13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Toilet Training
1. Definisi Toilet Training
Pelatihan toilet training adalah hal yang penting, untuk itu anak
harus dididik pelatihan penggunaan toilet training. Dalam hal ini orang tua
harus memahami keadaan anak, tingkat perkembangan dan cara beljar
anak. Salah satu tanda penting dalam kehidupan awal anak adalah
perpindahan dari popok ke penggunaan toilet. Ini merupakan langkah
besar untuk semua orang yang terlibat dalam suksesnya pengajaran toilet
training pada anak (Warner, 2006).
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak
agar mampu mengontrol dalam buang air kecil dan besar. Pada toilet
training selain melatih anak dalam mengontrol buang air besar dan kecil
juga dapat bermanfaat dalam pendidikan seks sebab saat anak melakukan
kegiatan tersebut, anak akan mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta
fungsinya.
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak
agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang
air besar. Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan
anak yaitu umur 18 bulan – 2 tahun, dalam melakukan buang air kecil
dan buang air besar pada anak membutuhkan persiapan baik fisik,
psikologis, maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut
13
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
14
diharapkan anak mampu mengontrol buang air kecil dan buang air besar
(Hdayat, 2005).
Toilet training pada anak dengan usia yang tidak tepat dapat
menimbulkan beberapa masalah yang dialami anak yaitu seperti
sembelit, menolak toileting, disfungsi berkemih, infeksi saluran kemih,
dan enuresis (Hooman et al, 2013).
Latihan buang air besar atau kecil pada anak atau dikenalkan dengan
toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan orang tua kepada
anaknya, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai
kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil atau besar tanpa
merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan mengalami
pertumbuhan dan perkembanagan sesuai dengan usia.
Toilet training penting dilakukan untuk melatih kemandirian
anak, menanamkan kebiasaan baik anak, terutama tentang kebersihan
diri. Toilet training bukanlah kegiatan yang mudah untuk dilakukan.
Untuk itu, harus dilakukan pada usia yang tepat, berkisar antara usia
1-3 tahun. Toilet training yang tidak diajarkan sejak dini akan membuat
orang tua semakin sulit untuk mengajarkan pada anak ketika anak
bertambah usianya (Hidayat, 2005).
Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu
umur 18 bulan-2 tahun. Dalam, melakukan latihan buang air kecil dan
besar pada anak membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
15
maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak
mampu mengontrol buang air kecil atau besar sendiri (Hidayat, 2008).
Konsep toilet training dapat diperkenalkan pada anak sejak dini
yaitu usia toddler (1 – 3 tahun). Walaupun bukan pekerjaan sederhana,
orang tua harus termotivasi anaknya agar terbiasa buang air besar dan
buang air kecil dengan baik. Mengajarkan toilet training pada anak
bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan,
apalagi pada anak dengan disabilitas intelektual. Kegagalan toilet
training diantaranya adalah adanya perlakuan atau aturan yang ketat
dari orangtua kepada anaknya. Seperti orangtua sering memarahi anak
pada saat BAB atau BAK atau bahkan melarang BAB atau BAK
saat bepergian (Hidayat, 2005).
2. Pengkajian Masalah Toilet Training
Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu
yang harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air besar,
mengingat anak yang melakukan buang air besar atau kecil akan
mengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil dan
besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak, untuk mencegah
terjadinya kegagalan maka dilakukan suatu pengkajian fisik, pengkajian
psikologis, dan pengkajian intelektual.
a. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan
melakukan buang air kecil atau besar dapat meliputi kemampuan
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
16
motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan
motorik halus seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan
motorik ini harus mendapat perhatian karena kemampuan untuk buang
air besar ini lancar dan tidaknya dapat ditunjang dari kesiapan fisik
sehingga ketika anak berkeinginan untuk buang air kecil dan besar
sudah mampu dan siap untuk melaksanakannya. Selain itu, yang harus
dikaji adalah pola buang air besar yang sudah teratur, sudah tidak
ngompol setelah tidur, dan lain-lain.
b. Pengkajian Psikologis
Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran
psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan besar
seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak
menangis sewaktu buang air besar atau kecil, ekspresi wajah
menunjukkan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak
sabar dan sudah mau tetap tinggal di toilet selama 5-10 menit tanpa
rewel atau meninggalkannya, adanya keingintahuan kebiasaan toilet
training pada orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk
menyenangkan pada orang tuanya.
c. Pengkajian Intelektual
Pengkajian intelektual pada pelatihan buang air kecil dan besar
antara lain kemampuan anak untuk mengerti buang air kecil dan besar,
anak menyadari timbulnya buang air besar dan kecil, mempunyai
kemampuan kognitif untuk meniru perilaku yang tepat seperti buang air
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
17
kecil dan besar pada tempatnya serta etika dalam buang air kecil dan
besar, terdapat beberapa hal-hal yang perlu diperhatikan selama toilet
training:
1) Menghindari pemakaian popok sekali pakai atau diaper dimana anak
merasa aman.
2) Ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan
dengan buang air.
3) Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
muka saat bangun tidur, cuci tangan, cuci kaki dan lain-lain.
4) Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training
(Hidayat,2008).
3. Cara mengajarkan Toilet Training Pada Anak
a. Teknik Lisan
Merupakan suatu usaha untuk melatih anak dengan cara
memberikan instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau
sesudah buang air kecil atau besar. Cara ini kadang-kadang merupakan
hal biasa yang dilakukan orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan
bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai cukup besar dalam memberikan
rangsangan untuk buang air kecil atau besar dimana dengan lisan ini
persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya
anak mampu dengan baik melaksanakan buang air kecil atau besar
(Hidayat,2008).
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
18
b. Teknik Modelling
Cara ini dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh
buang air kecil atau besar atau membiasakan buang air kecil atau besar
secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila contoh
yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak
akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan yang salah. Selain cara
tersebut di atas terdapat beberapa hal yang dilakukan seperti melakukan
observasi pada saat anak merasakan buang air kecil dan besar,
tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar mandi, berikan pispot
dalam posisi yang nyaman, ingatkan pada anak bila akan melakukan
buang air kecil atau besar, berikan pujian jika anak berhasil jangan
disalahkan dan dimarahi, biasakan anak pergi ke toilet pada jam-jam
tertentu dan besri celana yang mudah dilepas dan dikembalikan
(Hidayat,2008).
4. Tanda Kesiapan Anak
Tidak ada untungnya memakai toilet terlalu dini, baik dari segi
psikologis maupun emosional. Tapi perlu diingat, kesiapan setiap anak
untuk dilatih memakai toilet berbeda. Berikut beberapa tanda yang
mengindikasikan anak sudah siap dilatih :
Popoknya tetap kering saat melepasnya walaupun anak sudah
memakainya selama beberapa jam. Ini menandakan bahwa anak sudah bisa
mengendalikan rasa ingin buang air.
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
19
a. Anak mengeluh popoknya basah, ini menandakan bahwa anak sudah
bisa membedakan antara basah dan kering dan anak lebih suka kering.
b. Anak tidak mau menggunakan popok. Ini menandakan motivasinya
untuk memulai latihan menggunakan toilet.
c. Saat anak bangun dari tidur siang popoknya masih kering.
5. Alasan Sulitnya Toilet Training
a. Latihan menggunakan toilet dilakukan terlalu dini
b. Anak mungkin benar-benar tidak siap untuk melakukannya dan dituntut
untuk melakukan sesuatu yang secara fisik belum mampu anak lakukan.
Tunggu hingga anak benar-benar siap dengan proses latihan.
c. Orang tua terlalu banyak berharap.
Jika orang tua terlalu banyak berharap dengan meminta anak
segera mengendalikan keinginan buang airnya, anak akan merasa gagal.
Biarkan anak menjalani ini sesuai kemampuannya (Woolfson, 2005).
d. Menghukum saat anak ngompol
Anak tidak akan mengompol dengan sengaja saat sedang berlatih
menggunakan toilet. Kejadian ini adalah bagian dari proses belajarnya.
Jangan pernah menghukum anak jika ini terjadi, karena kejadian seperti
itu adalah normal.
e. Latihan toilet diwarnai dengan stres dan tekanan
Orang tua dan anak perlu merasa santai selama masa latihan.
Hilangkan segala perasaan tegang selama masa toilet.
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
20
f. Orang tua menyerah terlalu dini
Anak akan merasa kecewa jika orang tuanya menyerah
melatihnya menggunakan toilet hanya karena anak mengalami
kemajuan sangat lambat. Jadi, teruslah mendukungnya walaupun
latihan tersebut memakan waktu berbulan-bulan, bukan berminggu-
minggu (Woolfson,2005).
6. Kerugian Memulai Toilet Training Terlalu Dini
a. Orang tua mersa kecewa atas hasil yang dicapai anak dan sikap negatif
itu akan tercermin pada sikap orang tua ketika berinteraksi dengan
anaknya. Keraguan akan kemampuannya akn menurunkan rasa percaya
dirinya.
b. Menciptakan kekesalan yang tidak perlu bagi anak dan orangtua jika
oranmg tua memaksanya mencapai standar yang terlalu tinggi bagi
tahapan perkembangannya saat itu.
c. Orang tua mengambil risiko tidak bisa melatihnya memakai toilet sama
sekali karena sat anak sudah siap melakukannya, semangatnya sudah
memudar. Jangan lupa, anak yang mulai berlatih memakai toilet
belakangan akan berhasil lebih cepat (Woolfson,2005).
7. Dampak Toilet Training
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti
adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya
yang dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif
di mana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir. Hal ini dapat
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
21
dilakukan oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air
besar atau kecil, atau melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai
dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat
mengalami kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung
ceroboh, suka membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam
melakukan kegiatan sehari-hari (Hidayat.2008).
B. Enuresis
1. Definisi Enuresis
Enuresis adalah gangguan umum dan bermasalah yang
didefinisikan sebagai keluarnya urine yang disengaja atau involunter
ditempat tidur (biasanya dimalam hari) atau pada pakaian disiang hari dan
terjadi pada anak-anak yang usianya secara normal telah memiliki kendali
terhadap kandung kemih secara volunter (Wong, 2008).
Enuresis nokturnal (sleep wetting, bed wetting) adalah enuresis
yang tejadi pada malam hari, sedangkan enuresis diurnal (awake wetting)
adalah enuesis pada siang hari. Kriteria untuk enuresis nokturnal masih
banyak berbeda di antara para pakar, namun pada umumnya batasan yang
sering dipakai ialah apabila enuresis pada malam hari menetap lebih dari
dua kali dalam sebulan pada anak yang berumur di atas 5 tahun. (Noer,
2006)
Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari, yang
terjadi pada saat pengendalian proses berkemih diharapkan sudah tercapai.
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
22
Pada umur 5 tahun anak diharapkan sudah dapat mengontrol kandung
kemih. Enuresis diurnal adalah enuresis yang terjadi saat siang hari
sedangkan enuresis nokturnal adalah enuresis yang terjadi saat anak
tertidur di malam hari.
Enuresis adalah mengompol yang berlangsung dengan proses
berkemih yang normal (normal voiding) tetapi terjadi pada tempat dan saat
yang tidak tepat (Tridjaja,2005)
Enuresis fungsional adalah gangguan dalam pengeluaran urine yang
involunteer pada waktu siang atau malam hari pada anak yang berumur
lebih dari empat tahun tanpa adanya kelainan fisik maupun penyakit
organik (Hidayat,2008).
Pada umumnya anak mulai berhenti mengompol sejak usia 2,5
tahun, dimulai dengan berhenti mengompol siang hari, kemudian
berangsur- angsur berhenti mengompol malam hari. Pada usia sekitar 5
tahun, 10,00- 15,00 % anak masih mengompol paling tidak satu kali dalam
semingggu. Pada usia 6 sampai 7 tahun diperkirakan prevalensi enuresis
malam hari sekitar 5,00- 10,00 % dan pada usia 10 tahun masih ada sekitar
7,00 %, sedangkan pada usia 15 tahun hanya sekitar 1,00 % anak yang
masih mengompol. Pada umumnya anak laki- laki lebih lambat mencapai
fase bebas ngompol dibandingkan anak perempuan (Tridjaja, 2005).
Anak dikatakan mengalami enuresis jika mereka mengompol
paling sedikit dua kali dalam seminggu atau seseorang individu
dikatakan menderita enuresis apabila ia mengeluarkan air kencingnya
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
23
secara tidak tepat sekurang-kurangnya dua kali sebulan sesudah usia 5
tahun atau sekurang-kurangnya dua kali sebulan sesudah usia 6 tahun
(Semiun, 2006).
2. Klasifikasi Enuresis
a. Macam enuresis menurut awal terjadinya dibagi menjadi:
1) Enuresis primer (tanpa komplikasi): periode tidak lebih dari 6
bulan kering di malam hari, tidak ada gejala siang hari. (Wolraich,
2008)
2) Enuresis Sekunder (nocturnal enuresis): malam waktu basah setelah
jangka waktu 6 bulan menjadi kering dan / atau adanya gejala
siang hari, dan inkontinensia sepanjang waktu. (Wolraich, 2008)
b. Jenis enuresis menurut waktu terjadinya dibagi menjadi:
1) Enuresis Nocturnal adalah berkemih saat tidur malam hari
2) Enuresis Diurnal adalah berkemih saat tidur siang hari
3) Enuresis Nocturnal Polisimtomatik adalah berkemih pada malam
dan siang hari.
3. Etiologi (penyebab enuresis)
Menurut Soetjiningsih (2013), etiologi enuresis adalah sebagai berikut :
a. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan salah satu penyebab enuresis yang
penting.Kejadian enuresis berhubungan dengan riwayat enuresis pada
orang tua atau saudara kandung.Enuresis dapat mencapai 70-77%
apabila kedua orang tua mengalami enuresis.Apabila salah satu orang
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
24
tua menderita enuresis, kemungkinan anak menderita enuresis sebesar
40-45%.
b. Faktor sosial psikologi
Enuresis dapat merupakan manifestasi stress psikologi pada anak-
anak. Sumber stress psikologi pada anak enuresis yaitu ketika anak
mengalami perpindahan ke lingkungan baru, kelahiran adik,
hospitalisasi, atau penyiksaan anak. Keadaan ini menimbulkan regresi
control buang air kecil. Namun, beberapa penelitian menunjukkan tidak
ada perbedaan masalah psikologi antara anak dengan enuresis dan anak
normal.Masalah psikologi justru merupakan akibat yang ditimbulkan
oleh enuresis.
c. Faktor tidur
Enuresis terjadi pada fase tidur non-REM (Rapid Eye
Movement).Pada anak yang mengalami enuresis, ditemukan adanya
tidur delta atau tidur yang lebih dalam (tahap 3 atau 4) selama episode
basah. Pada saat terjadi episode kering, didapatkan anak mengalami
tidur yang lebih superfisial (tahap 1 dan 2). Pada anak enuresis
didapatkan adanya kesulitan bangun tidur. Ketika dibangunkan, sebesar
8,5% anak enuresis bangun, sedangkan anak tanpa enuresis terbangun
sebanyak 40%.
Enuresis dapat dibagi 3 tipe, yaitu tipe I, IIa dan IIb.Pada tipe I,
terdapat transmisi sensasi penuh pada kandung kemih dan pusat
pengaturan bangun tidur tidak terjadi.Pada tipe IIa, terjadi transmisi
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
25
sensasi kandung kemih yang penuh, tetapi tidak terjadi aktifitas pusat
pengaturan bangun tidur, sehingga anak tetap tidur dalam.Sementara itu
pada tipe IIb, tidak terjadi transmisi sensasi penuh ada kandung kemih
yang efektif karena ada gangguan primer pada kandung
kemih.Pembagian ini dapat membantu laksana enuresis.Beberapa
penelitian dilakukan untuk meneliti hubungan antara pola tidur dengan
kejadian enuresis.
d. Kapasitas kandung kemih
Kandung kemih yang memiliki kapasitas kecil diduga menjadi
penyebab enuresis.Petunjuk yang mengarah ke kapasitas kandung
kemih yang kecil misalnya adalah frekuensi mengompol yang sering
dan bahkan di siang hari, episode basah terjadi setiap malam, dan
masalah ini terjadi sejak lahir.
e. Prematuritas (keterlambatan perkembangan neurologis)
Gangguan maturasi fungsional system saraf pusat disebut sebagai
penyebab enuresis primer yang paling banyak diterima.Gangguan
maturasi ini berupa keterlambatan pengenalan dan respon terhadap
sensasi kandung kemih yang penuh. Keterlambatan ini dapat
disebabkan karena imaturitas neurofisiologi system saraf pusat atau
karena keterlambatan proses belajar mengatur buang air kecil.
f. Faktor pendidikan toilet training
Toilet trainingpada anak merupakan usaha untuk melatih anak
agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
26
air besar. Toilet training dapat berlangsung pada fase kehidupan anak
yaitu umur 18-24 bulan. Dalam melakukan latihan buang air pada anak
membutuhkan persiapan baik fisik, psikologis, maupun secara
intelektual, melalui persiapan tersebut diaharapkan anak mampu
mengontrol buang air sendiri.
4. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine
a. Pertumbuhan dan perkembangan
Jumlah urine yang diekskresikan dapat dipengaruhi oleh usia dan
berat badan seseorang. Normalnya, bayi dan anak-anak mengeskresikan
400-500 ml urine setiap harinya. Sedangkan orang dewasa
mengekskresikan 1500-1600 ml urine per hari. Dengan kata lain bayi
yang beratnya 10% orang dewasa mampu mengekskresikan urine 33%
lebih banyak dari orang dewasa.
b. Asupan cairan dan makanan
Kebiasaan mengonsumsi makanan atau minuman tertentu dapat
meningkatkan ekskresi urine karena dapat memperlambat hormon
antidiuretik (ADH).
c. Kebiasaan atau gaya hidup
Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang ketika berkemih.
d. Faktor psikologis
Kondisi stress dan kecemasan dapat meningkatkan stimulus
berkemih, disamping stimulus buang air besar sebagai upaya
kompensasi.
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
27
e. Aktivitas dan tonus otot
Eliminasi urine membutuhkan kerja (kontraksi) otot-otot kandung
kemih, abdomen dan pelvis. Jika terjadi gangguan pada kemampuan
tonus otot, dorongan untuk berkemih juga akan berkurang. Aktivitas
dapat meningkatkan kemampuan metabolisme dan produksi urine
secara optimal.
f. Kondisi patologis
Kondisi sakit seperti demam dapat menyebabkan penurunan
produksi urine akibat banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui
penguapan kulit. Kondisi inflamasi dan iritasi organ kemih dapat
menyebabkan reterlsi urine.
g. Medikasi
Penggunaan obat-obat tertentu dapat menyebabkan peningkatan
pengeluaran urine, sedangkan penggunaan antikolinergik dapat
menyebabkan retensi urine.
h. Prosedur pembedahan
Tindakan pembedahan menyebabkan stres yang akan memicu
sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis anterior akan melepaskan
hormon ADHsehingga meningkatkan reab sorpsi air dan menurunkan
haluaran urine.
i. Pemeriksaan diagnostik
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
28
Prosedur pemeriksaan saluran perkemihan seperti pielogram
intravena dan urogram, tidak membolehkan pasien mengonsumsi per
oral sehingga akan mempengaruhihaluaran urine.
5. Masalah pada pola berkemih
a. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan berkemih
tidak mapu dikontrol oleh sfingter eksternal.
b. Retensi urine
Retensi urine adalah kondisi tertahannya urine di kandung kemih
akibat terganggunya proses pengosongan kandung kemih sehingga
kandung kemih menjadi renggang.
c. Enuresis (mengompol)
Enuresis adalah peristiwa berkemih yang tidak disadari oleh anak.
Enuresis banyak terjadi pada malam hari. Faktor penyebabnya antara
lain kapasitas kandung kemih yang kurang dari normal, infeksi saluran
kemih, konsumsi makanan yang banyak mengandung garam dan
mineral, takut keluar malam, dan gangguan pola miksi.
d. Sering berkemih
Sering berkemih (frekuensi) adalah meningkatnya frekuensi
berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan.
e. Urgensi
Urgensi adalah perasaan yang sangat kuat untuk berkemih. Ini
biasa terjadi pada anak-anak karena kemampuan sfingter yang lemah.
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
29
gangguan ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologis dan iritasi
uretra.
f. Disuria
Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini
biasanya terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma
kandung kemih.
Di bawah ini cara penanganan enuresis antara lain:
1. Pengaturan Perilaku (bahavioral treatment)
a. Minum dan berkemih secara teratur
Anak usia sekolah sering menunda makan dan minumnya hingga
sekolah usai. Terutama anak perempuan sering menunda berkemih
karena sibuk atau karena tempat berkemih di sekolah kurang bersih.
Akibatnya anak tersebut tidak berkemih sejak pagi hari sampai pulang
sekolah. Risiko mengompol akan meningkat bila kandung kemih tidak
dikosongkan dalam waktu 8 jam pada siang harinya. Cukup banyak
penderita enuresis yang dapat sembuh atau berkemih secara berkala dan
teratur siang harinya (Tridjaja, 2005).
b. Lifting dan night awakening
Lifting adalah suatu prosedur mengangkat anak ke toilet untuk
berkemih pada malam hari tanpa membangunkan anak secara penuh
sedangkan night awakening adalah upaya membangunkan anak untuk
berkemih pada malam hari sebelum anak sempat mengompol.
c. Dry bed training
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
30
Paket ini dilakukan bersama-sama dengan enuresis alarm
meliputi prosedur sebagai berikut:
1) Memakai alarm bell untuk membangunkan anak
2) Pelatihan bangun secara berkala
3) Pelatihan membenahi tempat tidur dan pakaian basah bila
mengompol sekaligus memasang alarm kembali
4) Jadwal bangun berkala
5) Penguatan semangat untuk mencapai keberhasilan
6) Menambah masukan air minum.
d. Hipnoterapi
Dalam kondisi terhipnotis penderita diberi sugesti bahwa anak
tersebut akan bangun bila ingin berkemih, tempat tidurnya akan kering
pada pagi harinya dan kandung kemihnya akan mampu menahan
kencing.Mekanisme kerja hipnoterapi belum diketahui dengan pasti.
e. Retention control training
Pelatihan ini berupaya meningkatkan kapasitas fungsional buli-
buli dan kesiagaan anak terhadap sensasi peregangan kandung kemih.
Anak diberi minum banyak agar produksi urin meningkat kemudian
anak diinstruksikan menahan kencing dalam periode tertentu dan secara
berangsur-angsur periode menahan kencing ditingkatkan sekitar 3 menit
per periode. Bila mampu menahan kencing sampai 45 menit maka
pelatihan dihentikan. Sistem reward and punishment dapat diterapkan
dalam setiap model pelatihan dalam terapi perilaku dengan catatan
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
31
bahwa hadiah maupun hukuman yang diberikan tidak boleh berlebihan
(Tridjaja,2005).
f. Akupunktur
Beberapa publikasi terutama dari negeri Cina menyarankan
penggunaan akupunktur dan melaporkan keberhasilan sampai 73,00%
dengan 10-40 sesi akupunktur. Meskipun hasilnya cukup menjanjikan
masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
g. Enuresis Alarm
Enuresis alarm merupakan metode terapi perilaku yang paling
banyak diteliti. Enuresis alarm terdiri dari lonceng alarm dan sensor
basah yang dipasang pada pakaian tidur atau celana dalam anak. Bila
anak mengompol dan membasahi sensor maka alarm akan berbunyi.
Respon awal dengan batasan bebas mengompol antara 60,00-80,00%,
namun juga dengan tingkat relaps (mengompol satu kali seminggu
selama 2-4 minggu berturut-turut) mencapai 30,00-40,00%.
Keberhasilan alarm agak rendah pada awal pemakaiannya, oleh sebab
itu dibutuhkan waktu 6-8 minggu untuk menilai efektivitasnya
(Tridjaja, 2005)
h. Farmakoterapi
1) Amfetamin
Golongan amfetamin digunakan dengan pemikiran untuk
mengurangi kedalaman tidur anak. Namun tidak ada bukti yang jelas
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
32
bahwa anak yang menderita enuresis mempunyai pola tidur yang
lebih dalam.
2) Antikolinergik
Golongan antikolinergik digunakan untuk mengurangi
kontraksi otot detrusor sehingga diharapkan terjadi retensi urin.
Namun pada suatu penelitian tidak terbukti adanya efek antidiuretik
yang jelas.
3) Antidpresan Trisiklik
Golongan antidepresan trisiklik misalnya imipramin,
amitripilin, nortripilin maupun desmetilimipramin, mempunyai efek
antidiuretik yang sama. Imipramin mempunyai efek pada pola tidur,
yaitu mengurangi kuantitas tidur, selain itu menambah volume
fungsional vesika urinaria. Imipramin mengurangi frekuensi
ngompol pada 85,00% anak enuretik, dan bisa menghentikan
ngompol pada sekitar 30,00% penderita.
Efek samping dan kelebihan dosis mudah terjadi karena rasio
terpeutik dengan toksisitas sempit. Efek samping dapat berupa
kejang, hipotensi, koma bahkan dapat terjadi aritmia yang fatal
(Tridjaja,2005:19).
4) Vasopeptid DDAVP (desamino-D-arginine vasopressin)
Dapat menghentikan gejala enuresis pada 40,00% penderita.
Namun seperti juga halnya dengan golongan imipramin, gejala
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
33
enuresis sering timbul kembali sekitar 3 bulan setelah obat
dihentikan (Markum,1999).
i. Prognosis
Enuresis biasanya berhenti sendiri. Anak akhirnya dapat tetap
kering tanpa sekuela psikiatrik. Sebagian besar anak enuretik
merasakan gejalanya ego distonik dan mengalami peningkatan harga
diri dan perbaikan keyakinan sosial jika mereka menjadi kontinen.
C. Usia toddler
Anak usia toddler (1-3) tahun merujuk konsep periode kritis dan
plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh kebang maka usia satu sampai
tiga tahun sering disebut sebagai ”golden period” (kesempatan emas) untuk
meningkatkan kemampuan setinggi-tingginya dan plastisitas yang tinggi
adalah pertumbuhan sel otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap
stimulasi dan pengalaman fleksibel mengambil alih fungsi sel sekitarnya
dengan membentuk sinaps-sinaps serta sangat mempengaruhi periode tumbuh
kembang selanjutnya. Anak pada usia tersebut harus mendapat perhatian yang
serius dalam arti tidak hanya mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi
memperhatikan juga intervensi stimulasi dini untuk membantu anak
meningkatkan potensi dengan memperoleh pengalaman yang sesuai dengan
pengalamannya (Hartanto, 2006).
Kesiapan pada anak untuk melakukan toileting training,
pengetahuan orang tua mengenai toileting training, dan pelaksanaan toileting
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
34
yang baik dan benar pada anak, merupakan suatu domain penting yang
perlu orangtua ketahui. Domain tersebut dapat meningkatkan kemampuan
toileting training pada anak usia toddler. (Kusumaningrum, Natosba, &
Julia, 2011).
Perubahan perilaku anak bergantung kepada kualitas rangsangan yang
berkomunikasi dengan lingkungan. Keberhasilan perubahan perilaku yang
terjadi pada anak sangat ditentukan oleh kualitas dari sumber stimulus.
Untuk membentuk jenis respon atau perilaku perlu diciptakan suatu
kondisi yang disebut dengan operant conditioning, yaitu dengan
menggunakan urutan-urutan komponen penguat. Komponen -komponen
penguat tersebut adalah seperti pemberian hadiah atau penghargaan
apabila melakukan suatu hal dengan benar (Maulana, 2009).
Keterampilan buang air harus diajarkan, dan metode yang dipilih harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Tanggung jawab orang tua
adalah mengidentifikasi kesiapan anaknya untuk toilet training. Agar anak
mampu mengenali dorongan untuk melepaskan atau menahan dan mampu
untuk mengkomunikasikannya kepada ibunya.
Anak yang mendapatkan toilet training pada umur lebih dari 20 bulan,
kemungkinan mendapat enuresis pada umur 6-8 tahun 4x lebih besar bila
dibandingkan dengan yang mendapatkan pada umur 18 bulan (Strain,2005).
Dalam proses toilet training diharapkan terjadi pengaturan impuls atau
rangsangan dan instink anak dalam melakukan buang air kecil
(Hidayat,2008).
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
35
Maslow, 1970 telah mengembangkan suatu tingkatan atau hierarki
kebutuhan manusia yang terdiri dari lim kategori, yaitu kebutuhan fisiologi,
keselamatan, sosial, harga diri, dan aktuaisasi diri. Semua kebutuhan ini
merupakan bagian-bagian vital dari sistem manusia, tetapi kebutuhan
fisiologis merupakan prioritas teratas karena apabila tidak terpenuhi maka
akan berpengaruh pada kebutuhan lainnya. Kebutuhan tersebut kemudian
dikembangkan oleh Richard A. Khalish (1973).
Gambar 2.1
Hirarki Maslow tentang Kebutuhan Dasar Manusia
Jika kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi atau berada dalam
keseimbangan maka kebutuhan keselamatan merupakan prioritas teratas.
Begitu terus sampai pada tingkatan teratas yaitu aktualisasi diri. Semua
kebutuhan ini terdapat dalam setiap individu, tetapi prioritas dapat berubah
sesuai dengan waktu, tempat, dan kegiatan individu.
Aktualisasi diri
Harga diri
Mencintai, dicintai, dimiliki
Rasa aman dan Keselamatan
Kebutuhan fisiologis dan biologis
Oksigen, Nutrisi, Cairan dan Elektrolit, Eliminasi, Istirahat tidur, seksual
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
36
D. Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Teori
Sumber: (Maslow), (Soetjiningsih 2013)
E. Kerangka konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
F. Variabel Penelitian
Variabel bebas ( independent variabel) dalam penelitian ini adalah
toilet training danvariabel terikat (dependent variabel) dalam penelitian ini
adalah enuresis.
Enuresis
Toilet training
Tidak toilet training
Kebutuhan dasar
manusia
(kebutuhan
eliminasi)
Perilaku
(Toilet training) Enuresis
Faktor yang
mempengaruhi :
a. Genetik
b. Kapasitas kandung
kemih
c. Faktor tidur
d. Faktor pendidikan
(toilet training)
e. Keterlambatan
perkembangan
f. Psikologi
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017
37
G. Hipotesis
Hipotesi dalam penelitian ini adalah ada hubungan toilet training
dengan kejadian enuresis pada balita umur 1-3 tahun di desa jati, kecamatan
Binangun, kabupaten Cilacap.
Hubungan Toilet Training..., ANGGIT GINANJAR SAPUTRA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2017