BAHASA INDONESIA DALAM KAMUS BESAR BAHASA
INDONESIA (KBBI): STUDI PERUBAHAN PEMBAKUAN KATA
DALAM KBBI EDISI IV
INDONESIAN LANGUAGE IN A BIG DICTIONARY OF INDONESIAN
LANGUAGE (KBBI): STUDY CHANGES OF WORD
STANDARDIZATION IN KBBI EDITION IV
Nuryani
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jalan Ir. H. Juanda, No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan
Telp. 085711159218
(Makalah diterima tanggal 19 Mei 2020 — Disetujui tanggal 18 Mei 2021)
Abstrak: Bahasa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam proses terbentuknya. Dari
sebelum resmi menjadi bahasa Indonesia sampai setelah resmi menjadi bahasa Indonesia
telah tercatat beberapa kali bahasa Indonesia mengalami perubahan ejaan. Hal tersebut
membawa imbas pada prosee pembakuan kata yang disusun dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendeksripsikan
perubahan pembakuan kata dalam KBBI edisi IV. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan menyajikan data senatural mungkin. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sosiolinguistik yang melihat bahasa dari konteks
kemasyarakatan. Dengan demikian, analisis yang dilakukan selain memanfaatkan kajian
morfologi juga melibatkan teori perencanaan bahasa. Data dalam penelitian ini berupa
kata-kata yang terdapat dalam KBBI edisi IV. Berdasarkan pembahasan yang dilakukan
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa perubahan dalam pembakuan kata di
KBBI edisi IV. Hal tersebut dilakukan oleh lembaga terkait yang didasarkan atas
perencanaan bahasa secara terorganisasi oleh lembaga.
Kata Kunci: KBBI, edisi IV, dan pembakuan kata
Abstract: Indonesia language has a long history in the process of formation. From before
officially becoming Indonesian until after officially becoming Indonesian it has been noted
several times that Indonesian has experienced soelling changes. This has an impact on the
standardization of word compiled in the Big Indonesian Dictionary (KBBI). Therefore,
this study was conducted to describe changes in word standardization in KBBI IV edition.
The research methode used is a qualitative method by presenting as natural dara as
possible. The approach used in this research is sociolinguistics which sees language from
a social context. Thus, the analysis carried out in addition to utilizing morphological
studies also involve language planning theory. The data in this sudy are in the form of
words contained in KBBI IV edition. Based on the discussion, it can be concluded that
there are some changes in the standardization of words in KBBI IV edition. This is done by
related institutions which are based on organized language planning by the institution.
Keywords: KBBI, edition IV, and word standardization
JURNAL BÉBASAN, Vol. 8, No. 1, Edisi Juni 2021: 35—46
36
PENDAHULUAN
Manusia menggunakan bahasa
salah satunya adalah untuk kepentingan
membangun interaksi sosial. Interaksi
yang terjadi dapat dipastikan akan selalu
mengalami perkembangan. Perkembangan
yang terjadi pada manusia membuat
perkembangan terjadi juga pada bahasa
yang digunakan. Hal yang sama terjadi
pada bahasa Indonesia dengan segala
perkembangan yang terjadi.
Perkembangan yang dialami oleh bahasa
Indonesia memicu munculnya banyak
istilah yang kemudian dibakukan oleh
lembaga yang berwenang.
Pemerintah sebagai lembaga
negara memiliki tanggung jawab untuk
masalah kebahasaan. Termasuk
pemerintah Indonesia yang bertanggung
jawab terhadap keberlangsungan bahasa
Indonesia. Hal tersebut jelas karena
bahasa Indonesia memiliki kedudukan
sebagai bahasa negara dan bahasa
nasional (Bahtiar, dkk., 2019, hlm. 12)
sehingga membutuhkan peran negara
untuk kemajuan dan keberlangsungannya.
Pemerintah memiliki fungsi sebagai the
language planners yang memiliki tugas
untuk menemukan solusi untuk segala
permasalah kebahasaan (Jendra, 2010,
hlm. 159). Dalam hal itu pemerintah
mendirikan sebuah lembaga yakni Badan
Pengembangan Bahasa dan Pusat
Perbukuan. Banyak tugas yang
diembankan kepada lembaga ini yang
salah satunya adalah membakukan kata
dan menyusunnya dalam sebuah kamus
besar.
Kegiatan pembakuan kata dalam
bahasa Indonesia menjadi salah satu
kegiatan yang penting. Bahasa Indonesia
memiliki sebuah aturan pembakuan dalam
kaitannya dengan penggunaan kata. Kata
yang telah dibakukan atau yang disebut
dengan kata baku perlu digunakan untuk
penulisan dalam konteks formal, seperti
karya ilmiah. Karya ilmiah menjadi materi
yang umum dan penting dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia. Bahkan,
di Sekolah Menengah Pertama untuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia terdapat
kompetensi dasar menulis karya ilmiah
sederhana. Pembelajaran tersebut salah
satu tujuannya adalah siswa dapat
menyunting karya tulis (Sakila, 2018, hlm.
234).
Terkait dengan penggunaan
kamus, pada pembelajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar (SD) terdapat
materi yang khusus mengacu pada
penggunaan kamus. Dalam kurikulum
2013 untuk Sekolah Dasar, dalam hal ini
kelas IV, siswa dituntut untuk dapat
mengetahui sekaligus membedakan antara
kosakata baku dan tidak baku disertai
dengan pengetahuan makna kata tersebut.
Bahasa Indonesia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Nuryani)
37
Informasi ini bisa mereka dapatkan dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan
bimbingan dan arahan guru. Materi
kosakata baku dan tidak baku selalu ada
dalam tiap Kompetensi Dasar (Setiawati,
2016, hlm. 45).
Kegiatan menyunting tentu saja
membutuhkan pengetahuan kebahasaan
yang memadai. Siswa dapat merujuk
setiap penggunaan kata baku dari kamus,
salah satunya adalah KBBI. Kamus
merupakan sumber rujukan yang andal
dalam memahami makna kata suatu
bahasa karena kamus memuat
perbendaharaan kata suatu bahasa, yang
secara ideal tidak terbatas jumlahnya
(2008, hlm. xxv). Untuk itulah, selalu ada
penyempurnaan atau pembaruan demi
pengembangan KBBI. Sebagai contoh
untuk membedakan kata [andal] dan
[handal] maka dapat merujuk pada KBBI
sehingga dapat mengetahui manakah yang
baku di antara keduanya.
Akan tetapi, pada praktiknya
banyak peraturan pembakuan tersebut
yang tidak diketahui oleh masyarakat
sebagai pengguna bahasa. Selain
peraturan mengenai pembakuan, dalam
bahasa Indonesia juga memiliki peraturan
mengenai penggunaan kata yang formal
dan non-formal atau baku dan tidak baku.
Demikian juga dengan peraturan
mengenai penyerapan dari bahasa asing ke
dalam bahasa Indonesia. Namun, masih
banyak ditemukan masyarakat pengguna
bahasa yang dengan seenaknya
menggunakan bahasa Inggris meskipun
kata tersebut sudah ada padanannnya
dalam bahasa Indonesia (Rosidi, 2010,
hlm. 75). salah satu faktor hal tersebut
terjadi adalah pengguna bahasa tidak
mengenal kata tersebut atau kemungkinan
malas melihat dalam kamus. Lebih lanjut
Rosidi menyampaikan jika pengguna
bahasa tersebut berasal dari kalangan
wartawan maka kata tersebut akan
menjadi terkenal. Rosidi memberikan
contoh seperti kata “opti” yang berasal
dari kata “Option” yang sebenarnya kita
memiliki kata “pilihan”.
Penelitian ini fokus pada
perubahan pembakuan kata dalam kamus.
Oleh karena itu, masalah dalam artikel ini
adalah bagaimana perubahan pembakuan
kata dalam KBBI edisi IV dan edisi V.
edisi IV dipilih dengan pertimbangan edisi
tersebut sudah diubah dengan edisi V
yang tentu saja di edisi V masih terus
berkembang. Edisi V masih akan terus
mengalami perkembangan dan pembaruan
karena sistem yang diterapkan oleh Badan
Bahasa yang mengharapkan masukan dari
masyarakat.
KAJIAN TEORI
A. Perencanaan Bahasa
JURNAL BÉBASAN, Vol. 8, No. 1, Edisi Juni 2021: 35—46
38
Permasalahan yang terkait dengan
kamus akan selalu ada dan selalu
berkembang. Perkembangannya mengikuti
perkembangan manusia dalam berbagai hal.
Tentu saja perkembangan tersebut tidak akan
lepas dari permasalahan yang muncul. Salah
satu kegiatan perencanaan yang selalu
dilakukan adalah kegiatan pemutakhiran kata
dalam kamus. Di dalamnya termasuk kegiatan
dan telaah mengenai pembakuan kata. Telaah
mengenai pembakuan kata tidak hanya
mempertimbangkan struktur internal kata
melaikan juga mengenal telaah luar. Telaah
luar tersebut menyangkut fungsi bahasa baku
dalam suatu masyarakat dan sikap masyarakat
itu sendiri terhadap bahasa baku (Moeliono,
tanpa tahun, hlm. 37).
Nababan menyampaikan bahwa
dalam bahasa terdapat dua aspek, yakni aspek
bentuk dan makna. Aspek bentuk meliputi
bunyi sementara aspek makna meliputi
leksikal (1984, hlm. 3). Kedua aspek yang
terdapat dalam bahasa itulah yang
memunculkan permasalahan dalam berbagai
hal. Salah satu yang melatarbelakangi
kemunculan permasalahan adalah latar
belakang keilmuan dan penggunaan bentuk
bahasa tersebut. Oleh karena itu, perlu
dilakukan perencanaan yang matang guna
menetapkan sebuah kata atau bahasa terkait
dengan statusnya.
Perencaan bahasa merupakan kegiatan
yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak.
Meskipun demikian, perlu lembaga khusus
yang resmi untuk melakukan perencaan
bahasa secara matang. Perencanaan bahasa
yang dilakukan oleh lembaga tersebut tentu
dapat melibatkan pihak lain. Pihak lain yang
dapat terlibat dalam kegiatan perencanaan
bahasa adalah dari pribadi maupun dari
lembaga kebahasaan masyarakat (Jendra,
2009, hlm. 160). Ketiganya tentu memiliki
peran masing-masing dalam kegiatan
perencanaan bahasa termasuk di dalamnya
memecahkan permasalahan perkamusan.
Perencanaan bahasa hakikatnya
merupakan kegiatan mencari solusi atas
permasalahan kebahasaan yang ditemukan di
dalam masyarakat. Rubin (1971)
menyampaikan bahwa perencanaan bahasa
fokus pada solusi untuk memutuskan
permasalahan kebahasaan mengenai tujuan,
makna, dan hasilnya untuk memecahkan
permasalahan. Oleh karena itu, lembaga
pemerintah perlu melibatkan pihak-pihak
perencana bahasa di atas untuk mendapatkan
masukan sehingga dapat memutuskan dengan
baik.
Istilah perencanaan bahasa juga dapat
digunakan untuk menyebut sebagai kegiatan
membimbing perkembangan bahasa ke arah
yang diinginkan oleh perencana bahasa.
perencanaan tidak hanya semata-mata
meramalkan masa depan bahasa berdasarkan
apa yang diketahui pada masa lampau
melainkan juga merupakan usaha yang terarah
untuk mempengaruhi dan menentukan masa
depan bahasa (Aslinda dan Syafyahya, 2007,
hlm. 111).
B. Pembakuan Kata
Berbahasa memerlukan kejelian
dalam memilih kata supaya maksud dan
Bahasa Indonesia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Nuryani)
39
tujuan dapat tersampaikan secara jelas.
Untuk itu dibutuhkan pengetahuan dan
pemahaman akan adanya aturan
kebahasaan. Ketika berada pada situasi
yang formal maka menggunakan bahasa
yang formal dan sebaliknya. Terlebih
dalam era perdagangan bebas seperti saat
ini, tidak lantas membuat bahasa
Indonesia digunakan secara serampangan.
Dikatakan oleh Wati (2015, hlm. 165)
bahwa berbahasa denga baik dan benar
merupakan hal yang mutlak pada pasar
terbuka MEA. Lebih lanjut Wati
menyampaikan bahwa pada masa ini di
bidanag peradaban berbahasa sudah
selayaknya kaidah kebahasaan diterapkan
sebagaimana mestinya.
Hal tersebut tentu juga merujuk
pada adanya Undang-undang kebahasaan,
yakni UU No.24 tahun 2009. Dalam
undang-undang tersebut mengatur tentang
penggunaan bahasa Indonesia dalam
berbagai ranah. Salah satunya adalah
penggunaan bahasa dalam tataran formal.
Bahasa dalam tataran formal adalah
bahasa yang digunakan sesuai dengan
kaidah dan aturan yang ditetapkan.
Pada saat ini Indonesia
menggunakan Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia (PUEBI) untuk
menggantikan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD) (Bahtiar, dkk.,
2019, hlm. 12). Banyak hal yang diatur
dalam pedoman tersebut. Salah satunya
adalah pembakuan kata yang terkait
dengan penyerapan kata asing. Meskipun
demikian, dalam proses membakukan
sebuah kata tentu tidak hanya terkait
dengan kata serapan dari bahasa asing
melainkan juga kata-kata umum yang
sering dipakai tetapi kebakuannya belum
banyak diketahui oleh masyarakat sebagai
pengguna bahasa.
Masyarakat sebagai pengguna bahasa
tentu disediakan banyak sekali pilihan kata
(diksi). Hal tersebut tentu memudahkan
masyarakat dalam melakukan komunikasi.
Akan tetapi, pada kenyataannya justru
banyaknya diksi yang tersedia membuat
proses komunikasi terkadang justru
terhambat. Salah satu penyebabnya adalah
banyaknya makna yang dikandung dalam
sebuah kata (Bahtiar, dkk., 2019, hlm. 70).
Untuk itu, jika dalam kegiatan formal
diusahakan untuk menggunakan kata yang
memiliki makna sesuai dengan kamus
guna menyederhanakan dalam
penyampaikan makna. Akan tetapi,
menggunakan kata yang memiliki makna
gramatikal juga diperbolehkan karena
dapat membangun sebuah konstruksi
kalimat secara tepat dan baku.
C. KBBI
Perkembangan kata yang terus
mengalami pemutakhiran guna
menyeimbangkan dengan kemajuan
kehidupan manusia telah diantisipasi dengan
JURNAL BÉBASAN, Vol. 8, No. 1, Edisi Juni 2021: 35—46
40
sedemikian rupa di dalam kamus. Meskipun
demikain, tidak menjadikan masyarakat
pengguna bahasa menggunakan kata tersebut
secara benar baik secara lisan maupun tertulis.
Rosidi (2010, hlm. 76) menyampaikan bahwa
orang-orang (terutama kaum elit)
menggunakan atau mengucapkan kata-kata
dari bahasa Inggris tetap dengan cara Inggris
meskipun kata-kata tersebut telah masuk ke
dalam kamus termasuk KBBI. Rosidi
memberikan contoh orang tetap mengucapkan
“prodak” untuk mengucapkan kata “produk”
sesuai dengan yang ditulis di dalam kamus.
Di Indonesia telah memiliki sistem
perkamusan yang cukup mapan yakni dengan
hadirnya Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI). Selain KBBI, sistem pembakuan juga
tertuang dalam buku Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia (TBBBI). Dengan
keberadaan buku tersebut maka siapapun
dapat dengan mudah mempelajari bahasa
Indonesia, termasuk di dalamnya mengenai
tata bahasa (Widodo, 2015). Untuk itulah
pembakuan kata dalam bahasa Indonesai
harus tetap diperhatikan guna kemajuan
bahasa Indonesia di kancah internasional.
Kamus Besar Bahasa Indonesia saat
ini telah masuk pada edisi V. Perkembangan
KBBI tentu saja terkait dengan jumlah lema
yang ada di dalamnya. Lema akan terus
berkembang jumlahnya seiring dengan
berkembanganya pengetahuan dan pemikiran
manusia. Dilansir dari lama wikipedia
setidaknya KBBI telah mengalami empat kali
perubahan atau pemutakhiran (belum yang
edisi V). Pemutakhiran yang dilansir dari
laman wikipedia meliputi:
1. Edisi Pertama (1988)
Edisi pertama merupakan hasil
pengembangan dari Kamus Bahasa
Indonesia yang terbit pada tahun 1983.
Kamus tersebut baru memuat sebanyak
62.100 lema.
2. Edisi Kedua (1991)
Edisi ini merupakan revisi dari edisi
pertama dan telah memuat lema sebanyak
72.000.
3. Edisi Ketiga (2005)
Edisi ketiga memuat sebanyak 78.000
lema. Akan tetapi, masih banyak kosa
kata yang belum terwadahi dalam edisi
ini. Hal tersebut dikarenakan dalam
KBBI memuat kata-kata dan istilah yang
umum. Sementara itu, untuk kata atau
istilah khusus di bidang tertentu terdapat
kamus tersendiri.
4. Edisi Keempat (2008)
Edisi keempat memuat lebih dari 90.000
lema dengan memasukkan kata-kata atau
istilah yang belum terwadahi dalam edisi
sebelumnya.
Sementara itu, untuk edisi V resmi
diluncurkan pada 17 November 2016 di
Bandung oleh Kepala Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Prof. Dr. Dadang Sunendar
(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanba
hasa/node/2194). Sampai saat ini, lembaga
tersebut terus melalukan pemutakhiran
terhadap KBBI V guna menyeimbangkan
Bahasa Indonesia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Nuryani)
41
dengan kemajuan di berbagai bidang. Entri
total yang telah tercatat dalam pemutakhiran
KBBI Daring edisi V adalah sebanyak
112.579
(https://kbbi.kemdikbud.go.id/Beranda/Pemut
akhiran). Ke depannya sangat dimungkinkan
untuk terus bertambah mengingat
pemutakhiran KBBI Edisi V terus dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif yang berusaha
menyajikan data secara apa adanya yang
berupa kata-kata dan bersifat non-angka.
Data dalam penelitian ini adalah kata-kata
yang terdapat dalam KBBI Edisi IV dan
Edisi V. Data dari kedua edisi tersebut
kemudian diperbandingkan untuk melihat
perubahan pembakuannya. Berdasarkan
data yang telah dikumpulkan kemudian
dianalisis secara kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik dokumentasi dan kepustakaan.
Untuk menyajikan data peneliti
menggunakan instrumen berupa tabel.
Tabel tersebut digunakan untuk
menyajikan data secara keseluruhan
sebelum dilakukan analisis.
Pada KBBI Edisi IV memuat
sekitar 90.000 lema. Sementara itu pada
KBBI Edisi V sudah memuat hampir
112.579 lema dan terus masih dilakukan
pemutakhiran. Oleh sebab itu, dalam
artikel ini tidak akan mengambil data
secara keseluruhan. Data yang diambil
hanya data yang mengalami perubahan
pembakuan dan diambil secara acak. Hal
tersebut dilakukan karena banyak sekali
lema yang mengalami pembakuan dari
Edisi IV ke Edisi V. Dengan demikian,
data yang disajikan hanya diambil
sebagian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kata-kata yang terdapat dalam
sebuah kamus bukanlah kata-kata yang
dimunculkan secara tiba-tiba.
Budiwiyanto menyampaikan bahwa
kamus menjelaskan apa arti kata dan
menunjukkan bagaimana kata itu bekerja
sama untuk membentuk kalimat. Oleh
karena itu, diperlukan beberapa langkah
guna sebuah kata dapat dimasukkan ke
dalam kamus. Demikian juga dengan
KBBI yang harus melalui beberapa
tahapan guna menambahkan lema di
dalamnya. Lebih lanjut Budiwiyanto
menjelaskan bahwa informasi yang
disajikan dalam kamus itu diperoleh dari
dua sumber utama, yaitu introspeksi dan
observasi. Introspeksi berarti melihat ke
dalam otak kita sendiri dan mencoba
mengingat semua yang kita tahu tentang
kata. Sementara itu, observasi berarti
memeriksa contoh-contoh nyata dari
bahasa yang digunakan (dalam surat
kabar, novel, blog, twit, dsb.) sehingga
JURNAL BÉBASAN, Vol. 8, No. 1, Edisi Juni 2021: 35—46
42
kita dapat mengamati bagaimana orang
menggunakan kata-kata ketika mereka
berkomunikasi satu sama lain
(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lama
nbahasa/content/korpus-dalam-
penyusunan-kamus).
Pada edisi awal KBBI diterbitkan
hanya memuat sekitar 62.000 lema dan
kemudian bertambah menjadi 90.000 lema
di edisi IV. Perkembangan tersebut
tentunya ada pengaruh dari berbagai
bidang. Mengingat begitu banyak lema
yang terdapat dalam KBBI Edisi IV maka
tidak semua lema menjadi data dalam
penelitian ini. Data dalam penelitian ini
akan diambil secara acak dengan
pertimbangan di atas..
Pemutakhiran kata dilakukan oleh
Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa sebanyak dua kali dalam setahun,
yakni pada bulan April dan Oktober.
Pemutakhiran terakhir dilakukan pada
bulan April 2020
(https://kbbi.kemdikbud.go.id/Beranda/Pemut
akhiran). Kegiatan tersebut akan terus
dilakukan mengingat sifat bahasa yang
fleksibel dan terus berkembang. Tidak
dapat dipungkiri bahwa perkembangan
teknologi menjadi salah satu hal yang
mendorong perkembangan bahasa. Hudaa
(2017) mengatakan bahwa arus sibernitas
memungkinkan bahasa Indonesia
berkembang pesat menambah jumlah
kosakata yang masuk di dalam KBBI.
Pemadanan kata asing ke dalam bahasa
merupakan suatu ciri khas tersendiri dari
bahasa Indonesia yang tidak dimiliki oleh
bahasa asing lainnya.
Pada kesempatan yang lain, Hudaa
(2019: 5) memberikan simpulan bahwa
pemutakhiran bahasa dipengaruhi oleh
perkembangan zaman dan disesuaikan
dengan kaidah yang berlaku di dalam
bahasa Indonesia. Munculnya kosakata
asing dan kemudian dipadankan atau
diserap ke dalam bahasa Indonesia
menjadi bukti bahwa bahasa Indonesia
memiliki kaidah pembakuan kata yang
disepakati. Utnuk itulah pembaruan
pembakuan kata dalam kamus selalu
diperlukan guna mengembangkan bahasa
Indonesia dalam kancah internasional
menuju bahasa Indonesia sebagai bahasa
internasional. Selain itu, perubahan
pembakuan kata juga dilakukan
mengingat telah adanya kaidah-kaidah
mengenai bahasa Indonesia yang telah
diatur dengan baik.
Kegiatan pemutakhiran bahasa
yang dilakukan oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
terus berlangsung. Untuk itulah data
dalam artikel ini sangat terbatas. Hal
tersebut dipengaruhi oleh perkembangan
kata yang cukup signifikan dan
memungkinkan untuk mengalami
Bahasa Indonesia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Nuryani)
43
perubahan pembakuan. Selain itu,
keterbatasan data dalam artikel ini
dilakukan juga supaya membuka peluang
penelitian lain selama dilakukan
pemutakhiran oleh lembaga yang
berwenang.
Terdapat beberapa kata yang
mengalami perubahan pembakuan. Hal
tersebut wajar dilakukan mengingat
terdapat kegiatan berupa perencanaan
bahasa yang di dalamnya salah satu
kegiatannya adalah pembakuan. Seperti
terdapat pada kata apkir yang maknanya
adalah ditolak atau ditampik. Kata ini
umum diucapkan dengan fonem “p” tetapi
pada pembakuannya bentuk kata ini
adalah afkir. Dengan begitu, terjadi
pembiasaan pengucapan dari fonem “p”
ke fonem “f”. Meskipun demikian, pada
kenyataannya masyarakat cenderung abai
dengan pengucapan sehingga tidak jarang
hal tersebut berpengaruh pada kegiatan
penulisan. Keabaian tersebut salah
satunya adalah adanya faktor kebiasaan
berbahasa masyarakat yang di dalamnya
terjadi interferensi.
Pemutakhiran tidak hanya terkait
dengan kebiasaan berbahasa yang terdapat
dalam masyarakat. Seperti contoh kata
ramadan yang selalu digunakan oleh
masyarakat adalah romadhon. Hal
tersebut membuat masyarakat pengguna
bahasa menuliskan sesuai dengan yang
diucapkan. Hal itu mungkin bukan sesuatu
yang salah mengingat bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang antara
pengucapan dengan penulisan sama. Akan
tetapi, pada proses penyerapan tetap harus
mengikuti kaidah yang berlaku. Seperti
contoh kata di atas jika sesuai dengan
kaidah pembakuan maka dituliskan
dengan ramadan bukan romadhon.
Masyarakat Indonesia mayoritas
menganut agama Islam. Oleh sebab itu,
tidak mengherankan jika terdapat 9 dari
10 kata serapan bahasa Indonesia adalah
diserap dari bahasa Arab. Meskipun
demikian, penyerapan tetap dilakukan
dengan mengikuti kaidah yang berlaku
dalam bahasa Indonesia. Seperti contoh
pada kata Alquran yang dalam KBBI
Edisi V dibakukan menjadi Al-Qur’an
yang pada KBBI Edisi sebelumnya
dengan pembakuan yang berbeda. Hal
tersebut terjadi karena adanya
pengembangan pengetahuan dan
pembaruan pembakuan yang dilakukan
oleh lembaga yang berwenang.
Terdapat istilah transliterasi yang
nerujuk pada pengalihaksaraan dari aksara
Arab ke aksara latin. Istilah itu terkadang
mengalami kerancuan dengan kegiatan
penyerapan. Secara sederhana, kedua
bentuk itu kadang dianggap serupa oleh
masyarakat Indonesia. Akan tetapi, kedua
bentuk itu memiliki perbedaan yang
JURNAL BÉBASAN, Vol. 8, No. 1, Edisi Juni 2021: 35—46
44
signifikan. Transliterasi hanya mengalih
aksarakan bahasa aslinya ke dalam huruf
Latin. Misalnya saja bahasa Arab ke huruf
Latin atau huruf Mandarin ke huruf Latin
agar mudah dibaca. Sebaliknya, serapan
merupakan suatu bentuk transliterasi yang
sudah disempurnakan sesuai dengan
kaidah bahasa Indonesia yang benar.
Sebagai contoh beberapa kata yang sudah
dipaparkan sebelumnya seperti:
Ramadhan-Ramadan, sholat-salat,
musholla-musala, dll (Hudaa, 2019, hlm.
3). Melihat perbedaan keduanya maka
kegiatan pembakuan lebih terkait dengan
penyerapan dan bukan menggunakan
tataran transliterasi. Seperti contoh pada
data di atas, yakni pada kata ustad,
kemudian di KBBI Edisi V dibakukan
dengan ustaz. Kata ustad adalah merujuk
pada bentuk transliterasi sementara kata
ustaz adalah kata yang dibakukan sesuai
dengan kaidah penyerapan dalam bahasa
Indonesia. akan tetapi, kata ustad pada
KBBI edisi sebelumnya merupakan
bentuk baku dan mengalami perubahan
pembakuan pada edisi selanjutnya.
Selain karena adanya faktor
transliterasi dan penyerapan, di Indonesia
juga terdapat faktor kondisi kebiasaan
yang terjadi di masyarakat. Seperti contoh
pada data di atas adalah kata puyonghai
yang dibakukan menjadi puyunghai.
Selain karena adanya faktor kaidah
pembakuan masyarakat Indonesia
cenderung mengalami kesulitan untuk
menyebutkan bunyi [o] di tengah suku
kata. Oleh sebab itu, masyarakat lebih
terbiasa mengucapkan puyunghai
sehingga kata baku yang ditemukan juga
berbentuk puyunghai. Berbeda halnya
dengan kata jamaah yang di KBBI Edisi
V dibakukan dengan bentuk jemaah.
Dalam pemakaian sehari-hari masyarakat
lebih terbiasa menggunakan kata jamaah
dibandingkan kata jemaah. Terlebih lagi
dengan adanya fenomena Ustaz Maulana
yang viral dengan jargon tersebut.
Dengan begitu, masyarakat tidak terbiasa
menggunakan bentuk bakunya, yakni
jemaah. Hal tersebut tentu ada faktor yang
melatarbelakangi. Salah satunya adalah
nilai rasa yang tercipta di masyarakat.
Mayoritas umat Islam menganggap bahwa
kata jemaah atau jemaat adalah umum
atau lazim digunakan oleh pemeluk agama
Kristen atau Katolik. Dengan anggapan
yang demikian maka banyak pengguna
bahasa yang beragama Islam cenderung
memilih menggunakan kata jamaah
meskipun kata tersebut tidak baku. Akan
tetapi, hal tersebut tidak menjadi
permasalahan selama tidak digunakan
dalam tataran formal yang mengharuskan
menggunakan bahasa secara standar dan
kaidah yang disepakati.
Bahasa Indonesia dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Nuryani)
45
Mayoritas masyarakat Indonesia
adalah penganut agama Islam. Hal itu
tentu saja menjadi pertimbangan tersendiri
atas masuknya pengaruh bahasa Arab ke
dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu,
tidak jarang ditemukan kata yang diserap
ke dalam bahasa Indonesia dengan
dilakukan proses pembakuan. Seperti kata
musholla yang sangat akrab bagi
masyarakat Indonesia. Kata tersebut
dibakukan ke dalam bentuk musala yang
didasarkan pada faktor sistem bunyi
bahasa Indonesia. Sistem bunyi dalam
bahasa Indonesia adalah yang dituliskan
itulah yang diucapkan. Dengan diucapkan
musala maka dibakukan dalam KBBI
dengan musala juga. Jikalau ada yang
mengucapkan dengan musholla maka itu
dikarenakan faktor kebiasaan dan unsur
religious. Demikian juga dengan kata
aqiqah yang dibakukan dengan bentukan
akikah. Pembakuan ini muncul di KBBI
karena huruf “q” dari bahasa Arab
dibakukan dengan huruf “k” dalam
bahasa Indonesia. Hal yang sama terjadi
juga pada kata-kata serapan yang berasal
dari bahasa Arab seperti faqir, taqwa,
maupun sodaqoh yang masing-masing
dibakukan menjadi “fakir”, “takwa”, dan
“sedekah”. Berdasarkan hal tersebut dapat
disampaikan bahwa kegiatan pembakuan
tidak hanya terkait dengan upaya
penyerapan melainkan juga sebagai upaya
membuat keteraturan dalam sistem sebuah
Bahasa.
SIMPULAN
Berdasarkan pada analisis yang
telah dilakukan maka didapatkan beberapa
simpulan. Kegiatan pemutakhiran kata
yang dilakukan oleh lembaga pemerintah
dilakukan guna mendukung
perkembangan bahasa Indonesia.
Pemutakhiran dilakukan salah satunya
dengan terus melakukan pembaruan
terhadap pembakuan kata-kata yang
terdapat dalam KBBI. Pembakuan kata
yang terdapat dalam kamus dilakukan atas
dasar beberapa faktor, antara lain
kebiasaan berbahasa masyarakat, aktif dan
tidaknya kata tersebut di lingkungan
sosial, dan masukan dari berbagai pihak.
Kegiatan pembakuan juga dilakukan
melalui beberapa cara, antara lain
penyerapan dan penerjemahan. Setelah
dilakukan kegiatan pembakuan maka
sistem bahasa Indonesia akan semakin
teratur. Hal tersebut tentu sangat
bermanfaat guna mendukung perjalanan
bahasa Indonesia menuju bahasa
internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zainal dan S. Amran Tasai. (2009).
Cermat Berbahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta:
Akademika Pressindo
JURNAL BÉBASAN, Vol. 8, No. 1, Edisi Juni 2021: 35—46
46
Aslinda dan Leni Syafyahya. (2007).
Pengantar Sosiolinguistik. Bandung:
Refika Aditama
Bahtiar, Ahmad., Nuryani, dan Syihaabul
Hudaa. (2019). Khazanah Bahasa:
Memaknai Bahasa Indonesia dengan
Baik dan Benar. Bogor: In Media.
Budiwiyanto, Adi. “Korpus dalam
Penyusunan Kamus”.
(http://badanbahasa.kemdikbud.go.
id/lamanbahasa/content/korpus-
dalam-penyusunan-kamus).
Diunduh pada 5 Mei 2020.
Hudaa, Syihaabul. (2017). “Peranan
Lingkungan dalam Pemelajaran
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Kedua.” Disampaikan dalam Seminar
Internasional di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Hudaa, Syihaabul. (2019). “Transliterasi,
Serapan, dan Padanan Kata: Upaya
Pemutakhiran Istilah dalam Bahasa
Indonesia” dalam Sebasa: Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Volume 2, Nomor 1, Mei
2019.
Jendra, Iwan Indrawan Made. (2009).
Sociolinguistics: The Study of
Societies’ Langauge. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Kurniawati, Wati. (2015). “Olah Kata dalam
Media Luar Ruang sebagai Industri
Kreatif” dalam Ranah: Jurnal Kajian
Bahasa, Volume 4, Nomor 2,
Desember 2015.
Moeliono, Anton. M. Tanpa Tahun. “Bahasa
Indonesia dan Pembakuannya (Suatu
Tinjauan Sosiolinguistik). Seminar
Bahasa Indoneaia. Jakarta.
Nababan, P.W.J. (1984). Sosiolinguistik Suatu
Pengantar. Jakarta: Gramedia
Nuryani dan Dona Aji Karunia Putra. (2013).
Psikolinguistik. Tangerang Selatan:
Mahzab Ciputat.
Rosidi, Ajip. (2010). Bahasa Indonesia
Bahasa Kita Akan Diganti dengan
Bahasa Inggris? Cetakan keempat.
Jakarta: Pustaka Jaya
Rubin, Joan and Jernudd, H.B. (1971). Can be
Planned?. Honolulu: The University
Press of Hawaii.
Sakila. (2018). “Metode Karya Wisata: Upaya
Meningkatkan Kemampuan Siswa
pada Pembelajaran Menulis Karya
Ilmiah” dalam Bebasan, Volume 5,
Nomor 2, Desember 2018.
Setiawati, Sulis. (2016). “Penggunaan Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dalam Pembelajaran Kosakata Baku
dan Tidak Baku pada Siswa Kelas IV
SD dalam Jurnal Gramatika: Jurnal
Penelitian Bahasa dan Sastra
Indonesia, V2.i1.
Widodo, Supriyanto. (2015). “Bahasa
Indonesia menuju Bahasa
Internasional”.
www.badanbahasa.kemdikbud.go.id.
Diakses pada 18 April 2020.
Wikipedia. (2019). Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
id.m.wikipedia.org/wiki/kamusbesarb
ahasaindonesia. Diunduh pada 23
Desembere 2019.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/Beranda/Pemuta
khiran. Diunduh pada 5 Mei 2020.
(http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanba
hasa/node/2194). Diunduh pada 5 Mei
2020.