39
BAB III
SOLUSI BISNIS
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang terstruktur berguna sebagai pedoman dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian secara sistematis. Dengan metodologi
penelitian yang sistematis, diharapkan tahapan penelitian dapat dilakukan dengan
benar dan diperoleh hasil penelitian yang baik. Penelitian ini dilakukan dengan
metodologi sebagai berikut:
Pengolahan Data
Analisa & Pembahasan
Kesimpulan dan Saran Implementasi
Penentuan Metode Penelitian
Pengumpulan Data
Data Primer
Studi Pendahuluan
Perumusan Masalah & Tujuan Penelitian
Studi Literatur
Data Sekunder
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
40
Tahapan studi pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
gambaran awal mengenai permasalahan yang ada di AXA Financial Indonesia
untuk selanjutnya dikembangkan menjadi suatu proyek penelitian. Studi
pendahuluan ini dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan wawancara
dengan orang-orang yang berada pada level manajerial di AXA Financial
Indonesia kantor pemasaran Bandung. Pada tahap ini, juga diajukan permohonan
kepada Sales Office Manager AXA Financial Indonesia kantor pemasaran
Bandung untuk mengadakan suatu proyek penelitian disini.
Setelah tahapan studi pendahuluan dilakukan, fenomena-fenomena yang
ada dirumuskan menjadi suatu masalah utama. Pokok permasalahan adalah
keberadaan budaya entrepreneurial di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran
Bandung. AXA Financial Indonesia sebagai bagian dari grup AXA merupakan
perusahaan yang besar di industri asuransi jiwa. Sebagai perusahaan yang besar,
adanya corporate entreprenership di AXA Financial Indonesia akan sangat
membantu perusahaan untuk tidak terjebak dalam struktur yang birokratis, adaptif
menghadapi perubahan dan bergerak cepat dan lincah untuk menangkap peluang
yang ada. Tujuan penelitian disusun berdasarkan permasalahan yang ada, adapun
tujuan penelitian adalah mengidentifikasi budaya entrepreneurial dan karakteristik
kepemimpinan entrepreneurial di AXA Financial Indonesia.
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh landasan teori yang
berhubungan dengan pokok permasalahan penelitian ini. Pada tahap ini,
dikembangkan dasar-dasar teori yang mendukung penelitian, yang juga dapat
digunakan sebagai landasan berpikir dalam melakukan analisis, pembahasan, dan
penarikan kesimpulan pada tahap akhir penelitian. Studi literatur yang dilakukan
difokuskan pada konsep-konsep mengenai corporate entrepreneurship dan
industri asuransi jiwa.
Pada tahapan berikutnya, ditentukan metode penelitian yang akan
digunakan. Penentuan metode dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik
dan lingkungan kerja perusahaan. Dalam penelitian ini, digunakan metode
penelitian dengan analisis reabilitas menggunakan cronbach’s alpha dan
41
perhitungan rata-rata terhadap elemen penyusun masing-masing dimensi
entrepreneurial.
Selanjutnya dilakukan pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer berasal dari dua sumber yaitu wawancara yang dilakukan kepada jajaran
manajerial dan kuesioner yang disebarkan kepada semua orang yang bekerja di
AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung. Kuesioner yang disebarkan
adalah kuesioner Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dan kuesioner
Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ) yang terlampir pada lampiran A
dan lampiran B. Kuesioner EOS ditujukan untuk mengukur tingkat
entrepreneurial dalam perusahaan secara keseluruhan dalam hubungannya dengan
dimensi-dimensi kunci entrepreneurial, sedangkan kuesioner ELQ ditujukan untuk
mengukur perilaku entrepreneurial dari jajaran manajerial perusahaan sekaligus
mengidentifikasi jenis kepemimpinan entrepreneurial yang ada. Total responden
yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 42 orang, yang terdiri dari 9 orang
yang berada di level manajerial dan 33 orang agen pemasaran. Sedangkan data
sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh dari data-data non-
confidential perusahaan dan studi literatur yang dilakukan. Batasan data yang
digunakan telah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Data yang telah terkumpul, selanjutnya diolah setelah sebelumnya
dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas untuk memastikan kelayakan data.
Setelah data dinyatakan layak, maka dilakukan identifikasi dimensi-dimensi kunci
entrepreneurial dan karakteristik kepemimpinan entrepreneurial melalui
pengukuran rata-rata setiap elemen yang ada.
Pada tahap penelitian berikutnya, dilakukan analisis terhadap hasil
pengukuran yang telah dilakukan. Pada tahap ini, budaya entrepreneurial yang
diwakili oleh dimensi-dimensi kunci entrepreneurial yang ada dalam perusahaan
diidentifikasi secara lebih mendalam. Pada tahap ini juga dilakukan identifikasi
perilaku orang-orang yang berada pada level manajerial dalam melakukan
aktivitas dan kegiatan entrepreneurial.
42
Tahap kesimpulan dan saran implementasi merupakan tahap terakhir dari
penelitian. Pada tahap ini, dilakukan penarikan kesimpulan dari seluruh analisis
dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan. Pada tahap ini juga diberikan
saran-saran yang dapat diimplementasikan untuk meningkatkan sifat-sifat
entrepreneurial dalam perusahaan sehingga menjadi perusahaan dengan budaya
entrepreneurship yang kuat. Dalam tingkatan strategis, AXA Financial Indonesia
kantor pemasaran Bandung mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai
karakteristik kepemimpinan yang ada pada level manajerial, yang dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi-kompetensi setiap orang
didalam organisasi supaya berkembang menjadi pemimpin yang sesuai dengan
karakteristik kepemimpinan yang diharapkan.
3.2 Pengolahan Data
3.2.1 Tehnik Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini, kuesioner yang disebarkan memiliki jawaban yang
bersifat kuantitatif dan diukur dengan menggunakan skala Likert. Penggunaaan
skala Likert memberikan kebabasan kepada responden dalam memberikan
jawaban dan memberikan hasil pengukuran yang cukup objektif. Menurut Kinner
dalam Husein Umar (1999), skala Likert tepat untuk digunakan dalam mengukur
pernyataan sikap seseorang terhadap sesuatu. Dalam penelitian ini, digunakan
skala Likert lima poin, dimana poin 1 memiliki arti sangat tidak setuju dan poin 5
memiliki arti sangat setuju. Setelah data kuesioner EOS terkumpul dan diolah,
hasil pengukuran dipresentasikan dalam suatu radar chart diagram. Sedangkan
data kuesioner ELQ akan dikelompokkan sehingga diketahui karakteristik
kepemimpinan dominan yang ada di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran
Bandung.
43
3.2.2 Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Menurut Hastono (2001), untuk memastikan bahwa data yang diperoleh
dalam penelitian memiliki sifat akurat dan objektif, maka diperlukan uji validitas
dan uji reliabilitas. Apabila alat pengukur yang digunakan untuk mengumpulkan
data penelitian tidak mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi, maka data
yang telah dikumpulkan tidak berguna.
Validitas penelitian merupakan derajad ketepatan alat ukur penelitian
dalam mengukur apa yang ingin dicari secara tepat. Dalam penelitian ini, alat ukur
yang digunakan adalah kuesioner, sehingga kuesioner yang digunakan harus
mampu mengukur secara tepat apa yang ingin diukurnya. Validitas kuesioner
diketahui dengan melakukan korelasi antar skor setiap variabel dengan skor total.
Apabila tidak ditemukan adanya korelasi signifikan antara skor variabel dengan
skor total, maka variabel tersebut dinyatakan tidak valid. Hanya variabel yang
memiliki skor variabel dengan korelasi signifikan dengan skor total yang
dianggap variabel yang valid. Variabel valid ini ditandai dengan r hitung yang
lebih besar dari r tabel.
Menurut Singarimbun (1995), reliabilitas adalah indeks yang
menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.
Dalam penelitian ini, uji reliabilitas berguna untuk menentukan apakah
pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner memiliki sifat reliabel, yang
artinya jika pertanyaan diuji secara berulang-ulang akan memberikan jawaban
yang stabil dan konsisten. Koefisien reliabilitas yang paling sering digunakan
adalah koefisien Cronbach’s Alpha. Koefisien ini menggambarkan keragaman
setiap elemen sehingga dapat mengevaluasi konsistensi internal. Koefisien
reliabilitas Cronbach’s Alpha dirumuskan sebagai berikut :
rkrk
)1(1.−−
=α
44
dimana:
α = koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha
k = jumlah variabel manifes yang membentuk variabel lain
r = rata-rata korelasi antar variabel manifes
Menurut Guilford di dalam pemelitian Asisthariani (2007), hasil yang
diperoleh dari uji reliabilitas dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Klasifikasi Nilai Koefisien Keandalan
Rentang Koefisien Tingkat Korelasi
< 0,2
0,2 - < 0,4
0,4 - < 0,7
0,7 - < 0,9
0,9 - < 1
1
Tidak ada
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi Sekali
Sempurna
Menurut pencipta EOS dan ELQ yaitu Neal Thornberry, kedua alat ukur
tersebut merupakan alat ukur yang telah diuji realibilitas dan validitasnya, seperti
yang dikemukakan oleh Thornberry (2006) sebagai berikut, “The first instrument,
the Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) has already been validated within
a number of companies.” Beberapa perusahaan besar yang telah menggunakan
alat ukur ini antara lain Mott’s, Siemens dan Sodexho.
Penerjemahan format asli EOS kedalam bahasa Indonesia menciptakan
peluang terjadinya kesalahan penerjemahan, sehingga dilakukan pengujian alat
ukur EOS dengan data-data yang diperoleh dari hasil survey berbagai perusahaan
di Indonesia. Dalam penelitian ini, digunakan nilai Cronbach’s Alpha yang telah
digunakan pada penelitian Asisthariani (2007). Nilai Cronbach’s Alpha ini
diperoleh dari uji validitas terhadap EOS dengan jumlah responden 656 dan
menggunakan faktor error 5%. nilai “rtable” yang diperoleh sebesar 0,077. Nilai ini
kemudian dibandingkan dengan koefisien korelasi (r) hasil perhitungan.
45
Tabel 3.2 Nilai Cronbach’s Alpha Dimensi Kunci EOS Dimensi Kunci Cronbach’s Alpha
Umum
Rencana Strategi
Cross Functionality
Dukungan
Intelijen Pasar
Risiko
Kecepatan
Fleksibilitas
Fokus
Masa Depan
Orientasi Individu
0.667
0.674
0.722
0.745
0,717
0.754
0.703
0.594
0.736
0.812
0.816
Jika nilai Cronbach’s Alpha yang didapat dari hasil perhitungan
dibandingkan dengan pengelompokkan nilai koefisien keandalan menurut
Guilford, maka semua data reliabel dengan tingkat korelasi sedang – tinggi.
3.3 Analisis dan Pembahasan
3.3.1 Analisis dan Pembahasan Entrepreneurial Orientation Survey
Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) merupakan survey yang secara
khusus mengukur dimensi-dimensi kunci entrepreneurial dalam suatu perusahaan.
Adapun dimensi-dimensi kunci yang dimaksud adalah dimensi umum, dimensi
rencana strategi, dimensi cross functionality, dimensi dukungan, dimensi intelijen
pasar, dimensi risiko, dimensi kecepatan, dimensi fleksibilitas, dimensi fokus,
dimensi masa depan, dan dimensi orientasi individu.
Kuesioner EOS ini menggunakan skala Likert lima poin dengan poin 1
yang memiliki arti sangat tidak setuju hingga poin 5 yang memiliki arti sangat
setuju.
46
Penyebaran kuesioner EOS yang dilakukan di AXA Financial Indonesia
kantor pemasaran Bandung memberikan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.3 Hasil EOS di AXA Financial Indonesia
Dimensi Kunci Nilai rata-rata
Umum
Rencana Strategi
Cross Functionality
Dukungan
Intelijen Pasar
Risiko
Kecepatan
Fleksibilitas
Fokus
Masa Depan
Orientasi Individu
3,21
3,30
3,46
3,95
3,36
2,58
4,01
3,21
3,68
3,99
2,54
0,001,002,003,004,005,00
Umum
Rencana Strategi
CrossFunctionality
Dukungan
Intelijen Pasar
RisikoKecepatan
Fleksibilitas
Fokus
Masa Depan
Orientasi Individu
Gambar 3.2 Karakteristik Intrapreneurship AXA Financial Indonesia
47
Berdasarkan survey yang dilakukan, tampak bahwa budaya entrepreneurial
yang ada di kantor pemasaran Bandung sudah cukup tinggi, ditunjukkan dengan
adanya lima dimensi kunci entrepreneurial yang memberikan nilai diatas 3,40.
Kelima dimensi tersebut adalah dimensi kecepatan, dimensi masa depan, dimensi
dukungan, dimensi fokus, dan dimensi cross functionality. Selain itu terdapat
empat dimensi yang memberikan nilai sedang diantara 2,60 – 3,40 yaitu dimensi
intelijen pasar, dimensi rencana strategi, dimensi fleksibilitas, dan dimensi umum.
Adapun dimensi yang masih memberikan nilai rendah yaitu dimensi risiko dan
orientasi individu dengan nilai dibawah 2,60.
Dimensi dengan nilai tertinggi di AXA Financial Indonesia adalah dimensi
kecepatan (dengan nilai 4,01) sedangkan dimensi dengan nilai terendah di AXA
Financial Indonesia adalah dimensi orientasi individu (dengan nilai 2,54). Analisis
lebih mendalam untuk masing-masing dimensi kunci entrepreneurial pada AXA
Financial Indonesia akan dibahas lebih lanjut berikut:
3.3.1.1 Analisis dan Pembahasan Dimensi Umum
Dimensi umum menggambarkan budaya perusahaan secara umum dalam
kaitannya dengan sifat-sifat entrepreneurial yang dimiliki. Berdasarkan hasil
pengukuran, nilai dimensi umum pada AXA Financial Indonesia adalah 3,21.
Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi umum yaitu: Tabel 3.4 Dimensi Umum
No. Pertanyaan
1 Menekankan pengendalian anggaran secara ketat (-)
2 Memberikan reward bagi seorang manajer yang melakukan cost cutting (+)
3 Menyediakan dana untuk peluang bisnis baru (+)
4 Menyediakan dana untuk ide-ide yang benar-benar bagus (+)
5 Membutuhkan banyak tahapan persetujuan untuk mendapatkan dana investasi di luar
anggaran (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
48
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Umum
2.17
3.98 4.10
3.48
2.36
1.00
1.80
2.60
3.40
4.20
5.00
1 2 3 4 5
Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.3 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Umum
Pada gambar di atas, tampak bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya
nilai pada dimensi umum adalah adanya penekanan terhadap pengendalian
anggaran secara ketat (2,17) dan banyaknya tahapan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan persetujuan atas dana investasi diluar anggaran (2,36).
Pengendalian anggaran secara ketat dilakukan di kantor pemasaran
Bandung sebagai bagian dari kebijakan kantor pusat AXA Financial Indonesia di
Jakarta untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya perusahaan.
Selain itu disadari pula bahwa ujung tombak perusahaan adalah para agen
pemasarannya yang jauh lebih diharapkan untuk berada di lapangan dan
berinteraksi dengan klien daripada berada di kantor. Oleh karena itu, kantor
pemasaran sangat diharapkan untuk menggunakan anggaran seefektif mungkin
sebatas mendukung kegiatan pemasaran, operasional, dan penjualan.
Tahapan yang diperlukan untuk mendapatkan dana investasi di luar
anggaran juga cukup birokratis dimana Sales Office Manager harus membuat
surat permohonan kepada kantor pusat di Jakarta berkenaan dengan tujuan
permintaan anggaran. Meskipun demikian, sebenarnya fasilitas, sarana, dan
prasarana yang ada di kantor pemasaran Bandung dirasakan sudah memuaskan
49
dan mampu mendukung kegiatan operasional dan penjualan sehingga permohonan
dana investasi tambahan sangat jarang dilakukan.
Selain kedua hal tersebut, ternyata AXA Financial Indonesia kantor
Bandung telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung implementasi ide-ide
bagus yang disampaikan (3,48) termasuk tentu saja yang bisa dikembangkan
menjadi peluang bisnis baru (4,10), dan memberikan penghargaan kepada manajer
yang melakukan cost cutting (3,98).
3.3.1.2 Analisis dan Pembahasan Dimensi Rencana Strategi
Dimensi rencana strategi menggambarkan keberadaan nilai-nilai
entrepreneurial dalam pengembangan rencana strategi perusahaan. Berdasarkan
hasil pengukuran, nilai dimensi rencana strategi pada AXA Financial Indonesia
adalah 3,30. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi rencana strategi yaitu:
Tabel 3.5 Dimensi Rencana Strategi
No. Pertanyaan
1 Menggunakan proses perencanaan strategi yang formal (-)
2 Membiarkan strategi tumbuh dan mungkin berubah mengikuti tren pasar (+)
3 Mengharapkan para manajer untuk selalu berpedoman pada rencana dan anggaran
tahunan (-)
4 Tidak mempunyai rencana yang jelas (-)
5 Sangat bergantung pada konsultan di luar perusahaan untuk membuat strategi (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
50
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Rencana Strategi
2.36
3.95
2.07
4.07 4.07
1.00
1.80
2.60
3.40
4.20
5.00
1 2 3 4 5
Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.4 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Rencana Strategi
Pada gambar di atas, tampak bahwa dimensi rencana strategi merupakan
dimensi yang masih memiliki ruang untuk perbaikan. Faktor yang menyebabkan
rendahnya nilai pada dimensi ini adalah besarnya harapan kepada para manajer
untuk selalu berpedoman pada rencana strategi dan anggaran tahunan (2,07) serta
penggunaan rencana strategi yang sangat formal (2,36).
Besarnya harapan kepada para manajer untuk selalu berpedoman pada
rencana strategi dan anggaran tahunan di satu sisi memang berfungsi sebagai
arahan bagi para manajer dalam melakukan tugasnya, namun di sisi lain juga
memberikan sinyal kekurangmampuan kantor pusat untuk dapat secara cepat
mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi di daerah dan mengharuskan
adanya perubahan alokasi anggaran. Sangat berkaitan adalah penggunaan rencana
strategi yang formal yang cenderung tidak memberikan ruang untuk berinovasi
sehingga berpotensi menghambat pelaksanaan strategi tersebut di lapangan.
Meskipun demikian, AXA Financial Indonesia diakui telah menggunakan strategi
pertumbuhan perusahaan yang mengikuti tren pasar (3,95), memiliki rencana
strategi yang jelas sifatnya (4,07) dan tidak terlalu bergantung dari konsultan
diluar perusahaan untuk membuat strategi (4,07). Hal ini sangat dimaklumi
51
dengan adanya sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki AXA Financial
Indonesia baik di kantor pusat maupun di daerah.
3.3.1.3 Analisis dan Pembahasan Dimensi Cross Functionality
Dimensi cross functionality menggambarkan hubungan kerjasama dan
knowledge sharing yang terjalin antar fungsi atau antar departemen dalam
perusahaan. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi cross functionality pada
AXA Financial Indonesia adalah 3,46. Terdapat lima pertanyaan penyusun
dimensi cross functionality yaitu:
Tabel 3.6 Dimensi Cross Functionality
No. Pertanyaan
1 Memiliki sedikit hambatan untuk kerjasama antar departemen /fungsi (+)
2 Mempunyai departemen-departemen yang mau membagi ide dan informasi satu dengan
yang lain (+)
3 Mendorong kegiatan diskusi antar departemen/antar fungsi dan pemecahan masalah (+)
4 Secara formal memberikan penghargaan terhadap kerjasama antar departemen/antar
fungsi (+)
5 Merotasi karyawan pada fungsi-fungsi yang berbeda sebagai bagian dari proses formal
pengembangan SDM (+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
52
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Cross Functionality
2.14
3.90 4.023.71 3.52
1.00
1.80
2.60
3.40
4.20
5.00
1 2 3 4 5
Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.5 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Cross Functionality
Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi cross
functionality di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Hal
yang menuntut perhatian lebih adalah adanya hambatan-hambatan yang ada pada
kerjasama antar departemen (2,14). Hambatan yang ada dalam proses kerjasama
antar departemen atau antar fungsi tentu saja membawa akibat buruk bagi
perusahaan karena harus disadari bahwa kerjasama, berbagi pengetahuan dan
berbagi informasi akan meningkatkan kemampuan kedua pihak baik yang
memberi maupun menerima. Selain itu tidak jarang ide-ide yang berpotensi
menjadi peluang bisnis baru, berhasil dimunculkan dari kerjasama antar
departemen.
Selain adanya hambatan untuk bekerjasama antar departemen, sebenarnya
dimensi kerjasama di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung telah
menunjukkan performansi yang bagus. Dari gambar dapat dilihat bahwa
perusahaan secara aktif mendorong kegiatan diskusi antar departemen atau antar
fungsi dalam rangka pemecahan masalah (4,02). Hal ini bisa diwujudkan karena
perusahaan telah memiliki departemen-departemen yang mau berbagi ide dan
informasi satu sama lain (3,90).
53
Satu hal yang masih memiliki ruang cukup besar untuk peningkatan adalah
pengembangan sumber daya manusia dengan merotasi karyawan pada fungsi yang
berbeda-beda (3,52). Dengan rotasi ini, kemampuan dan kompetensi individu di
AXA Financial Indonesia akan meningkat dan memberikan added value bagi
perusahaan.
3.3.1.4 Analisis dan Pembahasan Dimensi Dukungan
Dimensi dukungan menggambarkan dukungan yang diberikan manajemen
perusahaan terhadap ide-ide baru yang dimunculkan. Berdasarkan hasil
pengukuran, nilai dimensi dukungan pada AXA Financial Indonesia adalah 3,95.
Dimensi ini merupakan dimensi dengan nilai tertinggi nomor tiga diantara
dimensi-dimensi yang lain. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi dukungan
yaitu:
Tabel 3.7 Dimensi Dukungan
No. Pertanyaan
1 Secara umum, manajemen mendukung kita untuk memikirkan cara-cara baru dan
berbeda dalam mengerjakan sesuatu (+)
2 Ada satu fungsi penting di dalam organisasi, yang tanggung jawab utamanya adalah
untuk inovasi dan pengembangan bisnis baru (+)
3 Kami memiliki sarana sumbang saran yang berhasil dalam menampung ide-ide
karyawan. (+)
4 Organisasi segan mempertanyakan/mengubah cara-cara lama yang sudah ada didalam
organisasi dalam menghadapi sesuatu.(-)
5 Kami sering bertemu secara informal untuk mendiskusikan ide bisnis baru.(+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
54
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Dukungan
4.193.98 3.81 3.76
4.00
1.00
1.80
2.60
3.40
4.20
5.00
1 2 3 4 5
Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.6 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Dukungan
Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi dukungan
di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Secara implisit,
dimensi ini berkaitan dengan kepemimpinan entrepreneurial di AXA Financial
Indonesia. Dukungan dari managerial level tidak saja memperbesar realisasi atas
ide-ide atau peluang bisnis, namun juga secara langsung menciptakan iklim
entrepreneurial dalam perusahaan.
Di dalam dimensi ini, terdapat dua hal yang masih bisa diperbaiki atau
ditingkatkan yaitu keenganan perusahaan untuk mempertanyakan / mengubah
cara-cara lama yang sudah ada dalam perusahaan dalam menghadapi sesuatu
(3,76) dan adanya sarana sumbang saran yang terbukti berhasil dalam
menampung ide-ide karyawan (3,81).
Keenganan perusahaan untuk mempertanyakan cara-cara lama yang sudah
ada mutlak merupakan hal yang perlu diperbaiki jika perusahaan ingin tetap
kompetitif karena situasi pasar juga berubah dengan cepat dan memerlukan
penyesuaian-penyesuaian baru. Dalam level strategik, sebagaimana terukur dalam
dimensi rencana strategi, perusahaan telah mengikuti perkembangan pasar dalam
menyusun strateginya. Oleh karena itu dalam level operasional, cara-cara lama
perlu dikaji kembali dan disempurnakan untuk mendukung kemajuan perusahaan.
55
Adapun hal-hal lain dalam dimensi ini telah mendapatkan nilai yang baik,
yang harus dipertahankan. Dari gambar tampak bahwa telah ada dukungan
manajemen bagi para karyawan untuk memikirkan cara-cara berbeda dalam
mengerjakan sesuatu dan adanya diskusi-diskusi informal untuk membahas ide-
ide bisnis yang baru.
3.3.1.5 Analisis dan Pembahasan Dimensi Intelijen Pasar
Dimensi intelijen pasar menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
usahanya memahami konsumen dan melakukan riset untuk mengetahui situasi
pasar. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi intelijen pasar pada AXA
Financial Indonesia adalah 3,36. Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi
intelijen pasar yaitu:
Tabel 3.8 Dimensi Intelijen Pasar
No. Pertanyaan
1 Konsumen adalah raja bagi perusahaan kami. (+)
2 Kecuali kamu berada di divisi pemasaran atau penjualan, dorongan untuk bertemu
konsumen sangat kurang. (-)
3 Perusahaan secara rutin melakukan survey kepuasan konsumen dan menyebarkan
hasilnya secara internal untuk semua pihak dalam perusahaan. (+)
4 Manajemen puncak jarang sekali mengunjungi konsumen secara langsung. (-)
5 Sebagian besar karyawan mengetahui siapa pesaing utama dan bagaimana cara kami
bersama-sama mengahadapinya. (+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
56
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Intelijen Pasar
3.193.62
2.672.95
4.38
1.00
1.80
2.60
3.40
4.20
5.00
1 2 3 4 5
Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.7 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Intelijen Pasar
Pada gambar di atas, tampak bahwa dimensi intelijen pasar merupakan
dimensi yang masih memiliki ruang untuk perbaikan. Faktor-faktor yang
menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi intelijen pasar adalah kurangnya
survey kepuasan konsumen yang dilakukan perusahaan (2,67) dan jarangnya
manajemen puncak melakukan kunjungan langsung kepada konsumen (2,95).
Industri asuransi jiwa bersifat unik dimana kepuasan terbesar yang
diterima klien adalah ketika agen pemasaran membantu mereka dalam proses
klaim. Hal ini sangat wajar karena klaim dilakukan dalam suasana berduka. Oleh
karena itu, proporsi terbesar kepuasan konsumen berada pada pelayanan purna
jual yang diberikan agen. Kurangnya survey kepuasan konsumen yang dilakukan
perusahaan disebabkan karena perusahaan telah sangat menekankan faktor after
sales service ini kepada para agen pemasarannya. Di sisi lain, agen pemasaran
sangat menyadari bahwa pelayanan purna jual merupakan tanggungjawab mereka
yang sangat penting karena empat alasan yaitu memperkuat penjualan yang telah
dilakukan, memperkuat hubungan agen dengan klien, mendapatkan referensi dari
klien mengenai rekan-rekannya yang berpotensi menjadi klien, dan memperbesar
peluang terjadinya repeat buying untuk tahun-tahun berikutnya. Keempat alasan
57
ini sangat berhubungan dengan besarnya pendapatan yang diterima agen
pemasaran.
Sangat berhubungan dengan hal diatas adalah frekuensi kunjungan
manajemen puncak kepada konsumen secara langsung. Hal ini juga terjadi karena
proporsi terbesar pelayanan terhadap konsumen dimiliki oleh agen pemasaran.
Meskipun demikian, secara berkala manajemen puncak AXA Financial Indonesia
melakukan komunikasi dengan para klien melalui media newsletter yang berisi
berita perkembangan perusahaan.
Nilai tertinggi yang diperoleh dalam dimensi ini adalah pengetahuan setiap
individu dalam AXA Financial Indonesia mengenai pesaing utama dan bagaimana
cara menghadapinya. Pengetahuan ini diperoleh melalui pelatihan yang secara
berkala dilakukan dan wajib diikuti. Melalui pelatihan ini pula, seluruh individu
yang menjadi bagian dari AXA Financial Indonesia mendapatkan gambaran yang
lebih jelas dan informasi terbaru mengenai situasi pasar.
3.3.1.6 Analisis dan Pembahasan Dimensi Risiko
Dimensi risiko menggambarkan kesediaan perusahaan untuk mengambil
risiko dalam usahanya untuk merealisasikan peluang yang ada di pasar.
Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi risiko pada AXA Financial Indonesia
adalah 2,58. Dimensi ini merupakan dimensi dengan nilai terendah kedua diantara
seluruh dimensi-dimensi yang lain. Terdapat enam pertanyaan penyusun dimensi
risiko yaitu:
58
Tabel 3.9 Dimensi Pengambilan Risiko
No. Pertanyaan
1 Perusahaan kami bangga akan orientasi dan budaya konservatif (anti perubahan). (-)
2 Kami berhati-hati untuk tidak membuat kesalahan. (-)
3 Kami berani melakukan investasi bisnis baru hanya berdasarkan intuisi tanpa
menggunakan analisis mendalam. (+)
4 Orang-orang yang didalam organisasi secara umum memiliki kebebasan dan keberanian
yang cukup besar untuk mencoba hal baru dan gagal. (+)
5 Kita berbicara banyak tentang perlunya pengambilan risiko dalam perusahaan, namun
kenyataannya orang-orang yang berani mencoba dan gagal tidak bertahan lama di
perusahaan tersebut (bisa karena di hukum, di pecat, dll). (-)
6 Kami lebih memilih untuk tumbuh berkembang secara terencana dan terkontrol. (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Resiko
3.17
2.022.24
3.142.93
1.95
1.00
1.80
2.60
3.40
4.20
5.00
1 2 3 4 5 6
Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.8 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Risiko
Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi ini
memang memberikan nilai yang rendah. Tiga faktor utama yang menyebabkan
rendahnya nilai pada dimensi risiko adalah kebijakan perusahaan untuk tumbuh
berkembang secara terencana dan terkontrol (1,95), kehati-hatian untuk tidak
59
membuat kesalahan (2,02), dan ketidakberanian perusahaan melakukan investasi
bisnis baru tanpa melakukan analisis mendalam (2,24).
Kebijakan perusahaan untuk tumbuh berkembang secara terencana dan
terkontrol sebenarnya merupakan cerminan dari strategi besar yang dimiliki grup
AXA. Dengan melihat kembali sejarah perkembangan grup AXA, nampak jelas
bahwa perusahaan memiliki kebijakan yang cenderung konservatif dalam
menjalankan proses bisnisnya. Meskipun demikian, perusahaan juga secara aktif
melakukan tindakan-tindakan yang dirasa perlu seperti melakukan merger,
akuisisi, dan kerjasama dengan perbankan.
Sedangkan kehati-hatian untuk tidak melakukan kesalahan merupakan
faktor yang berhubungan sangat erat dengan kode etik di AXA Financial
Indonesia dimana setiap individu yang merupakan bagian dari perusahaan sangat
ditekankan untuk tidak melakukan kesalahan dalam menjalankan tugasnya.
Penekanan ini secara lebih khusus diberikan kepada agen pemasaran yang
berinteraksi langsung dengan klien. Adapun kesalahan-kesalahan yang harus
dihindari antara lain: misrepresentasi (memberikan informasi yang salah atau
menggiring klien kepada interpretasi yang salah terhadap ketentuan dan syarat
polis yang berlaku), rebating (menawarkan untuk memberikan sebagian komisi
penjualan kepada klien), twisting (mempengaruhi klien untuk memutuskan
kontraknya pada suatu perusahaan asuransi jiwa lain dan memakai nilai tunai
yang didapat untuk membeli asuransi di perusahaan asuransi jiwa agen tempat
agen tersebut bekerja), money laundering (pencucian uang dimana dilakukan
proses dan prosedur tertentu agar dana yang diperoleh dari praktek ilegal tidak
dapat dilacak asalnya).
Investasi bisnis baru bagi AXA Financial Indonesia hanya akan dilakukan
setelah melalui analisis kelayakan bisnis. Hal ini sangat terkait dengan adanya
seleksi risiko yang menjadi bagian dari prosedur kantor pusat dimana setiap
investasi baru hanya akan dijalankan setelah risiko-risiko yang mungkin terjadi,
diperhitungkan dapat ditanggung oleh perusahaan dan tidak menyebabkan
kerugian bagi perusahaan.
60
3.3.1.7 Analisis dan Pembahasan Dimensi Kecepatan
Dimensi kecepatan menggambarkan kecepatan perusahaan dalam
merespon perubahan dan menangkap peluang yang menguntungkan bagi
pengembangan perusahaan. Perusahaan yang mampu bergerak dengan cepat
dalam industri yang bersifat dinamis, akan menjadi perusahaan yang memiliki
keunggulan kompetitif yang besar. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi
kecepatan pada AXA Financial Indonesia adalah 4,01 dan merupakan nilai
tertinggi yang diukur. Terdapat empat pertanyaan penyusun dimensi kecepatan
yaitu:
Tabel 3.10 Dimensi Kecepatan No. Pertanyaan
1 Keluhan-keluhan konsumen ditangani secara cepat dan efisien. (+)
2 Masalah-masalah yang ada tidak bisa diselesaikan secara cepat. (-)
3 Para manajer memiliki otonomi yang besar dalam membuat keputusan. (+)
4 Konsumen menggambarkan kita sebagai perusahaan yang bergerak cepat.(+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Kecepatan
4,29 4,053,62
4,10
1,00
1,80
2,60
3,40
4,20
5,00
1 2 3 4Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.9 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Kecepatan
61
Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi kecepatan
di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Hal yang masih bisa
diperbaiki adalah tingkat otonomi para manajer dalam membuat keputusan (3,62).
Meskipun para manajer memiliki otonomi yang cukup besar dalam
membuat keputusan, namun keputusan yang diambil tentu saja tidak boleh
bertentangan dengan strategi besar perusahaan dan kode etik yang ada. Untuk hal-
hal lain yang berkaitan dengan kecepatan, AXA Financial Indonesia telah
memiliki nilai yang baik. Nilai terbesar diperoleh dari elemen pertama dimensi
kecepatan yang menyatakan bahwa keluhan-keluhan konsumen telah ditangani
secara cepat dan efisien (4,29). Hal ini dimungkinkan terutama karena dukungan
dari back office yang profesional dan terintegrasi dengan baik dengan kantor pusat
di Jakarta. Hal ini tercermin secara langsung dari pendapat konsumen yang
menggambarkan bahwa AXA Financial Indonesia merupakan perusahaan yang
dinamis dan bergerak cepat (4,10).
3.3.1.8 Analisis dan Pembahasan Dimensi Fleksibilitas
Dimensi fleksibilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
berlaku fleksibel dalam mengambil keputusan dan bertindak. Berdasarkan hasil
pengukuran, nilai dimensi fleksibilitas pada AXA Financial Indonesia adalah 3,2.
Terdapat lima pertanyaan penyusun dimensi fleksibilitas yaitu:
62
Tabel 3.11 Dimensi Fleksibilitas
No. Pertanyaan
1 Kami sangat bergantung pada team ad hoc / jangka pendek dalam menyelesaikan
masalah-masalah. (+)
2 Ketika kami melihat peluang bisnis, kami lambat dalam mengalokasikan sumber daya
untuk menangkap peluang tersebut. (-)
3 Kami sering memindahkan orang-orang ke beberapa fungsi dan departemen yang
berbeda untuk meningkatkan perspektif (cara padang) yang lebih luas. (+)
4 Orang-orang diharapkan untuk melalui tahap-tahap yang telah ditentukan dalam
menyelesaikan pekerjaan. (-)
5 Kami tidak mementingkan penggunaan status jabatan dan gelar di dalam perusahaan. (+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Fleksibilitas
3,073,71 3,45
2,10
3,74
1,00
1,80
2,60
3,40
4,20
5,00
1 2 3 4 5Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.10 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Fleksibilitas
Pada gambar di atas, tampak bahwa faktor yang menyebabkan rendahnya
nilai pada dimensi fleksibilitas adalah besarnya harapan kepada setiap orang untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan (2,10) serta
ketergantungan pada tim ad hoc untuk menyelesaikan masalah (3,07).
63
Di level operasional, harapan yang diberikan kepada setiap orang untuk
melakukan pekerjaan sesuai dengan tahapan yang telah ditentukan ini sebenarnya
merupakan cerminan dari strategi perusahaan yang formal dan cenderung kaku.
Hal ini mutlak diperbaiki dan setiap orang sebaiknya mulai didorong untuk
mencoba berinovasi dan secara kreatif mencari cara-cara lain dalam melakukan
pekerjaan. Hal lain yang bisa ditingkatkan adalah pemanfaatan tim ad hoc untuk
menyelesaikan masalah-masalah secara cepat. Adapun masalah-masalah yang
menjadi tanggungjawab tim ad hoc tentunya adalah masalah-masalah di level
operasional atau taktikal yang menuntut penyelesaian secara cepat.
Fleksibilitas AXA Financial Indonesia terutama ditunjukkan dari
kemampuannya dalam mengalokasikan sumber daya yang ada untuk segera
merealisasikan peluang bisnis tersebut. Hal ini tentu saja sangat berkaitan dengan
dukungan managerial level di kantor pemasaran Bandung.
3.3.1.9 Analisis dan Pembahasan Dimensi Fokus
Dimensi fokus menggambarkan tingkat fokus perusahaan dalam
merencanakan tujuan yang akan dicapai dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang mendukung tujuan tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai dimensi
fokus pada AXA Financial Indonesia adalah 3,68. Terdapat enam pertanyaan
penyusun dimensi fokus yaitu:
64
Tabel 3.12 Dimensi Fokus No. Pertanyaan
1 Kami hanya melakukan beberapa hal, tetapi kami mengerjakanya dengan baik. (+)
2 Kita adalah organisasi yang terkotak-kotak, sangat jarang bagian yang satu tidak
mengetahui apa yang dilakukan bagian yang lain.(-)
3 Manajemen puncak memiliki visi yang sangat jelas mengenai kemana arah kita dan
bagaimana mencapainya. (+)
4 Jika kamu bertanya pada dua orang yang berbeda tentang strategi perusahaan, kamu
mungkin akan mendapat dua jawaban yang berbeda.(-)
5 Kami cukup mau mengeluarkan uang, selama itu untuk hal-hal yang benar. (+)
6 Bahkan orang-orang yang bekerja pada level terbawah tahu mengenai visi perusahaan.
(+)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Fokus
4,19 4,07 4,05
2,45
4,26
3,05
1,00
1,80
2,60
3,40
4,20
5,00
1 2 3 4 5 6Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.11 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Fokus
Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi fokus di
AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Dua hal dalam dimensi
ini yang masih memiliki ruang untuk perbaikan adalah sosialisasi strategi
65
perusahaan kepada setiap orang yang berada dalam perusahaan (2,45) dan
sosialisasi visi perusahaan kepada setiap orang (3,05).
Sosialisasi strategi dan visi perusahaan kepada setiap orang dalam
perusahaan merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan karena pada
dasarnya, visi merupakan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai perusahaan
dan strategi adalah cara yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuannya
tersebut. Kedua hal ini sangat penting untuk dikomunikasikan dengan baik kepada
semua orang yang menjadi bagian dari AXA Financial Indonesia. Sosialisasi atas
visi dan strategi perusahaan sangat berguna untuk menyamakan persepsi dan
irama kerja setiap orang sehingga semua orang memberikan kontribusi yang
positif bagi perusahaan.
Dalam dimensi fokus ini, perusahaan dinilai telah bersedia mengeluarkan
dana untuk mendukung hal-hal yang benar. Hal ini juga tercermin pada dimensi
umum dimana perusahaan memang bersedia mengeluarkan dana untuk realisasi
ide dan peluang bisnis yang bagus.
3.3.1.10 Analisis dan Pembahasan Dimensi Masa Depan
Dimensi masa depan menggambarkan perilaku perusahaan dalam
hubungannya dengan pencapaian masa depan perusahaan tersebut. Berdasarkan
hasil pengukuran, nilai dimensi masa depan pada AXA Financial Indonesia adalah
3,99. Nilai dimensi ini merupakan nilai terbesar kedua yang terukur jika
dibandingkan dengan nilai dimensi-dimensi yang lain. Terdapat lima pertanyaan
penyusun dimensi masa depan yaitu:
66
Tabel 3.13 Dimensi Masa Depan
No. Pertanyaan
1 Kami sadar bahwa perusahaan kami adalah perusahaan yang terdepan/terbaik
dibidangnya. (+)
2 Kami tidak banyak berinvestasi di R&D. (-)
3 Perusahaan kami senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk-
produk yang sangat inovatif, dimana konsumen sendiri belum tahu kalau mereka
membutuhkannya. (+)
4 Kami cenderung lebih sebagai pengikut/ follower daripada pemimpin dalam
pengembangan produk baru. (-)
5 Secara umum, para karyawan tidak diberikan penghargaan dalam bereksperimen
mencoba hal-hal baru. (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Masa Depan
4,403,74 3,98 3,90 3,90
1,00
1,80
2,60
3,40
4,20
5,00
1 2 3 4 5Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.12 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Masa Depan
Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi masa
depan di AXA Financial Indonesia sudah memiliki nilai yang baik. Hal yang
masih bisa diperbaiki adalah investasi di R&D (3,74).
67
Dari gambar di atas tampak bahwa setiap orang di AXA Financial
Indonesia menyadari bahwa AXA Financial Indonesia sebagai bagian dari grup
AXA, adalah perusahaan yang terbaik di bidang industri asuransi jiwa. Keyakinan
ini tentu saja diperkuat dengan tingginya rating yang diberikan lembaga-lembaga
rating dunia mengenai kinerja grup AXA. Dalam dimensi ini, juga nampak bahwa
perusahaan senang menciptakan pasar yang benar-benar baru berdasarkan produk
yang benar-benar inovatif. Sebagai contoh produk inovatif ini adalah peluncuran
produk baru bernama Maestro Peace Platinum yang akan dilakukan pada bulan
Juli 2007 sebagai penyempurnaan dari produk lama Maaestro Link Plus. Produk
baru ini diramalkan akan menjadi satu-satunya produk unit link berbasis dollar
yang terbaik di Indonesia.
Hal yang menuntut perhatian lebih banyak adalah investasi di R&D.
Namun dengan menyadari bahwa AXA Financial Indonesia merupakan
perusahaan penyedia jasa keuangan dan layanan finansial, investasi R&D lebih
disesuaikan dalam kapasitas perusahaan sebagai perusahaan yang menawarkan
jasa, sehingga investasi yang dilakukan lebih bersifat riset pasar yang berguna
untuk mengetahui produk keuangan apa yang diinginkan masyarakat.
3.3.1.11 Analisis dan Pembahasan Dimensi Orientasi Individu
Dimensi Orientasi Individu menggambarkan bagaimana para karyawan
menerapkan nilai-nilai entrepreneurial dalam perusahaan. Penerapan nilai-nilai
entrepreneurial oleh karyawan akan ditandai dengan banyaknya ide-ide kreatif
dan inovasi yang dimunculkan oleh setiap orang. Secara keseluruhan, nilai pada
dimensi ini adalah yang terendah (2,54) dibandingkan nilai pada dimensi-dimensi
yang lain. Terdapat sembilan pertanyaan yang membentuk dimensi orientasi
individu yaitu:
68
Tabel 3.14 Dimensi Orientasi Individu No. Pertanyaan
1 Saya sering berangan-angan menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri. (+)
2 Saya tidak menilai diri saya sebagai pemberontak (suka mempertanyakan hal-hal yang
tidak benar). (-)
3 Jalan tercepat untuk mencapai puncak adalah dengan melakukan pekerjaan anda sebaik-
baiknya sesuai deskripsi pekerjaan yang telah ditentukan. (-)
4 Saya sering berkhayal/melamun ditempat kerja. (+)
5 Saya suka mempertanyakan dan berusaha merubah status quo. (+)
6 Saya tidak menyukai orang yang suka melanggar aturan. (-)
7 Sangat penting bagi saya untuk mendapatkan gaji yang adil dan pasti. (-)
8 Saya rela menukar gaji saya sekarang dengan gaji yang lebih rendah dan kepemilikan
saham pada suatu perusahaan baru, yang berisiko sekalipun. (+)
9 Saya lebih nyaman dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur/teratur. (-)
Keterangan:
• (+) = menambah nilai-nilai entrepreneurial
• (-) = mengurangi nilai-nilai entrepreneurial (reverse-scored)
Nilai rata-rata untuk masing-masing pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Orientasi Individu
4,43
2,12 1,93 1,95
2,95
2,141,79
3,38
2,19
1,00
1,80
2,60
3,40
4,20
5,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.13 Nilai Rata-rata Pertanyaan Dimensi Orientasi Individu
Pada gambar di atas, secara keseluruhan tampak bahwa dimensi orientasi
individu merupakan dimensi dengan nilai yang rendah. Terdapat banyak faktor
69
yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi orientasi individu antara lain
tingkat gaji yang adil dan pasti (1,93), pemahaman melakukan suatu pekerjaan
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan deskripsi (1,93), sedikitnya karyawan yang
melamun di tempat kerja (1,95), tidak adanya karyawan yang berjiwa
pemberontak (2,12), atau suka melanggar aturan (2,14), serta banyaknya
karyawan yang lebih nyaman berada dalam lingkungan yang relatif lebih
terstruktur atau teratur.
Tingkat gaji yang adil dan pasti mendapatkan nilai yang rendah karena
sebagian besar responden adalahh agen pemasaran yang memiliki profil
pendapatan yang sangat berfluktuasi mengikuti performansi kerja bulanannya.
Pemahaman melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
deskripsi terkait sangat erat dengan harapan yang dibebankan kepada karyawan
untuk melakukan pekerjaan dengan mengikuti tahap-tahap formal yang telah
ditetapkan (bagian dari dimensi fleksibilitas).
Tidak adanya karyawan yang berjiwa pemberontak atau suka melanggar
aturan berkaitan erat dengan keinginan para karyawan untuk bekerja di suatu
lingkungan yang teratur. Karakter pemberontak atau melanggar aturan tentu saja
akan menyebabkan situasi kerja mengalami gangguan, dan hal ini tidak
diinginkan oleh para karyawan itu sendiri.
Nilai tertinggi yang terdapat pada dimensi orientasi individu ini adalah
adanya keinginan untuk menciptakan dan menjalankan bisnis sendiri (4,43) yang
didukung dengan kerelaan karyawan untuk menukar gaji yang sekarang dengan
gaji yang lebih rendah namun disertai kepemilikan saham di suatu perusahaan
yang baru (3,38). Kedua hal ini sebenarnya merupakan sinyal bahwa individu-
individu yang berada di AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung
telah memiliki benih-benih jiwa entrepreneurial di dalam dirinya. Meskipun
demikian, realisasi angan-angan ini tentu saja harus disertai dengan keberanian
untuk keluar dari zona aman dan mengambil risiko yang lebih besar.
70
3.3.1.12 Analisis dan Pembahasan Kondisi Perusahaan
Dimensi Kondisi Perusahaan merupakan dimensi yang mampu
memberikan gambaran lebih luas mengenai kondisi perusahaan AXA Financial
Indonesia. Dalam dimensi ini terdapat empat buah pertanyaan yang berkaitan
dengan kinerja perusahaan, pemberdayaan sumber daya manusia, inovasi, dan
penggajian. Secara lebih mendalam, analisis mengenai keempat kondisi tersebut
dapat dilihat pada pembahasan berikut ini:
• Mengenai kinerja perusahaan
Kinerja Perusahaan
36%
54%
10%
Sangat Baik Diatas Rata-rata Rata-rata
Gambar 3.14 Kinerja Perusahaan
Dari gambar di atas, tampak bahwa 36% responden menilai kinerja
perusahaan sangat baik jika dibandingkan dengan kompetitor sedangkan 54%
responden menilai kinerja perusahaan diatas rata-rata. Dengan menggunakan
skala Likert lima poin, diperoleh nilai rata-rata kinerja perusahaan sebesar 4,26
yang berada dalam rentang persepsi sangat baik. Tentu saja kinerja perusahaan
yang sangat baik ini harus dipertahankan dan jika memungkinkan ditingkatkan.
71
• Mengenai pemberdayaan sumber daya manusia
Pemberdayaan SDM
12%
38%45%
5%
Sangat Baik Diatas Rata-rata
Rata-rata Dibawah Rata-rata
Gambar 3.15 Pemberdayaan SDM
Dari gambar di atas, tampak bahwa 12% responden menilai pemberdayaan
SDM telah dilakukan sangat baik, 38% responden menilai pemberdayaan SDM
dilakukan diatas rata-rata dan 45% responden menilai pemberdayaan SDM hanya
rata-rata. Dengan menggunakan skala Likert lima poin, diperoleh nilai rata-rata
pemberdayaan sumber daya manusia sebesar 3,57 yang berada dalam rentang
persepsi diatas rata-rata.
Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan hal yang harus diperbaiki
di AXA Financial Indonesia. Perbaikan terhadap sumber daya manusia yang telah
ada dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang telah secara terjadwal
diadakan. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia ini, perusahaan
dapat pula melakukannya melalui open recruitment yang diselenggarakan di
universitas-universitas mengingat berlimpahnya sumber daya manusia dengan
kualitas tinggi yang dihasilkan oleh universitas.
72
• Mengenai inovasi
Inovasi
21%
55%
24%
Sangat Baik Diatas Rata-rata Rata-rata
Gambar 3.16 Inovasi
Dari gambar di atas, dapat dilihat bahwa 21% responden menyatakan
bahwa perusahaan sangat suka bereksperimen, 55% responden menyatakan bahwa
perusahaan suka bereksperimen dan 24% responden menilai eksperimen yang
dilakukan perusahaan berada pada tingkat rata-rata. Menggunakan skala Likert
lima poin, diperoleh nilai untuk kategori Inovasi sebesar 3,98 yang berada dalam
rentang persepsi suka bereksperimen.
Inovasi sangat berkaitan dengan dukungan mannagerial level.
Kurangnya dukungan dari manajemen akan dengan cepat mematikan
pengembangan ide-ide kreatif dan inovasi-inovasi yang dilakukan. Para karyawan
tidak akan merasa tertantang melakukan inovasi jika pada akhirnya, ide-ide
mereka tidak dapat direalisasikan karena tidak adanya dukungan manajemen
terutama dalam mengalokasikan sumber daya yang mutlak diperlukan.
Kegiatan inovasi di AXA Financial Indonesia berada pada tingkat yang
tinggi antara lain karena adanya dukungan yang kuat dari manajemen terhadap
karyawan untuk melakukan inovasi.
Menurut Morris (2002), hubungan antara inovasi dan keberanian
mengambil risiko akan membentuk matriks berikut:
73
Gambar 3.17 Matriks Inovasi – Pengambilan Risiko
Berdasarkan gambar di atas, AXA Financial Indonesia dapat
digolongkan kedalam kategori ‘Dreamer’ karena memiliki tingkat inovasi yang
tinggi tanpa didukung keberanian mengambil risiko yang tinggi.
• Mengenai penggajian
Penggajian
21%
29%40%
10%
Sangat Baik Diatas Rata-rata
Rata-rata Dibawah Rata-rata
Gambar 3.18 Penggajian
Dari gambar di atas, tampak bahwa 21% responden menyatakan bahwa
struktur penggajian di AXA Financial Indonesia sudah sangat baik, 29%
74
responden menyatakan struktur penggajian baik, dan 40% responden menyatakan
struktur penggajian berada pada tingkat rata-rata. Menggunakan skala Likert lima
poin, diperoleh nilai untuk kategori Penggajian sebesar 3,62 yang berada dalam
rentang persepsi pemberian gaji sesuai kinerja.
Besarnya gaji dan insentif yang diterima tentu saja akan sangat
mempengaruhi performansi karyawan dan agen pemasaran. AXA Financial
Indonesia memiliki sistem penggajian staf dan sistem kompensasi agen yang
terstruktur dengan tujuan menghargai prestasi staf dan agen pemasaran,
memotivasi peningkatan prestasi, mengakui kontribusi staf dan agen pemasaran
kepada perusahaan, dan mengembangkan loyalitas pada perusahaan. Skema
kompensasi terdiri atas gaji tetap, komisi, bonus kuartalan, bonus tahunan, dan
perjalanan wisata gratis bagi agen berprestasi.
3.3.1.13 Analisis dan Pembahasan Tentang Saya
Dimensi Tentang Saya merupakan dimensi yang memberikan gambaran
lebih jelas mengenai karakteristik individu yang menjadi responden dalam
penelitian ini. Nilai rata-rata dimensi Tentang Saya adalah 3,74. Terdapat sepuluh
pertanyaan yang menyusun dimensi ini yaitu:
75
Tabel 3.15 Dimensi “Tentang Saya” No. Pertanyaan
1 Saya lebih bangga terhadap keberhasilan dari keahlian teknis saya dibandingkan dengan
kemampan saya dalam memimpin
2 Saya lebih memilih menjalankan organisasi yang sudah terorganisasi dan terintegrasi
dengan baik dibandingkan dengan organisasi belum mapan dan tidak terorganisasi
3 Sebagian besar orang di organisasi kami menggambarkan saya sebagai orang yang
maverick (pemberani dan independent)
4 Saya bangga terhadap diri saya sebagai orang yang mengerti politik di dalam perusahaan
5 Rekan saya menggambarkan saya sebagai orang kreatif yang suka kerja sendiri
6 Saya yakin entrepreneur itu dilahirkan bukan diciptakan
7 Saya yakin entrepreneur dapat belajar beberapa hal namun harus memiliki banyak
kualifikasi/ karakter lain yang tepat
8 Saya yakin entrepreneur sukses adalah hasil dari karakter personal dan pembelajaran
9 Saya yakin entrepreneur bisa belajar banyak bagaimana menjadi seorang entrepreneur
10 Sebagian besar entrepreneur adalah hasil dari pembelajaran dan pengalaman bukan dari
karakter personal
Nilai rata-rata untuk setiap pertanyaan sebagai berikut:
Dimensi Tentang Saya
3,50 3,383,88 3,69 3,83
3,29
4,14 4,14 4,053,50
1,00
1,802,60
3,404,20
5,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pertanyaan
Nila
i
Gambar 3.19 Dimensi Tentang Saya
Berdasarkan gambar di atas, tampak bahwa elemen yang memberikan nilai
paling rendah adalah paradigma kebanyakan individu yang berada di AXA
Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung bahwa seorang entrepreneur
76
dilahirkan dan bukan diciptakan. Paradigma seperti ini akan menghambat
berkembangnya budaya entrepreneurial dalam perusahaan karena orang-orang
yang merasa dirinya bukan seorang entrepreneur tidak akan berupaya
mengembangkan dan melatih dirinya untuk menjadi seorang entrepreneur.
Elemen lain yang menyebabkan rendahnya nilai pada dimensi ini adalah
preferensi sebagian besar individu yang berada di AXA Financial Indonesia untuk
menjalankan organisasi yang sudah terintegrasi dan terorganisasi dengan baik
dibandingkan dengan organisasi belum mapan dan tidak terorganisasi. Hal ini
sebenarnya tercermin juga dalam dimensi Orientasi Individu dimana kebanyakan
karyawan lebih nyaman berada di lingkungan yang terstruktur dan teratur.
Dalam dimensi ini, beberapa hal yang dapat ditingkatkan antara lain
berkaitan dengan:
• Karakteristik individu yang tidak terlalu mengerti politik yang ada dalam
perusahaan. Pemahaman akan politik dalam perusahaan merupakan hal yang
penting untuk dipelajari karena membantu seseorang untuk meraih dukungan
yang diperlukan, membangun ikatan dengan sesama karyawan dan orang-
orang yang berada di level manajerial, dan memotong jalur birokrasi yang ada.
• Karakteristik individu yang tidak terlalu pemberani dan independent. Sifat
pemberani diperlukan untuk mendorong individu berani mengambil risiko
dalam usahanya mengambil peluang.
3.3.2 Analisis dan Pembahasan Entrepreneurial Leadership Questionnaire
Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ) merupakan survey
dengan tujuan mengukur karakteristik kepemimpinan level manajerial yang ada di
AXA Financial Indonesia kantor pemasaran Bandung dalam hubungannya dengan
perilaku entrepreneurial yang dilakukan. Dalam survey ini, terdapat dua
pengukuran yaitu pengukuran terhadap tingkat kepentingan dan frekuensi
pelaksanaan atas perilaku entrepreneurial orang-orang yang berada di posisi
manajerial. Menurut Thornberry (2006), kepemimpinan entrepreneurial dapat
77
dibedakan menjadi empat yaitu tipe explorer, tipe miner, tipe accelerator, dan tipe
integrator. yang dikelompokkan berdasarkan rentang nilai berikut:
Tabel 3.16 Klasifikasi Tipe Intrapreneur Berdasarkan ELQ
Nilai GEL Explorer Miner Accelerator Integrator
High 34-45 34-45 26-35 38-50 53-70
Medium 23-33 23-33 18-25 27-37 36-52
Low 9-22 9-22 7-17 10-26 14-35
Penyebaran kuesioner ELQ yang dilakukan di AXA Financial Indonesia
kantor pemasaran Bandung memberikan hasil sebagai berikut :
Tabel 3.17 Tabel Karakteristik Kepemimpinan Entrepreneurial
GEL EXPLORER MINER ACCELERATOR INTEGRATORNilai 32,90 26,19 38,02 31,64 30,48 27,69 44,21 38,79 62,14 57,98 Skala M M H M H H H H H H Selisih 6,71 6,38 2,79 5,43 4,17
Pemenuhan 79,59% 83,22% 90,86% 87,72% 93,30%
Entrepreneurial Leadership
0,0020,0040,0060,0080,00
Importance 32,90 38,02 30,48 44,21 62,14Frequency 26,19 31,64 27,69 38,79 57,98Maksimal Value 45 45 35 50 70
Gel Explor Miner Accel Integr
Gambar 3.20 Hasil ELQ di AXA Financial Indonesia Kantor Bandung
78
Dari tabel dan gambar di atas, tampak bahwa kesenjangan terjadi pada
karakteristik kepemimpinan Explorer dimana tingkat kepentingan berada pada
level tinggi sedangkan tingkat pemenuhan berada pada level sedang. Sedangkan
untuk karakteristik kepemimpinan GEL, Miner, Accelerator, dan Integrator tidak
menunjukkan adanya kesenjangan. Untuk karakteristik GEL, tingkat kepentingan
dan pemenuhan berada pada level yang sama yaitu level sedang sedangkan untuk
karakteristik Miner, Accelerator, Integrator berada pada level tinggi.
Masing-masing karakteristik kepemimpinan entrepreneurial memiliki
jumlah pertanyaan penyusun yang berbeda-beda, oleh karena itu analisis akan
dilakukan berdasarkan persentase pemenuhan perilaku entrepreneurial yang dapat
dilihat pada tabel 3.17. Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa terdapat gap
untuk setiap karakteristik kepemimpinan entrepreneurial. Analisis lebih mendalam
akan dilakukan pada pembahasan berikut ini:
3.3.2.1 Analisis dan Pembahasan Tipe GEL
Tipe GEL merupakan tipe pemimpin entrepreneurial secara umum. Pada
tipe ini, terjadi kesenjangan 6,71 poin dan menghasilkan pemenuhan 79,59% yang
merupakan pemenuhan terendah dibandingkan tipe kepemimpinan yang lain.
Selisih tingkat kepentingan dan tingkat untuk setiap pertanyaan penyusun adalah:
Tabel 3.18 Kesenjangan Tipe GEL
Nomor Pertanyaan Selisih
5 1,45
12 1,55
26 1,04
27 1.31
29 0,14
30 0,40
32 0,50
34 0,26
38 0,04
79
Dari tabel di atas, tampak bahwa kesenjangan tipe GEL terutama
disebabkan oleh kepatuhan yang besar terhadap peraturan dan sistem yang berlaku
di perusahaan. Kepada para karyawan lebih ditekankan untuk mematuhi
peraturan-peraturan yang ada meskipun terkadang peraturan tersebut menghambat
pencapaian tujuan bisnis. Sikap ini juga tercermin dari hasil penyebaran EOS pada
dimensi orientasi individu dimana setiap individu cenderung melakukan pekerjaan
sesuai dengan deskripsi dan tidak menyimpang dari peraturan yang ada.
3.3.2.2 Analisis dan Pembahasan Tipe Explorer
Tipe Explorer merupakan tipe pemimpin yang berada dekat dengan pasar
dan mampu secara cepat mengenali dan mengidentifikasi peluang-peluang bisnis
yang ada di pasar. Pada tipe Explorer, kesenjangan yang terjadi sebesar 6,38 poin
dan menghasilkan pemenuhan sebesar 83,22%.
Selisih antara tingkat kepentingan dan tingkat pemenuhan untuk masing-
masing pertanyaan penyusun tipe Explorer adalah sebagai berikut:
Tabel 3.19 Kesenjangan Tipe Explorer
Nomor Pertanyaan Selisih
1 0,81
2 0,88
3 0,81
8 0,79
9 1,14
10 0,79
16 0,31
18 0,30
19 0,54
Dari tabel di atas, tampak bahwa kesenjangan tipe Explorer terutama
disebabkan oleh kurangnya motivasi yang diberikan para manajer kepada para
bawahannya untuk secara kreatif memikirkan cara-cara yang dapat dilakukan
untuk mengalahkan pesaing. Hal ini sangat disayangkan karena sebenarnya setiap
80
orang yang menjadi bagian dari AXA Financial Indonesia telah mengetahui siapa
pesaing utama didalam industri. Dukungan yang diberikan oleh para manajer
sebaiknya mencakup pula pemberian motivasi kepada para agen pemasaran untuk
secara aktif berusaha mengalahkan pesaing.
3.3.2.3 Analisis dan Pembahasan Tipe Miner
Tipe Miner merupakan tipe pemimpin yang secara aktif berupaya
memperbaiki suatu proses dan mengadakan penyempurnaan sehingga
meningkatkan efisiensi kerja. Pada tipe Miner, kesenjangan yang terjadi sebesar
2,79 poin dan menghasilkan pemenuhan sebesar 90,86%.
Selisih antara tingkat kepentingan dan tingkat pemenuhan untuk masing-
masing pertanyaan penyusun tipe Miner adalah sebagai berikut:
Tabel 3.20 Kesenjangan Tipe Miner
Nomor Pertanyaan Selisih
6 0,31
7 0,69
15 0,26
31 0,65
36 0,21
37 0,41
39 0,26
Dari tabel di atas, tampak bahwa kesenjangan tipe Miner terutama
disebabkan oleh kurangnya kekreatifan dalam mengatur dan menggunakan aset
dan sumber daya perusahaan. Hal ini perlu diperbaiki karena sebenarnya AXA
Financial Indonesia telah mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk
merealisasikan ide-ide atau peluang bisnis yang baru. Selain itu, dari sisi
manajerial sendiri telah memberikan dukungan yang kuat bagi karyawan untuk
menggunakan aset dan sumber daya perusahaan. Penggunaan aset dan sumber
81
daya perusahaan secara kreatif akan meningkatkan keberhasilan perusahaan dalam
merealisasikan peluang bisnis yang ada.
3.3.2.4 Analisis dan Pembahasan Tipe Accelerator
Tipe Accelerator merupakan tipe pemimpin yang secara memotivasi
orang-orang yang berada di bawah supervisinya untuk bertindak lebih
entrepreneurial. Pemimpin tipe ini akan mendorong bawahannya untuk lebih
berinovasi, kreatif, dan berani mengambil risiko. Pada tipe Accelerator,
kesenjangan yang terjadi sebesar 5,43 poin dan menghasilkan pemenuhan sebesar
87,72%.
Selisih antara tingkat kepentingan dan tingkat pemenuhan untuk masing-
masing pertanyaan penyusun tipe Accelerator adalah sebagai berikut:
Tabel 3.21 Kesenjangan Tipe Accelerator
Nomor Pertanyaan Selisih
4 0,45
11 0,80
14 0,24
17 0,35
20 0,45
21 0,24
22 0,31
23 0,26
24 0,95
25 1,36
Dari tabel di atas, tampak bahwa kesenjangan tipe Accelerator terutama
disebabkan oleh kurangnya peranan manajer dalam menciptakan suasana yang
mendukung perbaikan berkesinambungan dan menyediakan waktu untuk
membantu karyawan memperbaiki produk dan jasa. Kedua hal ini disebabkan
karena peningkatan kompetensi individu cenderung lebih sering dilakukan melalui
pelatihan-pelatihan yang telah diadakan secara rutin setiap bulan. Melalui
82
pelatihan-pelatihan ini, agen pemasaran mendapatkan pengetahuan baru mengenai
berbagai skill yang dibutuhkan untuk memperbaiki pelayanan dan meningkatkan
kompetensinya secara berkesinambungan.
3.3.2.5 Analisis dan Pembahasan Tipe Integrator
Tipe Integrator merupakan tipe pemimpin yang mendorong perusahaan
dan frungsi-fungsi yang berada didalamnya untuk bersifat lebih entrepreneurial.
Pemimpin tipe ini akan mampu secara menyeluruh memperbaiki kualitas sumber
daya manusia, proses bisnis, dan sumber daya perusahaan yang diperlukan untuk
mendukung perusahaan menjadi lebih lincah dan entrepreneurial. Pada tipe
Integrator, kesenjangan yang terjadi sebesar 4,17 poin dan menghasilkan
pemenuhan sebesar 93,30% yang merupakan tipe kepemimpinan dengan tingkat
pemenuhan tertinggi diantara tipe-tipe lainnya.
Selisih antara tingkat kepentingan dan tingkat pemenuhan untuk masing-
masing pertanyaan penyusun tipe Integrator adalah sebagai berikut:
Tabel 3.22 Kesenjangan Tipe Integrator
Nomor Pertanyaan Selisih
13 0,50
28 2,40
33 0,22
35 0,15
40 0,12
41 0,05
42 0,05
43 0,15
44 0,04
45 0,05
46 0,20
47 -
48 -
49 0,26
83
Dari tabel di atas, tampak bahwa kesenjangan tipe Integrator terutama
disebabkan oleh tidak adanya manajer yang mendukung karyawan tipe
‘pemberontak’ yang mungkin berpikir dan bertindak berbeda dengan mayoritas
karyawan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada Recruit and
Development Manager, untuk menjadi seorang agen pemasaran AXA Financial
Indonesia, seseorang diharuskan menjalani proses rekrutmen dan pengisian
formulir permohonan aplikasi keagenan yang harus disetujui kantor pusat. Selain
itu, calon agen pemasaran juga diharuskan mengikuti Basic Training 1 dan
dinyatakan lulus ujian Basic Training 1. Dengan proses rekrutmen bertahap
seperti ini, hampir tidak ada peluang bagi seseorang bertipe ‘pemberontak’ untuk
melalui proses seleksi yang dilakukan. Oleh karena itu memang tidak ada individu
dengan tipe pemberontak di kantor pemasaran Bandung. Disamping itu, mayoritas
orang yang berada di kantor pemasaran Bandung merupakan individu-individu
yang menginginkan suasana kerja yang nyaman dan teratur sehingga tidak
menginginkan adanya rekan kerja yang memiliki tipe pemberontak.
84