14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tinjauan Teori
3.1.1 Pengertian Pajak
1. Pengertian Pajak menurut Pasal 1, Undang-Undang No.28
Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata cara
perpajakan. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terhutang oleh orang atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dimana dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran
rakyat.
2. Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Adriani
Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang
dapat dipaksakan dan terhutang oleh yang wajib membayarnya
menurut Peraturan Undang-Undang dengan tidak mendapat
imbalan kembali yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
3. Pengertian Pajak menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH.
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan jasa
timbal secara langsung yang dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.
4. Pengertian Pajak menurut Smeets
Pajak merupakan prestasi kepada pemerintah yang
terhutang melalui norma-norma umum dan dapat dipaksakan
15
tanpa adanya kontraprestasi yang ditunjukan dalam hak
individual untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah.
5. Pengertian Pajak menurut Suparman Sumawidjaya
Pajak merupakan iuran wajib masyarakat berupa barang
yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma hukum yang
berguna menutupi biaya produksi barang dan jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum.
6. Pengertian Pajak menurut Sommerfeld Ray M, Anderson
Hersel M, Brock Horace R
Pajak merupakan suatu pengalihan sumber dari sektor
swasta ke sektor pemerintah, yang bukan akibat pelanggaran
hukum tetapi wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang
sudah ditentukan dan tanpa mendapat imbalan secara langsung
dan proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan dan
menjalankan tugas pemerintahan.
3.1.2 Unsur-Unsur Pajak
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945
pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam
undang-undang". Asas ini adalah suatu upaya pemberian
kepastian hukum baik kepada pemerintah maupun kepada
wajib pajak sehingga pelanggaran terhadap suatu pelaksanaan
pemungutan pajak baik oleh pemerintah maupun wajib pajak
adalah suatu pelanggaran terhadap hukum dan dapat ditindak
sesuai hukum yang berlaku.
16
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi
perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.
Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor
akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang yang
tidak membayar pajak kendaraan bermotor. Unsur inilah yang
membedakan suatu pungutan pajak dengan retribusi. Pungutan
retribusi mendapatkan timbal balik langsung contohnya
retribusi parkir dan tiket masuk tempat wisata.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan
umum. Pajak dipungut untuk memenuhi fungsi budgetair yaitu
pembiayaan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan,
baik rutin maupun pembangunan. Jadi bukan untuk membiayai
kebutuhan pribadi pejabat atau perseorangan lain.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan.
Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi
kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan.
5. Fungsi Mengatur
Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas
Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga
berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulatif).
3.1.3 Fungsi Pajak
1. Fungsi pajak yang pertama adalah sebagai fungsi anggaran
atau penerimaan (budgetair) : pajak merupakan salah satu
17
sumber dana yang digunakan pemerintah
dan bermanfaat untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran.
Penerimaan negara dari sektor perpajakan dimasukkan ke
dalam komponen penerimaan dalam negeri pada APBN.
2. Fungsi pajak yang kedua adalah sebagai fungsi mengatur
(regulerend) : pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi. Contohnya adalah pengenaan pajak yang
lebih tinggi kepada barang mewah dan minuman keras.
3. Fungsi pajak yang ketiga adalah sebagai fungsi stabilitas :
pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk
menjalankan kebijakan-kebijakan pemerintah. Contohnya
adalah kebijakan stabilitas harga dengan tujuan untuk
menekan inflasi dengan cara mengatur peredaran uang di
masyarakat lewat pemungutan dan penggunaan pajak yang
lebih efisien dan efektif.
4. Fungsi pajak yang keempat adalah fungsi redistribusi
pendapatan : penerimaan negara dari pajak digunakan untuk
membiayai pengeluaran umum dan pembangunan nasional
sehingga dapat membuka kesempatan kerja dengan tujuan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
3.1.4 Tarif Pajak
1. Tarif Proporsional/Sebanding
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang
proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenakan pajak.
2. Tarif Tetap
18
Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang
terutang tetap.
3. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
4. Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
3.1.5 Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
3.1.5.1 Pengertian PPh Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain
dengan nama dan bentuk apapun yang diterima oleh
wajib pajak orang pribadi dalam negri sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.
3.1.5.2 Subyek Pajak
a. Orang Pribadi
1) Subyek Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Adalah orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia
lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan dan
orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada
di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di
Indonesia.
2) Subyek Pajak Orang Pribadi Luar Negeri
19
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
c. Badan
d. Bentuk Usaha Tetap
3.1.5.3 Subyek Pajak Yang Dikecualikan
a. Kantor perwakilan negara asing
b. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang
yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia
tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
c. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat:
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain
memberikan pinjaman kepada pemerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota.
20
3. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi Internasional
sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat
bukan warga Negara Indonesia /dan tidak
menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasil dari Indonesia.
4. Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek
pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
3.1.5.4 Obyek Pajak
Penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal 21 :
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai
atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji,
uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk
honorarium anggota dewan komisaris atau anggota
dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang
sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan
istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan
jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport,
tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan
pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang
dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur
lainnya dengan nama apapun.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai,
penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak
teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi,
tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun
baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis
lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya
dibayarkan sekali dalam setahun.
21
c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah
borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak
tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian
atau mingguan yang diterima peserta pendidikan
pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon
pegawai.
d. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau
jaminan hari tua, uang pesangon, dan pembayaran lain
sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan
kerja.
e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi,
beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang
dilakukan wajib pajak dalam negeri, terdiri dari:
1) Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
yang terdiri dari: pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi,
pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan
/ peragawati, pemain drama, penari, pemahat,
pelukis, dan seniman lainnya.
3) Olahragawan
22
4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah,
penyuluh, dan moderator.
5) Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6) Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk
teknik computer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi
dan sosial.
7) Agen iklan.
8) Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan dan
peserta sidang atau rapat.
9) Pembawa pesanan atau yang menemukan
langganan.
10) Peserta perlombaan.
11) Petugas penjaja barang dagangan.
12) Petugas dinas luar asuransi.
13) Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan
bukan pegawai atau bukan sebagai calon
pegawai.
14) Distributor perusahaan MLM atau direct selling
dan kegiatan sejenis lainnya.
23
f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang
terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain
yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh pejabat
Negara dan PNS.
g. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang
sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima
oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau
anak-anaknya.
h. Penerimaan dalam bentuk natural dan kenikmatan
lainnya dalam nama apapun diberikan oleh bukan
wajib pajak selain pemerintah atau wajib pajak yang
dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan
PPh berdasarkan norma perhitungan khusus.
3.1.5.5 Obyek PPh Bersifat Final
Yang termasuk Objek PPh bersifat final adalah :
a. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana
pensiun pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan dan Tunjangan Hari Tua atau Tabungan
Hari Tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan
penyelenggara jaminan social tenaga kerja.
b. Uang pesangon.
c. Hadiah dan penghargaan perlombaan.
d. Honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada
penjaga barang dagangan adalah penjaga barang
24
dagangan berupa kosmetik, sabun, pasta gigi, buku,
dan barang-barang keperluan rumah tangga sehari-
hari lainnya.
e. Penghasilan bruto berupa honorarium dan imbalan
lain dengan nama apapun yang diterima oleh pejabat
Negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI / POLRI
yang sumber dananya berasal dari keuangan Negara
atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan oleh
pegawai negeri sipil golongan IId ke bawah dan
anggota TNI / POLRI berpangkat pembantu Letnan
Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke
bawah. Atas penghasilan lainnya (selain gaji atau
uang pensiunan dan tunjangan lain yang tetap dan
teratur) berupa honorarium dan imbalan lainnya yang
bersumber dari APBN atau APBD dikenakan
pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final dan
harus dipotong oleh Bendahara Pemerintah.
Adapun besarnya tarif yang dikenakan adalah
sebagai berikut :
a. 0% dari jumlah bruto bagi PNS Golongan I
dan II, Anggota TNI dan Anggota Polri
berpangkat Tamtama dan Bintara, dan
pensiunannya.
b. 5% dari jumlah bruto bagi PNS Golongan
III, Anggota TNI dan Anggota Polri
berpangkat Perwira Pertama, dan
pensiunannya.
c. 15% dari jumlah bruto bagi PNS Golongan
IV, Anggota TNI dan Anggota Polri
25
berpangkat Perwira Menengah dan Perwira
Tinggi, dan pensiunannya.
Perhatikan perbedaan dengan ketentuan dalam PP 45
Tahun 1994 yang mengenakan tarif 15% bagi PNS
Golongan III dan IV sementara Golongan I dan II
tidak dipotong. Jadi, bagi Golongan I dan II tetap
tidak terkena PPh Pasal 21, bagi Golongan IV tetap
terkena 15% sedangkan bagi Golongan III mengalami
penurunan tarif dari 15% menjadi 5%. Perubahan ini
juga berlaku bagi anggota TNI dan Polri dalam level
pangkat yang sama.
3.1.5.6 Obyek Pajak yang Dikecualikan
a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwi guna dan asuransi beasiswa.
b. Penerimaan dalam bentuk natural dan kenikmatan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh wajib
pajak atau pemerintah kecuali yang diberikan wajib
pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang
bersifat final dan yang dikenakan pajak penghasilan
berdasarkan norma perhitungan khusus.
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan
dan iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi
kerja.
26
d. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari
badan atau amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah.
3.1.5.7 Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
a) Pengertian PPh Orang Pribadi Dalam Negeri/PPh
OPDN adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak orang pribadi atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dalam tahun pajak.
b) Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam
Negeri PPh OPDN Subyek PPh OPDN adalah orang
pribadi terbagi atas dua golongan yaitu subyek pajak
orang pribadi dalam negeri dan subyek pajak orang
pribadi luar negeri. Subyek pajak dalam negeri adalah
orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia
atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam
periode 12 bulan dan orang pribadi yang dalam satu
tahun pajak berada di Indonesia dam mempunyai niat
untuk bertempat tinggal di Indonesia. Subyek pajak
luar negeri adalah orang yang tidak bertempat tinggal
di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari yang menjalankan kegiatan usaha melalui
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia dan Orang
Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari yang
dapat memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan
dari menjalankan kegiatan usaha melalui BUT di
Indonesia. Ketentuan mengenai test time atau tes
waktu timbulnya BUT untuk subyek pajak luar negeri
dari negara yang memiliki Persetujuan Penghindaraan
27
Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia mengacu
pada ketentuan yang diatur dalam P3B yang
bersangkutan.
c) Objek Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam
Negeri atau PPh OPDN Objek pajak PPh OPDN
adalah penghasilan di mana setiap penambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak berasal dari dalam negeri maupun luar
Indonesia dan dapat digunakan untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak / WP.
d) Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri
atau PPh OPDN Tarif Pajak Penghasilan OPDN
sesuai pasal 17 Undang-Undang PPh :
Tabel 3.1
Tarif Pajak Berlaku Sampai 31 Desember 2008
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PAJAK
Sampai dengan Rp. 25.000.000,- 5%
Diatas Rp. 25.000.000,- s/d Rp. 50.000.000,- 10%
Diatas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.000.000,- 15%
Diatas Rp. 100.000.000,- s/d 200.000.000,- 25%
28
Diatas Rp. 200.000.000,- 35%
(Sumber:http://www.pajak.go.id/)
Tarif Pajak Versi Undang-Undang Pajak Penghasilan
(PPh) yang baru. Berikut ini disampaikan Pasal yang
mengatur mengenai tarif Pajak menurut Undang-Undang
Pajak Penghasilan (PPh) yang baru disahkan yang akan
berlaku 1 Januari 2009, dikutip dari RUU yang isinya
kemungkinan besar akan sama dengan UU yang telah
disahkan.
Tabel 3.2
Tarif Pajak Berlaku Mulai 1 Januari 2009
LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK TARIF PAJAK
Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%
Diatas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 250.000.000,- 15%
Diatas Rp. 250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,- 25%
Diatas Rp. 500.000.000,- 30%
(Sumber:http://www.pajak.go.id/)
e. Penghasilan Tidak Kena Pajak
29
Tabel 3.3
Penghasilan Tidak Kena Pajak Lama dan Baru
PTKP LAMA PTKP BARU
TK : 24.300.000 TK : 36.000.000
K/0 : 26.325.000 K/0 : 39.000.000
K/1 : 28.350.000 K/1 : 42.000.000
K/2 : 30.375.000 K/2 : 45.000.000
K/3 : 32.400.000 K/3 : 48.000.000
(Sumber:http://www.pajak.go.id/)
3.1.5.8 Surat Pemberitahuan (SPT)
1. Pengertian SPT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 Pasal (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat
yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan/ atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/ atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
2. Fungsi SPT
a. Sarana melapor dan mempertanggung jawabkan
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
30
b. Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang
telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui
pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu
tahun pajak atau bagian tahun pajak.
c. Melaporkan pembayaran dari pemotong atau
pemungut tentang pemotongan atau pemungutan
pajak orang pribadi atau badan lain dari satu masa
pajak, sesuai peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku.
d. Alat penelitian atas kebenaran penghitungan pajak
yang terutang yang dilaporkan oleh wajib pajak.
3. Jenis SPT
a. SPT Masa adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa
pajak.
b. SPT Tahunan adalah surat yang oleh wajib pajak
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun
pajak.
Apabila PNS, Anggota TNI, Anggota Polri dan
Pensiunannya mendapatkan penghasilan lain selain
yang bersumber dari APBN atau APBD, maka
penghasilan tersebut, sepanjang tidak dikenakan PPh
Final, digabung atau digunggungkan dengan
penghasilan tetap dan teratur berupa gaji dan
31
tunjangan lain yang bersumber dari APBN atau
APBD dalam SPT Tahunan. PPh Pasal 21 yang
ditanggung pemerintah atas penghasilan tetap dan
teratur serta tambahan PPh Pasal 21 yang dikenakan
tarif 20% lebih tinggi, dapat dikreditkan dalam SPT
Tahunan.
4. Batas Waktu Penyampaian SPT
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2007 Pasal 3 (tiga) ayat (3) tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan, batas waktu penyampaian
SPT adalah :
a. SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah
akhir masa pajak.
b. SPT Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
5. Perpanjangan batas waktu penyampaian SPT Tahunan
apabila wajib pajak tidak dapat menyampaikan SPT
Tahunan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan,
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan
perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan yang
diajukan kepada Dirjen Pajak disertai :
a. Alasan penundaan penyampaian SPT Tahunan.
b. Surat pernyataan perhitungan sementara pajak yang
terutang dalam satu tahun pajak.
c. Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang
terutang menurut perhitungan sementara tersebut.
32
6. Sansksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT
a. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan
dalam jangka waktu yang ditentukan atau batas waktu
perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan,
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp100.000.00
(seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 Pasal 7 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan.
b. Setiap orang yang karena kealpaannya tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan atau
menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan
perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah
perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1
(satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar atau
dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau
paling lama 1 (satu) tahun sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 38 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
c. Wajib pajak tidak menyampaikan SPT karena
sengaja, ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua)
33
kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi
tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1
(satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani
pidana penjara yang dijatuhkan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 39
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
yang tidak/kurang bayar.
3.1.5.9 Surat Setoran Pajak (SSP)
1. Pengertian Surat Setoran Pajak
Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib
pajak digunakan untuk melakukan pembayaran /
penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui
Kantor Pos dan Bank BUMN atau BUMD / tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2. Fungsi Surat Setoran Pajak
a. Sarana untuk membayar pajak
b. Bukti dan laporan pembayaran pajak
3. Tempat Pembayaran / Penyetoran Pajak
a. Bank-bank yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran
b. Kantor Pos
c. Bank-bank BUMN dan BUMD
d. Tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan
4. Batas Waktu Pembayaran / Penyetoran Pajak
34
Pembayaran Masa PPh Pasal 21 yaitu tanggal 10 bulan
berikutnya.
3.2 Tinjauan Praktik
3.2.1 Perhitungan Pajak Penghasilan ( PPh ) Pasal 21 Pada Pegawai
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
a. PPh Pasal 21 yang diterima dari gaji bulanan sudah langsung
dipotong oleh Bendahara Pengeluaran Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah melalui KPPN (Kantor Pusat
Perbendaharaan Negara) Semarang II. Pegawai menerima
laporan bukti potong dan Surat Pemberitahuan (SPT)
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak, subyek pajak dan atau obyek pajak dan atau
harta dan kewajiban, menurut peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b. PPh pasal 21 yang diterima dari honorarium yang bersumber
dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
dipotong oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan ketentuan PPh pasal 21 yang bersifat final.
Contoh 1 : Ahmad Yazid adalah pegawai pada Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah, telah menikah dan mempunyai satu orang
anak. Ahmad Yazid memperoleh gaji pokok setahun sebesar Rp.
51.629.900,00 tunjangan istri Rp. 4.393.550,00 tunjangan anak Rp.
878.710,00 tunjangan perbaikan penghasilan Rp. 91.236.838,00
tunjangan struktural/fungsional Rp. 11.050.000,00 tunjangan beras
Rp. 2.240.300,00 tunjangan khusus/PPh Rp. 1.598.631,00. Selain
itu Ahmad Yazid membayar iuran pensiun/iuran THT Rp.
2.702.853,00. Dari soal tersebut diatas, hitunglah Penghasilan Kena
35
Pajak dan Pajak Penghasilan terutang Ahmad Yazid selama
setahun?
Maka,
Gaji Pokok = Rp. 51.629.900,00
Tunjangan Istri = Rp. 4.393.550,00
Tunjangan anak = Rp. 878.710,00
Tunjangan perbaikan penghasilan = Rp. 91.236.838,00
Tunjangan struktural/fungsional = Rp. 11.050.000,00
Tunjangan beras = Rp. 2.240.300,00
Tunjangan khusus/PPh = Rp. 1.598.631,00
Penghasilan Bruto = Rp. 163.028.735,00
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% * 163.028.735) = Rp. 6.000.000,00
Iuran pensiun/iuran THT = Rp. 2.702.853,00
Total Pengurangan = Rp. 8.702.853,00
Penghasilan Netto = Rp. 154.325.882,00
PTKP (K/1) = Rp. 42.000.000,00
PKP = Rp. 112.325.882,00
Pajak Penghasilan Terutang :
- 5 % * Rp. 50.000.000,- = Rp. 2.500.000,00
- 15% * Rp. 62.325.882,- = Rp. 9.348.882,00
- 25% * Rp. - = Rp. -
- 30% * Rp. - = Rp. -
PPh Terutang = Rp. 11.848.882,00
Dari perhitungan tersebut diatas maka dapat kita simpulkan bahwa total
penghasilan kena pajak Ahmad Yazid selama setahun sebesar Rp. 112.325.882.
Kemudian penghasilan kena pajak tersebut dapat dikalikan tarif pajak progresif
sesuai tarif pajak PPh terutang dengan hasil sebesar Rp. 11.848.882,-. Artinya
36
Ahmad Yazid mempunyai kewajiban membayar pajak atas penghasilannya
tersebut selama setahun sebesar Rp. 11.848.882,-
3.3 Analisis Data
Berdasarkan data-data yang diperoleh, maka akan dianalisis
Mekanisme Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan
(PPh) 21 Pada Pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Dalam
bagian ini penulis akan membandingkan antara data yang ada pada Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah dengan tinjauan teori, sehingga dapat
diketahui apakah Mekanisme Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak Penghasilan (PPh) 21 Pada Pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah sudah sesuai dengan teori.
Tabel 3.4
Perbandingan Antara Tinjauan Teori dan Praktik
Tinjauan Teori Tinjauan Praktik
Deskripsi Kegiatan :
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
Deskripsi Kegiatan :
Mekanisme Perhitungan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak
Penghasilan (PPh) 21 Pada Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Dokumen yang digunakan :
1. Data gaji wajib pajak
2. Surat Pemberitahuan (SPT)
3. Surat Setoran Pajak (SSP)
4. Nomor Pokok Wajib Pajak
Dokuman yang digunakan :
1. Data gaji wajib pajak
2. Surat Pemberitahuan ( SPT)
3. Surat Setoran Pajak (SSP)
4. Nomor Pokok Wajib Pajak
37
(NPWP)
5. Nomor Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak ( NPPKP)
6. Bukti tanda terima
(NPWP)
5. Bukti tanda terima
3.3.1 Analisis Mekanisme Perhitungan, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21
1. Mekanisme Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 2 di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menggunakan pengenaan
dan pemotongan PPh Pasal 21 :
a. Untuk gaji pegawai dasar pemotongan pajak
menggunakan aplikasi GPP.
b. Untuk penerimaan honor dasar pemotongan pajaknya
menggunakan aplikasi e-SPT.
melalui aplikasi pemotongan pajak. Pegawai menerima
laporan bukti potong dan Surat Pemberitahuan (SPT)
digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau
pembayaran pajak, objek pajak dan atau harta dan kewajiban,
menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Jadi
pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tinggal
menerima penghasilan yang sudah dipotong atau dikenakan
pajak, dalam hal ini mengakibatkan pegawai Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tidak mengetahui
mekanisme perhitungan, penyetoran dan pelaporan dengan
baik karena di dalam aplikasi tersebut pemotongan dilakukan
langsung oleh bendahara Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Seharusnya tiap pegawai memiliki aplikasi tersebut
38
sehingga mengetahui proses perhitungan, penyetoran dan
pelaporan pajak.
2. Mekanisme Penyetoran dan Pelaporan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Wajib Pajak Orang Pribadi di Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah terlaksana sesuai ketentuan
peraturan perpajakan yang berlaku saat ini, baik waktu
penyetoran maupun waktu pelaporan, dilaksanakan dengan
disiplin.
3.3.2 Kelebihan dan Kelemahan
Dalam melaksanakan Mekanisme Perhitungan, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah memiliki kelebihan dan
kelemahan, yaitu :
Kelebihan :
1. Data dukung yang dipakai untuk pelaporan pajak
sudah disiapkan oleh pegawai bagian keuangan.
2. Pegawai tinggal mengambil data dukung tersebut
pada bagian keuangan sebagai alat bukti untuk
pelaporan pajak baik secara bulanan maupun secara
tahunan
3. Dalam pengisian SPT Tahunan diadakan pengisian
secara bersama-sama.
Kelemahan :
1. Karena Penerimaan gaji dan honorarium sudah
dipotong langsung oleh bendaharawan maka para
pegawai kadang tidak merasa bertanggung jawab
untuk pelaporan pajak.
39
2. Banyak pegawai yang tidak mengambil bukti setor
pajak pada bendaharawan Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah secara rutin tiap bulan yang
mengakibatkan pada pelaporan pajak tahunan
banyak pegawai yang mengantri untuk mengambil
bukti setor pajak.