10
Bab II Tinjauan Pustaka
II.1 Pendahuluan
Mengkaji kajian pustaka disini merupakan kelengkapan dasar yang mengantarkan
pengetahuan dasar yang merupakan teori-teori dasar yang dapat digunakan di
dalam penulisan disertasi ini. Pengetahuan dasar ini merupakan acuan untuk
mengkaji lebih teliti dan lebih dalam lagi tentang topik penulisan yang akan
dibahas di dalam bagian utama penulisan ini. Karena teori-teori dan pengetahuan
dasar inilah yang akan mengantarkan penulisan ini untuk menggali lebih dalam
lagi akan bagian-bagian yang merupakan inti pemikiran yang akurat dan
dijelaskan secara mendalam dan mendasar.
Bagian ini akan membahas penggunaan teori sistem pakar, merupakan bagian
yang menjelaskan penggunaan program dalam penulisan ini. Dibahas pula bentuk
representasi pengetahuan dalam irigasi, metode teknik inferensi dalam irigasi,
perencanaan pembangunan jaringan irigasi, dan berakhir pada rangkuman studi
terdahulu.
II.2 Penggunaan Teori Sistem Pakar
II.2.1 Definisi Sistem Pakar
Sistem pakar adalah bagian atau salah satu bidang dari Inteligensi buatan
(artificial intelligence) yang dirancang untuk membantu manusia dalam
menyelesaikan suatu masalah yang sedang dihadapi yang biasanya dilakukan oleh
seorang pakar. Sistem ini berusaha menduplikasikan keahlian seorang pakar
dalam bidang tertentu.
Dengan sistem pakar, seorang pemakai dapat membuat keputusan seperti
keputusan yang diberikan oleh seorang pakar melalui program komputer. Dengan
kata lain, sistem pakar merupakan suatu keahlian manusia (seorang pakar) yang
dipindahkan ke dalam program komputer.
11
Sifat Sistem Pakar
Perbedaan sistem pakar dengan program konvensional dapat dilihat dari beberapa
sifat berikut (Levine, dkk, 1991), yang antara lain : memiliki pengetahuan spesifik
dalam domain tertentu, menerapkan teknik pelacakan, mendukung analisa
heuristik (merupakan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman seorang
pakar), mampu menyimpulkan keterkaitan antara pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang sudah ada, pemrosesan yang dilakukan secara simbolik, dan
mampu memberikan alasan dari keputusan yang diambil.
II.2.2 Karakteristik Sistem Pakar
Karakteristik sistem pakar sebagai berikut :
a. Membatasi domain tertentu
b. Memiliki kemampuan memberikan penalaran
c. Memiliki kemampuan mengolah data yang mengandung kepastian
d. Memisahkan mekanisme pengambilan keputusan (inference) terhadap
basis pengetahuan (knowledge base)
e. Dirancang untuk dapat berkembang secara bertahap
f. Keluaran bersifat memberikan anjuran (advise)
g. Basis pengetahuan pada umumnya berdasarkan kaidah
II.2.3 Struktur Sistem Pakar
Secara garis besar, sistem pakar terdiri atas empat bagian, yaitu : basis
pengetahuan, mesin inferensi, basis data dan bagian antar muka dengan pemakai
(Abdulrachman. A, 1990).
Diagram blok dari arsitektur sistem pakar ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
12
Gambar II.1 Diagram blok sistem pakar
II.2.3.1 Akuisi Pengetahuan
Proses membangun atau mengembangkan sistem pakar disebut akuisi
pengetahuan. Proses ini melibatkan suatu interaksi antara perekayasa pengetahuan
dengan seorang atau beberapa orang pakar dalam suatu bidang tertentu.
Perekayasa pengetahuan menyerap prosedur-prosedur dan pengalaman untuk
menyelesaikan suatu masalah tertentu dari pakar tersebut dan membangunnya
menjadi program sistem pakar. Tahap-tahap dalam pengembangan sistem pakar
meliputi tahap indentifikasi, formalisasi, implementasi, dan pengujian.
a. Tahap indentifikasi. Dalam tahap ini, perekayasa pengetahuan dan para
pakar harus mengindetifikasikan segala aspek yang berhubungan dengan
masalah yang akan dibicarakan. Kerjasama antara perekayasa pengetahuan
dan para pakar dimulai pada tahap ini untuk mendiskripsikan semua
persoalan yang sedang dihadapi.
b. Tahap formalisasi. Dalam tahap ini, perekayasa pengetahuan dan para
pakar memutuskan hubungan-hubungan dan strategi kontrol yang
diperlukan untuk mendapatkan ruang lingkup pemecahan masalah dan
bagaimana membangkitkan atau membuat suatu solusi berdasarkan data
Sistem pakar
Komputer
Basis data
Basis pengetahuan
Antar muka pemakai
Mesin inferensi
Pemakai
13
dan informasi dalam ruang lingkup tersebut. Dalam tahap ini dilakukan
perincian bagian-bagian masalah untuk menentukan sejauh mana
kedalaman pengetahuan akan disajikan.
c. Tahap implementasi. Dalam tahap ini dilakukan penerjemahan hasil
formalisasi di atas kedalam program komputer yang sesuai dengan
perangkat lunak (software) pengembangan yang digunakan.
d. Tahap pengujian. Pada tahap ini dilakukan pengujian dan evaluasi tentang
keandalan sistem pakar yang telah dibentuk.
II.2.3.2 Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan mengandung pengetahuan-pengetahuan keahlian sebagai dasar
pengambilan keputusan. Terdapat beberapa metoda untuk menyajikan
pengetahuan dalam perangkat lunak sistem pakar, diantaranya : metode kerangka
(frames), jaringan semantik (semantic network), dan kaidah produksi (production
rules) (Rievski, 1993).
Penyajian basis pengetahuan yang banyak digunakan adalah kaidah produksi.
Masing-masing kaidah mengandung sebuah atau lebih kondisi yang jika dipenuhi
akan memberikan satu atau lebih aksi. Kaidah produksi disajikan dalam
pernyataan IF ... AND ... OR ... THEN ... ELSE ...
II.2.3.3 Basis Data
Basis data mengandung fakta-fakta mengenai masalah yang akan dicari solusinya.
Fakta-fakta yang diketahui disimpan sebagai kondisi awal. Fakta-fakta yang baru
diperoleh dari proses inferensi ditambahkan pada basis data. Fakta-fakta ini
berhubungan dengan semua yang diketahui selama proses inferensi. Kondisi awal
dari masalah yang akan diselesaikan biasanya ditanyakan oleh pemakai.
Berdasarkan informasi ini, sistem pakar mulai melakukan proses pelacakan.
14
II.2.3.4 Pengatur Kaidah
Bagian pengatur kaidah (rule adjuster) memungkinkan perekayasa pengetahuan
memelihara basis pengetahuan sistem pakar. Pemeliharaan basis pengetahuan
meliputi penempatan pengetahuan baru kedalam sistem pakar. Penghapusan basis
pengetahuan yang sudah tidak relevan dan perubahan basis pengetahuan karena
adanya perubahan fakta atau kaidah yang telah ada.
II.2.3.5 Mesin Inferensi
Mesin inferensi adalah suatu perangkat lunak yang mengimplementasikan suatu
operasi pelacakan dengan menggunakan basis pengetahuan dan basis data untuk
mencapai solusi. Mesin inferensi menguji kaidah-kaidah dengan pola urutan
tertentu untuk mencocokkan kondisi sekarang dengan kondisi awal yang diberikan
basis data. Jika kaidah-kaidah tersebut cocok dengan kondisi sekarang, maka
kondisi tersebut dapat diberikan pada basis data dan dapat dipergunakan untuk
mencari fakta-fakta baru.
Pada mesin inferensi dibedakan atas strategi kontrol (control strategy) dan strategi
pelacakan (search strategy). Strategi kontrol dibagi menjadi dua yaitu : pelacakan
pertama melebar (breath-first search) dan pelacakan pertama mendalam (depth-
first search)(11). Pelacakan pertama melebar merupakan strategi kontrol yang
pelacakannya dilakukan selapis demi selapis sehingga semua simpul pada tingkat
yang sama akan dievaluasi terlebih dahulu sebelum pelacakan dilakukan terhadap
tinggkat yang lebih rendah.
Pada pelacakan pertama mendalam, pelacakan dimulai dari satu simpul sampai
pada tingkat yang lebih rendah dan baru dilanjutkan pada simpul yang lain.
Strategi pelacakan juga dibedakan menjadi dua yaitu : rantai telusur maju
(forward chaining) dan rantai telusur mundur (backward chaining) (Raiston. D.
W, 1988).
15
Pada rantai telusur maju, penelusuran dimulai dari fakta-fakta untuk memperoleh
kesimpulan akhir yang menjadi tujuan pemecahan masalah. Sedangkan pada
rantai telusur mundur, penelusuran dimulai dari hipotesa dan dilanjutkan dengan
pencarian fakta-fakta untuk membuktikan kebenaran suatu hipotesa.
II.2.3.6 Antar Muka Pemakai
Antar muka merupakan tampilan pada layar monitor dari komputer yang
memungkinkan pemakai dapat berkomunikasi dengan sistem pakar.
Melalui antar muka ini, pemakai memasukan data awal, melakukan konsultasi dan
mendapatkan solusi permasalahan dari sistem pakar.
II.2.3.7 Memori Kerja
Memori kerja suatu sistem pakar berubah-ubah sesuai dengan masalah spesifik
yang sedang diproses. Isi dari memori kerja berupa fakta-fakta namun tidak
seperti fakta-fakta yang ada pada basis pengetahuan. Fakta pada memori kerja
ditentukan oleh mesin inferensi berdasarkan fakta-fakta dan kaidah-kaidah yang
ada selama konsultasi berlangsung.
II.2.3.8 Pemakai
Jangkauan pemakai sistem pakar cukup lebar. Dari orang awam yang
menginginkan konsultasi hingga pakar itu sendiri untuk menvalidasi keputusan
yang diambilnya.
II.3 Bentuk Representasi Pengetahuan Dalam Irigasi
Hampir semua sistem AI (Artificial Intelligence) terdiri dari dua bagian utama,
yaitu basis pengetahuan dan mesin atau mekanisme inferensi. Basis pengetahuan
berisi tentang fakta-fakta obyek dalam domain dan hubungannya yang dipilih.
Basis pengetahuan dapat pula berisi konsep teori, prosedur praktis dan
16
keterkaitannya. Basis pengetahuan ini akan membentuk sumber sistem
kecerdasan dan digunakan oleh mesin inferensi untuk melakukan penelaran dan
menarik kesimpulan sebagaimana tugas mesin inferensi yang telah dijelaskan
dimuka.
Berbagai skema representasi pengetahuan telah dikembangkan. Secara garis besar
representasi pengetahuan mempunyai dua karakteristik yang umum yaitu :
Yang pertama : dapat diprogram kedalam bahasa pemrograman komputer yang
ada dan disimpan dalam memori.
Yang kedua : didesain sehingga fakta-fakta dan pengetahuan dapat digunakan
dalam proses penalaran. Dengan demikian basis pengetahuan yang berisi struktur
data dapat dimanipulasikan oleh sistem inferensi yang menggunakan teknik
pelacakan dan penyesuaian pola pada basis pengetahuan untuk menjawab
pertanyaan, menggambarkan kesimpulan atau melakukan fungsi cerdasnya.
Ada beberapa metode representasi yaitu : logika jaringan semantik (semantic
network), list, table, trees, OAV triplets, kaidah produksi (production rules), dan
kerangka (prome). Dalam landasan teori ini hanya akan dibahas beberapa
diantaranya :
II.3.1 Referensi Logika
Benruk representasi pengetahuan yang telah lama dikenal adalah logika, yaitu
melakukan pengakjian ilmiah tentang serangkaian penalaran, sistem kaidah dan
prosedur yang membantu proses penalaran. Proses logika dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar II.2 Menggunakan logika untuk proses penalaran
(Ignizio, dan James. P, 1991)
Input Output Premises or Inferences or Facts Conclusins
Logical process
17
Mula-mula diberikan informasi, kemudian dibuat pernyatan atau observasi dicatat.
Bentuk ini diinputkan pada proses logika dan disebut sebagai premis. Premis ini
yang akan digunakan oleh proses logika untuk menhasilkan output yang
merupakan kesimpulan dan disebut sebagai inferensi. Dengan proses ini fakta-
fakta yang diketahui benar dapat digunakan untuk merumuskan fakta baru yang
juga benar.
Bentuk dasar logika komputasi dalam metode ini adalah logika propesional
(proportional logic) dan logika predikat (predicate logic/calculus).
II.3.1.1 Logika Propesional
Proposisi tidak lebih dari pernyatan benar atau salah. Sekali diketahui bahwa
sesuatu itu benar, hal ini bisa menjadi premeis yang dapat digunakan untuk
menurunkan proposisi atau inferensi baru. Kaidah yang digunakan untuk
menentukan proposisi baru ini adalah benar atau salah. Misalnya contoh
sederhana sebagai berikut :
Pernyataan : 1 = Bangunan irigasi terdapat pada jaringan irigasi
Pernyataan : 2 = Bangunan ukur tidak ada
Kesimpulan : 3 = Bangunan ukur tidak dipakai
Masalah yang sebenarnya melibatkan keterkkaitan proposisi yang lebih kompleks.
Untuk membentuk premis yang kompleks, dua atau lebih proposisi dapat
dikombinasikan dengan logika penghubung. Logika penghubung tersebut antara
lain : And, or, Not, Implises dan Equivalent dengan tabel kebenaran sebagai mana
diketahui dalam aljabar boolean.
II.3.1.2 Logika Predikat
Karena keterbatasan logika propesional, maka AI (Artificial Intelligence)
menggunakan logika predikat (kalkulus predikat) sebagai pengganti. Logika
predikat lebih baik dalam membentuk logika yakni, mengunakan semua konsep
18
dan kaidah logika propesional. Kemapuan representasi pengetahuannya lebih
rinci. Disamping itu kalkulus predikat menambahkan penggunaan variabel dan
fungsi dalam pernyataan logika simbolik.
II.3.2 Jaringan Semantik
Metode ini merupakan penggambaran grafis dari pengetahuan yang
memperlihatkan hubungan hirarki dari obyek-obyek tertentu. Obyek
direpresentasikan sebagai simpul (model) pada suatu diagram grafis dan hubungan
contoh obyek dinyatakan oleh garis penghubung berlabel. Contoh dari metode ini
pada gambar II.3 adalah sebagai berikut, dan contoh jaringan semantik untuk
bangunan irigasi lainnya dapat dilihat pada lampiran D
dikombinasi atau dengan dibutuhkan adalah harga adalah adalah harga lokasi lokasi lokasi harga Gambar II.3 Representasi pengetahuan dengan metode jaringan semantik (Iwan K. Hadihardaja, dkk, 2004).
mahal
Bangunan pengatur
Bangunan pengukur dan pengatur untuk plain area
Bangunan pengukur
Adequate O & M
murah
Ambang lebar Pintu
Romijn
pintu sorong
Jenis bangunan irigasi daerah datar (plain area) Relatif mahal
sekali
19
II.3.2.1 Trees
Trees, merupakan struktur pohon keputusan. Struktur pohon keputusan ini
mengambarkan relasi sebab akibat yang kuat. Keuntungan utamanya adalah
proses akuisi pengetahuan dilakukan dengan lebih sederhana. Pembuatan diagram
pengetahuan lebih mendekati keadaan nyata jika dibandingkan dengan metode
representasi formal seperti frame atau dengan kaidah-kaidah. Contoh,
representasi dengan struktur pohon keputusan ini dapat dilihat pada gambar. 2.4.
Diberitahukan prosedur mengenai pemilihan bangunan pengukur dan pengatur infrastruktur irigasi untuk daerah pegunungan : Rule 1, IF bangunan memenuhi sebagai pengatur dan pengukur AND memenuhi untuk daerah pegunungan THEN apply Rule 2, IF bangunan memenuhi sebagai pengatur dan pengukur AND tidak memenuhi untuk daerah pegunungan AND bangunan has excellent recommendation for bed load AND bangunan tersebut memenuhi kriteria operasi dan pemeliharaan THEN apply tidak ya ya tidak tidak yes tidak ya ya Gambar II.4 Representasi pengetahuan dengan struktur pohon keputusan (Iwan. K. Hadihardaja, dkk, 2004).
tidak memakai
memakai tidak memakai tidak
memakai memakai Bangunan
Pengukur dan Pengatur
Baik utk (plain area)
baik untuk sedimen layang
perlu Operasi & Maintenace
20
II.3.2.2 Kaidah Produksi
Kaidah produksi merupakan metode representasi pengetahuan yang paling banyak
dipakai dalam sistem pakar. Kaidah produksi terdiri dari dua bagian yang
merupakan bagian terkecil dari pengetahuan, yaitu : bagian antecedent yang
menggambarkan situasi, kondisi atau premis, dan bagian konsekwen yang
menggambarkan tentang akibat, konklusi atau aksi. Metode kaidah produksi
biasanya ditulis dalam bentuk if-then. Contoh dari kaidah ini adalah :
Jika user mengerjakan pilihan ke-n untuk pertanyaan ke-n pada saat t
Maka user tidak menganggur pada saat t
Kaidah produksi menyajikan gambaran langsung kaitan antar obyek dan
mempunyai bentuk yang mudah dimengerti karena cocok dengan cara manusia
bernalar. Suatu kaidah dapat pula terdiri atas beberapa premis dan lebih dari satu
konklusi. Operator logika yang digunakan dalam mengkombinasikan suatu
kaidah dapat berupa AND, OR atau NOT.
II.4 Metode Teknik Inferensi Dalam Irigasi
Secara deduktif mesin inferensi memiliki pengetahuan yang relevan untuk
mencapai kesimpulan (konklusi). Teknik inferensi diperlukan untuk
melaksanakan tugas menelusuran menuju pada kesimpulan dengan tepat dan
sfisien. Mesin inferensi menelusuri basis pengetahuan, merangkaikan kaidah-
kaidah dan melakukan pengujian. Ada dua macam teknik inferensi untuk
melakukan tugas ini, yaitu :
Pelacakan kebelakang (backword chaining) pada gambar II.6 yang memulai
penalarannya dari sekumpulan hipotesa menuju fakta yang mendukung hipotesa
tersebut. Dan pelacakan kedepan (forward chaining) pada gambar II.5 yang
memulai penelusuran dari sekumpulan fakta menuju kesimpulan.
21
Gambar. II.5. Diagram pelacakan kedepan (Sriyana, 1999).
Gambar. II.6. Diagram pelacakan kebelakang (Sriyana, 1999).
Obsevasi kaidah fakta kaidah fakta kaidah Observasi A 1 E 5 H Tujuan kaidah fakta kaidah fakta kaidah Observasi B 2 F 6 I kaidah fakta kaidah fakta Observasi C 3 G 7 kaidah fakta observasi D 4
fakta kaidah kesimpulan 1 C 1 kaidah fakta kaidah kesimpulan Observasi A 2 D 2 kaidah fakta kaidah kesimpulan Observasi B 3 E 3 kesimpulan
4
22
II.5 Perencanaan Pembangunan Jaringan Irigasi
II.5.1 Pendahuluan
Dalam setiap pembangunan jaringan irigasi akan melewati tahapan-tahapan yang tidak
dapat dihindari. Untuk pembangunan suatu jaringan irigasi, yang ditujukan untuk
memberi air pada lahan pertanian. Tahapan-tahapan secara garis besar adalah :
1. Survey, termasuk pengukuran
2. Investigation, yang meliputi penelitian-penelitian.
3. Design, perencanaan teknis.
4. Construction, pelaksanaan konstruksi.
5. Operation, eksploitasi.
6. Maintenance, pemeliharaan.
Keenam tahapan itu, telah di kenal dengan singkatan SIDCOM.
Dalam penulisan ini membicarakan/membahas berbagai unsur sebuah jaringan irigasi
teknis. Di sini akan diberikan definisi fraktis mengenai unit kontrol irigasi, seperti petak
primer, sekunder, dan tersier. Dan untuk bangunan dibagi menurut fungsinya, dan akan
dijelaskan juga pemakaiannya. Anjuran mengenai pemilihan tipe bangunan irigasi
diberikan juga dalam bab ini. Kemudian untuk uraian fungsional mengenai unsur-unsur
jaringan irigasi akan merupakan bimbingan bagi para perencanaan tata letak dan
jaringan irigasi.
II.5.1.1 Peta Iktisar
Peta iktisar merupakan cara bagaimana berbagai bagian dari suatu jaringan irigasi saling
dihubungkan. Peta iktisar tersebut dapat disajikan pada peta tata letak.
Peta iktisar jaringan irigasi tersebut memperlihatkan :
1. bangunan utama.
2. jaringan dan trase saluran irigasi.
3. jaringan dan trase saluran pembuang.
4. petak primer, sekunder, dan tersier.
23
5. lokasi bangunan.
6. batas daerah irigasi.
7. jaringan dan trase jalan.
8. daerah yang tidak diairi (misal. desa).
9. daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dsb).
Peta iktisar umum dibuat berdasarkan peta topografi yang dilengkapi dengan garis
dengan skala 1 : 25000. Peta iktisar detail yang biasa disebut peta petak, dipakai untuk
perencanaan dibuat dengan skala 1 : 5000, dan untuk petak tersier 1 : 5000 atau 1 :
2000.
II.5.1.2 Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini
menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (offtake) tersier
yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan
airnya ke saluran tersier.
Di petak tersier pembagian air, eksploitasi dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab
para petani yang bersangkutan, di bawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan
ukuran petak tersier. Petak yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air
menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu
petak, jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi, luas petak
yang ideal adalah antara 50 – 100 ha, kadang-kadang sampai 150 ha.
Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas
desa dan sesar medan (terrain fault). Petak tersier dibagi menjadi peta-petak kuarter,
masing-masing seluas kurang lebih 8 – 15 ha. Apabila keadaan topografi
memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk
mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secaara efisien.
24
Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran
primer. Perkecualian : kalau petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang
jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran muka tersier
yang membatasi petak tersier lainnya. Hal ini harus dihindari.
Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1500 m, tetap dalam kenyataan kadang
panjang saluran ini mencapai 2500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500
m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.
II.5.1.3 Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu
saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang
terletak di saluran primer atau sekunder. Batas petak sekunder pada umumnya berupa
tanda-tanda topografi yang jelas, seperti misalnya saluran pembuang. Luas petak
sekunder bisa berbeda-beda, tergantung pada situasi daerah.
Saluran sekunder sering terletak di punggung medan, mengairi kedua sisi saluran
sehingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga
direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih
rendah saja.
II.5.1.4 Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari
saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya
langsung dari sumber air, biasanya sungai. Proyek irigasi tertentu mempunyai dua
saluran primer, karena itu untuk cara seperti ini dapat menghasilkan dua petak primer.
Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan
cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati garis tinggi,
daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.
25
II.5.2 Pengertian, Tujuan, Dan Manfaat Pembangunan Jaringan Irigasi
II.5.2.1 Pengertian Jaringan Irigasi
Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan dan bangunan pelengkapnya yang merupakan
satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan,
pengambilan, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya.(PPRI.No.77.Tahun 2001) Dan
berfungsi sebagai sarana pelayanan irigasi untuk jaringan irigasi yang bersangkutan.
II.5.2.2 Tujuan dan Manfaat Pembangunan Jaringan Irigasi
Dalam uraian di atas, maka jaringan irigasi merupakan sarana phisik yang perlu
disediakan agar di dalam jaringan irigasi dapat dilakukan water management kepada
tanaman secara baik, sehingga air irigasi dapat diatur dengan baik pada waktu yang
tepat, dibagi secara adail dalam jumlah yang tepat, dan digunakan secara efisien dengan
cara pemberian yang tepat. Sesuai dengan kebutuhan air untuk tanaman, maka tujuan
dari pembangunan jaringan irigasi antara lain :
1. Pemberian air secara tepat sesuai dengan kebutuhan tanaman yang akan
meningkatkan hasil produksi pertanian sekaligus pendapatan petani.
2. Penghematan pemakaian air memperbesar luas areal tanaman terutama pada
musim kemarau.
3. Tercapainya pemerataan disamping peningkatan hasil produksi.
Dan sasaran pembangunan jaringan irigasi adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan air irigasi yang sama untuk seluruh areal, baik petak-
petak yang dekat maupun yang jauh dari sumbernya.
2. Dalam keadaan kekurangan air, dapat dilakukan giliran antara petak-petak
sawah tanpa sebagian daerah yang dikorbankan, dan dalam keadadan kelebihan
air, segera dapat dibuang dari petak-petak sawah sehingga tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman.
26
II.5.2.3 Peranan Jaringan Irigasi Pada Pertumbuhan Tanaman
Air, zat hara dan sinar matahari merupakan unsur utama untuk pertumbuhan tanaman.
Jarang dapat tersedia secara alamiah dengan kombinasi yang tepat sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Pertama-tama yang dapat diatur adalah air, sebab saluran pembawa
maupun saluran pembuang pada jaringan irigasi adalah sarana utama dari petani untuk
mengatasi keadaan alamiah dari air yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman. Karena dengan pengaturan kelebihan maupun kekurangan air dapat
diusahakan untuk mendapat kelembaban tanah yang optimum.
Dengan kelembaban tanah yang optimum tersebut, maka barulah dapat dipergunakan
input pertanian moderen antara lain :
1. bibit varietas unggul.
2. pupuk buatan atau alam.
3. pengolohan tanah.
Yang mungkin dapat dicapainya hasil produksi yang optimum. Jaringan irigasi yang
baik memungkinkan dilakukannya water management dengan penggunaan air secara
ekonomis.
II.5.3 Karakteristik Jaringan Irigasi
II.5.3.1 Saluran Pembawah
Saluran pembawah membawa air irigasi dari sumber air lain ke jaringan irigasi primer.
Dimana saluran pembawah primer membawa air dari jaringan utama ke saluran
sekunder dan ke petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan bagi terakhir. Dan dilanjutkan oleh saluran pembawah sekunder membawa air
dari saluran primer ke petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas
ujung saluran sekunder adalah pada bangunan sadap terakhir. Kemudian saluran
pembawah tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke dalam
petak tersier dan di teruskan ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi
27
kuarter yang terakhir. Dan berakhir pada saluran pembawah kuarter membawa air dari
boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke petak sawah.
II.5.3.2 Saluran Pembuang
Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang sekunder ke luar
daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran pembuang alamiah yang
mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak sungai atau ke laut. Untuk saluran
pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air
tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan pembuang alamiah dan keluar
daerah irigasi. Dan untuk saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak tersier
yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari
pembuang kuarter maupun dari petak sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan
pembuang sekunder. Kemudian untuk saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu
petak tersier, menampung air langsung dari petak sawah dan membuang air tersebut ke
dalam saluran pembuang tersier.
II.5.4 Sistem Jaringan Irigasi Dan Penerapannya
Sistem jaringan irigasi dan penerapannya memiliki empat jenis yang tergantung dari
keadaan topografi, biaya dan teknologi yang digunakan.
1. Sistim gravitasi, sistim ini memanfaatkan gaya tarik bumi untuk pengaliran airnya.
Air dialirkan dari tempat yang lebih tinggi menuju tempat yang lebih rendah karena
dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Jenis irigasi yang termasuk di dalam katagori sistim
gravitasi meliputi : Irigasi genangan liar, Irigasi genangan dari saluran, dan Irigasi alur
dan gelombang.
Irigasi genangan liar, yaitu air dialirkan kepetak sawah melawati bangunan-bangunan
irigasi yang ada, misalnya melewati bangunan pengatur. Irigasi genangan dari saluran,
yaitu pemberian dan pembuangan air dapat dikendalikan dengan sepenuhnya, secara
baik pada waktunya. Irigasi alur dan gelombang, memiliki proses pengaliran air yang
28
dilewatkan melalui alur-alur yang ada disisi deretan perakaran tanaman agar tanaman
memperoleh air.
2. Sistim bawah tanah, sistim ini memanfaatkan saluran-saluran dibawah tanah untuk
mentransperkan air sehingga tanah dialiri melalui bawah permukaan. Air dialirkan
melalui saluran-saluran disisi petak sawah. Dengan cara seperti ini muka air tanah yang
berada di petak sawah mengalami kenaikan sehingga muka air tanah mencapai daerah
perakaran secara kapiler dan tanaman memperoleh air.
3. Sistim siraman, Sistem ini memefaatkan jaringan pipa yang airnya disemprotkan ke
permukaan tanah dengan kekuatan tenaga mesin sehingga tanaman memperoleh air
untuk pertumbuhannya.
4. Sistem tetes, sistim ini juga memanfaatkan jaringan pipa dengan tenaga mesin pompa
sebagai tenaga penggerak, dan diteteskan tepat pada daerah perakaran tanaman.
29
II.5.5 Penomena Bangunan Irigasi, Persamaan Aliran, Dan
Karakteristiknya
II.5.5.1 Bangunan Irigasi
Bangunan irigasi merupakan perangkat keras yang sangat dibutuhkan dan berada
pada daerah irigasi, baik daerah irigasi teknis, semi teknis, maupun daerah irigasi
non teknis (daerah irigasi sederhana).
Dengan adanya bangunan irigasi, maka dalam pengolahan dan pemanfaatan air
yang dapat dilakukan dalam bentuk mengarahkan air, mengatur, dan mengukur
debit yang masuk ke petak sawah untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dapat
disesuaikan dengan permintaan.
Pemanfaatan bangunan-bangunan irigasi yang ada pada suatu daerah irigasi, tidak
dapat dilepas pisahkan dari peranan bangunan-bangunan irigasi tersebut. Dimana
bangunan tersebut memberikan ke amanan, ke mudahan, dan kelancaran kepada
pengelolah irigasi dalam hal pemanfaatan air.
II.5.5.2 Bangunan Pengukur
II.5.5.2.1 Bangunan Pengukur Ambang Lebar
Bangunan pengukur jenis ini sangat disarankan penggunaannya, sebab
bangunannya kokoh dan dalam pembuatannya juga mudah. Bangunan ini juga
memiliki berbagai bentuk mercu dan penempatannya pula bisa disesuaikan
dengan keragaman bentuk jenis saluran yang ada. Keterkaitan bangunan dengan
muka air dan debit memiliki hubungan tunggal, dengan demikian sangat
memudahkan dalam pembacaan debit yang melewati bangunan ini.
30
1. Jenis-jenis bangunan pengukur ambang lebar
Bangunan pengukur ambang lebar termasuk katogori bangunan aliran atas
(overflow), karena itu ketinggian pada energi hulu lebih kecil dari pada panjang
mercunya. Bentuk pola aliran yang berada di atas bangunan ini dapat diatasi
berdasarkan formula hidrolika yang berlaku. Bangunan ini mengalirkan debit
yang sama tetapi memiliki bentuk yang beragam. Pada gambar II.6
memperlihatkan ragam bangunan yang memiliki mulut pemasukan yang berada
pada bagian depan dibulatkan. Pada bagian konstruksi permukaan yang
melengkung, bangunan ini baik untuk digunakan dan tidak mempersulit dalam
pelaksanaan dan baik pula kalau bangunan diperpendek, dengan demikian
bangunan dikerjakan menggunakan pasangan batu.
Pada gambar II.7 disini memperlihatkan bangunan pengukur ambang lebar yang
memiliki bentuk permukaan datar, yang juga merupakan sistem tata peletakan
yang ekonomis dengan beton sebagai bahan dalam pembuatannya.
Pada gambar II.6 mempertunjukan berupa muka hilir vertikal yang hampir mirip
dan sama seperti yang terdapat pada bendung dan gambar II.7 memperlihatkan
bentuk dari peralihan pelebaran kemiringan pada 1 : 6 yang hal ini digunakan jika
di atas bangunan pengukur adanya tinggi energi yang hilang. Pada peralihan
pelebaran kemiringan hal ini digubakan apabila di atas bangunan pengukur energi
kinetik dialihkan ke hilir saluran ke dalam energi potensial. Dengan demikian
tinggi energi yang hilang diusahakan untuk trjadi sekecil mungkin. Bentuk
pelebaran kemiringan yang terjadi pada hilir bangunan pengukur tidak
mempengaruhi kalibrasi ketinggian debit pada bangunan pengukur.
Faktor kalibrasi juga tidak dipengaruhi oleh bangunan pengukur ambang lebar
yang memiliki peralihan masuk yang dibulatkan atau yang datar dan yang
memiliki peralihan penyepitan. Bagian-bangian permuakaan yang dimiliki oleh
bangunan pengukur ambang lebar yang beragam bentuk ini, dibuat untuk
mengarahkan debit atau aliran di atas mercu bangunan dengan tidak terjadi
konstraksi dan pemisahan aliran. Pada bangunan pengukur ambang lebar di
atasnya yang datar dilakukan pengukuran debit dan aliran.
31
Gambar II.6. Bangunan pengukur ambang lebar dengan pemasukan
Dibulatkan (DPU, dan DJP, 1986).
Gambar II. 7. Bangunan pengukur ambang lebar dengan
pemasukan datar dan peralihan penyepitan
(DPU, dan DJP, 1986).
2. Persamaan debit bangunan pengukur ambang lebar dengan bagian pengontrol
segi empat :
Q = Cd Cv g32
32 bc h1 1,50 (II.1)
Dimana :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit
Cd = 0,93 + 0,10 H1/L, untuk 0,1 < H1/L < 1,0
H1 = tinggi energi hulu (m)
L = panjang mercu (m)
32
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
bc = lebar mercu (m)
h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan pengukur (m)
Nilai (Cv) dapat dicari pada Gambar D.1 (lampiran D) yang memberikan harga
Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.
3. Persamaan debit bangunan pengukur ambang lebar bentuk trapesium :
Q = Cd {bc yc + mc2} {2g (H1 – yc)0,5} (II. 2)
Dimana :
bc = lebar mercu di bagian pengontrol (m)
yc = kedalaman air di bagian pengontrol (m)
m = kemiringan samping di bagian pengontrol (1:m)
Keterangan simbol yang digunakan dapat dilihat pada gambar D.2 (lampiran D)
4. Harga batas moduler
Harga batas moduler pada bangunan pengukur ambang lebar bergantung pada
ragam dari bagian pengontrol dengan nilai banding ekspansi hilir dapat dilihat
pada tabel II.1
Tabel II. 1. Harga batas moduler minimum (H2/H1) (DPU, dan DJP, 1986).
Ekspansi
Vertikal / Horisontal
Bangunan pengukur
Pengontrol Pengontrol
1 : 0
1 : 6
0.70
0.79
0.75
0.85
Harga pembanding ekspansi 1 : 6 diilustrasikan seperti pada Gambar D.3 bentuk
peralihan hilir (lampiran D). Dengan mengacu pada gambar D.3 diperlihatkan
langkah-langkah dalam memotong ekspansi disini hanya memberikan sedikit
saja mengurangi efektivitas peralihan.
33
5. Besaran dari debit
Untuk besaran dari debit ini diklasifikasi dalam perbandingan sebagai berikut :
γ = minQ
Qmaks (II. 3)
Pada bangunan pengukur ambang lebar segi empat γ = 35, dan pada bangunan
pengukur dengan bentuk trapesium γ = 55 pada bangunan pengukur yang besar
dan γ = 210 pada bangunan pengukur yang kecil. Di dalam saluran irigasi nilai
perbandingan γ = minQ
Qmaks jarang melebihi 35.
6. Satuan dalam papan duga
Dalam kemungkinan untuk menandai papan duga dengan satuan-satuan seperti
liter/detik atau meter kubik/detik, diluar penggunaan dengan skala sentimeter. Hal
ini dapat menyebabkan terhindarnya didalam dan bahkan tidak diperlukan
penggunaan tabel debit.
Sebagai panduan diberikan suatu contoh jarak pengamatan papan duga dalam
pembacaan langsung di papan duga yang terpasang pada dinding, ditunjukkan
dalam tabel II.2 dengan mengacu penggunaannya pada Gambar II.11 yang
digunakan sebagai bilangan pengali.
Gambar II.8. Bentuk bilangan pengali dengan satuan yang
diguanakan oleh papan duga dalam kondisi miring
(DPU, dan DJP, 1986).
34
7. Penggunaan tabel debit
Pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk segi empat, didalam bagian ini
diperlihatkan penggunaan tabel debit, sebagaimana yang terdapat pada tabel C.II.1
(lampiran C)
Pada bangunan pengukur ambang lebar berbentuk trapesium dan pada saluran
yang memiliki lebar dasar yang tidak berstandar, maka disarankan untuk
menggunakan formula tinggi energi (head) – debit. Pada tabel C.II.2 di dalam
lampiran C di dalam tabel ini memberikan harga-harga yc /H1 merupakan fungsi
dari m dan H1/b pada bagian dengan pengontrol trapesium yang dapat digunakan
dengan mengacu pada persamaan debit pada bangunan pengukur ambang lebar
berbentuk trapesium.
Tabel II. 2. Hubungan antara jarak vertikal dengan kemiringan samping
didalam papan duga pada saluran dengan kemiringan talut 1 : 1,5
(DPU, dan DJP, 1986).
Debit (m3/det) Tinggi Vertikal h1 (m) Jarak kemiringan samping hs (m)
0.20
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
2.00
2.20
2.40
2.60
2.80
3.00
0.117
0.229
0.273
0.311
0.347
0.379
0.410
0.439
0.466
0.492
0.517
0.541
0.564
0.586
0.211
0.413
0.492
0.561
0.626
0.683
0.739
0.792
0.840
0.887
0.932
0.975
1.016
1.057
35
8. Bangunan pengukur ambang lebar dengan karakteristiknya :
a. Apabila kehilangan energi pada bangunan pengukur memenuhi dan dapat
menciptakan aliran kritis, maka dalam perhitungan tabel debit dengan
kesalahan kurang dari 2 %.
b. Besar energi yang hilang untuk dihasilkan aliran moduler (yan merupakan
hubungan khusus antara besar energi hulu terhadap mercu dengan debit
sebagai acuan) lebih rendah apabila dibandingkan terhadap besar energi yang
hilang pada bagunan lainnya.
c. Formula hidrolika digunakan untuk menghitung besar energi yang hilang pada
bangunan pengukur dan saluran.
d. Bangunan pengukur ini memiliki masalah terhadap benda hanyut, apabila
bangunan ini mengalami peralihan penyepitan yang bertahap (gradual).
e. Pada kondisi dilapangan pembacaan debit mudah dilakukan, dengan hal
Khusus apabila pada papan duga dilengkapi dengan satuan debit (misal
m3/det).
f. Dalam pengamatan dilapangan maupun laboratorium mengatakan, bahwa
bangunan pengukur ini mengangkut sedimen, bahkan pada saluran dengan
aliran subkritis
g. Bangunan pengukur memungkinkan perbaikan bila perlu apabila mercu datar
searah dengan aliran, maka dengan demikian pada dimensi purnalaksana (as-
built dimensions) tabel debit dapat dibuat, bahkan apabila terdapat kesalahan
pada dimensi selama rencana pelaksanaan sekalipun Kalibrasi purnalaksana.
h. Kekuatan bangunan cukup kokoh dan tidak mudah rusak.
i. Berpedoman pada kondisi hidrolis dengan batas yang serupa, merupakan hal
yang ekonomis dibandingkan bangunan lain dalam hal pengukuran debit yang
dilakukan secara tepat.
9. Bangunan pengukur ambang lebar dengan kelebihannya :
a. Bangunan sederhana dan bentuk hidrolisnya luwes
b. Bangunan memiliki konstruksi yang sederhana, kuat, dan biaya tidak mahal
c. Bangunan ini untuk benda-benda hanyut bisa dilewatkan.
d. Bangunan di dalam proses eksploitasi dilakukan dengan mudah.
36
10. Bangunan pengukur ambang lebar dengan kekurangannya :
a. Bangunan digunakan hanya untuk mengukur debit
b. Aliran tidak boleh tenggelam agar pengukuran dapat dilakukan dengan teliti.
11. Bangunan pengukur ambang lebar dalam penggunaannya :
Untuk pengukuran debit yang dipakai disaluran bangunan pengukur ini sangat
dibutuhkan dan dimana kehilangan energi merupakan hal utama yang menjadi
bahan pertimbangan. Pada bagian awal saluran primer biasanya bangunan
pengukur ini ditempatkan, dan juga pada bagian cabang dari saluran besar dan
berada tepat dihilir bangunan pintu sorong pada bagian yang masuk petak tersier.
II.5.5.2.2 Bangunan Pengukur Cipolleti
Bangunan pengukur Cipolleti adalah bangunan yang mengalami penyempurnaan
dari bangunan pengukur ambang tajam yang dikontraksi sepenuhnya. Bangunan
pengukur Cipolleti ini memiliki potongan pengontrol yang berbentuk trapesium,
dan mercunya adalah horisontal dengan bentuk sisi-sisinya miring kesamping
dengan kemiringan 1 vertikal banding ¼ horisontal. Bentuk bangunan pengukur
ini dapat dilihat pada gambar II.9 dibawah ini.
Gambar II.9. Bentuk dimensi bangunan pengukur Cipolleti
(DPU, dan DJP, 1986).
37
1. Persamaan debit bangunan pengukur Cipolleti :
Q = Cd Cv g232 b h1
1,5 (II. 4)
Dimana :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit (≈ 0,63)
Cv = koefisien kecepatan datang (dapat dilihat pada gambar D.1 lampiran D)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
b = lebar mercu (m) (dapat dilihat pada gambar II.12)
H1 = tinggi energi hulu (m) (dapat dilihat pada gambar II.12)
Dapat dilihat dalam tabel C.II.4 (pada lampiran C) disini diberikan bentuk tabel
debit untuk q m3/dt.m.
2. Bangunan pengukur Cipolleti dengan karakteristiknya :
a. Bentuk dari bangunan sederhana dan konstruksinya mudah dibuat.
b. Dalam pelaksanaan bangunan biayanya tidak mahal.
c. Apabila pada papan duga diberi skala liter, maka oleh para petani pemakai air
dapat melakukan pengecekan persediaan air mereka dengan jelas.
d. Pada bagian hulu dari bangunan terjadi penumpukan sedimen, dengan
sendirinya dapat mengganggu berfungsinya bangunan pengukur ini, dilain
hal benda hanyut tidak bisa lewat dengan mudah, hal ini sangat mudah
menyebabkan kerusakan dan sangat mengganggu ketelitian pengukuran
debit.
e. Apabila muka air di hilir bangunan mengalami kenaikan diatas elevasi
ambang bangunan pengukur, maka proses pengukuran debit tidak bisa
dilakukan.
f. Bangunan ini mengalami kehilangan tinggi energi besar sekali dan lebih
khusus lagi apabila pada daerah yang datar, dimana kehilangan tinggi energi
yang tersedia kecil sekali, dengan demikian bangunan pengukur ini tidak
dapat digunakan lagi.
38
3. Bangunan pengukur Cipolleti dalam penggunaannya
Penggunaan bangunan pengukur Cipolleti dapat dikombinasikan dengan
bangunan pintu sorong, hal ini sering dipakai sebagai bangunan sadap tersier.
Bangunan ini terletak berjauhan terhadap banguna pintu sorong, sehingga proses
eksploitasi pintu menjadi rumit. Bangunan pengukur ini dalam penggunaannya
tidak dianjurkan lagi, hal lain kecuali didalam laboratorium.
II.5.5.2.3 Bangunan Pengukur Parshal
Bangunan pengukur Parshal merupakan bangunan pengukur yang telah diuji
secara laboratoris demi penggunaannya dalam pengukuran aliran pada saluran
terbuka. Bangunan pengukur ini memiliki sebuah peralihan penyepitan dengan
lantai yang datar, juga leher dengan lantai miring ke bawah, dan sebuah peralihan
pelebaran dengan lantai miring ke atas (hal ini dapat dilihat pada gambar 2.8).
Bentuk lereng lantai yang tidak konvensional ini, menyebabkan aliran tidak dapat
di ukur dan di atur di dalam leher, tetapi dilakukan di dekat ujung lantai dasar
peralihan penyepitan (dapat dilihat pada gambar II.10). Karena bangunan
memiliki lengkung garis aliran tiga dimensi yang terdapat pada bagian pengontrol,
maka dari itu teori hidrolika dalam menerangkan aliran melalui bangunan
pengukur Parshal belum ada. Oleh sebab itu pembuatan tabel debit hanya dapat
dilakukan melalui uji laboratorium. Dan dalam penggunaan tabel ini hanya bisa
pada bangunan yang proses eksploitasi di lapangan dan apabila bangunan itu
dibuat sesuai dengan dimensi talang yang telah di uji di laboratorium. Dari 22
bangunan pengukur yang didimensi sudah di uji (dalam satuan milimeter) dapat
dilihat pada tabel C.II.5 (di dalam lampiran C).
Perlu dalam ingatan bahwa pada ke enam bidang yang membentuk peralihan
penyepitan dan pada potongan leher tersebut harus saling memotong pada garis
yang benar-benar tajam. Pada bagian yang mengalami pembulatan disini akan
mengurangi kelengkungan garis aliran sehingga akan mengubah kalibrasi
bangunan pengukur. Hal lain juga pada kran piesometer yang digunakan dalam
39
mengukur tekanan piesometer perlu dipasang di posisi lokasi yang cocok agar
dapat dilakukan pengukuran debit. Didalam bagian ini ada kesalahan pada tabel
debit terjadi kurang dari 3 %.
Oleh karena leher bangunan lantai yang bentuknya dibuat miring ke bawah, maka
air di arahkan ke lantai yang mengalami peralihan pelebaran. Pada bagian
peredam energinya disini dapat menghasilkan batas moduler lebih rendah
dibandingkan dengan bangunan pengukur ambang lebar (atau secara hidrolis
bekaitan dengan bentuk panjang dari leher saluran).
Pada bangunan pengukur yang kecil memiliki batas moduler sebesar 0,05, namun
pada bangunan yang berukuran besar (yaitu memiliki lebarnya lebih dari 3 m)
dengan batas moduler menjadi naik sehingga mencapai 0,08.
Gambar II.10. Bentuk bangunan pengukur Parshal.
(untuk dimensi gunakan tabel C.II.9), (lampiran C)
(DPU, dan DJP, 1986).
40
1. Bangunan pengukur Parshal dengan karakteristiknya:
Bangunan pengukur parshal teliti dan andal.
2. Bangunan pengukur Parshal dengan kelebihannya :
a. Bangunan memiliki kehilangan besar energi yang relatif kecil.
b. Bangunan ini digunakan untuk mengukur berbagai besaran debit aliran
bebas.
c. Bangunan tidak bermasalah dengan benda-benda hanyut.
d. Bangunan tidak dapat di ubah-ubah oleh orang yang tidak bertanggung
jawab.
3. Bangunan pengukur Parshal dengan kekurangnnya :
a. Bangunan memiliki biaya pelaksanaannya lebih mahal.
b. Permukaan air relatif tenang dan aliran masuk harus tenang.
c. Bangunan dalam pembuatannya harus teliti agar berfungsi dengan baik.
Bangunan tidak ada tabel debit apabila pembuatannya tidak mengacu pada
tabel C.II.6 (lampiran C).
II.5.5.3 Bangunan Pengatur
II.5.5.3.1 Bangunan Pengatur Pintu Skot Balok
Bangunan pengatur jenis pintu skot balok adalah bangunan yang strukturnya
sangat sederhana. Bentuk balok-balok profilnya adalah segi empat dan
penempatannya disangga pada sponeng yang besarnya mulai dari 0,03 m - 0,05 m
yang mengacu dari tebal profil balok-balok yang digunakan. Di kondisi saluran
irigasi, yang memiliki besar bukaan pada pengontrol adalah 2,0 m atau kurang
dari 2.0 m, maka bentuk profil-profil yang bisa dipakai, diperlihatkan pada
gambar II.11 di bawah ini.
41
Gambar II.11. Bentuk profil dan koefisien debit untuk
skot balok (cv ≈ 1,0). (DPU, dan DJP, 1986).
1. Persamaan debit untuk bangunan pengatur pintu sot balok :
Q = Cd Cv g32
32 b h1
1,5 (II.5)
Dimana :
Q = debit (m3/det)
Cd = koefisien debit
Cv = koefisien kecepatan datang
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
b = panjang skot balok (m)
h1 = kedalaman air di atas skot balok (m)
Koefisien debit untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang tajamnya
90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari 1,5 (lihat
gambar II.11). Untuk harga-harga L
H1 yang lebih tinggi, pancaran air yang
melimpah sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila L
H1 menjadi
lebih besar dari sekitar 1,5, maka pola alirannya akan menjadi tidak mantap dan
sangat sensitif terhadap “ketajaman” tepi sakot balok bagian hulu. Juga
42
besarnya airasi dalam kantong udara di bawah pancaran, dan
tenggelamnya pancaran sangat mempenagruhi debit pada skot balok.
Faktor kesalahan terjadi pada Cd di karenakan terjadi perubahan kecepatan aliran
dari hulu skot balok menjadi rendah yaitu h1(h1 + p1) lebih kecil dari 0.35.
Untuk memprediksi debit yang lewat pintu skot balok dengan baik, maka hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan di tas dan
mengkombinasikannya dengan gambar aliran pintu sorong dengan dasar
horisontal.
Tinggi air di hulu pintu skot balok dapat diatur dengan cara melakukan
pengaturan pada skot-skot balok yang ada, dilakukan satu terhadap yang lainnya.
Proses pengaturan skot-skot balok ini dipengaruhi oleh ukuran dari skot balok itu
sendiri. Hal ini sebagaimana di perlihatkan pada gambar II.11 di atas, yaitu tinggi
0.20 m ukuran skot balok yang baik untuk digunakan pada irigasi.
2. Bangunan pengatur pintu skot balok dengan kelebihannya :
a. Bentuk konstruksinya sederhana tetapi kuat
b. Dalam pelaksanaan konstruksi biayanya kecil
3. Bangunan pintu skot balok dengan kelemahaannya :
a. Proses pemasangan dan pemindahan skot balok membutuhkan tenaga dua
orang dan waktu yang dibutuhkan sangat banyak
b. Kedalaman muka air di hulu diatur selangkah demi selangkah, dan setiap
langkah mengacu pada tinggi sebuah skot balok
c. Skot balok sangat besar kemungkinan untuk diambil orang
d. Pengoperasian pintu skot balok dapat terjadi dilakukan oleh orang yang tidak
bertanggung jawab
e. Bentuk kedalaman aliran yang melewati skot balok belum dapat diketaui
secara pasti.
43
II.5.5.3.2. Bangunan Pengatur Pintu Sorong
Bangunan pengatur pintu sorong diusahakan sedemikian rupa segingga pada
saluran primer dan pada saluran cabang dapat diatur muka airnya pada batas-batas
tertentu oleh bangunan pengatur yang dapat digerakan, sehingga muka air yang
berhubungan dengan bangunan sadap tetap normal. Pemilihan bangunan pengatur
dan pengukur didasarkan kepada variasi kedalaman air yang direncanakan.
Untuk saluran irigasi yang lebar artinya lebih besar dari 2 m, agar diupayakan
untuk mengkombinasi beberepa tipe bangunan pengatur yang ada, seperti :
1. skot balok dengan pintu bawah
2. mercu tetap dengan pintu bawah
3. mercu tetap dengan skot balok
Standar pengukuran untuk lebar pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0.50,
0.75, 1.00, 1.25 dan 1.50 m. Untuk dua ukuran terakhir membutuhkan dua stang
pengangkat.
1. Bangunan pengatur pintu sorong dengan kelebihannya :
a. kedalaman air di hulu bangunan dapat dikontrol secara baik
b. pintu sorong sederhana dan kuat
c. bangunan ini dapat melewatkan sedimen dasar maupun sedimen layang
2. Bangunan pintu sorong dengan kelemahannya :
a. bangunan ini tidak dapat melewatkan benda-benda hanyut
b. pada aliran moduler baru bisa muka air dihulu dan kecepatnnya diatur cecara
baik
3. Bangunan pintu sorong dalam penggunaannya :
a. bangunan digunakan di hulu saluran primer
b. penggunaannya di bangunan bagi, bangunan sadap sekunder, apabila debit
terlalu besar
44
4. Persamaan debit untuk bangunan pengatur pintu sorong :
Q = K μ a b 12gh (II. 6)
Dimana:
Q = debit (m3/dt)
K = faktor aliran tenggelam (lihat gambar D.5 lampiran D)
μ = koefisien debit (lihat gambar D.6 lampiran D)
a = bukaan pintu (m)
b = lebar pintu (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2) (≈ 9,8)
h1 = kedalaman air di depan pintu diatas ambang (m)
Keterangan simbol dapat dilihat pada Gambar D.4 (lampiran D)
Gambar II.12. Bangunan pintu sorong dengan mencu tetap
(DPU, dan DJP, 1986).
II.5.5.3.3 Bangunan Pengatur Pintu Radial
Bangunan pengatur lainnya yang digunakan adalah bangunan pintu radial.