IV-1
BAB IV
PENGEMBANGAN MODEL
IV.1 Deskripsi Umum Sistem Tinjauan
Sistem yang ditinjau adalah industri besar dan sedang yang termasuk dalam
golongan kendaraan bermotor dan alat angkutan selain kendaraan bermotor roda
empat atau yang berada di bawah Direktorat Jenderal Industri Alat Transportasi
Darat dan Kedirgantaraan, Departemen Perindustrian RI Jakarta. Penggolongan
industri besar dan sedang didasarkan pada jumlah tenaga kerja yang dimiliki.
Industri kendaraan bermotor dan alat angkutan selain kendaraan bermotor
termasuk dalam industri pengolahan dengan kode klasifikasi baku lapangan usaha
industri (KBLI 34 dan KBLI 35). Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia
adalah klasifikasi lapangan usaha berdasarkan International Standard Industrial
Classification of All Economic Activities (ISIC).
Menurut definisi Badan Pusat Statistik (2005), industri pengolahan adalah suatu
kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara
mekanis, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi,
dan barang yang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya
lebih dekat kepada pemakai akhir. Sedangkan pengertian usaha industri adalah
suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan
menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu,
dan memiliki catatan administrasi tersendiri mengenai produksi dan struktur biaya
serta ada seorang atau lebih yang bertanggung jawab atas usaha tersebut.
Industri kendaraan bermotor dan alat angkutan selain kendaraan bermotor terdiri
dari beberapa industri yaitu: (BPS, 1998)
34 Industri kendaraan bermotor
IV-2
341 Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
3410 Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
34100 Industri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
Meliputi usaha pembuatan atau perakitan kendaraan bermotor untuk
penumpang atau barang: sedan, jeep, truck, pick up, bus dan stasion
wagon. Termasuk pembuatan kendaraan untuk keperluan khusus, seperti:
mobil pemadam kebakaran, mobil toko, mobil penyapu jalan, ambulan,
dan sejenisnya.
342 Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
3420 Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
34200 Industri karoseri kendaraan bermotor roda empat atau lebih
Meliputi usaha pembuatan bagian-bagian mobil, seperti: bak truk, bodi
bus, bodi pick up, bodi untuk kendaraan penumpang, kendaraan bermotor
untuk penggunaan khusus: container, caravan, dan mobil tangki.
Termasuk pembuatan trailer, semi trailer dan bagian-bagiannya.
343 Industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat atau
lebih
3430 Industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat atau
lebih
34300 Industri perlengkapan dan komponen kendaraan bermotor roda empat
atau lebih
Meliputi usaha pembuatan komponen dan suku cadang kendaraan
bermotor roda empat atau lebih, seperti: motor, pembakaran dalam, shock
absorber, leaf sporing, radiator, fuel tank, dan muffler.
35 Industri alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda empat atau
lebih
351 Industri pembuatan dan perbaikan kapal dan perahu
35111 Industri kapal/perahu
IV-3
35112 Industri peralatan dan perlengkapan kapal
35114 Industri pemotongan kapal
35115 Industri bangunan lepas pantai
35120 Industri pembuatan dan pemeliharaan perahu pesiar, rekreasi dan olahraga
352 Industri kereta api
35201 Industri kereta api, bagian dan perlengkapannya
35202 Industri jasa penunjang kereta api
353 Industri pesawat terbang
35301 Industri pesawat terbang dan perlengkapannya
35302 Industri jasa perbaikan dan perawatan pesawat terbang
359 Industri alat angkut lainnya
35911 Industri sepeda motor dan sejenisnya
35912 Industri komponen dan perlengkapan sepeda motor dan sejenisnya
Meliputi usaha pembuatan dan perakitan secara lengkap dari macam-
macam sepeda motor dan sejenisnya, seperti: skuter, bemo, a side-car, dan
sejenisnya. Termasuk sepeda yang dilengkapi motor.
35921 Industri sepeda dan becak
35922 Industri perlengkapan sepeda dan becak
35990 Industri alat angkut yang belum termasuk dalam kelompok manapun
Industri otomotif yang dibahas pada penelitian ini adalah industri karoseri (ISIC
atau International Standard Industral Classification of All Economics Activities
34200), industri komponen kendaraan roda empat (ISIC 34300) dan industri
komponen kendaraan roda dua (ISIC 35912) yang disebut industri komponen
otomotif. Sektor industri komponen otomotif termasuk industri pengolahan yang
kini merupakan faktor utama dalam perekonomian Indonesia. Sektor industri
pengolahan sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia
selama sepuluh tahun terakhir. Sebagai gambaran, pada tahun 2005 peran sektor
IV-4
industri pengolahan diperkirakan mencapai lebih dari seperempat (28,06 persen)
komponen pembentukan PDB. Perinciannya dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Tabel IV.1. Distribusi persentase Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlakumenurut lapangan usaha, 2002-2005 (Statistik Indonesia 2005/2006, BPS –Jakarta)
Lapangan usaha 2002 2003 2004 2005
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan danPerikanana. Tanaman bahan makananb. Tanaman perkebunanc. Peternakan dan hasil-hasilnyad. Kehutanane. Perikanan
2. Pertambangana. Minyak dan gas bumib. Pertambangan bukan migasc. Penggalian
3. Industri Pengolahana. Industri migas
- Pengilangan minyak bumi- Gas alam cair
b. Industri bukan migas- Makanan, minuman, dan tembakau- Tekstil, barang kulit dan alas kaki- Barang kayu dan hasil hutan lain- Kertas dan barang cetakan- Pupuk, kimia, dan barang dari karet- Semen dan bahan galian bukan
logam- Logam dasar besi dan baja- Alat angkutan, mesin dan peralatan- Barang lainnya
4. Listrik, gas, dan air bersih- Listrik- Gas kota- Air bersih
5. Konstruksi6. Perdagangan, hotel dan restoran
- Perdagangan besar dan eceran- Hotel- Restoran
15.46
8,032,361,890,972,218,835,112,810,9128,723,832,391,4424,897,973,451,621,332,720,980,765,870,190,840,590,110,146,0717,1413,350,573,22
15,19
7,832,321,860,912,278,334,732,650,9528,253,852,481,3724,407,663,361,481,382,820,950,675,870,210,940,690,110,146,2216,6412,940,563,14
14,59
7,282,271,790,872,388,634,942,740,9528,133,912,391,5224,227,193,151,371,362,810,960,756,410,220,970,680,140,156,2916,2712,690,563,02
13,40
6,732,121,580,792,1810,446,163,310,9728,064,913,151,7623,156,522,801,271,242,810,910,746,640,220,920,630,140,156,3515,7512,330,542,88
Di Indonesia, industri pengolahan dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri
besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajinan rumah tangga.
Pengelompokkan ini didasarkan pada banyaknya pekerja yang terlibat di
dalamnya, tanpa memperhatikan penggunaan mesin produksi yang digunakan
ataupun modal yang ditanamkan. Adapun kategorinya adalah sebagai berikut:
IV-5
Industri besar adalah perusahaan industri yang mempunyai pekerja 100 orang
atau lebih;
Industri sedang adalah perusahaan industri yang mempunyai pekerja 20-99
orang;
Industri kecil adalah perusahaan industri yang mempunyai pekerja 5-19 orang;
Industri kerajinan rumah tangga adalah usaha industri yang mempunyai
pekerja antara 1-4 orang.
Berikut ini adalah gambaran umum sistem industri kendaraan bermotor dan
komponen yang ditunjukkan pada Gambar IV.1.
IV-6
Gambar IV.1. Sistem industri kendaraan bermotor dan komponen (Pawitra, 1986)
IV-7
Prinsipal
Prinsipal menentukan performansi industri otomotif di Indonesia selama
menguasai aspek-aspek rancang bangun, perekayasaan, pembelanjaan, keahlian
pemasaran, harga, testing, kualitas komponen dan warranty. Kemampuan-
kemampuan yang dimiliki prinsipal terutama bertalian dengan merek kendaraan
bermotor yang bersangkutan. Kemampuan yang dimiliki oleh prinsipal
merupakan dasar bagi prinsipal untuk memperoleh keuntungan dengan cara
memasuki dan mempertahankan pasar di negara-negara di dunia. Prinsipal-
prinsipal masuk ke pasar dunia dalam bentuk perusahaan multi nasional dengan
pertimbangan-pertimbangan beberapa hal seperti negara dengan stabilitas politik
yang tinggi, kesempatan pasar yang besar, pertumbuhan ekonomi yang pesat,
memiliki kesatuan budaya, serta dengan hambatan-hambatan kecil dalam bidang
hukum.
Begitu pula pertimbangan prinsipal memasuki Indonesia. Kemudian, prinsipal-
prinsipal mengelola sendiri distribusi produk-produknya melalui pembentukan
perusahaan perakitan, manufacturing dan perusahaan-perusahaan perdagangan
prinsipal sendiri. Namun demikian, adanya larangan pemerintah bagi perusahaan
atau orang asing melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, maka prinsipal-prinsipal
luar negeri mengadakan antara lain perjanjian manajemen, teknis persetujuan
lisensi dengan perusahaan nasional, atau jika diijinkan mengadakan perusahaan
patungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa prinsipal menentukan arah
perkembangan bisnis otomotif beserta industrialisasinya.
Agen tunggal dan pelaku lainnya
Agen tunggal, beserta perakit/manufacturer dan pabrikan komponen otomotif
merupakan kaitan primer dengan para prinsipal luar negeri. Para agen tunggal
menduduki posisi sentral karena:
1. Pemerintah memberikan tanggung jawab besar kepada mereka dalam rangka
industrialisasi otomotif, terutama komponen-komponen yang berkaitan
dengan merek seperti kabin, chassis, dan mesin
IV-8
2. Secara hukum, agen tunggal menjadi franchise dari suatu merek sehingga
bertanggung jawab dan mempunyai hak untuk impor, distribusi, merakit,
menyediakan suku cadang dan kegiatan purna jual lainnya
3. Memiliki kekuasaan terhadap para dealer termasuk kekuasaan politis.
Fungsi-fungsi agen tunggal seperti impor, distribusi, purna jual pembelanjaan,
investasi komponen utama dan lain-lain ditentukan oleh pertimbangan efektivitas.
Agen tunggal telah memiliki organisasi dan pengalaman manajerial, telah
mengadakan investasi dan secara hukum bertanggung jawab, tidak hanya kepada
prinsipal namun juga kepada pemerintah. Sehingga perlu pula ditata mengenai
komponen-komponen manakah yang berhubungan dengan merek (captive
components) dan yang mana merupakan komponen universal. Dengan demikian
dapat ditentukan tanggung jawab masing-masing lembaga dalam struktur bisnis
otomotif.
Menurut Pawitra (1986) struktur pelaku-pelaku bisnis otomotif masih perlu ditata,
baik mengenai fungsi-fungsinya maupun mengenai komponen-komponen yang
terikat dengan merek dan komponen-komponen universal. Berikut ini merupakan
pelaku atau pemain kunci dalam industri otomotif.
Performansi bisnis otomotif = F (pemerintah, prinsipal, agen tunggal,
variabel-variabel tak terkendali)
IV.1.1 Perkembangan Kebijakan Industri Otomotif Nasional
Secara time series, perkembangan industri otomotif nasional cukup baik. Data
sepuluh tahun terakhir menunjukkan adanya trend kenaikan, meskipun dalam
lingkup waktu yang lebih kecil terjadi gejolak.
Karakteristik pasar otomotif sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan dan
peraturan, baik perubahan politik, maupun ekonomi-moneter.
IV-9
Periode Sebelum Tight Money Policy (TMP) 1991
Industri otomotif nasional menunjukkan kemampuannya dalam merebut pangsa
pasar nasional. Peningkatan kemampuan teknologi proses yang diikuti oleh
peningkatan daya beli masyarakat, mengangkat produksi industri otomotif secara
signifikan. Dalam dua tahun (1976 – 1978) produksi otomotif naik tajam sebesar
1,5 kali lipat, yakni mencapai 103.000 unit dari 70.000 unit sebelumnya. Bahkan
dengan adanya kondisi stabilitas ekonomi dan stabilitas keamanan, sampai tahun
1981 pemasaran mencapai angka kurang lebih 210.000 unit.
Tahun 1981, terjadi gejolak ekonomi lokal, yakni laju inflasi yang relatif tinggi,
dan berdampak pada rendahnya daya beli, dan kondisi ini berjalan sampai tahun
1983, sehingga menyebabkan angka penjualan menurun pada angka 150.000 unit.
Tahun 1983, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter yang sangat
berdampak pada ekonomi secara makro, yakni devaluasi rupiah sebesar 27,5 %.
Dan kebijakan ini mampu menahan penurunan penjualan produk otomotif
nasional. Tahun 1984, pemerintah melakukan devaluasi rupiah sebesar 31 % dan
mampu menaikkan pasar industri otomotif mencapai 160.000 unit.
Tahun 1987, pemerintah mengeluarkan kebijakan uang ketat (tight money policy)
suatu program pengendalian neraca APBN, dan berimplikasi pada penurunan
pasar. TMP 87, disusul dengan perubahan regulasi perbankan tahun 1989, yang
memberikan beberapa kemudahan terutama dalam kredit (termasuk kredit
konsumsi, dan kredit pemilikan kendaraan) sehingga memberikan pengaruh yang
besar terhadap industri. Hasilnya sampai tahun 1990 angka penjualan kendaraan
bermotor mencapai 274.000 unit, suatu angka yang belum pernah dicapai
sebelumnya.
Tahun 1991, pemerintah mengeluarkan kebijakan TMP ke II, dan membuat angka
pemasaran kendaraan turun sampai 170.000 unit pada tahun 1992.
IV-10
Periode 1991 sampai dengan Krisis Moneter 1998
Beberapa kebijakan strategis dikeluarkan oleh pemerintah dalam bidang moneter.
Banyak sekali kebijakan yang berimplikasi pada pasar kendaraan. Kebijakan
bulan Juni yang dikenal dengan PAKJUN 93 mampu mengangkat pasar
kendaraan ke angka 322.000 unit.
Tahun 1996 pemerintah mencanangkan tentang Industri Mobil Nasional yang
dikenal dengan MOBNAS. Pada periode awal Mobnas, pasar melonjak pada
angka 387.000 unit pada tahun 1997 dan Krisis Moneter (Krismon 1998)
menghancurkan pasar industri otomotif nasional sampai angka 50.000 unit.
Periode Pasca Krismon sampai sekarang
Berangkat dari keterpurukan ekonomi akibat Krismon tersebut, pemerintah
melakukan pembenahan terutama dari sisi politik dan ekonomi, memberikan
angin segar bagi industri kendaraan. Pemilu tahun 1999 memberikan implikasi
pada kenaikan angka penjualan kendaraan mencapai 300.000 unit pada tahun
2000. Pertumbuhan ekonomi, kepercayaan investor pada sistem ekonomi dan
politik dalam negeri secara bertahap mampu menaikkan angka penjualan
domestik pada tahun 2003 mencapai 354.000 unit. Dan direncanakan untuk tahun
2006 ini mampu mencapai angka 500.000 unit.
IV-11
7288
103 103
172
208
189
152 152144
162 160 158178
274261
170
211
322
379
332
387
58
94
301 299318
354
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Tahun
Uni
tPen
jual
an(x
1000
)
Gambar IV.2. Grafik perkembangan pasar kendaraan roda 4 nasional(Disperindag Jabar, 2006)
IV-12
IV.1.2 Kebijakan Otomotif Saat Ini
Kebijakan baru di bidang otomotif yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juli 1999
dimaksudkan guna mengantisipasi perkembangan masa mendatang yang secara
ringkasnya dapat dilihat pada Gambar IV.3. Aspek penting dari kebijakan itu
mencakup (Sargo, 2004):
Dihapuskannya sistem insentif yang dikaitkan dengan ketentuan pencapaian
kandungan lokal. Industri bebas memilih tingkat kegiatan yang akan dilakukan
apakah manufaktur, perakitan atau impor utuh.
Diutamakan produksi jenis sedan dan kendaraan niaga kecil (di bawah 1.500
cc) dengan mengandalkan pasar dan kemampuan produksi yang telah ada,
sekaligus mendorong industri komponen.
Tarif bea masuk (BM) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM)
disesuaikan dengan ketentuan harmonized system (HS), dan tidak ada lagi
perlakuan khusus terkait dengan investasi.
Mempersiapkan industri agar lebih berdaya saing, memasuki era perdagangan
bebas (AFTA tahun 2002 dan APEC). Impor kendaraan dalam keadaan utuh
(CBU) dipermudah, dengan tarif diturunkan.
Dengan kebijakan tersebut, dan selanjutnya dengan pengaturan tarif (Tabel IV.2),
pemerintah ingin mengarahkan industri menjadi lebih berdaya saing. Adapun
strategi yang dipilih (Depperin, 2007):
Mendorong perkembangan industri komponen sebagai pendukung industri
kendaraan.
Mempertahankan dan mendorong perkembangan industri kendaraan niaga
kategori I, sedan kecil dan sepeda motor.
Meningkatkan ekspor, terutama komponen.
Melakukan restrukturisasi pasar dan industri melalui penyesuaian tarif bea
masuk.
IV-13
Gambar IV.3. Kebijakan Otomotif 1999 (IATDK Depperin, 2007)
Tabel IV.2. Bea Masuk (BM) dan Pajak Barang Mewah (PPn.BM)Unit KomponenKategori Keterangan CBU CKD IKD Assy/BD IKD PPn.BM
cc < 1.5 lt 65 35 15 *1) 15 10 *4) 301.5 lt < cc < 3.0 lt (P) / 2.5 (D) 70 40 15 40Mobil Penumpang <
10 (Sedan)cc > 3.0 lt (P) / 2.5 (D) 80 50 15 75cc < 1.5 lt 45 25 15 *2) 15 10 *5) 101.5 lt < cc < 2.5 lt 45 25 15 *2) 15 10 *5) 202.5 lt < cc < 3.0 lt (P) 45 25 15 *2) 15 10 *5) 40
Mobil Penumpang <10 4 x 2 (Van)
cc > 3.0 lt (P) / 2.5 (D) 45 25 15 *2) 15 10 *5) 75cc < 1.5 lt 45 25 15 301.5 lt < cc < 3.0 lt (P) / 2.5 (D) 45 25 15 40
4 x 4 (Jeep / Van 4x4)
cc > 3.0 lt (P) / 2.5 (D) 45 25 15 755 ton < GVW < 24 ton (P/D) 40 25 5 *3) 15 10Mobil penumpang > 10
(Bus) GVW > 24 ton (P/D) 5 5 5 *3) 15 10GVW < 5 ton(P/D) 45 25 15 *2) 15 10 *5) 0GVW 5 -24 ton (P/D) 40 25 5 *3) 15 10 *4) 0Trucks / Pick UpGVW > 24 ton (P/D) 10 5 5 *3) 0
Double Cab. 4x4 / 4x2(Passenger > 3)
GVW < 5 ton (P/D) doublecabin, all cc
45 25 5 *3) 15 10 *5) 20
cc < 250 35 25 15 0250 < cc < 500 60 25 15 60Sepeda Motorcc > 500 60 25 15 75
Sumber: IATDK Depperin, 2007Catatan :* Unit (CKD, CBU, IKD) 2004 berdasarkan Kep. Menteri Keuangan RI N0.: 465/KMK/K.01/2003 (20 Oktober 2003)
IV-14
* PPnBM tahun 2004 berdasarkan PP No. 43/2003 (31 Juli 2003)* P = Petrol D = Diesel* Blank material = 5%*1) Exluding engine*2) Excluding body & chassis, engine, transmission, drive axle*3) Excluding body & chassis, engine*4) For engine, transmission, drive axle* Assy/BD (Breakdown)
Melalui kebijakan yang ada saat ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi
untuk melepaskan diri dari apa yang dikatakan bahwa indusri ini harganya mahal,
daya saing rendah, pemakan devisa, dan seterusnya. Upaya mendorong ekspor di
lain pihak membawa konsekuensi pasar dalam negeri juga harus terbuka bagi
produk dari luar. Dalam hal ini, yang menjadi ukuran adalah kemampuan bersaing
dalam mutu, harga dan pelayanan serta kepuasan konsumen. Berikut ini adalah
tabel perbandingan industri otomotif Thailand dengan Indonesia untuk
mengetahui posisi industri otomotif nasional (Tabel IV.3).
Tabel IV.3. Perbandingan industri otomotif Thailand dengan IndonesiaNegara Thailand Indonesia
Jumlah industri perakit (buah) 15 20Jumlah industri komponen (buah) 1.709 + 600Kapasitas terpasang tahun 2005 (unit/tahun) 1.400.000 855.000Utilisasi kapasitas terpasang tahun 2005 (%) 81 59Pasar domestik tahun 2005 (unit) 703.000 533.917Volume ekspor KBM tahun 2005 (unit) 440.000 18.112Nilai ekspor komponen tahun 2005 (USD) 5.450.000.000 1.482.714.000Kandungan lokal (%) 70-90 30
Sumber: IATDK Depperin, 2007
IV-15
KETERANGAN
1. KETENTUAN TENTANG: CKD
ATPM ASSEMBLER
2. KETENTUAN TENTANG: IMPOR CBU IMPOR CKD PEMISAHAN SEDAN-NIAGA
3. SK 307: PENGGUNAAN KOMPONEN LOKAL LARANGAN IMPOR CBU
4. SK 167: PEMBENTUKAN PANTAP INTERDEP
5. SK 178: PENEGASAN BERLAKUNYA SK 307
6. SK 349: PEMBATASAN MERK/TYPE
7. – PEMBUBARAN PANTAP INTERDEP-- PEMBATASAN MERK/TYPE TIDAK BERLAKU
8. SK 371: KEHARUSAN PENGGUNAAN KANDUNGAN
LOKAL (PENDALAMAN)
9. SK 34: PENJADWALAN KEMBALI KANDUNGAN
LOKAL SISTEM PENALTI
10. SK 114: PENGHITUNGAN KANDUNGAN LOKAL INSENTIF KANDUNGAN LOKAL
DEREGULASI: INVESTIGASI INVESTASI IMPOR CBU PENURUNAN TARIF
11. DEREGULASI: PENURUNAN TARIF
12. INPRES 2: MOBNAS
13. PP 36: INTENSIF TAMBAHAN ATAS KANDUNGAN
LOKAL
14. DEREGULASI 1999
Gambar IV.4. Kebijakan industri otomotif 1969-1999 (Sargo, 2004)
IV-16
IV.1.3 Ramalan Perkembangan Pasar Otomotif Dalam Negeri
Meskipun sangat banyak faktor yang mempengaruhi pasar otomotif dan sangat
rentan dengan pengaruh ekonomi makro, stabilitas politik dan sosial, tetapi
berdasarkan data yang lalu dapat dilakukan forecasting (Gambar IV.5).
Ramalan Perkembangan Pasar Otomotif Dalam Negeri
261
170211
322379
332387
5894
301 299 318354
483530
500
570620
700750
0
100
200
300
400
500
600
700
800
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tahun
Uni
tPen
jual
an(x
1000
)
Gambar IV.5. Ramalan perkembangan pasar otomotif dalam negeri(Disperindag Jabar, 2006)
IV-17
IV.1.4 Struktur Industri Kendaraan Bermotor
Tumbuhnya pemasok industri kendaraan bermotor akan mempengaruhi struktur
industri, dimana pada industri kendaraan bermotor diatur menjadi 4 strata. Strata
pertama akan membuat dan menyediakan komponen secara langsung ke perakitan
mobil. Strata kedua akan menghasilkan sebagian part yang lebih sederhana yang
tercakup di suatu komponen yang tercakup dalam strata pertama. Strata ketiga dan
keempat pada umumnya menyediakan bahan baku. Gambaran struktur industri
kendaraan bermotor dapat dilihat pada Gambar IV.6.
Gambar IV.6. Struktur industri kendaraan bermotor (IATDK Depperin, 2007)
7 1
67 43
3 15
PMA PMDN
77 59
8
110
18
Anggota Giamm
Car/Motorcycle maker
Tier 1-2
Tier 3-4
TOTAL
136
IV-18
Berikut adalah jenis-jenis komponen berdasarkan tier.
TIER 1 – 2
• Engine Assy :
Engine Block/Cover; Crank/Cam Shaft; Connecting Rod; Piston Assy;
Bearing; Valve; Fly Wheel; Water/Oil/Fuel Pump; Air Cleaner; Oil/Fuel
Filter; Spark Plug; Silent Chain; Pulley; V-Belt; Gasket; Starter;
Alternator; Brackets etc.
• Body
Side/Floor/Roof/Door panel; Door Frame; Bracket; Hinge etc.
• Chassis
Main Frame; cross Member; Brackets
• Clutch & Transmission
- Clutch Cover/Facing/Disc etc
- Transmission Case; Gears; Shaft; Bearing etc
• Propeller Shafts & Axle
- Propeller shaft; Universal Joint; Axle Cover; Gears; Bearing etc
• Suspension System
- Shock Absorber; Coil/Rear Spring; Wheel; Tire; Strut Bar etc
• Steering System
- Steering wheel/Column; Tie Rod; Bearing etc
• Exhaust System
- Exhaust Pipe; Silencer/Muffler
• Brake System
- Brake Drum/Disc; Brake Shoe/Pad; Tube; Valve; Control Cable
• Electrical/Electronic
- Wiring Harness; Battery; Switch/Relay/ Flasher; Lamp; Horn; Ignition
Coil; High Tension cable; Alternator; Starter; engine Control Unit; ABS
etc
• Cooling System
IV-19
- Radiator; Hose; Water Pump; Brackets etc
• Air Conditioner
- Evaporator; Cooling Unit; Compressor; Accumulator Dryer; Hose &
Pipe; Brackets; Oil Valve; Control Units etc
• Interior
- Sheet; Dashboard; Safety Belt; Safety Glass; Floor Mat etc
Tier 2 – 3
• Al/Fe/Steel Casting
• Steel Forging
• Bearing
• Bolt & Nut
• Friction Material
• Bearing
• Oil Seal
• Gasket
• etc
Tier 3 – 4
• Tooling
- Mold; Dies; Jig & Fixture; Tool Holder/Bit
• Steel & Alloy
- Sheet; Strip; Wire
• Alumunium & Al Alloy
- Ingots; Strip; Sheets
• Cu & Alloy
- Strip; Sheets; Wire
• Nickel Ni
• Glass
IV-20
• Timbal Pb
• Seng Zn
• Timah Putih Sn
• Plastic
- PE; PP; PA; ABS etc
• Rubber
- Natural; Synthetic Silicon etc
IV.2 Pengembangan Model
Pengembangan model digunakan untuk mengetahui lebih baik sistem yang menjadi
pusat kajian oleh pembuat model. Pengetahuan tentang berjalannya sistem yang
akan dimodelkan, digambarkan dalam dua diagram yaitu diagram sub sistem dan
diagram hubungan kausal.
IV.2.1 Diagram Sub Sistem
Model dibangun berdasarkan pada sistem industri dan struktur industri kendaraan
bermotor (Gambar IV.1 dan Gambar IV.6). Model yang dibangun terdiri dari tujuh
buah sub sistem yang saling berkaitan yaitu sub sistem industri komponen
otomotif, sub sistem bahan baku, sub sistem tenaga kerja, sub sistem permintaan
pasar domestik, sub sistem permintaan pasar ekspor, sub sistem pemerintah, dan
sub sistem impor. Untuk lebih jelas mengenai keterkaitannya dapat dilihat pada
Gambar IV.7 di bawah ini.
IV-21
Gambar IV.7. Diagram sub sistem industri komponen otomotif
IV-22
Pada diagram sub sistem di atas, sub sistem industri komponen otomotif terdiri dari
tier 1-2, tier 2-3 dan tier 3-4, dimana hasil produksi yang dihasilkan dari industri
komponen otomotif dibagi menurut klasifikasi namun dalam alirannya, klasifikasi
di atas dilakukan agregat dalam perhitungannya. Dalam memproduksi, industri
komponen otomotif memerlukan bahan baku dimana pengadaannya berasal dari
lokal dan impor, barang kapital dan tenaga kerja diperlukan untuk melakukan
transformasi dari input menjadi output. Aliran hasil produksi yang dihasilkan
industri komponen otomotif terbagi menjadi dua yaitu permintaan pasar domestik
dan permintaan pasar ekspor. Sedangkan aliran impor secara fisik dapat berupa
bahan baku maupun produk jadi baik di pasar domestik dan pasar ekspor.
Sedangkan peran pemerintah di sini adalah membina, mengawasi dan
mengendalikan dalam hal yang berhubungan dengan perekonomian makro. Untuk
lebih jelasnya mengenai aliran dapat dilihat pada Tabel IV.4 di bawah ini.
Tabel IV.4. From to chart aliran pada diagram sub sistem
IV-23
Sub sistem industri komponen otomotif
Sub sistem industri komponen menggambarkan penyediaan barang komoditi (tier
1-2, tier 2-3 dan tier 3-4) ke sub sistem permintaan pasar domestik dan permintaan
pasar ekspor. Sub sistem industri komponen juga menyediakan barang dan jasa
bagi pemerintah yang direpresentasikan dalam pengeluaran pemerintah. Sub sistem
industri komponen harus membayar retribusi kepada pemerintah berupa pajak
maupun tingkat tarif yang telah ditetapkan.
Sub sistem industri komponen otomotif memerlukan barang kapital yang
menggambarkan investasi para penanam modal untuk membeli barang dan
peralatan modal yang diperlukan untuk berproduksi. Pada tesis ini, investasi kapital
diasumsikan hanya dipengaruh oleh ekspektasi profit industri dalam jangka
panjang.
Sub sistem bahan baku
Sub sistem bahan baku menggambarkan input berupa bahan mentah yang
diperlukan oleh produksi yang kemudian diolah menjadi barang setengah jadi dan
produk jadi. Pengadaan bahan baku untuk membuat komponen dilakukan secara
lokal dan impor.
Sub sistem tenaga kerja
Sub sistem tenaga kerja menggambarkan penyediaan tenaga kerja bagi industri
komponen otomotif. Sub sistem tenaga kerja juga menggambarkan ketersediaan
kesempatan kerja yang ditawarkan oleh industri komponen otomotif.
Sub sistem permintaan pasar domestik
Sub sistem permintaan pasar domestik akan membeli barang konsumsi yang
dihasilkan oleh sub sistem industri komponen otomotif. Dalam sub sistem ini juga
digambarkan mekanisme pembentukan harga yang dipengaruhi oleh mekanisme
permintaan dan penawaran.
IV-24
Sub sistem permintaan pasar ekspor
Sub sistem permintaan pasar ekspor akan membeli barang konsumsi yang
dihasilkan sub sistem industri komponen otomotif. Dalam sub sistem ini juga
digambarkan mekanisme pembentukan harga yang dipengaruhi oleh mekanisme
permintaan dan penawaran.
Sub sistem pemerintah
Sub sistem pemerintah menggambarkan sebagai pengawas, pengendali, pemberi
pengarahan, pembina serta pengambil kebijakan dalam mekanisme ekonomi
makro. Pemerintah berperan dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayar
oleh sektor produksi dan masyarakat serta tingkat tarif dalam perdagangan
internasional. Sub sistem pemerintah juga menggambarkan mekanisme
pembentukan produk domestik bruto.
Sub sistem impor
Sub sistem impor menggambarkan mekanisme impor barang konsumsi, mengingat
sistem yang ditinjau berada dalam sistem perekonomian terbuka. Pasar luar negeri
melakukan pemesanan atas produk dalam negeri dan sebaliknya pasar domestik
juga melakukan pemesanan produk impor yang dihasilkan negara lain.
IV-25
IV.2.2 Diagram Hubungan Kausal
IV.2.2.1 Sub Sistem Industri Komponen Otomotif
Tingkat permintaankonsumen OEM &
AM
Kebutuhanproduksi Tier
1234
Kebutuhankapasitas
produksi Tier1234
Gap kapasitasTier 1234
Investasi kapitalTier 1234
Kapasitasterpasang
produksi Tier1234
Tingkat produksiTier 1234
Output industriTier 1234
Persediaanproduk jadiTier 1234
Pengirimanproduk jadiTier 1234
Tingkat permintaandomestik OEM & AM
Tingkat permintaanekspor OEM & AM
Persediaanbahan baku
Produktivitastenaga kerja
B-1
B-2
Sub sistempermintaan pasar
domestik
Sub sistempermintaan pasar
ekspor
Sub sistembahan baku
Sub sistemtenaga kerja
+
+
+
+
+
+
+
+
++
+
+
+
-
-
-
Gambar IV.8. Diagram hubungan kausal sub sistem industri komponen otomotif
Sub sistem industri komponen dibangun untuk memodelkan interaksi antara sistem
industri dengan permintaan pasar. Industri menerjemahkan permintaan konsumen
baik domestik maupun ekspor yang berasal dari OEM (Original Equipment
manufacturing) dan AM (After Market) menjadi kebutuhan produksi tier 1234.
Adanya kebutuhan produksi tier 1234 ini akan menimbulkan kebutuhan terhadap
kapasitas produksi yang ditentukan oleh ketersediaan barang kapital, tenaga kerja
dan bahan baku. Jika kebutuhan produksi tier 1234 melebihi kapasitas produksi
dari barang kapital, maka akan timbul gap kapasitas. Gap ini akan disesuaikan
dengan investasi kapital sehingga kapasitas produksi sama dengan kebutuhan
produksi tier 1234 (loop B-2).
Peningkatan kapasitas produksi akan meningkatkan tingkat produksi yang
dilakukan oleh industri. Output produksi yang diklasifikasikan dalam tier 1234
IV-26
kemudian disimpan dalam persediaan produk jadi untuk selanjutnya dilakukan
pengiriman ke pasar berdasarkan permintaan pasar. Tingkat pengiriman yang
dilakukan akan mengurangi produk jadi sehingga menimbulkan kebutuhan
produksi untuk menyeimbangkan gap permintaan dan penawaran (loop B-1).
Barang Kapital Industri Komponen Otomotif
Gambar IV.9. Diagram hubungan kausal barang kapitalindustri komponen otomotif
Barang kapital menggambarkan mekanisme pengadaan barang kapital sebagai
realisasi investasi. Dimana kebutuhan kapital dapat diketahui melalui kebutuhan
kapasitas tier 1234 kemudian menjadi kebutuhan kapital tier 1234. Penambahan
barang kapital tier 1234 terjadi karena penyusutan akan kapasitas produksi yang
disebut depresiasi. Penambahan kapasitas akan terjadi apabila kapital terpasang
lebih kecil dari kebutuhan kapital yang menyebabkan timbulnya gap kapital.
IV-27
Terpenuhinya investasi berpengaruh positif terhadap kapital terpasang sebagai
penyeimbang akan gap kapital (loop B-3). Peningkatan kapital terpasang berarti
kapasitas terpasang juga meningkat sehingga dapat mendorong output industri.
IV.2.2.2. Sub Sistem Bahan Baku
Kebutuhan bahanbaku tier 1234
Gap bahan bakutier 1234
Tingkat pemesananbahan baku tier
1234
Persediaanbahan baku
tier 1234
Tingkat produksiaktual tier 1234
Kebutuhanproduksi tier 1234
Output industritier 1234
Kapasitasterpasang
Output potensialtenaga kerja
+
+
+
+
+
+
+
+
-
Sub sistemtenaga kerja
Sub sistem industrikomponen otomotif
B-4
Gambar IV.10. Diagram hubungan kausal sub sistem bahan baku
Sub sistem ini menguraikan pengadaan bahan baku tier 1234 bagi kebutuhan
produksi industri komponen otomotif. Mekanisme yang terjadi pada sub sistem
bahan baku tier 1234 adalah kebutuhan atas bahan baku tier 1234 yang timbul
sebagai tanggapan akan adanya kebutuhan produksi tier 1234. Kebutuhan produksi
IV-28
itu dikonversikan menjadi kebutuhan bahan baku melalui rasio input-output.
Kebutuhan bahan baku tier 1234 untuk kegiatan produksi ini akan dibandingkan
dengan persediaan bahan baku yang ada di industri. Jika persediaan bahan baku
lebih kecil daripada kebutuhannya, industri akan melakukan pemesanan bahan
baku, baik bahan baku domestik maupun impor, untuk menutupi gap bahan baku
(loop B-4). Tingkat ketersediaan bahan baku ini akan mempengaruhi tingkat
produksi yang mungkin dilakukan oleh industri.
IV.2.2.3 Sub Sistem Tenaga Kerja
Gambar IV.11. Diagram hubungan kausal sub sistem tenaga kerja
Sub sistem tenaga kerja menggambarkan mekanisme yang terjadi dalam penciptaan
lapangan kerja, perekrutan, pelatihan, pemberhentian tenaga kerja serta pengaruh
IV-29
yang diberikan oleh kapabilitas tenaga kerja terhadap tingkat produksi yang
mampu dilakukan oleh industri. Kemampuan tenaga kerja dicerminkan oleh tingkat
ketrampilan kerja yang direprentasikan oleh variabel produktivitas tenaga kerja.
Kebutuhan produksi akan mendorong penambahan kapital untuk meningkatkan
kapasitas terpasangnya. Selanjutnya, penambahan kapital akan mendorong akan
kebutuhan tenaga kerja dibandingkan dengan tenaga kerja yang tersedia. Jika
kebutuhan tenaga kerja lebih besar dari pada tenaga kerja tersedia maka akan
timbul gap tenaga kerja yang mengakibatkan adanya penyerapan tenaga kerja dan
sebaliknya (loop B-5). Tenaga kerja tersedia yang diserap industri berasal dari
angkatan kerja nasional yang tersedia yang akan menghasilkan output potensial
tenaga kerja yang dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja. Output dari tenaga
kerja juga dipengaruhi oleh kapasitas terpasang menjadi output yang berasal dari
tenaga kerja dan kapital untuk mendorong output industri.
IV.2.2.4 Sub Sistem Permintaan Pasar Domestik
Tingkatpermintaan
domestik dariOEM & AM
Kebutuhanproduksi
domestik dariOEM & AM
Kebutuhanproduksi tier 1234
Kapasitasproduksi tier 1234
Output industri :tier 1234
Output industriuntuk konsumsi
domestik :tier 1234
Persediaanproduk jadidomestik :Tier 1234
Harga produk jadidomestik
Tingkatattractiveness
produk domestik :Tier 1234
Tingkatpengiriman
produk domestik :Tier 1234
Ketersediaanproduk di pasar
domestik :Tier 1234
+ + +
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
Sub sistem industrikomponen otomotif
R-1
R-2
B-6
-
Penyediaan bahanbaku substitusi
impor
Efisiensikegiatanindustri
--
Market share
Ukuran pasardomestik
+
Gambar IV.12. Diagram hubungan kausal sub sistem permintaan pasar domestik
IV-30
Sub sistem permintaan pasar domestik terdiri dari tiga buah loop. Dua loop positif
(R-1 & R-2) menggambarkan mekanisme market clearing dimana pertemuan
antara permintaan pasar dan tingkat penawaran oleh industri akan menentukan
harga produk. Sedangkan satu buah loop negatif (B-6) menggambarkan kegiatan
produksi pasar domestik sebagai tanggapan atas tingkat permintaan pasar domestik
ke industri.
Tingkat permintaan pasar domestik ditentukan oleh besarnya tingkat attractiveness
produk domestik. Tingkat attractiveness produk domestik dipengaruhi oleh harga
dan ketersediaan produk jadi di pasar domestik. Sementara itu, harga produk
dibentuk oleh mekanisme penawaran seperti efisiensi pemakaian bahan baku,
efisiensi kegiatan industri dan permintaan yang terjadi. Mekanisme ini
direpresentasikan oleh persediaan produk jadi dan tingkat permintaan pasar.
Permintaan pasar dan harga berbanding lurus sedangkan penawaran industri
berbanding terbalik dengan harga. Harga produk dan ketersediaan produk di
pasaran akan menentukan tingkat permintaan yang kemudian akan mendorong
kebutuhan produksi. Tingkat produksi yang dilakukan akan meningkatkan
persediaan produk jadi di industri yang berarti penawaran meningkat dan
selanjutnya mekanisme penentu tingkat attractiveness produk akan terbentuk.
Mekanisme tersebut digambarkan pada loop R-1 dan R-2. Jika penawaran industri
lebih besar daripada permintaan pasar, maka industri akan mengurangi tingkat
produksinya (loop B-6) dan mekanisme penawaran dan permintaan yang baru akan
terbentuk.
IV-31
IV.2.2.5 Sub Sistem Permintaan Pasar Ekspor
Gambar IV.13. Diagram hubungan kausal sub sistem permintaan pasar ekspor
Sub sistem permintaan pasar ekspor terdiri dari tiga buah loop. Dua loop positif (R-
3 & R-4) menggambarkan mekanisme market clearing dimana pertemuan antara
permintaan pasar dan tingkat penawaran oleh industri seperti efisiensi bahan baku,
efisiensi kegiatan industri yang akan menentukan harga produk. Sedangkan satu
buah loop negatif (B-7) menggambarkan kegiatan produksi pasar domestik sebagai
tanggapan atas tingkat permintaan pasar ekspor ke industri.
Tingkat permintaan pasar ekspor ditentukan oleh besarnya tingkat attractiveness
produk ekspor. Tingkat attractiveness produk ekspor dipengaruhi oleh harga dan
IV-32
ketersediaan produk jadi di pasar ekspor. Sementara itu, harga produk dibentuk
oleh mekanisme penawaran dan permintaan yang terjadi. Mekanisme ini
direpresentasikan oleh persediaan produk jadi dan tingkat permintaan pasar.
Permintaan pasar dan harga berbanding lurus sedangkan penawaran industri
berbanding terbalik dengan harga. Harga produk dan ketersediaan produk di
pasaran akan menentukan tingkat permintaan yang kemudian akan mendorong
kebutuhan produksi. Tingkat produksi yang dilakukan akan meningkatkan
persediaan produk jadi di industri yang berarti penawaran meningkat dan
selanjutnya mekanisme penentu tingkat attractiveness produk akan terbentuk.
Mekanisme tersebut digambarkan pada loop R-1 dan R-2. Jika penawaran industri
lebih besar daripada permintaan pasar, maka industri akan mengurangi tingkat
produksinya (loop B-7) dan mekanisme penawaran dan permintaan yang baru akan
terbentuk. Adapun negara tujuan ekspor seperti Thailand, Malaysia, Filiphina,
Singapura, Australia, Amerika, Jepang, dan lain-lain. Sedangkan produk yang
diekspor seperti crank case, piston ring, crank shaft, cylinder liner, dan lain-lain.
IV.2.2.6 Sub Sistem Pemerintah
Gambar IV.14. Diagram hubungan kausal sub sistem pemerintah
IV-33
Sub sistem pemerintah menggambarkan mekanisme pembentuk produk domestik
bruto. Produk domestik bruto Indonesia dibentuk oleh beberapa komponen, yaitu
pengeluaran pemerintah, ekspor netto, konsumsi masyarakat dan investasi nasional.
Pemerintah juga menetapkan kebijakan dalam bentuk tarif perdagangan
internasional (bea masuk barang impor dan bea ekspor) serta tingkat pajak.
Pengeluaran pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi nasional, dan ekspor akan
meningkatkan permintaan agregat dan impor akan mengurangi permintaan agregat.
Permintaan agregat akan mempengaruhi besarnya produk domestik bruto yang
kemudian akan mempengaruhi tingkat impor (loop B-8) dan tingkat pendapatan
disposible. Besarnya tingkat pendapatan disposible ditentukan oleh besarnya PDB
dan pajak pendapatan. Besarnya pendapatan disposible akan mendorong daya
konsumsi masyarakat (loop R-5).
IV.2.2.7 Sub Sistem Impor
Permintaandomestik
Tingkatpengirimandomestik
Permintaandomestik tidak
terpenuhiTingkat impor
Neracaperdagangan
Tingkat eksporTingkat
pengirimanekspor
+
-
+
+
+
-
B-9-
Sub sistempermintaan domestik
Sub sistempermintaan ekspor
Permintaanproduk lokal
Permintaanproduk impor
+
+
Tarif impor
-
Gambar IV.15. Diagram hubungan kausal sub sistem impor
IV-34
Sub sistem impor menggambarkan mekanisme timbulnya tingkat impor yang
diakibatkan oleh tidak terpenuhinya permintaan pasar domestik. Besarnya tingkat
impor dipengaruhi oleh persaingan harga antara harga produk domestik dan harga
produk impor yang ada di pasar yang akan mempengaruhi pada jumlah permintaan.
Jika harga produk impor lebih murah dari harga produk domestik maka permintaan
akan impor akan bertambah dan jumlah permintaan pasar domestik akan menurun,
dan sebaliknya. Adapun negara asal impor seperti Thailand, Australia, Singapura,
Amerika, Jepang, German. Produk yang diimpor seperti piston, crank shaft, crank
case cover, cylinder head, ignition coil, dan lain-lain.
IV.3 Formulasi Model
Konseptualisasi sistem yang telah digambarkan dalam diagram sub sistem dan
diagram hubungan kausal kemudian akan dikonversikan ke dalam persamaan
matematis yang selanjutnya dilakukan simulasi komputer. Konstruksi persamaan
matematis didasarkan pada diagram alir. Pada tesis ini, konstruksi program
komputer dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Powersim Constructor
version 2.5d.
IV.3.1 Sub Sistem Industri Komponen Otomotif
Nilai output industri adalah keluaran yang dihasilkan dari proses kegiatan industri
yang berupa barang yang dihasilkan. Dalam model ini, nilai output industri
dihitung dari keluaran proses produksi yang berupa barang yang dihasilkan. Nilai
output industri ditentukan oleh tingkat produksi yang dilakukan oleh industri.
nilai output industri
aux OutputInds = LjProdSlsi
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]LjProdSlsi : tingkat produksi [rupiah per tahun]
IV-35
Tingkat produksi dinyatakan dengan delay. Asumsi delay orde 3 pada variabel
tingkat produksi digunakan untuk menggambarkan distribusi proses produksi
selama waktu siklus manufaktur yang diasumsikan selama 0,5 tahun. Waktu siklus
manufaktur merupakan rata-rata delay sejak mulai produksi hingga penyelesaian
dimana produk siap dikirim ke pasar.
tingkat produksi
aux LjProdSlsi = DELAYMTR(LjProdInds, WktSkls, 3)const WktSkls = 0,5 tahun
LjProdSlsi : tingkat produksi [rupiah per tahun]LjProdInds : tingkat produksi aktual [rupiah per tahun]WktSkls : waktu siklus manufaktur [tahun]
Tingkat produksi aktual merupakan tingkat produksi yang mungkin dilakukan oleh
industri dengan melihat pengaruh ketersediaan bahan baku untuk keperluan proses
produksi.
tingkat produksi aktual
aux LjProdInds = RtProdPos*EfkMat
LjProdInds : tingkat produksi aktual [rupiah per tahun]RtProdPos : tingkat produksi yang mungkin
dilakukan[rupiah per tahun]
EfkMat : pengaruh persediaan bahan baku padatingkat produksi
[tanpa satuan]
Tingkat produksi yang mungkin dilakukan merupakan fungsi dari kapasitas
produksi yang dihitung berdasarkan output potensial dari kapasitas terpasang
dengan melihat pengaruh ketersediaan tenaga kerja yang mengoperasikan kapital
tersebut.
tingkat produksi yang mungkin dilakukan
aux RtProdPos = Output_Kpsts_TK
IV-36
RtProdPos : tingkat produksi yang mungkindilakukan
[rupiah per tahun]
Output_Kpsts_TK : output potensial produksi darikapasitas dan tenaga kerja
[rupiah per tahun]
output potensial produksi dari kapasitas dan tenaga kerja
aux Output_Kpsts_TK = PotOutKpsts*EfkTK
Output_Kpsts_TK : output potensial produksi darikapasitas dan tenaga kerja
[rupiah per tahun]
PotOutKpsts : output potensial produksi darikapasitas
[rupiah per tahun]
EfkTK : pengaruh ketersediaan tenaga kerjapada tingkat produksi
[tanpa satuan]
Kegiatan produksi dilakukan sebagai tanggapan akan produksi yang diharapkan.
Tingkat produksi yang diharapkan ditentukan oleh koreksi tingkat produksi yang
diharapkan ditambah penyesuaian gap produk setengah jadi. Produksi yang
diharapkan ditentukan oleh permintaan pasar ditambah penyesuaian gap persediaan
produk jadi.
tingkat produksi yang diharapkan
aux KorTkRcnProd = MAX(0,TkRcnProd)aux TkRcnProd = KorRcnProd+AdjWIP
KorTkRcnProd : koreksi tingkat produksi yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
TkRcnProd : tingkat produksi yang diharapkan [rupiah per tahun]KorRcnProd : koreksi produksi yang diharapkan [rupiah per tahun]AdjWIP : penyesuaian gap produk setengah jadi [rupiah per tahun]
produksi yang diharapkan
aux KorRcnProd = MAX(0,RcnProd)aux RcnProd = PrmlnPrmtn+AdjPersdPrdkJd
KorRcnProd : koreksi produksi yang diharapkan [rupiah per tahun]RcnProd : produksi yang diharapkan [rupiah per tahun]PrmlnPrmtn : peramalan permintaan pasar [rupiah per tahun]AdjPersdPrdkJd : penyesuaian gap persediaan produk jadi [rupiah per tahun]
IV-37
Penyesuaian gap produk setengah jadi dilakukan untuk menjamin agar produk
dalam proses selalu berada pada level yang diharapkan sehingga mampu
menghasilkan produk jadi pada waktu yang diinginkan dan dikirim ke pasar sesuai
dengan permintaan. Penyesuaian gap dilakukan jika terjadi perbedaan antara
produk setengah jadi yang diharapkan dengan produk setengah jadi saat sekarang
selama waktu penyesuaian gap produk setengah jadi.
penyesuaian gap produk setengah jadi
aux AdjWIP = (RcnWIP-WIP)/WktAdjWIPconst WktAdjWIP = 0,5 tahun
AdjWIP : penyesuaian gap produk setengah jadi [rupiah per tahun]RcnWIP : produk setengah jadi yang diharapkan [rupiah]WIP : produk setengah jadi [rupiah]WktAdjWIP : waktu penyesuaian gap produk
setengah jadi[tahun]
Untuk menghasilkan output yang diinginkan, selama waktu siklus manufaktur
industri harus memiliki sejumlah produk setengah jadi. Material selama waktu
siklus manufaktur berada dalam level produk setengah jadi (work in process), yang
berarti material tersebut masih menjalani beberapa proses produksi. Produk
setengah jadi yang diharapkan ditentukan oleh produksi yang diharapkan dikalikan
dengan waktu siklus manufaktur.
produk setengah jadi
flow WIP = +dt*LjProdInds-dt*LjProdSlsiinit WIP = RcnWIP
WIP : produk setengah jadi [rupiah]LjProdInds : tingkat produksi aktual [rupiah per tahun]LjProdSlsi : tingkat produksi [rupiah per tahun]RcnWIP : produk setengah jadi yang diharapkan [rupiah]
produk setengah jadi yang diharapkan
aux RcnWIP = KorRcnProd* WktSkls
RcnWIP : produk setengah jadi yang diharapkan [rupiah]
IV-38
KorRcnProd : produksi yang diharapkan [rupiah per tahun]WktSkls : waktu siklus manufaktur [tahun]
Peramalan permintaan pasar dilakukan dengan menggunakan first-order
exponential smoothing dari total tingkat permintaan pasar. Smoothing merupakan
pemodelan yang realistis untuk digunakan pada proses peramalan (Sterman, 2000).
Total permintaan pasar dihitung berdasarkan permintaan pasar domestik dan
permintaan pasar ekspor.
peramalan permintaan pasar
flow PrmlnPrmtn = +dt*LjPrbhnPrmtninit PrmlnPrmtn = TotPrmtn
PrmlnPrmtn : peramalan permintaan pasar [rupiah per tahun]LjPrbhnPrmtn : perubahan tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun
per tahun]TotPrmtn : total tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun]
total tingkat permintaan pasar
aux TotPrmtn = PrmtnDom+PrmtnEksp
TotPrmtn : total tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun]PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]
Perubahan tingkat permintaan pasar merupakan selisih total tingkat permintaan
pasar dengan peramalan permintaan pasar. Perubahan ini dihitung selama waktu
yang diperlukan oleh industri untuk merata-ratakan tingkat permintaan pasar yang
diasumsikan selama 0,5 tahun.
perubahan tingkat permintaan pasar
aux LjPrbhnPrmtn = (TotPrmtn-PrmlnPrmtn)/WktRtPrmtnconst WktRtPrmtn = 0,5 tahun
LjPrbhnPrmtn : perubahan tingkat permintaan pasar [tahun]TotPrmtn : total tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun]PrmlnPrmtn : peramalan permintaan pasar [rupiah per tahun]WktRtPrmtn : waktu merata-ratakan tingkat [tahun]
IV-39
permintaan konsumen
Penyesuaian gap persediaan produk jadi dilakukan agar persediaan produk jadi
selalu berada pada level yang diharapkan. Penyesuaian dilakukan jika terjadi
perbedaan antara persediaan produk jadi yang diharapkan dengan persediaan
produk jadi saat sekarang selama waktu penyesuaian gap persediaan produk jadi.
Waktu penyesuaian gap persediaan produk jadi pada model ini diasumsikan selama
0,5 tahun.
penyesuaian gap persediaan produk jadi
aux AdjPersdPrdkJd = (RcnPersd-PersdPrdkJd)/WktAdjPersdPrdkJdconst WktAdjPersdPrdkJd = 0,5 tahun
AdjPersdPrdkJd : penyesuaian gap persediaan produkjadi
[rupiah per tahun]
RcnPersd : persediaan produk jadi yangdiharapkan
[rupiah]
PersdPrdkJd : persediaan produk jadi [rupiah]WktAdjPersdPrdkJd : waktu penyesuaian gap persediaan
produk jadi[tahun]
Persediaan produk jadi yang diharapkan ditentukan oleh peramalan permintaan
pasar dikalikan referensi waktu cakupan persediaan produk jadi. Referensi waktu
cakupan persediaan produk jadi yang diharapkan oleh industri, yang dalam model
ini diasumsikan selama 0,5 tahun.
persediaan produk jadi yang diharapkan
aux RcnPersd = PrmlnPrmtn*WktCkpRefPersconst WktCkpRefPers = 0,5 tahun
RcnPersd : persediaan produk jadi yang diharapkan [rupiah]PrmlnPrmtn : Peramalan permintaan pasar [rupiah per tahun]WktCkpRefPers : referensi waktu cakupan persediaan
produk jadi[tahun]
Persediaan produk jadi merupakan penjumlahan antara persediaan produk jadi
untuk pasar domestik dengan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor.
IV-40
persediaan produk jadi
aux PersdPrdkJd = PersdPrdkJdDom+PersdPrdkJdEksp
PersdPrdkJd : persediaan produk jadi [rupiah]PersdPrdkJdDom : persediaan produk jadi untuk pasar
domestik[rupiah]
PersdPrdkJdEksp : persediaan produk jadi untuk pasar ekspor [rupiah]
Penentuan Biaya Produksi
Ekspektasi ongkos produksi dimodelkan dengan delay informasi orde pertama dari
ongkos produksi dengan asumsi waktu penyesuaian ekspektasi ongkos produksi
konstan selama 1 tahun. Waktu ini merupakan waktu yang diperlukan produsen
untuk membentuk persepsi mengenai ongkos produksi. Ongkos produksi dihitung
dari penjumlahan ongkos variabel dengan ongkos tetap.
ekspektasi ongkos produksi
aux EksptsBiyProd = DELAYINF(BiyUnit, WktAdjBiyProd)const WktAdjBiy = 1 tahun
EksptsBiyProd : ekspektasi ongkos produksi [rupiah per unit]BiyUnit : ongkos produksi total [rupiah per unit]WktAdjBiyProd : waktu penyesuaian ongkos produksi [tahun]
ongkos produksi total
aux BiyUnit = BiyVar+BiyTtpconst BiyTtp = INIT(HrgDsr-BiyVar)const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000}
BiyUnit : ongkos produksi total [rupiah per unit]BiyVar : ongkos variabel [rupiah per unit]BiyTtp : ongkos tetap [rupiah per unit]HrgDsr : harga dasar produk [rupiah per unit]
ekspektasi biaya variabel
aux EksptsBiyVar = DELAYINF(BiyVar, WktAdjEksptsBiyVar)const WktAdjEksptsBiyVar = 0,5 tahun
IV-41
EksptsBiyVar : ekspektasi ongkos variabel [rupiah per unit]BiyVar : ongkos variabel [rupiah per unit]WktAdjEksptsBiyVar : waktu penyesuaian ekspektasi
ongkos variabel[tahun]
Ongkos variabel merupakan penjumlahan ongkos bahan baku, baik bahan baku
domestik maupun impor, dan ongkos variabel lain. Ongkos bahan baku domestik
dinyatakan oleh besarnya perubahan ongkos bahan baku domestik yang
dipengaruhi oleh tingkat inflasi (Gambar IV.16) pada setiap tahunnya. Proporsi
ongkos variabel terhadap ongkos total sama dengan 0,88. Nilai proporsi ini
diperoleh dari rata-rata proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total tahun 2000-
2005.
ongkos variabel
aux BiyVar = BiyMatDom+BiyMatImp+PctBiyOutMat*HrgDsrconst PctBiyOutMat = 0,1 {Rata-rata ongkos variabel di luar bahan baku terhadap
ongkos total pada tahun 2000-2005}const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000}
BiyVar : ongkos variabel [rupiah per unit]BiyMatDom : ongkos bahan baku domestik [rupiah per unit]BiyMatImp : ongkos bahan baku impor [rupiah per unit]PctBiyOutMat : proporsi ongkos variabel di luar
bahan baku terhadap ongkos total[tanpa satuan]
HrgDsr : harga dasar produk [rupiah per unit]
ongkos bahan baku domestik
flow BiyMatDom = +dt*LJPrbhnBiyMatDominit BiyMatDom = InitBiyMat*(1-RtoMatImp)
BiyMatDom : ongkos bahan baku domestik [rupiah per unit]LJPrbhnBiyMatDom : perubahan ongkos bahan baku
domestik[rupiah per unitper tahun]
InitBiyMat : inisialisasi ongkos bahan baku [rupiah per unit]RtoMatImp : proporsi penggunaan bahan baku
impor[tanpa satuan]
IV-42
perubahan ongkos bahan baku domestik
aux LJPrbhnBiyMatDom = BiyMatDom*TkInfls
LJPrbhnBiyMatDom : perubahan ongkos bahan bakudomestik
[rupiah per unitper tahun]
BiyMatDom : ongkos bahan baku domestik [rupiah per unit]TkInfls : tingkat inflasi di Indonesia [per tahun]
Tingkat Inflasi di Indonesia
00.02
0.04
0.06
0.080.1
0.120.14
0.16
0.18
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
TkIn
fls[p
erta
hun]
TkInfls : Tingkat Inflasi [per tahun]
Gambar IV.16. Grafik tingkat inflasi di Indonesia
tingkat inflasi di Indonesia
aux TkInfls = GRAPH(TIME, 2000, 1, T_Infls)const T_Infls = [0.0833,0.1256,0.1003,0.0506,0.064,0.1711] {Inflasi pada tahun
2000-2005}dim T_Infls = (i=1..6)
TkInfls : tingkat inflasi di Indonesia [per tahun]T_Infls : tabel tingkat inflasi di Indonesia [per tahun]
inisialisasi ongkos bahan baku
aux InitBiyMat = HrgDsr*(InitPctBiyVar-PctBiyOutMat)const HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000}const InitPctBiyVar = 0,88 {Rata-rata proporsi Ongkos Variabel Terhadap
Ongkos Total pada Tahun 2000-2005}const PctBiyOutMat = 0,1 {Rata-rata ongkos variabel di luar bahan baku terhadap
ongkos total pada tahun 2000-2005}
IV-43
InitBiyMat : inisialisasi ongkos bahan baku [rupiah per unit]HrgDsr : harga dasar produk [rupiah per unit]InitPctBiyVar : inisialisasi proporsi ongkos variabel
terhadap ongkos total[tanpa satuan]
PctBiyOutMat : proporsi ongkos variabel di luarbahan baku terhadap ongkos total
[tanpa satuan]
Ongkos bahan baku impor dipengaruhi oleh proporsi penggunaan bahan baku
impor yang diperoleh dari rata-rata penggunaan bahan baku impor periode 2000-
2005 dan kurs rupiah.
ongkos bahan baku impor
aux BiyMatImp = InitBiyMat*RtoMatImp*KursMultiplierconst RtoMatImp = 0,45 {Rata-rata penggunaan bahan baku impor terhadap
ongkos variabel pada tahun 2000-2005}
BiyMatImp : ongkos bahan baku impor [rupiah per unit]InitBiyMat : inisialisasi ongkos bahan baku [rupiah per unit]RtoMatImp : proporsi penggunaan bahan baku
impor[tanpa satuan]
KursMultiplier : pengali nilai tukar rupiah terhadapdollar Amerika
[tanpa satuan]
Nilai Tukar
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tahun
Nil
ai
tuka
r[r
up
iah
terh
ada
pD
oll
ar]
Gambar IV.17. Grafik nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
IV-44
pengali nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika
aux KursMultiplier = Kurs/INIT(Kurs)aux Kurs = GRAPH(TIME, 2000, 1, [9595,10400,8940,8465,9290,9900])
KursMultiplier : pengali nilai tukar rupiah terhadapdollar Amerika
[tanpa satuan]
Kurs : nilai tukar rupiah terhadap dollarAmerika
[rupiah per dollar]
Barang Kapital Industri Komponen Otomotif
Dua karakteristik penting yang menjadi ukuran performansi pada barang kapital
adalah output potensial produksi dari kapasitas dan realisasi produksi terhadap
kapasitas terpasang. Output potensial dari kapasitas terpasang ditentukan oleh
kapasitas produksi dari kapital terpasang dikalikan dengan tingkat utilisasi
kapasitas. Sedangkan realisasi produksi terhadap kapasitas terpasang merupakan
rasio antara tingkat produksi dengan kapasitas produksi dari kapital.
output potensial produksi dari kapasitas
aux PotOutKpsts = KpstsProdKptl*UtilKpsts
PotOutKpsts : output potensial produksi dari kapasitas [rupiah per tahun]KpstsProdKptl : kapasitas produksi dari kapital
terpasang[rupiah per tahun]
UtilKpsts : tingkat utilisasi kapasitas [tanpa satuan]
prosentase realisasi produksi terhadap kapasitas terpasang
aux PctAktlProd = PCT(LjProdInds/KpstsProdKptl)
PctAktlProd : prosentase realisasi produksiterhadap kapasitas terpasang
[tanpa satuan]
LjProdInds : tingkat produksi [rupiah per tahun]KpstsProdKptl : kapasitas produksi dari kapital [rupiah per tahun]
Utilisasi kapasitas diformulasikan sebagai delay informasi orde pertama dari
indikasi utilisasi kapasitas berdasarkan ekspektasi profit dalam jangka pendek dan
schedule pressure. Formulasi dengan menggunakan delay didasari oleh alasan
IV-45
bahwa utilisasi tidak dapat diubah dengan segera. Diperlukan waktu bagi produsen
untuk untuk mengumpulkan data tentang ongkos dan profit. Meskipun data-data ini
telah tersedia, diperlukan waktu untuk membentuk persepsi mengenai profit.
Bahkan ketika produsen telah memutuskan tentang utilitas yang akan digunakan,
diperlukan waktu untuk mengimplementasikan keputusan tersebut. Waktu
penyesuaian utilisasi kapasitas merepresentasikan agregasi seluruh kegiatan mulai
dari pengumpulan data, pengambilan keputusan hingga implementasi keputusan
yang dalam model ini diasumsikan selama 0,5 tahun.
tingkat utilisasi kapasitas
aux UtilKpsts = DELAYINF(IndksUtilPrftSP, WktAdjUtilKpsts)const WktAdjUtilKpsts = 0,5 tahun
UtilKpsts : tingkat utilisasi kapasitas [tanpa satuan]IndksUtilPrftSP : indikasi tingkat utilisasi kapasitas
berdasar keuntungan[tanpa satuan]
WktAdjUtilKpsts : waktu penyesuaian utilitas kapasitas [tahun]
Indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek dan
schedule pressure ditentukan oleh indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar
keuntungan dan pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas
produksi. Indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan merupakan fungsi
non linear dari ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek.
indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek dan schedule
pressure
aux IndksUtilPrftSP = IndksUtilPrft*Efk_SP
IndksUtilPrftSP : indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasarkeuntungan jangka pendek dan schedulepressure
[tanpa satuan]
IndksUtilPrft : indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasarkeuntungan
[tanpa satuan]
Efk_SP : pengaruh schedule pressure produksi padautilisasi kapasitas produksi
[tanpa satuan]
IV-46
indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan
aux IndksUtilPrft = EfkPrftSTPdUtil
IndksUtilPrft : indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasarkeuntungan jangka pendek
[tanpa satuan]
EfkPrftSTPdUtil : pengaruh indikasi tingkat utilisasikapasitas berdasar keuntungan jangkapendek
[tanpa satuan]
Pengaruh profit jangka pendek pada utilisasi kapasitas dirumuskan sebagai fungsi
non linear dari ekspektasi profit jangka pendek. Fungsi non linear yang digunakan
pada model ini merupakan fungsi utilisasi untuk industri secara agregat. Dalam
kasus ini, akan terdapat distribusi antara produktivitas kapital dan ongkos produksi
dimana beberapa kapital dapat beroperasi lebih efisien daripada kapital yang lain.
Ekspektasi profit dalam jangka pendek pada persamaan merepresentasikan rata-rata
tingkat kepercayaan seluruh produsen dimana akan ada beberapa produsen yang
optimis sementara ada juga beberapa produsen yang merasa pesimis terhadap
ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek. Gambaran utilisasi industri
secara agregat dapat dilihat pada Gambar IV.18.
Pada saat ekspektasi profit dalam jangka pendek rendah, hanya industri yang
efisien dan produsen yang optimis yang akan mengoperasikan kapitalnya. Seiring
dengan meningkatnya ekspektasi profit dalam jangka pendek ini, akan lebih banyak
lagi produsen yang merasa optimis sehingga utilisasi kapasitas meningkat dan
mencapai saturasi ketika seluruh kapital yang ada telah dioperasikan.
IV-47
Indikasi Tingkat Utilisasi Kapasitas Berdasarkan KeuntunganJangka Pendek
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25 2.5 2.75 3 3.25 3.5 3.75 4 4.25 4.5 4.75 5
EksptsPrftST [tanpa satuan)
Efk
Prf
tST
PdU
til[
tan
pa
sat
uan
]
EfkPrftSTPdUtil : indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasarkeuntungan jangka pendek [tanpa satuan]
EksptsPrftST : ekspektasi keuntungan industri jangka pendek[tanpa satuan]
Gambar IV.18. Grafik indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntunganjangka pendek terhadap keuntungan jangka pendek
indikasi tingkat utilisasi kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek
aux EfkPrftSTPdUtil = GRAPH(EksptsPrftST, 0, 0.25, T_EfkPrftSTPdUtil)const T_EfkPrftSTPdUtil=
[0,0,0,0.05,0.5,0.68,0.75,0.8,0.84,0.87,0.9,0.93,0.96,0.985,0.995,0.995,1,1,1,1,1] {Sterman, 2000, hal.803}
dim T_EfkPrftSTPdUtil = (i = 1..21)
EfkPrftSTPdUtil : pengaruh keuntungan jangkapendek pada utilisasi kapasitas
[tanpa satuan]
EksptsPrftST : ekspektasi keuntungan industridalam jangka pendek
[tanpa satuan]
T_EfkPrftSTPdUtil : tabel pengaruh tingkat profitabilitasindustri
[tanpa satuan]
ekspektasi keuntungan industri dalam jangka pendek
aux EksptsPrftST = EksptsHrgST/EksptsBiyVar
EksptsPrftST : ekspektasi keuntungan industri dalamjangka pendek
[tanpa satuan]
IV-48
EksptsHrgST : ekspektasi harga dalam jangka pendek [rupiah per unit]EksptsBiyVar : ekspektasi biaya variabel [rupiah per unit]
Ekspektasi harga dalam jangka pendek dirumuskan sebagai delay informasi orde
pertama dari rata-rata harga produk di pasaran domestik maupun ekspor. Rata-rata
harga produk dihitung dengan memberi bobot pada harga produk berdasarkan
tingkat pengiriman produk ke masing-masing pasar, baik domestik maupun ekspor
dengan waktu penyesuaian ekspektasi harga sama dengan 1 tahun.
ekspektasi harga dalam jangka pendek
aux EksptsHrgST = DELAYINF(RtHrg, WktAdjHrgST)const WktAdjHrgST = 1 tahun
EksptsHrgST : ekspektasi harga dalam jangkapendek
[rupiah per unit]
RtHrg : Rata-rata harga produk [rupiah per unit]WktAdjHrgST : waktu penyesuaian ekspektasi harga
dalam jangka pendek[tahun]
rata-rata harga produk
aux RtHrg=(HrgDom*LjKrmDom+HrgEksp*LjKrmEksp)/(LjKrmDom+LjKrmEksp)
RtHrg : Rata-rata harga produk [rupiah per unit]HrgDom : harga produk di pasar domestik [rupiah per unit]LjKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasar
domestik[rupiah per tahun]
HrgEksp : harga produk di pasar ekspor [rupiah per unit]LjKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasar
ekspor[rupiah per tahun]
Jika indikasi utilisasi berdasar profit masih belum mencukupi karena ternyata
industri mengalami kekurangan persediaan, maka timbul schedule pressure dan
produsen akan meningkatkan utilisasi kapasitasnya. Dampak schedule pressure
pada utilisasi kapasitas merupakan fungsi non linear seperti pada Gambar IV.19.
pengaruh schedule pressure produksi pada utilisasi kapasitas produksi
aux Efk_SP = GRAPH(SchdPres, 0, 0.25, T_Efk_SP)
IV-49
const T_Efk_SP = [0,0.33,0.62,0.85,1,1.1,1.17,1.22,1.25,1.25,1.25] {Sterman,2000, hal. 571}
dim T_Efk_SP = (i = 1..11)
Efk_SP : pengaruh schedule pressure produksipada utilisasi kapasitas produksi
[tanpa satuan]
SchdPres : Schedule pressure [tanpa satuan]T_Efk_SP : tabel pengaruh schedule pressure
produksi pada utilisasi kapasitasproduksi
[tanpa satuan]
Pengaruh Schedule Pressure Produksi pada UtilisasiKapasitas Produksi
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25 2.5
SchdPres [tanpa satuan]
Efk
_SP
[tan
pasa
tuan
]
Efk_SP : pengaruh schedule pressure produksi padautilisasi kapasitas produksi [tanpa satuan]
SchdPres : schedule pressure [tanpa satuan]
Gambar IV.19. Grafik pengaruh schedule pressure pada utilisasi kapasitas produksi
Schedule pressure menggambarkan rasio antara koreksi kebutuhan produksi yang
diharapkan dengan perkalian antara kapasitas produksi dari kapital dikali utilisasi
kapasitas berdasar keuntungan jangka pendek.
schedule pressure
aux SchdPres = KorTkRcnProd/(KpstsProdKptl*IndksUtilPrft)
SchdPres : schedule pressure [tanpa satuan]KorTkRcnProd : koreksi tingkat produksi yang [rupiah per tahun]
IV-50
diharapkanKpstsProdKptl : kapasitas produksi dari kapital [rupiah per tahun]IndksUtilPrft : indikasi tingkat utilisasi kapasitas
berdasar keuntungan jangka pendek[tanpa satuan]
Kapasitas produksi dari kapital terpasang diperoleh dengan membagi nilai kapital
terpasang dengan capital output ratio (COR). Capital output ratio merupakan rasio
modal-produksi yang menyatakan besarnya investasi yang diperlukan untuk
menghasilkan tambahan satu output (Sukirno, 1999). Selama periode simulasi
model dasar, diasumsikan bahwa nilai rasio modal-produksi konstan sebesar 1.
Nilai ini diperoleh dari rata-rata rasio modal-produksi untuk industri komponen
otomotif di Indonesia.
kapasitas produksi dari kapital
aux KpstsProdKptl = (KptlTpsng/COR)/WktKorKpstsconst COR = 1 {Rata-rata COR Industri pada tahun 2000-2005}const WktKorKpsts = 1 tahun
KpstsProdKptl : kapasitas produksi dari kapital [rupiah per tahun]KptlTpsng : kapital terpasang [rupiah]COR : capital output ratio [tanpa satuan]WktKorKpsts : waktu koreksi kapasitas [tahun]
Kapital dalam model ini merepresentasikan bangunan dan peralatan modal yang
digunakan untuk melakukan kegiatan produksi. Nilai kapital terpasang ditentukan
oleh tingkat akuisisi kapital dikurangi dengan tingkat depresiasi kapital.
kapital terpasang
flow KptlTpsng = -dt*LjDprsKptl+dt*LjAkssKptlinit KptlTpsng = InitKptlTpsng
KptlTpsng : kapital terpasang [rupiah]LjDprsKptl : tingkat depresiasi kapital terpasang [rupiah per tahun]LjAkssKptl : tingkat akuisisi kapital [rupiah per tahun]InitKptlTpsng : Inisialisasi nilai kapital terpasang [rupiah]
IV-51
Inisialisasi nilai kapital terpasang dihitung dengan mengalikan rasio modal-
produksi dengan kapasitas produksi awal dari kapasitas terpasang yang dapat
diketahui dengan membagi referensi permintaan pasar ke industri dengan indikasi
utilisasi kapasitas berdasar ekspektasi profit jangka pendek. Referensi permintaan
pasar ke industri merupakan total referensi permintaan pasar domestik dan ekspor.
inisialisasi nilai kapital terpasang
const InitKptlTpsng = INIT((RefPrmtnInds/IndksUtilPrft)*COR)
InitKptlTpsng : Inisialisasi nilai kapital terpasang [rupiah]RefPrmtnInds : referensi permintaan pasar ke
industri[rupiah per tahun]
IndksUtilPrft : indikasi utilisasi kapasitas berdasarekspektasi profit jangka pendek
[tanpa satuan]
COR : capital output ratio [tanpa satuan]
referensi permintaan pasar ke industri
aux RefPrmtnInds = RefPrmtnDom+RefPrmtnEksp
RefPrmtnInds : referensi permintaan pasar keindustri
[rupiah per tahun]
RefPrmtnDom : referensi permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]RefPrmtnEksp : referensi permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]
Tingkat akuisisi kapital dimodelkan dengan delay dari tingkat pemesanan kapital.
Asumsi delay orde 3 pada variabel tingkat akuisisi kapital digunakan untuk
menggambarkan distribusi proses pemesanan dan konstruksi. Pemesanan kapital
dilakukan sebagai tanggapan akan kebutuhan kapital dan diasumsikan bahwa
kapital yang telah dipesan tidak dapat dibatalkan. Waktu akuisisi kapital
diasumsikan konstan selama 4 tahun.
tingkat akuisisi kapital
aux LjAkssKptl = DELAYMTR(LjPmsnnKptl, WktAkssKptl, 3)const WktAkssKptl = 4 tahun
LjAkssKptl : tingkat akuisisi kapital [rupiah per tahun]LjPmsnnKptl : tingkat pemesanan kapital [rupiah per tahun]
IV-52
WktAkssKptl : selang waktu akuisisi kapital [tahun]
tingkat pemesanan kapital
aux LjPmsnnKptl = KorRcnPmsnnKptl
LjPmsnnKptl : tingkat pemesanan kapital [rupiah per tahun]KorRcnPmsnnKptl : koreksi tingkat pemesanan
kapital[rupiah per tahun]
tingkat pemesanan kapital yang diharapkan
aux RcnPmsnnKptl = RcnAkssKptl+AdjKptlDlmKonstrs
RcnPmsnnKptl : tingkat pemesanan kapital yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
RcnAkssKptl : tingkat akuisisi kapital yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
AdjKptlDlmKonstrs : penyesuaian gap kapital dalammasa konstruksi
[rupiah per tahun]
Akuisisi kapital dilakukan karena adanya penurunan nilai kapital akibat depresiasi
dan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kebutuhan akuisisi kapital
dihitung berdasarkan ekspektasi produsen terhadap depresiasi kapital dan
penyesuaian gap kapital. Penyesuaian gap kapital dilakukan jika terdapat
perbedaan antara kebutuhan kapital dengan kapital terpasang saat sekarang. Waktu
penyesuaian gap kapital diasumsikan konstan selama 3 tahun. Dalam model ini,
ekspektasi tingkat depresiasi kapital diasumsikan sama dengan depresiasi kapital
aktual, dimana depresiasi kapital dihitung dengan metode garis lurus dengan rata-
rata umur kapital sama dengan 20 tahun.
tingkat akuisisi kapital yang diharapkan
aux RcnAkssKptl = AdjKptl+EksptsDprs
RcnAkssKptl : tingkat akuisisi kapital yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
AdjKptl : penyesuaian gap kapital [rupiah per tahun]EksptsDprs : ekspektasi tingkat depresiasi kapital
terpasang[rupiah per tahun]
IV-53
ekspektasi tingkat depresiasi kapital terpasang
aux EksptsDprs = LjDprsKptl
EksptsDprs : ekspektasi tingkat depresiasi kapitalterpasang
[rupiah per tahun]
LjDprsKptl : tingkat depresiasi kapital terpasang [rupiah per tahun]
tingkat depresiasi kapital terpasang
aux LjDprsKptl = KptlTpsng/RtUmrKptlconst RtUmrKptl = 20 tahun
LjDprsKptl : tingkat depresiasi kapital terpasang [rupiah per tahun]KptlTpsng : kapital terpasang [rupiah]RtUmrKptl : rata-rata umur kapital [tahun]
penyesuaian gap kapital
aux AdjKptl = (RcnKptl-KptlTpsng)/WktAdjKptlconst WktAdjKptl = 3 tahun
AdjKptl : penyesuaian gap kapital [rupiah per tahun]RcnKptl : kapital yang diharapkan [rupiah]KptlTpsng : kapital terpasang [rupiah]WktAdjKptl : waktu penyesuaian gap kapital [tahun]
Kebutuhan kapital ditentukan berdasarkan kapital terpasang saat ini dan
dipengaruhi oleh profitabilitas industri dalam jangka panjang. Fungsi non linear
dari pengaruh ekspektasi profitabilitas industri dalam jangka panjang pada investasi
kapital yang digambarkan dalam bentuk grafik seperti terlihat pada Gambar IV.20.
Industri akan menambah kapital terpasangnya apabila mereka yakin bahwa
investasi baru pada kapital akan memberikan keuntungan. Hal ini berarti akan ada
pemain baru yang masuk. Sebaliknya, jika dalam jangka panjang industri tidak
memberikan keuntungan, efek ekspektasi profitabilitas menjadi negatif yang berarti
ada beberapa yang keluar dari pasar dan hanya pemain yang optimis dan efisien
yang tetap bertahan. Dalam model ini, kebutuhan investasi kapital diasumsikan
hanya dipengaruhi oleh ekspektasi profitabilitas jangka panjang.
IV-54
kapital yang diharapkan
aux RcnKptl = KptlTpsng*EfkPrftLTPdKptl
RcnKptl : kapital yang diharapkan [rupiah]KptlTpsng : kapital terpasang [rupiah]EfkPrftLTPdKptl : pengaruh tingkat profitabilitas industri
dalam jangka panjang terhadap investasikapasitas terpasang
[tanpa satuan]
pengaruh tingkat profitabilitas industri dalam jangka panjang terhadap investasikapasitas terpasangaux EfkPrftLTPdKptl = GRAPH(EksptsPrftLT, -1, 0.25, T_EfkPrtfLTPdKptl)const T_EfkPrtfLTPdKptl = [0,0.1,0.3,0.67,1,1.25,1.45,1.6,1.7] {Sterman, 2000,
hal 809}dim T_EfkPrtfLTPdKptl = (i = 1..9)
EfkPrftLTPdKptl : pengaruh tingkat profitabilitasindustri dalam jangka panjangterhadap investasi kapasitas terpasang
[tanpa satuan]
EksptsPrftLT : ekspektasi keuntungan industri dalamjangka panjang
[tanpa satuan]
T_EfkPrtfLTPdKptl : tabel pengaruh tingkat profitabilitasindustri dalam jangka panjang padainvestasi kapital
[tanpa satuan]
IV-55
Pengaruh Tingkat Profitabilitas Industri
00.2
0.40.6
0.81
1.21.4
1.61.8
-1 -0.75 -0.5 -0.25 0 0.25 0.5 0.75 1
EksptsPrftLT [tanpa satuan]
Efk
Prf
tPd
Kpt
l[ta
npa
satu
an]
EfkPrftPdKptl : pengaruh tingkat profitabilitas industri dalamjangka panjang terhadap investasi kapasitasterpasang [tanpa satuan]
EksptsPrftLT : ekspektasi keuntungan industri dalam jangkapanjang [tanpa satuan]
Gambar IV.20. Grafik pengaruh tingkat profitabilitas industri
Ekspektasi keuntungan industri dalam jangka panjang merupakan perbedaan antara
ekspektasi harga dalam janga panjang dengan ekspektasi ongkos produksi. Dalam
model ini, diasumsikan tidak ada perkembangan teknologi pada kapital sehingga
ongkos untuk kapital baru akan konstan dalam kondisi equilibrium.
ekspektasi keuntungan industri dalam jangka panjang
aux EksptsPrftLT = (EsptsHrgLT - EksptsBiyProd) / EsptsHrgLT
EksptsPrftLT : ekspektasi keuntungan industri dalamjangka panjang
[tanpa satuan]
EsptsHrgLT : Ekspektasi harga dalam jangka panjang [tanpa satuan]EksptsBiyProd : Ekspektasi ongkos produksi [rupiah per unit]
Ekspektasi harga dalam jangka panjang diformulasikan sebagai delay informasi
orde pertama dari rata-rata harga produk di pasaran dengan waktu penyesuaian
ekspektasi harga dalam jangka panjang sama dengan 2 tahun.
IV-56
ekspektasi harga dalam jangka panjang
aux EsptsHrgLT = DELAYINF(RtHrg, WktAdjHrgLT)const WktAdjHrgLT = 2 tahun
EsptsHrgLT : ekspektasi harga dalam jangkapanjang
[rupiah per unit]
RtHrg : rata-rata harga produk [rupiah per unit]WktAdjHrgLT : waktu penyesuaian ekspektasi harga
dalam jangka panjang[tahun]
Penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi dilakukan agar diperoleh tingkat
akuisisi kapital yang sesuai dengan kebutuhan akuisisi. Penyesuaian dilakukan jika
terdapat perbedaan antara kapital dalam masa konstruksi yang diharapkan dengan
barang kapital dalam masa konstruksi. Waktu penyesuaian gap kapital dalam masa
konstruksi pada model ini diasumsikan selama 1 tahun.
penyesuaian gap kapital dalam masa konstruksi
aux AdjKptlDlmKonstrs=(RcnKonstrsKptl-KonstruksiKptl)/WktAdjKptlDlmKonstrs
const WktAdjKptlKonstrs = 1 tahun
AdjKptlDlmKonstrs : penyesuaian gap kapital dalammasa konstruksi
[rupiah per tahun]
RcnKonstrsKptl : kapital dalam masa konstruksiyang diharapkan
[rupiah]
KonstruksiKptl : barang kapital dalam masakonstruksi
[rupiah]
WktAdjDlmKptlKonstrs : waktu penyesuaian gap kapitaldalam masa konstruksi
[tahun]
kapital dalam masa konstruksi yang diharapkan
aux RcnKonstrsKptl = RcnAkssKptl*WktAkssKptl
RcnKonstrsKptl : kapital dalam masa konstruksi yangdiharapkan
[rupiah]
RcnAkssKptl : tingkat akuisisi kapital yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
WktAkssKptl : selang waktu akuisisi kapital [tahun]
IV-57
barang kapital dalam masa konstruksi
flow KonstruksiKptl = -dt*LjAkssKptl+dt*LjPmsnnKptlinit KonstruksiKptl = LjDprsKptl*WktAkssKptl
KonstruksiKptl : barang kapital dalam masa konstruksi [rupiah]LjAkssKptl : tingkat akuisisi kapital [rupiah per tahun]LjPmsnnKptl : tingkat pemesanan kapital [rupiah per tahun]LjDprsKptl : tingkat depresiasi kapital terpasang [rupiah per tahun]WktAkssKptl : selang waktu akuisisi kapital [tahun]
IV.3.2 Sub Sistem Bahan Baku
Ketersediaan bahan baku akan sangat mempengaruhi tingkat produksi yang
mungkin dilakukan oleh industri. Ketidaktersediaan bahan baku industri akan
mengakibatkan kegiatan produksi tertunda. Dalam model ini, pengaruh persediaan
bahan baku ditunjukkan oleh rasio output potensial produksi dari ketersediaan
bahan baku dengan tingkat produksi yang mungkin dilakukan.
pengaruh persediaan bahan baku pada tingkat produksi
aux EfkMat = MIN((OutMat/RtProdPos),1)
EfkMat : pengaruh persediaan bahan baku padatingkat produksi
[tanpa satuan]
OutMat : output potensial produksi dariketersediaan bahan baku
[rupiah per tahun]
RtProdPos : tingkat produksi yang mungkindilakukan
[rupiah per tahun]
Output potensial produksi dari ketersediaan bahan baku menggambarkan tingkat
produksi yang mungkin dilakukan dengan melihat persediaan bahan baku. Output
potensial ini ditentukan oleh tingkat pemakaian bahan baku dengan komposisi
input bahan baku terhadap output. Tingkat pemakaian bahan baku ditentukan oleh
tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan dikalikan dengan rasio pemakaian
bahan baku.
IV-58
output potensial produksi dari ketersediaan bahan baku
aux OutMat = LjPmkainMat/IO_Ratio
OutMat : output potensial produksi dariketersediaan bahan baku
[rupiah per tahun]
LjPmkainMat : tingkat pemakaian bahan baku [rupiah per tahun]IO_Ratio : rasio input bahan baku terhadap
output industri[tanpa satuan]
tingkat pemakaian bahan baku
aux LjPmkainMat = RcnPmkinMat*RtoPmkinMat
LjPmkainMat : tingkat pemakaian bahan baku [rupiah per tahun]RcnPmkinMat : tingkat pemakaian bahan baku yang
diharapkan[rupiah per tahun]
RtoPmkinMat : rasio pemakaian bahan baku [tanpa satuan]
tingkat pemakaian bahan baku yang diharapkan
aux RcnPmkinMat= RtProdPos*IO_Ratio
RcnPmkinMat : tingkat pemakaian bahan baku yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
RtProdPos : tingkat produksi yang mungkindilakukan
[rupiah per tahun]
IO_Ratio : rasio input bahan baku terhadapoutput industri
[tanpa satuan]
Rasio pemakaian bahan baku menggambarkan rasio pemakaian bahan baku dari
persediaan bahan baku yang ada. Level persediaan bahan baku merepresentasikan
agregat bahan baku komoditi. Variabel rasio pemakaian bahan baku merupakan
fungsi non linear dari rasio maksimum tingkat pemakaian bahan baku dengan
kebutuhan pemakaian bahan baku (Gambar IV.21).
rasio pemakaian bahan baku
aux RtoPmkinMat=GRAPH(MaxPmkinMat/RcnPmkinMat,0,0.1,T_RtoPmkinMat)
const T_RtoPmkinMat = [0,0.2,0.4,0.58,0.73,0.85,0.93,0.97,0.99,1,1] {Sterman,2000, hal.721}
dim T_RtoPmkinMat = (i=1..11)
IV-59
RtoPmkinMat : rasio pemakaian bahan baku [tanpa satuan]MaxPmkinMat : maksimum tingkat pemakaian bahan
baku[rupiah per tahun]
RcnPmkinMat : tingkat pemakaian bahan baku yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
T_RtoPmkinMat : tabel rasio pemakaian bahan baku [tanpa satuan]
Rasio Pemakaian Bahan Baku
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
MaxPmkinMat/RcnPmkinMat [tanpa satuan]
Rto
Pm
kin
Mat
[tan
pa
satu
an]
RtoPmkinMat : rasio pemakaian bahan baku [tanpa satuan]MaxPmkin/RcnPmkinMat : rasio antara tingkat pemakaian bahan baku yang
diharapkan dengan tingkat pemakaian bahanbaku yang diharapkan [tanpa satuan]
Gambar IV.21. Grafik rasio pemakaian bahan baku
Maksimum tingkat pemakaian bahan baku ditentukan oleh level persediaan bahan
baku industri dibagi dengan waktu cakupan persediaan bahan baku. Persediaan
bahan baku industri ditentukan oleh tingkat pengiriman bahan baku dikurangi
dengan tingkat pemakaian bahan baku. Sementara itu, waktu cakupan persediaan
bahan baku diasumsikan sama dengan 0,25 tahun.
maksimum tingkat pemakaian bahan baku
aux MaxPmkinMat = Persd_Mat/WktCkpMatconst WktCkpMat = 0,25 tahun
IV-60
MaxPmkinMat : maksimum tingkat pemakaian bahanbaku
[rupiah per tahun]
Persd_Mat : persediaan bahan baku industri [rupiah]WktCkpMat : Waktu cakupan persediaan bahan
baku[tahun]
persediaan bahan baku industri
flow Persd_Mat = +dt*LjKrmMat-dt*LjPmkainMatinit Persd_Mat = RcnPersdMat
Persd_Mat : persediaan bahan baku industri [rupiah]LjPmkainMat : tingkat pemakaian bahan baku [rupiah per tahun]LjKrmMat : tingkat pengiriman bahan baku [rupiah per tahun]RcnPersdMat : persediaan bahan baku yang
diharapkan[rupiah]
persediaan bahan baku yang diharapkan
aux RcnPersdMat = RcnPmkinMat*WktCkpMat
RcnPersdMat : persediaan bahan baku yangdiharapkan
[rupiah]
RcnPmkinMat : tingkat pemakaian bahan baku yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
WktCkpMat : waktu cakupan persediaan bahan baku [tahun]
Tingkat pengiriman bahan baku dimodelkan dengan delay dari tingkat pemesanan
bahan baku, dimana pemesanan dilakukan sebagai tanggapan atas kebutuhan
terhadap bahan baku untuk melakukan proses produksi. Asumsi delay orde 3 pada
variabel tingkat pengiriman bahan baku digunakan untuk menggambarkan
distribusi proses pemesanan dan pemenuhan order oleh pemasok. Dalam model ini
diasumsikan tidak ada konstrain kapasitas produksi dari pemasok, yang berarti
bahwa pemasok selalu dapat memenuhi order bahan baku oleh industri. Waktu
pengiriman bahan baku diasumsikan konstan sama dengan 0,25 tahun.
Diasumsikan pula bahwa bahan baku yang telah dipesan tidak dapat dibatalkan.
tingkat pengiriman bahan baku
aux LjKrmMat = DELAYMTR(LjPmsnnMat, WktKrmMatPmsk, 3)const WktKrmMatPmsk = 0,25 tahun
IV-61
LjKrmMat : tingkat pengiriman bahan baku [rupiah per tahun]LjPmsnnMat : tingkat pemesanan bahan baku [rupiah per tahun]WktKrmMatPmsk : waktu pengiriman bahan baku oleh
supplier[tahun]
tingkat pengiriman bahan baku yang diharapkan
aux RcnKrmMat = RcnPmkinMat+AdjPersdMat
RcnKrmMat : tingkat pengiriman bahan baku yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
RcnPmkinMat : tingkat pemakaian bahan baku yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
AdjPersdMat : penyesuaian gap persediaan bahan baku [rupiah per tahun]
tingkat pemesanan bahan baku
aux LjPmsnnMat = KorRcnPmsnnMat
LjPmsnnMat : tingkat pemesanan bahan baku [rupiah per tahun]KorRcnPmsnnMat : koreksi tingkat pemesanan bahan baku
yang diharapkan[rupiah per tahun]
tingkat pemesanan bahan baku yang diharapkan
aux RcnPmsnnMat = RcnKrmMat+AdjMatDlmPsnn
RcnPmsnnMat : tingkat pemesanan bahan baku yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
RcnKrmMat : tingkat pengiriman bahan baku yangdiharapkan
[rupiah per tahun]
AdjMatDlmPsnn : penyesuaian gap bahan baku dalampesanan
[rupiah per tahun]
Penyesuaian gap persediaan bahan baku dilakukan untuk menjamin agar persediaan
bahan baku selalu berada pada level yang diharapkan. Waktu penyesuaian gap
persediaan bahan baku pada model ini diasumsikan selama 0,25 tahun.
penyesuaian gap persediaan bahan baku
aux AdjPersdMat = (RcnPersdMat-Persd_Mat)/WktAdjPersdMatconst WktAdjPersdMat = 0,25 tahun
IV-62
AdjPersdMat : penyesuaian gap persediaan bahan baku [rupiah per tahun]RcnPersdMat : persediaan bahan baku yang diharapkan [rupiah]Persd_Mat : persediaan bahan baku industri [rupiah]WktAdjPersdMat : waktu penyesuaian gap persediaan
bahan baku[tahun]
Penyesuaian gap bahan baku dalam pesanan dilakukan agar diperoleh tingkat
pengiriman bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan pengiriman sehingga dapat
digunakan untuk proses produksi pada saat yang dibutuhkan. Waktu penyesuaian
gap penyesuaian supply line bahan baku diasumsikan selama 0,25 tahun dengan
mengacu pada waktu pengiriman bahan baku oleh pemasok.
penyesuaian gap bahan baku dalam pesanan
aux AdjMatDlmPsnn = (RcnMatDlmPsnn-MatDlmPsnn)/WktAdjPmsnnMatconst WktAdjPmsnnMat = 0,25 tahun
AdjMatDlmPsnn : penyesuaian gap bahan baku dalampesanan
[rupiah per tahun]
RcnMatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan yangdiharapkan
[rupiah]
MatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan [rupiah]WktAdjPmsnnMat : waktu penyesuaian gap supply line
bahan baku[tahun]
bahan baku dalam pesanan
flow MatDlmPsnn = +dt*LjPmsnnMat-dt*LjKrmMatinit MatDlmPsnn = RcnMatDlmPsnn
MatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan [rupiah]LjPmsnnMat : tingkat pemesanan bahan baku [rupiah per tahun]LjKrmMat : tingkat pengiriman bahan baku [rupiah per tahun]RcnMatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan yang
diharapkan[rupiah]
Ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku oleh pemasok
menggambarkan persepsi produsen terhadap kecenderungan waktu pengiriman
bahan baku oleh pemasok.
IV-63
ekspektasi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku
aux WktEksptsPrdsnKrmMat = RefWktKrmMatPmsk*EfkLTMataux RefWktKrmMatPmsk = WktKrmMatPmsk
WktEksptsPrdsnKrmMat : ekspektasi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku
[tahun]
RefWktKrmMatPmsk : persepsi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku
[tahun]
EfkLTMat : Pengaruh lead time pemasok padaekspektasi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku
[tanpa satuan]
WktKrmMatPmsk : waktu pengiriman bahan baku olehsupplier
[tahun]
Pengaruh lead time pemasok diformulasikan sebagai fungsi non linear dari rasio
antara persepsi produsen dengan terhadap waktu pengiriman bahan baku dengan
referensi waktu pengiriman bahan baku. Fungsi non linear dapat dilihat pada
Gambar IV.22.
Pengaruh Lead Time Pemasok pada Ekspektasi Produsen
0
0.5
11.5
22.5
3
3.5
44.5
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6
PrspsPrdsnKrmMat/RefWktKrmMatPmsk [tanpa satuan]
EfkL
TMat
[tanp
asa
tuan
]
EfkLTMat : pengaruh lead time pemasok pada ekspektasiprodusen terhadap selang waktu pengirimanbahan baku [tanpa satuan]
PrspsPrdsnKrmMat/RefWktKrmMatPmsk
: rasio antara ekspektasi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku dengan persepsiprodusen terhadap selang waktu pengirimanbahan baku [tanpa satuan]
Gambar IV.22. Grafik pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi produsen
IV-64
Grafik di atas menyatakan bahwa jika persepsi produsen terhadap waktu
pengiriman bahan baku oleh pemasok lebih besar daripada referensi waktu
pengiriman bahan baku, ekspektasi produsen terhadap waktu pengiriman bahan
baku pada periode berikutnya akan meningkat. Hal ini berarti waktu pengiriman
bahan baku oleh produsen semakin lama dan berimbas pada semakin banyaknya
kebutuhan bahan baku dalam pesanan agar tingkat pengiriman bahan baku tetap
sesuai dengan kebutuhan pengiriman.
pengaruh lead time pemasok pada ekspektasi produsen
aux EfkLTMat=GRAPH(PrspsPrdsnKrmMat/RefWktKrmMatPmsk,0,0.5,T_EfkLTMat)
const T_EfkLTMat = [0,0.5,1,1.5,2.1,2.8,3.3,3.6,3.8,3.9,3.95,3.98,4] {Sterman,2000, hal. 737}
dim T_EfkLTMat = (i = 1..13)
EfkLTMat : pengaruh lead time pemasok padaekspektasi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku
[tanpa satuan]
PrspsPrdsnKrmMat : persepsi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku
[tahun]
RefWktKrmMatPmsk : referensi waktu pengiriman bahanbaku
[tahun]
T_EfkLTMat : tabel pengaruh lead time pemasokpada ekspektasi
[tanpa satuan]
Persepsi produsen terhadap waktu pengiriman bahan baku diformulasikan sebagai
delay informasi orde pertama dari waktu aktual yang diperlukan produsen untuk
melakukan pengiriman bahan baku. Perumusan dengan delay ini didasari bahwa
produsen memerlukan waktu untuk membentuk persepsi tersebut, yang dalam
model ini waktu persepsi diasumsikan selama 1 tahun.
persepsi produsen terhadap selang waktu pengiriman bahan baku
aux PrspsPrdsnKrmMat =DELAYINF(WktKrmMat, WktPrspsKrmMat, 1,RefWktKrmMatPmsk)
const WktPrspsKrmMat = 1 tahun
IV-65
PrspsPrdsnKrmMat : persepsi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku
[tahun]
WktKrmMat : selang waktu pengiriman bahan baku [tahun]WktPrspsKrmMat : waktu persepsi delay pengiriman
bahan baku[tahun]
RefWktKrmMatPmsk : persepsi produsen terhadap selangwaktu pengiriman bahan baku
[tahun]
selang waktu pengiriman bahan baku
aux WktKrmMat = MatDlmPsnn/LjKrmMat
WktKrmMat : selang waktu pengiriman bahan baku [tahun]MatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan [rupiah]LjKrmMat : tingkat pengiriman bahan baku [rupiah per tahun]
Level bahan baku dalam pesanan ditentukan oleh tingkat pemesanan bahan baku
dikurangi dengan tingkat pengiriman bahan baku, dengan nilai inisialisasi sama
dengan kebutuhan bahan baku dalam pesanan yang diharapkan.
bahan baku dalam pesanan
flow MatDlmPsnn = +dt*LjPmsnnMat-dt*LjKrmMatinit MatDlmPsnn = RcnMatDlmPsnn
MatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan [rupiah]LjPmsnnMat : tingkat pemesanan bahan baku [rupiah per tahun]LjKrmMat : tingkat pengiriman bahan baku [rupiah per tahun]RcnMatDlmPsnn : bahan baku dalam pesanan yang
diharapkan[rupiah]
IV.3.3 Sub Sistem Tenaga Kerja
Ketersediaan tenaga kerja akan mempengaruhi output potensial produksi karena
tenaga kerja diperlukan untuk mengoperasikan kapital yang telah diakuisisi oleh
industri. Dalam model ini, pengaruh ketersediaan tenaga kerja ditunjukkan oleh
rasio output potensial tenaga kerja dengan output potensial dari kapasitas.
pengaruh ketersediaan tenaga kerja pada tingkat produksi
aux EfkTK = MIN((PotOutTK/PotOutKpsts),1)
IV-66
EfkTK : pengaruh ketersediaan tenaga kerjapada tingkat produksi
[tanpa satuan]
PotOutTK : output potensial tenaga kerja [rupiah per tahun]PotOutKpsts : output potensial produksi dari kapasitas [rupiah per tahun]
output potensial tenaga kerja
aux PotOutTK = KpbltsTK/KbthTKperKptl
PotOutTK : output potensial tenaga kerja [rupiah per tahun]KpbltsTK : kapabilitas tenaga kerja [orang]KbthTKperKptl : kebutuhan tenaga kerja per satu unit
output kapasitas terpasang[orang per rupiahper tahun]
Kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas diperoleh dari data tahun
2000 sampai 2005 dengan membagi jumlah tenaga kerja dengan output yang
dihasilkan pada setiap tahunnya.
kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang
aux KbthTKperKptl = GRAPH(TIME,2000,1,T_KbthTKperKptl)const T_KbthTKperKptl = [1.94,2.32,4.19,3.64,4.13,2.59]*10^-9 {Rasio antara
jumlah tenaga kerja industri dengan nilai output industri tahun 2000-2005}dim T_KbthTKperKptl = (i = 1..6)
KbthTKperKptl : kebutuhan tenaga kerja per satu unitoutput kapasitas terpasang
[orang per rupiahper tahun]
T_KbthTKperKptl : tabel kebutuhan tenaga kerja per satuunit output kapasitas terpasang
[orang per rupiahper tahun]
Kapabilitas tenaga kerja menunjukkan jumlah tenaga kerja aktual yang mampu
mengoperasikan kapital dengan membedakan produktivitas tenaga kerja belum
terampil dan tenaga kerja terampil.
kapabilitas tenaga kerja
aux KpbltsTK = (TKTrampil*PrdktvtsTK1)+(TK0Trampil*PrdktvtsTK0)const PrdktvtsTK1 = 1const PrdktvtsTK0 = 0.5
IV-67
KpbltsTK : kapabilitas tenaga kerja [orang]TKTrampil : tenaga kerja terampil [orang]PrdktvtsTK1 : produktivitas tenaga kerja terampil [tanpa satuan]TK0Trampil : tenaga kerja belum terampil [orang]PrdktvtsTK0 : produktivitas tenaga kerja belum terampil [tanpa satuan]
Level tenaga terampil diperoleh dari tingkat asimilasi tenaga kerja yang
menggambarkan proses pelatihan tenaga kerja belum terampil dikurangi tingkat
pengurangan dan pemberhentian tenaga kerja terampil. Dalam model ini
diasumsikan bahwa industri tidak melakukan rekruitmen terhadap tenaga kerja
terampil, sehingga tenaga kerja baru harus melalui proses pelatihan terlebih dahulu
untuk mencapai tingkat produktivitas penuh. Diasumsikan pula bahwa selama masa
pelatihan tidak ada tenaga kerja yang keluar. Inisialisasi jumlah tenaga kerja
terampil sama dengan kebutuhan tenaga kerja saat sekarang. Kebutuhan tenaga
kerja diperoleh dengan mengalikan output potensial produksi dari kapasitas
dikalikan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output kapasitas terpasang.
tenaga kerja terampil
flow TKTrampil = +dt*LjAsml-dt*LjPngrngn-dt*TkPmbhtnTK1init TKTrampil = RcnTK
TKTrampil : tenaga kerja terampil [orang]LjAsml : tingkat asimilasi tenaga kerja [orang per tahun]LjPngrngn : ekspektasi tingkat pengurangan
tenaga kerja[orang per tahun]
TkPmbhtnTK1 : tingkat pemberhentian tenaga kerjaterampil
[orang per tahun]
RcnTK : kebutuhan tenaga kerja [orang per tahun]
kebutuhan tenaga kerja
aux RcnTK = PotOutKpsts*KbthTKperKptl
RcnTK : kebutuhan tenaga kerja [orang per tahun]PotOutKpsts : output potensial produksi dari
kapasitas[rupiah per tahun]
KbthTKperKptl : kebutuhan tenaga kerja per satu unitoutput kapasitas terpasang
[orang per rupiahper tahun]
IV-68
ekspektasi tingkat pengurangan tenaga kerja
aux LjPngrngn = TKTrampil/RtBkrjconst RtBkrj = 25 tahun
LjPngrngn : tingkat pengurangan tenaga kerja [orang per tahun]TKTrampil : tenaga kerja terampil [orang]RtBkrj : rata-rata lama bekerja [tahun]
tingkat asimilasi tenaga kerja
aux LjAsml = TK0Trampil/WktAsmlconst WktAsml = 1 tahun
LjAsml : tingkat asimilasi tenaga kerja [orang per tahun]TK0Trampil : tenaga kerja belum terampil [orang]WktAsml : waktu pelatihan tenaga kerja [tahun]
Pemberhentian tenaga kerja dilakukan bila industri mengalami kelebihan tenaga
kerja. Terjadinya kelebihan tenaga kerja dapat dilihat pada saat variabel kebutuhan
perekrutan tenaga kerja menunjukkan nilai yang negatif. Untuk melakukan
pemberhentian, industri akan mendahulukan tenaga kerja belum terampil karena
memberhentikan tenaga kerja belum terampil lebih mudah dilakukan daripada
memberhentikan tenaga kerja yang telah terampil. Dalam model ini, diasumsikan
bahwa kemauan industri untuk melakukan pemberhentian tenaga kerja sama
dengan 1, yang berarti jika terjadi kelebihan tenaga kerja maka industri akan
langsung melakukan pemberhentian tenaga kerja tanpa memperhitungkan faktor-
faktor lain.
tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil
aux TkPmbhtnTK1=MIN((RcnTkPmbhtnTK-TkPmbhtnTK0),MaxPmbhtnTK1)
TkPmbhtnTK1 : tingkat pemberhentian tenaga kerjaterampil
[orang per tahun]
RcnTkPmbhtnTK : tingkat pemberhentian tenaga kerjayang diharapkan
[orang per tahun]
TkPmbhtnTK0 : tingkat pemberhentian tenaga kerjabelum terampil
[orang per tahun]
MaxPmbhtnTK1 : maksimum tingkat pemberhentiantenaga kerja terampil
[orang per tahun]
IV-69
maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja terampil
aux MaxPmbhtnTK1 = TKTrampil/WktPmbhtnTKconst WktPmbhtnTK = 1 tahun
MaxPmbhtnTK1 : maksimum tingkat pemberhentiantenaga kerja terampil
[orang per tahun]
TKTrampil : tenaga kerja terampil [orang]WktPmbhtnTK : waktu pemberhentian tenaga kerja [tahun]
tingkat pemberhentian tenaga kerja yang diharapkan
aux RcnTkPmbhtnTK = MAX(0,-RcnPrkrtnTK)*MtvsPmbhtnconst MtvsPmbhtn = 1
RcnTkPmbhtnTK : tingkat pemberhentian tenaga kerjayang diharapkan
[orang per tahun]
MtvsPmbhtn : kemauan untuk memberhentikantenaga kerja
[tanpa satuan]
RcnPrkrtnTK : tingkat perekrutan tenaga kerja yangdiharapkan
[orang per tahun]
tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil
aux TkPmbhtnTK0 = MIN(RcnTkPmbhtnTK, MaxPmbhtnTK0)
TkPmbhtnTK0 : tingkat pemberhentian tenaga kerjabelum terampil
[orang per tahun]
RcnTkPmbhtnTK : tingkat pemberhentian tenaga kerjayang diharapkan
[orang per tahun]
MaxPmbhtnTK0 : maksimum tingkat pemberhentiantenaga kerja belum terampil
[orang per tahun]
maksimum tingkat pemberhentian tenaga kerja belum terampil
aux MaxPmbhtnTK0 = TK0Trampil/WktPmbhtnTKconst WktPmbhtnTK = 1 tahun
MaxPmbhtnTK0 : maksimum tingkat pemberhentiantenaga kerja belum terampil
[orang per tahun]
TK0Trampil : tenaga kerja belum terampil [orang]WktPmbhtnTK : waktu pemberhentian tenaga kerja [tahun]
IV-70
Kebutuhan perekrutan tenaga kerja dilakukan karena adanya kebutuhan untuk
menyesuaikan gap tenaga kerja dan adanya pengurangan tenaga kerja yang telah
lama bekerja di industri. Penyesuaian gap tenaga kerja dilakukan saat terjadi
perbedaan antara jumlah tenaga kerja total, baik tenaga kerja terampil dan tenaga
kerja belum terampil, dengan kebutuhan tenaga kerja. Dalam model ini, ekspektasi
pengurangan tenaga kerja diasumsikan sama dengan tingkat pengurangan tenaga
kerja aktual.
tingkat perekrutan tenaga kerja yang diharapkan
aux RcnPrkrtnTK = AdjTK+TkPngrngnTK
RcnPrkrtnTK : tingkat perekrutan tenaga kerja yangdiharapkan
[orang per tahun]
AdjTK : Penyesuaian gap tenaga kerja [orang per tahun]TkPngrngnTK : ekspektasi tingkat pengurangan tenaga
kerja[orang per tahun]
ekspektasi tingkat pengurangan tenaga kerja
aux TkPngrngnTK = LjPngrngn
TkPngrngnTK : ekspektasi tingkat pengurangan tenagakerja
[orang per tahun]
LjPngrngn : tingkat pengurangan tenaga kerja [orang per tahun]
penyesuaian gap tenaga kerja
aux AdjTK = (RcnTK-TotTK)/WktAdjTKconst WktAdjTK = 1 tahun
AdjTK : penyesuaian gap tenaga kerja [orang per tahun]RcnTK-TotTK : kebutuhan tenaga kerja [orang per tahun]TotTK : tenaga kerja total [orang]WktAdjTK : waktu penyesuaian gap tenaga kerja [tahun]
tenaga kerja total
aux TotTK = TKTrampil+TK0Trampil
TotTK : tenaga kerja total [orang]TKTrampil : tenaga kerja terampil [orang]TK0Trampil : tenaga kerja belum terampil [orang]
IV-71
Level tenaga kerja belum terampil ditentukan oleh tingkat perekrutan tenaga kerja
dikurangi oleh tingkat asimilasi dan tingkat pemberhentian tenaga kerja belum
terampil. Diasumsikan bahwa pada tahun 2000 semua tenaga kerja yang ada telah
memiliki ketrampilan, sehingga nilai inisialisasi level tenaga kerja belum terampil
sama dengan nol.
tenaga kerja belum terampil
flow TK0Trampil = -dt*LjAsml+dt*LjPrkrtnTK-dt*TkPmbhtnTK0init TK0Trampil = 0 {Diasumsikan pada Tahun 2000 Semua Tenaga Kerja
yang Ada Telah Memiliki Ketrampilan}
TK0Trampil : Tenaga kerja belum terampil [orang]LjAsml : Tingkat asimilasi tenaga kerja [orang per tahun]LjPrkrtnTK : Tingkat perekrutan tenaga kerja [orang per tahun]TkPmbhtnTK0 : Tingkat pemberhentian tenaga kerja
belum terampil[orang per tahun]
Perekrutan tenaga kerja dilakukan jika terdapat kesempatan kerja di industri.
Industri melakukan perekrutan dari angkatan kerja nasional. Kesempatan kerja
yang tersedia timbul karena adanya kebutuhan untuk menambah tenaga kerja dan
penyesuaian gap kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang ada akan berkurang
oleh adanya perekrutan tenaga kerja. Kesempatan kerja yang ditawarkan dapat
dibatalkan jika ternyata kebutuhan penciptaan tenaga kerja belum menunjukkan
nilai negatif yang berarti di industri telah terjadi kelebihan tenaga kerja.
tingkat perekrutan tenaga kerja
aux LjPrkrtnTK = MIN(TKInds,LwKrj)/WktPrkrtnconst WktPrkrtn = 0,5 tahun
LjPrkrtnTK : tingkat perekrutan tenaga kerja [orang per tahun]TKInds : tenaga kerja di industri [orang]LwKrj : kesempatan kerja yang tersedia [orang]WktPrkrtn : waktu perekrutan. [tahun]
IV-72
kesempatan kerja yang tersedia
flow LwKrj = -dt*LjPntpnLwKrj+dt*LjPcptnLwKrj-dt*LjPmbtlnTKinit LwKrj = RcnLwKrj
LwKrj : kesempatan kerja yang tersedia [orang]LjPntpnLwKrj : tingkat penutupan kesempatan kerja [orang per tahun]LjPcptnLwKrj : tingkat penciptaan kesempatan kerja [orang per tahun]LjPmbtlnTK : tingkat pembatalan kesempatan kerja [orang per tahun]RcnLwKrj : kesempatan kerja yang diharapkan [orang]
kesempatan kerja yang diharapkan
aux RcnLwKrj = RcnPrkrtnTK*WktPrkrtn
RcnLwKrj : kesempatan kerja yang diharapkan [orang]RcnPrkrtnTK : tingkat perekrutan tenaga kerja yang
diharapkan[orang per tahun]
WktPrkrtn : waktu perekrutan [tahun]
tingkat penciptaan kesempatan kerja
aux LjPcptnLwKrj = KorPcptnLwKrj
LjPcptnLwKrj : tingkat penciptaan kesempatan kerja [orang per tahun]KorPcptnLwKrj : koreksi tingkat penciptaan kesempatan
kerja yang diharapkan[orang per tahun]
tingkat penciptaan kesempatan kerja yang diharapkan
aux RcnPcptnLwKrj = RcnPrkrtnTK+AdjLwKrjaux KorPcptnLwKrj = MAX(0,RcnPcptnLwKrj)
RcnPcptnLwKrj : tingkat penciptaan kesempatan kerjayang diharapkan
[orang per tahun]
RcnPrkrtnTK : tingkat perekrutan tenaga kerja yangdiharapkan
[orang per tahun]
AdjLwKrj : penyesuaian gap kesempatan kerja [orang per tahun]KorPcptnLwKrj : koreksi tingkat penciptaan kesempatan
kerja yang diharapkan[orang per tahun]
penyesuaian gap kesempatan kerja
aux AdjLwKrj = (RcnLwKrj-LwKrj)/WktAdjLwKrjconst WktAdjLwKrj = 1 tahun
AdjLwKrj : penyesuaian gap kesempatan kerja [orang per tahun]
IV-73
RcnLwKrj : kesempatan kerja yang diharapkan [orang]LwKrj : kesempatan kerja yang tersedia [orang]WktAdjLwKrj : waktu penyesuaian gap kesempatan
kerja[tahun]
tingkat penutupan kesempatan kerja
aux LjPntpnLwKrj = LjPrkrtnTK
LjPntpnLwKrj : tingkat penutupan kesempatan kerja [orang per tahun]LjPrkrtnTK : tingkat perekrutan tenaga kerja [orang per tahun]
tingkat pembatalan kesempatan kerja
aux LjPmbtlnTK = MIN(TkPmbtlnTK,MaxPmbtlnTK)
LjPmbtlnTK : tingkat pembatalan kesempatan kerja [orang per tahun]TkPmbtlnTK : tingkat pembatalan kesempatan kerja
yang diharapkan[orang per tahun]
MaxPmbtlnTK : maksimum tingkat pembatalankesempatan kerja
[orang per tahun]
maksimum tingkat pembatalan kesempatan kerja
aux MaxPmbtlnTK = LwKrj/WktPmbtlnTKconst WktPmbtlnTK = 1 tahun
MaxPmbtlnTK : maksimum tingkat pembatalankesempatan kerja
[orang per tahun]
LwKrj : kesempatan kerja yang tersedia [orang]WktPmbtlnTK : waktu pembatalan kesempatan kerja [tahun]
tingkat pembatalan kesempatan kerja yang diharapkan
aux TkPmbtlnTK = MAX(0,-RcnPcptnLwKrj)
TkPmbtlnTK : tingkat pembatalan kesempatan kerjayang diharapkan
[orang per tahun]
RcnPcptnLwKrj : tingkat penciptaan kesempatan kerjayang diharapkan
[orang per tahun]
IV-74
Pertumbuhan angkatan kerja
Jumlah tenaga kerja di industri nasional dihitung berdasarkan jumlah tenaga kerja
dikalikan dengan prosentase tenaga kerja industri terhadap tenaga kerja nasional.
Nilai prosentase ini merupakan rata-rata prosentase tenaga kerja industri terhadap
tenaga kerja nasional tahun 2000-2005.
tenaga kerja di industri
aux TKInds = TKBkrj*PctTKIndsconst PctTKInds = 0,0006 {Rata-Rata Prosentase Tenaga Kerja Industri terhadap
Tenaga Kerja Nasional Tahun 2000-2005}
TKInds : tenaga kerja di industri [orang]TKBkrj : jumlah tenaga kerja nasional [orang]PctTKInds : prosentase tenaga kerja industri terhadap
tenaga kerja nasional[tanpa satuan]
Tenaga kerja adalah bagian dari angkatan kerja yang memiliki pekerjaan (BPS,
2005). Jumlah tenaga kerja nasional dihitung berdasarkan jumlah angkatan kerja
dikali dengan rata-rata prosentase bekerja terhadap angkatan kerja. Nilai prosentase
diperoleh dari rata-rata prosentase bekerja terhadap angkatan kerja tahun 2000-
2005.
jumlah tenaga kerja nasional
aux TKBkrj = AktKrjNas*PctBkrjconst PctBkrj = 0,91 {Rata-Rata Prosentase Bekerja terhadap Angkatan Kerja
Tahun 2000-2005}
TKBkrj : jumlah tenaga kerja nasional [orang]AktKrjNas : angkatan kerja nasional [orang]PctBkrj : prosentase bekerja terhadap
angkatan kerja[tanpa satuan]
Angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja atau punya pekerjaan
namun sementara tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan (BPS, 2005).
Penduduk usia kerja yang tidak ingin mencari pekerjaan (misal: pelajar dan
IV-75
mahasiswa, ibu rumah tangga) adalah bukan angkatan kerja. Angkatan kerja
dihitung dengan mengalikan populasi penduduk usia kerja dengan tingkat
partisipasi angkatan kerja. Nilai tingkat partisipasi angkatan kerja diperoleh dari
rata-rata tingkat partisipasi angkatan kerja tahun 2000-2005 yang merupakan
perbandingan antara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja.
angkatan kerja nasional
aux AktKrjNas = Pop1565*RtPrtspsAgktKrjNasconst RtPrtspsAgktKrjNas = 0,68 {Rata-Rata Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Tahun 2000-2005}
AktKrjNas : angkatan kerja nasional [orang]Pop1565 : populasi penduduk usia 15-65
tahun (populasi penduduk usiakerja)
[orang per tahun]
RtPrtspsAgktKrjNas : tingkat partisipasi angkatan kerjanasional
[tanpa satuan]
Populasi penduduk usia kerja diperoleh dari tingkat maturitas penduduk usia 0-14
tahun dikurangi tingkat maturitas dan tingkat kematian penduduk usia 15-65 tahun.
Nilai inisialisasi penduduk usia kerja diperoleh dari populasi penduduk usia 15-65
tahun pada tahun 2000 (BPS, 2002).
populasi penduduk usia 15-65 tahun (populasi penduduk usia kerja)
flow Pop1565 = +dt*LjMtrts014-dt*LjMtrts1565-dt*LjKmtin1565init Pop1565 = 141.170.805 orang {Populasi Penduduk Usia 15-65 Tahun pada
Tahun 2000}
Pop1565 : populasi penduduk usia 15-65tahun (populasi penduduk usiakerja)
[orang per tahun]
LjMtrts014 : tingkat maturitas penduduk usia 0-14 tahun
[orang per tahun]
LjMtrts1565 : tingkat maturitas penduduk usia15-65 tahun
[orang per tahun]
LjKmtin1565 : tingkat kematian penduduk usia15-65 tahun
[orang per tahun]
IV-76
Populasi penduduk usia 0-14 tahun diperoleh dari tingkat kelahiran dikurangi
tingkat maturitas dan tingkat kematian penduduk usia 0-14 tahun. Nilai inisialisasi
penduduk usia 0-14 tahun diperoleh dari populasi penduduk 0-14 tahun pada tahun
2000 (BPS, 2002).
populasi penduduk usia 0-14 tahun
flow Pop014 = -dt*LjKmtin014-dt*LjMtrts014+dt*LjKlhrninit Pop014 = 63.961.195 orang {Populasi Penduduk Usia 0-14 Tahun pada
Tahun 2000}
Pop014 : populasi penduduk usia 0-14 tahun [orang]LjKmtin014 : tingkat kematian penduduk usia 0-
14 tahun[orang per tahun]
LjMtrts014 : tingkat maturitas penduduk usia 0-14 tahun
[orang per tahun]
LjKlhrn : tingkat kelahiran penduduk [orang per tahun]
Tingkat maturitas menunjukkan jumlah penduduk yang berpindah dari satu struktur
umur ke struktur umur yang lebih tinggi. Tingkat maturitas dirumuskan sebagai
delay pipeline karena distribusi waktu di dalam suatu struktur umur setiap orang
sama. Inisialisasi tingkat maturitas diperoleh dengan mengasumsikan distribusi
masing-masing tingkatan umur dalam suatu struktur adalah sama.
tingkat maturitas penduduk usia 0-14 tahun
aux LjMtrts014 = DELAYPPL(LjKlhrn, RtMtrts014,(Pop014/RtMtrts014))const RtMtrts014 = 14 tahun
LjMtrts014 : tingkat maturitas penduduk usia 0-14 tahun
[orang per tahun]
LjKlhrn : tingkat kelahiran penduduk [orang per tahun]RtMtrts014 : lama penduduk berada dalam
struktur usia 0-14 tahun[tahun]
Pop014 : populasi penduduk usia 0-14 tahun [orang]
tingkat maturitas penduduk usia 15-65 tahun
aux LjMtrts1565=DELAYPPL(LjMtrts014, RtMtrts1565,(Pop1565/RtMtrts1565))const RtMtrts1565 = 51 tahun
IV-77
LjMtrts1565 : tingkat maturitas penduduk usia15-65 tahun
[orang per tahun]
LjMtrts014 : tingkat maturitas penduduk usia 0-14 tahun
[orang per tahun]
RtMtrts1565 : lama penduduk berada dalamstruktur usia 15-65 tahun
[tahun]
Pop1565 : populasi penduduk usia 15-65tahun (populasi penduduk usiakerja)
[orang per tahun]
Perhitungan tingkat kematian pada setiap struktur umur dilakukan dengan
mengasumsikan angka kematian setiap struktur umur sama dengan angka kematian
kasar (CDR) pada populasi.
tingkat kematian penduduk usia 0-14 tahun
aux LjKmtin014 = Pop014*CDR/1000
LjKmtin014 : tingkat kematian penduduk usia 0-14 tahun
[orang per tahun]
Pop014 : populasi penduduk usia 0-14 tahun [orang]CDR : angka kematian kasar [orang per tahun]
tingkat kematian penduduk usia 15-65 tahun
aux LjKmtin1565 = Pop1565*CDR/1000
LjKmtin1565 : tingkat kematian penduduk usia15-65 tahun
[orang per tahun]
Pop1565 : populasi penduduk usia 15-65tahun (populasi penduduk usiakerja)
[orang per tahun]
CDR : angka kematian kasar [per tahun]
Populasi penduduk Indonesia ditentukan oleh tingkat kelahiran dan tingkat
kematian dengan asumsi net migrasi sama dengan nol. Nilai inisialisasi populasi
penduduk Indonesia diperoleh dari populasi penduduk Indonesia tahun 2000 (BPS,
2002).
populasi penduduk Indonesia
flow Populasi = +dt*LjKlhrn-dt*LjKmtin
IV-78
init Populasi = 205.132.000 orang{Populasi Penduduk Indonesia Tahun 2000}
Populasi : populasi penduduk Indonesia [orang]LjKlhrn : tingkat kelahiran penduduk [orang per tahun]LjKmtin : tingkat kematian penduduk [orang per tahun]
Tingkat kematian yang terjadi pada suatu tahun diperoleh dari hasil perkalian
antara jumlah penduduk dengan angka kematian kasar. Cara yang sama juga
digunakan untuk menghitung tingkat kematian.
tingkat kelahiran penduduk
aux LjKlhrn = Populasi*CBR/1000
LjKlhrn : tingkat kelahiran penduduk [orang per tahun]Populasi : populasi penduduk Indonesia [orang]CBR : angka kelahiran kasar [per tahun]
tingkat kematian penduduk
aux LjKmtin = Populasi*CDR/1000
LjKmtin : tingkat kematian penduduk [orang per tahun]Populasi : populasi penduduk Indonesia [orang]CDR : angka kematian kasar [per tahun]
Untuk menentukan tingkat kelahiran dan kematian penduduk digunakan parameter
angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate) dan angka kematian kasar (Crude Death
Rate). Parameter ini menunjukkan angka kelahiran (dan atau kematian) per seribu
penduduk. Telah diuraikan sebelumnya pada bagian diagram hubungan kausal
bahwa peningkatan pendapatan akan menurunkan tingkat kelahiran dan kematian
pada suatu negara. Hubungan antara PDB per kapita dengan CDR dan CBR di
Indonesia yang diperoleh dari data penelitian sebelumnya yang menunjukkan
adanya kecenderungan yang mendukung pernyataan tersebut. Berdasarkan data
historis, dapat dibuat grafik hubungan antara produk domestik bruto riil per kapita
dengan angka kelahiran dan angka kematian di Indonesia seperti terlihat pada
Gambar IV.23 dan IV.24.
IV-79
Angka Kematian Kasar
0
2
4
6
8
10
12
750000 1000000 1250000 1500000 1750000 2000000 2250000 2500000 2750000 3000000
PDB_perKpt [rupiah per orang]
CD
R[p
erta
hu
n]
CDR : angka kematian kasarPDB_perKpt : produk domestik bruto riil per kapita
Gambar IV.23. Grafik hubungan angka kematian kasar dengan PDB per kapita
Angka Kelahiran Kasar
0
5
10
15
20
25
30
750000 1000000 1250000 1500000 1750000 2000000 2250000 2500000 2750000 3000000
PDB_perKpt [rupiah per orang]
CB
R[p
erta
hun]
CBR : angka kelahiran kasar [per tahun]PDB_perKpt : produk domestik bruto riil per kapita [rupiah per
tahun]
Gambar IV.24. Grafik hubungan angka kelahiran kasar dengan PDB per kapita
IV-80
angka kelahiran kasar
aux CBR = GRAPH(PDB_perKpt, 750000, 250000, T_CBR)const T_CBR = [28,26,26,23,23,21,21,20,20,20] {Estimasi Giyanti, 2004}dim T_CBR = (i = 1..10)
CBR : angka kelahiran kasar [per tahun]PDB_perKpt : produk domestik bruto riil per
kapita[rupiah per orang]
T_CBR : tabel CBR [per tahun]
angka kematian kasar
aux CDR = GRAPH(PDB_perKpt, 750000, 250000, T_CDR)const T_CDR = [10,9,9,8,8,8,7,7,6,6] {Estimasi Giyanti, 2004}dim T_CDR = (i = 1..10)
CDR : angka kematian kasar [per tahun]PDB_perKpt : produk domestik bruto riil per
kapita[rupiah per orang]
T_CDR : tabel CDR [per tahun]
PDB riil per kapita yang merupakan indikator bagi pendapatan seseorang,
merupakan hasil pembagian antara PDB riil dengan jumlah penduduk dalam satu
tahun.
produk domestik bruto riil per kapita
aux PDB_perKpt = PDBRiil/Populasi
PDB_perKpt : produk domestik bruto riil perkapita
[rupiah per orang]
PDBRiil : produk domestik bruto riil [rupiah]Populasi : populasi penduduk Indonesia [orang]
IV.3.4 Sub Sistem Permintaan Pasar Domestik
Dalam model ini diasumsikan industri akan kehilangan order jika tidak dapat
memenuhi permintaan pasar dengan segera (tidak ada backlog). Permintaan pasar
domestik dimodelkan dengan delay informasi orde pertama dari indikasi
permintaan pasar domestik. Perumusan dengan delay ini didasari alasan bahwa
IV-81
pasar tidak dapat dengan segera merespon perubahan harga produk. Diperlukan
waktu bagi pasar untuk membentuk persepsi tentang harga serta mencari produk
substitusi. Waktu ini diagregasikan dalam waktu penyesuaian permintaan pasar
domestik yang diasumsikan konstan selama 0,5 tahun. Pangsa pasar domestik
merupakan persentase permintaan pasar domestik terhadap total permintaan pasar.
permintaan pasar domestik
aux PrmtnDom=DELAYINF(IndksPrmtnDom,WktAdjPrmtnDom ,1,RefPrmtnDom)const WktAdjPrmtnDom = 0,5 tahun
PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]IndksPrmtnDom : indikasi permintaan pasar
domestik ke industri[rupiah per tahun]
WktAdjPrmtnDom : waktu penyesuaian permintaanpasar domestik
[tahun]
RefPrmtnDom : referensi permintaan pasardomestik
[rupiah per tahun]
aux PgsPsrDom = PCT(PrmtnDom/TotPrmtn)
PgsPsrDom : pangsa pasar domestik [tanpa satuan]PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]TotPrmtn : total tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun]
Indikasi permintaan pasar domestik ke industri menggambarkan jumlah barang
yang diminta sebagai respon pasar terhadap perubahan harga. Dalam model ini
diasumsikan kurva permintaan berbentuk garis lurus. Pada saat harga produk di
pasar domestik sama dengan harga referensi, yang merepresentasikan harga produk
substitusi, indikasi permintaan akan sama dengan referensi permintaan pasar
domestik yang berarti sama dengan permintaan potensial di pasar domestik.
indikasi permintaan pasar domestik ke industri
aux IndksPrmtnDom=RefPrmtnDom*MAX(0, 1+KrvRefPrmtnDom*(HrgDom-HrgPrdkImp)/RefPrmtnDom)
IndksPrmtnDom : indikasi permintaan pasardomestik ke industri
[rupiah per tahun]
RefPrmtnDom : referensi permintaan pasar [rupiah per tahun]
IV-82
domestikKrvRefPrmtnDom : kemiringan kurva permintaan
pasar domestik[tanpa satuan]
HrgDom : harga produk di pasar domestik [rupiah per unit]rgPrdkImp : harga produk impor di pasar
domestik[rupiah per unit]
referensi permintaan pasar domestik
aux RefPrmtnDom = PotPrmtnDom
RefPrmtnDom : referensi permintaan pasardomestik
[rupiah per tahun]
PotPrmtnDom : permintaan potensial pasardomestik
[rupiah per tahun]
Akumulasi permintaan potensial pasar domestik dinyatakan oleh besarnya
pertumbuhan permintaan pasar domestik setiap tahunnya. Nilai pertumbuhan ini
diperoleh dengan mengalikan permintaan potensial pasar domestik dikalikan
dengan pertumbuhan permintaan pasar domestik. Tingkat pertumbuhan permintaan
pasar domestik pada model ini diramalkan melalui pertumbuhan konsumsi
masyarakat atas barang dan jasa dengan asumsi tingkat pertumbuhan tingkat
pertumbuhan yang sama juga akan terjadi pada konsumsi industri komponen
otomotif. Waktu peramalan permintaan pasar pada model ini sama dengan 1 tahun.
Nilai inisialisasi permintaan potensial pasar domestik diperoleh dari nilai produksi
industri komponen otomotif pada tahun 2000 dikalikan dengan proporsi output
industri untuk pasar dalam negeri.
permintaan potensial pasar domestik
flow PotPrmtnDom = +dt*LjPrbhnPrmtnDominit PotPrmtnDom = InitPotPrmtnDomconst InitPotPrmtnDom = Rp 19.291.053.518.525,00 {Output Aktual Industri
Tahun 2000 x (1-Prosentase Produksi yang Diekspor)}
PotPrmtnDom : permintaan potensial pasardomestik
[rupiah per tahun]
LjPrbhnPrmtnDom : perubahan permintaan pasardomestik
[rupiah per tahunper tahun
InitPotPrmtnDom : inisialisasi permintaan pasar [rupiah per tahun]
IV-83
domestik
perubahan permintaan pasar domestik
aux LjPrbhnPrmtnDom = PotPrmtnDom*PrtmbhnPrmtnDom
LjPrbhnPrmtnDom : perubahan permintaan pasardomestik
[rupiah per tahunper tahun]
PotPrmtnDom : permintaan potensial pasardomestik
[rupiah per tahun]
PrtmbhnPrmtnDom : pertumbuhan permintaan pasardomestik
[per tahun]
pertumbuhan permintaan pasar domestik
aux PrtmbhnPrmtnDom = TREND(Konsumsi, WktPrmlnPrmtn)const WktPrmlnPrmtn = 1 tahun
PrtmbhnPrmtnDom : pertumbuhan permintaan pasardomestik
[per tahun]
Konsumsi : konsumsi masyarakat [rupiah]WktPrmlnPrmtn : waktu peramalan tingkat
permintaan pasar[tahun]
Kemiringan kurva permintaan ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan
koefisien elastisitas permintaan pasar domestik pada harga referensi. Koefisien
elastisitas permintaan adalah angka yang menggambarkan berapa besar perubahan
jumlah barang yang diminta dibandingkan dengan perubahan harga. Dalam model
ini, koefisien elastisitas permintaan pasar domestik diperoleh berdasarkan hasil
estimasi Sawitri (1999).
kemiringan kurva permintaan pasar domestik
aux KrvRefPrmtnDom = (-RefPrmtnDom * ElstsPrmtnDom) /HrgPrdkImpconst ElstsPrmtnDom = 0,259 {Hasil estimasi Sawitri, 1999}
KrvRefPrmtnDom : kemiringan kurva permintaanpasar domestik
[tanpa satuan]
RefPrmtnDom : referensi permintaan pasardomestik
[rupiah per tahun]
ElstsPrmtnDom : elastisitas permintaan domestik [tanpa satuan]HrgPrdkImp : harga produk impor di pasar
domestik[rupiah per unit]
IV-84
Harga produk di pasar domestik ditentukan oleh ekspektasi produsen terhadap
harga produk di pasar domestik dan dipengaruhi oleh ongkos produksi dan waktu
cakupan persediaan produk jadi di pasar domestik.
harga produk di pasar domestik
aux HrgDom = EksptsHrgDom*EfkEksptsHrgDom*EfkCkpPersdPrdkJdDom
HrgDom : harga produk di pasar domestik [rupiah per unit]EksptsHrgDom : ekspektasi harga di pasar
domestik[rupiah per unit]
EfkEksptsHrgDom : pengaruh ongkos produksi padaharga produk di pasar domestik
[tanpa satuan]
EfkCkpPersdPrdkJdDom : pengaruh waktu cakupanpersediaan produk jadi terhadapharga di pasar domestik
[tanpa satuan]
Ekspektasi produsen terhadap harga produk di pasar domestik dinyatakan oleh
besarnya perubahan ekspektasi harga. Nilai inisialisasi ekspektasi harga produk di
pasar domestik sama dengan Rp 9.595,00 dimana nilai ini setara dengan 1$ pada
tahun 2000. Inisialisasi ini digunakan untuk menggambarkan bahwa pada awal
simulasi, harga produk nasional sama dengan harga produk impor.
ekspektasi harga di pasar domestik
flow EksptsHrgDom = +dt*LjPrbhnHrgDominit EksptsHrgDom = RefHrgDom
EksptsHrgDom : ekspektasi harga di pasar domestik [rupiah per unit]LjPrbhnHrgDom : perubahan ekspektasi harga di
pasar domestik[rupiah per unitper tahun]
RefHrgDom : referensi harga di pasar domestik [rupiah per unit]
referensi harga di pasar domestik
aux RefHrgDom = HrgDsrconst HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000}
RefHrgDom : referensi harga di pasar domestik [rupiah per unit]HrgDsr : harga dasar produk [rupiah per unit]
IV-85
Perubahan ekspektasi produsen terhadap harga produk di pasar domestik terjadi
karena adanya perbedaan antara indikasi harga produk di pasar domestik dengan
ekspektasi harga pada saat ini. Indikasi harga di pasar domestik merupakan nilai
maksimum dari harga minimum dengan harga produk di pasar domestik. Harga
minimum adalah harga yang ditentukan berdasarkan ekspektasi ongkos variabel.
perubahan ekspektasi harga di pasar domestik
aux LjPrbhnHrgDom = (IndksHrgPsrDom-EksptsHrgDom)/WktAdjHrgconst WktAdjHrg = 1 tahun
LjPrbhnHrgDom : perubahan ekspektasi harga dipasar domestik
[rupiah per unitper tahun]
IndksHrgPsrDom : indikasi harga di pasar domestik [rupiah per unit]EksptsHrgDom : ekspektasi harga di pasar domestik [rupiah per unit]WktAdjHrg : waktu penyesuaian perubahan
ekspektasi harga[tahun]
indikasi harga di pasar domestik
aux IndksHrgPsrDom = MAX(MinHrgDom,HrgDom)
IndksHrgPsrDom : indikasi harga di pasar domestik [rupiah per unit]MinHrgDom : harga minimum di pasar domestik [rupiah per unit]HrgDom : harga produk di pasar domestik [rupiah per unit]
harga minimum di pasar domestik
aux MinHrgDom = EksptsBiyVar
MinHrgDom : harga minimum di pasar domestik [rupiah per unit]EksptsBiyVar : ekspektasi biaya variabel [rupiah per unit]
pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar domestik
aux EfkEksptsHrgDom = GRAPH((EksptsBiyProd/EksptsHrgDom), 0, 0.20,T_EfkEksptsHrgDom)
const T_EfkEksptsHrgDom=[0.75,0.80,0.85,0.90,0.95,1.00,1.05,1.10,1.15,1.20,1.25,1.30,1.35,1.40,1.45,1.50] {Sterman, 2000, hal. 819}
dim T_EfkEksptsHrgDom = (i = 1..16)
IV-86
EfkEksptsHrgDom : pengaruh ongkos produksi padaharga produk di pasar domestik
[tanpa satuan]
EksptsBiyProd : ekspektasi ongkos produksi [rupiah per unit]EksptsHrgDom : ekspektasi harga di pasar domestik [rupiah per unit]T_EfkEksptsHrgDom : tabel pengaruh ongkos produksi
pada harga[tanpa satuan]
Pengaruh Ongkos Produksi pada Harga Produk di PasarDomestik
0
0.20.4
0.6
0.81
1.2
1.41.6
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3
EksptsBiyProd/EksptsHrgDom [tanpa satuan]
Efk
Eks
pts
Hrg
Dom
[tan
pa
satu
an]
EfkEksptsHrgDom : pengaruh ongkos produksi pada harga produk dipasar domestik [tanpa satuan]
EksptsBiyProd/EksptsHrgDom
: rasio antara ekspektasi ongkos produksi denganekspektasi harga di pasar domestik [tanpasatuan]
Gambar IV.25. Grafik pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar
Harga bergantung pada persepsi produsen terhadap waktu cakupan persediaan
produk jadi di pasar domestik, bukan pada waktu cakupan saat itu juga, karena
tingkat pengiriman tidak dapat diketahui seketika itu juga. Variabel pengaruh
waktu cakupan persediaan produk jadi pada harga di pasar domestik menyatakan
bahwa harga akan turun jika waktu cakupan persediaan produk jadi di pasar
domestik melebihi referensinya, dan sebaliknya. Pengaruh ini merupakan fungsi
non linear dari rasio waktu cakupan persediaan produk jadi dan dirumuskan dengan
graph (Gambar IV.26).
IV-87
Pengaruh Waktu Cakupan Persediaan Produk Jadi terhadapHarga di Pasar Domestik
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25
RtoCkpPersdDom [tanpa satuan]
Efk
Ckp
Per
sdP
rdkJ
dD
om
[tan
pa
satu
an]
EfkCkpPersdPrdkJdDom : pengaruh waktu cakupan persediaan produk jaditerhadap harga di pasar domestik [tanpa satuan]
RtoCkpPersdDom : rasio waktu cakupan persediaan produk jadiuntuk pasar domestik [tanpa satuan]
Gambar IV.26. Grafik pengaruh waktu cakupan produk jadi terhadapharga di pasar domestik
pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar domestik
aux EfkCkpPersdPrdkJdDom=GRAPH(RtoCkpPersdDom,0,0.25,T_EfkCkpPersd)
const T_EfkCkpPersd = [2.24,1.58,1.29,1.12,1,0.91,0.85,0.79,0.75,0.71]{Sterman, 2000, 821}
dim T_EfkCkpPersd = (i = 1..10)
EfkCkpPersdPrdkJdDom : pengaruh waktu cakupanpersediaan produk jadi terhadapharga di pasar domestik
[tanpa satuan]
RtoCkpPersdDom : rasio waktu cakupan persediaanproduk jadi untuk pasar domestik
[tanpa satuan]
T_EfkCkpPersd : pengaruh waktu cakupanpersediaan produk jadi terhadapharga di pasar domestik
[tanpa satuan]
rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik
aux RtoCkpPersdDom = PrspsPrdsnCkpPersdDom/WktCkpRefPers
IV-88
RtoCkpPersdDom : rasio waktu cakupan persediaanproduk jadi untuk pasardomestik
[tanpa satuan]
PrspsPrdsnCkpPersdDom : persepsi produsen pada waktucakupan persediaan produk jadiuntuk pasar domestik
[tahun]
WktCkpRefPers : referensi waktu cakupanpersediaan produk jadi
[tahun]
persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar
domestik
aux PrspsPrdsnCkpPersdDom=DELAYINF(CkpPersdDom, WktPrspsCkpPersd)const WktPrspsCkpPersd = 0,167 tahun
PrspsPrdsnCkpPersdDom : persepsi produsen pada waktucakupan persediaan produk jadiuntuk pasar domestik
[tahun]
CkpPersdDom : waktu cakupan persediaanproduk jadi
[tahun]
WktPrspsCkpPersd : waktu persepsi cakupanpersediaan produk jadi
[tahun]
waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar domestik
aux CkpPersdDom = PersdPrdkJdDom/LjKrmDom
CkpPersdDom : waktu cakupan persediaan produkjadi untuk pasar domestik
[tahun]
PersdPrdkJdDom : persediaan produk jadi untuk pasardomestik
[rupiah]
LjKrmDom : tingkat pengiriman produk kepasar domestik
[rupiah per tahun]
Level persediaan produk jadi untuk pasar domestik ditentukan oleh output industri
yang dialokasikan untuk pasar domestik dikurangi oleh tingkat pengiriman produk
ke pasar domestik. Pengalokasian output industri pada model ini diasumsikan
didasarkan pada rasio permintaan pasar domestik terhadap total permintaan. Nilai
inisialisasi level persediaan produk jadi untuk pasar domestik dihitung berdasarkan
inisial permintaan pasar domestik dikalikan dengan referensi waktu cakupan
persediaan produk jadi.
IV-89
persediaan produk jadi untuk pasar domestik
flow PersdPrdkJdDom = +dt*LjOutIndsDom-dt*LjKrmDominit PersdPrdkJdDom = InitPersdPrdkJdDom
PersdPrdkJdDom : persediaan produk jadi untuk pasardomestik
[rupiah]
LjOutIndsDom : nilai produksi untuk pasardomestik
[rupiah per tahun]
LjKrmDom : tingkat pengiriman produk kepasar domestik
[rupiah per tahun]
InitPersdPrdkJdDom : inisialisasi persediaan produk jadiuntuk pasar domestik
[rupiah]
inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik
const InitPersdPrdkJdDom = INIT(PrmtnDom*WktCkpRefPers)const WktCkpRefPers = 0,5 tahun
InitPersdPrdkJdDom : inisialisasi persediaan produk jadiuntuk pasar domestik
[rupiah]
PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]WktCkpRefPers : referensi waktu cakupan
persediaan produk jadi[tahun]
nilai produksi untuk pasar domestik
aux LjOutIndsDom = OutputInds*(PrmtnDom/TotPrmtn)
LjOutIndsDom : nilai produksi untuk pasardomestik
[rupiah per tahun]
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]PrmtnDom : Permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]TotPrmtn : total tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun]
Tingkat pengiriman produk ke pasar domestik dinyatakan oleh perkalian antara
pengiriman produk ke pasar domestik yang diharapkan dengan rasio pemenuhan
pesanan di pasar domestik. Tingkat pengiriman produk ke pasar domestik yang
diharapkan ditentukan oleh besarnya permintaan pasar domestik.
tingkat pengiriman produk ke pasar domestik
aux LjKrmDom = RcnKrmDom*RtoKrmPrmtnDom
IV-90
LjKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasardomestik
[rupiah per tahun]
RcnKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasardomestik yang diharapkan
[rupiah per tahun]
RtoKrmPrmtnDom : rasio pemenuhan pesanan di pasardomestik
[tanpa satuan]
tingkat pengiriman produk ke pasar domestik yang diharapkan
aux RcnKrmDom = PrmtnDom
RcnKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasardomestik yang diharapkan
[rupiah per tahun]
PrmtnDom : Permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]
Rasio Pemenuhan Pesanan di Pasar Domestik
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
Max KrmDom/RcnKrmDom [tanpa satuan]
Rto
Krm
Prm
tnD
om[ta
npa
satu
an]
RtoKrmPrmtnDom : rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik[tanpa satuan]
MaxKrmDom/RcnKrmDom
: rasio antara maksimum tingkat pengirimanproduk ke pasar domestik dengan tingkatpengiriman produk ke pasar domestik yangdiharapkan [tanpa satuan]
Gambar IV.27. Grafik rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik
rasio pemenuhan pesanan di pasar domestik
aux RtoKrmPrmtnDom = GRAPH(MaxKrmDom / RcnKrmDom,0,0.2,T_RtoPmnhn)
IV-91
const T_RtoPmnhn = [0,0.2,0.4,0.58,0.73,0.85,0.93,0.97,0.99,1,1] {Sterman,2000, hal.721}
dim T_RtoPmnhn = (i=1..11)
RtoKrmPrmtnDom : rasio pemenuhan pesanan di pasardomestik
[tanpa satuan]
MaxKrmDom : maksimum tingkat pengirimanproduk ke pasar domestik
[rupiah per tahun]
RcnKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasardomestik yang diharapkan
[rupiah per tahun]
T_RtoPmnhn : tabel rasio pemenuhan order [tanpa satuan]
Maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar domestik ditentukan oleh level
persediaan produk jadi untuk pasar domestik dibagi dengan waktu proses
pengiriman ke pasar domestik yang diasumsikan sama dengan 0,25 tahun.
maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar domestik
aux MaxKrmDom = PersdPrdkJdDom/WktKrmDomconst WktKrmDom = 0,25 tahun
MaxKrmDom : maksimum tingkat pengirimanproduk ke pasar domestik
[rupiah per tahun]
PersdPrdkJdDom : persediaan produk jadi untuk pasardomestik
[rupiah]
WktKrmDom : waktu proses pengiriman ke pasardomestik
[tahun]
IV.3.5 Sub Sistem Permintaan Pasar Ekspor
Mekanisme interaksi antar variabel pada sub sistem permintaan pasar ekspor pada
dasarnya sama dengan mekanisme yang terjadi pada sub sistem permintaan pasar
domestik. Karena itu, pada bagian ini interaksi antar variabel hanya akan
diterangkan secara sekilas sementara itu keterangan lebih detail mengenai variabel-
variabel dalam sub sistem permintaan pasar ekspor dapat dilihat pada sub sistem
permintaan pasar domestik. Dalam sub sistem permintaan pasar ekspor
diasumsikan juga bahwa industri akan kehilangan order jika tidak dapat memenuhi
permintaan pasar pasar ekspor dengan segera (tidak ada backlog).
IV-92
permintaan pasar ekspor
aux PrmtnEksp=DELAYINF(IndksPrmtnEksp, WktAdjPrmtnEksp,1,RefPrmtnEksp)const WktAdjPrmtnEksp = 0,5 tahun
PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]IndksPrmtnEksp : indikasi permintaan pasar ekspor
ke industri[rupiah per tahun]
WktAdjPrmtnEksp : waktu penyesuaian permintaanekspor
[tahun]
RefPrmtnEksp : referensi permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]
aux PgsPsrEksp = PCT(PrmtnEksp/TotPrmtn)
PgsPsrEksp : pangsa pasar ekspor [tanpa satuan]PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]TotPrmtn : total tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun]
indikasi permintaan pasar ekspor ke industri
aux IndksPrmtnEksp=RefPrmtnEksp*MAX(0,1+KrvRefPrmtnEksp*(HrgPrdkEkspLN-RefHrgEksp)/RefPrmtnEksp)
IndksPrmtnEksp : indikasi permintaan pasar eksporke industri
[rupiah per tahun]
RefPrmtnEksp : referensi permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]KrvRefPrmtnEksp : kemiringan kurva permintaan
pasar ekspor[tanpa satuan]
HrgPrdkEkspLN : harga produk di pasar luar negeri [dollar per unit]RefHrgEks : referensi harga pasar untuk produk
ekspor[dollar per unit]
referensi permintaan pasar ekspor
aux RefPrmtnEksp = PotPrmtnEks
RefPrmtnEksp : referensi permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]PotPrmtnEks : permintaan potensial pasar ekspor [rupiah per tahun]
Nilai inisialisasi permintaan potensial pasar ekspor diperoleh dari nilai produksi
aktual industri komponen otomotif pada tahun 2000 dikalikan dengan proporsi
output industri untuk perdagangan internasional (BPS, 2005).
IV-93
permintaan potensial pasar ekspor
flow PotPrmtnEks = +dt*LjPrbhnPrmtnEkspinit PotPrmtnEks = InitPotPrmtnEkspconst InitPotPrmtnEksp = Rp 5.676.067.182.475,00 {Output Aktual Industri
Tahun 2000 x Prosentase Produksi yang Diekspor}
PotPrmtnEks : Permintaan potensial pasar ekspor [rupiah per tahun]LjPrbhnPrmtnEksp : perubahan permintaan pasar
ekspor[rupiah per tahunper tahun]
InitPotPrmtnEksp : inisialisasi permintaan pasarekspor
[rupiah per tahun]
Tingkat pertumbuhan permintaan pasar ekspor dalam model ini diperoleh dari rata-
rata pertumbuhan output industri yang dialokasikan untuk pasar ekspor selama
periode 2000-2005.
perubahan permintaan pasar ekspor
aux LjPrbhnPrmtnEksp = PotPrmtnEks*PrtmbhnPrmtnEkspconst PrtmbhnPrmtnEksp = 0,16 {Rata-rata pertumbuhan permintaan ekspor
industri pada tahun 2000-2005}
LjPrbhnPrmtnEksp : perubahan permintaan pasar ekspor [rupiah per tahunper tahun]
PotPrmtnEks : permintaan potensial pasar ekspor [rupiah per tahun]PrtmbhnPrmtnEksp : Pertumbuhan permintaan ekspor [per tahun]
Kemiringan kurva permintaan ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan
koefisien elastisitas permintaan ekspor pada harga referensi. Dalam model ini,
koefisien elastisitas permintaan ekspor diperoleh berdasarkan hasil estimasi Sawitri
(1999).
kemiringan kurva permintaan pasar ekspor
aux KrvRefPrmtnEksp = (-RefPrmtnEksp * ElstsPrmtnEksp) /RefHrgEksconst ElstsPrmtnEksp = 2,088 {Hasil estimasi Sawitri,1999}
KrvRefPrmtnEksp : kemiringan kurva permintaanekspor
[tanpa satuan]
RefPrmtnEksp : referensi permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]ElstsPrmtnEksp : elastisitas permintaan ekspor [tanpa satuan]
IV-94
RefHrgEks : referensi harga pasar untuk produkekspor
[rupiah per unit]
Referensi harga pasar untuk produk ekspor ditentukan berdasarkan harga dasar
produk internasional dikalikan dengan tarif ekspor.
referensi harga pasar untuk produk ekspor
aux RefHrgEks = InitHrgDsr*(1+TrfEksp)const InitHrgDsr = $1const TrfEksp = 0 {Kebijakan industri otomotif tahun 1999}
RefHrgEks : referensi harga pasar untuk produkekspor
[dollar per unit]
InitHrgDsr : harga dasar produk internasional [dollar per unit]TrfEksp : bea ekspor [tanpa satuan]
Harga produk nasional di luar negeri dipengaruhi oleh mata uang asing yang dalam
model ini direpresentasikan oleh nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika dan
bea ekspor. Bea ekspor yang dikenakan pemerintah kepada produsen pada akhirnya
akan ditanggung oleh konsumen karena pada dasarnya produsen tidak ingin
keuntungannya berkurang akibat bea ekspor ini.
harga produk di pasar luar negeri
aux HrgPrdkEkspLN = (HrgEksp/Kurs)*(1+TrfEksp)
HrgPrdkEkspLN : harga produk ekspor di pasar luarnegeri
[dollar per unit]
HrgEksp : harga produk di pasar ekspor [rupiah per unit]Kurs : nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika[rupiah per dollar]
TrfEksp : bea ekspor [tanpa satuan]
Harga produk untuk pasar ekspor ditentukan oleh ekspektasi produsen terhadap
harga produk di pasar ekspor dan dipengaruhi oleh ongkos produksi dan waktu
cakupan persediaan produk jadi di pasar ekspor.
IV-95
harga produk di pasar ekspor
aux HrgEksp = EksptsHrgEksp*EfkEksptsHrgEksp*EfkCkpPersdPrdkJdEksp
HrgEksp : harga produk di pasar ekspor [rupiah per unit]EksptsHrgEksp : ekspektasi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]EfkEksptsHrgEksp : pengaruh ongkos produksi pada
harga produk di pasar ekspor[tanpa satuan]
EfkCkpPersdPrdkJdEksp : pengaruh waktu cakupanpersediaan produk jadi terhadapharga di pasar ekspor
[tanpa satuan]
Nilai ekspektasi harga di pasar ekspor sama dengan referensi harga untuk pasar
ekspor, dimana referensi harga untuk pasar ekspor ini sama dengan harga dasar
produk. Harga dasar produk yang ditetapkan sebesar Rp 9.595,00 dimana nilai ini
setara dengan 1$ pada tahun 2000. Inisialisasi ini digunakan untuk menggambarkan
bahwa pada awal simulasi, harga produk nasional untuk pasar ekspor sama dengan
harga produk di negara-negara lain.
ekspektasi harga di pasar ekspor
flow EksptsHrgEksp = +dt*LjPrbhnHrgEkspinit EksptsHrgEksp = RefHrgEksp
EksptsHrgEksp : ekspektasi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]LjPrbhnHrgEksp : perubahan ekspektasi harga di
pasar ekspor[rupiah per unitper tahun]
RefHrgEksp : referensi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]
referensi harga di pasar ekspor
aux RefHrgEksp = HrgDsrconst HrgDsr = Rp 9.595,00 {Harga ini setara dengan 1$ pada tahun 2000}
RefHrgEksp : referensi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]HrgDsr : harga dasar produk [rupiah per unit]
perubahan ekspektasi perubahan harga di pasar ekspor
aux LjPrbhnHrgEksp = (IndksHrgPsrEksp-EksptsHrgEksp)/WktAdjHrgconst WktAdjHrg = 1 tahun
LjPrbhnHrgEksp : perubahan ekspektasi harga di [rupiah per unit
IV-96
pasar ekspor per tahun]IndksHrgPsrEksp : indikasi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]EksptsHrgEksp : ekspektasi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]WktAdjHrg : waktu penyesuaian perubahan
ekspektasi harga[tahun]
indikasi harga di pasar ekspor
aux IndksHrgPsrEksp = MAX(MinHrgEksp,HrgEksp)
IndksHrgPsrEksp : indikasi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]MinHrgEksp : harga minimum di pasar ekspor [rupiah per unit]HrgEksp : harga produk di pasar ekspor [rupiah per unit]
harga minimum di pasar ekspor
aux MinHrgEksp = EksptsBiyVar
MinHrgEksp : harga minimum di pasar ekspor [rupiah per unit]EksptsBiyVar : ekspektasi biaya variabel [rupiah per unit]
pengaruh ongkos produksi pada harga produk di pasar ekspor
aux EfkEksptsHrgEksp = GRAPH((EksptsBiyProd/EksptsHrgEksp), 0, 0.20,T_EfkEksptsHrgDom)
const T_EfkEksptsHrgDom=[0.75,0.80,0.85,0.90,0.95,1.00,1.05,1.10,1.15,1.20,1.25,1.30,1.35,1.40,1.45,1.50] {Sterman, 2000, hal 819}
dim T_EfkEksptsHrgDom = (i = 1..16)
EfkEksptsHrgEksp : pengaruh ongkos produksi padaharga produk di pasar ekspor
[tanpa satuan]
EksptsBiyProd : ekspektasi ongkos produksi [rupiah per unit]EksptsHrgEksp : ekspektasi harga di pasar ekspor [rupiah per unit]T_EfkEksptsHrgDom : tabel pengaruh ongkos produksi
pada harga[tanpa satuan]
pengaruh waktu cakupan persediaan produk jadi terhadap harga di pasar ekspor
aux EfkCkpPersdPrdkJdEksp=GRAPH(RtoCkpPersdEksp,0,0.25,T_EfkCkpPersd)
const T_EfkCkpPersd = [2.24,1.58,1.29,1.12,1,0.91,0.85,0.79,0.75,0.71]{Sterman, 2000, hal.821}
dim T_EfkCkpPersd = (i = 1..10)
EfkCkpPersdPrdkJdEksp : pengaruh waktu cakupan [tanpa satuan]
IV-97
persediaan produk jadi terhadapharga di pasar ekspor
RtoCkpPersdEksp : rasio waktu cakupan persediaanproduk jadi untuk pasar ekspor
[tanpa satuan]
T_EfkCkpPersd : tabel pengaruh waktu cakupanpersediaan produk jadi padaharga
[tanpa satuan]
Pengaruh Ongkos Produksi pada Harga Produk di PasarEkspor
00.20.4
0.60.8
11.2
1.41.6
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2 2.2 2.4 2.6 2.8 3
EksptsBiyProd/EksptsHrgEksp [tanpa satuan]
Efk
Eks
pts
Hrg
Eks
p[ta
npa
satu
an]
EfkEksptsHrgEksp : pengaruh ongkos produksi pada harga produk dipasar ekspor [tanpa satuan]
EksptsBiyProd/EksptsHrgEksp
: rasio antara ekspektasi ongkos produksi denganekspektasi harga di pasar ekspor [tanpa satuan]
Gambar IV.28. Grafik pengaruh ongkos produksi pada hargaproduksi pasar ekspor
IV-98
Pengaruh Waktu Cakupan Persediaan Produk Jadi terhadapHarga di Pasar Ekspor
0
0.5
1
1.5
2
2.5
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25
RtoCkpPersdEksp [tanpa satuan]
Efk
Ckp
Per
sdP
rdkJ
dE
ksp
[tan
pa
satu
an]
EfkCkpPersdPrdkJdEksp : pengaruh waktu cakupan persediaan produk jaditerhadap harga di pasar ekspor [tanpa satuan]
RtoCkpPersdEksp : rasio waktu cakupan persediaan produk jadiuntuk pasar ekspor [tanpa satuan]
Gambar IV.29. Grafik pengaruh waktu cakupan persediaan produk jaditerhadap harga di pasar ekspor
rasio waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor
aux RtoCkpPerdEksp = PrspsCkpEksp/WktCkpRefPersconst WktCkpRefPers = 0,5 tahun
RtoCkpPerdEksp : rasio waktu cakupan persediaanproduk jadi untuk pasar ekspor
[tanpa satuan]
PrspsCkpEksp : persepsi produsen pada waktucakupan persediaan produk jadiuntuk pasar ekspor
[tahun]
WktCkpRefPers : referensi waktu cakupanpersediaan produk jadi
[tahun]
persepsi produsen pada waktu cakupan persediaan
aux PrspsCkpEksp = DELAYINF(CkpPersdEksp, WktPrspsCkpPersd)const WktPrspsCkpPersd = 0,167 tahun
PrspsCkpEksp : persepsi produsen pada waktucakupan persediaan produk jadiuntuk pasar ekspor
[tahun]
IV-99
CkpPersdEksp : waktu cakupan persediaan produkjadi untuk pasar ekspor
[tahun]
WktPrspsCkpPersd : waktu persepsi cakupan persediaanproduk jadi
[tahun]
waktu cakupan persediaan produk jadi untuk pasar ekspor
aux CkpPersdEksp = PersdPrdkJdEksp/LjKrmEksp
CkpPersdEksp : waktu cakupan persediaan produkjadi untuk pasar ekspor
[tahun]
PersdPrdkJdEksp : persediaan produk jadi untuk pasarekspor
[rupiah]
LjKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasarekspor
[rupiah per tahun]
persediaan produk jadi untuk pasar ekspor
flow PersdPrdkJdEksp = +dt*LjOutIndsEksp-dt*LjKrmEkspinit PersdPrdkJdEksp = InitPersdPrdkJdEksp
PersdPrdkJdEksp : persediaan produk jadi untuk pasarekspor
[rupiah]
LjOutIndsEksp : nilai produksi untuk pasar ekspor [rupiah per tahun]LjKrmEksp : waktu proses pengiriman ke pasar
ekspor[tahun]
InitPersdPrdkJdEksp : inisialisasi persediaan produk jadiuntuk pasar domestik
[rupiah]
inisialisasi persediaan produk jadi untuk pasar domestik
const InitPersdPrdkJdDom = INIT(PrmtnDom*WktCkpRefPers)
InitPersdPrdkJdDom : inisialisasi persediaan produk jadiuntuk pasar domestik
[rupiah]
PrmtnDom : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]WktCkpRefPers : referensi waktu cakupan
persediaan produk jadi[tahun]
nilai produksi untuk pasar ekspor
aux LjOutIndsEksp = OutputInds*(PrmtnEksp/TotPrmtn)
LjOutIndsEksp : nilai produksi untuk pasar ekspor [rupiah per tahun]OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]
IV-100
TotPrmtn : total tingkat permintaan pasar [rupiah per tahun]
tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor
aux LjKrmEksp = RcnKrmEksp*RtoPmnhnEksp
LjKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasarekspor
[rupiah per tahun]
RcnKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasarekspor yang diharapkan
[rupiah per tahun]
RtoPmnhnEksp : rasio pemenuhan pesanan di pasarekspor
[tanpa satuan]
tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor yang diharapkan
aux RcnKrmEksp = PrmtnEksp
RcnKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasarekspor yang diharapkan
[rupiah per tahun]
PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]
Variabel rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor merupakan fungsi non linear
dari rasio maksimum tingkat pengiriman dari ketersediaan produk jadi untuk pasar
ekspor yang ada dengan kebutuhan pengiriman produk ke pasar ekspor. Fungsi non
linear ini dirumuskan dengan fungsi graph dan gambaran mengenai rasio
pemenuhan order untuk pasar ekspor dapat dilihat pada Gambar IV.30. Keterangan
lebih detail mengenai rasio pemenuhan pesanan dapat dilihat pada sub sistem
bahan baku untuk variabel rasio pemakaian bahan baku.
IV-101
Rasio Pemenuhan Pesanan di Pasar Ekspor
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8 2
MaxKrmEksp/RcnKrmEksp [tanpa satuan]
Rto
Pm
nhnE
ksp
[tanp
asa
tuan
]
RtoPmnhnEksp : rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor [tanpasatuan]
MaxKrmEksp/RcnKrmEksp
: rasio antara maksimum tingkat pengirimanproduk ke pasar ekspor dengan tingkatpengiriman produk ke pasar ekspor [tanpasatuan]
Gambar IV.30. Grafik rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor
rasio pemenuhan pesanan di pasar ekspor
aux RtoPmnhnEksp= GRAPH(MaxKrmEksp / RcnKrmEksp,0,0.2,T_RtoPmnhn)const T_RtoPmnhn = [0,0.2,0.4,0.58,0.73,0.85,0.93,0.97,0.99,1,1] {Sterman,
2000, hal.721}dim T_RtoPmnhn = (i=1..11)
RtoPmnhnEksp : rasio pemenuhan pesanan di pasarekspor
[tanpa satuan]
MaxKrmEksp : maksimum tingkat pengirimanproduk ke pasar ekspor
[rupiah per tahun]
RcnKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasarekspor yang diharapkan
[rupiah per tahun]
T_RtoPmnhn : tabel rasio pemenuhan order [tanpa satuan]
maksimum tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor
aux MaxKrmEksp = PersdPrdkJdEksp/WktKrmEkspconst WktKrmEksp = 0,25 tahun
IV-102
MaxKrmEksp : maksimum tingkat pengirimanproduk ke pasar ekspor
[rupiah per tahun]
PersdPrdkJdEksp : persediaan produk jadi untuk pasarekspor
[rupiah]
WktKrmEksp : waktu proses pengiriman ke pasarekspor
[tahun]
IV.3.6 Sub Sistem Pemerintah
Pengeluaran konsumsi masyarakat ditentukan oleh pendapatan disposible dikalikan
dengan kecenderungan mengkonsumsi marginal (MPC). Pendapatan disposible
adalah pendapatan yang siap dibelanjakan yaitu pendapatan yang telah dikenai
pajak pendapatan. Pajak pendapatan yang digunakan dalam model ini diasumsikan
konstan sebesar 20% dengan menggunakan aturan pajak proporsional. Sedangkan
MPC adalah perbandingan antara pertambahan konsumsi yang dilakukan dengan
adanya pertambahan pendapatan disposible. Nilai MPC diperoleh dari rata-rata
prosentase perbandingan pertambahan konsumsi dan pertambahan pendapatan dari
data pembentukan produk domestik bruto riil tahun 2000-2005.
konsumsi masyarakat
aux Konsumsi = PdptnDpsbl*MPCconst MPC = 0,75 {Rata-Rata Prosentase Pengeluaran untuk Konsumsi dari
Produk Domestik Bruto Riil Setelah Diperhitungkan Pajak yangDiasumsikan Konstan Sebesar 20%}
Consumption : konsumsi masyarakat [rupiah]DispIncome : pendapatan disposible [rupiah]MPC : kecondongan mengkonsumsi
marginal[tanpa satuan]
pendapatan disposible
aux PdptnDpsbl = Pdptn0Tax-(Pdptn0Tax*Pajak)const Pajak = 0,20 {Asumsi : Pajak Proporsional}
PdptnDpsbl : pendapatan disposible [rupiah]Pdptn0Tax : ekspektasi pendapatan [rupiah]Pajak : tingkat pajak [tanpa satuan]
IV-103
ekspektasi pendapatan
flow Pdptn0Tax = +dt*LjPrbhnPdptn0Taxinit Pdptn0Tax = InitPDBRiil
Pdptn0Tax : ekspektasi pendapatan [rupiah]LjPrbhnPdptn0Tax : perubahan ekspektasi pendapatan [rupiah per tahun]InitPDBRiil : inisialisasi produk domestik bruto
riil[rupiah]
perubahan ekspektasi pendapatan
aux LjPrbhnPdptn0Tax = (PDBRiil-Pdptn0Tax)/WktPmbtknPdptnconst WktPmbtknPdptn = 2 tahun
LjPrbhnPdptn0Tax : perubahan ekspektasi pendapatan [rupiah per tahun]PDBRiil : produk domestik bruto riil [rupiah]Pdptn0Tax : ekspektasi pendapatan [rupiah]WktPmbtknPdptn : waktu pembentukan ekspektasi
pendapatan[tahun]
Akumulasi PDB riil dinyatakan oleh besarnya pertumbuhan PDB riil dalam setiap
tahunnya. Nilai inisialisasi PDB riil diperoleh dari data pembentukan produk
domestik bruto riil tahun 2000.
produk domestik bruto riil
flow PDBRiil = +dt*LjPrbhnPDBRiilinit PDBRiil = InitPDBRiil
PDBRiil : produk domestik bruto riil [rupiah]LjPrbhnPDBRiil : perubahan produk domestik bruto
riil[rupiah per tahun]
InitPDBRiil : inisialisasi produk domestik brutoriil
[rupiah]
inisialisasi produk domestik bruto riil
aux InitPDBRiil = (InitPglrnPmrth+InitMdlTtp+InitEkspNas)*MoneyMltpconst InitPglrnPmrth = Rp 24.119.600.000.000 {Pengeluaran Pemerintah Tahun
2000}const InitMdlTtp = Rp 74.578.300.000.000 {Pembentukan Modal Tetap Tahun
2000}const InitEkspNas = Rp 596.079.780.000.000 {Ekspor Nasional Tahun 2000}
IV-104
InitGDPReal : inisialisasi produk domestik brutoriil
[rupiah]
InitGovex : inisialisasi pengeluaran pemerintah [rupiah]InitInv : inisialisasi pembentukan modal
tetap tahun 2000[rupiah]
InitNatExp : inisialisasi ekspor nasional [rupiah]MoneyMltp : money multiplier [tanpa satuan]
Dalam perekonomian terbuka, money multiplier dihitung berdasarkan MPC dan
tingkat impor (m). Tingkat impor diperoleh dari rata-rata prosentase impor
terhadap produk domestik bruto riil pada tahun 2000-2005.
money multiplier
aux MoneyMltp = 1/(1-MPC+MPC*Pajak+m)const m = 0,18 {Rata-Rata Prosentase Impor dari Produk Domestik Bruto Riil
Tahun 2000-2005}
MoneyMltp : money multiplier [tanpa satuan]MPC : kecondongan mengkonsumsi
marginal[tanpa satuan]
Pajak : tingkat pajak [tanpa satuan]M : prosentase pendapatan untuk
impor[tanpa satuan]
Nilai pertumbuhan PDB riil diperoleh dari jumlah pengaruh yang diberikan oleh
nilai ekspor, pengeluaran pemerintah dan investasi terhadap PDB riil. Pengaruh
yang diberikan oleh nilai ekspor, pengeluaran pemerintah dan investasi pada
pertumbuhan pendapatan nasional dinyatakan oleh pertumbuhan komponen
tersebut dikalikan dengan money multiplier.
perubahan produk domestik bruto riil
aux LjPrbhnPDBRiil = EfkEkspNas+EfkPglrnPmrth+EfkMdlTtp
LjPrbhnPDBRiil : perubahan PDB real [rupiah per tahun]EfkEkspNas : pengaruh kenaikan ekspor pada
pendapatan nasional[rupiah per tahun]
EfkPglrnPmrth : pengaruh kenaikan pengeluaranpemerintah pada pendapatannasional
[rupiah per tahun]
IV-105
EfkMdlTtp : pengaruh perubahan investasi padapendapatan nasional
[rupiah per tahun]
pengaruh kenaikan ekspor pada pendapatan nasional
aux EfkEkspNas = LjPrbhnEkspNas*MoneyMltp
EfkEkspNas : pengaruh kenaikan ekspor padapendapatan nasional
[rupiah per tahun]
LjPrbhnEkspNas : perubahan ekspor nasional [rupiah per tahun]MoneyMltp : money multiplier [tanpa satuan]
pengaruh kenaikan pengeluaran pemerintah pada pendapatan nasional
aux EfkPglrnPmrth = LjPrbhnPglrnPmrth*MoneyMltp
EfkPglrnPmrth : pengaruh kenaikan pengeluaranpemerintah pada pendapatannasional
[rupiah per tahun]
LjPrbhnPglrnPmrth : perubahan pengeluaran pemerintah [rupiah per tahun]MoneyMltp : money multiplier [tanpa satuan]
pengaruh kenaikan investasi pada pendapatan nasional
aux EfkMdlTtp = LjPrbhnMdlTtp*MoneyMltp
EfkMdlTtp : pengaruh kenaikan investasi padapendapatan nasional
[rupiah per tahun]
LjPrbhnMdlTtp : perubahan investasi nasional [rupiah per tahun]MoneyMltp : money multiplier [tanpa satuan]
Pertumbuhan ekspor, pengeluaran pemerintah dan investasi pada model ini
diasumsikan konstan. Nilai pertumbuhan diperoleh dari rata-rata pertumbuhan tiap
komponen tahun 2000-2005.
ekspor nasional
flow EkspNas = +dt*LjPrbhnEkspNasinit EkspNas = InitEkspNasconst InitEkspNas = Rp 596.079.780.000.000,00 {Ekspor Nasional Tahun 2000}
EkspNas : ekspor nasional [rupiah]LjPrbhnEkspNas : perubahan ekspor nasional [rupiah per tahun]InitEkspNas : inisialisasi ekspor nasional [rupiah]
IV-106
perubahan ekspor nasional
aux LjPrbhnEkspNas = EkspNas*PrtmbhnEkspNasconst PrtmbhnEkspNas = 0,01 {Rata-Rata Pertumbuhan Ekspor Nasional Tahun
2000-2005}
LjPrbhnEkspNas : perubahan ekspor nasional [rupiah per tahun]EkspNas : ekspor nasional [rupiah]PrtmbhnEkspNas : pertumbuhan ekspor nasional [per tahun]
pengeluaran pemerintah
flow PglrnPmrth = +dt*LjPrbhnPglrnPmrthinit PglrnPmrth = InitPglrnPmrthconst InitPglrnPmrth = Rp 24.119.600.000.000,00 {Pengeluaran Pemerintah
Tahun 2000}
PglrnPmrth : pengeluaran pemerintah [rupiah]LjPrbhnPglrnPmrth : perubahan pengeluaran pemerintah [rupiah per tahun]InitPglrnPmrth : inisialisasi pengeluaran pemerintah [rupiah]
perubahan pengeluaran pemerintah
aux LjPrbhnPglrnPmrth = PglrnPmrth*PrtmbhnPglrnPmrthconst PrtmbhnPglrnPmrth= 0,13 {Rata-Rata Pertumbuhan Pengeluaran
Pemerintah Tahun 2000-2005}
LjPrbhnPglrnPmrth : perubahan pengeluaran pemerintah [rupiah per tahun]PglrnPmrth : pengeluaran pemerintah [rupiah]PrtmbhnPglrnPmrth : pertumbuhan pengeluaran
pemerintah[per tahun]
investasi nasional
flow ModalTetap = +dt*LjPrbhnMdlTtpinit ModalTetap = InitMdlTtpconst InitMdlTtp = Rp 74.578.300.000.000,00 {Pembentukan Modal Tetap
Tahun 2000}
ModalTetap : investasi nasional [rupiah]LjPrbhnMdlTtp : perubahan investasi nasional [rupiah per tahun]InitMdlTtp : inisialisasi pembentukan modal
tetap tahun 1999[rupiah]
IV-107
perubahan investasi nasional
aux LjPrbhnMdlTtp = ModalTetap*PrtmbhnMdlTtpconst PrtmbhnMdlTtp = 0,06 {Rata-Rata Pertumbuhan Modal Tetap Nasional
Tahun 2000-2005}
LjPrbhnMdlTtp : perubahan investasi nasional [rupiah per tahun]ModalTetap : investasi nasional [rupiah]PrtmbhnMdlTtp : pertumbuhan investasi nasional [per tahun]
IV.3.7 Sub Sistem Impor
Sub sistem impor menguraikan tentang pembentukan harga produk impor dan
tingkat permintaan impor karena pasar dalam negeri diperebutkan baik produk
nasional maupun produk impor. Harga produk impor di dalam domestik dihitung
dengan mata uang dalam negeri. Karena itu, harga produk impor di pasar domestik
sangat dipengaruhi oleh kurs Rupiah disamping pajak impor yang harus ditanggung
oleh konsumen. Data tarif impor yang digunakan pada model merupakan kebijakan
otomotif tahun 1999.
harga produk impor di pasar domestik
aux HrgPrdkImp = DELAYINF(HrgImpStlhPjk, 1,1, HrgPrdkImpDN)
HrgPrdkImp : harga produk impor di pasardomestik
[rupiah per unit]
HrgImpStlhPjk : harga produk impor di pasardomestik setelah dikenai tarifimpor
[rupiah per unit]
HrgPrdkImpDN : referensi harga produk impor dipasar domestik
[rupiah per unit]
harga produk impor di pasar domestik setelah dikenai tarif impor
aux HrgImpStlhPjk = RefHrgImp*(1+TrfImpor)*Kursconst RefHrgImp = $1const TrfImpor = 0,15 {Kebijakan otomotif tahun 1999}
HrgImpStlhPjk : harga produk impor di pasardomestik setelah dikenai tarifimpor
[rupiah per unit]
RefHrgImp : referensi harga produk impor [dollar per unit]
IV-108
TrfImpor : tarif impor [tanpa satuan]Kurs : nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika[rupiah per dollar]
Referensi harga produk impor di pasar domestik dihitung berdasarkan referensi
harga produk impor dikalikan dengan inisialisasi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika tahun 2000.
referensi harga produk impor di pasar domestik
const HrgPrdkImpDN = INIT(RefHrgImp*Kurs)
HrgPrdkImpDN : referensi harga produk impor dipasar domestik
[rupiah per unit]
RefHrgImp : referensi harga produk impor [$ per unit]Kurs : nilai tukar rupiah terhadap Dollar
Amerika[rupiah per dollar]
Impor akan mengurangi neraca perdagangan suatu negara. Neraca perdagangan
merupakan selisih antara tingkat ekspor dengan tingkat impor. Tingkat ekspor oleh
industri komponen otomotif dihitung berdasarkan tingkat pengiriman produk ke
pasar ekspor. Tingkat impor potensial dapat dihitung dari referensi permintaan
pasar domestik dikurangi tingkat pengiriman ke pasar domestik. Hal ini berarti
bahwa permintaan potensial pasar domestik atas barang komponen otomotif tidak
dapat dipenuhi sehingga merupakan peluang bagi masuknya produk impor.
neraca perdagangan komoditi
aux NrcPrdgn = TkEkspor-TkImpor
NrcPrdgn : neraca perdagangan komoditi [rupiah per tahun]TkEkspor : tingkat ekspor komoditi [rupiah per tahun]TkImpor : tingkat impor komoditi [rupiah per tahun]
tingkat ekspor komoditi
aux TkEkspor = LjKrmEksp
TkEkspor : tingkat ekspor komoditi [rupiah per tahun]LjKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasar [rupiah per tahun]
IV-109
ekspor
tingkat impor komoditi
aux TkImpor = MAX(0,RefPrmtnDom-LjKrmDom)
TkImpor : tingkat impor komoditi [rupiah per tahun]RefPrmtnDom : referensi permintaan pasar
domestik[rupiah per tahun]
LjKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasardomestik
[rupiah per tahun]
IV.4 Pengujian Model Sistem Dinamis
Proses pengujian yang diterapkan pada model yang dibangun dibagi menjadi dua
bagian, yaitu validasi struktur model dan validasi perilaku model. Validasi struktur
model yang dilakukan adalah verifikasi struktur dan uji konsistensi dimensi.
Sedangkan validasi perilaku model dilakukan dengan melakukan uji reproduksi
perilaku, uji prediksi perilaku dan uji statistik.
IV.4.1 Validasi Struktur Model
IV.4.1.1 Uji Kecukupan Batasan Model
Pada pengembangan model ini, ada beberapa konsep dan permasalahan yang
diperlakukan sebagai variabel eksogen dan variabel yang tidak dicakup. Walaupun
konsep dan masalah tersebut cukup penting dan berpengaruh pada sistem yang
sedang dimodelkan, namun model yang dibuat masih relevan dengan tujuan yang
akan ingin dicapai. Batasan model yang digunakan pada model ini seperti
ditunjukkan pada tabel sudah dapat diterima. Dengan memperlakukan variabel-
variabel inti sebagai variabel endogen, model dapat digunakan untuk
menggambarkan sistem yang ditinjau dan mampu memecahkan masalah sesuai
dengan tujuan pemodelan. Variabel-variabel yang diperlakukan sebagai variabel
eksogen dan variabel yang tidak dicakup tersebut diterangkan pada bagian ini.
IV-110
Variabel eksogenus
Tingkat Inflasi
Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku
dalam suatu perekonomian (Sukirno, 1999). Tingkat inflasi menggambarkan
prosentase pertambahan harga dari waktu ke waktu. Dalam model ini, mekanisme
dan struktur inflasi tidak dimodelkan karena banyak faktor yang sulit untuk diukur
seperti kekacauan politik. Tingkat inflasi dalam model ini digunakan untuk untuk
menggambarkan kenaikan harga bahan baku terhadap ongkos produksi.
Tingkat Tarif
Tingkat tarif pada model ini diperlakukan sebagai variabel eksogen yang akan
mempengaruhi besarnya harga produk yang harus dibayar oleh konsumen.
Tingkat Pajak
Tingkat pajak pada model ini diperlakukan sebagai variabel eksogen yang
berpengaruh pada pendapatan disposible. Besarnya pendapatan disposible akan
mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa, dalam hal ini adalah
produk komponen otomotif.
Kurs Rupiah
Kurs rupiah pada model ini diperlakukan sebagai variabel eksogen yang digunakan
untuk menentukan besarnya harga produk ekspor dan produk impor. Kurs yang
digunakan adalah dollar Amerika terhadap rupiah.
Variabel yang tidak dicakup
Distribusi Pendapatan
Distribusi pendapatan menentukan besarnya konsumsi masyarakat terhadap barang
dan jasa. Pada distribusi pendapatan yang tidak merata biasanya tingkat
IV-111
tabungannya cenderung besar begitu sebaliknya. Hal ini disebabkan adanya
kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi lebih tinggi daripada menabung.
Tabungan Masyarakat
Pada model ini, tabungan masyarakat yang digunakan sebagai dana investasi
kapital yang dilakukan oleh investor tidak dicakup. Dimana tabungan masyarakat
berasal dari rumah tangga, melalui institusi–institusi keuangan yang kemudian
mengalir ke sektor perusahaan.
Tingkat Bunga
Menurut Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh besarnya permintaan dan
penawaran uang. Tingkat bunga akan menentukan jenis investasi yang menarik
bagi investor. Pada prinsipnya, selama keuntungan yang diperoleh lebih besar dari
tingkat bunga maka pengusaha akan melakukan investasi pada bidang tersebut.
Dalam model ini, tingkat bunga tidak dibahas.
Kemajuan Teknologi
Pada model tesis ini, diasumsikan bahwa tingkat teknologi yang digunakan selama
periode simulasi tidak berubah. Perkembangan teknologi pada peralatan modal
akan mempengaruhi efisiensi kegiatan produksi. Akan tetapi kemajuan teknologi
tidak dicakup di dalam model dan diasumsikan bahwa ongkos untuk kapital baru
akan konstan dalam kondisi equlibrium.
Tingkat Upah
Tingkat upah merupakan salah satu daya tarik dalam menentukan jenis pekerjaan.
Dalam hal ini, tingkat upah tidak dimasukkan dalam model karena masih banyak
pekerjaan yang dicari oleh masyarakat dengan tingkat upah dibawah upah
minimum regional.
IV-112
IV.4.1.2 Uji Kesesuaian Struktur
Model tesis yang dibangun berdasarkan pada beberapa model dasar sehingga dapat
dikatakan bahwa struktur model telah memenuhi dan sesuai dengan pengetahuan
yang ada dalam struktur sistem nyata. Struktur utama dari sistem nyata telah
dimodelkan dengan level agregasi yang sesuai dengan tujuan analisis. Struktur
model dibangun berdasarkan studi literatur atas model-model dasar berikut ini:
A generic commodity market model (Sterman, 2000)
Model yang dibangun terdiri dari beberapa sub model yaitu:
- Produksi dan persediaan
- Utilisasi kapasitas
- Kapasitas produksi
- Kapasitas yang diharapkan
- Permintaan pasar ke industri
- Penentuan harga komoditi
Produksi dan persediaan
Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model
industri komponen otomotif menggambarkan kegiatan produksi di industri serta
pasar industri ke pasar barang.
Utilisasi kapasitas
Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model
ini memodelkan kebijakan produsen dalam menggunakan kapasitas terpasangnya.
Kapasitas produksi
Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model
ini memodelkan struktur pemesanan dan akuisisi kapital untuk memperoleh
kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan produksi.
IV-113
Kapasitas yang diharapkan
Sub model ini analog dengan sub sistem industri komponen otomotif. Sub model
ini memodelkan pengaruh tingkat keuntungan yang diramalkan akan diperoleh
pada kemauan produsen untuk menambah barang modalnya.
Permintaan pasar ke industri
Sub model ini analog dengan sub sistem permintaan pasar domestik dan
permintaan pasar ekspor. Sub model ini memodelkan struktur umum proses
permintaan pasar ke industri berdasarkan respon pasar terhadap perubahan harga
barang.
Penentuan harga komoditi
Sub model ini analog dengan sub sistem permintaan pasar domestik dan
permintaan pasar ekspor. Sub model ini memodelkan struktur penentuan harga
berdasarkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Sub model ini juga
memodelkan secara endogen ongkos produksi terhadap harga produk.
IV.4.1.3 Uji Konsistensi Dimensi
Uji ini dilakukan dengan melakukan pemeriksaan atas dimensi dalam seluruh
persamaan di dalam model yang dibangun untuk memastikan terjadinya konsistensi
dimensi. Dimensi variabel pada model yang dibangun telah diperiksa bahwa
dimensi seluruh variabel pada kedua sisi persamaan telah seimbang, sehingga
model dikatakan valid dari segi konsistensi dimensinya serta tidak bertentangan
dengan konsep yang ada pada sistem nyata.
IV.4.1.4 Uji Kesesuaian Parameter
Uji kesesuaian parameter digunakan untuk memverifikasi apakah variabel dan
parameter yang terlibat dalam model memiliki konsep yang berarti dalam sistem
nyata. Parameter-parameter yang digunakan dalam model ini telah diperiksa bahwa
IV-114
seluruh parameter yang dilibatkan dalam model tidak bertentangan dengan konsep
yang ada pada sistem yang dimodelkan.
IV.4.2 Validasi Perilaku Model
IV.4.2.1 Uji Model pada Kondisi Ekstrim
Model diuji pada kondisi ekstrim dengan mengeset nilai produktivitas sama dengan
nol. Setting produktivitas tenaga kerja ini digunakan untuk menggambarkan
ketersediaan tenaga kerja yang diperlukan untuk mengoperasikan kapital.
Berdasarkan uji model pada kondisi ekstrim ini, model mampu menunjukkan
robustness-nya seperti yang ditunjukkan oleh variabel output industri dan
persediaan produk jadi pada Gambar IV.31.
Robustness model ditunjukkan oleh nilai output industri yang sama dengan nol. Hal
ini dikarenakan kegiatan produksi tidak dapat dilakukan oleh industri karena tenaga
kerja yang dibutuhkan untuk mengoperasikan kapital tidak ada. Variabel lain yang
digunakan untuk menilai robustness model yang dibangun adalah persediaan
produk jadi. Dimana persediaan produk jadi yang ada digunakan untuk memenuhi
permintaan pasar dan karena kegiatan produksi tidak berjalan maka level
persediaan barang jadi menjadi nol.
IV-115
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]PersdPrdkJd : total persediaan produk jadi [rupiah per tahun]
Gambar IV.31. Uji perilaku model pada kondisi ekstrim
IV.4.2.2 Uji Kesalahan Integrasi
Model dasar disimulasikan dengan time step (interval solusi, dt) sama dengan
0,0078125 tahun dan metode integrasi yang digunakan adalah Euler (fixed step).
Untuk menguji kesalahan pemilihan time step dan metode integrasi, model
disimulasikan pada berbagai time step dan metode integrasi.
Uji kesalahan pemilihan time step
Uji kesalahan pemilihan time step dilakukan dengan melakukan simulasi model
dasar pada lima time step yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Tabel IV.5.
Hasil pengujian (Gambar IV.32) menunjukkan bahwa pada rentang time step
0,0078125 sampai 0,625 tahun, model tidak sensitif terhadap pemilihan time step .
Pada time step 0,125 tahun, perilaku model tidak berubah akan tetapi nilai output
model berbeda jika dibandingkan dengan empat simulasi sebelumnya. Dengan
demikian, pemilihan time step pada model dasar dapat diterima.
IV-116
Tabel IV.5. Pemilihan time step
Simulasi ke- Time step (dt) (tahun)
1 0,0078125
2 0,015625
3 0,03125
4 0,0625
5 0,125
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]
Gambar IV.32. Uji perilaku model terhadap pemilihan time step
Uji kesalahan pemilihan metode integrasi
Metode integrasi yang akan dibandingkan dalam uji ini adalah metode Euler dan
Runge-Kutta dengan fixed step. Metode integrasi Euler merupakan metode
integrasi yang sederhana dan cukup memadai untuk diterapkan pada berbagai
model. Dimana metode Runge-Kutta memerlukan waktu komputasi yang lebih
lama daripada metode Euler pada time step yang sama. Jika perilaku model hasil
simulasi dengan metode Runge-Kutta tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan, maka metode Euler yang digunakan dapat diterima.
IV-117
Pada model tesis yang dibangun, uji kesalahan pemilihan metode integrasi
dilakukan dengan membandingkan output simulasi dasar yang dilakukan dengan
metode Euler dengan output simulasi metode Runge-Kutta pada berbagai orde
seperti ditunjukkan pada Tabel IV.6. Hasil pengujian menunjukkan bahwa output
dan perilaku model dengan metode Euler tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan (Gambar IV.33). Dengan demikian, pemilihan metode Euler pada model
dasar dapat diterima.
Tabel IV.6. Pemilihan metode integrasi
Simulasi ke- Metode integrasi (fixed step)
1 Euler
2 Runge-Kutta 2
3 Runge-Kutta 3
4 Runge-Kutta 4
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]
Gambar IV.33. Uji perilaku model terhadap pemilihan metode integrasi
IV-118
IV.4.2.3 Uji Reproduksi Perilaku
Dalam uji reproduksi perilaku, perilaku yang dihasilkan oleh model dibandingkan
dengan perilaku sistem nyata. Variabel yang akan dibandingkan adalah nilai output
industri. Hasil uji reproduksi perilaku menunjukkan bahwa output model dasar
mampu mengikuti perilaku sistem nyata yang dimodelkan seperti ditunjukkan pada
Gambar IV.34.
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]AktualOutputInds : nilai output industri aktual [rupiah per tahun]
Gambar IV.34. Uji reproduksi perilaku
Untuk menilai kesesuaian perilaku model dengan sistem nyata, pada model tesis ini
digunakan statistik Theil Inequality. Statistik Theil Inequality digunakan untuk
mengetahui apakah perbedaan output yang dihasilkan oleh model terhadap data
aktual disebabkan oleh kesalahan sistematis atau karena efek random (Sterman,
2000). Deskripsi lebih detail mengenai statistik Theil Inequality dan intepretasinya
dapat dilihat pada bagian lampiran.
IV-119
Hasil uji statistik Theil Inequality menghasilkan output sebagai berikut:
UM = 0,0934
US = 0,1541
UC = 0,7525
UM : bias
US : unequal variation
UC : unequal covariation
Berdasarkan uji statistik Theil Inequality, terlihat bahwa kesalahan (error)
terkonsentrasi pada unequal covariation, UC. Hal ini berarti bahwa secara statistik,
output model memiliki rata-rata (mean) dan tren yang sama dengan data.
Kesalahan (error) yang terjadi antara output model dengan data aktual disebabkan
oleh efek random (unsystematic error).
IV.4.2.4 Uji Prediksi Perilaku
Uji prediksi perilaku memfokuskan pada perilaku model di masa depan. Uji
prediksi perilaku yang akan dilakukan adalah event prediction test yang
memfokuskan pada dinamika alami dari suatu kejadian. Output model harus
menunjukkan perilaku yang logis dan tidak bertentangan dengan pemikiran
rasional. Pada bagian ini akan diuji perilaku model dalam menghadapi lonjakan
dan penurunan permintaan pasar, baik domestik maupun ekspor, 30% pada tahun
2006 karena terjadi perubahan selera pasar terhadap komoditi tinjauan. Untuk
melakukan uji ini, pada model dasar digunakan fungsi STEP pada variabel
permintaan pasar domestik (PrmtnDom) dan permintaan pasar ekspor (PrmtnEksp)
yang merepresentasikan lonjakan (Gambar IV.35 & Gambar IV.36) dan penurunan
yang terjadi (Gambar IV.37 & Gambar IV.38).
IV-120
TotPrmtn : total permintaan pasar [rupiah per tahun]LjProdInds : tingkat produksi aktual [rupiah per tahun]OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]LjPmsnnKptl : tingkat pemesanan kapital [rupiah per tahun]PotOutTK : output potensial tenaga kerja [rupiah per tahun]
Gambar IV.35. Perilaku model menghadapi lonjakan permintaan pasar:kriteria produksi
PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]LjKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik [rupiah per
tahun]PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]LjKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor [rupiah per
tahun]
Gambar IV.36. Perilaku model menghadapi lonjakan permintaan pasar:kriteria pengiriman
IV-121
Lonjakan permintaan pasar pada tahun 2006 mengakibatkan tingkat produksi
aktual dan nilai output industri tidak mampu mengimbangi lonjakan ini. Hal
tersebut dikarenakan untuk mencapai tingkat produksi yang diinginkan, industri
perlu melakukan penyesuaian terhadap kapasitas produksinya melalui akusisi
kapital maupun perekrutan tenaga kerja. Sedangkan proses perekrutan tenaga kerja
ditunjukkan oleh output potensial tenaga kerja yang semakin meningkat.
Proses akuisisi kapital dan perekrutan tenaga kerja memerlukan delay. Hal ini
mengakibatkan saat terjadi lonjakan, industri tidak mampu memenuhi permintaan
pasar. Indikasi tersebut ditunjukkan oleh tingkat pengiriman produk yang lebih
kecil daripada permintaan pasar. Sehingga industri kehilangan order.
TotPrmtn : total permintaan pasar [rupiah per tahun]LjProdInds : tingkat produksi aktual [rupiah per tahun]OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]LjPmsnnKptl : tingkat pemesanan kapita [rupiah per tahun]PotOutTK : output potensial tenaga kerja [rupiah per tahun]
Gambar IV.37. Perilaku model menghadapi penurunan permintaan pasar:kriteria produksi
IV-122
PrmtnDom : permintaan pasar domestik [rupiah per tahun]LjKrmDom : tingkat pengiriman produk ke pasar domestik [rupiah
per tahun]PrmtnEksp : permintaan pasar ekspor [rupiah per tahun]LjKrmEksp : tingkat pengiriman produk ke pasar ekspor [rupiah
per tahun]
Gambar IV.38. Perilaku model menghadapi penurunan permintaan pasar:kriteria pengiriman
Penurunan permintaan pasar secara tiba-tiba pada tahun 2006 mengakibatkan
industri harus mengurangi tingkat produksinya pada awal tahun 2006. Pada tahun
berikutnya, permintaan pasar berfluktuasi. Hal ini dikarenakan industri tidak dapat
menyesuaikan tingkat produksinya dengan segera karena dibutuhkan delay untuk
perencanaan dan implementasi keputusan. Fluktuasi permintaan ini mengakibatkan
fluktuasi dalam proses akuisisi kapital dan penyerapan tenaga kerja.
Hasil uji prediksi perilaku dengan perubahan secara tiba-tiba pada variabel
permintaan pasar dapat dijelaskan dan tidak bertentangan dengan pemikiran
rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun adalah
valid baik dilihat dari struktur maupun perilaku model.
IV-123
IV.5 Analisis Sensitivitas
Dalam pemodelan, parameter dan struktur model sangat dipengaruhi oleh unsur
subyektivitas pembuat model sehingga diperlukan analisis variabel untuk melihat
variabel-variabael yang perlu diperhatikan, baik dalam estimasi parameter dan
proses pengumpulan data maupun dalam perancangan kebijakan. Pada bagian ini,
analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah beberapa parameter untuk melihat
sensitivitas numerik dan perilaku. Ada beberapa analisis yang dilakukan secara
univariat (dengan mengubah satu parameter sementara parameter yang lain tetap)
dan adapula yang dilakukan secara bivariat (dengan mengubah dua parameter
secara simultan). Parameter yang digunakan pada analisis sensitivitas dapat dilihat
pada Tabel IV.7.
Sensitivitas numerik
Menurut Sterman (2000), pada dasarnya semua model matematika sensitiv secara
numerik jika dilakukan perubahan parameter pada model. Karena itu, berdasar
analisis sensitivitas numerik yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan mengenai
parameter yang perlu diperhatikan dalam proses estimasi proses parameter.
Analisis sensitivitas numerik dilakukan terhadap output model dasar (OutputInds)
dengan periode simulasi adalah tahun 2000-2005 karena model dasar yang
dibangun telah dinyatakan valid berdasarkan uji reproduksi yang telah dilakukan.
IV-124
Tabel IV.7. Parameter dalam analisis sensitivitas
Parameter Nilai Satuan
TkInfls Tingkat inflasi 0.07 Tanpa satuan
InitPctBiyVar Proporsi ongkos variabel
terhadap ongkos total0.50 Tanpa satuan
ElstsPrmtnDom Elastisitas permintaan
domestik0.50 Tanpa satuan
ElstsPrmtnEksp Elastisitas permintaan
ekspor0.50 Tanpa satuan
COR Rasio modal produksi 0.50 Tanpa satuan
RtoMatImp Proporsi bahan baku 0.2 Tanpa satuan
KbthTKperKptl Kebutuhan tenaga kerja
per satu unit output1e-9 Orang/rupiah/tahun
WktAsml Waktu pelatihan tenaga
kerja0.50 Tahun
WktAkssKptl Selang waktu akuisisi
kapital2.5 Tahun
WktKrmDom Waktu proses
pengiriman ke pasar
domestik
0.125 Tahun
WktKrmEksp Waktu proses
pengiriman ke pasar
ekspor
0.125 Tahun
IV-125
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls)3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total
(InitPctBiyVar)4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom)
dan elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp)5. Perubahan rasio modal produksi (COR)
Gambar IV.39a. Analisis sensitivitas numerik (a)
IV-126
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp)3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output
(KbthTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml)4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl)5. Perubahan waktu proses pengiriman ke pasar domestik dan
pasar ekspor (WktKrmDom & WktKrmEksp)
Gambar IV.39b. Analisis sensitivitas numerik (b)
Secara numerik, output model hasil analisis sensitivitas berbeda dengan output
model dasar. Namun ketika parameter COR diubah dan diterapkan ke model dasar
ternyata output model hasil analisis sensitivitas sama secara numerik dengan output
model dasar. Sementara itu, parameter-parameter lain, pada awal simulasi (2000-
2005) tidak sensitiv secara numerik seperti ditunjukkan pada Gambar IV.39a dan
IV.39b. Output model dengan perubahan parameter selain KbthTKperKptl dan
WktAsml sedikit berbeda namun perilaku model masih mengikuti perilaku model
dasar.
IV-127
Sensitivitas perilaku
Sensitivitas perilaku dilakukan untuk melihat sensitivitas model terhadap perilaku.
Hasil analisis sensitivitas dapat digunakan untuk mengidentifikasi parameter-
parameter yang perlu mendapat perhatian dalam proses perancangan kebijakan.
Analisis sensitivitas perilaku dilakukan dengan membandingkan output model pada
variabel-variabel yang menjadi ukuran performansi sistem, yaitu nilai output
industri (OutputInds) dengan periode simulasi 2000-2025. Hal ini didasarkan pada
horison waktu simulasi yang digunakan untuk perancangan kebijakan dalam model
ini adalah 25 tahun, dari tahun 2000 hingga 2025. Output hasil analisis sensitivitas
terhadap beberapa variabel dapat dilihat pada Gambar IV.40 sampai Gambar IV.45.
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls)3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total
(InitPctBiyVar)4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom) dan
elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp)5. Perubahan rasio modal produksi (COR)
Gambar IV.40. Analisis sensitivitas perilaku (a):kriteria nilai output industri
IV-128
OutputInds : nilai output industri [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp)3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output
(KbthnTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml)4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl)5. Perubahan waktu proses pengiriman (WktKrmDom dan WktKrmEksp)
Gambar IV.41. Analisis sensitivitas perilaku (b):kriteria nilai output industri
IV-129
TotPrmtn : total permintaan pasar [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls)3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total
(InitPctBiyVar)4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom) dan
elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp)5. Perubahan rasio modal produksi (COR)
Gambar IV.42. Analisis sensitivitas perilaku (a):kriteria total permintaan pasar
IV-130
TotPrmtn : total permintaan pasar [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp)3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output
(KbthnTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml)4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl)5. Perubahan waktu proses pengiriman (WktKrmDom dan WktKrmEksp)
Gambar IV.43. Analisis sensitivitas perilaku (b):kriteria total permintaan pasar [rupiah per tahun]
IV-131
NrcPrdgn : neraca perdagangan [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan tingkat inflasi (TkInfls)3. Perubahan proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total
(InitPctBiyVar)4. Perubahan elastisitas permintaan domestik (ElstsPrmtnDom) dan
elastisitas permintaan ekspor (ElstsPrmtnEksp)5. Perubahan rasio modal produksi (COR)
Gambar IV.44. Analisis sensitivitas perilaku (a):kriteria neraca perdagangan
IV-132
NrcPrdgn : neraca perdagangan [rupiah per tahun]
1. Model dasar2. Perubahan proporsi bahan baku (RtoMatImp)3. Perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output
(KbthnTKperKptl) dan waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml)4. Perubahan selang waktu akusisi kapital (WktAkssKptl)5. Perubahan waktu proses pengiriman (WktKrmDom dan
WktKrmEksp)
Gambar IV.45. Analisis sensitivitas perilaku (b):kriteria neraca perdagangan
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas perilaku, perubahan parameter tingkat inflasi
(TkInfls), proporsi ongkos variabel terhadap ongkos total (InitPctBiyVar),
perubahan kebutuhan tenaga kerja per satu unit output (KbthnTKperKptl) dan
waktu pelatihan tenaga kerja (WktAsml) serta Perubahan selang waktu akusisi
kapital (WktAkssKptl) memberikan memberikan perilaku yang lebih baik daripada
model dasar. Yang patut menjadi perhatian di sini adalah parameter inflasi, waktu
proses pengiriman baik pasar domestik dan pasar ekspor. Perilaku model hasil
analisis sensitivitas sangat berbeda dengan perilaku model dasar ketika dilakukan
perubahan pada parameter tersebut.