9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama dilakukan oleh R. Nor Laeli (2011) dengan objek
penelitian di PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, PT Bank
Central Asia Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun 2007 dan 2008.
Hasil penelitiannya diperoleh bahwa kondisi kecukupan modal bank umum
tersebut sehat. Kondisi kecukupan modal dari empat bank umum tersebut PT
Bank Mandiri Tbk adalah bank yang memiliki kecukupan modal terbaik pada
tahun 2007 dan 2008, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan dari triwulan ke
triwulan berikutnya.
Penelitian kedua dilakukan oleh Ratna Vatulari Subali (2008) dengan objek
penelitian pada bank-bank BUMN tahun 2005 dan 2006. Dari hasil penelitian
yang dilakukan pada keempat bank BUMN yaitu BNI, BRI, BTN, Mandiri maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi keempat bank tersebut pada tahun 2005
dan 2006 dinyatakan baik dan dari keempat bank BUMN tersebut bank mandiri
adalah bank yang memiliki CAR terbaik pada tahun 2005 dan 2006.
B. Tinjauan Teori
1. Keputusan Permodalan Bank
Kasmir (2011:2) secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga
keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat
10
serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Menurut Undang-Undang Nomor
10 tahun 1998 yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dana tau bentuk-bentuk lainnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan
lembaga keuangan yang kegiatannya:
a. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan,
maksudnya adalah sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi
bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang adalah
keamanan uang. Tujuan kedua adalah untuk berinvestasi dengan
harapan memperoleh bunga dari hasil simpanannya. Tujuan lainnya
adalah untuk mempermudah melakukan transaksi.
b. Menyalurkan dana ke masyarakat, maksudnya adalah bank
memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan
permohonan, dengan kata lain bank menyediakan dana bagi
masyarakat yang membutuhkan.
c. Memberikan jasa-jasa lainnya, seperti pengiriman uang (transfer),
penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota
(clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota
dan luar negeri (inkaso), letter of credit (L/C), safe deposit box, bank
garansi, bank notes, travelers cheque dan jasa lainnya.
Permodalan bagi industri perbankan sangat penting Karena
berfungsi sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya risiko. Besar
11
kecilnya modal sangat berpengaruh terhadap kemampuan bank untuk
melaksanakan kegiatan operasinya.
2. Komponen Modal Bank
Menurut Herman Darmawi (2012:84) Modal bank dapat
digolongkan atas dua golongan besar, yaitu modal inti dan modal pelengkap.
Modal inti biasa pula disebut sebagai modal sendiri, karena dananya berasal
dari pemilik.
a. Modal Inti (Tier 1).
Modal inti terdiri dari modal disetor, cadangan tambahan modal,
goodwill. Sedangkan, cadangan tambahan modal berasal dari
agio/disagio saham, modal sumbangan, cadangan umum dan tujuan,
laba/rugi tahun-tahun yang lalu setelah diperhitungkan pajak, laba/rugi
tahun berjalan setelah diperhitungkan pajak (50%), selisih lebih/kurang
penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negri, dana setoran
modal, penurunan nilai penyertaan pada portofolio tersedia untuk
dijual.
b. Modal Pelengkap (Tier 2)
Modal pelengkap terdiri atas cadangan yang dibentuk tidak dari
laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dipersamkan dengan
modal dalam hal tertentu, dan dalam keadaan lain dapat dipersamakan
dengan utang. Pada “Laporan Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum”, dapat dibaca perincian modal pelengkap sebagai berikut:
1) Modal Pinjaman,
12
2) Pinjaman Subordinasi (maksimum 50% dari modal inti),
3) Peningkatan harga saham pada portofolio tersedia untuk dijual
(50%),
4) Cadangan revaluasi aktiva tetap, dan
5) Cadangan umum PPAP (maksimum 1,25% dari ATMR)
c. Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3).
Kelompok ini terdiri dari pinjaman subordinasi jangka pendek.
Modal Tier 3 mulai diperhitungkan pada tahun 1996. Komponen modal
pelengkap tambahan (Tier 3) hanya dapat digunakan untuk tujuan
perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) terhadap
eksposur risiko pasar, dengan memenuhi batasan sebagai berikut:
1) Jumlah modal pelengkap tambahan (Tier 3) tidak melebihi 250%
dari bagian modal inti (Tier 1) yang dialokasikan untuk
memperhitungkan risiko pasar, yaitu yang bersumber dari
kelebihan modal inti (Tier 1) yang telah digunakan untuk
memperhitungkan risiko kredit dan akan dialokasikan untuk
memperhitungkan risiko pasar.
2) Jumlah modal pelengkap (Tier 2) dan modal pelengkap tambahan
(Tier 3) setinggi-tingginya sebesar 100% dari modal inti (Tier 1).
2. Konsep Kecukupan Modal
Pengertian Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan
modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan
dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan
13
bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif
yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai
kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
profitabilitas.
Sama seperti jenis bisnis yang lain, modal bank memiliki fungsi
sebagai penyangga (cushion) terakhir untuk memproteksi bank dari
kerugian yang tidak terduga dan memelihara kelangsungan usahanya pada
saat perekonomian mengalami kesulitan. Perbedaannya terletak pada jenis
usaha non keuangan, suatu bank beroperasi dengan modal yang relative
lebih kecil. Pada tahun 1988 Basle Accord I memperkenalkan konsep Risk-
based capital (RBC), yang membagi modal bank menjadi modal utama
(core capital) atau Tier 1 Capital, dan modal pendukung (supplemental
capital) atau Tier 2 Capital.
Modal Tier 1 sama dengan modal jenis usaha lainnya, yaitu terdiri
dari saham umum, saham preferensi, surplus dan laba ditahan atau yang
tidak untuk dibagikan. Modal Tier 2, mancakup cadangan untuk kredit
macet, instrument berupa hybrid capital, dan pinjaman subordinasi. Rasio
ini bertujuan untuk memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang
timbul dari aktivitas yang dilakukannya. Berdasarkan kesepakatan Basel I,
rasio permodalan minimum untuk industry perbankan ditetapkan sebesar
8%. Bank akan menghitung modal yang dibutuhkannya untuk menutupi
kerugian yang mungkin timbul dengan menggunakan rasio profitabilitas
tertentu.
14
Jumlah modal yang harus dicadangkan untuk menutup kerugian
potensial yang berhubungan dengan eksposur tersebut diperoleh dengan
mengalihkan jumlah eksposur yang berisiko dengan bobot untuk kategori
aktiva tersebut. Total regulatory capital dibagi dengan jumlah bobot risiko
aktiva harus lebih besar atau dengan 8% sementara modal Tier 1 dibagi
dengan jumlah bobot risiko aktiva paling tidak harus sama dengan 4%.
Kecukupan modal bank ini menjadi alat control bagi Ootoritas
Pengawasan dalam menentukan apakah diperlukan tindak perbaikan yang
segera terhadap sebuah bank atau tidak. Oleh karena itu, Otoritas
Pengawasan biasanya akan menetapkan zona kecukupan modal,
sebagaimana dijelaskan pada (tabel 2.1.), yang selanjutnya akan digunakan
sebagai dasar untuk menentukan jenis tindakan koreksi apa yang akan
diambil.
Tabel 2.1. Kualitas dari rasio permodalan dapat menggunakan benchmark
Kategori KPMM KPPM Modal Tier 1 Leverage ratio
Modal sangat baik Lebih dari 10% Lebih dari 10% Lebih dari 5%
Modal cukup baik Lebih dari 8% Lebih dari 4% Lebih dari 4%
Modal kurang Kurang dari 8% Kurang dari 4% Kurang dari 4%
Modal sangat kurang Kurang dari 6% Kurang dari 3% Kurang dari 2%
Sumber: Ikatan Bankir Indonesia
Kecukupan modal ini juga dapat menjadi salah satu alat pengukur
keamanan sebuah bank yang ingin menjadi bank papan atas di antara bank-
bank yang memiliki ukuran asset dan kegiatan usaha yang sama. Beberapa
penelitian yang dilakukan oleh Otoritas Pengawasan maupun konsultan
keuangan, membuktikan bahwa bank yang memiliki kecukupan modal 10%
15
atau lebih dalam arti relatif dibandingkan total ATMR, akan memiliki
kemampuan menjadi bank yang memiliki kinerja diatas rata-rata. Apabila
angka 10% ini berbeda dengan kewajiban penyediaan modal minimum
(KPMM) sesuai ketentuan Otoritas Pengawasan, bank dianjurkan untuk
menggunakan angka yang lebih tinggi.
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013
tentang kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, Bank wajib
menyediakan modal minimum sesuai profil risiko. Penyediaan modal
minimum dihitung dengan menggunakan rasio Kewajiban Penyediaan
Modal Minimum (KPMM). Perhitungan KPMM dengan memperhitungkan
risiko kredit dan risiko pasar dilakukan dengan formula sebagai berikut
(Idroes, 2008:72):
KPMM =(𝑇𝑖𝑒𝑟 1 + 𝑇𝑖𝑒𝑟 2 + 𝑇𝑖𝑒𝑟 3) − Penyertaan
ATMR (Risiko Kredit) + 12,5 X Beban modal untk risiko pasar
= 8% (minimum)
Sebelum mengalokasikan beban modal untuk risiko pasar
sebagaimana formula diatas, bank wajib memenuhi KPMM untuk risiko
kredit, yaitu minimum sebesar 8% sesuai ketentuan yang berlaku dengan
formula:
KPMM =(𝑇𝑖𝑒𝑟 1+𝑇𝑖𝑒𝑟 2)−Penyertaan
ATMR (Risiko Kredit) = 8% (minimum)
Penyediaan modal minimum ditetapkan paling rendah sebagai berikut:
a. 8% (delapan persen) dari Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
untuk Bank dengan profil risiko peringkat 1 (satu);
16
b. 9% (sembilan persen) sampai dengan kurang dari 10% (sepuluh
persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 2 (dua);
c. 10% (sepuluh persen) sampai dengan kurang dari 11% (sebelas
persen) dari ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 3
(tiga); atau
d. 11% (sebelas persen) sampai dengan 14% (empat belas persen) dari
ATMR untuk Bank dengan profil risiko peringkat 4 (empat) atau
peringkat 5 (lima).
Idroes (2003:72) Dalam melakukan perhitungan KPMM risiko
kredit dan risiko pasar, bank harus melakukan langkah-langkah, yaitu:
a. Menghitung Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk
risiko kredit sesuai ketentuan yang berlaku;
b. Menghitung jumlah beban modal untuk seluruh jenis risiko pasar yang
terdiri dari risiko suku bunga, risiko nilai tukar termasuk risiko
perubahan option;
c. Untuk menghindari duplikasi perhitungan risiko terhadap surat
berharga, eksposur yang termasuk dalam Trading Book yang telah
diperhitungkan risiko spesifik untuk risiko suku bunga, seperti
obligasi yang diterbitkan oleh BUMN/swasta dikeluarkan dari
perhitungan ATMR berdasarkan risiko kredit;
d. Menghitung eksposur tertimbang menurut risiko pasar (market risk-
weighted exposures), dengan cara mengonversikan jumlah beban
modal untuk seluruh jenis risiko pasar yang terdiri dari risiko suku
bunga, risiko nilai tukar termasuk risiko perubahan harga option
17
menjadi ekuivalen dengan ATMR (dikalikan dengan angka 12,5 yaitu
100/8);
e. Menjumlahkan ATMR untuk risiko kredit dengan eksposur
tertimbang menurut risiko pasar;
f. Menghitung modal bank terdiri atas modal inti (Tier 1), modal
pelengkap (Tier 2), dan modal pelengkap tambahan (Tier 3) yang
dialokasikan untuk menutup risiko pasar setelah dikurangi
pernyataan;
g. Membagi total modal (Tier 1 + Tier 2 + Tier 3) – penyertaan denagn
jumlah ATMR dan eksposur tertimbang (12,5% x beban modal untuk
risiko pasar) yang hasilnya dinyatakan dalam presentase.
Abdullah (2002:48) Hal yang perlu diperhatikan dalam
perhitungan rasio kecukupan modal meliputi :
a. Dasar perhitungan kecukupan modal
Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang
menurut risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan aktiba dalam
perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca
maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaiman tercermin pada
kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang
disediakan oleh bang bagi pihak ketiga.
b. Menghitung ATMR
Aktiva neraca × bobot risiko = ATMR
Aktiva adm. × bobot konversi × bobot risiko = ATMR
Ʃ ATMR
18
ATMR diperoleh dengan jalan:
1. Mengalihkan nominal masing-masing pos aktiva neraca bobot
masing-masing pos ( lihat Tabel 2.2)
2. Mengkonversi aktiva administratif ke dalam aktiva neraca yang
menjadi pedanannya. Besarnya faktor konversi masing-masing
aktiva administratif didasarkan pada tingkat kemungkinan
menjadi aktiva neraca yang efektif.
3. Setelah mengkonversi aktiva administratif ke dalam aktiva
neraca sebagai pedanannnya maka dilakukan perhitungan
dengan jalan mangalihkan hasil konversi dengan bobot risiko
masing-masing aktiva administratif.
4. Langkah terakhir dalam menghitung ATMR yaitu
menjumlahkan semua perkalian nominal pos-pos aktiva neraca
dengan bobot risiko (langkah 2 dan 3).
Dalam menghitung ATMR berdasarkan surat edaran POJK
Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 8 /SEOJK.03/2016 pos-pos aset yang
tercatat dalam neraca BPR dikalikan dengan bobot risiko dalam bentuk
persentase yang dapat dilihat dalam Lampiran 1. Sedangkan, pos-pos
aktiva dengan tingkat likuid yang tinggi memiliki bobot yang lebih kecil
demikian sebaliknya. Guna mengetahui faktor konversi aktiva
administratif disajikan dalam Lampiran 2.
Rendahnya jumlah modal bank dan semakin tingginya risiko yang
dihadapi bank, perlu di atasi dengan peningkatan modal bank. Hal ini
menjadi prioritas selaras dengan rencana penerapan Basel II di waktu yang
19
akan dating yang memperhitungkan kecukupan modal bank sesuai dengan
tingkat risiko yang dihadapi. Sesuai dengan pasal 11 Peraturan Bank
Indonesia nomor 15/12/PBI/2013 tentang jumlah modal inti minimum
bank umum, bank wajib memenuhi jumlah modal inti paling rendah
sebesar:
a. Bank wajib menyediakan modal inti paling rendah sebesar 6% (enam
persen) dari ATMR baik secara individual maupun secara konsolidasi
dengan Perusahaan Anak.
b. Bank wajib menyediakan modal inti utama paling rendah sebesar
4,5% (empat koma lima persen) dari ATMR baik secara individual
maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
Rencana pemenuhan modal inti minimum antara lain dengan
berupa penambahan modal disetor, pertumbuhan modal organic, dan
merger. Khusus untuk pemenuhan modal dengan cara merger, wajib
memperhatikan ketentuan yang berlaku antara lain yang mengatur tentang
merger, konsolidasi, dan akuisisi bank umum, dan kewajiban penyediaan
modal minimum.
3. Faktor-Faktor Penentu Besarnya Permodalan Bank
Menurut Abdullah (2003:55) Besar kecilnya kecukupan modal
sebuah bank dipengaruhi oleh:
a. Tingkat kualitas manajemen bank yang bersangkutan apabila suatu
bank dipimpin/dikelola oleh suatu kelompok manajemen yang
berkualitas tinggi yang ditinjau dari berbagai aspek, maka hasilnya
20
tentu akan berlainan dengan bank yang dikelola oleh suatu kelompok
manajemen yang berkualitas rendah dan tidak kompak.
b. Tingkat likuiditas yang dimilikinya. Suatu bank yang memiliki alat-
alat likuiditas yang sangat terbatas dalam memenuhi kewajiban-
kewajibannya, akan ada kemungkinan penyediaan likuiditas tersebut
akan diambil dari permodalannya. Dengan demikian akan dirasakan
oleh manajemen bank yang bersangkutan betapa terbatasnya modal
yang dimiliki oleh bank.
c. Tingkat kualitas dari asset. Suatu bank yang banyak memiliki debitur
dan non earning asset lainnya yang kurang produktif maka sudah
dapat dipastikan bank tersebut tidak dapat melaksanakan kegiatannya
secara lancar.
d. Struktur deposito. Apabila bank memperoleh dana sebagian besar
berupa deposito berjangka dan dana-dana mahal lainnya, tentu akan
menimbulkan pula biaya yang tinggi. Apabila biaya itu tidak dapat
ditutup dari penghasilan operasionil/ non operasionil dari bank yang
bersangkutan, tentu kerugian tersebut harus diserap oleh
modal/kapital yang dimiliki hingga akan terasa modal manajemen
bank yang bersangkutan terjadinya kekuarangan modal.
e. Tingkat kualitas dari sistem dan prosedurnya. Sistem dan prosedur
operasi suatu bank yang baik tentu akan menunjang kegiatan usaha
bank yang bersangkutan pada tingkat efisiensi yang tinggi. Dengan
efisiensi yang tingggi akan memungkinkan bank untuk memperoleh
laba yang akan memperkuat capital dari bank yang bersangkutan.
21
f. Tingkat kualitas dan karakter para pemilik saham. Para pemilik saham
yang berorientasi kemasa depan bank yang dimilikinya agar lebih baik
dikemudian hari tentu akan berusaha membentuk akumulasi modal
secara maksimal hingga capital/modal bank yang bersangkutan akan
semakin kuat.
g. Kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek
maupun jangka panjang.
h. Riwayat pemupukan modal dan peraturan pembagian laba yang
diperolehnya. Pada bank-bank pemerintah telah ditetapkan tata cara
pembagian laba yang diperoleh tiap tahun secara pasti, tentu tidak ada
keleluasaan lagi bagi bank yang bersangkutan dalam memupuk
modalnya sesuai dengan keinginan maupun kebutuhan investasi
pengembangan bank tersebut di kemudian hari.
C. Kerangka Pikir Penelitian
Dari pengertian diatas dapat dijelaskan secara lebih luas bahwa bank
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya
perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara
mengenai bank tidak lepas dari masalah keuangan. Industri perbankan
mewajibkan seluruh perbankan di Indonesia melaporkan kegiatan usahanya
setiap periode akuntansi (triwulan, semester, dan tahun) dalam bentuk laporan
keuangan yang dipublikasikan secara umum kepada masyarakat.
Capital Adequacy Ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kecukupan
modal bank sehingga dapat diklarifikasikan bahwa bank yang kecukupan
22
modalnya setara dan diatas 8% maka bank dinyatakan sehat dan bank yang
kecukupan modalnya dibawah 8% maka bank tersebut dinyatakan tidak sehat.
Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan masalah di atas maka
dibuat kerangka pikir penelitian untuk memberikan gambaran penelitian yang
akan dilakukan tentang analisis kecukupan modal pada beberapa bank besar
yang sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014 hingga 2016,
dapat dilihat pada Gambar 2.1
Tidak Ya
(Saunders and Cornett, 2015:424)
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
Laporan keuangan bank per Semester
Kecukupan Modal:
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Tier 1 Ratio (rasio tier 1)
Leverage Ratio
CAR ≥ 8% ?
Tier 1 ratio ≥ 4% ?
Leverage ratio ≥ 4% ?
Kurang baik Baik
Bank besar di Indonesia
23
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian,
tujuan penelitian, dan tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas maka
peneliti mengambil hipotesis sebagai berikut:
1. Kondisi kecukupan modal bank-bank besar di Indonesia dinyatakan
sehat.
2. Di antara bank-bank besar di Indonesia, bank yang kondisi kecukupan
modalnya terbaik adalah Bank Mandiri.