Transcript
Page 1: Belajar Bermakna.pande

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Belajar menurut Ausubel adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara

langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkahlaku dan

berbuat dalam situasi tertentu, perubahan dalam tingkah laku hanyalah suatu reflek dari

perubahan internal (berbeda dengan aliran behaviorisme, aliran kognitif mempelajari

aspek-aspek yang tidak dapat diamati secara langsung seperti, pengetahuan, arti,

perasaan, keinginan, kreativitas, harapan dan pikiran Bermakna menurut Ausubel

merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang

terdapat dalam struktur kognitif seseorang faktor yang paling penting yang

mempengaruhi belajar adalah apa yang telah

diketahui siswa.

Pandangan Ausubel agak berlawanan dengan Burner yang beranggapan bahwa

belajar dengan menemukan sendiri (discovery learning) adalah sesuai dengan hakikat

manusia sebagai seorang yang mencari-cari secara aktif dan menghasilkan pengetahuan

serta pemahaman yang sungguh-sungguh bermakna. Sedang menurut Ausubel

kebanyakan orang belajar terutama dengan menerima dari orang lain (reception

learning).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari belajar bermakna menurut Ausubel?

2. Bagaimana penerapan teori Ausubel dalam mengajar?

3. Apa yang dimagsud dengan peta konsep dan bagaimana pembuatannya?

1.3 Tujuan

1. Untuk mendiskripsikan definisi dari belajar bermakna menurut Ausubel.

2. Untuk mendiskripsikan penerapan teori Ausubel dalam mengajar.

3. Untuk mendiskripsikan peta konsep dan cara pembuatannya.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui definisi dari belajar bermakna menurut Ausubel.

2. Mengetahui penerapan teori Ausubel dalam mengajar.

3. Mengetahui peta konsep dan cara pembuatannya.

1

Page 2: Belajar Bermakna.pande

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN BELAJAR BERMAKNA MENURUT DAVID AUSUBEL

Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, seperti

yang dinyatakan oleh gambar 1.1 Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi

atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui peneriman atau penemuan. Dimensi

kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur

kongnitif yang telah ada. Struktur kongnitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan

generalisai-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Gambar 1.1

Berdasarkan gambar di atas bahwa:

1. Informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar

penerimaan informasi disajikan dalam bentuk final ataupun dalam bentuk belajar

2

Siswa dapat mengasimilasikan materi pembelajaran

Secara penerimaan

Secara penemuan

Belajar dapat

Hafalan bermakna

Materi disajikan dalam bentuk final

Siswa menghafal materi yang disajikan

Materi ditemukan oleh siswa

Siswa menghafal materi

Materi di sajikan dalam bentu final

Siswa memasukkan materi ke dalam struktur kognitif

Siswa menemukan materi

Siswa memasukkan materi kedalam struktur kognitif

Page 3: Belajar Bermakna.pande

penemuan siswa diharuskan untuk menemukan sendiri sebagaian atau

keseluruhan materi pelajaran.

2. Jika informasi baru dapat dikaitkan dengan subsumber yang ada dalam struktur

kongnitifnya maka dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Sebaliknya jika

informasi baru tidak dapat dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada di

dalam struktur kongnitifnya maka dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

Gambar1.2

Jika diperhatikan

gambar 1.2 di atas maka belajar penerimaanpun dapat dapat dibuat bermakna, yaitu

dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Sedangkan belajar penemuan

rendah kebermaknaanya, dan merupakan belajar hafalan, yakni memecahkan suatu

masalah hanya dengan coba-coba yakni seperti menebak suatu teka-teki. Balajar

penemuan yang bermakna sekali ialah terjadi pada penelitian yang bersifat ilmiah.

1. Belajar Bermakna

Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna (Ausubel, 1968).

Bagi Ausebel, belajar bermakna merupakan suatu proses menganitkan informasi

baru pada konsep-konsep relepan yang terdapat dalam struktur kongnitif seseorang.

3

BELAJAR BERMAKNA

BELAJAR HAFALAN

Penelitian ilmiah

Menjelaskan hubungan antara konsep-konsep

Menyajikan melalui ceramah atau buku pelajaran

Daftar perkalian

Pengajaran audio-tutorial yang baik

Kegiatan di laboratorium sekolah

Menerapkan rumus-rumus untuk memecahkan masalah

Memecahkan dengan coba-coba

Sebagian besar penelitian rutin atau produksi intelektual

Penelitian ilmiah

BELAJAR PENERIMAAN

BELAJAR PENEMUAN TERPIMPIN

BELAJAR PENEMUAN MANDIRI

Page 4: Belajar Bermakna.pande

Gambar 1.3

Gambar 1.3 di atasa menunjukan dalam belajar bermakna, informasi baru a, b,

c, dikaitkan pada konsep-konsep relevan dalam struktur kongnitif (subsumer) A, B,

C. Subsumber A mengalami diferensiasi yang lebih banyak dari pada subsumer B

atau C. Hal ini tergantung pada sejarah pengalaman seseorang.

Dari mana datangnya subsumer ?

Pada anak-anak, pembentuakan konsep-konsep merupakan proses unruk

memperoleh konsep-konsep. Penemuan konsep adalah semacam belajar penemuan

yang menyangkut baik penemuan hipotesis dan pengujian hipotesis, maupun

pembentukan generalisasi dari hal-hal yang khusus.

2. Beljar Hafalan

Bila dalam struktur kongnitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep yang

relevan atau subsunber-subsumber yang relevan, maka informasi baru dipelajari

secara hafalan. Bila tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasi pengetahuan baru

pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kongnitif, akan terjadi

belajar hafalan.

3. Subsumsi dan Subsumsi Oblitertif

Proses interaksi antara materi yang baru dipelajari dengan subsumber-subsumber

inilah disebut proses subsumsi, dan secara simbolis dinyatakan sebagai berikut :

Waktu=0 waktu=1 waktu=2 waktu=3

= subsumber

= subsumber yang mengalami modifikasi

= subsumber yang lebih banyak mengalami

modifikasi

4

Page 5: Belajar Bermakna.pande

Informasi baru yang mirip dengan subsumber A. demikian pula dan

Pengetehuan baru yang telah tersubsumsi.

Proses subsumsi obliteratif (subsumsi yang rusak), adalah unsur-unsur yang

telah tersubsumsi ( ) tidak dapat lagi dikeluarkan dari memori jadi sudah

dilupakan. Peristiwa subsumsi oblitertif dapat diperlihatkan sebagai berikut :

Waktu=3 waktu=4 waktu=5 waktu=6

Dari rumusan di atas terlihat, bahwa unsur dilupakan sesudah waktu 4, unsur

dilupakan sesudah waktu 5, demikian seterusnya hingga subsumber pada waktu

6.

Menurut Ausubel dan Novak (1977), ada tiga kebaikan dari belajar bermakna,

yaitu :

1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.

2. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peninggalan diferensiasi dari

subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi

pelajaran yang mirip.

3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif, meninggalkan efek

residual pada subsumber, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip,

walau telah terjadi “lupa”.

4. Variabel-variabel yang Mempengaruhi Belajar Penerimaan Bermakna

Prasyat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut :

1. Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial. Kebermaknaan

materi secara potensial tergantung pada dua factor :

Materi harus memiliki kesamaan logis, yaitu suatu materi yang non-arbitrer

dan substantif. Yang dimaksud dengan materi nonarbitrer adalah materi yang

ajek ( konsisten ) dengan apa yang telah diketahui. Sebagai contoh seorang

siswa yang telah mempelajari konsep-konsep segi empat dan bujur sangkar

dapat memasukan konsep ini secara non-arbitrer ke dalam klasifikasi yang

lebih luas, yaitu kuadrirateral (bersegi empat), sebab sifat-sifat bersegi-empat

akan cocok dengan konsep-konsep segi empat dan bujur sangkar yang telah

dipelajari. Yang dimaksud dengan materi substantif berarti materi dapat

dinyatakan dalam berbagicara, tanpa mengubah arti.

5

Page 6: Belajar Bermakna.pande

Dalam struktur kongnitif siswa harus ada gagasan yang relevan.

2. Anak atau siswa yang akan belajar bertujuan untuk melaksanakan belajar

bermakna, jadi mempunyai niat dan kesiapan untuk melaksanakan belajar

bermakna (meaningful lerning set). Tujuan siswa merupakan faktor utama dalam

belajar bermakna.

2.2 MENERAPKAN TEORI AUSUBEL DALAM MENGAJAR

Menurut Ausubel dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology: A

Congnitive View”, ia menyatakan bahwa:

“the most important single faktor influencing learning is what the

learner alredy knows. Ascertain this and tesch him accordingly”

Yang artinya “faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang

telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian”. Jadi agar terjadi belajar

bermakna, konsep baru atau informasi baru harus dikaitkan deangan konsep-konsep

yang telah ada dalam strukur kongnitif siswa.

Dalam menerapkan teori Ausubel dalam mengajar da beberapa konsep dan

prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Diantaranya adalah :

1. Pengaturan Awal (advance organizer)

Penagturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari,

dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang

dapat digunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru.

2. Diferensiasi Progresif

Menurut Ausubel, pengembangan konsep berlangsung paling baik, bila unsur-

unsur yang paling umum, atau paling inklusip dari suatu konsep dipelenalkan terlebih

dahulu, dan kemudian baru diperkenalkan hal-hal yang lebih mendetail dan lebih

khusus dari konsep itu. Proses penyusunan konsep semacam ini disebut diferensiasi

progresif, dan merupakan salah satu dari sekian banyak urutan belajar; dikatakan juga,

bahwa konsep-konsep itu disusun secara hierarkis.

Sebagi contoh dalam pelajaran ilmu Fisika di SMA, misalnya mengenai materi

Kinematika, guru sebaiknya memulai pengajaran dengan menjelaskan pengertian

kinematika kemudian menerangkan bahwa kinematika tersebut meliputi gerak satu

dimensi dan gerak dua dimensi. Setelah itu guru dapat memberikan contoh gerak dua

dimensi misalnya gerak parabola dan rotasi. Gerak parabola dapat ditinjau untuk

6

Page 7: Belajar Bermakna.pande

gerak pada bidang datar yang bersifat beraturan pada sumbu x dan berubah beraturan

pada sumbu y, namun untuk gerak pada bidang miring, baik pada sumbu x dan y

bersifat berubah beraturan. Sedangkan pada gerakan rotasi, guru dapat menjelaskan

bahwa setiap partikel pada gerakan ini bergerak melingkar, yang bersifat beraturan

dan berubah beraturan. Hal di atas diperlihatkan gambar di bawah ini :

Gambar 1.4

3. Belajar Superordinat

Belajar superordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya

dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas atau lebih inklusif.

Mungkin belajar super ordinat tisak bisa terjadi di sekolah sebab sebagian besar guru-

guru dan buku-buku dengan konsep-konsep sudah yang lebih inklusif.

4. Penyusuaian Integratif

Kadang-kadang dihadapkan pada suatu kenyataan yang disebut pertentangan

kongnitif (congnitive dissonance). Hal ini terjadi apabila dua atau lebih nama konsep

diterapkan pada lebih dari satu konsep. Untuk mengurangi pertentangan kongnitif ini,

maka Ausubel menyarankan suatu prinsip yang dikenal dengan prinsip penyesuaian

7

Page 8: Belajar Bermakna.pande

integrtif atau rekonsiliasi integratif. Menurutnya dalam mengajar bukan hanya

urutan diferensiasi yang diperhatikan, melainkan njuga harus diperhatikan bagaimana

konsep-konsep baru dihubungkan pada konsep-konsep yang superordinat. Untuk

mencapai penyesuaian integratif, materi pelajaran yang hendaknya disusun sedemikian

rupa sehingga kita mengerjakan hierarki-hierarki konseptual” ke atas dan ke bawah”

selama informasi disajikan. Hal di atas ditunjuakan oleh bagan di bawah ini :

Gambar1.5

Dalam bagan itu diperlihatkan, bahwa siswa hendaknya belajar, bahwa konsep

G dan konsep H adalah konsep-konsep yang khusus dari konsep C. Demikian pula

konsep-konsep I dan H adalah aspek-aspek khusus dari konsep D. Mereka juga harus

tahu bahwa, konsep-konsep G dan I berkaitan tetapi tidak secara langsung, melainkan

melalui konsep-konsep C dan D yang merupakan konsep-konsep yang lebih umum,

tetapi juga merupakan aspek-aspek yang khusus dari konsep B.

2.3 PETA KONSEP

Ausubel sangat menekankan agar para guru mengetahui konsep-konsep yang

telah dimiliki para siswa supaya belajar bermakna dapat berlangsung. Novak (1985)

dalam bukunya learning how to lern mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan

dengan pertolongan peta konsep.

1. Pengertian Peta Konsep

Peta konsep adalah sesuatu yang digunakan untuk menyatakan hubungan yang

bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proporsi-proporsi. Proporsi-proporsi

merupkan dua atau lebih konsep-konsep yang dihubungkan denagn kata-kata dalam

suatu unit sematik. Peta konsep sebaiknya disusun dari konep yang paling inklusip yang

8

Page 9: Belajar Bermakna.pande

berada paling puncak yang disusun secara hierarki, makin ke bawah konsep-konsep

diurutkan makin menjadi lebih khusus.

2. Ciri-ciri peta konsep

Adapun ciri-ciri dari peta konsep adalah :

a. Peta konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan konsep-konsep dan proporsi-

proporsi suatu bidang stadi. Dengan membuat peta konsep siswa “melihat’

bidang stadi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.

b. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu bidang stadi.

Peat konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting,

melainkan juga hubungan antar konsep-konsep itu.

c. Ciri yang ketiga ialah mengenai cara menyatakan hubungan antar konsep-

konsep, dimana konsep yang paling inklusip terdapat pada puncak, lalu menurun

hingga pada konsep-konsep yang lebih khusus atau contoh-contoh.

d. Ciri keempat pada peta konsep ialah tentang hierarki. Biala dua atau lebih

konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif, maka

terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep itu.

3. Menyususn peta konsep

Ada beberapa langkah yang harus diikuti di dalam menyusun peta konsep, yaitu :

a. Pilih suatu bacaan dari buku pelajaran.

b. Tentukan konsep-konsep yang relevan.

c. Urutkan konsep-konsep iyu dari yang paling inklusif ke yang paling tidak

inklusip atau contoh-contoh.

d. Susunlah konsep-konsep itu di atas kertas, mulai dengan konsep yang paling

inklusif di puncak ke konsep yang paling tidak inklusif.

e. Hubungkan konsep-konsep itu dengan kata atau kata-kata penghubung.

f. Peta konsep yang telah selesai terlihat pada gambar di bawah ini.

9

Page 10: Belajar Bermakna.pande

Gambar 1.6

4. Kegunaan Peta Konsep

Dalam pendidikan peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan, diantaranya :

a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa.

Guru harus mampu mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa

ketika pelajaran baru akan dimulai, sedangkan para siswa diharapkan dapat

menunjukan di mana mereka berada, atau konsep-konsep apa yang telah mereka

miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan guru adalah dengan

memilih konsep utama (key konsep) dari pokok bahasan baru yang akan dibahas.

Dimana siswa akan menyusun peta konsep dari hasil penyusunan tersebut guru

dapat mengetahui berapa jauh pengethuan para siswa mengenai pokok bahasan

yang akan diajarkan itu, dan inilah yang dijadikan titik tolak pengambangan

selanjutnya.

b. Mempelajari cara belajar.

Bila seorang siswa dihadapkan pada suatu bab dari buku pelajaran, ia

tidak akan begitu saja memahami apa yang dibacanya. Dengan diminta untuk

menyusun peta konsep dari isi bab itu, ia akan berusaha untuk mengeluarkan

10

Page 11: Belajar Bermakna.pande

konsep-konsep dari apa yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling

inklusif di puncak pada peta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan

konsep-konsep yang lain yang kurang inklusif pada konsep yang paling inklusif

begitu seterusnya. Jadi peta konsep berfungi untuk menolong siswa

mempelajari cara belajar.

c. Mengungkapkan konsepsi salah.

Peta konsep dapat pula mengungkapkan konsepsi yang salah

(misconception) yang terjadi pada siswa. Konsepsi yang salah biasanya timbul

karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang yang mengaitkan proposi

yang salah. Sebagai contoh proposi yang salah ini diberikan suatu proposi yang

dikemukakan siswa dalam peta konsepnya. Proposi itu berbunyi: Bayangan

bumi menghasilkan bentuk bulan. Hal ini disebabkan karena dalam kerangka

konseptual siswa itu tidak terdapat konsep-konsep yang menyangkut posisi

relatif bulan dan bumi terhadap matahari.

d. Alat evaluasi.

Selama ini alat evaluasi yang dikenal oleh guru dan siswa berbentuk tes

objektif dan esai. Namun teknik evaluasi lain yang dapat digunakan adalah

dengan menggunakan peta konsep. Penggunaan peta konsep sebagai alat

evaluasi didasarkan pada tiga gagasan dalam teori kongnitif Ausubel,

diantaranya adalah :

Struktuk kongnitif itu diatur secara hierarkis, dengan konsep-konsep dan

proporsi-proporsi yang lebih inklusif, lebih umum super ordinat terhadap

konsep-konsep dan proporsi-proporsi yang lebih inklusif, dan lebih

khusus.

Konsep-konsep dalam struktur kongnitif mengalami diferensi progresif.

Prisnsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna merupakan

prinsip yang kontinu, dimana prinsip-prisip baru memperoleh lebih

banyak arti deangan dibentuknya lebih banyak kaitan-kaitan

proporsional. Jadi konsep-konsep tidak pernah tuntas dipelajari tetapi

terus dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih inklusif.

Penyesuaian integratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa belajar

bermakna akan meningkat bila siswa menyadari hubungan-hubungan

11

Page 12: Belajar Bermakna.pande

baru antar kumpulan konsep-konsep atau proporsi-proporsi yang

berhubungan.

Novak (1985) memperhatikan empat kriteria penilaian, yaitu: (1)

kesahihan proposisi, (2) adanya hierarki, (3) adamya kaitan silang, (4) adanya

contoh-contoh.

12

Page 13: Belajar Bermakna.pande

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa:

Belajar bermakna (meaningful learning) adalah proses mengaitkan dalam

informasi baru dengan konsep-konsep relevan dan terdapat struktur

kognitif seseorang.

Menurut Ausubel dalam belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua

dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi

disajikan pada siswa, melalui penemuan atau penerimaan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut

Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan

pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu.

Bedasarkan pandangannya tentang belajar bermakna, maka David Ausubel

mengajukan 4 prinsip pembelajaran, yaitu : pengatur awal (advance

organizer), diferensiasi progresif, belajar superordinat, dan penyesuaian

integratif.

Belajar bermakna dapat diterapkan melalui berbagai cara pengajaran,

misalnya pengajaran dengan menggunakan peta konsep.

3.2 Saran

Teori belajar bermakna sangat baik jika diterapkan dari tingkat pembelajaran

awal karena dapat seorang siswa dapar mengorganisasi pemahamannya dalam

sebuah konsep sejak awal. Melalui penerapan teori belajar bermakna ini, guru harus

mampu mengembangkan potensi kognitif yang dimiliki oleh siswanya.

13


Top Related