Download - BAB II tinjauan pustaka heater
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pemanas Listrik
Pemanas listrik adalah setiap proses di mana energi listrik diubah menjadi panas. Aplikasi
umum meliputi pemanas ruangan , memasak , pemanas air dan proses industri. Sebuah pemanas
listrik adalah alat listrik yang mengubah energi listrik menjadi panas. Elemen pemanas di dalam
setiap pemanas listrik hanyalah sebuah listrik resistor , dan bekerja pada prinsip pemanasan Joule
yaitu suatu arus listrik melalui sebuah resistor mengubah energi listrik menjadi energi panas.
2.1.1. Immertion heater
Pemanasan fluida dengan tenaga listrik biasanya dilakukan oleh sebuah immertion
heater yang dipasang dengan cara direndam di dalam bak berisi fluida. Immertion heater
adalah jenis heater basah/rendam yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan
pemanasan, biasanya digunakan sebagai pemanas air, kolam, tabung, oli, minyak, chemical
dan lain-lain. Immertion heater memiliki ketahanan yang cukup lama mengingat
penggunaannya selalu terendam dalam cairan, ketahanannya bisa sampai 3-6 tahun.
2.1.1.1. Screwplug immertion heater
Screwplug Immertion heater ini terdiri dari Tubular Heater berbentuk
“U” yang di solder atau di las pada screw plug dengan dilengkapi kotak kabel
untuk koneksi listriknya. Screw plug Immertion heater ini dimasukan secara
langsung pada lubang berulir pada dinding tangki atau pada pipa yang ukurannya
sesuai.
Gambar 2.1 Screwplug Immertion Heater
4
2.2. Proses Pemesinan
Proses pemesinan adalah proses pemakanan atau pemotongan material logam untuk
mendapatkan dimensi, bentuk dan hasil yang diinginkan. Berdasarkan gambar teknik, dimana
dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk, salah satu atau beberapa mesin perkakas harus
dipilih untuk digunakan dalam membuat produk tersebut, untuk itu perlu dipahami lima elemen
dasar proses pemesinan :
Kecepatan Potong (Cutting Speed) : Vc [m/min].
Kecepatan Pemakanan ( Feeding Speed) : s [mm/min]
Kedalaman Pemotongan (Depth Of Cut) : a [mm]
Waktu Pemotongan (Cutting Time ) : th [min]
Putaran (Rotation) : n [rpm]
2.2.1. Proses frais (milling)
Frais adalah suatu proses menghilangkan/pengambilan tatal-tatal dari bahan/benda
kerja dengan pertolongan dari alat potong yang berputar dan mempunyai banyak sisi
potong. sumber: Teknik bengkel 1. Hal.7-119
Gambar 2.2 Face milling Gambar 2.3 Slab milling
Face milling Slab milling
Roughing Finishing Roughing Finishing
L=l+ d2−ls+la+lu L=l+d+la+lu L=l+ls+la+lu L=l+2. ls+la+lu
ls=12
∙√d2−b2ls=√d .a−a2
Rumus yang berlaku untuk proses frais diatas adalah sebagai berikut :
Kecepatan putar cutter (rpm) :n=Vc×1000
π×d
5
Tabel 2.1 perhitungan L pada frais
Pemakanan per putaran :f =f z⋅z
Kecepatan pemakanan (mm/min) :v f=n⋅f
Waktu pemotongan (menit) :
th=L⋅iv f
Keterangan :
d = diameter pisau frais (mm)
fz = kemampuan potong tiap gigi (mm/gigi)
z = jumlah gigi
L = panjang total pengerjaan (mm)
Vc = cutting speed ( m/min )
Tabellenbuch Metall, Verlag Europa-Lehrmittel, hal 265
2.2.2. Proses bor (drilling)
Pengeboran adalah operasi yang menghasilkan lubang pada seluruh bahan, atau
memperbesar lubang dengan mata bor. sumber: Teknik bengkel 1. Hal.7-65
Gambar 2.4 Gerakan pengeboran
Gerakan putaran disebut gerak pemotongan dan menentukan kecepatan potong bor.
Pemakanan adalah gerakan arah garis sumbu mata bor terhadap benda kerja.
6
l = panjang benda kerja (mm)
la, lu, ls = jarak bebas pisau frais (mm)
i = banyaknya pemakanan (kali)
a = kedalaman pemotongan (mm)
ls = 0,6 d untuk bor sudut 80o ls = 0,23 d untuk bor sudut 130 o
ls = 0,3 d untuk bor sudut 118 o ls = 0,18 d untuk bor sudut 140 o
Rumus yang berlaku untuk proses bor diatas adalah sebagai berikut :
Kecepatan putar mata bor (rpm) :n=Vc×1000
π×d
Kecepatan pemakanan (mm/min) :v f=n⋅f
Waktu pemotongan (menit) :
th=L⋅iv f
Keterangan :
d = diameter mata bor (mm)
f = pemakanan per putaran (mm/put)
L = panjang total pengerjaan (mm)
Vc = cutting speed ( m/min )
Tabellenbuch Metall, Verlag Europa-Lehrmittel, hal 265
2.3. Proses Fabrikasi
2.3.1. Pengelasan
Berdasarkan definisi dari Duetche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan
metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan
lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah
sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.
7
L = panjang benda kerja (mm)
la, lu, ls = jarak bebas mata bor (mm)
i = banyaknya pemakanan (kali)
a = kedalaman pemotongan (mm)
Tabel 2.2 perhitungan L pada pengeboran
l
Pengelasan terjadi akibat panas yang ditimbulkan oleh busur listrik (arc) antara
elektroda logam yang terbungkus flux dan benda yang akan dilas. Sumbu elektroda
merupakan logam pengisi yang meleleh di dalam lengkung listrik. Flux mengurai di dalam
lengkung listrik dan menghasilkan perisai gas dan suatu lapisan padat, kedua-duanya
melindungi kampuh las yang sedang terbentuk terhadap pengaruh yang merusak dari udara
sekelilingnya.
2.3.2. Pemotongan dengan las oksi-asetilen
Pemotongan terjadi karena adanya reaksi antara oksigen dan baja. Pada permulaan
pemotongan, baja dipanaskan lebih dulu dengan api oksi-asetilen sampai mencapai suhu
antara 800 sampai 900°C. Kemudian gas oksigen tekanan tinggi atau gas pemotong
disemburkan kebagian yang telah dipanaskan kebagian yang telah dipanaskan tersebut
dan terjadilah proses pembakaran yang membentuk oksida besi. Karena titik cair oksida
besi lebih rendah dari baja maka oksida tersebut mencair dan terhembus oleh gas
pemotong. Maka dengan demikian terjadilah proses pemotongan.
8
Gambar 2.5 Proses pengelasan
Tabel 2.3 perhitungan waktu pengelasan
LAS
Waktu
pengelasan
Th = lS
Th = waktu pengelasan (min)
l = panjang pengelasan (mm)
s = kecepatan pengelasan (mm/min)
Gambar 2.6 Penampang memanjang garis potong pada pemotongan las gas
Hasil pemotongan ini dinyatakan baik apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Alur potong harus cukup kecil
2. Permukaan potong harus halus
3. Terak harus mudah terkelupas
4. Sisi potong atas pemotongan tidak membulat.
2.3.3. Proses bending
Bending adalah proses pembentukan benda kerja khususnya plat logam
dengan cara ditekuk dimana terjadi pemuluran atau peregangan secara menyeluruh
di sekitar sumbu bidang netral dan bidang normal yang berupa garis lurus.
Gambar 2.7 Bending Tool
Aliran material logam dilakukan pada batas mulur logam (Re). Jika material
ditekan melebihi batas mulur (tepatnya di titik lelahnya) tetapi masih di bawah batas
kekuatan tariknya, maka penekukan akan menghasilkan kontur yang tetap dan membentuk
sudut terhadap bidang asalnya. Permukaan terdalam dari tekukan mengalami gaya tekan
dan bagian luar tekukan mengalami gaya tarik (peregangan).
2.4. Proses Finishing
2.4.1. Proses gerinda tangan
Proses penggerindaan ini menggunakan mesin gerinda tangan yang digunakan
untuk meratakan atau menghaluskan permukaan bekas proses pengelasan, proses beveling
suatu plat yang akan dilas dan membentuk atau merapikan bekas potongan dari potong api.
2.4.2. Proses pengecataan
Pengecatan merupakan salah satu proses yang digunakan dalam proses pelapisan
atau coating process. Proses pengecatan digunakan untuk untuk melindungi material dari
gangguan korosi, air, hujan, ataupun gesekan dengan benda yang lain. Selain itu juga
9
pengecatan digunakan untuk menampilkan estetika suatu benda. Ada yang perlu
diperhatikan sebelum proses pengecatan yaitu persiapan permukaan terhadap part sebelum
proses pengecatan dilakukan agar cat dapat melekat dengan baik terhadap material.
2.5. Operation Plan
Operation Plan (OP) adalah rencana kerja yang dibuat untuk acuan dalam proses
pembuatan benda kerja. Dengan adanya OP, pekerjaan akan lebih terkontrol (sistematis) sehingga
dapat mencegah pemborosan waktu pembuatan ataupun hasil benda kerja yang tidak optimal.
Penulis akan menggunakan OP dengan sistem penomoran dan ketentuan sebagai berikut :
x01 : Pelajari gambar kerja, periksa benda kerja
x02 : Setting mesin
x03 : Marking benda kerja
x04 : Cekam benda kerja
xyy : Proses pemotongan
x adalah bilangan 1, 2, 3, dst.. Berganti jika ada kegiatan pelepasan pencekaman
y adalah kelipatan 5. Contoh: 05, 10, 15, dst. Berganti setiap proses pemotongan.
Setiap proses pemotongan hendaknya mencantumkan harga kekasaran yang
diinginkan
2.6. Perakitan
Perakitan adalah proses penyatuan part-part (standar dan/atau non standar) sehingga
menjadi satu produk yang utuh. Kegiatan ini meliputi penyusunan, penempatan, pengukuran,
pengikatan, dsb. Tidak ada prosedur sistematis yang baku dalam mengatur urutan perakitan suatu
produk. Namun, secara umum, urutan perakitan ditentukan dengan mempertimbangkan
kemudahan, safety dan efisiensi waktu proses perakitan. Kecocokan dan pengalaman masa lalu
juga mempengaruhi urutan perakitan. Biasanya, di dunia manufaktur urutan perakitan ditentukan
oleh engineering yang bertanggungjawab atas produk yang akan dirakit seperti design engineer
atau mechanical engineer-nya.
2.7. Perhitungan Biaya
Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai ada dua
macam yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung, berikut penjelasannya :
2.7.1. Biaya langsung
10
Biaya langsung adalah biaya yang terjadi yang penyebab satu-satunya adalah
karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya langsung terdiri dari material, proses
pemesinan, gaji dan lain-lain.
2.7.1.1. Biaya material
Material terdiri dari material standard dan material non-standar. Material
standar memiliki harga yang sudah ditentukan oleh perusahaan pembuat material
tersebut. Sedangkan material untuk material non-standar memerlukan
perhitungan untuk mengetahui harganya. Berikut adalah perhitungan untuk
menentukan biaya material untuk material non-standar.
Massa = Volume (mm3) x Massa Jenis (kg/ mm3)
Biaya Material = massa x harga material/kg
Total biaya material adalah penjumlahan biaya material untuk material
non-standar dan harga material standar.
2.7.1.2. Biaya Pemesinan
Biaya pemesinan dilakukan dengan mengalikan perhitungan waktu
proses pengerjaan dengan harga pemesinan mesin per jam.
2.7.2. Biaya tidak langsung
Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadinya tidak hanya disebabkan oleh
sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung dalam hubungannya dengan produk disebut
dengan istilah biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik (factory overhead
cost). Biaya overhead pabrik ini diantaranya biaya bahan penolong, biaya reparasi dan
pemeliharaan, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya yang timbul sebagai akibat
berlalunya waktu, dll.
2.7.3. Harga pokok produksi
Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi,
terdapat dua pendekatan yaitu full costing dan variable costing. Full costing merupakan
metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya
produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku variable maupun tetap.
11
Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode full costing terdiri dari unsur
biaya produksi berikut ini :
1. Biaya bahan baku.
2. Biaya tenaga kerja langsung.
3. Biaya overhead pabrik variable, yaitu biaya overhead pabrik yang berubah sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Contohnya biaya overhead untuk listrik yang
besarnya disesuaikan dengan volume kegiatan produksi yang ada, jadi jika volume
produksi naik maka biaya overhead pabrik variable untuk listrik pun naik.
4. Biaya overhead pabrik tetap yaitu biaya overhead pabrik yang tidak berubah dalam
kisar perubahan volume kegiatan tertentu. Contohnya biaya overhead untuk asuransi
gedung yang besarnya selalu tetap dengan volume kegiatan produksi yang ada.
Sedangkan variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi
yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variable ke dalam harga
pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik variable. Dengan demikian harga pokok produksi menurut metode
variable costing terdiri dari unsur biaya produksi berikut ini :
1. Biaya bahan baku.
2. Biaya tenaga kerja langsung.
3. Biaya overhead pabrik variable, yaitu biaya overhead pabrik yang berubah sebanding
dengan perubahan volume kegiatan. Contohnya biaya overhead untuk listrik yang
besarnya disesuaikan dengan volume kegiatan produksi yang ada, jadi jika volume
produksi naik maka biaya overhead pabrik variable untuk listrik pun naik.
Biaya pembuatan = biaya raw material + biaya elemen standar + biaya
total pemesinan
Biaya overhead = Biaya pembuatan x 20%
Biaya total pembuatan = Biaya pembuatan + biaya overhead
12