1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nyamuk Aedes Aegypti
Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus
dengue penyebab penyakit demam berdarah. Selain dengue, Aedes aegypti juga
merupakan pembawa virus demam kuning (yellow fever) dan chikungunya.
Penyebaran jenis ini sangat luas, meliputi hampir semua daerah tropis di
seluruh dunia. Sebagai pembawa virus dengue, Aedes aegypti merupakan
pembawa utama (primary vector) dan bersama Aedes albopictus meciptakan
siklus persebaran dengue di desa dan kota. Mengingat keganasan penyakit
demam berdarah, masyarakat luas mampu mengenali dan mengetahui cara-cara
mengendalikan jenis ini untuk membantu mengurangi persebaran penyakit
demam berdarah. (Singgih & Upik, 2006).
Nyamuk Aedes aegypti yang berperan sebagai vektor penyakit,
semuanya tergolong subgenus Stegomyia, dengan ciri-ciri tubuhnya bercorak
hitam putih pada toraks (dada), abdomen (perut) dan tungkai (kaki). Corak ini
merupakan sisik yang menempel di luar tubuh nyamuk. Corak putih pada
dorsal dada (punggung) Aedes aegypti berbentuk seperti siku yang berhadapan
(iyre-shaped). (Singgih & Upik, 2006).
9
2
1. Taksonomi Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Borror, et al (1989), klasifikasi nyamuk Aedes aegypti yaitu
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Sub family : Culicinae
Genus : Aedes
Spesies : Aedes aegypti
2. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorphosis sempurna. Nyamuk
betina meletakkan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2 cm di atas
permukaan air. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata 100 butir
telur tiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari menetas menjadi larva lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan
akhirnya menjadi dewasa. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa
memerlukan waktu kira-kira 9 hari. (Sutanto; at all, 2015).
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan
ukuruan nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar
yang hitam dengan bintik-bintik putih terutama pada kakinya. Morfologinya
yang khas adalah gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya
3
(mesonotum). (Sutanto; at all, 2015).
Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
3. Telur Nyamuk Aedes aegypti
Telur Aedes aegypti terdeposisi satu persatu ditempat barair tepat
sejajar dengan garis air. Nyamuk Aedes aegypti betina meletakkan telurnya
pada beberapa tempat (oviposition) selama sekali siklusnya. Embrio
berkembang secara sempurna setelah 48 jam atau 2 hari pada lingkungan yang
lembab dan hangat. Embrionisasi yang telah sempurna, dapat bertahan selama
beberapa tahun dan akan menetas di tempat dengan air yang menggenang.
Kemampuan telur untuk bertahan maupun menetas tergantung pada kondisi
lingkungan (WHO, 2011).
4
Gambar 2.2 Telur Nyamuk Aedes aegypti
4. Larva Nyamuk Aedes aegypti
Stadium larva adalah tahap larva dari nyamuk, setelah telur menetas
maka akan berubah menjadi larva. Perkembangan larva tergantung pada suhu,
kepadatan populasi dan ketersediaan makanan. Umunya, larva berkembang
pada suhu 28◦C, sekitar 10 hari. Sedangkan, pada suhu air 30-40
◦C, larva akan
berkembang menjadi pupa dalam waktu 5 hari (Singgih & Upik, 2006).
Larva lebih menyukai air bersih, namun tetap dapat hidup dalam air
yang keruh, baik bersifat asam ataupun basa. Larva nyamuk Aedes aegypti
terbagi atas 4 tahapan perkembangan yang disebut instar, yakni instar I, II, III,
IV. Setiap pergantian instar ditandai dengan pergantian kulit yang disbeut
ekdisis. Setelah larva mencapai instar IV, maka akan berubah menjadi pupa
(lerva memasuki masa dorman atau inaktif, tidur). (Singgih & Upik, 2006).
Berdasarkan morfologi dan penampakannya, setiap instar memiliki ciri
masing-masing, yaitu:
5
a. Larva instar I : Ukuran paling kecil yang memiliki panjang 1-2 mm, sifon
belum berwarna hitam, dan badan masih terlihat tembus terhadap cahaya.
b. Larva instar II : Ukuran bertambah besar, yang memilki panjang 2,5-3,9
mm, sifon masih belum terlihat dengan jelas.
c. Larva instar III : Ukuran lebih besar lagi dengan panjang 5 mm dan sifon
sudah terlihat lebih berwarna gelap dibandingkan dengan warna badan,
serta gigi sisir sudah terlihat di segmen abdomen ke-8.
d. Larva instar IV : Memiliki panjang 7-8 mm.
Berdasarkan lama harinya, perkembangan larva dari instar I menjadi instar
II terjadi selama 1-2 hari, kemudian instar II menjadi larva instar III
berlangsung 2-3 hari, dan larva instar III menjadi larva instar IV
membutuhkan waktu 2-3 hari. Untuk menjadi pupa dan nyamuk dewasa dari
instar IV masing-masing membutuhkan waktu 2-3 hari. (Gandahusada, 2006).
Gambar 2.3 Larva Nyamuk Aedes aegypti
6
5. Pupa Nyamuk Aedes aegypti
Jentik dalam kondisi yang sesuai akan berkembang dalam waktu 6-8
hari dan berubah menjadi pupa (kepompong). (Sigit; at all, 2006). Pupa
nyamuk Aedes aegypti. mempunyai bentuk tubuh bengkok, dengan bagian
kepala dada (cephalothoraks) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian
perutnya, sehingga tampak seperti tanda baca “koma”. Tahap pupa pada
nyamuk Aedes aegypti. umumnya berlangsung selama 2- 4 hari. Saat nyamuk
dewasa akan melengkapi perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan
naik ke permukaan dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk
persiapan munculnya nyamuk dewasa (Achmadi, 2011).
Gambar 2.4 Pupa Nyamuk Aedes aegypti
7
6. Dewasa Nyamuk Aedes aegypti
Tubuh nyamuk dewasa terdiri dari 3 bagian yaitu: kepala (caput),
dada (thorax) dan perut (abdomen). Badan nyamuk berwarna hitam bercak
dan garis putih, tampak jelas pada bagian kaki dari nyamuk Aedes aegypti.
Tubuh nyamuk dewasa memiliki panjang 5 mm. Pada bagian kepala
terpasang sepasang mata majemuk, sepasang antena dan sepasang palpi.
Antena berfungsi sebagai organ peraba dan pembau. Pada nyamuk betina,
antena berbulu pendek dan jarang (tipe pilose) dan pada nyamuk jantan
berbulu panjang dan lebat (tipe plumose). Thorax terdiri dari 3 ruas, yaitu
prothorax, nesothorax, dan methathorax. Abdomen terdiri dari 8 ruas.
Pada ujung atau ruas terakhir terdapat alat kopulasi berupa cercei (betina)
dan hypogeum (jantan) (Depkes RI, 2007).
Jenis kelamin nyamuk Aedes aegypti dibedakan dengan
memperhatikan jumlah probosis. Pada nyamuk jantan memiliki probosis
ganda sedangkan pada nyamuk betina memiliki probosis tunggal (Djakaria,
2008). Nyamuk jantan mempunyai probosis untuk menghisap sari bunga atau
tumbuhan yang mengandung gula. Sedangkan pada nyamuk betina, probosis
akan menembus kulit dan menghisap darah. Nyamuk Aedes aegypti betina
pada umumnya menghisap darah manusia karena memerlukan protein yang
terkandung dalam darah untuk pembentukan telur agar dapat menetas jika
dibuahi oleh nyamuk jantan. Setelah dibuahi, nyamuk Aedes aegypti
betina akan mencari tempat hinggap yang lembab dan agak gelap
sambil menunggu pembentukan telurnya. Setelah menetas, telur tersebut
ditempatkan di tempat yang lembab dan basah (Hoedojo R, 2008).
8
Gambar 2.5 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti
7. Perilaku Makan dan Resting Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk betina menghisap darah manusia 2-3 hari sekali biasanya
lebih dari satu orang, pada pagi atau sore hari dan biasanya pada jam
09.00-10.00 dan 16.00-17.00 WIB. Posisi menghisap darah sejajar dengan
permukaan kulit manusia. Jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100
m. Setelah menghisap darah, nyamuk Aedes aegypti akan beristirahat
sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup
domestik, artinya lebih menyukai tinggal di dalam rumah untuk
beristirahat, seperti pada baju yang tergantung, kelambu dan tirai, sedangkan
jika di luar rumah, maka nyamuk Aedes aegypti beristirahat di tanaman-
tanaman di luar rumah (Kemenkes, 2011).
9
8. Tempat Perindukan Nyamuk Aedes aegypti
Tempat perindukan masing-masing jenis nyamuk berbeda tergantung
dengan perilaku tiap jenis nyamuk. Adaptasi yang berbeda dari tiap jenis
nyamuk juga berpengaruh terhadap jumlah lokasi yang dapat dijadikan
sebagai tempat perindukannya. Jenis nyamuk yang memiliki adaptasi yang
luas akan memiliki tempat perindukkan yang beragam, sehingga angka
ketahanan hidupnya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis nyamuk yang
adaptasinya sempit (Sari, dkk., 2008).
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat – tempat
berisi air bersih yang berdekatan dengan rumah penduduk, biasanya tidak
melebihi jarak 500 meter dari rumah. Aedes aegypti hidup di daerah
pemukiman dan berkembang biak pada genangan air bersih buatan manusia.
Adapun tempat perindukannya dibedakan menjadi:
1. Tempat perindukan sementara yaitu kaleng bekas, ban bekas, talang air,
vas bunga, dan barang-barang yang dapat menampung air bersih.
2. Tempat perindukan permanen ialah tempat yang merupakan
penampungan air untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi,
gentong air, bak penampungan air hujan, dan reservoir air.
3. Tempat perindukan alamiah berupa genangan air yang terdapat pada
lubang – lubang pohon (Ishartadiati, 2012).
9. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Demam Berdarah
Vektor adalah anthropoda yang dapat memindahkan/menularkan
suatau “infectious agent” dari sumber infeksi kepada induk semang yang
10
rentan (susceptible host). (Iskandar, 1985).
Salah satu jenis anthropoda yang menjadi Penyebab penyakit Dengue
adalah Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae, genus Flavivirus. Virus
berukuran kecil (50 mm) ini memiliki single standard RNA. Virion-nya
terdiri dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam
amplop lipoprotein. Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran
panjang sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu
nucleocapsid atau protein core (C), membrane-associated protein (M) dan
suatu protein envelope (E) serta gen protein non struktural (NS). (Kepmenkes
RI DITJEN PP & PL, 2011).
10. Penularan Nyamuk Aedes aegypti
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes
albopictus dewasa betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam
tubuhnya dari penderita demam berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti sering
menggigit manusia pada waktu pagi (setelah matahari terbit) dan siang hari
(sampai sebelum matahari terbenam). Orang yang beresiko terkena demam
berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun dan sebagian
besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran kumuh. (Zulkoni,
2010).
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Demam
Berdarah Dengue, antara lain faktor host, lingkungan (environment), dan
faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan
respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi
11
(ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim).
Kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial
ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit yang juga
ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini
telah diketahui ada 4 jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4. (Zulkoni,
2010).
B. Pengendalian Vektor Nyamuk Aedes Aegypti
Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan cara
yang paling utama untuk memberantas penyakit DBD, hal ini dilakukan karena
vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virus DBD belum tersedia.
Pemberantasan ini dilakukan dengan memberantas nyamuk dewasa ataupun
jentiknya (Depkes RI, 2005).
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan atau fogging dengan menggunakan insektisida. Insektisida yang
bisa digunakan antara lain golongan Organophospate, Carbamat, dan Pyretroid
sintetic. Dalam waktu singkat penyemprotan dapat membatasi penularan. Akan
tetapi pemberantasan ini harus diikuti dengan tindakan pemberantasan jentik.
Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal dengan
istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD) dilakukan dengan
cara:
1. Fisik
Pemberantasan jentik Aedes aegypti yang dilakukn secara fisik yang
biasanya dikenal dengan istilah 3M Plus, yaitu Menguras dan menyikat
12
bak mandi, bak WC, dan lain-lain. Menutup tempat penampungan air
rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain). Mengubur, menyingkirkan
atau memusnahkan barang-barang bekas (seperti kaleng, ban bekas dan
lain lain), Plus yaitu program abatisasi.
2. Kimiawi
Cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
insektisida pembasmi jentik (larvasida) atau dikenal dengan larvasidasi.
Pengendalian secara kimia ini ada dua macam yaitu dengan menggunakan
senyawa kimia nabati misalnya : menggunakan ekstrak serai, ekstrak daun
pandan wangi. Kemudian dengan menggunakan senyawa kimia sintetik,
dan yang biasa digunakan antara lain adalah abate.
3. Biologi
Yaitu cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan
memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian
ini memerlukan pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai
bioekologi, dinamika populasi nyamuk yang akan dikendalikan dan juga
bioekologi musuh alami yang akan digunakan. Dalam pelaksanaanya
metode ini lebih rumit dan hasilnya pun lebih lambat terlihat
dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Misalnya dengan
memelihara ikan pemakan jentik, dengan menggunakan Bacillus
thuringiensis.
13
C. Pepaya (Carica Papaya L.)
Tanaman pepaya merupakan herba menahun dan tingginya mencapai 8 m.
Batang tak berkayu, bulat, berongga, bergetah dan terdapat bekas pangkal daun.
Dapat hidup pada ketinggian tempat 1 m - 1.000 m dari permukaan laut dan
pada suhu udara 22°C-26°C. Pada umumnya semua bagian dari tanaman baik
akar, batang, daun, biji dan buah dapat dimanfaatkan. (Warisno, 2003).
1. Taksonomi Tanaman Pepaya
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya
(Carica Papaya L.) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Caricales
Familia : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya L.
(Warisno, 2003)
14
a b
c d
Gambar 2.6 a. Pohon pepaya, b. Daun pepaya, c. Bunga pepaya, d. Buah
pepaya
2. Morfologi Tanaman Pepaya
Pepaya merupakan tanaman yang berasal dari Meksiko bagian selatan
dan Amerika Selatan bagian utara. Tanaman Pepaya telah menyebar luas di
Indonesia. Nama pepaya dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa
Belanda yaitu papaja dan selanjutnya diambil dari bahasa Arawak yaitu
papaya. Tanaman pepaya dapat tumbuh di daerah basah dan kering, dataran
rendah dan dataran tinggi (Santoso, 2013).
Tanaman pepaya merupakan perdu tinggi kurang lebih 10 meter, tidak
15
berkayu, silindris, berongga, putih, kotor. Daun tunggal, bulat, ujung runcing,
pangkal bertorek, tepi bertorek, tepi bergerigi, diameter 25-75 cm,
pertulangan menjari, pangkal tangkai 25-100 cm dan hijau. Bunga tunggal,
bertekuk bintang, diketiak daun, berkelamin satu atau berumah dua.
Bunga jantan terletak pada tandan, yang serupa malai, kelopak kecil, kepala
sari bertangkai pendek atau duduk, kuning, mahkota bentuk terompet, tepi
bertajuk lima, bertabung panjang dan putih kekuningan. Bunga betina berdiri
sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima, duduk bakal buah beruang satu dan
putih kekuningan. Biji bulat atau bulat panjang, kecil, bagian luar
dibungkus selaput tipis yang berisi cairan, masih muda putih dan setelah tua
hitam. Akarnya tunggang, bercabang bulat dan putih kekuningan
(Depkes, 2000).
Menurut Depkes (2000) di Indonesia, pepaya memiliki nama lokal,
antara lain: Pente (Aceh), Sikailo (Mentawai), Kates (Palembang), Kalikih
(Mentawai), Gedang (Lampung), Gedang (Sunda), Papaya (Manado),
Papae (Ambon), Kates (Jawa Tengah) dan Tapaya (Ternate).
3. Manfaat Tanaman Pepaya
Tanaman pepaya adalah tanaman yang memiliki banyak manfaat dari
akar, daun, batang, bunga, buah, biji hingga getahnya. Berikut adalah manfaat
dari bagian tanaman pepaya:
a. Akar Pepaya
Air rebusan aku pepaya dapat diminum sebagai obat cacing keremi, air
sari akar pepaya dapat diminum untuk pengobatan penyakit ginjal dan
16
kandungan kencing, serta air rendaman akar pepaya Gandul (Gantung)
yang dicampur dengan arak dan kayu putih dapat dioleskan kepada tulang-
tulang yang sakit. (Rukmana, 1995).
b. Daun Pepaya
Daun pepaya muda sumber vitamin A. Daun pepaya muda yang ditumbuk
halus untuk diperas air sarinya, kemudian diminum akan berkhasiat
sebagai obat malaria, kejang perut, dan sakit panas. (Rukmana, 1995).
c. Batang Pepaya
Ampas parutan batang pepaya yang ditambah gula dan garam dapat
dimakan dan berkhasiat sebagai obat menghilangkan rasa mual di perut.
(Muljana, 1997).
d. Bunga Pepaya
Bunga pepaya dapat digunakan sebagai obat prangsang makan untuk anak
kecil. Selain itu rebusan bunga pepaya juga dapat dipakai sebagai obat
mujarab dan manjur sekali untuk penyakit kuning. (Muljana, 1997)
e. Buah Pepaya
Buah pepaya banyak mengandung vitamin A dan C. (Muljana, 1997).
Selain itu buah pepaya juga memiliki banyak serat sehingga memperlancar
pencernaan dan dapat dikonsumsi dengan mengolah menjadi banyak
menu.
f. Biji Pepaya
Minyak biji pepaya yang berwarna kuning dan mengandung asam oleat
71,60%, asam palmiat 15,13%, asam linoleat 7,68%, asam atrearat 3,60%
17
dan asam-asam lemak lainnya dalam jumlah persentase yang kecil.
(Rukmana, 1995).
g. Getah Pepaya
Getah pepaya yang sering disebut “papain” merupakan bahan yang
mengandung enzim proteolitik. Papain ini berguna untuk melunakkan
daging, menghaluskan kulit pada industry penyamakan kulit, bahan baku
industry farmasi dan bahan kecantikan. (Rukmana, 1995).
4. Senyawa Kimia Daun Pepaya
Dari beberapa kandungan yang ada pada daun pepaya tersebut yang
diduga memiliki potensi sebagai larvasida adalah enzim papain, alkaloid,
saponin, dan flavonoid (Priyono, 2007).
Tabel 2.1 Pemeriksaan Kimia dari Daun Pepaya
Konstitusi
Bioassay
Daun Hijau Daun Kuning Daun Coklat
Saponin + + +
Tannins - - -
Cardiac glycoside + + +
Alkaloid + + +
Sumber : Ayoola (2010) dalam Wardani (2012)
Tabel 2.2 Kandungan Biochemical Daun Pepaya
Bahan Aktif Kandungan (ppm)
Alkaloid 1300 - 4000
Flavonoid 0 – 2000
Tannin 5000 – 6000
Dehydrocarpaine 1000
Pseudocarpaine 100
Sumber: Cornell University (2009) dalam Wardani (2012)
18
a. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang bersifat racun yang
terkandung di dalam daun pepaya. Beberapa sifat khas dari flavonoid yaitu
memiliki bau yang sangat tajam, rasanya yang pahit, dapat larut dalam air dan
pelarut organik, dan juga mudah terurai pada temperatur tinggi.
Dinata (2009), mengatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa yang
dapat bersifat menghambat makan serangga. Flavonoid berfungsi sebagai
inhibitor pernapasan sehingga menghambat sistem pernapasan nyamuk yang
dapat mengakibatkan larva nyamuk Aedes aegypti mati. Bagi tumbuhan
pepaya itu sendiri flavonoid memiliki peran sebagai pengatur kerja
antimikroba dan antivirus.
b. Alkaloid
Senyawa alkaloid yang terdapat pada daun pepaya adalah alkaloid
carpain. Alkaloid dapat menyebabkan gangguan system pencernaan pada
larva karena senyawa alkaloid bertindak sebagai racun perut (Stomach
poisons) yang masuk melalui mulut larva.
c. Enzim papain
Enzim papain adalah enzim proteolitik yang berperan dalam pemecahan
jaringan ikat, dan memiliki kapasitas tinggi untuk menghidrolisis protein
eksoskeleton yaitu dengan cara memutuskan ikatan peptida dalam protein
sehingga protein akan menjadi terputus. Enzim papain dapat banyak
ditemukan pada daun pepaya. Walaupun dalam dosis yang rendah, dan
apabila enzim papain masuk ke dalam tubuh larva nyamuk Aedes aegypti
akan menimbulkan reaksi kimia dalam proses metabolisme tubuh yang dapat
19
menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan. Bahkan akibat dari
ketidakmampuan larva untuk tumbuh akibatnya dapat menyebabkan
kematian pada larva (Nani dan Dian, 1996).
d. Saponin
Senyawa lain pada daun pepaya yang memiliki peran sebagai insektisida
dan larvasida adalah saponin. Saponin merupakan senyawa terpenoid yang
memiliki aktifitas mengikat sterol bebas dalam sistem pencernaan, sehingga
dengan menurunnya jumlah sterol bebas akan mempengaruhi proses
pergantian kulit pada serangga (Dinata, 2009).
Saponin terdapat pada seluruh bagian tanaman pepaya seperti akar, daun,
batang, dan bunga. Senyawa aktif pada saponin berkemampuan membentuk
busa jika dikocok dengan air dan menghasilkan rasa pahit yang dapat
menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat merusak membran sel
serangga (Mulyana, 2002).
5. Larvasida
Pemakaian bahan kimia untuk memberantas larva nyamuk dikenal
sebagai larvaciding. Bahan kimianya disebut larvasida. Racun serangga
untuk pemberantasan larva nyamuk jarang sekali digunakan dalam bentuk
bahan murninya. Formulasi racun serangga diperlukan untuk mempermudah
aplikasi, mengatur dosis, meningkatkan efektivitas dan keamanan dalam
penggunaannya. Jenis larvasida antara lain golongan minyak mineral dan
golongan organofosfor-temefhos. Golongan minyak mineral yang membunuh
larva nyamuk dengan daya racun tertentu dan juga dengan cara mati lemas.
20
Minyak tersedot ke dalam system pernapasan larva nyamuk waktu
mengambil udara dan racunnya membunuh larva sangat cepat. (Gandahusada,
1998).
Golongan organofosfor-temefhos nahan murni temefhos berwarna coklat,
suatu cairan yang kental dan stabil pada temperatur kamar. Temefhos
mempunyai sifat daya racun yang rendah terhadap binatang berdarah panas,
ikan dan organisme non target.
6. Ekstrasi
Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani dengan menggunakan pelarut
yang sesuai. Ekstraksi dilakukan untuk menarik dan memisahkan senyawa
yang mempunyai kelarutan berbeda-beda dalam berbagai pelarut komponen
kimia yang terdapat dalam bahan alam baik dari tumbuhan maupun hewan
dengan menggunakan bahan pelarut organik tertentu. Proses ekstraksi ini
didasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel secara osmosis yang mengandung zat
aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut organik dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara di dalam dan di luar sel, mengakibatkan terjadinya
difusi pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar sel. Proses ini
berlangsung terus menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif
di dalam dan di luar sel (Ditjen POM, 2000).
21
7. Efektivitas Aquadest
Aquadest adalah zat kimia yang istimewa, terdiri dari dua atom
hydrogen dan satu atom oksigen dengan rumus kimia (H2O). Aquadest
bersifat netral (pH=7) dalam keadaan murni. Aquadest tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau. Aquadest bersifat polar karena adanya perbedaan
muatan. Aquadest merupakan pelarut yang baik karena kepolarannya,
konstanta dielektrik yang tinggi dan ukurannya yang kecil, terutama untuk
senyawa ionik dan garam yang polar. Sifat aquadest yang bersifat polar dapat
melarutkan senyawa tanin dan flavonoid yang mempunyai efek menghambat
dan membunuh larva nyamuk Aedes aegypti (Khafidhoh, 2015 dalam Jie,
2018).
D. Hipotesis Penelitian
Setelah dilakukan penelitian, hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh perbedaan konsentrasi dari ekstrak daun pepaya untuk
mematikan larva Aedes aegypti.
2. Ada pengaruh perbedaan waktu kontak untuk mematikan larva Aedes
aegypti.
22
E. Kerangka Teori
Gambar 2.7 Kerangka Teori
Sumber : Depkes RI (2005), Priyono (2007), Wardani (2012)
Fisik
Pengendalian
Vektor Nyamuk
Aedes aegypti
Kimia
wi
Biolog
i
Insektisida
Kematian Larva
Nyamuk Aedes
Nabati
Berasal
dari
23
F. Kerangka Konsep
Gambar 2.8 Kerangka Konsep
Variabel Bebas
Konsentrasi Ekstrak
1,5%, 3%, 5%, 8% dan
10%
Variabel Bebas
Waktu kontak
4jam, 8jam, 12jam dan
24jam
Variabel Terikat
Kematian Larva
Nyamuk Aedes aegypti
Variabel Terkendali
1. pH
2. Suhu
3. Volume Air