuan untuk
lembaga non pemerintah bidang pendidikan, keagamaan dan bidang lain yang
berperan untuk melindungi individu, kelompok dan/atau masyarakat dari
kemungkinan terjadinya risiko sosial.
17
Kerangka Pemikiran
Dalam pengelolaan keuangan daerah yang dituangkan dalam APBD,
terdapat dua jenis belanja daerah yaitu belanja langsung dan belanja tidak
langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang tidak memiliki
keterkaitan secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja
tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan
sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Dalam pos
belanja tidak langsung, salah satunya adalah belanja bantuan sosial yang ditujukan
untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Menurut Bultek SAP
Nomor 10 mengenai Akuntansi Belanja Bantuan Sosial, menyebutkan bahwa
risiko sosial adalah kejadian atau peristiwa yang dapat mempengaruhi
kesejahteraan rumah tangga (masyarakat) yang disebabkan oleh pembebanan
tambahan permintaan atas sumber daya. Pengertian lain yang dikutip dari Social
Risk Management: The World Bank’s Approach to Social Protection in a
Globalizing World, risiko sosial terkait dengan kerentanan yaitu kemungkinan
kejadian atau peristiwa yang membuat rumah tangga (masyarakat) yang saat ini
tidak termasuk miskin akan jatuh di bawah garis kemiskinan atau jika saat ini
berada di bawah garis kemiskinan, akan tetap berada di bawah garis kemiskinan
atau semakin jauh terperosok di bawah garis kemiskinan.
Salah satu tujuan penggunaan dana bantuan sosial yang sebagaimana telah
diatur oleh Bultek SAP Nomor 10 tentang Akuntansi Belanja Bantuan Sosial
adalah untuk penanggulangan kemiskinan dimana merupakan kebijakan, program,
dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok dan/atau
18
masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan
tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan. Sehingga secara
teoritis, daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi juga akan mendapatkan
dana bantuan sosial yang tinggi pula selaras dengan tujuan pelaksanaan dana
bantuan sosial.
Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dipaparkan, maka
peneliti dapat menyusun hipotesis bahwa besarnya dana bantuan sosial yang
diberikan oleh pemerintah berkaitan dengan besarnya angka kemiskinan.
19
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Menurut
Indriantoro dan Supomo (2002), penelitian deskriptif merupakan penelitian
terhadap masalah-masalah berupa fakta-fakta saat ini dari suatu populasi. Tujuan
penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki.
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus di Kabupaten
Semarang. Kabupaten Semarang dipilih sebagai objek penelitian dikarenakan
kemudahan akses peneliti dalam memperoleh data yang digunakan dalam
penelitian. Selain itu, Kabupaten Semarang dipilih karena di Kabupaten Semarang
masih terdapat isu tentang kemiskinan, walaupun angka kemiskinan di Kabupaten
Semarang relatif rendah dibandingkan daerah lain, namun jumlah penduduk
miskin di Kabupaten Semarang masih tinggi.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah
(DPPKAD) Kabupaten Semarang dalam bentuk dokumentasi. Data sekunder
tersebut meliputi data anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012-2013 dan angka
kemiskinan di Kabupaten Semarang tahun 2011-2012.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu
pengumpulan data baku yang diperoleh pada BAPPEDA dan DPPKAD
Kabupaten Semarang.
20
Analisis deskriptif dilakukan terhadap variabel penelitian yaitu anggaran
belanja bantuan sosial dan angka kemiskinan. Analisis deskriptif digunakan untuk
menggambarkan fenomena atau karateristik dari data yang telah dikumpulkan.
Selain itu, berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, penelitian ini
menggunakan analisis korelasi. Analisis korelasi yaitu analisis yang membahas
mengenai derajat hubungan antara variabel-variabel penelitian. Metode penelitian
analisis korelasi dipilih karena dalam penelitian ini akan melihat hubungan antara
variabel-variabel yang akan diteliti. Dalam hal ini akan melihat anggaran belanja
bantuan sosial pemerintah Kabupaten Semarang selama tahun 2012-2013
dikaitkan dengan angka kemiskinan Kabupaten Semarang tahun 2011-2012.
Selanjutnya, untuk kebutuhan analisis dalam penelitian ini digunakan data
anggaran belanja bantuan sosial dan angka kemiskinan setiap kecamatan yang ada
di Kabupaten Semarang.
Penelitian ini menggunakan analisis perbandingan angka kemiskinan tahun
2011-2012 dan anggaran belanja bantuan sosial selama 2 (dua) periode, yaitu
tahun 2012-2013 dan juga analisis korelasi untuk melihat kaitan antara angka
kemiskinan dengan belanja bantuan sosial. Langkah-langkah analisis adalah
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi angka kemiskinan tahun 2011-2012 yang ditunjukkan
dengan presentase kemiskinan yang didasarkan pada jumlah penduduk
miskin di setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Semarang tahun 2011
berdasarkan data anggota rumah tangga miskin hasil PPLS tahun 2011.
21
2. Mengidentifikasi anggaran belanja bantuan sosial yang ditunjukkan dengan
presentase anggaran belanja bantuan sosial di setiap kecamatan yang ada di
Kabupaten Semarang selama tahun 2012 sampai dengan tahun 2013.
3. Melakukan ranking kecamatan yang memiliki presentase kemiskinan yang
paling tinggi sampai dengan kecamatan yang memiliki presentase
kemiskinan paling rendah di Kabupaten Semarang tahun 2011 dan 2012.
4. Melakukan rangking kecamatan yang memiliki presentase anggaran belanja
bantuan sosial yang paling tinggi sampai dengan kecamatan yang memiliki
presentase anggaran belanja bantuan sosial paling rendah di Kabupaten
Semarang tahun 2012 dan 2013.
5. Membandingkan kecamatan dengan presentase kemiskinan paling tinggi
dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial yang paling tinggi
sampai dengan yang paling rendah di Kabupaten Semarang.
6. Mengidentifikasi adanya hubungan anggaran belanja bantuan sosial dengan
angka kemiskinan melalui uji korelasi. Uji korelasi yang dilakukan
menggunakan presentase anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012-2013
dan presentase angka kemiskinan tahun 2011-2012 di Kabupaten Semarang
dengan tujuan untuk mengurangi bias data. Data diolah dengan aplikasi
SPSS versi 20. Tingkat keyakinan ditetapkan sebesar 95%.
Untuk menghitung presentase anggaran belanja bantuan sosial, digunakan
rumus sebagai berikut :
22
Sedangkan untuk menghitung presentase angka kemiskinan digunakan
rumus sebagai berikut :
23
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk
miskin di 19 Kecamatan di Kabupaten Semarang tahun 2011 dan anggaran
belanja bantuan sosial di 19 Kecamatan di Kabupaten Semarang tahun 2012-2013.
Untuk mengetahui kondisi kemiskinan di Kabupaten Semarang digunakan 2 (dua)
pendekatan pendataan, yaitu melalui data Persentase Penduduk Miskin dan
Jumlah Rumah Tangga Miskin, dengan kriteria yang berbeda.
1. Data Presentase Penduduk Miskin
Persentase penduduk miskin dihitung berdasarkan pada hasil Susenas
tahun 2011, dimana angka yang diperoleh adalah angka makro. Penentuan
penduduk miskin dihitung berdasarkan pemenuhan kebutuhan pangan yang
setara dengan pemenuhan 2100 kkal perkapita per hari. Berdasarkan kriteria
tersebut, selama kurun waktu tahun 2010-2011 terjadi penurunan angka dari
10,50% menjadi 10,30% dan pada tahun 2012 juga terjadi penurunan angka
menjadi 9,40%.
Tabel 1 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Semarang
Tahun 2008-2012
NO TINGKAT 2008 2009 2010 2011 2012
1 Nasional (%) 15,42 14,15 13,33 12,49 11,66
2 Provinsi Jawa Tengah (%) 19,23 17,72 16,56 15,76 14,98
3 Kabupaten Semarang (%) 11,37 10,66 10,50 10,30 9,40
Sumber : BPS Kabupaten Semarang
24
2. Jumlah Rumah Tangga Miskin
Jumlah Rumah Tangga Miskin Kabupaten Semarang didasarkan pada
data PPLS (Pendataan Program Perlindungan Sosial) Tahun 2011, dengan
kriteria sebagai berikut (Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kabupaten
Semarang, 2014) :
1. Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati masih sewa
atau bukan milik sendiri.
2. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m² per orang.
3. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/ kayu
murahan.
4. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
5. Jenis atap tempat tinggal terbuat dari ijuk/rumbia/seng dan kondisi atap
berkualitas jelek/rendah.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/
sungai/air hujan.
7. Cara memperoleh air minum yang masih mengambil dari sumur/ mata
air tidak terlindung/sungai/air hujan.
8. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
9. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/
minyak tanah.
10. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain.
25
11. Tempat pembuangan akhir tinja yang masih menggunakan sungai/
danau/laut/lubang tanah/kebun.
12. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.
500.000,00 seperti sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal
motor atau barang modal lainnya.
13. Menjadi peserta program beras untuk orang miskin (Raskin).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan Jumlah Rumah Tangga Miskin
pada hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial Kabupaten Semarang Tahun
2011 sebagai acuan dalam menghitung angka kemiskinan tahun 2011 dan 2012.
Berdasarkan hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial angka kemiskinan
yang ada di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang dapat dilihat pada tabel 2.
Dari 19 kecamatan yang ada, 6 (enam) kecamatan memiliki angka kemiskinan
dibawah 20% dari jumlah penduduknya baik pada tahun 2011 maupun tahun
2012, yaitu Kecamatan Ambarawa (12,4% dan 12,3%), Kecamatan Bawen
(19,3% dan 19%), Kecamatan Bergas (13,6% dan 13,5%), Kecamatan Ungaran
Barat (7,8% dan 7,7%), Kecamatan Ungaran Timur (14,5%) dan Kecamatan
Bandungan (16,9% dan 16,7%). 13 Kecamatan lainnya memiliki jumlah
penduduk miskin lebih besar dari 20% dari jumlah penduduknya. Bahkan, pada
tabel 2 dapat dilihat pula terdapat kecamatan yang memiliki angka kemiskinan
yang tinggi, yaitu Kecamatan Bancak dengan 43,2% pada tahun 2011 dan 43%
pada tahun 2012. Hampir setengah dari jumlah penduduk yang ada di Kecamatan
Bancak mengalami risiko sosial. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih
26
tingginya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Semarang dan masih terdapat
masalah kemiskinan yang harus ditangani serius oleh pemerintah daerah
Kabupaten Semarang.
Dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2012
Kabupaten Semarang, telah disebutkan bahwa belanja bantuan sosial pada APBD
tahun anggaran 2012 dialokasikan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan
sosial dan ekonomi masyarakat. Belanja bantuan sosial yang merupakan salah
satu pos belanja tidak langsung digunakan Pemerintah Kabupaten Semarang
sebagai bantuan yang diberikan oleh Pemerintah kepada individu/sekelompok
masyarakat dengan tujuan mengurangi terjadinya risiko sosial. Di dalam pos
belanja bantuan sosial di Kabupaten Semarang dibagi ke dalam 4 (empat)
kelompok, yaitu Belanja Bantuan Sosial kepada Organisasi Sosial
Kemasyarakatan, Belanja Bantuan Sosial kepada Kelompok Masyarakat, Belanja
Bantuan Sosial kepada Anggota Masyarakat dan Belanja Bantuan Sosial kepada
Partai Politik.
Dari beberapa klasifikasi peruntukan Belanja Bantuan Sosial peneliti
menggunakan data Belanja Bantuan Sosial kepada Organisasi Sosial
Kemasyarakatan di Bidang Sosial Tenaga Kerja yaitu Bantuan Sarana dan
Prasarana Air Bersih Pedesaan, di Bidang Pemberdayaan Masyarakat yaitu Dana
Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) PNPM Mandiri dan Belanja Bantuan
Sosial kepada Anggota Masyarakat di Bidang Pemberdayaan Masyarakat yaitu
Bantuan Pemugaran Rumah Tidak Layak Huni.
27
Bantuan Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) PNPM Mandiri
kepada 204 Desa yang bertujuan penanggulangan kemiskinan melalui PNPM
mandiri Perdesaan, peningkatan perekonomian masyarakat dan infrastuktur
perdesaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan Pemugaran Rumah
untuk RTM atau rumah tangga miskin sebanyak 478 kepala keluarga. sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan dasar perumahan yang layak huni bagi Rumah
Tangga Miskin (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Semarang,
2012).
Anggaran belanja bantuan sosial Kabupaten Semarang di 19 Kecamatan
pada tahun 2012 adalah Rp4.810.500.000,00 sedangkan pada tahun 2013 adalah
Rp5.445.000.000,00. Dapat dilihat selama tahun 2012-2013 Belanja Bantuan
Sosial yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Semarang naik sebesar
Rp634.500.000,00 atau sebesar 13%.
Kemiskinan dan Belanja Bantuan Sosial
Secara teoritis, semakin tinggi angka kemiskinan di suatu daerah maka
semakin besar belanja bantuan sosial yang dianggarkan oleh pemerintah daerah,
begitu pula sebaliknya, semakin rendah angka kemiskinan di suatu daerah maka
belanja bantuan sosial yang dilakukan oleh pemerintah juga kecil. Oleh karena itu,
perlu dilakukan ranking terkait besarnya jumlah penduduk miskin di setiap
Kecamatan di Kabupaten Semarang pada tahun 2011 dengan jumlah anggaran
belanja bantuan sosial di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang pada tahun
2012 dan 2013.
28
Dari tabel 3, dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki presentase
kemiskinan tertinggi di Kabupaten Semarang tahun 2011 dan 2012 adalah
Kecamatan Bancak (43,18% dan 43,01%), sedangkan daerah yang memiliki
presentase kemiskinan terendah adalah Kecamatan Ungaran Barat, yaitu 7,77%
pada tahun 2011 dan 7,70% pada tahun 2012.
Dari tabel 4, dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki presentase anggaran
belanja bantuan sosial tahun 2012 paling besar adalah Kecamatan Bawen (7,72%),
sedangkan daerah yang memiliki presentase anggaran belanja bantuan sosial
paling kecil adalah Kecamatan Jambu, yaitu 3,15%.
Dari tabel 5, dapat dilihat bahwa daerah yang memiliki presentase anggaran
belanja bantuan sosial tahun 2013 paling besar adalah Kecamatan Banyubiru
(7,85%), sedangkan daerah yang memiliki anggaran belanja bantuan sosial paling
kecil adalah Kecamatan Ambarawa (3,03%).
Dari data yang telah diranking, presentase kemiskinan dikaitkan dengan
presentase anggaran belanja bantuan sosial dengan metode perbandingan.
Berdasarkan tabel 6, ditemukan bahwa besarnya presentase kemiskinan tahun
2011 tidak berkaitan dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial pada
tahun 2012. Pada tabel tersebut, dapat dilihat bahwa Kecamatan Bancak yang
memiliki presentase kemiskinan tahun 2011 tertinggi yaitu sebesar 43,18%
seharusnya mendapatkan alokasi belanja bantuan yang besar, namun pada ranking
presentase anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012, Kecamatan Bancak berada
pada peringkat ke-12, yaitu 4,66% saja. Sedangkan pada Kecamatan Ungaran
Barat yang memiliki presentase kemiskinan paling rendah (7,77%), mendapatkan
29
alokasi belanja bantuan sosial yang cukup tinggi, terlihat dari ranking presentase
anggaran belanja bantuan sosial yang berada pada peringkat 2, setelah Kecamatan
Bawen, yaitu sebesar 7,62%. Selanjutnya untuk Kecamatan Bawen yang memiliki
presentase anggaran belanja bantuan sosial tertinggi (7,72%), ternyata memiliki
presentase kemiskinan yang lebih rendah dari Kecamatan Bancak, yaitu 19,33%
dan Kecamatan Jambu yang memiliki ranking presentase anggaran belanja
bantuan sosial terkecil (3,15%), memiliki presentase kemiskinan pada peringkat
ke-13, yaitu sebesar 22,73%. Berbeda dengan Kecamatan Banyubiru yang berada
pada peringkat ke-3 presentase anggaran belanja bantuan sosial (6,81%), ternyata
presentase kemiskinan jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Kecamatan
Bancak, yaitu 27,46% atau pada peringkat ke-10 dan untuk Kecamatan Pabelan
dengan presentase kemiskinan yang cukup besar, yaitu 38,03% atau pada
peringkat ke-3, namun presentase anggaran belanja bantuan sosial berada pada
peringkat 3 (tiga) terbawah, yaitu hanya 3,68%.
Pada tahun berikutnya yaitu tahun 2013, hasil perbandingan ranking
presentase anggaran belanja bantuan sosial dan presentase kemiskinan dapat
dilihat pada tabel 7. Kecamatan Bancak yang memiliki presentase kemiskinan
tertinggi (43,01%) memiliki ranking belanja bantuan sosial pada peringkat ke-13
(4,87%), sedangkan Kecamatan Ungaran Barat yang memiliki presentase
kemiskinan terendah, yaitu 7,70%, ternyata memiliki presentase anggaran belanja
bantuan sosial yang cukup tinggi yang berada pada peringkat 7 (5,79%). Berbeda
dengan Kecamatan Banyubiru yang memiliki presentase anggaran belanja bantuan
sosial tertinggi, yaitu 7,85%, namun presentase kemiskinan jauh di bawah
30
Kecamatan Bancak atau pada peringkat ke-10 (27,35%). Kecamatan Ambarawa
yang memiliki presentase anggaran belanja bantuan sosial terendah (3,03%)
memiliki presentase kemiskinan pada peringkat 2 terendah atau sebesar 12,32%).
Selanjutnya untuk Kecamatan Tuntang yang memiliki presentase anggaran
belanja bantuan sosial yang tinggi, yaitu berada pada peringkat ke-2 (7,76%),
ternyata presentase kemiskinan berada pada peringkat ke-12 (24,88%), jauh di
bawah Kecamatan Bancak dan Pabelan.
Sesuai dengan fungsi alokasi dalam anggaran, seharusnya daerah yang
memiliki presentase kemiskinan yang tinggi mendapatkan alokasi presentase
anggaran belanja bantuan sosial yang besar dari pemerintah. Begitu pula
sebaliknya, daerah yang memiliki presentase kemiskinan yang rendah,
mendapatkan presentase anggaran belanja bantuan sosial yang kecil, sehingga
alokasi setiap sumber daya yang dimiliki daerah dapat terlaksana secara efektif,
efisien dan tujuan penyelenggaran daerah tercapai. Namun, hal tersebut tidak
dapat dibuktikan dari hasil ranking yang telah dilakukan menggunakan data
presentase kemiskinan dan presentase anggaran belanja bantuan sosial. Untuk itu,
perlu dilakukan uji korelasi untuk melihat apakah besarnya belanja bantuan sosial
berkaitan dengan angka kemiskinan di suatu daerah.
Namun sebelum melakukan Uji Korelasi, perlu dilakukan Uji Normalitas
untuk mengetahui data terdistribusi dengan normal atau tidak normal.
Berdasarkan data yang telah diolah, berikut adalah hasil dari uji normalitas dan uji
korelasi :
31
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah data terdistribusi secara
normal. Pengujian normalitas dalam penelitian ini menggunakan alat uji
Kolmogorov Smirnov. Kriteria yang digunakan adalah dengan membandingkan
probability value yang diperoleh dengan pedoman pengambilan keputusan bahwa
: jika probability value > 0,05 maka data terdistribusi normal dan jika nilai
probability value < 0,05 maka data terdistribusi tidak normal.
Uji normalitas dilakukan terhadap 4 (empat) variabel penelitian, yaitu
presentase kemiskinan tahun 2011, presentase kemiskinan tahun 2012, presentase
anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012 dan presentase anggaran belanja
bantuan sosial tahun 2013. Berikut adalah hasil yang diperoleh dari uji normalitas
menggunakan SPSS :
Tabel 8 Uji Normalitas
Variabel yang Diuji Signifikansi Distribusi
1. Kemiskinan 2011 0,200 Normal
2. Kemiskinan 2012 0,200 Normal
3. Bansos 2012 0,200 Normal
4. Bansos 2013 0,200 Normal
Sumber : Data sekunder yang diolah tahun 2014
Dari uji normalitas pada tabel 8, ditemukan bahwa data presentase
kemiskinan tahun 2011 dan 2012 berdistribusi normal dan data presentase
anggaran bantuan sosial tahun 2012 dan 2013 berdistribusi normal, sehingga
untuk uji korelasi menggunakan uji parametrik, yaitu uji Pearson.
32
Uji Korelasi
Dalam uji korelasi, penulis menggunakan uji korelasi parametrik (Pearson)
dengan 4 (empat) variabel yang memenuhi kriteria uji normalitas. Jika hasil uji
korelasi Pearson memiliki nilai Sig. (2-tailed) lebih besar dari alpha (0,05),
dengan demikian Ha tidak didukung oleh bukti empiris sehingga Ho tidak dapat
ditolak, yang artinya presentase kemiskinan tidak berkaitan dengan presentase
anggaran belanja bantuan sosial. Sedangkan apabila nilai Sig. (2-tailed) lebih kecil
dari alpha (0,05), dengan demikian Ha didukung oleh bukti empiris dan Ho
ditolak, yang artinya presentase kemiskinan berkaitan dengan presentase anggaran
belanja bantuan sosial. Berikut adalah hasil uji korelasi dengan menggunakan
SPSS :
Tabel 9 Uji Korelasi
Variabel yang dikaitkan Jenis
Korelasi
Korelasi/Tidak
berkorelasi
Kemiskinan 2011 dan Anggaran bansos 2012 Parametrik Tidak berkorelasi
Kemiskinan 2012 dan Anggaran bansos 2013 Parametrik Tidak berkorelasi
Sumber : Data sekunder yang telah diolah 2014
Dari hasil uji korelasi, diperoleh hasil pada tabel 9 bahwa pada tahun 2012,
berdasarkan uji korelasi yang telah dilakukan, penelitian ini tidak dapat menolak
Ho atau dengan kata lain presentase kemiskinan tidak berkaitan dengan presentase
anggaran belanja bantuan sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil uji korelasi
yang telah dilakukan. Berdasarkan nilai Sig. (2-tailed) untuk korelasi presentase
kemiskinan tahun 2011 dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial tahun
2012 yaitu 0,385 lebih dari 0,05.
33
Sedangkan pada tahun 2013, berdasarkan nilai Sig. (2-tailed) untuk korelasi
presentase kemiskinan tahun 2012 dengan presentase anggaran belanja bantuan
sosial tahun 2013 yaitu 0,764. Nilai signifikansi ini jauh lebih besar jika
dibandingkan dengan nilai alpha yaitu 0,05 sehingga berdasarkan uji korelasi
yang telah dilakukan, penelitian ini tidak dapat menolak Ho atau dengan kata lain
presentase kemiskinan tidak berkaitan dengan presentase anggaran belanja
bantuan sosial.
Pembahasan
Belanja bantuan sosial adalah pengeluaran berupa transfer uang, barang,
atau jasa yang diberikan oleh pemerintah pusat/daerah kepada masyarakat guna
melindungi masyarakat dari risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat. Risiko sosial adalah peristiwa yang dapat menimbulkan
kerentanan sosial yang ditanggung individu, keluarga, kelompok dan/atau
masyarakat sebagai dampak krisis sosial, ekonomi, politik dan bencana alam. Jika
tidak diberikan bantuan sosial, dikhawatirkan akan semakin terpuruk dan tidak
dapat hidup dalam kondisi wajar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis menemukan bahwa angka
kemiskinan yang tinggi tidak berkaitan dengan anggaran belanja bantuan sosial
yang tinggi. Ditemukan pula bahwa anggaran belanja bantuan sosial yang besar
justru diberikan kepada daerah yang memiliki angka kemiskinan yang rendah.
Seharusnya sesuai dengan tujuan utama belanja bantuan sosial yaitu melindungi
dari terjadinya risiko sosial, alokasi anggaran belanja bantuan sosial dikaitkan
34
dengan angka kemiskinan disetiap daerahnya. Begitu pula sebaliknya,
berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa daerah yang memiliki angka
kemiskinan yang tinggi justru mendapat anggaran belanja bantuan sosial yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan daerah lain yang memiliki angka
kemiskinan lebih rendah.
Hasil yang diperoleh dari uji korelasi yang mengaitkan antara presentase
kemiskinan (tahun t) dengan presentase anggaran belanja bantuan sosial (tahun
t+1) terbukti bahwa angka kemiskinan di setiap Kecamatan di Kabupaten
Semarang tidak berkaitan dengan besarnya belanja bantuan sosial yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang. Sesuai dengan tujuan
penganggaran belanja bantuan sosial yaitu melindungi dari terjadinya risiko sosial
dan menganggulangi kemiskinan, secara teoritis angka kemiskinan (tahun t)
berkaitan dengan anggaran belanja bantuan sosial yang dianggarkan pemerintah
(tahun t+1). Namun, hasil penelitian ini justru menemukan bahwa besarnya angka
kemiskinan dan besarnya anggaran belanja bantuan sosial tidak berkaitan.
Hal tersebut memungkinan adanya faktor lain Pemerintah Daerah dalam
menganggarkan belanja bantuan sosial di setiap tahunnya, bukan hanya dari
besarnya angka kemiskinan yang dimiliki oleh suatu daerah. Dalam PSAP Nomor
02 disebutkan bahwa belanja bantuan sosial merujuk pada jenis belanja, maka
pemberian bantuan sosial tidak dapat hanya dikaitkan dengan fungsi perlindungan
sosial. Dengan kata lain tidak semua pengeluaran dalam fungsi perlindungan
sosial merupakan belanja bantuan sosial. Belanja bantuan sosial dapat dikeluarkan
35
oleh unit lain yang tidak memiliki fungsi perlindungan sosial (Buletin Teknis
Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 ).
Selain hal tersebut, terdapat kemungkinan anggaran belanja bantuan sosial
digunakan untuk kepentingan politik, dalam hal ini ketika terjadi Pemilukada
(Pemilihan Umum Kepala Daerah). Dalam website Muhammadiyah menyebutkan
bahwa dana bantuan sosial masih sering salah sasaran, ketidakjelasan identitas
penerima, lembaga penerima fiktif, alamat penerima yang tidak jelas, bahkan
diindikasikan aliran dana juga mengalir ke lembaga-lembaga yang dipimpin oleh
kolega dan kroni-kroni partai politik, hal tersebut disampaikan ketua Lembaga
Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY,
Arif Jamali Muis.
Besarnya angka kemiskinan di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang
tidak berkaitan dengan besarnya belanja bantuan sosial yang dianggarkan oleh
Pemerintah Kabupaten Semarang walaupun kemiskinan merupakan salah satu
fokus dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Tidak serta merta daerah yang
memiliki angka kemiskinan tinggi, anggaran belanja bantuan sosial juga tinggi,
begitu pula sebaliknya dengan daerah yang memiliki angka kemiskinan rendah
akan mendapat anggaran belanja bantuan sosial yang rendah. Jumlah dana yang
digulirkan untuk penanggulangan kemiskinan dibandingkan jumlah penduduk
miskin masih relatif kecil, sehingga diperlukan upaya keras agar kebutuhan dan
permasalahan penduduk miskin dapat teratasi (Kertati, 2013).
36
KESIMPULAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat kaitan antara angka kemiskinan
dan anggaran belanja bantuan sosial di setiap Kecamatan di Kabupaten Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa
besarnya angka kemiskinan tidak berkaitan dengan besarnya anggaran belanja
bantuan sosial. Hasil analisis dengan menggunakan ranking dan uji korelasi
menunjukkan bahwa diantara keduanya, yaitu angka kemiskinan dan anggaran
belanja bantuan sosial tidak terdapat kaitan. Lebih rinci temuan pada penelitian ini
adalah :
1. Presentase kemiskinan tahun 2011 tidak berkaitan dengan presentase
anggaran belanja bantuan sosial tahun 2012.
2. Presentase kemiskinan tahun 2012 tidak berkaitan dengan presentase
anggaran belanja bantuan sosial tahun 2013.
KETERBATASAN
Dalam penelitian ini, terdapat keterbatasan yang tidak dapat dihindari.
Penelitian ini menemukan bahwa besarnya anggaran belanja bantuan sosial yang
diberikan oleh pemerintah tidak berkaitan dengan angka kemiskinan di suatu
daerah. Namun, dalam penelitian ini tidak dapat menjelaskan mengapa anggaran
belanja bantuan sosial tidak berkaitan dengan angka kemiskinan, seperti
mekanisme penyusunan anggaran belanja bantuan sosial maupun penyaluran
bantuan sosial kepada masyarakat.
37
SARAN
Untuk penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode penelitian yang
tidak hanya mengamati selama 2 (dua) tahun saja serta dapat memperbesar jumlah
populasi penelitian dengan melakukan penelitian di tingkat desa dan kelurahan.
38
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Priyo Hari. 2009. Fenomena Ilusi Fiskal dalam Kinerja Anggaran
Pemerintah. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 6, No.1.
Ariana, Hermawati, Suharyono dan Dwi Risma Deviyanti. 2013. Analisis
Pendapatan dan Belanja pada Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai
Timur. Jurnal Publikasi Ilmiah Universitas Mulawarman, Vol 1, No. 1.
Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor 10 tentang Akuntansi
Belanja Bantuan Sosial.
http://demo.jurnas.com/halaman/11/2014-02-01/285591 diakses pada tanggal 5
Februari 2014.
http://pendidikan776.blogspot.com/2013/06/pengertian-anggaran-sektor-publik-
fungsi-prinsip-jenis-anggaran-sektor-publik.html diakses pada tanggal 15
April 2014.
http://www.muhammadiyah.or.id/id/news-2996-detail-waspadai-dan-tolak-
korupsi-bermodus-hibah-dan-bantuan sosial.html diakses pada tanggal 5
Februari 2014.
http://www.bappenas.go.id diakses pada tanggal 23 Maret 2014.
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. BP-FE
Yogyakarta.Yogyakarta.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis.
Penerbit BPFE. Yogyakarta.
39
Kertati, Indra. 2013. Analisis Kemiskinan Kota Semarang berdasarkan Data
Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS). Jurnal Riptek Vol. 7,
No. 1, Hal. 27-38.
Konferensi Dunia untuk Pembangunan Sosial (World Summit for Social
Development) di Kopenhagen (Maret 1995).
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Semarang Tahun 2012.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Andi. Yogyakarta.
Multifiah. 2011. Telaah Kritis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan dalam
Tinjauan Konstitusi. Journal of Indonesian Applied Economics.
Peraturan Menteri dalam Negeri No.13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan
Keuangan daerah.
Peraturan Menteri dalam Negeri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian
Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
Peraturan Menteri dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 Pasal 3 tentang Program Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan.
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Semarang Tahun 2012.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Semarang Tahun
2010-2015.
Robert, Holzmann, Lynne Sherburne-Benz, and Emil Tesliuc. 2003. Social Risk
Management: The World Bank’s Approach to Social Protection in a
40
Globalizing World. Social Protection Department The World Bank.
Washington D.C.
Sasana, Hadi. 2011. Analisis Determinan Belanja Daerah di Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat dalam Era Otonomi dan Desentralisasi Fiskal. Jurnal
Bisnis dan Ekonomi. Universitas Diponegoro Semarang.
Sumodiningrat, Gunawan dkk. 2002. Kemiskinan Teori Fakta dan Kebijakan.
Jakarta: Impac.
UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
41
Lampiran-lampiran
Lampiran 1 Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan
Presentase Anggaran Bantuan Sosial 2012
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kemiskinan2011 ,097 19 ,200* ,972 19 ,814
bansos_12 ,114 19 ,200* ,951 19 ,417
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 2 Uji Normalitas Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan
Presentase Anggaran Bantuan Sosial 2013
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kemiskinan2012 ,098 19 ,200* ,971 19 ,795
bansos_13 ,098 19 ,200* ,961 19 ,593
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Lampiran 3 Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2011 dan Presentase
Anggaran Bantuan Sosial 2012
Correlations
kemiskinan2011 bansos_12
kemiskinan2011
Pearson Correlation 1 -,212
Sig. (2-tailed) ,385
N 19 19
bansos_12
Pearson Correlation -,212 1
Sig. (2-tailed) ,385
N 19 19
42
Lampiran 4 Uji Korelasi Presentase Angka Kemiskinan 2012 dan Presentase
Anggaran Bantuan Sosial 2013
Correlations
kemiskinan2012 bansos_13
kemiskinan2012
Pearson Correlation 1 ,074
Sig. (2-tailed) ,764
N 19 19
bansos_13
Pearson Correlation ,074 1
Sig. (2-tailed) ,764
N 19 19
43
Tabel 2 Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2012 Kabupaten Semarang
No Kecamatan
Kemiskinan (jiwa)
Jumlah Penduduk
Tahun 2011
Jumlah Penduduk
Tahun 2012
Anggota Rumah Tangga
Tahun 2011
Angka kemiskinan
2011
Angka kemiskinan
2012
1 Getasan 48587 48748 13947 28,71% 28,61%2 Tengaran 64410 64546 16249 25,23% 25,17%3 Susukan 43203 43319 12785 29,59% 29,51%4 Suruh 59800 60082 22758 38,06% 37,88%5 Pabelan 37325 37531 14195 38,03% 37,82%6 Tuntang 60993 61197 15228 24,97% 24,88%7 Banyubiru 40471 40631 11114 27,46% 27,35%8 Jambu 36962 37186 8401 22,73% 22,59%9 Sumowono 29972 30155 9161 30,57% 30,38%
10 Ambarawa 58481 58767 7242 12,38% 12,32%11 Bawen 54444 55263 10524 19,33% 19,04%12 Bringin 41160 41262 15013 36,47% 36,38%13 Bergas 68942 69570 9393 13,62% 13,50%14 Ungaran Barat 75040 75726 5834 7,77% 7,70%15 Ungaran Timur 69176 69441 10038 14,51% 14,46%16 Pringapus 50416 50724 15724 31,19% 31,00%17 Bancak 19858 19937 8574 43,18% 43,01%18 Kaliwungu 26312 26359 8012 30,45% 30,40%19 Bandungan 53250 53833 8991 16,88% 16,70%
Jumlah 938802 944277 223183 23,77% 23,64%Sumber : BPS Kabupaten Semarang
Tabel 3 Ranking Presentase Penduduk Miskin Tahun 2011 dan 2012
No KecamatanPresentase
Kemiskinan 2011
No KecamatanPresentase
Kemiskinan 2012
1 Bancak 43,18% 1 Bancak 43,01%
2 Suruh 38,06% 2 Suruh 37,88%
3 Pabelan 38,03% 3 Pabelan 37,82%
4 Bringin 36,47% 4 Bringin 36,38%
5 Pringapus 31,19% 5 Pringapus 31,00%
6 Sumowono 30,57% 6 Kaliwungu 30,40%
44
7 Kaliwungu 30,45% 7 Sumowono 30,38%
8 Susukan 29,59% 8 Susukan 29,51%
9 Getasan 28,71% 9 Getasan 28,61%
10 Banyubiru 27,46% 10 Banyubiru 27,35%
11 Tengaran 25,23% 11 Tengaran 25,17%
12 Tuntang 24,97% 12 Tuntang 24,88%
13 Jambu 22,73% 13 Jambu 22,59%
14 Bawen 19,33% 14 Bawen 19,04%
15 Bandungan 16,88% 15 Bandungan 16,70%
16 Ungaran Timur 14,51% 16 Ungaran Timur 14,46%
17 Bergas 13,62% 17 Bergas 13,50%
18 Ambarawa 12,38% 18 Ambarawa 12,32%
19 Ungaran Barat 7,77% 19 Ungaran Barat 7,70%
Tabel 4 Rangking Presentase Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012
No KecamatanPresentase
Bansos 2012
1 Bawen 7,72%2 Ungaran Barat 7,62%3 Banyubiru 6,81%4 Suruh 6,77%5 Getasan 6,55%6 Tuntang 6,44%7 Tengaran 5,69%8 Ungaran Timur 5,53%9 Susukan 5,33%10 Bergas 5,12%11 Pringapus 5,04%12 Bancak 4,66%13 Bringin 4,53%14 Bandungan 4,36%15 Kaliwungu 3,76%16 Pabelan 3,68%17 Ambarawa 3,67%18 Sumowono 3,58%19 Jambu 3,15%
45
Tabel 5 Ranking Presentase Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013
No KecamatanPresentase
Bansos 2013
1 Banyubiru 7,85%2 Tuntang 7,76%3 Suruh 7,21%4 Getasan 6,38%5 Pringapus 6,20%6 Bergas 5,88%7 Ungaran Barat 5,79%8 Susukan 5,74%9 Jambu 5,33%
10 Bawen 5,23%11 Bringin 5,00%12 Ungaran Timur 4,96%13 Bancak 4,87%14 Kaliwungu 4,50%15 Bandungan 4,22%16 Pabelan 3,49%17 Tengaran 3,35%18 Sumowono 3,21%19 Ambarawa 3,03%
46
Tabel 6
Perbandingan Ranking Presentase Kemiskinan Tahun 2011 dengan
Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2012
No KecamatanPresentase
Kemiskinan 2011No Kecamatan
Presentase Bansos 2012
1 Bancak 43,18% 1 Bawen 7,72%2 Suruh 38,06% 2 Ungaran Barat 7,62%3 Pabelan 38,03% 3 Banyubiru 6,81%4 Bringin 36,47% 4 Suruh 6,77%5 Pringapus 31,19% 5 Getasan 6,55%6 Sumowono 30,57% 6 Tuntang 6,44%7 Kaliwungu 30,45% 7 Tengaran 5,69%8 Susukan 29,59% 8 Ungaran Timur 5,53%9 Getasan 28,71% 9 Susukan 5,33%
10 Banyubiru 27,46% 10 Bergas 5,12%11 Tengaran 25,23% 11 Pringapus 5,04%12 Tuntang 24,97% 12 Bancak 4,66%13 Jambu 22,73% 13 Bringin 4,53%14 Bawen 19,33% 14 Bandungan 4,36%15 Bandungan 16,88% 15 Kaliwungu 3,76%16 Ungaran Timur 14,51% 16 Pabelan 3,68%17 Bergas 13,62% 17 Ambarawa 3,67%18 Ambarawa 12,38% 18 Sumowono 3,58%19 Ungaran Barat 7,77% 19 Jambu 3,15%
47
Tabel 7
Perbandingan Ranking Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2012 dengan
Anggaran Belanja Bantuan Sosial Tahun 2013
No KecamatanPresentase
Kemiskinan 2012No Kecamatan
Presentase Bansos 2013
1 Bancak 43,01% 1 Banyubiru 7,85%2 Suruh 37,88% 2 Tuntang 7,76%3 Pabelan 37,82% 3 Suruh 7,21%4 Bringin 36,38% 4 Getasan 6,38%5 Pringapus 31,00% 5 Pringapus 6,20%6 Kaliwungu 30,40% 6 Bergas 5,88%7 Sumowono 30,38% 7 Ungaran Barat 5,79%8 Susukan 29,51% 8 Susukan 5,74%9 Getasan 28,61% 9 Jambu 5,33%
10 Banyubiru 27,35% 10 Bawen 5,23%11 Tengaran 25,17% 11 Bringin 5,00%12 Tuntang 24,88% 12 Ungaran Timur 4,96%13 Jambu 22,59% 13 Bancak 4,87%14 Bawen 19,04% 14 Kaliwungu 4,50%15 Bandungan 16,70% 15 Bandungan 4,22%16 Ungaran Timur 14,46% 16 Pabelan 3,49%17 Bergas 13,50% 17 Tengaran 3,35%18 Ambarawa 12,32% 18 Sumowono 3,21%19 Ungaran Barat 7,70% 19 Ambarawa 3,03%
48
Tabel 10
Presentase Anggaran Belanja Bantuan Sosial Kabupaten Semarang Tahun
2012-2013
KecamatanBansos 2012
(000)Bansos 2013
(000)
Presentase Bansos 2012
Presentase Bansos 2013
Bawen Rp 371.500 Rp 427.500 0,065 0,064Ungaran Barat Rp 366.500 Rp 422.500 0,057 0,034Banyubiru Rp 327.500 Rp 392.500 0,053 0,057Suruh Rp 325.500 Rp 347.500 0,068 0,072Getasan Rp 315.000 Rp 337.500 0,037 0,035Tuntang Rp 310.000 Rp 320.000 0,064 0,078Tengaran Rp 273.500 Rp 315.000 0,068 0,079Ungaran Timur Rp 266.000 Rp 312.500 0,031 0,053Susukan Rp 256.500 Rp 290.000 0,036 0,032Bergas Rp 246.500 Rp 285.000 0,037 0,030Pringapus Rp 242.500 Rp 272.500 0,077 0,052Bancak Rp 224.000 Rp 270.000 0,045 0,050Bringin Rp 218.000 Rp 265.000 0,051 0,059Bandungan Rp 209.500 Rp 245.000 0,076 0,058Kaliwungu Rp 181.000 Rp 230.000 0,055 0,050Pabelan Rp 177.000 Rp 190.000 0,050 0,062Ambarawa Rp 176.500 Rp 182.500 0,047 0,049Sumowono Rp 172.000 Rp 175.000 0,038 0,045Jambu Rp 151.500 Rp 165.000 0,044 0,042Jumlah Rp 4.810.500 Rp 5.445.000 1 1