-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
1/21
IV. KORELASI POLA IKATAN PEMBULUH PADA
KANDUNGAN KIMIA 4 JENIS BAMBU
Abstrak
Informasi tentang sifat kimia bambu selama ini terbatas baik dari jenis
bambu maupun posisi pengambilan sampelnya, pengamatan variabel, dan
hubungan di antara variabel respons. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan
informasi lengkap dengan mempertimbangkan pola ikatan pembuluh dan
melihat pengaruhnya pada sifat kimia bambu. Selain itu, diharapkan juga dapat
mengeksplorasi keberadaan pola ikatan pembuluh serta kontribusinya pada sifat
kimia bambu. Bahan penelitian adalah 4 jenis bambu yaitu, Arundinaria hundsii,Cephalostachyum pergracile, Dendrocalamus giganteus, dan Dendrocalamus
asper yang diambil dari Kebun Raya Bogor dan di sekitar Fakultas Kehutanan
Insitut Pertanian Bogor. Variabel yang diamati adalah kandungan ekstraktif,
abu, lignin, alfa selulosa, dan pati yang dianalisis dengan berbagai pengujian
standar. Data diolah dengan analisi deskripsi dan analisis keragaman.
Kandungan ekstraktif pada berbagai jenis dan pola ikatan pembuluh bambu
berkisar dari 4% hingga 9.9%. Berdasarkan pengujian, interaksi antara jenis
bambu dan pola ikatan pembuluh berpengaruh pada kadar ekstraktif. Interaksi
antara jenis dan pola ikatan pembuluh bambu juga berpengaruh pada nilai kadar
abu. Kandungan abu bambu berkisar dari 1.6% hingga 4.3%. Adanya interaksi
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
2/21
antara jenis dan pola bambu berpengaruh pada nilai kadar lignin. Nilai kadar
lignin pada bambu yang diteliti berkisar dari 28.9% sampai 32%. Pengaruh
interaksi juga muncul dalam penentuan analisis kadar pati yang nilainya berkisar
dari 0.1% sampai 1.4%. Tidak ada interaksi antara jenis dan pola ikatan
pembuluh bambu yang mempengaruhi nilai kadar alfa selulosa, demikian pulasetiap jenis dan pola ikatan pembuluh bambu tidak berpengaruh pada nilai
respons. Kesimpulannya ialah interaksi antara jenis dan pola ikatan pembuluh
bambu berpengaruh pada beberapa sifat kimia kayu.
Kata kunci: sifat kimia bambu, pola ikatan pembuluh bambu, jenis bambu
Abstract
Information about chemical properties of bamboo is limited both in species
of the bamboo, position of sampling, observation variables, and relationship
among variables with response. This study was done to obtain complete
information, by considering vessel bundle pattern of bamboo and evaluate itseffect on the chemical properties of bamboo. In addition, it is expected to
explore the existence of the vessel bundle pattern of bamboo as well as its
contribution to the chemical properties of the bamboo. The material research is 4
species of bamboo which areArundinaria hundsiii, Cephalostachyum pergracile,
Dendrocalamus giganteus andD. asper taken from the Bogor Botanical Garden
and the area of Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University. The observed
variables were content of extractives, ash, lignin, alpha cellulose, and starch
using various testing standards. The data was processed by description analysis
and varian analysis. The extractive content of the species various and the vessel
bundle patterns of bamboo range from 4% to 9.9%. The results showed that
interaction between the species and the vessel bundle patterns of bambooinfluences the extractive content. Ash content of the bamboo range from 1.6% to
4.3%. The interaction between the species and vessel bundle pattern of bamboo
effects the lignin level. Lignin in bamboo in this study ranges from 28.9% to
31.9%. The interaction effect also appears in the starch content, which ranges
from 0.1% to 1%. There was no interaction between the species and the vessel
bundle pattern of bamboo that affect the alpha cellulose content. This study
concludes that interaction between the species and the vessel bundle pattern of
bamboo affect some chemical properties of the bamboo.
Keyword: bamboo chemical properties, bamboo bonding pattern, bamboo species
Pendahuluan
Sifat-sifat kimia beragam berdasar spesies, kondisi pertumbuhan, umur,
bagian batang bambu dan faktor-faktor eksternal topografi dan efek musim ( Lwin
et al. 2007). Bambu terdiri atas sekitar 50-70% holoselulosa, 30% pentosan, dan
20-25% lignin. Kandungan silika 0.5-5% dan mempengaruhi pemotongan bambu
dan mutu pulping dan umumnya ada di daerah epidermis (Liese l992) sedangkan
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
3/21
menurut Qisheng et al. (2001) komponen organik bambu sama seperti kayu
terutama terdiri atas selulosa (55%), lignin (25%) dan hemiselulosa (pentosan
20%) (Lwin et al. 2007). Menurut Liese (2006), bambu memiliki beberapa
ekstraktif yang disimpan dalam dinding sel, dalam sel lumina sebagai tambahan
korteks atau dalam lakuna. Bahan organik pada bambu antara lain adalah lilin dan
pati. Bahan anorganik seperti silika adalah penyusun utama epidermis dengan
nilai berkisar diantara 1.5% dan 6.4%.
Kebanyakan studi menyediakan informasi secara umum dari beberapa spesies
bambu dan terpusat pada satu spesies atau hanya satu asfek saja (Li 2004).
Selama ini informasi sifat kimia yang diperoleh berasal dari jenis-jenis bambu
tertentu dengan perolehan beragam dari berbagai posisi vertikal dan posisi
horizontal. Sebagai upaya pemanfaatan bambu secara optimum memang
diperlukan berbagai informasi yang akurat yang sifatnya lebih mendalam.
Penelitian ini bertujuan menggali sifat kimia bambu khususnya yang terkait
dengan pola ikatan pembuluh karena setiap jenis bambu tampil khas dalam
penampang melintang batang. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat
diperoleh informasi yang lebih lengkap termasuk mengenai posisi pola ikatan
pembuluh dalam kontribusinya terhadap sifat kimia.
Bahan dan Metode
Bahan
Bahan penelitian adalah 4 jenis bambu yang telah berumur 3-4 tahun serta
memiliki pola ikatan pembuluh 1 sampai 4 yang ditentukan berdasarkan panduan
penetapan pola ikatan pembuluh bambu oleh Grosser dan Liese (1971) dengan
setiap ulangan 2 kali. Spesies bambu tersebut ialah Arundinaria hundsii (Ah),
Cephalostachyum pergracile (Cp) dan Dendrocalamus asper (Da), D. giganteus
(Dg) yang diambil dari Kebun Raya Bogor dan dari daerah Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Penentuan Komponen Kimia Bambu
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
4/21
Variabel pengamatan dalam penelitian ini tercantum selengkapnya pada
Tabel 5. Sampel uji diambil pada penampang lintang batang khususnya pada ruas
tengah bagian pangkal, tengah dan ujung bambu.
Tabel 5. Standar pengujian untuk analisis sifat kimia bambu
Variabel pengamatan Standar pengujian
Kadar ekstraktif
Kadar abu
Kadar lignin
Kadar alfa selulosa
Kadar holoselulosa
Kadar pati
T 204 cm 97 TAPPI 1997T 211 om-02 TAPPI 2002
T 222 om-02 TAPPI 2002
ASTM D 1103 60 (Reapproved 1977)Browning (1967)
SNI 01-2892-1992
Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan analisis deskripsi dan analisis
keragaman.
Hasil dan Pembahasan
Hasil rata-rata analisis sifat kimia bambu untuk berbagai jenis dan pola
bambu dapat diamati pada Tabel 6. Secara umum yang terlihat cukup mencolok
adalah nilai rata-rata kadar ekstraktif, kadar abu, kadar alfa, kadar holoselulosa,
dan kadar pati untuk berbagai jenis bambu dan pola sedangkan rata-rata nilai
kadar lignin relatif sama.
Tabel 6. Rata-rata nilai kandungan kimia pada berbagai jenis dan pola bambu
Jenis PolaRata-rata (%)
Ekstraktif Abu LigninAlfa
selulosaPati
Ah 1 9.0 2.3 32.0 49.1 0.1
Dg 3 4.2 2.6 28.9 45.7 0.2
Cp 2 4.0 4.3 29.2 46.7 0.1
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
5/21
Da 4 7.0 1.6 29.2 44.4 1.0
Da 3 9.9 3.0 30.7 40.2 1.4
Kadar ekstraktif hasil penelitian pada berbagai jenis bambu dan polaberkisar dari 4.o% (Cephalostachyum pergracile) hingga 9.9% (Dendrocalamus
asper). Hasil penelitian Li (1983) pada bambu Phyllostachys pubescens ternyata
nilai kandungan ekstraktifnya adalah sekitar 7%. Demikian pula dengan
kandungan abu hasil penelitian untuk berbagai jenis bambu berkisar dari 1.6%
hingga 4.3% sedangkan kandungan abu untuk bambu Phyllostachys pubescens
rata-rata 1.3% (Li 2007). Kandungan lignin hasil penelitian berkisar dari 28.9%
hingga 32.0%. Hasil penelitian memberikan hasil yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan lignin rata-rata bambu yaitu 20-25% (Liese 1992). Kisaran
kandungan alfa selulosa hasil penelitian ini adalah 40.2% hingga 49.1%
sedangkan kandungan alfa selulosa hasil penelitian Li et al (2007) adalah 47%.
Kadar pati yang diperoleh melalui hasil penelitian adalah berkisar dari 0.1%-0.4%
sedangkan kadar pati pada bambu D. asper berkisar dari 0.27%-2.8% (Sulthoni
1985). Secara umum hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian
lain. Perbedaan diduga disebabkan karena perbedaan lokasi/tempat tumbuh,
spesies dan musim (Lwin et al. 2007).
Untuk mengetahui interaksi antara jenis dan pola yang berpengaruh pada
nilai kandungan kimia maka semua variabel pengamatan sifat kimia bambu harus
diamati khususnya dengan membandingkan jenis bambu yang berbeda tetapi
memiliki pola yang sama (D. giganteus) serta jenis bambu yang sama dengan pola
yang berbeda (D. asper) untuk melihat interaksi jenis dan pola yang
mempengaruhi kandungan kimia bambu. Tahap selanjutnya untuk memudahkan
dalam pemahaman olahan data maka penulisan jenis bambu dan pola dapat
digantikan oleh notasi Ah/1, Dg/3, dan seterusnya.
Kadar ekstraktif
Nilai rata-rata kandungan ekstraktif pada berbagai jenis dan pola bambu
nilainya berkisar dari 4.0% (C.pergracile) sampai 9.9% (D. asper) (Gambar 58).
Pengolahan lebih lanjut terhadap data diawali dengan memeriksa kemungkinan
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
6/21
adanya interaksi antara jenis dan pola dengan melihat nilai kandungan ekstraktif
antara Dg/3 dibandingkan dengan Da/3 dan antara kandungan ekstraktif pada
bambu Da/4 dan Da/3. Terlihat perbedaan yang mencolok sehingga diduga
terdapat interaksi antara variabel jenis dan pola yang untuk selanjutnya dianalisis
keragamannya guna menguji pengaruh interaksi terhadap kandungan ekstraktif
dan berdasarkan hasil uji ternyata interaksi berpengaruh sangat nyata sehingga
dilanjutkan dengan uji Duncan pada Tabel 7.
Pengolahan lebih lanjut terhadap data diawali dengan memeriksa
kemungkinan adanya interaksi antara jenis dan pola dengan melihat nilai
kandungan ekstraktif antara Dg/3 dibandingkan dengan Da/3 dan antara
kandungan ekstraktif pada bambu Da/4 dan Da/3. Terlihat perbedaan yang
mencolok sehingga diduga terdapat interaksi antara variabel jenis dan pola. Hasil
uji menyatakan interaksi berpengaruh sangat nyata sehingga dilanjutkan dengan
uji Duncan pada Tabel 7. Berdasarkan uji Duncan terlihat bahwa interaksi ini
mengelompokkan jenis/pola bambu ke dalam 2 kelompok yaitu kelompok 1 dan
kelompok 2. Kelompok 1 terdiri atas Cp/2, Dg/3, dan Da/4 yang memberikan
pengaruh yang sama terhadap kadar ekstraktif. Kelompok 2 terdiri atas Da/4,
Ah/1 dan Da/3 juga memberikan pengaruh yang sama pada kadar ekstraktif.
Tabel 7. Hasil uji lanjut Duncan terhadap kadar ekstraktif pada jenis/pola bambu
Jenis/pola
= 0.05
1 2
9
4.2 4
7.
9.9
0
6
12
Ah/1 Dg/3 Cp/2 Da/4 Da/3
Gambar 58. Kadar ekstraktif (%) pada 4 jenis/pola bambu
Jenis /polabambu
Ekstraktif(%
)
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
7/21
Cp/2 4.0
Dg/3 4.2
Da/4 7.0 7.0
Ah/1 9.0
Da/3 9.9
Apabila ditelusuri lebih lanjut dari pengelompokan interaksi itu sendiri
terlihat bahwa pengaruh interaksi pada kelompok 2 (kecuali pada Da/4)
memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap nilai kadar ekstraktif
dibandingkan dengan kelompok 1. Kelompok 1 terdiri atas bambu-bambu dengan
pola 2 dan 3 sedangkan kelompok 2 terdiri atas bambu-bambu yang memiliki
pola 1 dan 3. Analisa lebih lanjut terhadap nilai kadar ekstraktif tidak akan
terlepas dari letak ekstraktif itu sendiri dalam batang bambu yang menurut Liese
(2006) bambu memiliki ekstraktif yang disimpan dalam dinding sel, dalam rongga
sel atau dalam lakuna (rongga batang bambu). Dengan demikian kandungan
ekstraktif suatu bambu tidak akan terlepas dari struktur selnya. Selanjutnya analis
akan diutamakan pada pola 3 yang terpisah pengelompokannnya. Kadar ekstraktif
yang berasal dari D. asper mempunyai nilai yang lebih besar dibandingkan
ekstraktif dari bambuD. giganteus. Pengamatan terhadap struktur sel khususnya
ketebalan dinding sel dikombinasikan dengan persen serabut selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 8. Tebal dinding sel serabutD. asperbagian tengah dan ujung
(6.3 m) lebih kecil daripada tebal dinding sel serabut D. giganteus (7.2 m),
namun persentase serabut yang lebih tinggi (34.4%) dimiliki oleh bambu D. asper
sementaraD. giganteus mempunyai persentase serabut 28.8%. Dengan demikian
karena jumlah sel D. asper lebih banyak dengan dinding sel yang relatif tebal
maka bambu D. asper berpeluang mendapatkan kadar ekstraktif yang lebih
tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dengan nilai kadar ekstraktifD.
asperlebih besar yaitu 9.9% sedangkan kadar ekstratifD. giganteus hanya 4.2%.
Bambu C. pergracile yang memiliki pola 2 ternyata mempunyai tebal
dinding serabut sebesar 5.8 m (Tabel 8) relatif lebih kecil dibandingkan
ketebalan dinding serabut A. hundsii (5.9 m) tapi C. pergracile memiliki
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
8/21
persentase serabut lebih tinggi (40.3% dibandingkan 38.4%). Kondisi seperti ini
sulit menjelaskan adanya kontribusi yang berbeda terhadap kadar ekstraktif kedua
jenis bambu tersebut. Seperti yang telah dikemukakan oleh Liese (2006) bahwa
ekstraktif juga ada pada rongga sel. Pengamatan terhadap lebar rongga sel serabut
A. hundsii (6.9 m ) yang lebih lebar dibandingkan diameter rongga sel serabut
pada C. pergracile (3.4 m) maka kemungkinan akan ada perbedaan kandungan
ekstraktif. Hasil analisa lebih lanjut terhadap kandungan ekstraktif (Tabel 7)
memperlihatkan hasil bahwa kandungan ekstraktif pada bambu A. hundsii lebih
tinggi dibandingkan dengan kandungan ekstraktifC. pergracile.
Tabel 8. Ketebalan dinding sel dan persen serabutD. asper,D. giganteus,
C. pergracile dan A. hundsii
Jenis bambu Bagian Pola Tebal dinding
(mikron)
Persen serabut
(%)
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
9/21
Ekstraktif memainkan peranan penting dalam menentukan penggunaan
sejumlah spesies selain itu juga dapat mengontrol keawetan, warna, bau dan rasa.
Dalam beberapa spesies, ekstraktif yang bersifat fenolik menyediakan ketahanan
terhadap busuk dan serangan serangga (Liese 2006). Di antara bambu-bambu
yang diujikan terlihat bahwa bambu A. hundsii (pola 1) dan D. asper (pola 3)
memiliki kandungan ekstraktif yang relatif lebih besar sehingga diduga memiliki
keawetan yang lebih tinggi.
Kadar abu
Nilai kandungan abu rata-rata selengkapnya ditampilkan pada Gambar 59.
Perbandingan antara D/3 dengan Da/3 dan Da/4 dengan Da/3 kelihatan berbeda
secara mencolok sehingga kemungkinan ada interaksi antara jenis dan pola.
D.asper
D.giganteus
C.pergracile
A.hundsii
Tengah
Ujung
Pangkal
TengahUjung
Pangkal
Tengah
Ujung
Tengah
3
3
3
33
2
2
2
1
5.4
7.1
Rata2 6.3
6.3
8.46.8
Rata2 7.2
6.0
5.8
5.5
Rata2 5.8
5.9
33.8
35.0
Rata2 34.4
25.9
27.633.3
Rata2 28.8
39.5
45.3
36.1
40.3
38.4
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
10/21
Tahap selanjutnya dilakukan uji beda dengan variabel jenis bambu/pola.Berdasar hasil uji analisis keragaman ternyata interaksi bersifat nyata. Hasil uji
beda Duncan terlihat pada Tabel 9. Pengaruh interaksi dikelompokkan ke dalam
2 kelompok. Kelompok 1 adalah kelompok yang terdiri atas Da/4, Ah/1, Dg/3,
dan Da/3 yang interaksinya memberikan pengaruh yang sama pada nilai rata-rata
kadar abu sedangkan kelompok 2 terdiri atas Dg/3, Da/3, dan Cp/2 yang juga
interaksinya memberikan pengaruh yang sama pada nilai rata-rata kadar abu.
Interaksi yang diberikan oleh Da/4 dan Ah/1 berbeda pengaruhnya dibandingkan
dengan interaksi yang diberikan oleh Cp/2.
Tabel 9. Hasil uji beda Duncan terhadap kandungan abu
Jenis bambu/pola =5%
1 2
Da/4
Ah/1
Dg/3
Da/3
Cp/2
1.6
2.3
2.6
3.0
2.6
3.0
4.3
Kandungan abu merupakan indikator kandungan mineral yang terutama
terdiri atas kalsium dan magnesium, karbonat, oksalat dan kadang-kadang kristal
silika (Bodig dan Jayne 1993). Tanaman memperoleh nutrisi anorganik dari
2.3 2.6
4.3
1.6
3
0
2.5
5
Ah/1 Dg/3 Cp/2 Da/4 Da/3 Jenis/polabambu
Gambar 59. Kadar abu (%) pada 4 jenis /pola bambu
Kadarabu
(%)
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
11/21
dalam tanah atau dari air hujan (Austin et al. 1974) sehingga nutrisi yang diambil
tergantung dari spesies, tanah, iklim dan faktor eksternal lain (Chen et al. 1987,
Kozlowskin & Pallardy 1997).
Pada tanaman bambu Phylostahys pubescens, akumulasi nutrisi mineral
bervariasi dari satu bagian ke bagian yang lain. Sebagai contoh nutrisi mineral
pada rizoma lebih tinggi dibandingkan di bagian batang namun lebih rendah
dibanding daun. Tapi untuk akumulasi K, Ca dan Mn lebih besar di bagian batang
dibandingkan rizoma (Pai-hui 1985). Sebagai pendukung transport air dan nutrisi
adalah ikatan pembuluh (Wang et al. 2011) khususnya metaxilem yang terdiri atas
2 pembuluh besar (Liese dan Kumar 2003). Unsur hara diserap oleh akar dalam
bentuk cairan bersama-sama dengan air dan aliran ini mengalir melalui unsur
metaxilem (Salisbury dan Ross 1992). Dengan demikian metaxilem adalah
bagian yang sangat penting dalam transportasi hara sehingga keberadaannya
termasuk ukuran diameter metaxilem akan mempengaruhi proses penyaluran
unsur hara. Metaxilem pada penampang lintang bambu terlihat secara jelas
berada dalam setiap pola ikatan pembuluh sehingga untuk mengetahui jumlah
metaxilem harus diketahui pula jumlah pola ikatan dalam luasan tertentu
(kerapatan ikatan pembuluh). Tabel 10 menjelaskan tentang kerapatan ikatanpembuluh dan ukuran metaxilem. Arundinaria hundsii dengan pola 1 memiliki
kerapatan ikatan pembuluh tertinggi namun dengan diameter metaxilem yang
terkecil, bambu D. asperdengan kerapatan ikatan pembuluh terkecil mempunyai
diameter metaxilem terbesar sedangkan C. pergracil dengan pola 2 memiliki
kerapatan dan diameter metaxilem yang berada diantara kedua bambu D. asper
dan A. hundsii. Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa yang berpengaruh
pada kontribusi kadar abu yang lebih tinggi adalah hasil dari interaksi antara jenis
bambu C. pergracildengan pola 2. Berpengaruhnya perbedaan ukuran metaxilem
ini terkait dengan akumulasi nutrisi yang berbeda terkait dengan laju siklus nutrisi
yang berbeda pula (Kozlowskin & Pallardy 1997). BambuA.hundsii dengan pola
1 memiliki kerapatan ikatan pembuluh yang tertinggi dengan diameter metaxilem
yang paling kecil akan mengalami hambatan yang paling besar karena adanya
gaya tarik antarlarutan dengan dinding sel metaxilem/adhesi akan lebih besar
dibanding kohesinya juga ditambah oleh gaya tahanan dari gravitasi. Bambu
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
12/21
D.asper/4 memiliki kerapatan ikatan pembuluh yang rendah dengan diameter
yang besar juga akan mengalami hambatan dalam mengalirkan nutrisinya karena
selain oleh gaya adhesi dan kohesi yang besar juga tertahan oleh gaya gravitasi.
Dengan demikian kondisi optimum dalam proses penyerapan akan dimiliki oleh
bambu C.pergracil/2 dengan kerapatan dan diameter metaxilem berada di antara
bambu D.asper/4 dan A.hundsii/1 sehingga siklus nutrisi berjalan dengan lancar
dan otomatis akan memberikan kontribusi terhadap kandungan abu yang tinggi
pula.
Tabel 10. Kerapatan ikatan pembuluh dan diameter metaxilem bambu
Jenis bambu/pola Kerapatan ikatan pembuluh (/mm2
) Diameter metaxilem(m)
A. hundsii/1 3.2 80.2
D. asper/4 0.6 203.6
C. pergracil/2 2.8 118.4
Lignin
Nilai rata-rata kandungan lignin pada beberapa jenis bambu/pola tercantum
selengkapnya pada Gambar 60. Untuk melihat interaksi antara jenis dan pola
maka dibandingkan antara Dg/3 dengan Da/3 dan Da/4 dengan Da/3, terlihat
terdapat perbedaan yang mencolok sehingga ada dugaan terdapat interaksi.
Berdasar perbedaan tersebut maka dilakukan uji beda dengan variabel jenis
bambu/pola dan teruji bahwa interaksi antar jenis dan pola memberikan pengaruh
yang sama terhadap kadar lignin. Hal ini terjadi karena perbedaan kandungan
lignin antar jenis bambu/pola relatif kecil.
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
13/21
Lignin adalah komponen utama dinding sel serabut, parenkim dan
pembuluh dan bertanggung jawab pada berbagai sifat mekanis (Lybeer dan Koch
2005). Menurut Wang et al. (2011), dinding sekunder (S) serabut sklerenkim
mempunyai kandungan lignin tertinggi dibandingkan dengan sel parenkim dan
serabut yang berada pada rantai serabut. Hal ini lebih diperjelas lagi oleh Lybeeer
dan Koch (2005) terutama pada bagian S2 lapisan sekunder sel sklerenkim.
Sklerenkim mempunyai lapisan S2 yang terdiri atas lapisan berselingan antara
lapisan lebar dan sempit. Lapisan-lapisan yang sempit berwarna lebih gelap
dibandingkan dengan lapisan yang lebar, menandakan kandungan lignin yang
tinggi. Serabut-serabut yang berada pada rantai serabut mempunyai dinding sel
yang lebih tipis dan lumen yang besar. Lapisan-lapisan penyusun dindingnya
memiliki lapisan lebar yang lebih sedikit dengan jumlah lapisan sangat beragam.
Sementara sel parenkim memiliki dinding yang tipis yang disusun oleh beberapa
lapisan sempit. Serabut bambu mengandung lignin guaiacyl and syringyl (Lin et
al. 2002).
Terkait dengan hasil penelitian lignin pada beberapa jenis bambu dan pola
walaupun interaksinya memberikan pengaruh yang sama pada kandungan lignin,
tapi terlihat bahwa ada kecenderungan pada bambu Arundinaria hundsii dengan
pola 1 memiliki kandungan lignin yang relatif lebih tinggi dibandingkan bambu
dengan pola-pola lain. Penelitian anatomi mengenai kerapatan ikatan pembuluh
32
28.9 29.2 29.2
30.7
25
30
35
Ah/1 Dg/3 Cp/2 Da/4 Da/3Jenis/pola
bambu
Gambar 60. Kadar lignin (%) pada 4 jenis/pola bambu
Kadarlignin(%)
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
14/21
pada pola 1 memperlihatkan nilai yang paling tinggi dibandingkan pola-pola lain.
Serabut pada pola 1 ada sebagai sklerenkim (tidak ada serabut yang berposisi
dalam rantai serabut) sehingga dapat dipastikan semua serabut berdinding tebal
dengan kandungan lignin yang tinggi. Dalam pengamatan di lapangan diduga
kontribusi lignin dan kerapatan memberikan pengaruh pada kondisi pertumbuhan
batang yang berdiri tegak. Sama halnya dengan kandungan serabut pada bambu
Cephalostachym pergracile (Cp) dengan pola 2 terdiri atas serabut sklerenkim
sehingga memiliki kandungan lignin yang relatif tinggi pula.
Kandungan lignin pada bambu Dendrocalamus asper (Da) memiliki nilai
yang berbeda antara pola 3 dengan pola 4. Kedua pola mempunyai serabut dalam
posisi sebagai rantai serabut, tapi kandungan serabut pada posisi sebagai rantai
serabut dalam pola 3 lebih sedikit dibandingkan dengan pola 4. Hasil
perhitungan nilai rata-rata kandungan serabut pada pola 3 adalah 34% sedangkan
pada pola 4 adalah 23%, hal ini berarti bahwa porsi sklerenkim lebih tinggi pada
bambu dengan pola 3 sehingga kandungan ligninnya pun relatif lebih tinggi.
Kandungan lignin pada bambu Dendrocalamus giganteus (Dg/3) lebih
rendah dibandingkan dengan kandungan lignin pada Dendrocalamus asper (Da/3).
Hasil perhitungan persentase serabut pada kedua bambu pun mendukung kondisitersebut. BambuD. giganteus mempunyai nilai rata-rata 29% serabut, sementara
D. aspermemiliki 34% serabut. Perbedaan kandungan serabut akan berkontribusi
pada kandungan lignin.
Kandungan pati
Hasil penelitian nilai rata-rata kandungan kadar pati dapat dilihat pada
Gambar 61. Terdapat interaksi antara pola dan jenis dengan perbandingan kadar
pati antara Dg/3 dengan Da/3 dan antara Da/4 dengan Da/3 yang cukup
mencolok. Di antara berbagai jenis/pola yang diujikan terlihat bahwa bambu D.
aspermemiliki kandungan pati yang tertinggi sedangkan bambuA. hundsii/pola 1
dan C. pergracile/pola 2 memiliki kandungan pati yang terendah.
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
15/21
Hasil analisis keragaman terlihat bahwa variabel jenis bambu/pola
berpengaruh nyata dalam penentuan kadar pati. Hasil uji lanjut Duncan tercantum
selengkapnya pada Tabel 11. Jenis/pola bambu AH/1, Cp/2 dan Dg/3
memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai kadar pati dan pengaruhnya
berbeda dibandingkan dengan jenis/pola bambu Da/4 dan Da/3 sedangkan
jenis/pola bambu Da/4 dan Da/3 memberikan pengaruh yang sama terhadap kadar
pati.
Tabel 11. Hasil uji Duncan terhadap kadar pati bambu
Jenis/pola bambu
= 0.05
1 2
AH/1 0.1
Cp/2 0.1
Dg/3 0.2
Da/4 1.0
Da/3 1.4
Liese (2006) mengemukakan bahwa butiran pati terdapat melimpah dalam
jaringan parenkim. Sel-sel parenkim adalah tempat penyimpanan utama dan
mobilisasi energi batang (Liese 2003). Dalam penelitian Bhat et al. (2005) lebih
diperjelas lagi bahwa jaringan parenkim yang kaya dengan kandungan pati ada di
bagian dalam batang bambu. Sel-sel parenkim sekitar buku dan diafragma
memperlihatkan kandungan pati yang melimpah. Hal ini juga telah dibuktikan
dalam bentuk pola kerusakan serangan serangga penggerek yang lebih intensif ke
0.1 0.2 0.1
1
1.4
0
0.8
1.6
Ah/1 Dg/3 Cp/2 Da/4 Da/3Jenis/polabambu
Gambar 61. Kadar pati (%) 4 jenis /pola bambu
Kadarp
ati(%)
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
16/21
bagian dalam dinding batang yang menandakan adanya kandungan pati yang lebih
banyak (Bhat et al. 2005, Liese 2006).
Analisis hasil penelitian ini terkait penelitian Liese (2006) dan Bhat et al.
(2005) memerlukan informasi tentang kondisi bagian dalam batang yang
dicerminkan dalam bentuk kerapatan ikatan pembuluh jenis-jenis bambu yang
diteliti (Tabel 12). Pola penyebaran kerapatan ikatan pembuluh penampang
lintang batang bambu secara umum adalah kerapatan pada bagian dalam paling
rendah dibandingkan bagian lainnya. Kerapatan ikatan pembuluh yang rendah
berarti mengandung parenkim/jaringan dasar yang tinggi sehingga memungkinkan
mengandung pati yang paling banyak.
Hasil pengujian (Tabel 11) menyatakan bahwa baik AH/1, Dg/3, maupun
Cp/2 memberikan pengaruh yang sama pada kadar pati . Demikian pula Da/4 dan
Da/3 memberikan kontribusi sama pada kadar pati. Bambu AH/1, Dg/3, maupun
Cp/2 memberikan pengaruh pada kandungan pati yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan jenis/pola bambu Da/4 dan Da/3. Apabila hal ini dikaitkan
dengan kondisi kerapatan ikatan pembuluh terutama pada bagian dalam terlihat
bahwa bambu AH/1, Dg/3, maupun Cp/2 memiliki persentase parenkim yang
lebih kecil (kerapatan ikatan pembuluh tinggi) dibandingkan dengan bambu Da/4dan Da/3 yang berarti bambu AH/1, Dg/3, maupun Cp/2 memiliki kandungan pati
yang lebih sedikit dibandingkan dengan jenis/pola bambu Da/4 dan Da/3.
Pati yang terkandung dalam bambu memainkan peranan penting dalam
keawetan dan masa pakai bambu. Ketahanan bambu terhadap jamur dan serangga
penggerek terkait erat dengan komposisi kimia (Li 2004). Pati yang terdapat pada
bambu merupakan nutrisi untuk jamur dan serangga penggerek. Bambu dengan
nilai kadar pati yang tinggi memiliki peluang kurang resisten terhadap serangan
organisme (Hidalgo 2011, Liese 2003, Sulistyowati 1997). Dalam penelitian
ternyata bambu dengan kadar pati yang tinggi dimiliki oleh bambuD.asper. Hasil
penelitian Sulthoni (1985) memperlihatkan hasill diantaranya bahwa kandungan
pati pada bambu D. asper berfluktuasi diantara 0.3%-3.0%. Dengan demikian
bambu D. asper rentan terhadap serangan organisma penggerek dan posisi
ketahanan terhadap serangan serangga lebih tinggi dibandingkan Bambusa
vulgaris namun lebih rendah dibandingkan Gigantochloa apus dan G. atter.
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
17/21
sehingga perlu mempertimbangkan proses pengawetan apabila akan dipergunakan
di luar ruangan.
Tabel 12. Kerapatan ikatan pembuluh pada berbagai jenis/pola bambu
Pola Jenis bambu Bagian Kerapatan ikatan pembuluh (/mm2)
1 A. hundsii Tepi 3.7
Tengah/pusat 3.1
Dalam 2.7
2 C. pergracilpangkal Tepi 2.8
Tengah 1.4
Pusat 1.2
2 C. pergraciltengah Tepi 2.6
Tengah/pusat 2.3Dalam 2.6
2 C. pergracilujung Tepi 5.3
Tengah/pusat 2.1
Dalam 4.9
3 D. gigantuspangkal Tepi
Tengah/pusat 1
Dalam 1.1
3 D. giganteus tengah Tepi 1.6
Tengah/pusat 1
Dalam 1
3 D. giganteus ujung Tepi 3.7Tengah/pusat 1.3
Dalam 1.8
4 D. asperpangkal Tepi
Tengah 0.6
Pusat 0.6
Dalam 0.8
3 D. aspertengah Tepi 2.1
Tengah 1
Pusat 0.5
Dalam 1
3 D. asperujung Tepi
Tengah 0.9
Pusat 1.1
Kandungan alfa selulosa
Hasil perhitungan terhadap nilai rata-rata kandungan alfa selulosa
sejelasnya seperti yang ditampilkan pada Gambar 62. Interaksi antara pola dan
jenis dengan membandingkan kandungan alfa selulosa pada bambu Dg/3 dengan
bambu Da/3 dan antara bambu Da/4 dengan bambu Da/3 dan nampak tidak
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
18/21
terlihat adanya perbedaan mencolok pada respons sehingga dilanjutkan dengan
uji analisa keragaman untuk masing-masing variabel pola dan jenis. Hasil uji
yang dilakukan terhadap variabel jenis bambu menyatakan bahwa jenis bambu
tidak berpengaruh terhadap nilai alfa selulosa sedangkan hasil analisa keragaman
terhadap variabel pola ikatan pembuluh juga menyatakan bahwa pola tidak
berpengaruh terhadap nilai alfa selulosa. Sebagai struktur dasar sel tanaman,
selulosa merupakan bahan alam paling penting yang dibuat oleh organisma hidup
(Fengel dan Wegener l995) termasuk juga untuk tanaman bambu. Dengan
demikian baik jenis bambu maupun pola tidak berpengaruh terhadap nilai alfa
selulosa. Jika dilihat dari nilai alfa selulosa yang cukup bervariasi mulai dari
40.2% sampai 49.1% maka dipastikan bahwa ada variabel lain yang
mempengaruhi nilai respon selain pola dan jenis bambu.
Simpulan dan SaranBerdasarkan hasil penelitian sifat kimia pada 4 jenis/pola bambu diperoleh
kesimpulan bahwa terdapat interaksi antara jenis bambu dan pola ikatan pembuluh
dalam hal kandungan ekstraktif, kadar abu, kadar lignin, dan kadar pati pada
bambu. Tetapi tidak ada interaksi antara jenis dan pola ikatan pembuluh
terhadap kadar alfa.
Kadar ekstraktif yang paling tinggi dimiliki oleh bambu Dendrocalamus
asperdengan pola 3 (9.9%) dan diikuti oleh Arundinaria hundsii dengan pola 1
49.145.7 46.7 44.4
40.2
0
30
60
Ah/1 Dg/3 Cp/2 Da/4 Da/3Jenis/polabambu
Gambar 62 Kadar alfa selulosa pada 4 jenis/pola bambu
Ka
daralfaselulosa(%)
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
19/21
(9%). Bambu Cephalostachyum pergracile dengan pola 2 memiliki kadar abu
tertinggi (4.3%), sementara bambu Arundinaria hundsii dengan pola 1 memiliki
kandungan lignin dan alfa selulosa tertinggi berturut-turut 32% dan 49.1%.
BambuDendrocalamus aspermempunyai kandungan pati tertinggi yang berkisar
dari 1%-1.4%.
Adanya peranan interaksi antara jenis dan pola bambu yang memberikan
kontribusi terhadap beberapa sifat kimia menandakan bahwa jenis dan pola bambu
penting untuk diperhatikan karena terkait dengan beberapa sifat kimia.
Pola ikatan pembuluh memiliki hubungan erat dengan sifat kimia bambu
dan akan berpengaruh terhadap pemanfaatan bambu. Dengan demikian hubungan
sifat kimia dengan pola ikatan pembuluh bambu perlu dikembangkan lebih
mendalam agar bermanfaat dalam membantu menentukan arah penggunaan
bambu.
-
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
20/21
DAFTAR PUSTAKA
Austin R, Euda K, Levy D. 1974. Bamboo: its Growth and Cultivation. New
York: Weatherhill.
Bhat KV, Varma RV, Paduvil R, Pandalai RC. Santhoshkumar R. 2005.
Distribution of starch in the culms ofBambusa bambos (L.)Voss and its
influence on borer damage. J Americ Bamb Socie 19(1): 1-4
Bodig J, Jayne BA. 1993. Mechanics of Wood and Wood Composites. Florida:
Krieger Publishing Company.
Chen Y, Qin W, LI X, Gong J, Nimanna. 1987. The chemical composition of ten
bamboo species. Di dalam: Rao AN et al, editor. Proceedings of the
International Workshop; Hangzhou. 614 October 1985. hlm 110113.
Espiloy, Z.B. 1983. Variability of specific gravity, silica content and fiber
measurements in kauayan-tinik (B. blumeana).NSTA Technology Journal
8(2): 42-74.
Grosser D, Liese W. 1971. On the anatomy of Asian bamboos, with spesialreference to their vaskular bundles. Wood Sci and Tech 5: 290-312.
Hidalgo H. 2011. When and how to harvest bamboo?.
http://www.guaduabamboo.com/starch-bamboo.htm[23Oktober 2011]
Kozlowski TT, Pallardy SG. 1997. Physiology of Woody Plants. United States
of America: Academic Pr.
Li, 1983. Report. Institute of Wood Industry,Chinese Academy of Forestry,
Beijing
Li XB, Shupe TF, Peter GF, Hse CY, Eberhardt TL. 2007. Chemical changes
with maturation of the bamboos spesiesPhyllostachys pubescens.
Li XB. 2004. Physical, chemical and mechanical properties of bamboo and its
utilization potential for fibreboard manufacturing [Thesis]. Chinese
Academy of Forestry.
Li XB, Peter GF, Hse CY, Eberhardt TL. 2007. Chemical changes with
maturation of the bamboo spesies Phyllostachys puberscens. J Trop Fort
Sci 19(1): 612 (2007).
http://www.guaduabamboo.com/starch-bamboo.htm%5b23http://www.guaduabamboo.com/starch-bamboo.htm%5b23http://www.guaduabamboo.com/starch-bamboo.htm%5b23 -
7/22/2019 BAB IV Korelasi Pola Ikatan Pembuluh Pada Kandungan Kimia 4 Jenis Bambu
21/21
Lybeer B, Koch G. 2005. Lignin distribution in the tropical bamboo spesies
Gigantochloa levis.J IAWA 26 (4): 443456.
Liese W. 1992. The Structure of bamboo in relation to its properties and utilization .Di dalam: Bamboo and its use. International Symposium On Industrial Use
Of Bamboo. Beijing, China, 7-11 Desember 1992. hlm 1 6.
Liese W. 2003. Structures of bamboo culm affecting its utilization. Di dalam
Xuhe C, Yiping L, Ying H, editor. Proceedings of International Workshop
on Bamboo Industrial Utilization. Hubei dan Xianning, Oktober 2003. hlm
6 10.
Liese W. 2006. The Anatomy of Bamboo Culms. Http://www.inbar.int/
/txt/tr18/default2.htm. [24 Desember 2006].
Liese W, Kumar S. 2003. Bamboo Preservation Compendium. INBAR Tech.
Rep. No. 22.
Lin J, He X, Hu Y, Kuang T, Ceulemans R. 2002. Lignification and lignin
heterogeneity for various age classes of bamboo (Phyllostachys pubescens)
stems. Physiologia plantarum 112: 296-302.
Lwin KM, Han YY, Maung W, Moe AKZ, Than SBM. 2007. An investigation on
morphology, anatomy and chemical properties of some Myanmar bamboos.
http://www.myanmar.gov.mm/Ag/Jur/ProcFo01.10.[3Nov. 2007]
Pai-hui H. 1985. A Study on the Mineral Nutrition ofPhyllostachys pubescens.Di dalam : Rao, A.N., Dhanarajan, G. dan Sastry, C.B, editor. Recent
Research on Bamboo. Proceedings of the International Bamboo Workshop,
Hangzholu, People's Republic of China, 6-14 Oktober, 1985.
Qisheng Z, Shenxue J, Yongyu T. 2001. Physical properties of bamboo
material. Industrial Utilization On Bamboo Technical Report No.26
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB
Sulistyowati A. 1997. Pengawetan bambu. Wacana No 6.
Sulthoni A. 1985. Traditional preservation of bamboo in Java, Indonesia. Di
dalam : Rao, A.N., Dhanarajan, G. dan Sastry, C.B, editor. Recent
Research on Bamboo. Proceedings of the International Bamboo Workshop,
Hangzholu, People's Republic of China, 6-14 Oktober, 1985.
http://www.inbar.int/publication/txt/tr18/default2.htm%2024%20Desember%202006http://www.inbar.int/publication/txt/tr18/default2.htm%2024%20Desember%202006http://www.myanmar.gov.mm/Ag/Jur/ProcFo01.10.%5b3http://www.myanmar.gov.mm/Ag/Jur/ProcFo01.10.%5b3http://www.myanmar.gov.mm/Ag/Jur/ProcFo01.10.%5b3http://www.inbar.int/publication/txt/tr18/default2.htm%2024%20Desember%202006