6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hakikat Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau methema yang
berarti belajar atau dipelajari. Ciri utama matematika adalah penalaran
deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai
akibat logis kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau
pernyataan dalam matematika bersifat konsisten.
Menurut Herman Hudojo (1998: 2) matematika sebagai ilmu mengenai
struktur dan hubungan-hubungannya, symbol-simbol diperlukan. Matematika
berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara
hierarkhis dan penalarannya deduktif.Jadi matematika lebih luas dari sekedar
rumus-rumus dan perhitungan yang rumit, yang dianggap oleh kebanyakan
peserta didik sebagai mata pelajaran yangtidak menarik.
Menurut James dan James yang dikutip oleh Erman Suherman (2003: 16)
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu
aljabar, analisis, dan geometri.
Sedangkan menurut Kline yang dikutip oleh Erman Suherman (2003: 17)
mengatakan bahwa matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang
dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
7
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran,
dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya yang tersusun
secara hierarkhis dan dapat membantu manusia dalam memahami dan
menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
B. Pembelajaran Matematika
Menurut Santrock dan Yusen (dalam Sugihartono, 2007: 74), belajar
merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi
individu dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Cronbach berpendapat bahwa:
“ learning is shown by change in behavior as a result of experience”.
Artinya, belajaradalah sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Sedangkan menurut Button,
“learning is a change in the individual due to instruction of that individual and
his environment, which fell a need an makes him more capable for dealing
adequately with his environment”.
Dalam pengertian ini terdapat kata change atau perubahan yang berarti
bahwa seseorang telah mangalami proses beajar, akan mengalami perubahan
tingkah laku, baik aspek pengetahuannya, ketrampilannya, maupun sikapnya.
Jadi belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku, menemukan, dan
8
membangun pemahaman yang bermakna bagi diri sendiri, yang berasal dari
informasi maupun pengalaman (Mohammad User Usman, 2000:5).
Dari berbagai pendapat para ahli tentang pengertian belajar, dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut ranah kognitif,
afektif, psikomotor.
Adapun tingkah laku yang dikategorikan sebagai perilaku belajar memiliki
ciri-ciri (1) perubahan tingkah laku terjadi secara sadar, (2) perubahan bersifat
kontinu dan fungsional, (3) perubahan bersifat positif dan aktif, (4) perubahan
bersifat permanen, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, serta (6)
perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Sugihartono, 2007: 74-76).
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar
seperti yang diungkapkan Sugihartono (2007: 76), dapat dibedakan antara
faktor dari dalam dan faktor dari luar.
.a. Faktor dari dalam (Internal)
1) Faktor jasmaniah, meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh.
2) Faktor Psikologis, meliputi intelegensi, minat, bakat, motif,
kematangan, dan kelelahan.
9
b. Faktor dari luar (Eksternal)
1) Faktor keluarga, dapat meliputi cara orangtua mendidik, relasi antar
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
orangtua, dan latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi pendidik
dengan peserta didik, relasi antar peserta didik, disiplin sekolah,
pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah.
3) Faktor masyarakat, dapat berupa kegiatan peserta didik dalam
masyarakat, teman bergaul,, bentuk kehidupan dalam bermasyarakat,
dan media massa.
Proses belajar mengajar dengan segala interaksi di dalamnya disebut
pembelajaran. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik,
2005: 57). Pembelajaran menurut Sudjana (dalam Sugihartono, 2007: 80)
merupakan setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang
dapat menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Gulo (dalam
Sugihartono, 2007: 80) mendefinisikan pembelajaran sebagai usaha untuk
menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.
Sedangkan Nasution (dalam Sugihartono, 2007: 80) mendefinisikan
pembelajaran sebagai suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur
10
lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar.
Menurut Gagne ada dua objek yang dapat diperoleh peserta didik yaitu
objek-objek langsung dan objek-objek tak langsung. Objek-objek langsung
dalam pelajaean matematika meliputi fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
Sedangkan objek-objek tak langsung dalam pelajaran matematika berupa
kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap
positif terhadap matematika, serta tahu bagaimana seharusnya belajar (Erman
Suherman, 2003:33).
Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika adalah suatu upaya atau proses usaha yang dilakukan individu
melalui interaksi dengan lingkungannya untuk mengetahui, mengingat, dan
memahami objek-objek matematika baik itu objek langsung maupun objek
tidak langsung.
Erman Suherman (2003: 6) mengemukakan bahwa dalam menyajikan
konsep matematika melalui konsep matematika yang lain yang telah dimiliki
peserta didik, misalnya mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep
A, agar peserta didik lebih mudah memahami konsep B maka peserta didik
perlu memahami lebih dahulu konsep A. Ini berarti mempelajari matematika
haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan pada pengalaman belajar
sebelumnya.
11
C. Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama
Pembelajaran matematika yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan
baik Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan sekolah
Menengah Atas (SMA) tidak sepenuhnya sama dengan matematika sebagai
ilmu. Menurut Soedjadi (2000:37) hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam
beberapa hal yaitu: 1) penyajian yang disesuaikan dengan perkembangan
intelektual peserta didik; 2) menggunakan pola pikir deduktif namun dalam
proses pembelajaran dapat digunakan pola pikir induktif; 3) keterbatasan
semestanya yang lebih dipersempit dari aspek matematika yang kompleks dan
selanjutnya semakin diperluas seiring dengan peningkatan perkembangan
peserta didik; 4) tingkat keabtrakannya yang lebih dikurangi dan selanjutnya
sifat abstraknya semakin banyak sering dengan peningkatan perkembangan
peserta didik.Oleh karena itu pada pembelajaran matematika di sekolah anak
didik memerlukan tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan
kognitifnya.Potensi yang ada pada diri anak pun berkembang dari tingkat
rendah ke tingkat tinggi, dari sederhana ke kompleks.Karateristik pembelajaran
matematika tidak dapat begitu saja diterapkan tanpa menyesuaikan dengan
perkembangan anak didik.
Menurut Piaget dalam (Hudojo, 1990:35-37) perkembangan intelektual
anak dapat dibagi dalam empat periode, yaitu: 1) Periode sensori motorik pada
usia 0-2 tahun; 2) Periode pra-operasional pada usia 2-7 tahun; 3) Periode
operasi konkrit pada usia 7-11/12 tahun; 4) Periode operasi formal pada usia
11 atau 12 tahun ke atas. Berdasarkan pembagian periode perkembangan
12
intelektual anak oleh piaget, siswa SMP berada pada periode operasi konkrit
dan mulai memasuki periode operasi formal. Periode operasi konkrit
merupakan permulaan berpikir rasional dan siswamemiliki operasi-operasi
logis yang dapat diterapkan pada masalah konkrit.Kemampuan siswa operasi
konkrit berbeda dengan siswa operasi formal.Siswa pada periode konkrit dan
formal keduanya sudah dapat menyelesaikan masalah klasifikasi, namun pada
periode konkrit siswa belum mampu menyelesaikan masalah klasifikasi tanpa
adanya data konkrit. Anak-anak pada periode formal sudah dapat memberikan
alasan dengan menggunakan lebih banyak symbol atau gagasan dalam cara
berpikirnya. Anak sudah dapat mengoperasikan argument-argumen tanpa
berkaitan dengan benda-benda empiric. Anak mampu menyelesaikan masalah
dengan cara yang lebih baik dan kompleks dari pada anak yang masih berada
dalam periode operasi konkrit.
Tujuan mata pelajaran matematika di sekolah menengah pertama adalah
agar siswa memiliki kemampuan:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan
mengaplikasikan konsep atau alogaritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
13
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta
sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
D. Hakikat Model Pembelajaran
Pakar pendidikan sains meyakini bahwa ketakjuban, antusiasme, dan
keingintahuan harus mendominasi pembelajaran sains. Untuk membangkitkan
hal tersebut dalam matematika, berbagai model pembelajaran dapat diterapkan.
Menurut Ratna Wilis Dahar (1996:5), model ialah suatu struktur konseptual
yang telah berhasil dikembangkan dalam suatu bidang, dan sekarang
diterapkan, terutama untuk membimbing penelitian dan berfikir dalam bidang
lain, biasanya dalam bidang yangbelum begitu berkembang. Sebuah model
pembelajaran adalah sebuah rencana atau pola yang mengorganisasi
pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan materi
pembelajaran.
Ada 22 model pembelajaran yang dikelompokan dalam empat hal, yaitu
(1) modifikasi tingkah laku, (2) proses informasi, (3) interaksi sosial, dan (4)
perkembangan pribadi (Supriyono Koes, 2003: 60). Model-model ini dapat
dicapai dalam tujuan umum pembelajaran sains. Model-model yang dipilih
14
adalah model pembelajaran yang dapat dilaksanakan dan mempunyai dampak
yang jelas pada peserta didik. Berdasarkan bukti-bukti penelitian yang relevan.
Model-model pembelajaran yang termasuk kedalam kelompok modifikasi
tingkah laku adalah (1) model pembelajaran langsung, (2) model manajemen
kontigensi, (3) model pengendalian diri, dan (4) model simulasi. Model-model
pembelajaran yang termasuk kedalam kelompok proses informasi adalah (1)
model berfikir kritis, (2) model inquiri, (3) perolehan konsep, (4) model
memori, (5) model advance organizer, (6) model pelatihan inquiri, serta (7)
model sinektiks.Model pembelajaran yang dikembangakan oleh kelompok
interaksi sosial yaitu : (1) model STAD, (2) model Jigsaw, (3) model
investigasi kelompok, (4) model bermain peran, serta (50 model simulasi.
Sedangkan yang termasuk kelompok model pembelajaran perkembangan
pribadi adalah pembelajaran nondirectif.
Model-model pembelajaran ini sesungguhnya untuk membantu peserta
didik menggali informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, cara berfikir, dan
cara mengekspresikan diri mereka sendiri. Proses informasi dalam
pembelajaran lebih menekankan pada struktur kognitif peserta didik dalam
menangkap informasi yang berasal dari pendidik, lingkungan, pemahaman
konsep serta kemampuan dalam menemukan cara pemecahan dari suatu
masalah. Melalui proses informasi yang produktif dalam struktur kognitif
peserta didik untuk menghasilkan suatu kesimpulan yang merupakan suatu
konsep yang dapat digunakan untuk pemecahan terhadap suatu masalah.
15
E. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajiaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerjasama antar peserta didik dalam
kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran
kooperatif, peserta didik bekerja bersama-sama untuk mempelajari dan
menyelesaikan suatu masalah. Keberhasilan kelompok akan tercapai hanya jika
setiap anggota kelompok berhasil memahami konsep atau materi yang
diajarkan. Dengan demikian, tugas para peserta didik bukanlah melakukan
sesuatu tetapi mempelajari sesuatu sebagai sebuah kelompok, dimana kerja
kelompok dilakukan sampai semua anggota kelompok menguasai materi yang
sedang dipelajari.
Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Roger dan David Johnson dalam Lie (2008: 31-350) mengatakan
bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif.
Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran
kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu :
a. Saling ketergantungan positif
Ketergantungan positif terjadi jika anggota-anggota kelompok
merasakan bahwa mereka berhubungan satu sama lain dalam suatu cara
dimana seseorang tidak dapat mengerjakannya kecuali bekerja bersama.
Menyadari hal tersebut peran pendidik adalah merancang dan
mengkomunikasikan tujuan dan tugas kelompok dalam cara-cara yang
16
membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai pemahaman
tersebut.
b. Tanggung jawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama
dimana peserta didik akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan
yang terbaik bagi kelompoknya. Kunci keberhasilan unsur ini adalah
persiapan pendidik dalam penyusunan tugasnya sehingga masing-masing
anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar
tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
c. Tatap muka
Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka
dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan kesempatan
peserta didik untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota karena hasil pemikiran beberapa peserta didik akan lebih kaya
daripada hasil pemikiran satu peserta didik.
d. Komunikasi antar anggota
Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan
anggotanya untuk berkomunikasi yaitu mengungkapkan pendapat mereka
sekaligus menghargai pendapat peserta didik yang lain. Proses ini
merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk
memperkaya pengalaman belajar dan melatih perkembangan mental dan
emosional peserta didik.
e. Evaluasi proses kelompok
17
Pendidik perlu mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama
mereka agar selanjutnya peserta didik bisa bekerja sama dengan lebih
efektif.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan
pembelajaran seperti yang dikatakan Muslimin Ibrahim (2007:7), yaitu:
a. Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga
memperbaiki hasil belajar peserta didik atau tugas-tugas akademis penting
lainnya.
b. Penerimaan terhadap keberagaman
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas
dari orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan
ketidakmampuannya.
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting lainnya adalah mengajarkan kepada peserta didik dalam
keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi.
Terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran dimulai dengan pendidik menyampaikan tujuan
pelajaran dan memotivasi peserta didik untuk belajar. Tahap ini diikuti oleh
penyajian informasi. Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam
kelompok belajar. Tahap ini diikuti bimbingan pendidik pada saat peserta didik
bekerja untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Tahap terakhir dari
pembelajaran kooperatif adalah presentasi hasil akhir kerja kelompok atau
18
evaluasi tentang apa yang telah dipelajari dan memberi penghargaan terhadap
kelompok maupun individu.
F. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team-Achievement
Division (STAD)
Student Team-Achievement Division (STAD)merupakan salah satu tipe
metode pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti (Slavin, 1990).
Metode ini juga sangat mudah untuk diterapkan dalam pembelajaran sains, dan
pada tingkat sekolah menengah sampai perguruan tinggi. Selain itu STAD
adalah yang paling tepat untuk mengajarkan pelajaran-pelajaran ilmu pasti
seperti perhitungan dan penerapan matematika, serta konsep sains.STAD
didasarkan pada prinsip bahwa para peserta didik bekerja bersama-sama dalam
belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan
juga dirinya sendiri.
Adapun komponen-komponen dalam model pembelajaran kooperatif tipe
STAD menurut Slavin (2008: 143-160) dirangkum sebagai berikut :
a. Presentasi kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering
dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajaran dengan
presentasi audiovisual. Sehingga peserta didik akan menyadari bahwa
mereka harus benar-benar member perhatian penuh selama presentasi
karena hal ini akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis dan
skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.
b. Tim, terdiri atas empat atau lima orang yang heterogen. Fungsi utama dari
tim adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar
19
belajar, sehingga setiap anggota tim akan siap mengerjakan kuis dengan
baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk
mempelajari lembar kegiatan, yang berupa pembahasan masalah,
membandingkan jawaban, dan mengoreksi kesalahan pemahaman antar
anggota tim.
c. Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu
atau dua periodepraktikum tim. Peserta didik tidak diperkenankan untuk
saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap peserta didik
bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya.
d. Skor kemajuan individual. Tiap peserta didik dapat memberikan kontribusi
poin yang maksimal kepada kelompoknya dalam sistem skor, sehingga
tiap-tiap anggota kelompok harus berusaha memperoleh nilai yang
maksimal dari skor kuisnya. Selanjutnya peserta didik akan
mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor
kuis dibandingkan dengan skor awal mereka.
e. Rekognisi Tim. Tujuan dari pemberian skor adalah memberi penghargaan
pada tiap-tiap kelompok.Kelompok dengan skor tertinggi mendapatkan
penghargaan superteam, kelompok dengan skor menengah mendapat
penghargaan greatteam dan kelompok dengan skor terendah sebagai
goodteam (Slavin, 2008:160).Untuk menjadi kelompok dengan
predikat/penghargaan superteam maka sebagian besar anggota kelompok
harus memiliki skor di atas skor awal mereka.
20
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1) Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa
(LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
2) Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa
Dalam tahap ini guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
3) Menyajikan/menyampaikan informasi
Dalam tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran.
4) Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Kelompok yang dibentuk
merupakan perpaduan yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis
kelamin dan kemampuan belajar.
Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan
ketrampilan kooperatif dan menjelaskan aturan dasarnya, yaitu:
a. Siswa tetap berada di dalam kelas.
b. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan
pertanyaan kepada guru.
c. Menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok.
21
d. Bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya.
5) Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan
dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk
meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompoknya mengetahui dan
memahami jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS.
6) Evaluasi
Perwakilan dari masing-masing kelompok maju ke depan untuk
mempresentasikan hasil dari diskusi mereka atau hasil dari tugas di LKS.
Kemudian Guru mengarahkan siswa dalam membuat rangkuman,
memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan. Selanjutnya, guru
memberikan tes kepada siswa secara individual.
7) Memberikan penghargaan
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui
skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar
individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Atau dengan
kata lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang
hasil diskusi masalahnya/hasil belajar lebih baik.
Tabel 2.1 Sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD
22
Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan atau
menyampaikan
informasi
Fase 3
Mengorganisasikan
siswa dalam kelompok-
kelompok belajar.
Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan
Penghargaan
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Menyajikan informasi kepada siswa dengan
halan mendemonstrasikan atau lewat bahan
bacaan.
Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan transisi secara
efisien.
Membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah diajarkan atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu maupun
kelompok.
(Sumber : Ibrahim,dkk 2000:10)
STAD dikembangkan oleh Robert E.Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin. Dalam STAD, para siswa dibagi dalam tim belajar
yang terdiri atas empat orang yang berbeda beda tingkat kemampuan, jenis
kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu
siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim
telah menguasai pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis
23
mengenai materi secara sendiri-sendiri, dimana saat itu mereka tidak
diperbolehkan untuk saling membantu (Slavin, 2008: 11-13).
Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian mereka
sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan point berdasarkan
tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang mereka capai
sebelumnya. Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan
tim yang berhasil memenuhi kriteria tertentu akan mendapatkan penghargaan.
Seluruh rangkaian kegiatan, temasuk presentasi yang disampaikan oleh guru,
praktik tim, dan kuis biasanya memerlukan 3-5 periode kelas.
STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran, salah satunya
adalah pelajaran matematika. Gagasan utama dari STAD adalah untuk
meningkatkan pemahaman konsep siswa supaya dapat saling mendukung dan
membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang diajarkan oleh guru.
Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan tim, mereka harus
membantu teman satu timnya untuk mempelajari materi. Mereka harus
mendukung teman satu timnya untuk bisa melakukan yang terbaik,
menunjukkan bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan. Para
siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran. Mereka
boleh mendiskusikan dari pendekatan penyelesaian masalah, atau mereka juga
boleh saing memberkan kuis mengenai objek yang mereka pelajari. Mereka
saling bekerja sama dengan teman satu timnya, mengenai kekuatan dan
kelemahan untuk membantu mereka berhasil dalam kuis.
24
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
terdiri atas lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor
peningkatan individual dan tim (Slavin, 2008: 143-163). Pada presentasi kelas,
materi dalam STAD pertama-tama diperkenakan terlebih dahulu.Ini
merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau
didiskusikan pelajaran yang dipimpin oleh guru.Pada persentasi kelas ini
haruslah benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan
menyadari bahwa mereka harus benar-benar member perhatian penuh selama
presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka
mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor timnya.
Tim terdiri atas 4 atau 5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas
dalam hal akademik dan jenis kelamin. Fungsi utama dari tim ini adalah
memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih
khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk mengerjakan
kuis dengan baik.
Kuis diberikan setelah tahap presentasi dan praktik tim telah selesai. Para
siswa tidak boleh saling membantu selama mengerjakan kuis. Skor kemajuan
individual adalah untuk memberikan kepada siswa tujuan kinerja yang akan
dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang
lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan konstribusi
poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini.
Dari skor tersebut, guru dapat memberikan penghargaan kepada tim
dengan skor tertinggi. Slavin (2008: 159) mengemukakan kriteria dalam
25
menentukan peningkatan skor individu siswa seperti yang terangkum dalam
tabel 1.2 berikut ini:
Tabel 2.2Poin Kemajuan Individu
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin dibawah skor awal 5
10-1 poin dibawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin diatas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Jawaban betul semua
Slavin (2008: 159)
Pada setiap periode yang telah ditentukan, guru menghitung kembali skor
kuis rata-rata siswa pada semua kuis dan berikan skor awal yang baru (Slavin,
2008: 161).Tabel berikut adalah contoh lembar skor kuis.
Tabel 2.3 Contoh lembar skor kuis
Tgl Tgl Tgl
Kuis ke Kuis ke Kuis ke
Siswa Skor
awal
Skor
kuis
Poin
kemaju
an
Skor
awal
Skor
kuis
Poin
kemaj
uan
Skor
awal
Skor
kuis
Poin
kemaju
an
Bayu 75 69 10
Candra
Khansa
Slavin, (2008: 161)
Untuk menghitung skor tim, guru mencatatpoin kemajuan semua anggota
tim pada lembar rangkuman tim kemudian menentukan rata-rata poin tim. Skor
26
tim lebih bergantung pada skor kuis awal. Tabel dibawah ini adalah contoh
lembar rangkuman tim yang memuat poinkemajuan setiap anggota tim.
Tabel 2.4 Contoh lembar rangkuman tim
Anggota TIM 1 2 3 4
Bayu 30
Elmi 30
Mita 20
Dewi 20
Total Skor Tim 100
Rata-rata Tim 25
Penghargaan Tim
Super
(Slavin, 2008: 163)
Menurut Slavin (2008: 160), peningkatan skor individu menentukan skor
kelompok. Skor kelompok merupakan rata-rata skor peningkatan anggotanya.
Kelompok mendapatkan sertifikat atau penghargaan lain berdasarkan kriteria
yang ditentukan, yaitu :
Tabel 2.5 Kriteria penghargaan kelompok
Rata-Rata Tim Penghargaan
5 ≤ 𝑥 ̅ < 15 𝑝𝑜𝑖𝑛 Tim Baik (good team)
15 ≤ 𝑥 ̅ < 20 𝑝𝑜𝑖𝑛 Tim sangat baik (great team)
≥ 20 𝑝𝑜𝑖𝑛 Tim super (super team)
Slavin (2008: 160)
Sebelum melakukan STAD, diperlukan langkah-langkah persiapan
(Slavin, 2008: 147-152). Langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
27
a. Menentukan Materi
Materi yang akan digunakan untuk STAD dapat berupa materi yang
dirancang khusus untuk pembelajaran Tim Siswa berupa materi-materi
yang diadaptasi dari buku teks atau sumber-sumber terbitan lainnya atau
bisa juga dengan materi yang dibuat oleh guru.
b. Membagi siswa ke dalam tim
Pembagian siswa berdasarkan skor kemampuan awal siswa, jenis kelamin,
ras, dan etnik. Langkah-langkah pembagian siswa ke dalam tim adalah (1)
memfoto kopi lembar rangkuman tim, (2) menyusun peringkat siswa, (3)
menentukan banyaknya tim, (4) membagi siswa kedalam tim, (5) mengisi
lembar rangkuman tim. Tabel 7 berikut memaparkan cara membagi siswa
ke dalam tim.
c. Menentukan skor awal
Skor awal adalah skor siswa pada kuis sebelumnya.
d. Membangun Tim
Sebelum memulai program STAD, akan sangat baik jika memulai dengan
satu atau lebih latihan pembentukan tim sekedar untuk memberi
kesempatan kepada anggota tim untuk melakukan sesuatu yang
mengasyikan dan untuk saling mengenal satu dengan yang lain. Misanya,
tim boleh menciptakan logo atau nama tim.
Tabel 2.6 Contoh membagi siswa ke dalam tim
28
Peringkat Nama Tim
Siswa yang berprestasi
tinggi
1
2
3
4
5
6
7
8
A
B
C
D
E
F
G
G
Siswa yang berprestasi
sedang
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
F
E
D
C
B
A
A
B
C
D
E
F
G
G
E
F
29
Siswa yang berprestasi
rendah
25
26
27
28
D
C
B
A
(Slavin, 2008: 147-152)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini memiliki dua dampak
sekaligus pada diri para peserta didik, yakni dampak instruksional dan
dampak sertaan.
Dampak instruksional dilambangkan oleh anak panah, sedangkan dampak
sertaan dilambangkan oleh anak panah garis putus-putus sebagai berikut:
30
Gambar 2.1 Dampak model pembelajaran kooperatif tipe
STADterhadap peserta didik
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini memiliki kelebihan dan
kekurangan (Slavin, 1997: 17) , diantaranya keunggulannya sebagai berikut:
a. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi
norma-norma kelompok.
b. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
c. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok.
d. Interaksi antar siswa seiringdengan peningkatan kemampuan mereka
dalam berpendapat.
Selain keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe STAD juga
memiliki kekurangan, diantaranya adalah :
a. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga sulit mencapai
target kurikulum.
Model
STAD
Konsep dan
Keterampilan
Keberuntungan
Positif
Pemrosesan
Kelompok
Kesadaran akan
Perbedaan
Kebersamaan Toleransi atas
Perbedaan
Kepekaan
Sosial
31
b. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi guru sehingga pada umumnya
guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
c. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat
melakukan pembelajaran kooperatif.
d. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama.
Dari penjelasan tersebut penulis berpendapat bahwa pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang mengedepankan
kerjasama dalam suatu tim atau kelompok demi tercapainya tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada proses pembelajaran itu sendiri.
G. Pemahaman Konsep Matematika
Pada pembelajaran matematika, pemahaman ditujukan terhadap konsep-
konsep matematika, sehingga lebih di kenal istilah pemahaman konsep
matematika.Pemahaman dalam pengertian pemahaman konsep mempunyai
beberapa tingkat kedalaman arti berbeda-beda. Berikut diuraikan beberapa
jenis pemahaman menurut para ahli:
Skemp(1976:10) membedakan dua jenis pemahaman konsep, yaitu:
a. Pemahaman instruksional (instructional understanding), yaitu
pemahaman konsep atas konsep yang saling terpisah dan hanyahafal
rumus dan perhitungan sederhana.
b. Pemahaman relasional (relational understanding), yaitu pemahaman
yang termuat dalam suatu skema atau struktur yang dapat digunakan
pada penyelesaiaan masalah yang lebih luas.
Bloom membedakan bahwa ada tiga kategori pemahaman, yakni:
32
a. Penerjemah (translation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi
bentuk lain, misalnya menyebutkan variable-variabel yang diketahui
dan yang dinyatakan atau mengubah dari lambang ke arti.
b. Penafsiran (interpretation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk
digunakan dalam menyelesaikan soal.
c. Ekstrapolasi (extrapolation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan
kemampuan siswa menyimpulkan konsep yang telah diketahui dengan
menerapkannya dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan
soal.
Menurut Shadiq (2009:13) seseorang dikatakan memahami konsep
matematika bila ia telah mampu memenuhi indikator pemahaman konsep,
antara lain:
a. Kemampuan menyatkan ulang sebuah konsep.
b. Kemampuan mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat
tertentu sesuai dengan konsepnya.
c. Kemampuan member contoh dan bukan contoh dari konsep.
d. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematis.
e. Kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu
konsep.
f. Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau
operasi tertentu.
33
g. Kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan
masalah.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, pemahaman konsep
matematika yang dimaksud dalam penelitian ini, yaitu kemampuan siswa
menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk-bentuk lain, dan
selanjutnya diterapkan ke dalam konsep yang telah dipilihnya secara tepat
untuk menyelesaikan soal tersebut dengan menggunakan perhitungan
matematis.
H. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran.Nana
Sudjana (2009: 3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas
mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.Dimyati dan Mudjiono
(2006: 3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajardari sisi guru, tindak mengajar
diakhiri dengan prosesevaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar
merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.
Benjamin S. Bloom (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27) menyebutkan
enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.
34
b. Pemahaman mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya,
menggunakan prinsip.
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
Misalnya kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, kemampuan
menilai hasil ulangan.
Berdasarkan pengertian hasil belajar diatas, disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajarnya.Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup asepk
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan
evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar matematika tidak lain adalah hasil terakhir dari proses belajar
matematika sebagai perwujudan segala upaya yang telah dilakukan selama
proses itu berlangsung. Sementara itu, pencapaian hasil belajar lebih sering
dikaitkan dengan nilai perolehan siswa setelah proses belajar mengajar dan
35
evaluasi yang diberikan. Prestasi belajar yang diperoleh setelah terjadinya
proses belajar merupakan bukti utama dari proses belajar.
Hasil belajar di sekolah adalah nilai perolehan siswa terhadap suatu
pelajaran tertentu yang selanjutnya dikenal sebagai “prestasi belajar”.Sejalan
dengan itu Nasution (1990:12) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil
belajar individu tersebut berinteraksi secara aktif dan pasif dengan
lingkungannya.Pendapat lain pula dikemukakan oleh Sukardi (1998:51) bahwa
hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan usaha belajar yang dicapai dalam
kurung waktu tertentu. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia
(2001: 895) menyatakan hasil belajar adalah hasil yang telah dicapai dari hal
yang telah dilakukan, dikerjakan dan lainnya, yang lazimnya ditunjukkan
dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.
Seorang siswa yang belajar matematika, akan berusaha untuk dapat
memahami materi pelajaran matematika yang telah dipelajarinya. Keberhasilan
yang dicapai siswa dalam menguasai materi pelajaran yang telah dipelajarinya
disebut prestasi belajar matematika.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika
adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu tes matematika
dan penilaiannya didasarkan pada standar tertentu.
I. Bangun Datar
Materi bangun datar diberikan pada siswa kelas VII semester II,
pembelajaran tentang materi ini dapat mengembangkan pemahaman siswa
terhadap dunia sekitar, pengenalan bangun datar ini mulai dikenalkan sejak
siswa SD sampai menengah.
36
Bangun datar adalah bangun yang dibuat atau dilukis pada permukaan
datar.Bangun datar disebut juga bangun berdimensi dua.
Bangun-bangun datar diantaranya adalah segitiga, segi empat, dan lingkaran.
a. Segitiga
Segitiga adalah sebuah bangun yang mempunyai tiga sisi lurus yang ketiganya
ujungnya saling bertemu dan membentuk tiga buah sudut dan jumlah ketiga
sudutnya adalah 1800. Bangun segitiga yang paling sederhana adalah segitiga
sama sisi yang semua sisinya sama panjang dan memiliki tiga buah sudut yang
sama besar. Masing-masing sudutnya 600. Bentuk-bentuk segitiga yang lainnya
yaitu segitiga sama kaki yang memiliki dua dua sisi yang sama panjang dan
dua sudutnya sama besar. Segitiga siku-siku yang salah satu berbentuk siku-
siku dan besarnya 900. Dan segitiga sembarang yang tidak memiliki sisi atau
sudut yang sama.
b. Segi empat
Kata segi empat atau dalam bahasa Inggrisnya “Quadrilaterd” yaitu bangun
yang memiliki empat sisi dan empat buah sudut.Bangun-bangun segi empat
diantaranya yaitu persegi, persegi panjang, jajarenjang, belah ketupat, laying-
layang, dan trapesium.
Persegi
Bangun yang dapat menempati bingkainya dengan 8 cara disebut persegi.
Sifat-sifat persegi
Sifat-sifat persegi yang dimiliki oleh persegi panjang adalah:
a. Sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar,
b. Diagonalnya sama panjang,
37
c. Diagonalnya berpotongan membagi dua sama panjang,
d. Sudut-sudut dalam persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal-
diagonalnya, sehingga diagonal-diagonalnya merupakan sumbu
simetri.
e. Diagonal-diagonalnya setiap persegi berpotongan membentuk sudut
siku-siku.
Berdasarkan sifat-sifat di atas maka persegi adalah Persegi panjang yang
keempat sisinya sama panjang.
Persegi Panjang
Persegi panjang menempati bingkainya dengan 4 cara.
Sifat-sifat persegi panjang:
a. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang
b. Dalam setiap persegi panjang sisi-sisi yang berhadapan sejajar
c. Dalam setiap persegi panjang, tiap-tiap sudutnya sama besar
d. Dalam setiap persegi panjang, tiap-tiap sudutnya merupakan sudut
siku-siku
e. Diagonal-diagonalnya sama panjang
Jadi berdasarkan sifat-sifat di atas persegi panjang adalah segi empat yang
keempat sudutnya siku-siku dan sisi-sisi yang berhadapan sama panjang
dan sejajar.
Jajar Genjang
Jajargenjang dapat dibentuk dari gabungan sebuah segitiga dan bayangannya
setelah diputar setengah putaran dengan titik tengah salah satu sisinya.
Sifat-sifat jajargenjang
38
a. Pada setiapjajargenjang sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan
sejajar
b. Pada setiap jajargenjang, sudut-sudut yang berhadapan sama besar
c. Pada setiap jajargenjang jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan
adalah 1800
d. Kedua diagonalnya pada setiap jajargenjang saling membagi dua sama
besar
Belah ketupat
Belah ketupat dibentuk dari gabungan segitiga sama kaki dan bayangannya
setelah dicerminkan terhadap alasnya.
Sifat-sifat belah ketupat
a. Semua sisinya sama panjang
b. Kedua diagonalnya setiap belah ketupat merupakan sumbu simetri
c. Pada setiap belah ketupat sudut-sudutnya berhadapan sama besar dan
dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya
d. Kedua diagonalnya setiap belah ketupat saling membagi dua sama
panjang dan saling berpotongan tegak lurus
Layang-layang
Layang-layang dibentuk dari gabungan segitiga sama kaki yang panjang
alasnya sama dan berhimpit.
Sifat-sifat layang-layang
39
a. Pada setiap layang-layang masing-masing sepasang sisinya sama
panjang
b. Pada setiap layang-layang, terdapat sepasang sudut berhadapan yang
sama besar
c. Pada setiap laying-layang, salah satu diagonalnya merupakan sumbu
simetri
d. Pada setiap layang-layang, salah satu diagonalnya membagi dua sama
panjang diagonal lain dan tegak lurus dengan diagonal itu.
Trapesium
Trapesium merupakan segiempat dengan tepat sepasang sisi yang berhadapan
sejajar.
Sifat-sifat trapesium
Pada setiap trapesium, jumlah sudut yang berdekatan diantara dua sisi
sejajar adalah 1800.
J. Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti tentang metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division(STAD)
yaitu penelitian oleh Edi Winarto (2008), Filora Aulia (2013).
a. Edi Winarto (2008) melakukan penelitian dengan judul “Peningkatan
Motivasi Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Student Teams Achievement Division (PTK Pembelajaran
Matematika kelas VII MTs N Jumapalo”. Menyimpulkan bahwa melalui
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa dalam belajar matematika yang meliputi: a) motivasi mengerjakan
40
tugas mandiri kondisi awal sebanyak 10 siswa (41,70%) dan kondisi akhir
sebanyak 17 siswa (70,83%), b)motivasi bertanya kondisi awal sebanyak 3
siswa (12,50%) dan kondisi akhir sebanyak 11 siswa (45,83%), c) motivasi
menjawab pertanyaan kondisi awal sebanyak 10 siswa (41,70%) dan
kondisi akhir sebanyak 13 siswa (54,17%), d) motivasi mengerjakan soal
di depan kelas kondisi awal sebanyak 4 siswa (16,70%) dan kondisi akhir
sebanyak 9 siswa (37,50%), e) motivasi mengerjakan soal-soal latihan
kondisi awal sebanyak 18 siswa (75%) dan kondisi akhir 21 siswa
(87,50%).Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
b. Filora Aulia (2013) melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperaatif Tipe Student Teams Achievement Division
(STAD) dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas IV
MIN Gedog Sananwetan Blitar”.Pada penelitian ini hasil belajar siswa MIN
Gedod Sananwetan Blitar meningkat. Hal ini dapat diketahui dari hasil pre
test, ketuntasan siswa yang hanya mencapai 41% meningkat menjadi 53%
pada siklus I, dan pada siklus II meningkat lagi menjadi 76,5%.
c. Sutriyono melakukan penelitian dengan judul“Keefektifan Pembelajaran
Kooperatif STAD terhadap Pemahaman Konsep Materi Pokok Bangun
Ruang Sisi Datar Kelas VIII SMP N 3 Dempet Tahun Pelajaran
2006/2007“, menunjukkan bahwa pemahaman konsep siswa yang dikenai
model pembelajaran kooperatif STAD lebih baik daripada siswa yang
dikenai pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan
41
rata-rata skor test pemahaman konsep siswa pada materi pokok Bangun
Ruang Sisi datar sebesar 72,57 untuk kelas eksperimen dan 66,76 untuk
kelas control. Setelah dilakukan uji perbedaan rata-rata diperoleh thitung =
2,787 dan ttabel = 1,67 , karena thitung> ttabel maka H0 ditolak artinya
pemahaman konsep kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok
control.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Edi Winarto , Filora
Aulia, dan Sutriyono yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar peserta didik, setelah
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Untuk itu, peneliti
tertarik menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
pembelajaran Matematika dalam penelitiannya, agar dapat meningkatkan
pemahaman konsep dan hasil belajar peserta didik.
K. Kerangka Penelitian
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar
adalah faktor dari luar (exsternal)yaitu faktor dari sekolah yang salah satunya
meliputi model pembelajaran. Yang dimaksud keberhasilandalam proses
belajar pada penelitian ini adalah pemahaman konsep dan hasil belajar
matematika. Jadi pemilihan model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik
merupakan hal yang penting.
Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat
meningkatkan pemahaman konsep dan hasil belajar peserta didik serta
meningkatkan partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran yang diyakini dapat meningkatkan pemahaman konsep dan hasil
42
belajar serta partisipasi peserta didik saat proses pembelejaran adalah model
pembelajaran kooperatif tipe Student TeamsAchievement Divisions (STAD).
Pembelajaran kooperatif tipe STADadalah bentuk pendekatan pembelajaran
kelompok, yang anggotanya heterogen dari aspek prestasi, jenis kelamin,
dll.Dalam kerja kelompok, anggota kelompok dituntut untuk saling kerjasama
dan saling membantu dalam memahami dan menyelesaikan masalah yang
diberikan. Peserta didik yang memiliki kemampuan lebih akan mengajari
peserta didik yang memiliki kemampuan yang kurang. Akan tetapi peserta
didik tidak boleh saling membantu ketika melakukan kuis.
Dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, peserta didik juga belajar
bagaimana bekerjasama, berkomunikasi dan menghargai pendapat orang lain.
Dengan pembelajaran kooperatif tipe STADini diharapkan dapat memudahkan
peserta didik dalam memahami konsep yang dipelajari sehingga peserta didik
mampu mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
L. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
a. Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode
pembelajaran Student Team Achievement Division(STAD) yang terdiri dari
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim
dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa di
kelas VII-B SMP Pamungkas Mlati.
b. Proses pembelajaran matematika dengan menggunakan metode
pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) yang terdiri dari
presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim
43
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa di kelas VII-B SMP
Pamungkas Mlati.