7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. LANDASAN PENELITIAN TERDAHULU
Penelitian terdahulu berguna sabagai rujukan atau referensi, atau sebagai
bahan untuk membantu penulis dalam proses penyusunan penelitian ini. Beberapa
penelitian terdahulu yang digunakan untuk membantu proses penyusunan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Nama Peneliti, Variabel Penelitian, dan Alat Analisis
Peneliti dan
Tahun Penelitian Variabel Penelitian Alat Analisis
Syahrina Syam
(2015)
Upah, Pertumbuhan Penduduk, dan
Tingkat Pengangguran
Analisis Regresi
Linear Berganda.
Moch Heru
Anggoro (2015)
Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan
Angkatan Kerja, dan Tingkat
Pengangguran
Analisis Regresi
Linear Berganda.
Aditya Barry
Kurniawan (2014)
Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, Upah
Minimum, dan Pengangguran.
Analisis Regresi
Linier Berganda.
Muhammad
Nurcholis (2014)
Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum,
Indeks Pembangunan Manusia, dan
Tingkat Pengangguran.
Analisis Regresi
Data Panel.
8
Hasil penelitian Syam (2015), menunjukkan bahwa secara simultan variabel
upah dan pertumbuhan penduduk berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengangguran dengan pengujian secara parsial menunjukkan bahwa upah dan
pertumbuhan penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengangguran di Kota Makassar.
Penelitian Anggoro (2015), menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran
di Kota Surabaya yang berbanding terbalik atau berlawanan. Sedangkan variabel
pertumbuhan angkatan kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Kota Surabaya. Sementara kedua variabel independen, yakni
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan angkatan kerja secara bersama-sama
menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran di
kota Surabaya.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2014), menghasilkan bahwa
pertumbuhan ekonomi, upah, minimum, investasi mempunyai pengaruh terhadap
jumlah pengangguran di Kabupaten Gresik. Hal tersebut dapat dibuktikan pada
tingkat kepercayaan 95%, semua variabel bebas yakni pertumbuhan ekonomi,
upah minimum, dan investasi secara simultan mempunyai pengaruh signifikan
terhadap jumlah pengangguran Kabupaten Gresik.
Hasil penelitian Nurcholis (2014) menunjukkan bahwa, pertumbuhan
ekonomi, upah minimum dan indeks pembangunan manusia berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengangguran di Jawa Timur. Variabel pertumbuhan
9
ekonomi, dan upah minimum berpengaruh negatif, sedangkan indeks
pembangunan manusia berpengaruh positif. Sedangkan pengujian F hitung,
pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan indeks pembangunan manusia
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran.
Terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian sekarang dengan
penelitian terdahulu. Persamaannya yaitu, adanya kesamaan dalam menggunakan
variabel pertumbuhan ekonomi dan upah minimum sebagai variabel independen
dan tingkat pengangguran sebagai variabel dependen. Perbedaannya adalah
peneliti sekarang tidak menggunakan variabel pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan angkatan kerja, investasi, dan indeks pembangunan manusia, serta
lokasi penelitian sekarang di Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2011 sampai
dengan 2015.
B. LANDASAN TEORI
1. Pertumbuhan Ekonomi dalam Pasar Tenaga Kerja
Menurut Sukirno (2004), pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan pada
suatu perekonomian yang menyebabkan barang atau jasa yang diproduksi pada
masyarakat bertambah dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Dalam hal ini,
untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai perlu adanya
perhitungan pendapatan riil menurut harga tetap, yaitu pada harga-harga yang
berlaku di tahun dasar yang dipilih. Jadi, pertumbuhan ekonomi mengukur
prestasi dari perkembangan pada suatu perekonomian, karena itu konsep yang
10
sesuai dengan pertumbuhan ekonomi adalah GDP dengan harga konstan. GDP
adalah nilai barang dan jasa yang diproduksikan dalam suatu daerah dalam satu
tahun tertentu (Sukirno, 1994). Menurut Mankiw (2003), untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi, para ekonomi menggunakan data produk domestik bruto
(GDP), yang mengukur output barang dan jasa total suatu wilayah dan pendapatan
total setiap orang dalam suatu perekonomian.
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
a. Pertumbuhan Ricardian
Model pertumbuhan Ricardian (Ricardian Growth), adalah model
teoritis yang menjelaskan pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh
David Ricardo, Thomas Malthus, dan Adam Smith di akhir abad 18. Model
klasik ini mempunyai dua unsur penting, yaitu:
1) Sumber daya alam dianggap sebagai hal utama untuk pertumbuhan.
2) Populasi meningkat secara endogen dengan output. Jika output
tumbuh, populasi juga akan mengkat sampai rata-rata konsumsi turun
pada tingkat substiten.
Impilikasi pertama dari model pertumbuhan klasik adalah bahwa dari
waktu ke waktu, ekspansi output melambat karena produktivitas marjinal
yang menurun dari tenaga kerja pada lahan tersebut. Semakin banyak tenaga
kerja yang dipekerjakan, maka tambahan output akan terus meningkat
hingga mencapai tinggat subsistensi. Dan pada akhirnya keuntungan juga
tertekan, dengan demikian investasi berhenti (Mahyuddin, 2006).
11
Model Lewis (1954), percaya bahwa sebagian besar negara-negara
berkembang memiliki banyak tenaga kerja yang setengah menganggur
dengan tingkat upah sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Tenaga kerja tersebut dapat di tempatkan untuk bekerja dalam sektor baru
yang dinamis untuk menghasilkan pertumbuhan. Lewis mencatat bahwa
sektor pertanian mempunyai banyak surplus tenaga kerja seperti itu. Ketika
pekerja marginal ditransfer dari pertanian ke sektor industri yang lebih
produktif, output agregat mengalami keloncatan peningkatan.
Model Lewis menyiratkan adanya akumulasi modal terus menerus,
paling tidak sampai surplus tenaga kerja dihabiskan. Sepanjang tingkat upah
tetap rendah, ratio modal/tenaga kerja yang digunakan di dalam industri
juga tetap konstan. Jadi, tingkat pengembalian atas modal tetap tinggi,
sehingga memberi harapan investasi terus berlanjut.
b. Model Harrod-Domar
Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua
ekonom sesudah Keynes, yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod.
Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu
proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti
barang-barang modal yang rusak. Namun demikian, untuk menumbuhakan
perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai
tambahan stock modal. Hubungan tersebut telah kita kenal dengan istilah
rasio modal-output. Pada teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh,
perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi
12
tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian di
investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh
(Lincolyn, 2004).
c. Model Solow-Swan
Menurut teori Sollow-Swan, terdapat empat anggapan dasar dalam
menjelaskan pertumbuhan ekonomi, yaitu:
1) Laju pertumbuhan tenaga kerja.
2) Fungsi produksi Q = f (K,L) berlaku bagi setiap periode (K=Kapita;,
L=Labour).
3) Adanya kecenderungan menabung di masyarakat.
4) Semua tabungan masyarakat diinvestasikan.
d. Teori Hukum Okun
Menurut Mankiw (2006), hukum okun adalah relasi negatif antara
pengangguranh dan pertumbuhan ekonomi. Hukum okun merupakan
pengingat bahwa faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan siklus bisnis
pada jangka pendek sangat berbeda dengan faktor-faktor yang membentuk
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Hukum okun merupakan hubungan
negatif antara pengangguran dengan pertumbuhan ekonomi, yang mengacu
pada penurunan dalam pengangguran sebesar 1 persen.
3. Teori Upah dalam Pasar Tenaga Kerja
Penetapan Upah minimun di setiap provinsi berbeda beda besarnya, kerena
tingkat kebutuhan hidup di setiap provinsi berbeda. Misalnya, di Provinsi
13
Kalimantan Barat penetapan upah minimum menggunakan sistem Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK). Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah upah yang
berlaku di daerah Kabupaten/Kota. Penetapan UMK dilakukan oleh Gubernur,
yang penetapannya harus lebih besar dari Upah Minimum Provinsi. Penetapan
UMK dilakukan setiap 1 tahun sekali dan ditetapkan selambat-lambatnya 40 hari
sebelum tanggal berlakunya yaitu tanggal 1 januari periode yang sama
(Mahyuddin, 2006).
Menurut Mankiw (2003), pengangguran friksional selalu terjadi pada
perekonomian yang selalu berubah. Ketika terjadi perubahan pada komponen
permintaan masyarakat maka akan berdampak pada perubahan struktur produksi
(pergeseran sektoral) pula sehingga mempengaruhi permintaan tenaga kerja.
Pergeseran sektoral ini memiliki ciri-ciri bahwa ada sektor produksi lama yang
mengalami kemunduran dan kebangkrutan, tetapi ada pula sektor produksi baru
yang muncul dan berkembang. Pada kondisi ini, maka selalu ada pemutusan
hubungan kerja dan ada pula lowongan kerja baru, karena informasi tidak
sempurna sehingga pencari kerja selalu membutuhkan waktu untuk menemukan
pekerjaan yang sesuai, karena pengangguran friksional selalu terjadi.
Alasan kedua untuk pengangguran menurut Mankiw (2003) adalah karena
kekakuan upah, yaitu gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran
tenaga kerja sama dengan permintaannya. Upah tidak selalu fleksibel
menyeimbangkan penawaran dan permintaan tenaga kerja. Ketika upah riil berada
di atas tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan permintaan, jumlah tenaga
14
kerja yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta sehingga terjadi
pengangguran.
a. Teori Neoklasik Model Dual Economy
Model dual economy mangasumsikan perekonomian (pasar tenaga
kerja) tersegmentasi menjadi sektor formal dan sektor informal. Penetapan
upah minimum akan mengurangi permintaan tenaga kerja di sektor formal
(atau dalam model yang dinamis akan mengurangi tingkat penciptaan
lapangan pekerjaan) (Sumarsono, 2003). Hal ini terjadi karena, dalam dalam
model ini melihat dari sudut pandang perusahaan atau kemampuan
perusahaan. Artinya ketika upah naik, perusahaan akan lebih selektif lagi
dalam memilih tenaga kerja yang lebih berkualitas dan tingkat
produktivitasnya tinggi, hal tersebut dilakukan agar biaya produksi yang
dikeluarkan tidak terlalu besar, sehingga yang dilakukan perusahaan adalah
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kerja yang
sekiranya kurang dalam segi kualitas dan produktivitas, ini juga akan
menyebabkan daya saing dalam memperoleh pekerjaan akan tinggi artinya
untuk mendapatkan pekerjaan sangatlah sulit sehingga dapat disimpulkan
ketika upah naik maka kesempatan kerja akan turun.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 13 tahun 2012 faktor
faktor yang dipertimbangankan dalam penetapan upah minimum adalah :
1) Nilai Kebutuhan Kehidupan Layak (KHL)
2) Produktifitas makro (perbandingan jumlah Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja di periode yang sama)
15
3) Pertumbuhan Ekonomi (Nilai PDRB)
4) Kondisi pasar tenaga kerja (perbandingan jumlah kesempatan kerja
dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang
sama)
5) Kondisi usaha yang tidak mampu (marginal), ditunjukan oleh
perkembangaan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu
pada periode yang sama.
Penetapan upah minimum dihitung didasarkan pada Kebutuhan Fisik
Minimum (KFM), Kemudian terjadi perubahan penghitungan didasarkan
pada Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Perubahan itu disebabkan tidak
sesuainya lagi penetapan upah berdasarkan kebutuhan fisik minimum,
sehingga timbul perubahan yang disebut dengan KHM, tetapi penetapan
upah minimum berdasarkan KHM mendapat koreksi cukup besar dari
pekerja yang beranggapan, terjadi implikasi pada rendahnya daya beli dan
kesejahteraan masyarakat terutama pada pekerja tingkat level bawah.
Beberapa pendekatan dan penjelasan langsung terhadap pekerja, penetapan
upah minimum berdasarkan KHM dapat berjalan dan diterima pihak pekerja
dan pengusaha (Mahyuddin, 2006).
b. Teori Kekakuan Upah
Teori kekakuan upah merupakan kegagalan penyesuaian tingkat upah
terhadap tingkat harga, penurunan harga yang tidak terduga tersebut
meninggalkan beberapa perusahaan yang mengenakan biaya yang lebih
tinggi dari yang diharapkan, sehingga perusahaan menurunkan penjualan
16
dan mendorong perusahaan untuk mengurangi jumlah barang atau jasa yang
ditawarkan. Apabila upah minimum meningkat, maka biaya produksi yang
dikeluarkan oleh perusahaan akan meningkat, sehingga kebijakan yang
diambil adalah pengurangan tenaga kerja yang betujuan untuk mengurangi
biaya produksi, yang berdampak pada terjadinya PHK dan akan menambah
pengangguran. Berikut penyebab kekakuan upah, yaitu:
1) Undang-undang upah minimum
Ketika pemerintah mempertahankan upah dengan tujuan tidak
tercapainya tingkat equilibrium, hal itu dapat menimbulkan kekakuan upah.
Undang-undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimum yang
harus dibayar oleh perusahaan kepada karyawannya. Bagi sebagian besar
pekerja, terutama yang tidak terdidik dan kurang berpengalaman, upah
minimum meningkatkan upah mereka di atas tingkat equilibriumnya. Oleh
sebab itu, upah minimum mengurangi sejumlah tenaga kerja yang diminta
oleh perusahaan.
2) Serikat Pekerja dan Posisi Tawar-Menawar Kolektif
Penyebab kekakuan upah yang kedua adalah kekakuan monopoli
serikat kerja. Serikat pekerja juga dapat mengurangi upah yang akan
dibayar. Upah yang akan diberikan bertambah, demikian pula sebaliknya.
3) Upah Efisiensi
Teori upah efisiensi menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat
para pekerja semakin produktif. Pengaruh upah terhadap efisiensi pekerja
dapat dijelaskan dari kegagalan perusahaan untuk menurunkan upah
17
meskipun terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja yang dan akan
mengurangi tagihan upah perusahaan, pengurangan upah tersebut akan
memperendah produktifitas dan laba perusahaan.
4. Pengertian Pengangguran
Secara umum, pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang
tergolong dalam angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan atau dalam proses
mencari pekerjaan. Pengangguran adalah angka yang menunjukkan jumlah
angkatan kerja yang sedang aktif untuk mencari pekerjaan (Sukirno, 2008).
Dalam standar pengertian internasional, pengangguran adalah seseorang
yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang sedang aktif mencari
pekerjaan dengan tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan
yang diinginkan. Pengangguran adalah masalah makroekonomi yang
mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang sangat
sulit untuk diatasi. Kehilangan pekerjaan artinya menurunkan standar kehidupan
dan tekanan psikologis. Tidaklah mengejutkan jika pengangguran menjadi topik
yang sering dibicarakan dalam perdebatan politik dan para politisi sering
mengklaim bahwa kebijakan yang mereka tawarkan akan membantu menciptakan
lapangan kerja (Mankiw, 2003).
Menurut Sukirno (1994), pengangguran adalah suatu keadaan di mana
seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja ingin memperoleh pekerjaan akan
18
tetapi belum mandapatkannya. Faktor yang paling utama sebagai penyebab
pengangguran adalah kurangnya pengeluaran agregat yang dilakukan dalam
perekonomian. Semakin besar pengeluaran agregat yang dilakukan, maka semakin
tinggi pula tingkat kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja yang dicapai. Seorang
pengusaha memproduksi barang atau jasa dengan tujuan untuk memperoleh
keuntungan, tetapi keuntungan tersebut akan diperoleh jika pengusaha dapat
menjual barang atau jasa yang mereka produksi. Semakin besar permintaan,
semakin besar pula barang atau jasa yang mereka wujudkan. Kenaikan produksi
yang dilakukan tersebut akan menambah penggunaan tenaga kerja yang
berpengaruh terhadap kurangnya jumlah pengangguran.
Menurut Sukirno (2000), dalam suatu perekonomian modern, pengangguran
terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Pengangguuran Normal, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh
keinginan seseorang untuk mencari pekerjaan yang lebih baik atau lebih
sesuai dengan keinginan mereka.
b. Pengangguran Struktural, yaitu perkembangan suatu perekonomian akan
menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak selalu baik yang akan
berakibat pada penggunaan tenaga kerja.
c. Pengangguran Kongjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh
kemerosotan kegiatan ekonomi. Hal ini disebabkan akibat kemerosotan
dalam pengeluaran atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian tersebut.
19
Gambar 1. Penduduk, Angkatan Kerja dan Pengangguran
Keterangan:
Total Penduduk : Jumlah keseluruhan penduduk Kalimantan Barat
Usia Kerja : Penduduk berumur 15 tahun atau lebih
Bukan Usia Kerja : Penduduk berumur 0-14 tahun
Angkatan Kerja : Penduduk usia kerja 15 tahun ke atas yang bekerja dan
pengangguran.
Bukan Angkatan Kerja: Penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih
mengurusRumah Tangga.
PENDUDUK
TENAGA
KERJA BUKAN TENAGA KERJA
BUKAN
ANGKATAN KERJA ANGKATAN KERJA
ANAK SEKOLAH PENSIUNAN PENGANGGURAN PEKERJA
IBU RUMAH TANGGA
20
5. Teori Pengangguran dalam Pasar Tenaga Kerja
Keseimbangan pasar tenaga kerja mencerminkan adanya kesesuaian antara
penawaran tenaga kerja (labor supply) dengan permintaan tenaga kerja (labor
demand). Dinamika pasar tenaga kerja ditentukan oleh perubahan-perubahan yang
terjadi pada kedua sisi dari pasar tenaga kerja tersebut. Sacara umum, pasar tenaga
kerja dapat dipengaruhi oleh tingkat upah, pertumbuhan penduduk atau angkatan
kerja, migrasi, inflasi, pendapatan masyarakat (PDB/PDRB), pertumbuhan
ekonomi, dan sebagainya (Mahyuddin, 2006). Berikut ini adalah Uraian teori dari
berbagai komponen pada pasar tenaga kerja, yaitu:
a. Penawaran Tenaga Kerja
Pengaruh tingkat upah terhadap penawaran tenaga kerja ditentukan
oleh pengaruh efek pendapatan (income effect) dan efek subtitusi
(subtitution effect). Menurut McConnell dan Brue, (1995), jika efek
pendapatan positif terhadap upah dan lebih kecil dari kekuatan efek subtitusi
yang negatif, maka efek total akan menjadi negatif yang artinya bahwa
pekerja akan mengurangi konsumsi waktu luang dan menambah waktu jam
kerjanya sehingga kurva penawaran akan memiliki kemiringan positif.
Sebaliknya jika efek total positif maka akan terjadi penurunan pada kurva
penawaran tenaga kerja yang artinya bahwa pekerja akan mengurangi
kerjanya dengan peningkatan upah.
21
Gambar 2 Kurva Penawaran Tenaga Kerja
b. Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja didasarkan pada permintaan produsen
(pengusaha) terhadap input tenaga kerja sebagai salah satu input dalam
proses produksi. Untuk memproduksi suatu barang, maka produsen
mempekerjakan seseorang untuk menghasilkan barang dan jasa untuk dijual
kepada konsumen. Jika permintaan konsumen terhadap suatu barang atau
jasa meningkat, maka pengusaha akan meningkatkan produksinya melalui
penambahan input, termasuk input tenaga kerja sehingga mengurangi
pengangguran, selama manfaat dari penambahan produksi tersbeut lebih
tinggi dari tambahan biaya karena penambahan input. Oleh karena itu,
permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari konsumen
(Mahyuddin, 2006).
22
Gambar 3. Kurva Permintaan Tenaga Kerja
c. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Keseimbangan pasar tenaga kerja adalah suatu kondisi yang
menggambarkan adanya kesesuaian antara permintaan dan penawaran
tenaga kerja. Kondisi keseimbangan dalam pasar tenaga kerja, memiliki
makna yang sangat berarti dalam suatu perekonomian, karena kondisi
tersebut mencirikan tidak adanya faktor produksi tenaga kerja yang
menganggur. Akan tetapi, pengangguran senantiasa wujud dalam
perekonomian, hal ini menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja sulit untuk
mecapai keseimbangan atau terjadi kegagalan pasar tenaga kerja. Kegagalan
pasar tenaga kerja menuju titik keseimbangan ditentukan oleh banyak
faktor. Di antaranya karena sektor-sektor produksi memiliki permintaan
tenaga kerja yang rendah, sementara penawaran tenaga kerja selalu
bertambah. Faktor lain penyebab kegagalan pasar tenaga kerja adalah tidak
seimbangnya spesifikasi tenaga kerja yang diinginkan oleh suatu perusahaan
23
dengan karakteristik tenaga kerja yang tersedia, seperti perbedaan
keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya (Mahyuddin, 2006).
Gambar 4. Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja
Pada gambar 2.4 menunjukkan bahwa keseimbangan pasar tenaga
kerja tercapai pada jumlah tenaga kerja yang akan ditawarkan oleh individu
sama dengan besarnya yang diminta oleh pengusaha, yaitu pada tingkat
upah ( ) penawaran tenaga kerja lebih tinggi dari jumlah upah ( ). Pada
tingkat upah tertinggi ( ), penawaran tenaga kerja lebih tinggi dari jumlah
yang diminta. Perbedaan dari jumlah penawaran tenaga kerja dan
permintaan tenaga kerja ini merupakan kelompok tenaga kerja yang mencari
kerja (menganggur) dari angkatan kerja (L), selebihnya adalah kelompok
tenaga kerja yang terserap dalam pasar tenaga kerja. Semakin besar angka
pengangguran, maka semakin ketat persaingan di antara mereka untuk
mendapatkan lowongan kerja yang tersedia sehingga dapat mendorong upah
akan turun ke arah titik keseimbangan. Fenomena di mana banyaknya
24
pencari kerja bersedia bekerja meskipun tingkat upah yang rendah akan
mendorong semakin banyaknya pengangguran terselubung (Nicholson,
1998 & Kasliwal, 1995).
Beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang teori-teori
pengangguran di suatu daerah, yaitu:
1) Teori Klasik
Teori Klasik menjelaskan pandangan bahwa pengangguran dapat
dicegah melalui sisi penawaran dan mekanisme harga di pasar bebas agar
dapat menjamin adanya permintaan yang akan menyerap semua penawaran.
Menurut pandangan klasik, pengangguran terjadi karena mis-alokasi
sumber daya yang bersifat sementara karena dapat diatasi dengan
mekanisme harga. Jadi dalam teori klasik, apabila terjadi kelebihan
penawaran tenaga kerja, maka upah akan turun dan hal tersebut
mengakibatkan produksi perusahaan menjadi turun. Sehingga permintaan
akan tenaga kerja akan terus meningkat karena perusahaan mampu
melakukan perluasan produksi akibat keuntungan yang diperoleh dari
rendahnya biaya. Peningkatan tenaga kerja selanjutnya mampu menyerap
kelebihan tenaga kerja yang di pasar, apabila harga relatif stabil (Tohar,
2000).
2) Teori Keynes
Untuk menanggapi masalah pengangguran, Teori Keynes mengatakan
hal yang berlawanan dengan Teori Klasik. Menurut Teori Keynes, masalah
25
pengangguran terjadi akibat permintaan agregat yang rendah. Sehingga
terhambatnya pertumbuhan ekonomi bukan disebabkan oleh rendahnya
produksi, akan tetapi rendahnya konsumsi. Menurut Keynes, hal ini dapat
dilimpahkan pada mekanisme pasar bebas. Ketika tenaga kerja meningkat,
upah akan turun hal ini akan mengakibatkan kerugian, karena penurunan
upah berarti menurunkan daya beli masyarakat terhadap barang atau jasa,
sehingga produsen akan mengalami kerugian dan tidak dapat menyerap
tenaga kerja.
Keynes menganjurkan adanya campur tangan pemerintah dalam
mempertahankan tingkat permintaan agregat agar sektor pariwisata dapat
menciptakan lapangan pekerjaan. Pemerintah hanya bertugas untuk menjaga
tingkat permintaan agregat, sementara yang menyediakan lapangan kerja
adalah sektor wisata, dengan tujuan untuk mempertahankan pendapatan
masyarakat agar daya beli masyarakat dapat terjaga. Sehingga tidak
menambah resesi serta diharapkan mampu untuk mengatasi pengangguran
akibat resesi (Soesastro, dkk, 2015).
3) Teori Kependudukan dari Malthus
Teori Malthus menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk cenderung
melampaui pertumbuhan persediaan makanan. Menurut Malthus, kualitas
manusia akan terjerumus ke dalam kemiskinan dan kelaparan. Dalam waktu
jangka panjang, kemajuan teknologi tidak ada yang mampu untuk
mengalihkan keadaan karena kenaikan supply makanan terbatas, sedangkan
pertumbuhan penduduk terus bertambah dan bumi tidak mampu
26
menyediakan makanan untuk kelangsungan hidup manusia. Hal ini
menimbulkan penduduk akan saling bersaing dalam menjamin
kelangsungan hidupnya dengan cara mencari sumber makanan, dengan
adanya persaingan ini maka akan ada sebagian penduduk yang tersisih serta
tidak mampu untuk memperoleh bahan makanan atau kebutuhan hidup.
Pada masyarakat modern, semakin banyaknya jumlah penduduk akan
menghasilkan tenaga kerja yang semakin banyak, tetapi hal tersebut tidak
diimbangi dengan adanya kesempatan kerja yang ada. Jika jumlah
kesempatan kerja sedikit, maka penduduk saling bersaing untuk
memperoleh pekerjaan dan tersisih dalam persaingan tersebut menjadi
golongan penganggur (Mahyuddin, 2006).
4) Teori Sosiologi Ekonomi No-Marxian
Dalam perkembangan analisis Marx, para tenaga kerja tidak
mempunyai alat produksi sama sekali, sehingga segolongan orang terpaksa
menjual tenaga mereka kepada sebagian kecil orang yang mempunyai alat
produksi. Adanya pergantian antara sistem kapitalis kompetitif menjadi ke
arah sistem kapitalis monopoli, maka akan terdapat sebagian perusahaan
yang masih tidak mampu bersaing dan menjadi terpuruk. Jika semua proses
produksi dan pemasaran terpengaruh oleh sebuah perusahaan besar saja,
maka akan mengakibatkan sebuah perusahaan kecil menjadi sangat sulit
dalam hal pemasaran, kemungkinan perusahaan kecil tersebut mengalami
kerugian dan tidak mampu menggaji pekerjanya. Setelah perusahaan kecil
tersebut tidak mampu beroperasi lagi, maka para pekerja yang semula
27
bekerja dalam perusahaan tersebut menjadi tidak mempunyai pekerjaan lagi
yang pada akhirnya pekerja tersebut menjadi pengangguran (Mahyuddin,
2006).
6. Kerangka Pemikiran
Kerangka pikir dibuat untuk memberikan gambaran penelitian yang akan
dilakukan, yaitu mengenai analisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Upah
Minimum terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Kalimantan Barat
tahun 2011-2015. Berdasarkan teori dan penelitian-penelitian terdahulu, maka
dapat digambarkan kerangka pikir pada penelitian ini sebagaimana gambar
berikut:
Gambar 5. Kerangka Pikir
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (Y)
Upah Minimum (X2)
Pertumbuhan
Ekonomi (X1)
28
a. Hubungan Pengangguran dengan Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kinerja yang
menggambarkan hasil dari pembangunan yang telah dicapai. Indikator ini
penting bagi suatu daerah karena dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
bagi pemerintah daerah atas keberhasilan pembangunan yang telah dicapai
sekaligus sebagai dsar perencanaan dan pengambilan kebijakan di masa
yang akan datang. Arsyad (2000), menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi suatu daerah diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar
atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan
struktur ekonomi mengalami perubahan atau tidak. Semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi, maka jumlah pengangguran akan menurun. Dalam
hal ini, diartikan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah secara langsung
ataupun tidak langsung akan menciptakan lapangan pekerjaan yang akan
mengurangi tingkat pengangguran.
b. Hubungan Pengangguran dengan Upah Minimum
Upah merupakan wujud nyata dari sebuah bentuk pertukaran yang
terjadi antara pengguna jasa (perusahaan) dengan pemberi jasa (rumah
tangga). Teori yang dignifikan untuk menjelaskan kondisi perekonomian di
Provinsi Kalimantan Barat adalah teori kekakuan upah. Teori ini
menjelaskan bahwa gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai
penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Di dalam teori
29
permintaan tenaga kerja, di mana jika tingkat upah tinggi atau dinaikkan,
maka akan berakibat pada turunnya permintaan tenaga kerja karena
penyedia lapangan kerja akan meminta lebih sedikit lapangan kerja akan
meminta lebih sedikit lapangan kerja dibandingkan sebelumnya.
7. Hipotesis
Hipotesis adalah prediksi suatu fenomena dan merupakan dugaan yang akan
diuji kebenarannya dengan fakta yang ada (Jogiyanto, 2004). Pada penelitian ini,
hipotesis didasarkan pada teori dari beberapa penelitian sebelumnya, sehingga
hipotesis tersebut diharapkan cukup valid untuk diuji kebenarannya. Hipotesis
berdasarkan uraian di atas adalah:
Diduga bahwa pertumbuhan ekonomi dan upah minimum berpengaruh
terhadap tingkat pengangguran terbuka di Provinsi Kalimantan Barat tahun 2011-
2015.