5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Reliabilitas ( Reliability )
Reliabilitas adalah serangkaian pengukuran atau serangkaian alat ukur yang
memiliki konsistensi jika pengukuran yang dilakukan dengan alat ukur secara
berulang. Reliabilitas tes, merupakan tingkat konsistensi suatu tes, adalah sejauh
mana tes dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten, relative tidak
berubah meskipun di tekan pada situasi yang berbeda (Sugiono, 2005).
Reliabilitas tidak memiliki bentuk fisik yang nyata, tetapi hasilnya hanya
berupa sebuah ukuran yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam
menganalisa suatu sistem. Pengukuran didapatkan melalui pengumpulan data
berdasarkan pengamatan yang sudah ada ataupun terjun langsung merujuk kepada
kasus yang sedang terjadi. Data yang sudah didapat akan dilakukan analisa lebih
lanjut menggunakan ilmu probabilitas dan alat bantu lainnya seperti Reliability
Centered Maintenance (RCM).
Reliability Centered Maintenance (RCM) memberikan suatu metoda
terstruktur untuk menganalisis fungsi dari kegagalan potensial dengan fokus
terhadap mempertahankan fungsi sistem [1]. Reliability Centered Maintenance
(RCM) digunakan untuk mengembangkan suatu rencana perawatan secara efisien
dengan tingkat pengoperasian dan tingkat risiko tertentu.
II.1.2 Pompa dan Pemeliharaan Pompa
Salah satu rotating equipment yang umum dijumpai dalam kehidupan
adalah pompa. Dalam industri, pompa memiliki peranan sebagai peralatan kritis
(penting bagi fungsi utama) dan berstatus penunjang. Oleh karena itu maka
diperlukan pemeliharaan untuk menjaga suatu equipment, dalam rangka
mempertahankan atau memperbaiki suatu peralatan sampai kondisi yang bisa
diterima.
6
Tujuan utama dari pelaksanaan kegiatan pemeliharaan adalah :
1. Tingkat jumlah jam pengoperasian unit/peralatan yang maksimal
2. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk
produksi/jasa dan mendapatkan laba investasi maksimum yang mungkin
3. Untuk menjamin kesapan operasionalnya di seluruh peralatan yang di perlukan
dalam keadaan darurat setiap waktu misalnya untuk cadangan, unit
pemadaman kebakaran
4. Untuk menjamin keseluruhan keselamatan pekerja yang menggunakan sarana
tersebut
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemelihara setiap equipment
diperlukan strategi pemeliharaan untuk peralatan-peralatan tersebut, agar peralatan
tersebut berfungsi dengan baik,efisien, dan ekonomis sesuai dengan spesifikasi
yang telah di tetapkan. Berikut merupakan beberapa tindakan pemeliharaan yang
bisa dilakukan:
1. Breakdown Maintenance
Breakdown Maintenance adalah cara pemeliharaan yang dilakukan apabila
peralatan tersebut rusak atau tidak berfungsi, kemudian baru diperbaiki. Metode ini
disebut juga sebagai ”failure based maintenance” atau perawatan berdasarkan
kerusakan. Metode ini kurang cocok untuk mesin-mesin yang memiliki tingkat
kritis yang tinggi dan hanya sesuai untuk mesin, dan peralatan sederhana. Ciri-ciri
kegiatannya :
a. Sedikit perencanaan
b. Pekerjaan dilakukan secara mendadak
c. Menghasilkan atau berakibat down-time yang berlebihan
d. Pada saat pelaksanaan perbaikan,penggunaan man-power menjadi tidak
efisien
e. Merupakan pekerjaan yang berskala besar
2. Preventive Maintenance
Preventive Maintenance adalah strategi perawatan yang di dasarkan atas
kondisi aktual mesin itu sendiri. Jika hasil pematauan menunjukan gejala
7
kerusakan, maka tindakan perbaikan dapat segera dilakukan untuk mencegah
kerusakan yang lebih parah. Macam-macam maintenance:
a. Scheduled Maintenance
Perawatan terjadwal merupakan strategi perawatan dengan tujuan
mencegah terjadinya kerusakan lebih lanjut yang dilakukan secara periodik
dalam rentan waktu tertentu. Strategi perawatan ini disebut juga sebagai
perawatan berdasarkan waktu atau time based maintenance.
b. Predictive Maintenance
Strategi perawatan ini di dasarkan atas intensif dan kontinuitas monitoring
terhadap performa dan kondisi mesin. Hasil hasil pemantauan dan berbagai
parameter secara rutin akan digunakan untuk menggambarkan pola
kecenderungan. Berbasis pada pola kecenderungan tersebut maka dapat di
tentukan saat terbaik untuk melakukan perawatan pelaksanaan perbaikan.
Perawatan prediktif disebut juga sebagai perawatan berdasarkan kondisi atau
condition based maintenance , juga disebut pemantauan kondisi mesin atau
machinery condition monitoring.
c. Corrective Maintenance
Corrective Maintenance adalah cara pemeliharaan yang dilaksanakan
dengan mempelajari kerusakan suatu mesin/perawatan untuk menentukan
sebab dan upaya supaya tidak terulang kembali. Dalam corrective
maintenance, telah tercakup kegiatan analisis kerusakan maupun kegiatan
inovasi serta improvisasi, pembuatan, pemasangan, pengujian, dan
pengoperasian peralatan atau bagian perawatan yang dikaji. Penerapan
corrective maintenance yang baik perlu adanya dokumen yang memuat tentang
teknik menemukan penyebab kerusakan, teknik perbaikan, petunjuk
mengambil keputusan jika ada beberapa kemungkinan perbaikan.
3. Overhaul
Berdasarkan ruang lingkup pekerjaan yang ada, maka overhaul dikelompokan
sebagai berikut :
8
a. Minor Overhaul
Lingkup pekerjaanya adalah melakukan inspeksi secara acak terhadap
komponen-komponen tertentu tanpa membuka rumah suatu alat, seperti
pengecekan alignment, inspeksi bantalan, pemeriksaan sistem proteksi dan
keselamatan kerja, pemeriksaan dan kalibrasi instrument bila dianggap perlu, dan
pemeriksaan sistem control.
b. Intermediate Overhaul
Lingkup pekerjaanya meliputi pengecekan dan reset displacement axial check
dan run out radial serta pengambilan data-data dan test yang diperlukan guna
menunjang pelaksanaan major overhaul yang akan datang.
c. Major Overhaul
Pemeriksaaan secara menyeluruh terhadap komponen-komponen utama dan
komponen bantu dari RE dilakukan pada saat major overhaul. Dalam hal ini
dimaksudkan untuk mencapai “complete assessment” terhadap kondisi RE
tersebut.
d. Modular Overhaul
Major dan intermediate overhaul dapat dilakukan secara modular,artinya
bahwa semua lingkup pekerjaan dalam overhaul tersebut dapat dilaksanakan pada
waktu dan kesempatan yang berbeda.
4. Metode Analisis
Untuk menentukan kondisi mesin berdasarkan hasil-hasil pengukuran dari
metode analisis sebagai berikut :
a. Analisis Kecenderungan
Untuk menentukan kondisi mesin berdasarkan analisis kecenderungan,
digunakan cara perbandingan antara parameter hasil pemantauan secara rutin yang
telah tercatat dan dianalisa.
b. Analisis Komperatif
Dalam analisis komperatif kondisi mesin ditentukan dengan cara
membandingkan hasil pemantauan atau hasil pengukuran dengan standar getaran
yang diizinkan. Standar mesin ini dibuat berdasarkan percobaan – percobaan atau
data- data pengalaman.
9
c. Analisis Deskriptif
Pada analisis deskriptif, penentuan kondisi mesin, didasarkan atas deskripsi
hasil pengukuran, dan pemantauan, baik yang berupa gambar, grafik, maupun dari
tabel.
Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk tindakan pemeliharaan pompa
adalah dengan melakukan tinjauan Reliability Centered Maintenance (RCM).
Analisa sistematik Reliability Centered Maintenance (RCM) membantu
menunjukan bagian-bagian mana yang kritis, serta bagian mana yang memerlukan
tindakan lanjut atau dapat dibiarkan.
Relevansi penerapan proses tinjauan Reliability Centered Maintenance (RCM)
bagi pompa di sebagian besar perusahaan pengolahan minyak dan gas alam sangat
masuk akal, dikarenakan kebutuhan energi pun juga terus meningkat [1]. Oleh
karena itu, sudah harus dimulai suatu proses untuk meningkatkan keandalan dari
kilang minyak. Salah satunya dengan melakukan tinjauan Reliability Centered
Maintenance (RCM) pada beberapa peralatan kritis, diantaranya adalah pompa.
II.1.3 Hubungan Avaibility, Reliability dan Maintainability
Avaibility didefinisikan sebagai presentasi dalam fungsi yang menyatakan
beberapa besar keyakinan bahwa suatu sistem dapat dipakai sesuai dengan
fungsinya di dalam interval tertentu. Nilai dari ketersediaan terbatas dari 0 sampai
dengan 1 (0<A<1). Avaibility dan Reliability memiliki hubungan yang erat dengan
dukungan sistem maintenance, masing-masing alat memberikan bantuan upaya
merancang strategi perawatan yang terbaik [2]. Berikut ini merupakan tabel
hubungan antara kedua alat tersebut :
Gambar II.1 Hubungan Reliabilitas, Maintainability, Avaibility,
sumber: weibul.com
10
Seperti yang terlihat ditabel, walaupun keandalan dipertahankan konstan,
bahkan pada nilai yang tinggi sekalipun, tidak dapat disimpulkan secara langsung
bahwa nilai ketersediaan tinggi. Hubungan antara Reliabilitas, Maintainability, dan
Avaibility dalam suattu sistem menghasilkan Dependability. Dependability adalah
kondisi dimana suatu sistem memiliki keandalan. Dependability terdiri dari 3 hal
utama yaitu attributes (atribut), means (cara), dan threats (ancaman).
II.2 Landasan Teori
II.2.1 Reliability Centered Maintenance (RCM)
Proses analisis Reliability Centered Maintenance (RCM) akan melibatkan
beberapa langkah-langkah proses, diantaranya:
1. Persiapan untuk analisis
Langkah awal yang dilakukan untuk analisis RCM diantaranya yaitu definisi fungsi,
definisi kegagalan, dan mengumpulkan dan mengkaji ulang dokumentasi awal.
2. Pilih peralatan yang akan dianalisis
Analisis RCM umumnya membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak, hendaknya
analisis difokuskan ke peralatan yang akan membawa dampak positif terbesar
kepada perusahaan atau yang memiliki peran paling penting dalam sebuah
perusahaan.
3. Identifikasi fungsi dan kegagalan fungsi
Menjaga fungsi dari peralatan dan fasilitas adalah target dari proses RCM. Selain
itu, dengan menetapkan fungsi, maka dapat ditentukan bagian-bagian peralatan dan
fasilitas yang kritis terhadap menjaga fungsi.
4. Identifikasi dan evaluasi efek dari kegagalan
Proses identifikasi jenis kegagalan membantu dalam menentukan langkah
pemeliharaan yang sesuai. Evaluasi kegagalan menentukan kegagalan boleh
dibiarkan terjadi atau harus dibuat suatu metode pemeliharaan guna mencegah agar
kegagalan tidak timbul.
5. Identifikasi akibat kegagalan
Mengidentifikasi kejadian yang menyebabkan terjadinya kegagalan, khususnya
kegagalan yang telah di definisakan sebelumnya. Hasil pengkajian tersebut akan
11
menunjukan efektifitas dari program pemeliharaan yang berjalan dan menjadi
patokan untuk memilih tugas pemeliharaan. Identifikasi akibat kegagalan
memudahkan untuk mengkoreksi kejadian yang diketahui penyebabnya.
6. Pilih Maintenance Task
Memilih maintenance task yang sesuai merupakan langkah solusi yang dilakukan
setelah melakukan pengkajian pada akibat kegagalan serta penyebab kegagalan
pada sistem.
II.2.2 RCM 7 Question
Dalam penerapan Reliability Centered Maintenance (RCM) 7 Question
terdapat beberapa langkah untuk melakukan proses analisa [2], diantaranya:
Step 1 – Penentuan Sistem
Di dalam industri terdapat banyak sistem peralatan yang masing-masing
memiliki tugas dan fungsi masing-masing, dengan tingkat kepentingan yang
berbeda-beda dalam proses produksi suatu produk. Dengan alasan tersebut, analisis
RCM harus difokuskan kepada sistem yang kritis dan berpengaruh pada industri
untuk memenuhi fungsi primernya.
Step 2 – Batasan Sistem
Merupakan batasan-batasan baik fisik maupun fungsi yang harus di
definisikan agar tinjauan menjadi fokus serta tepat sasaran.
Step 3 – Definisi Fungsi Sistem
Pendefinisian sistem, yaitu sistem terdiri dari bagian apa saja, dan
bagaimana bagian satu sama lain berhubungan dalam proses kerja.
Step 4 – Definisi Kegagalan Fungsi
Pendefinisian kegagalan fungsi terdiri dari beberapa parameter performa,
apabila parameter tidak terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa sistem tersebut
mengalami kegagalan fungsi.
12
Step 5 – Failure mode and Effect Analysis ( FMEA)
Hasil dari proses FMEA adalah melakukan suatu critically ranking kepada
seluruh peralatan yang dikaji, sehingga dapat difokuskan hanya kepada peralatan
yang memiliki tingkat kekritisan tertinggi.
Kerusakan suatu mesin yang terjadi pada suatu kurun waktu dapat
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi perusahaan. Jenis-jenis kerusakan
yang terjadi dapat menimbulkan efek dan akibat yang berbeda-beda juga terhadap
kinerja mesin yang ada. Kerusakan yang timbul pasti ada potensi yang bisa dicari.
Maka dari itu, apabila potensi penyebab bisa diketahui, pencegahan dan antisipasi
akan menjadi hal yang penting untuk perusahaan.
Berikut ini adalah contoh tabel analisa kegagalan dan efeknya atau biasa
disebut Failure Mode and Effect Analysis (FMEA):
Tabel II.1 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
Pada tabel III.1 kolom Equipment diisikan dengan nama komponen, kolom
function diisikan dengan fungsi komponen tersebut, pada kolom function failure
diisikan dengan kegagalan fungsi komponen tersebut, kolom effect failure diisikan
dengan akibat dari kegagalan komponen tersebut. Selanjutnya pada kolom S
(Severity), O (occurance), dan D (Detection) pengisiannya menurut tabel yang telah
ada.
Pada skala yang pertama yaitu tingkat keparahan (Severity) merupakan
penilaian terhadap seberapa serius kerusakan dan efeknya. Dalam skala ini dapat
diketahui dari tingkat keparahannya apabila tinggi, maka efek yang ditimbulkan
akan juga besar dan sebaliknya jika tingkat keparahannya rendah, maka efek yang
ditimbulkan juga rendah.
Skala yang kedua yaitu tingkat kejadian (Occurence) merupakan
kemungkinan bahwa mesin akan terjadi kegagalan selama masa periode tertentu.
13
Penilaian tingkat kejadian ini menggunakan rating yang telah disesuaikan dengan
frekuensi yang diprediksi dari kumulatif kegagalan yang terjadi.
Yang ketiga adalah skala deteksi (Detection) merupakan pengukuran
terhadap kemampuan mengontrol kegagalan yang dapat terjadi. Setelah didapat
ketiga skala maka dicari nilai RPN atau Risk Priority Number untuk menunjukkan
tingkat prioritas mesin yang dianggap membahayakan dan memerlukan perlakuan
khusus dan cepat. RPN dapat dituliskan rumusannya sebagai berikut (Gaspersz,
2002) :
RPN = severity x occurance x detection..........................(3.1)
Step 6 – Penentuan Penyebab Kegagalan
Penentuan penyebab kegagalan penting untuk dilakukan karena ini
merupakan tindakan korektif yang harus dilakukan bergantung pada penyebab
kegagalan itu sendiri.
Step 7 – Pemilihan Tindak Pemeliharaan yang sesuai
Hasil dari proses RCM adalah tindak pemeliharaan yang baru dan sesuai
dengan kondisi kekritisan peralatan yang dikaji. Tindakan pemeliharaan yang baru
didasarkan atas tingkat kekritisan peralatan, serta kerusakan-kerusakan yang pernah
terjadi.
II.2.3 Pengujian Data
1. Distribusi Lognormal
Distribusi lognormal tiga parameter (3p), yaitu parameter bentuk (σ),
parameter skala (μ), dan parameter lokasi (γ), adalah distribusi miring (skewed)
yang berguna untuk memodelkan variable acak positif kontinu dengan set
dukungan [-∞, γ, ∞] [3]. Apabila nilai parameter lokasi γ sama dengan 0, maka
distribusi ini disebut sebagai distribusi lognormal. Distribusi lognormal memiliki
bentuk yang bervariasi [3]. Yang sering terjadi, biasanya data yang di dekati dengan
distribusi Weibull juga bisa didekati dengan distribusi lognormal dikarenakan
kedua distribusi ini memiliki maksimal 3 parameter dan minimal 2 parameter yang
masing-masing menentukan bentuk grafiknya (Ebeling, 1997).
14
Fungsi-fungsi dalam distribusi lognormal adalah sebagai berikut (Ebeling,1997)
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas (Probability Density Function )
(2.1)
Dimana γ < x atau γ > x, μ > 0, σ > 0 untuk lognormal 3p, sedangkan lognormal
standar hanya menggunakan dua parameter dengan memasukan nilai γ = 0.
b. Fungsi Kepadatan Komulatif ( Cumulative Density Function)
( 2.2)
c. Fungsi Reliabilitas
(2.3)
d. Fungsi Laju Kerusakan
(2.4)
e. Estimasi Parameter
• Bentuk
(2.5)
• Skala
(2.6)
• Lokasi
Parameter lokasi dicari dengan mengasumsikan nilai F( x; σ; μ; γ) = 0
f. Mean atau Mean Time to Failure (MTTF) Distribusi Lognormal
(2.7)
15
g. Median Distribusi Lognormal
(2.8)
h. Standar Deviasi Distribusi Lognormal
(2.9)
2. Distribusi Normal
Distribusi normal atau dikenal sebagai distribusi gaussian adalah model
penyebaran data yang sangat sering digunakan dalam menganalisa data, karena
parameter yang digunakan sangat sederhana dan tidak sulit digunakan [3]. Karena
alasan inilah distribusi ini biasa digunakan untuk analisis keandalan dan analisis
data umur suatu sistem. Ada beberapa yang berpendapat bahwa distribusi normal
tidak sesuai untuk memodelkan data umur suatu sistem karena batas kiri distribusi
meluas hingga negative tak hingga [2]. Hal ini dapat berakibat pada pemodelan n
kali kegagalan negative. Namun, asalkan distribusi ini memiliki rata-rata yang
relative tinggi dan standar deviasi yang relative kecil, masalah waktu kegagalan
negative seharusnya tidak muncul sebagai masalah [3]. Berikut ini merupakan
fungsi-fungsi dari distribusi normal:
a. Fungsi Kepadatan Probabilitas ( Probability Density Function)
(2.10)
Dimana μ > 0, σ > 0.
b. Fungsi Kepadatan Kumulatif ( Cumulative Density Function)
(2.11)
c. Fungsi Reliabilitas
(2.12)
16
d. Fungsi Laju Kerusakan
(2.13)
e. Estimasi Parameter
• Bentuk
(2.14)
• Skala
(2.15)
f. Mean atau ( Mean Time to Failure (MTTF)
(2.16)
g. Median
(2.17)
3. Goodness-of-Fit atau Uji Kecocokan Distribusi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi dari data yang
diamati telah sesuai dengan model distribusi yang diperkirakan. Untuk menentukan
distribusi data yang akan diamati telah menunjukan mengikuti model distribusi
lognormal 2p/3p, normal maka dilakukan uji distribusi [3].
Pada laporan ini penulis tidak menjelaskan ketiga model kecocokan
dikarenakan dua dari tiga tes ini hanya berperan sebagai alternatif. Adapun uji
distribusi yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Uji Kolmogorov – Smirnov
Uji Kolmogorov- Smirnov test adalah suatu test non-parameter yang memiliki
dasar distribusi kumulatif untuk menguji dua data memiliki perbedaan signifikan
atau tidak. Test ini dilakukan dengan membandingkan nilai suatu fungsi yang
17
dihitung menggunakan distribusi non-parameter ini dengan distribusi parameter
yang diinginkan, sehingga apabila modelnya tidak memiliki perbedaan signifikan
maka distribusi parameter tersebut-lah yang digunakan [3].
Ketetapannya diukur dengan mencari titik perbedaan antara data sampel
dengan populasi yang paling besar kemudian jarak ini dibandingkan dengan menilai
pada posisi kritisnya [3]. Apabila jarak tersebut besar maka kemungkinan besar
bahwa data sampel tidak berasal dari distribusi populasi yang dituju.
Dalam menganalisa nilai D digunakan σ atau nilai kritis dan n atau jumlah
sampel dari table Kolmogorov-Smirnov untuk mendapatkan nilai D secara teoritis.
Apabila nilainya lebih besar dari nilai teoritis maka hipotesa bahwa data sampel
mengikuti model distribusi yang ditentukan adalah salah.
II.2.4 Skewness dan Kurtosis
Skewness merupakan ukuran ketidaksimetrisan dalam distribusi nilai. Nilai
skewness dapat bernilai positif, negatif dan nol. Skewness yang bernilai positif
ditandai dengan grafik yang condong kearah kanan yang menunjukan sebagian
besar distribusi berada di nilai rendah. Skewness yang bernilai negative ditandai
dengan grafik yang condong ke kearah kiri. Sementara skewness yang bernilai nol
berarti nilai tersebut terdistribusi secara simetris, dengan jarak antara grafik kanan
dan kiri yang sama besar.
Kurtosis adalah indikator untuk menunjukan derajat keruncingan. Semakin
besar nilai kurtosis maka kurva akan semakin runcing. Nilai referensi kurtosis
adalah 3. Kurva yang memiliki nilai lebih besar dari 3 disebut kurva leptokurtic,
kurva yang memiliki nilai lebih rendah dari 3 disebut kurva platikurtik, sedangan
kurva yang memiliki nilai sama dengan 3 disebut kurva distribusi normal atau
mesokurtic.
Skewness dan kurtosis dapat menunjukan kondisi pembagian atau distribusi
data. Kondisi yang ideal adalah dimana saat kurva berada pada skewness yang
bernilai 0 dan kurtosis yang bernilai 3. Apabila distribusi semakin jauh dari kondisi
ideal berarti distribusi data tersebut tersebar dengan tidak ideal atau tidak merata.