42
BAB III
PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB TENTANG HOMOSEKS
DALAM TAFSIR AL-MISBAH
A. Biografi Quraish Shihab
1. Riwayat Hidup dan Pendidikan Quraish Shihab
H.M. Quraish Shihab lahir tanggal 16 Februari 1944 di Rapang,
Sulawesi Selatan. Ayahnya bernama Abdurrahman Shihab adalah
keluarga keturunan Arab yang terpelajar, dan menjadi ulama. Quraish
Shihab adalah guru besar tafsir di IAIN Alauddin, Ujung Pandang.
Sebagai seorang yang berpikiran maju, Quraish Shihab percaya bahwa
pendidikan adalah merupakan agen perubahan. Sikap dan pandangannya
yang demikian maju itu dapat dilihat dari latar belakang pendidikannya,
yaitu Jami'atul Khair, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di
Indonesia. Murid-murid yang belajar di lembaga ini diajari tentang
gagasan-gagasan pembaruan gerakan dan pemikiran Islam.1
Quraish Shihab menyelesaikan sekolah dasarnya di kota Ujung
Pandang. la kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di kota Malang
sambil belajar agama di Pesantren Dar al-Hadits al-Fiqhiyah. Pada tahun
1958, ketika berusia 14 tahun, ia berangkat ke Kairo, Mesir untuk
melanjutkan studi, dan diterima di kelas II Tsanawiyah Al-Azhar. Setelah
itu ia diterima sebagai mahasiswa di Universitas Al-Azhar dengan
mengambil Jurusan Tafsir dan Hadis, Fakultas Ushuluddin hingga
menyelesaikan Lc pada tahun 1967. Kemudian ia melanjutkan studinya di
jurusan dan universitas yang sama hingga berhasil mempertahankan
tesisnya yang berjudul Al-Ijazasyri'i li Al-Quran al-Karim pada tahun
1969 dengan gelar M.A. Setelah menyelesaikan studinya dengan gelar
1Dewan Redaksi, Suplemen Ensiklopedi Islam, 2, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, hlm. 110-111.
43
M.A. tersebut, untuk sementara ia kembali ke Ujung Pandang. Dalam
kurun waktu kurang lebih sebelas tahun (1969 sampai 1980) ia terjun ke
berbagai aktivitas sambil menimba pengalaman empirik, baik dalam
bidang kegiatan akademik di IAIN Alauddin maupun di berbagai institusi
pemerintah setempat. Dalam masa menimba pengalaman dan karier ini, ia
terpilih sebagai Pembantu Rektor III IAIN Ujung Pandang. Selain itu, ia
juga terlibat dalam pengembangan pendidikan perguruan tinggi swasta
wilayah Timur Indonesia dan diserahi tugas sebagai koordinator wilayah.
Di tengah-tengah kesibukannya itu, ia juga aktif melakukan kegiatan
ilmiah yang menjadi dasar kesarjanaannya. Beberapa penelitian telah
dilakukannya. Di antaranya, ia meneliti tentang "Penerapan Kerukunan
Hidup Beragama di Timur Indonesia" (1975), dan "Masalah Wakaf di
Sulawesi Selatan" (1978).
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Mesir untuk
meneruskan studinya di Program Pascasarjana Fakultas Ushuluddin
Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Al-Azhar. Hanya dalam waktu dua
tahun (1982) dia berhasil menyelesaikan disertasinya yang berjudul
"Nazm al-Durar li al-Biqai Tahqiq wa Dirasah" dan berhasil
dipertahankan dengan nilai Suma Cum Laude.2
Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab
untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN Ujung
Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif
mengajar bidang Tafsir dan Ulum Al-Qur'an di Program Sl, S2 dan S3
sampai tahun 1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai
dosen, ia juga dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta
selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya
menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan
di awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar
Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara
2Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikaan Islam di Indonesia, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 363 – 364.
44
Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan
di Kairo.
Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan
suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti
dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah
masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki
sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih Al-
Qur'an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa
organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan.
Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu
Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah
sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic
Studies, Ulumul Qur 'an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian
Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta.3
Di samping kegiatan tersebut di atas, H.M.Quraish Shihab juga
dikenal sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar
belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal
serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan
dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan
pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang
bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia
lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan
Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta
di sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di.bulan
Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV
mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya.4
33Dewan Redaksi, Suplemen Ensiklopedi Islam, 2, op.cit, hlm. 111. 4Abuddin Nata, op.cit, hlm. 364 – 365.
45
2. Karya-karyanya
Di tengah-tengah berbagai aktivitas sosial, keagamaan tersebut,
H.M. Quraish Shihab juga tercatat sebagai penulis yang sangat prolifik.
Buku-buku yang ia tulis antara lain berisi kajian di sekitar epistemologi
Al-Qur'an hingga menyentuh permasalahan hidup dan kehidupan dalam
konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa karya tulis yang
telah dihasilkannya antara lain: disertasinya: Durar li al-Biga'i (1982),
Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (1992), Wawasan Al-Qur'an:Tafsir Maudlu'i atas Berbagai
Persoalan Umat (1996), Studi Kritis Tafsir al-Manar (1994), Mu'jizat Al-
Qur'an Ditinjau dari Aspek Bahasa (1997), Tafsir al-Mishbah (hingga
tahun 2004) sudah mencapai 14 jilid.
Selain itu ia juga banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan
dengan masalah kemasyarakatan. Di majalah Amanah dia mengasuh
rubrik "Tafsir al-Amanah", di Harian Pelita ia pernah mengasuh rubrik
"Pelita Hati", dan di Harian Republika dia mengasuh rubrik atas namanya
sendiri, yaitu "M. Quraish Shihab Menjawab".
B. Penafsiran Quraish Shihab tentang Homoseks dalam Tafsir al-Misbah
1. Penafsiran Quraish Shihab Terhadap Surat al-Baqarah ayat 223
Dalam surat al-Baqarah ayat 223 Allah SWT berfirman:
قوا اللهاتو وا ألنفسكممقدو مى شئتأن ثكمروا حفأت ث لكمرح كمآؤنسمننيؤر المشبو القوهكم موا أنلماع223: البقرة (و(
Artinya: Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. al-Baqarah: 223)
46
Menurut Quraish Shihab ayat di atas, yang menegaskan bahwa istri
adalah tempat bercocok tanam, bukan saja mengisyaratkan bahwa anak
yang lahir adalah buah dan benih yang ditanam ayah. Istri hanya berfungsi
sebagai ladang yang menerima benih. Kalau demikian, jangan salahkan
ladang bila yang tumbuh apel, padahal anda menginginkan mangga,
karena benih yang anda tanam adalah benih apel bukan benih mangga.
anda, hai suami, jangan salahkan istri jika dia melahirkan anak
perempuan, sedang anda menginginkan anak lelaki, karena dua kromosom
yang merupakan faktor kelamin yang terdapat pada wanita sebagai
pasangan homolog adalah (XX), dan pada lelaki sebagai pasangan yang
tidak homolog adalah (XY). Jika X pada jantan/lelaki bertemu dengan X
yang ada pada wanita, maka anak yang lahir perempuan, sedang jika X
bertemu dengan Y maka anak yang lahir lelaki. Bukankah wanita hanya
ladang yang menerima, sedang suami adalah petani yang menabur?
Hai petani, tidak baik menanam benih di tanah yang gersang.
Pandai-pandailah memilih tanah garapan. Pandai-pandailah memilih
pasangan. Tanah yang subur harus diatur masa dan musim tanamnya.
Jangan menanam benih setiap saat, jangan paksa ia berproduksi setiap
saat. Hai suami, pilih waktu yang tepat, atur masa kehamilan, jangan
setiap tahun anda panen, karena ini merusak ladang.
Hai petani, bersihkan ladangmu dari segala hama, usir burung
yang bermaksud membinasakannya, jangan tinggalkan ladangmu. Pupuk
ia dengan pupuk yang sesuai. Kalau benih telah berbuah, perhatikan
sampai tiba saat panennya, agar buah berkualitas dan dapat tahan selama
mungkin. Demikian pula menurut Quraish Shihab suami yang menjadi
petani, perhatikan istrimu, jangan tinggalkan ia sendirian, hindarkan
darinya segala gangguan, beri ia segala yang sesuai guna menyiapkan
pertumbuhan dan perkembangan janin yang akan dikandungnya. Bila tiba
saatnya ia mengandung, maka beri perhatian lebih besar, kemudian setelah
melahirkan, pelihara anakmu hingga dewasa agar dapat bermanfaat untuk
orang tuanya, keluarga, bahkan kemanusiaan. Itu kesan-kesan yang
47
dikandung oleh penamaan istri sebagai ladang tempat bercocok tanam,
demikian tafsir Quraish Shihab
Karena istri adalah ladang tempat bercocok tanam, maka menurut
Quraish Shihab datangilah, garaplah tanah tempat bercocok tanam kamu.
Inilah perintah yang ditunjuk.oleh ayat. Datangi ia kapan dan dari mana
saja asal sasarannya ke arah sana, bukan arah yang lain. Arah yang lain
berfungsi mengeluarkan najis dan kotoran, bukan untuk menerima yang
suci dan bersih. Sperma adalah sesuatu yang suci dan menumpahkannya
pun harus suci, karena itu lakukan ia dengan tujuan memelihara diri dari
terjerumus kepada dosa. Berdoalah ketika melakukannya. Ciptakanlah
suasana kerohanian agar benih yang diharapkan berbuah itu, lahir, tumbuh
dan berkembang, disertai oleh nilai-nilai suci.5
Menurut Quraish Shihab kedepankanlah hubungan seks dengan
tujuan kemaslahatan untuk diri kamu di dunia dan akhirat, bukan semata-
mata untuk melampiaskan nafsu, serta bertakwalah kepada Allah dalam
hubungan suami istri, bahkan dalam segala hal. Jangan menduga Allah
tidak mengetahui keadaan kamu serta segala sesuatu yang kamu
rahasiakan.
Ketahuilah, bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Jika demikian,
jangan sembunyikan sesuatu terhadap pasangan yang seharusnya ia
ketahui, jangan membohonginya. Di sisi lain, jangan membongkar rahasia
rumah tangga yang seharusnya dirahasiakan. Kalaupun ada cekcok
selesaikan ke dalam, dan jangan selesaikan melalui orang lain, kecuali
kalau terpaksa. Allah kelak akan menyelesaikannya, karena kelak kamu
semua akan menemui-Nya. Demikian kesan al-Harrali, seorang ulama,
dan pengamal tashawwuf (w. 637 H.) yang banyak dikutip pendapatnya
oleh al-Biqa'i. Berilah kabar gembira orang-orang yang beriman yang
imannya mengantar mereka mematuhi tuntunan-tuntunan ini.6
5M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an,
Lentera Hati, Volume 1, Jakarta, 2005, hlm. 480-481. 6Ibid., hlm. 481 – 482.
48
2. Penafsiran Quraish Shihab Terhadap Surat al-A'raaf Ayat 80 – 81 dan
84
ولوطا إذ قال لقومه أتأتون الفاحشة ما سبقكم بها من أحد من المني80{الع {أتلت كمإن مل أنتاء بسون النن دة موهال شجون الر
)81-80: األعراف (قوم مسرفونArtinya: Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia) sebelummu? "sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas". (QS. Al-A'raaf: 80-81).
Menurut Quraish Shihab, setelah selesai kisah Nabi Shaleh as. dan
kaumnya, kini diuraikan kisah Rasul yang lain. Yakni kisah Nabi Luth as.,
Anda boleh bertanya mengapa bukan kisah Nabi Ibrahim as. yang
kedudukannya jauh lebih tinggi dari Nabi Luth as. Di sisi lain bukankah
beliau semasa dengan Nab Luth as. Agaknya hal tersebut disebabkan
karena surah ini bermaksud memaparkan kisah umat nabi-nabi yang
durhaka dan dijatuhi sanksi oleh Allah swt. Umat Nabi Ibrahim as. tidak
dijatuhi hukuman oleh Allah, karena beliau tidak memohon jatuhnya
sanksi terhadap mereka tetapi beliau meninggalkan mereka berhijrah ke
tempat lain.
Ayat di atas menyatakan: Dan Kami juga mengutus Nabi Luth.
Ingatlah ketika dia berkata kepada kaumnya yang ketika itu melakukan
kedurhakaan besar: Apakah kamu mengerjakan fahisyah yakni melakukan
pekerjaan yang sangat buruk yaitu anal seks yang tidak satupun
mendahului kamu mengerjakanya di alam raya, yakni di kalangan
mahkluk hidup di dunia ini. Sesungguhnga kamu telah mendatangi lelaki
untuk melampiaskan syahwat (nafsu) kamu melalui mereka sesama jenis
kamu, bukan terhadap wanita yang secara naluriah seharusnya kepada
merekalah kamu menyalurkan naluri seksual. Hal itu kamu lakukan
49
terhadap lelaki bukan disebabkan karena wanita tidak ada atau tidak
mencukupi kamu, tetapi itu kamu lakukan karena kamu durhaka bahkan
kamu adalah kaum yang melampaui batas sehingga melakukan
pelampiasan syahwat bukan pada tempatnya.7
Menurut Quraish Shihab ayat ini tidak menyebut Nabi Luth as.
sebagai saudara mereka sebagaimana halnya Nabi Hud, Shaleh dan
Syu'aib as. Ketika menguraikan kisah ketiga nabi yang disebut terakhir, al-
Qur'an menyatakan bahwa: dan kepada 'Ad saudara mereka Hud.
Demikian juga dan kepada Tsamud saudara mereka Shaleh dan kepada
Madyan saudara mereka Syu'aib. Ketiadaan penyebutan kata saudara buat
Nabi Luth as. untuk mengisyaratkan bahwa beliau bukanlah dari suku
masyarakat yang beliau diutus menghadapinya. Nabi Luth as. bersama
Nabi Ibrahim as. adalah pendatang di kota itu setelah berhijrah dari Harran
(Carrahae). Beliau berasal dari daerah Kan'an, satu daerah yang terletak di
bagian barat Palestina dan Suriah sekarang. Itu pula salah satu sebab
mengapa ayat yang berbicara tentang pengutusan Nabi Luth as. tidak
menyatakan bahwa beliau saudara mereka. Bahwa Nabi Luth as. diutus
kepada kaumnya karena seseorang yang bertempat lama pada satu tempat
dapat dinilai sebagai salah seorang anggota kaum masyarakat itu.
Ayat di atas tidak menyebut nama kaum Luth itu, sebagaimana
ayat-ayat yang menyebut nama kaum Nabi Hud, Shaleh, dan Syu'aib
seperti 'Ad, Tsamud, dan Madyan. Hal tersebut sebagai pengajaran kepada
umat Islam agar merahasiakan nama pelaku kejahatan, dalam hal-hal
tertentu di mana penyebutan nama tidak diperlukan, apalagi jika kejahatan
yang mereka lakukan adalah sesuatu yang sangat buruk atau dapat
merangsang orang lain melakukannya. Tidak satu ayat pun yang menyebut
nama kaum Luth, berbeda dengan nabi-nabi yang lain. Memang, Nabi
Nuh as. pun tidak disebut nama kaumnya, karena ketika itu, umat manusia
belum berpencar baik tempat tinggalnva maupun suku-suku bangsanya.
7M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. 5, op.cit., hlm.159-160.
50
Menurut Quraish Shihab, Nabi Luth as. dalam ayat ini sedikit
berbeda dengan nabi-nabi yang disebut sebelumnya. Beliau tidak berpesan
tentang tauhid atau penyembahan Tuhan Yang Maha Esa. Beliau tidak
berkata sebagaimana nabi-nabi sebelumnya: Wahai kaumku sembahlah
Allah tidak ada bagi kamu satu Tuhanpun selain-Nya. Ini bukan berarti
bahwa beliau tidak mengajak mereka kepada tauhid, tetapi ada sesuatu
yang sangat buruk yang hendak beliau luruskan bersama pelurusan aqidah
mereka yaitu kebiasaan buruk mereka dalam bidang seks. Di sisi lain perlu
diingat bahwa penekanan tentang keburukan tersebut tidaklah jauh dari
persoalan aqidah, ketuhanan dan tauhid. Karena keduanya adalah fitrah.
Syirik adalah pelanggaran terhadap fitrah, anal seks pun merupakan
pelanggaran fitrah. Allah Yang Maha Esa itu telah menciptakan manusia
bahkan makhluk memiliki kecenderungan kepada lawan jenisnya, dalam
rangka memelihara kelanjutan jenisnya. Kenikmatan yang diperoleh dari
hubungan tersebut bersumber dari lubuk hati masing-masing pasangan
bukan hanya kenikmatan jasmani, tetapi kenikmatan rohani dan gabungan
kenikmatan dari dua sisi itulah yang menjadi jaminan sekaligus dorongan
bagi masing-masing untuk memelihara jenis dan sebagai imbalan
kewajiban dan tanggung jawab memelihara anak keturunan. Mereka yang
melakukan anal seks hanya mengharapkan kenikmatan jasmani yang
menjijikkan sambil melepaskan tanggung jawabnya. Ini belum lagi
dampak negatif terhadap kesehatan jasmani dan rohani yang
diakibatkannya.8
Menurut Quraish Shihab hubungan seks yang merupakan fitrah
manusia hanya dibenarkan terhadap lawan jenis. Pria mencintai dan birahi
terhadap wanita demikian pula sebaliknya. Selanjutnya fitrah wanita
adalah monogami, karena itu, poliandri (menikah/berhubungan seks pada
saat sama dengan banyak lelaki) merupakan pelanggaran fitrah wanita,
berbeda dengan lelaki yang bersifat poligami, sehingga buat mereka
8Ibid., hlm. 160 – 161.
51
poligami dalam batas dan syarat-syarat tertentu tidak dilarang agama.
Kalau wanita melakukan poliandri atau lelaki melakukan hubungan seks
dengan wanita yang berhubungan seks dengan lelaki lain, atau terjadi
homoseksual baik antara lelaki dengan lelaki maupun wanita dengan
wanita, maka itu bertentangan dengan fitrah manusia. Setiap pelanggaran
terhadap fitrah mengakibatkan apa yang diistilahkan dengan uqubatul
fithrah (sanksi fitrah). Dalam konteks pelanggaran terhadap fitrah seksual,
sanksinya antara lain apa yang dikenal dewasa ini dengan penyakit Aids.
Penyakit ini pertama kali ditemukan di New York Amerika Serikat pada
1979 pada seorang yang ternyata melakukan hubungan seksual secara
tidak normal. Kemudian ditemukan pada orang-orang lain dengan
kebiasaan seksual serupa. Penyebab utama Aids adalah hubungan yang
tidak normal itu, dan inilah antara lain yang disebut fahisyah di dalam al-
Qur'an. Dalam satu riwayat yang oleh sementara ulama dinyatakan
sebagai hadits Nabi Muhammad saw. dinyatakan bahwa: "Tidak
merajalela fahisyah dalam satu masyarakat sampai mereka terang-
terangan melakukannya kecuali tersebar pula wabah dan penyakit di
antara mereka yang belum pernah dikenal oleh generasi terdahulu."
Pelampauan batas yang menjadi penutup ayat ini mengisyaratkan
bahwa kelakuan kaum Nabi Luth as. itu melampaui batas fitrah
kemanusiaan, sekaligus menyia-nyiakan potensi mereka yang seharusnya
ditempatkan pada tempatnya yang wajar, guna kelanjutan jenis manusia.9
رمنيجة الماقبكان ع فكي طرا فانظرهم مليا عنطرأماألعراف (و :84(
Artinya: Dan Kami hujani atas mereka hujan (batu), maka lihatlah
bagaimana kesudahan para pendurhaka. (QS. al-A'raf: 84).
Setelah menjelaskan keselamatan Nabi Luth as. dan pengikut-
pengikut beliau dan mengisyaratkan jatuhnya siksa bagi yang
9Ibid., hlm. 161 – 162.
52
membangkang, ayat ini menurut Quraish Shihab menjelaskan jenis
siksaan yang menimpa mereka dengan menyatakan: Dan Kami hujani,
yakni kami turunkan dari langit sehingga mengenai bagian atas mereka,
bukan di samping mereka hujan batu yang akhirnya membinasakan
mereka maka lihatlah bagaimana kesudahan para pendurhaka termasuk
mereka itu.
Firman-Nya: (عليهم) 'alaihim/atas mereka mengisyaratkan bahwa
siksa tersebut tidak dapat mereka elakkan, karena ia datang dari arah atas.
Biasanya yang berada di atas mengontrol dan menguasai secara penuh
yang berada di bawah.
Sementara ulama memahami dari penggunaan bentuk
nakirah/indefinite terhadap kata (مطرا) matharan/hu]an sebagai isyarat
bahwa hujan dimaksud adalah sesuatu yang luar biasa dan ajaib. Hujan
tersebut dijelaskan oleh QS. Hud: 82-83: "Maka tatkala datang azab Kami,
Kami jadikan (negeri kaum Luth itu) yang di atas ke bawah (Kami
balikkan), dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah
yang terbakar, yang diberi tanda oleh Tuhanmu; dan siksaan itu tiadalah
jauh dari orang-orang yang zalim.10
3. Penafsiran Quraish Shihab Terhadap Surat Hûd Ayat 77 – 83
ولما جاءت رسلنا لوطا سيء بهم وضاق بهم ذرعا وقال هـذا صيبع مو77: هود (ي(
Artinya; Dan tatkala datang utusan-utusan Kami kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit kemampuannya karena mereka, dan dia berkata, "Ini adalah hari yang amat sulit. (QS. Hud: 77).
Demikian kisah malaikat dengan Nabi Ibrahim as. Kini diuraikan
kisah para malaikat itu dengan kaum Nabi Luth as. Yakni setelah
10Ibid., hlm. 166.
53
selesainya para malaikat dengan Nabi Ibrahim as, mereka
meninggalkannya untuk melaksanakan tugas menjatuhkan siksa Allah
kepada mereka. Dan tatkala datang utusan-utusan Kami, yakni para
malaikat itu kepada Luth, dia merasa susah dan merasa sempit
kemampuannya karena kedatangan mereka, dan dia berkata, "Ini adalah
hari yang amat sulit."
Kata (ذرعا) zar'an terambil dari kata (ذراع) zira', yakni lengan, di
mana terdapat telapak tangan dan jari-jari yang digunakan untuk
mengambil atau menolak sesuatu. Lengan dijadikan tolok ukur panjang.
Semakin panjang lengan, semakin panjang jangkauannya dan semakin
mampu seseorang meraih atau menolak sesuatu. Bahasa Arab
menggunakan istilah sempitnya lengan untuk melukiskan dadanya lagi
upaya yang dapat dilakukan untuk meraih apa yang dimaksud. Persis
seperti seseorang yang bermaksud mengambil sesuatu di tempat yang jauh
tetapi karena lengannya pendek, maka ia tidak dapat menjangkau sesuatu
itu.
Nabi Luth as. merasa susah dengan kedatangan para malaikat,
karena para malaikat itu datang dalam bentuk manusia dan dengan
penampilan yang sangat tampan menarik. Beliau sangat khawatir jangan
sampai kaumnya melihat mereka kemudian memaksa untuk melakukan
homoseksual dengan pars pendatang itu.
Ucapan Nabi Luth as., "Ini adalah hari yang amat sulit" agaknya
merupakan bisikan hati beliau. Kata (عصيب) 'asîb digunakan dalam arti
sesuatu yang tidak disukai lag amat sulit.
Ayat ini menggambarkan satu proses terjadinya sesuatu. Pertama
adalah pengetahuan tentang sesuatu yang kemudian melahirkan tanggapan
dalam konteks ayat di atas adalah ketidaksenangan upaya, tetapi bila
upaya itu gagal atau yang bersangkutan tak mampu melakukannya, maka
54
ia akan melahirkan rasa kesal lalu menyatakannya sebagai suatu saat yang
sangat sulit. Demikian lebih kurang Ibn 'Asyur. 11
وجاءه قومه يهرعون إليه ومن قبل كانوا يعملون السيئات قال يا قوم هـؤالء بناتي هن أطهر لكم فاتقوا الله وال تخزون في
شيدل رجر منكم سفي أليي78: هود (ض( Artinya; Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas
menemuinya. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Dia berkata, "Hai kaumku, inilah putri-putriku, mereka lebih suci bagi kamu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkanku terhadap tamu-tamuku. Tidak adakah di antara kamu seorang lelaki yang berakal?. (QS. Hud: 78).
Sungguh benar dugaan Nabi Luth as. Ternyata kedatangan
malaikat yang berbentuk manusia itu diketahui oleh kaumnya konon
melalui istri Nabi Luth as. yang memberi isyarat kepada mereka dan
karena itu datanglah kepadanya, yakni kepada Nabi Luth as. kaumnya
dengan bergegas-gegas menemuinya terdorong oleh keinginan yang tidak
dapat terbendung atau kekhawatiran jangan sampai didahului yang lain
atau tamu-tamu itu sempat pulang dan memang sejak dahulu mereka
selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji, yakni melakukan
homoseksual. Mereka telah terbiasa dengan perbuatan itu dan perbuatan-
perbuatan buruk lain sehingga tanpa malu mereka melakukan dan
membicarakannya secara terbuka.
Dia, yakni Nabi Luth as. berkata dengan penuh harap bagaikan
bermohon belas kasih, "Hai kaumku yang mempunyai jalinan darah
denganku, inilah putri-putri kandung-ku atau putri-putri negeri ini yang
juga kuanggap sebagai putri-putriku, kawinilah mereka. Mereka lebih
suci, yakni suci bagi kamu: maka bertakwalah kepada Allah, yakni hindari
11M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, op.cit., Vol. 6, hlm. 308-309.
55
sebab-sebab yang mengundang siksa-Nya di dunia dan di akhirat, dan
janganlah kamu mencemarkan namaku terhadap tamu-tamuku ini. Tidak
adakah di antara kamu seorang lelaki, yakni manusia yang sempurna
kemanusiaannya yang berakal sehingga dapat membantu aku menasihati
dan mencegah kamu melakukan pencemaran dan hal yang tidak wajar?
Firman-Nya: (هـؤالء بناتي) ha'ula'i bantai / inilah putri-putriku ada
ulama yang memahaminya dalam arti putri kandung beliau. Dan, menurut
penganut paham ini, walaupun putrinya hanya dua atau tiga orang, sedang
yang datang menemui beliau banyak pria, tetapi yang beliau maksudkan
adalah mengawinkan kedua atau ketiga putrinya itu dengan dua atau tiga
tokoh masyarakatnya yang diharapkan dapat mempengaruhi dan
mencegah yang lain Pendapat yang lebih baik adalah memamahinya
dalam arti putri-putri kaumku, yakni wanita yang tinggal di pemukiman
mereka. Memang, Nabi atau pemimpin suatu masyarakat adalah bapak
anggota masyarakat itu, dan masyarakat umum apalagi yang muda adalah
putra-putri bangsa.
Al-Biqa'i menegaskan bahwa ucapan Nabi Luth as. inilah putri-
putriku. mereka lebih suci bukanlah dalam pengertian hakiki, tetapi
peringatan kepada kaumnya bahwa mereka tidak dapat menyentuh tamu-
tamu itu, kecuali jika mereka menyentuh terlebih dahulu secara paksa
putri-putri beliau, karena pencemaran nama akibat melakukannya terhadap
putri dan tamu sama buruknya, bahkan boleh jadi terhadap tamu lebih
buruk. Ini, tulis al-Biqa'i, serupa dengan seseorang yang dipukul
bermohon kepada orang yang memukul agar menghentikan pukulannya
dan bila ia tidak berhenti bahkan memukul lebih keras lagi, maka ketika
itu si pemohon merangkul yang dipukul agar terhindar dari pukulan. Dan
inilah yang dimaksud oleh firman-Nya pada ayat lain yang melukiskan hal
serupa, yaitu:
56
فاعلني ماتي إن كنتنالء بؤ71: احلجر (قال ه( Artinya: Luth berkata, "Inilah putri-putriku jika kamu hendak
menjadi pelaku-pelaku. (QS. al-Hijr: 71).
Menurut Quraish Shihab, pendapat ini baik. Sayang la dihadang
oleh lanjutan ayat yang menyatakan mereka lebih suci, yang walaupun
dipahami dalam arti mereka suci, bukan perbandingan, karena tidak ada
sedikit kesucian pun dalam hubungan seks yang sering mereka lakukan
itu, tetap saja tidak sejalan dengan pemahaman pakar tafsir asal lembah al-
Biqa'i di Lebanon itu, karena ulama tersebut mempersamakan dalam
kekejian antara perlakuan yang diinginkan kaum Nabi Luth as. dan
tawaran beliau kepada mereka.12
Kata (فييض) dhayfi / tamu-tamuku menggunakan bentuk
mashdar/kata jadian. Karena itu, ia dapat berarti tunggal dapat juga berarti
jamak. Yang dimaksud di sini adalah jamak, karena ayat-ayat yang lalu
menggunakan bentuk jamak untuk menunjuk kedatangan para malaikat
yang merupakan utusan-utusan Allah. Penekanan beliau dengan menyebut
kata "tamu" sambil menunjuk bahwa para tamu itu adalah orang-orang
yang berkunjung kepadanya, mengisyaratkan bahwa mereka adalah tamu-
tamu yang harus dihormati, karena demikianlah seharusnya pelayanan
terhadap yang bertamu dan bahwa beliau yang paling bertanggung jawab
karena mereka berkunjung untuk menemui beliau. Ucapan Nabi Luth as.
ini bertujuan membangkitkan dorongan ke dalam hati kaumnya kiranya
tatakrama menghormati tamu dapat mereka tampilkan.
Kata (رشيد) rasyid terambil dari akar kata yang terdiri dari
rangkaian huruf-huruf ra', syin dan dal. Makna dasarnya adalah ketepatan
dan ketepatan dan kelurusan jalan. Dari sini lahir kata rusyd yang bagi
manusia adalah kesempurnaan akal dan jiwa yang menjadikannya mampu
12Ibid, hlm., 309 – 311.
57
bersikap dan bertindak setepat mungkin. Mursyid adalah pemberi
petunjuk/bimbingan yang tepat.
ريدا نم لمعلت كإنو قح من اتكنا في با لنم تلمع قالوا لقد: هود (م قوة أو آوي إلى ركن شديدقال لو أن لي بك} 79{
80-79( Artinya: Mereka menjawab, "Sesungguhnya pasti engkau telah tabu
bahwa kami tidak mempunyai hak terhadap putri-putrimu, dan sesungguhnya engkau tentu mengetahui apa yang kami kehendaki." Dia berkata, "Seandainya aku mempunyai kekuatan atau kalau aku dapat berlindung kepada kelompok yang kuat. (QS. Hud: 79-80).
Ternyata tidak ada seorang pun di antara mereka yang datang
menemui Nabi Luth as. itu yang memiliki akal dan jiwa yang sehat.
Himbauan beliau tidak disambut kaumnya. Bahkan secara tegas dan tanpa
malu mereka menjawab, "Sesungguhnya pasti engkau telah tahu bahwa
kami tidak mempunyai hak, yakni keinginan dan birahi sedikit pun
terhadap putri-putrimu, yakni wanita-wanita yang engkau tawarkan itu,
karena mereka adalah wanita dan sesungguhnya engkau tentu mengetahui
apa yang sebenarnya kami kehendaki." Yakni kami hendak melakukan
homoseks dengan tamu-tamu itu. Dia, yakni Luth as. berkata dengan
penuh haru dan harap, "Seandainya aku Mempunyai kekuatan pada diriku
untuk mencegah kamu sekalian mencapai keinginan kamu yang sangat
bejat itu atau kalau aku dapat berlindung kepada kelompok manusia
seperti keluarga atau grup yang kuat, tentu aku tidak akan segan-segan
melakukan hal tersebut demi menghalangi kamu melakukan perbuatan
keji itu."
Para ulama berbeda pendapat tentang makna kami tidak
mempunyai hak terhadap putri-putrimu. Ada yang memahami dalam arti
hajat dan kebutuhan, dengan alasan bahwa seseorang yang tidak
mempunyai hajat dan kebutuhan kepada sesuatu maka dia tidak
58
mempunyai hak. Ada juga yang memahaminya dalam arti kami tidak
berhak karena kami tidak menikahi mereka. Dan siapa yang tidak
menikahi seorang wanita, maka dia tidak berhak atasnya.
Thabathaaba'i mengingatkan bahwa kaum Nabi Luth as. itu tidak
sekadar berkata, "Kami tidak mempunyai hak," tetapi mereka menekankan
sebelumnya bahwa engkau telah tabu. Ini menunjukkan bahwa mereka
mengingatkan Nabi Luth as. tentang kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat mereka untuk tidak melecehkan wanita apalagi dengan cara
paksa, atau mengingatkan tentang kebiasaan tidak melakukan hubungan
seks dengan wanita serta mengetahui pula bahwa masyarakat
membenarkan homoseksual. Dengan ketiadaan hak, yang mereka maksud
adalah hak berdasar kebiasaan masyarakat.13
Memang kebobrokan moral dalam bidang homoseksual yang
terjadi pada masyarakat kaum Nabi Luth as. sudah demikian merajalela,
sehingga menjadi kebiasaan umum. la bukan lagi sesuatu yang dilakukan
secara sembunyi-sembunyi karena malu melakukannya, tetapi terang-
terangan. Boleh jadi karena bangga, atau paling tidak karena dinilai
normal. Dalam konteks inilah mereka mencela Nabi Luth as. yang
mencegah perbuatan amoral itu dengan menamainya sebagai orang-orang
yang sok suci (QS. al-A'raf [7]: 82). Ini karena mereka menganggap
bahwa homoseksual adalah sesuatu yang normal, sehingga mereka tidak
segan-segan membicarakannya dan melakukan aneka kemunkaran di
tempat umum. Dalam konteks ini, Nabi Luth as. mengecam mereka
dengan menyatakan:
جون الرأتلت كمأئننكرالم اديكمون في نأتتبيل وون السقطعتال و )29: العنكبوت(
Artinya: Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemunkaran di tempat-tempat pertemuan kamu? (QS. al-'Ankabut: 29).
13Ibid., hlm. 311 – 312.
59
Sikap mereka itu persis seperti sikap dan pandangan sementara
orang, bahkan beberapa negara, di dunia Barat dewasa ini yang telah
membenarkan secara hukum hubungan seks pria dengan pria, dan
menganggapnya sesuatu yang normal serta bagian dari Hak Asasi
Manusia.
Ketika menafsirkan QS. al-A'raf (7]: 82, penulis antara lain
mengemukakan bahwa mereka menilai Nabi Luth as. dan keluarganya
telah melampaui batas dalam kesucian, antara lain dengan kecaman beliau
terhadap apa yang dianggap normal oleh mereka. Memang, seseorang
yang telah terbiasa dengan keburukan dan menganggapnya normal
seringkali menilai kebaikan sebagai sesuatu yang buruk. Bukan saja
karena jiwa mereka telah terbiasa dengan keburukan sehingga enggan
mendekati kebaikan dan menilainya buruk, tetapi juga karena sesuatu
yang telah terbiasa dilakukan pada akhirnya dianggap normal bahkan baik.
Dari sini, dan dari tinjauan sosiologis, al-Jahizh berkata, "Apabila sesuatu
yang makruf tidak lagi sering dilakukan, maka ia dapat menjadi munkar.
Sebaliknya, apabila sesuatu yang munkar sudah sering dilakukan maka ia
dapat menjadi 'makruf. Dari sini terlihat perlunya melakukan amar makruf
dan nahi munkar secara terus-menerus dan tanpa bosan, karena bila
diabaikan akan terjadi apa yang dilukiskan di atas.
Ucapan Nabi Luth as. ingin berlindung kepada kelompok tersebut
dapat dimengerti bukan saja-karena yang beriman di antara kaumnya
sangat sedikit, bahkan istrinya pun enggan beriman, tetapi juga karena
Nabi Luth as. bukan berasal dari daerah tempatnya berdakwah itu. Beliau
tadinya bermukim di Irak bersama Nabi Ibrahim as., lalu berhijrah ke
Syam dan di sana Allah mengutusnya ke daerah Sodom, yaitu satu
wilayah di Horns, Syria. Di sisi lain, ucapan beliau itu dapat menjadi dasar
tentang boleh meminta bantuan siapa pun yang tidak mengikat dalam
rangka mencegah kemunkaran. Memang, sesuai firman-Nya:
60
اتلوصو عبيو امعوص تمدض لهعم ببهضعب اسالله الن فعلا دلوو إن الله هرنصن يم ن اللهرنصليالله كثريا و ما اسفيه ذكري اجدسمو
زيزع 40: احلج (لقوي( Artinya: Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian
manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa" (QS. al-Haji [22]: 40).
نبقطع م لكر بأهفأس كصلوا إليلن ي كبل رسا را لوط إنقالوا يالليل وال يلتفت منكم أحد إال امرأتك إنه مصيبها ما أصابهم إن
)81: دهو (موعدهم الصبح أليس الصبح بقريب
Artinya: Mereka berkata, "Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan sampai kepadamu. Sebab itu, berangkatlah dengan keluargamu di beberapa bagian malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang menoleh kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa apa yang menimpa mereka. Sesungguhnya saat mereka ialah di waktu subuh itu sudah dekat? (QS. Hud: 81).
Habis sudah upaya Nabi Luth as. Agaknya kecemasan beliau
menyangkut tamu-tamunya telah mencapai titik terakhir. Ketika itulah
beliau ditenangkan oleh para malaikat yang datang sebagai tamu-tamu itu.
Mereka berkata, "Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan
Tuhanmu. Sekali-kali sekarang dan akan datang mereka tidak akan sampai
kepadamu, yakni mereka tidak akan dapat mengganggumu, karena mereka
segera akan binasa.
61
Sebab itu, berangkatlah di waktu malam dengan membawa serta
keluargamu dan pengikut-pengikutmu di beberapa bagian akhir malam
dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang menoleh atau
tertinggal, kecuali istrimu maka jangan ikutkan dia, atau tetapi istrimu dia
ditinggal atau menoleh. Sesungguhnya dia akan ditimpa apa yang
menimpa mereka, yakni siksa yang akan menimpa kaummu yang durhaka
itu. Sesungguhnya saat mereka, yakni waktu jatuhnya siksa itu atas
mereka ialah di waktu subuh. Jangan merasa waktu itu masih lama
sehingga meminta lebih dipercepat lagi, atau bersegeralah meninggalkan
tempat mi, bukankah subuh itu sudah dekat?"14
Ayat ini dan ayat sebelumnya tidak menjelaskan apa yang terjadi
setelah diskusi antara Nabi Luth as. dan kaumnya itu. Tetapi rupanya para
tamu yang merupakan malaikat itu meninggalkan rumah Nabi Luth as.,
lalu dari kejauhan serta di tengah suara bising mereka berseru dengan
berkata, "Hai Luth, kami adalah utusan-utusan Tuhanmu." Bahwa mereka
dari kejauhan menyampaikan hal tersebut, dipahami dari penggunaan kata
ya / hai yang biasanya digunakan untuk memanggil siapa dari kejauhan.
Demikian al-Biqa'i. Pada ayat lain dijelaskan bahwa:
ين ضع وهداور لقدومهنيا أعنس37: القمر (فه فطم( Artinya: Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya tamunya ,
lalu Kami butakan mata mereka (QS. al-Qamar: 37).
Dan sesungguhnya mereka, yakni yang datang ke rumah Nabi Luth
itu telah membujuknya agar menyerahkan tamunya kepada mereka, tetapi
dia berkeras enggan menyerahkannya, lalu Kami butakan mata mereka,
sehingga para tamu itu keluar rumah tanpa dapat dilihat oleh yang
membujuk itu" (QS. al-Qamar [54]: 37). Bahwa mata mereka dibutakan,
disinggung juga dalam Perjanjian Lama, Kejadian XTX: 11.
14Ibid., hlm. 313 - 315.
62
Thahir Ibn 'Asyur berkomentar bahwa para malaikat memulai
penyampaiannya kepada Nabi Luth as. dengan menyebut identitas mereka
sebagai utusan-utusan Tuhan untuk menenangkan beliau. Karena dengan
mengetahuinya, Nabi Luth as. akan yakin bahwa mereka tidak turun
kecuali untuk menampakkan kebenaran sesuai dengan firman-Nya:
نظرينوا إذا ما كانمو الئكة إال باحلقل المزنا ن8: احلجر (م( Artinya: Kami tidak menurunkan malaikat melainkan dengan benar
(untuk membawa azab) dan tiadalah mereka ketika itu diberi tangguh" (QS. al-Hijr [15]: 8).
Di sisi lain, para malaikat itu mengemukakan penjelasan mereka
dengan kata yang mengandung makna kepastian, yakni sekali-kali mereka
tidak akan sampai kepadamu. Ini untuk menghilangkan kecemasan Nabi
Luth as. Selanjutnya, Ibn 'Asyur menulis bahwa para malaikat itu tidak
berkata (لن ينالوك) mereka tidak akan menyentuhmu/menyakiti atau
membunuhmu, karena begitu Nabi Luth as. mengetahui bahwa mereka
adalah malaikat, maka pada saat itu pula beliau yakin bahwa orang kafir
itu tidak akan mampu menyakiti apalagi membunuhnya. Tetapi beliau
khawatir jangan sampai mereka marah dan menuduhnya
menyembunyikan mereka. Nah kekhawatiran ini pun disingkirkan dengan
ucapan seperti bunyi ayat ini.
Demikian lebih kurang Ibn 'Asyur.
لها وأمطرنا عليها حجارة من فلما جاء أمرنا جعلنا عاليها سافمسومة عند ربك وما هي من الظالمني } 82{سجيل منضود
)82-83: هود (ببعيدArtinya: Maka tatkala datang ketentuan Kami, Kami jadikan yang di
atasnya ke bawahnya dan Kami hujani mereka dengan sijjil dengan bertubi-tubi. Diberi tanda dari sisi Tuhanmu, dan siksaan itu dia tiadalah jauh dari orang-orang zalim. (Hud: 82-83).
63
Setelah Nabi Luth as bersama pengikut-pengikutnya meninggalkan
kota Sodom tempat pemukiman mereka, ketika itu subuh telah tiba pula.
Maka tatkala datang ketentuan Kami, yakni ketetapan Allah untuk
menjatuhkan siksa-Nya, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yaag di
atasnya ke bawahnya, yakni Kami hancurkan sehingga menjadi jungkir
balik dan Kami hujani mereka dengan batu sijjil, yakni batu bercampur
tanah, atau tanah bercampur air lalu membeku dan mengeras menjadi
batu, yang menimpa mereka dengan bertubi-tubi. Batu-batu itu diberi
tanda dari sisi Tuhanmu, serta dipersiapkan secara khusus untuk menjadi
sarana penyiksaan dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang zalim
yang mantap kezalimannya, baik yang hidup pada masa itu maupun yang
serupa dengan mereka di masa datang.15
Firman-Nya: (جعلنا عاليها سافلها) Kami jadikan yang di atasnya ke
bawahnya di samping memberi gambaran tentang kehancuran total, juga
mengesankan persamaan sanksi itu dengan kedurhakaan mereka.
Bukankah mereka juga memutarbalikkan fitrah. Seharusnya pelampiasan
syahwat dilakukan dengan lawan seks, tetapi mereka membahknya
menjadi homoseks. Seharusnya la dilakukan dengan penuh kesucian,
tetapi mereka menjungkirbalikkan dengan melakukannya penuh kekotoran
dan kekejian. Seharusnya ia tidak dibicarakan secara terbuka, tidak
dilakukan di tempat umum, tetapi mereka menjungkirbalikkannya dengan
membicarakan di tempat-tempat terbuka dan melakukannya di tempat
umum. Demikian sanksi sesuai dengan kesalahan.
Kata (سجيل) sijjil, menurut al-Biqa'i mengandung makna
ketinggian. Atas dasar itu, ulama mi memahami batu-batu tersebut
dilemparkan dari tempat yang tinggi. Dan dengan demikian, ayat ini
mengisyaratkan juga kata yang menunjukkan kehadiran siksa dari tempat
tinggi. Kata (علي ) di atas dan kata (أمطرنا) amtharna' kami hujani serta
kata (سجيل) sijjil itu. Dan karena itu pula, tulisnya, ayat tersebut dilanjtkan
15Ibid., hlm. 315 – 316.
64
bahwa kendati batu-batu itu demikian jauh sumbernya, namun ia tidak
jauh atau sulit menjangkau orang-orang zalim. Thabathaba'i, ulama yang
berasal dari Persia, Iran, mendukung pendapat yang menyatakan bahwa
kata tersebut berasal dari bahasa Persia yang mengandung makna batu dan
tanah yang basah.
Kata (منضود) mandhud pada mulanya berarti bertumpuk; yang
dimaksud di sini adalah berturut-turut, bertubi-tubi, tanpa selang waktu.
Ada juga yang memahami. penggalan terakhir ayat ini dalam arti dan ia
itu, yakni negeri-negeri tempat jatuhnya batu-batu sijjil itu tiadalah jauh
dan orang-orang zalim, yakni kaum musyrikin Mekah, karena mereka
seringkali melaluinya dalam perjalanan mereka menuju Syam. Dalam QS.
ash-Shaffat [37]: 137-138, dinyatakan bahwa:
بحنيصهم مليون عرملت كمإنقلون} 137{وعل أفلا تبالليو )137-138: الصافات(
Artinya; Dan sesungguhnya kamu (hai penduduk Mekah) benar-benar melalui (peninggalan-peninggalan) mereka di waktu pagi dan malam, apakah kamu tidak berakal/mengambil pelajaran? (QS. ash-Shaffat [37]: 137-138).
Boleh jadi apa yang menimpa kaum Luth itu demikian juga
peristiwa-peristiwa lain merupakan gempa bumi atau letusan gunung
merapi yang ditetapkan Allah bertepatan dengan kedurhakaan para
pembangkang. Persesuaian waktu itu adalah untuk menyelaraskan antara
Ilmu-Nya yang qadim dengan setiap kasus seperti kasus Nabi Luth as. ini.
Boleh jadi juga ia adalah pengaturan khusus dari Allah swt dalam rangka
membinasakan kaum Luth. Demikian lebih kurang komentar Sayyid
Quthub mengakhiri kelompok ayat-ayat ini.
Begitulah kesudahan kaum Luth yang melakukan pelanggaran
fitrah, dan memang setiap pelanggaran fitrah pasti mengundang siksa.
Hubungan seks yang merupakan fitrah manusia hanya dibenarkan
terhadap lawan jenis. Pria mencintai dan birahi terhadap wanita. Demikian
pula sebaliknya. Selanjutnya fitrah wanita adalah monogam. Karena itu
65
poliandri (menikah/berhubungan seks pada saat sama dengan banyak
lelaki) merupakan pelanggaran fitrah wanita. Berbeda dengan lelaki yang
pada umumnya bersifat poligami, sehingga buat mereka, poligami dalam
batas dan syarat-syarat tertentu tidak dilarang agama. Kalau wanita
melakukan poliandri atau lelaki melakukan hubungan seks dengan wanita
yang berhubungan seks dengan lelaki lain, atau terjadi homoseksual, baik
antara lelaki dengan lelaki maupun wanita dengan wanita, maka itu
bertentangan dengan fitrah manusia. Setiap pelanggaran terhadap fitrah
mengakibatkan apa yang diistilahkan dengan 'uqubatul fithrah' (sanksi
fitrah). Dalam konteks pelanggaran terhadap fitrah seksual, sanksinya
antara lain apa yang dikenal dewasa ini dengan penyakit AIDS. Penyakit
mi pertama kali ditemukan di New York, Amerika Serikat, pada tahun
1979, pada seseorang yang ternyata melakukan hubungan seksual secara
tidak normal. Kemudian ditemukan pada orang-orang lain dengan
kebiasaan seksual serupa. Penyebab utamanya adalah hubungan yang
tidak normal itu, dan inilah antara lain yang disebut fahisyah di dalam al-
Qur'an. Dalam satu riwayat yang oleh sementara ulama dinyatakan
sebagai hadits Nabi Muhammad saw. dinyatakan: "Tidak merajalela
fahisyah dalam satu masyarakat sampai mereka terang-terangan
melakukannya, kecuali tersebar pola wabah dan penyakit di antara mereka
yang belum pernah dikenal oleh generasi terdahulu.16
16Ibid., hlm. 316 – 318.