6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gizi Kurang
1. Pengertian
Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein pada
tahap awal akan menyebabkan rasa lapar kemudian dalam jangka waktu tertentu
berat badan akan menurun disertqai dengan menurunnya produktivitas kerja.
Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi
buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang
menyebabkan kematian.
Kekurangan gizi secara umum baik kurang secara kalitas dan kuantitas
menyebabkan gangguan pada proses – proses tubuh seperti :
a. Gangguan pertumbuhan
b. Gangguan produksi kerja
c. Gangguan pertahanan tubuh
d. Gangguan struktur dan fungsi otak
Gizi kurang dibedakan menjadi gizi kurang makro (makronutrien) dan gizi
kurang mikro (mikronutrien). Dalam memenuhi asupan gizinya, tubuh
membutuhkan makronutrien, yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan mikronutrien,
vitamin, yodium, zat besi, seng, asam folat dan lain sebagainya. Kekurangan
mikronutrien dan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti kekurangan vitamin
A (KVA), gangguan akibat kakurangan iodium (GAKI) dan anemia yang
7
mengacu pada berat bayi lahir rendah (BBLR), ganggaun intelektual, ganggaun
pertumbuhan, penurunan kekebala bahkan kematian.(Cakrawati, Mustika, 2014)
1) Pengertian ilmu gizi
Ilmu gizi (nutrition science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu
tetang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan optimal. Kata “gizi”
berasal dari bahasa arab ghidza, yang berarti”makanan”. Di satu sisi ilmu gizi
berkaitan dengan makanan dan di sisi lain dengan tubuh manusia. (Almatsier
Sunita, 2009)
2) Pengertian zat gizi
Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk
melakukan fungsinya, yaitu menghasilakn energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. (Almatsier Sunita, 2009)
2. Deteksi Pertumbuhan Anak Berdasarkan Ukuran Antropometri
Antropometri adalah cara pengukuran status gizi yang paling sering
digunakan di masyarakat (Almatsier, 2004). Pengukuran antropometri ini
dimaksudkan untuk mengetahui ukuran-ukuran fisik seorang anak dengan
menggunakan alat ukur tertentu, seperti timbangan dan pita pengukur (meteran)
Ukuran antropometri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
(Nursalam, 2005) :
a. Tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan umur. Dengan
demikian, dapat diketahui apakah ukuran yang dimaksud tersebut tergolong
normal untuk anak seusianya.
b. Tidak tergantung umur, yaitu hasil pengukuran dibandingkan dengan
pengukuran lainnya tanpa memerhatikan berapa umur anak yang diukur.
8
Angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam
bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri WHO
2005, yaitu :
Tabel 1
Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Standar Baku Antropometri WHO-2005
No. Indeks yang
Dipakai Batas Pengelompokkan Status Gizi
1 BB/U < -3 SD Gizi Buruk
≥ -3 s/d < -2 SD Gizi Kurang
≥ -2 s/d ≤ 2 SD Gizi Baik
> 2 SD Gizi Lebih
2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek
≥ -3 s/d < -2 SD Pendek
≥ -2 SD Normal
3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus
≥ -3 s/d < -2 SD Kurus
≥ -2 s/d ≤ 2 SD Normal
Sumber : Riskesdas RI, 2010
3. Indeks Antropometri
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau
menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.Berat badan adalah ukuran
antropometri yang sangat labil (Supariasa, 2001).
Dalam keadaan normal dimana kesehatan baik, keseimbangan antara
konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti
pertumbuhan umur.Sebaliknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua
9
kemungkinan perkembangan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih
lambat.Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan
menurut umur digunakan sebagai salah satu pengukuran status gizi.Mengingat
karakteristik berat badan, maka indeks BB/U menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (Supariasa, 2001).Kelebihan indeks berat badan menurut umur
(BB/U) (Supariasa, 2001) :
1) Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum
2) Baik untuk status gizi akut maupun kronis
3) Berat badan dapat berfluktuasi
4) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil
5) Dapat mendeteksi kegemukan
Kekurangan indeks berat badan menurut umur (BB/U) :
1) Interpretasi yang keliru jika terdapat edema atau esites
2) Umur sering sulit ditaksir dengan tepat
3) Sering terjadi kesalahan pengukuran seperti pengaruh pakaian ataugerakan
pada waktu penimbangan
4) Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan
umur.Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relative kurang sensitif
terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi
zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama
(Supariasa, 2001).
Kelebihan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa, 2001) :
10
1) Baik untuk menilai status gizi masa lampau
2) Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah, dan mudah dibawa
Kelemahan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) (Supariasa, 2001) :
1) Tinggi badan tidak cepat naik
2) Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga
diperlukan dua orang untuk melakukannya
3) Ketepatan umur sulit didapati
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan mempunyai hubungan yang linier dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan kecepatan
tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi
saat ini/sekarang (Supariasa, 2001).
Kelebihan indeks berat badan menurut tinggi badan (Supariasa, 2001) :
1) Tidak memerlukan data umur
2) Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, atau kurus)
Kelemahan indeks berat badan menurut tinggi badan (Supariasa, 2001) :
1) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut cukup tinggi atau
kelebihan tinggi badan menurut umurnya
2) Sering mengalami kesulitan pengukuran tinggi badan
3) Membutuhkan dua macam alat ukur
4) Pengukuran relatif lama
5) Membutuhkan dua orang melakukannya
6) Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran terutama oleh
kelompok non-profesional
11
4. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan
Energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan
pekerjaan tubuh memperoleh energi dari makanan yang dimakan dan energi yang
dimakan ini terdapat sebagai energi kimia yang dapat diubah menjadi energi
bentuk lain. Bentuk energi yang berkaitan dengan proses-proses biologi adalah
energi kimia, energi mekanik, energi panas dan energi listrik (Budiyanto, 2004).
Angka Kecukupan Gizi (Recommended Dietary Allowance) merupakan
rekomendasi asupan berbagai nutrien esensial yang perlu dipertimbangkan
berdasarkan pengetahuan ilmiah agar asupan nutrien tersebut cukup memadai
untuk memenuhi kebutuhan gizi pada semua orang yang sehat. AKG
mencerminkan asupan rata-rata sehari yang harus dikonsumsi oleh populasi dan
bukan merupakan kebutuhan perorangan (Hartono, 2006).
Tabel 2
Angka Kecukupan Gizi (Energi dan Protein) Rata-Rata yang
Dianjurkan Rata-Rata Perorang Perhari
Golongan
Umur Berat Badan Tinggi Badan Energi Protein
0-6 bulan 5,5 60 560 12
7-12 bulan 8,5 71 800 15
1-3 tahun 12 90 1250 23
4-6 tahun 18 110 1750 32
5. Distribusi Frekuensi Gizi Kurang
a. Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Orang
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2010, prevalensi gizi kurang
padabalita berdasarkan kelompok umur menunjukkan bahwa prevalensi terbesar
pada kelompok umur 36-47 bulan yaitu sebesar 14,6% dan terendah pada
kelompok umur ≤ 5 bulan yaitu sebesar 7,2%. Prevalensi gizi kurang berdasarkan
12
jenis kelamin yaitu prevalensi gizi kurang pada laki-laki (13,9%) lebih besar
daripada perempuan (12,1%). Menurut Suryono dan Supardi (2004) menyatakan
bahwa jumlah anak balita yang mengalami KEP maupun Non-KEP mayoritas
adalah perempuan (58,5%) (Suryono,2004).
Prevalensi gizi kurang berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yaitu
prevalensi terbesar pada kelompok tidak tamat SD yaitu sebesar 15,7% dan
terendah pada kelompok tamat PT (Perguruan Tinggi) yaitu sebesar 7,4%.
Prevalensi gizi kurang berdasarkan pekerjaan yang terbesar adalah pada kelompok
petani/nelayan/buruh yaitu sebesar 15,2% dan yang terendah pada kelompok yang
masih sekolah yaitu sebesar 4,7%. Menurut Suryono dan Supardi (2004) bahwa
faktor pendidikan ibu yang kurang dari SMA memiliki kemungkinan 1,3 kali
lebih banyak terjadinya status gizi kurang pada anak balita dibandingkan ibu yang
berpendidikan lebih dari SMA (Suryono, 2004).
b. Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Tempat
Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi kurang
menurut provinsi yang tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (24,2%), Sulawesi
Tengah (18,7%), dan Maluku (18,5%) (Riskesdas, 2007). Berdasarkan laporan
Riskesdas tahun 2010, prevalensi gizi kurang berdasarkan tempat tinggal yaitu di
pedesaan (14,8%) lebih tinggi daripada di perkotaan (11,3%). Prevalensi gizi
kurang pada balita menurut provinsi terdapat 3 provinsi dengan jumlah kasus
yang paling besar berturut-turut, yaitu Kalimantan tengah (22,3%), Nusa
Tenggara Timur (20,4%), dan Nusa Tenggara Barat (19,9%) (Riskesdas, 2010).
13
6. Prevelensi Gizi Kurang
Menurut arum atmawkarta (2007) sasaran pembangunan nasional dan
proyek gizi kurang pada balita, indonesia pada tahun 2000 memiliki angka gizi
kurang sebesar 17,1%, pada tahun 2001 gizi kurang di indonesia sebesar
19,8%,pada tahun 2002 gizi kurang di indonesia sebesar 19,3%, pada tahun 2003
gizi kurang di indonesia sebesar 19,2%, dan pada tahun 2005 gizi kurang di
indonesia sebesar 19,2%. Berdasarkan data dari tahun 2000s/d 2005 angka kasus
gizi kurang di indonesia cukup mendatar tetapi kalau dilihat angka tersebut cukup
tinggi dibandingkan dengan negara-negara Asean.
Adapun kalau dibandingkan dengan negara ASEAN angka gizi kurang di
indonesia dari tahun 1996-2005 dapat dilihat sebagai berikut:
Perbandingannya Angka Gizi Kurang Di Negara ASEAN
No Negara Gizi kurang pada balita (%) BBLR (%)
1 Malaysia 11 9
2 Thailand 18 9
3 Filipina 20 28
4 Srilangka 22 29
5 Vietnam 27 9
6 Indonesia 28 9
7 Myanmar 32 15
8 Kamboja 45 11
9 Timor leste 46 12
Sumber: The State Od The World Children, 2007
Jika dilihat dari posisi diatas maka indonesia menduduki peringkat ke 6
(enam) dari 9 (sembilan) negara yang ada di ASEAN, padahal Indonesia lebih
dulu merdeka dan memiliki daerah yang subur untuk tanaman-tanaman tetaoi
kenapa Negara kita yang namanya Indonesia masih mengalami angka gizi kurang
yang cukup tinggi? Otak dan psikologi si anak, pertumbuhan si anakn dan rentan
14
terkena penyakit infeksi lainnya. Maka untuk itu diupayakan supaya faktor
penyebab gizi kurang dapat dihindari.
Distribusi Frekuensi Gizi Kurang Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT, pada tahun 2000 persentase balita dengan gizi
kurangsebesar 17%, pada tahun 2001 sebesar 20%, pada tahun 2002 sebesar 18%,
pada tahun 2003 sebesar 20%, pada tahun 2005 sebesar 19% dan pada tahun 2007
sebesar 13% (Riskesdas, 2007). Berdasarkan laporan Riskesdas, prevalensi gizi
kurang pada tahun 2010 adalah sebesar 13% (Riskesda, 2010).
7. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi.
Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat-zat gizi bergantung pada
berbagai faktor, seperti umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik. Oleh
kareana itu, perlu disusun angka kecukupan gizi yang dianjurkan yang susuai
untuk rata-rata penduduk yang hidup didaerah tertentu. Angka kecukupan gizi
yang dianjurkan digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal
bagi penduduk.
Angka kecakupan gizi yang dianjurkan di Indonesia pertama kali
ditetapkan pada tahun 1968 melalui widya karya pangan dan gizi yang
diselenggarakan oleh lembaga ilmu pengetahuan indonesia (LIPI). AKG ini
kemudian ditinjau kembali pada tahun 1978, dan sejak itu secara berkala tiap lima
tahun sekali. (Almatsier Sunita, 2009)
15
8. Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Menurut unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh
beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah.
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangnya konsumsi
makanan dan adanya infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin bertambah
pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi jumlah dan
jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan
makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada pendapatan, agama,
adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan (Almatsier,2001).
Timbulnyagizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya
anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat
melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan
akhirnyamudah terkena gizi kurang( Soekirman, 2000). Sehingga disisni terlihat
interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dan
penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh
sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimanan
infeksi bisa berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat
menyebabkan diare, HIV/AIDS, tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi
kronois lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat
16
menyebabkan anemia. Penyakit infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan
bersih, pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang
tidak memadai (Soekirman, 2000).
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai,
kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak memadai
merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air putih yang
cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan
dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahanan ibu tentang kesehatan, makin
kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi(Unicef, 1998). Sedangkan
penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah terjadinya krisis
ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidak
seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit infeksi, yang pada
akhirinya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).
Penelitian anwar (2006) mengenai faktor resiko kejadian gizi buruk di
Lombok Timur. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa gizi buruk dikabupaten
Lombok Timur disebabkan oleh faktor karakteristik keluarga dan pola asuh, yaitu:
pendapatan keluarga (beresiko 5,03 kali), tingkat pendidikan ibu(2,32),
pengetahuan ibu mengenai pemantauan pertumbuhan( berisiko 15,64 kali),
pengasuh anak (7,87 kali), berat badan lahir (5,73 kali), lama asi eksklusif (2,57
kali), status imunisasi (10,28 kali), dan pola makan anak (3,27 kali). Namun
secara bersama (simultan), hanya pengetahuan ibu yang bermakna sebagai faktor
risiko gizi buruk di kabupaten lombok timur. Pada penelitian ini faktor
17
karakteristik keluarga yang menjadi pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil
adalah pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu.
Kurang gizi banyak menimpa anak khususnya anak balita yang berusia di
bawah lima tahun karena merupakan golongan yang rentan serta pada fase ini
kebutuhan tubuh akan zat gizi meningkat karena selain untuk tubuh juga untuk
perkembangan sehingga apabila anak kurang gizi dapat menimbulkan berbagai
penyakit (Supariasa, 2001).
Pada malnutrisi primer, salah satu atau semua komponen ini tidak ada
dalam makanan. Sebaliknya, pada malnutrisi sekunder atau kondisional, pasokan
nutriennya sudah memadai, tetapi malnutrisi terjadi karena malabsorbsi nutrien,
gangguan penggunaan atau penyimpanan nutrien, kehilangan nutrien yang
berlebihan, atau karena peningkatan kebutuhan akan nutrient (Mitehel, 2006).
Ada beberapa faktor lain yang biasanya memegang peranan penting dalam
menyebabkan timbulnya gizi kurang adalah diare dan penyakit infeksi. Keadaan
ini menjadikan anak tidak mau makan sehingga kebutuhan zat gizinya tidak
terpenuhi (Suhardjo, 1996).
Adapun beberapa faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya
gangguan gizi terutama pada anak balita, yaitu
a. Karakteristik Balita
1) Umur Balita
Anak balita merupakan kelompok umur yang paling rentan menderita gizi
kurang karena sedang dalam masa pertumbuhan sehingga memerlukan asupan
gizi yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya Sedioetama, 2004)
18
2) Jenis Kelamin
Tingkat kebutuhan pada anak laki-laki lebih banyak jika dibandingkan
dengan perempuan. Begitu juga dengan kebutuhan energi, sehingga laki-laki
mempunyai peluang untuk menderita KEP yang lebih tinggi daripada perempuan
apabila kebutuhan akan protein dan energinya tidak terpenuhi dengan
baik(Almatsier, 2004).
b. Karakteristik sosial ekonomi keluarga
1) Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga berhubungan dengan status gizi anak yaitu
dengan memengaruhi konsumsi pangan setiap anak. Dalam keluarga besar dengan
kondisi ekonomi yang lemah dapat menyebabkan asupan makanan setiap anak
akan menjadi berkurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan gizi anak yang
dapat mengakibatkan gangguan gizi (Suhardjo, 2003).
2) Tingkat pendidikan ibu
Tingkat pendidikan yang rendah memengaruhi penerimaan informasi
sehingga tingkat pengetehuan gizinya juga terbatas. Masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang rendah akan lebih kuat mempertahankan tradisi-tradisi yang
berhubungan dengan makanan sehingga sulit memerima pembaharuan
(Singarimbun, 1998). Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih
makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang
berpendidikan lebih rendah (Moehji, 2002). Kurangnya pendidikan, pengetahuan,
dan keterampilan keluarga untuk dapat memecahkan masalah gizi keluarga dan
masyarakat sangat berpengaruh terhadap kondisi keluarga tersebut terutama
tentang pola asuh anak. Kurangnya pendidikantersebut dapat menyebabkan anak
19
tidak suka makan atau tidak diberi makananseimbang dan juga memudahkan
terjadinya infeksi yang berakhir dengankondisi KEP(Soekirman, 2004).
3) Pekerjaan ibu
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bumi (2005), menyatakan bahwa
anak yang memiliki ibu tidak bekerja memiliki status gizi yang lebih baik
dibandingkan anak balita yang memiliki ibu bekerja (Bumi, 2005).
Hai ini didukung oleh penelitian masdiarti (2000) yang memperlihatkan
hasilbahwa anak yang berstatus gizi baik banyak ditemukan pada ibu
bukanpekerja (43,24%)dibandingkandengankelompok
ibupekerja(40,54%)karena ibu yang tidak bekerja mempunyai waktu yang
lebih banyak dalammengasuh anaknya (Masdiarti, 2000).
4) Pendapatan keluarga
Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk.
Makin kecil pendapatan penduduk makin tinggi persentase anak yang kekurangan
gizi. Demikian sebaliknya, kurang gizi berpotensi sebagai penyebab kemiskinan
melalui rendahnya pendidikan dan produktivitas (Depkes RI, 2005).
9. Akibat gizi kurang pada proses tubuh
Akibat gizi kurang terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa
yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas
dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses:
a. Pertumbuhan
Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya.Protein digunakan sebagi
zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah
rontok.Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas
20
rata-rata lebih tinggi dari pada yang berasal dari keadaan sosial ekonomi rendah.
(Almatsier Sunita,2009)
b. Produksi tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seorang
kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas.Orang
menjadi malas, merasa lemah, dan produktivitas kerja menurun. (Almatsier
Sunita,2009)
c. Pertahanan tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau stres menurun.Sistem imunisasi dan
antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk,
dan diare.Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian. (Almatsier
Sunita,2009)
d. Struktur dan fungsi otak
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan
mental, dengan demikian kemampuan berpikir. Otak mencapai bentuk maksimal
pada usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak
secara permanen. (Almatsier Sunita,2009)
e. Perilaku
Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukan
perilaku tidak tenang.Mereka mudah tersinggung, cengeng, dan apatis. (Almatsier
Sunita,2009)
Dari keterangan di atas tampak, bahwa gizi yang lebih baik merupakan
modal bagi pengembangaan sumberdaya manusia. (Almatsier Sunita,2009)
21
10. Pencegahan Gizi Kurang Pada Balita
a. Pencegahan Primer
Pencegahan ini untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat
atau mencegah oarng yang sehat menjadi sakit (Budiarto, 2002). Pencegahan ini
ditujukan untuk masyarakat umum, yaitu (Widodo, 2009) :
1) Memberikan KIE mengenai gizi kurang dan gizi buruk, termasuk gejala-gejala
serta komplikasi yang akan timbul.
2) Menyarankan anggota keluarga untuk mengonsumsi makanan yang bergizi
seperti pada Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berisi 13 pesan,
antara lain : makanlah makanan yang beraneka ragam setiap hari, makanlah
makanan yang mengandung cukup energi, untuk sumber energi upayakan agar
separuhnya berasal dari makanan yang mengandung zat karbohidrat komplek,
upayakan agar sumber energi dari minyak dan lemak tidak lebih dari
seperempat dari energi total yang anda butuhkan, gunakan hanya garam
beryodium untuk memasak sehari-hari, makanlah banyak makanan yang kaya
akan zat besi, berikan hanya air susu ibu untuk bayi sampai usia 4 bulan,
biasakan makan pagi setiap hari, minum air bersih dan sehat dalam jumlah
yang cukup, berolah raga dengan teratur untuk menjaga kebugaran badan,
hindarilah minuman beralkohol, makanlah makanan yang dimasak dan/atau
dihidangkan dengan bersih dan tidak tecemar, dan bacalah selalu label pada
kemasan makanan.
3) Memberikan penjelasan mengenai cara penanganan gizi kurang atau gizi
buruk dengan perubahan sikap dan perilaku anggota keluarga. Bukan saja
makanan yang harus diperhatikan, tetapi lingkungan sekitar juga harus
22
diperhatikan untuk mencegah penyakit infeksi yang dapat menyebabkan nafsu
makan berkurang.
4) Usahakan mengikuti program kesehatan yang ada setiap bulan di puskesmas
atau di puskesmas pembantu desa.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini untuk orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat
progesifitas penyakit, menghindarkan komplikasi, dam mengurangi
ketidakmampuan, yaitu (Budiarto, 2002) :
1) Deteksi dini sekiranya penderita atau anggota keluarga yang lain terjangkit
penyakit yang disebabkan oleh kurangnya gizi dalam jangka waktu yang
panjang. Misalnya, melakukan penimbangan berat badan.
2) Mendapatkan pengobatan sedini mungkin. Pengobatan yang awal dan tepat
dapat mengurangi morbiditas dan meningkatkan produktivitas semua anggota
keluarga.
c. Pencegahan tersier
Upaya pencegahan ini terus diupayakan selama orang yang menderita
belum meninggal dunia, yaitu (Budiarto, 2002):
1) Apabila penderita mengalami sakit lain, sebaiknya secepatnya dilakukan
pemeriksaan dan pengobatan
2) Rehabilitasi sosial diberikan kepada penderita dan anggota keluarga. Bagi
penderita ditumbuhkembalikan kepercayaan dirinya agar bisa bergaul dengan
yang lain.
23
11. Kebutuhan Gizi Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
Bayi, balita dan anak prasekolah termasuk salah satu kelompok yang
rawan gizi.Karena itu, harus dipastikan bahwa tenaga kesehatan dan kader
memiliki kemampuan melakukan KIE kebutuhan gizi pada anak dengan bahasa
yang mudah dipahami oleh ibu dan keluarga.Dari pemahaman ini diharapkan
pihak ibu dan keluarga menyadari pentingnya pemenuhan gizi bagi anak dan
berusaha agar anak tercukupi asupannya.
Ibu dan keluarga harus membiasakan memberi asupan gizi yang terbaik
bagi buah hatinya, disesuaikan kemampuan finansial dam kemudahan
mendapatkannya. Selain pemilihan bahan makanan, pengolahan juga penting
termasuk kebersihannya pada saat proses memasak dan penyajiannya serta cara
pemberiannya ke anak.
Sebaiknya setiap ibu memiliki beraneka resep masakan untuk anak
sehingga dapat memasak berbagai masakan, hal ini untuk mencegah dan
mengurangi rasa bosan pada anak.
Tabel 3
Pemenuhan Kebutuhan Gizi Pada Anak
Umur 12-24 umur 24 atau lebih
a. Teruskan pemberian ASI
b. Berikan makanan keluarga secara
bertahap sesuai kemampuan anak.
c. Berikan 3x sehari, sebanyak 1/3
porsi makan orang dewasa terdiri
dari nasi, lauk-pauk, sayur, dan
buah.
d. Berikan makanan selingan kaya gizi
2x sehari diantara waktu makan
(biskuit, kue)
e. Perhatikan variasi makanan.
a. Berikan makanan keluarga 3 x
sehari, sebanyak 1/3-1/2 porsi
makan orang dewasa yang terdiri
dari nasi, lauk pauk, sayur dan
buah.
b. Berikan makanan selingan kaya
gizi 2 x sehari di antara waktu
makan.
c. Perhatikan jarak pemebrian
makanan keluarga dan makanan
selingan.
Sumber : Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, 2016
24
12. Penanggulangan masaalah gizi kurang
Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar
departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan
pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status
sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan
teknologi pangan. Semua upaya ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola
konsumsi pangan masyarakat yang beraneka ragam , dan seimbang dalam mutu
gizi.
Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara
terpadu antara lain:
a. Upaya pemenuhan persediakan pangan nasional terutama melalui peningkatan
produksi beraneka ragam pangan.
b. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarakan pada
pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah
tangga.
c. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari
tingkat pos pelayanan terpadu (posyandu), hingga puskrsmas dan rumah sakit.
d. Penigkatan upaya keamanan pangan dan gizi melalui sistem kewaspadaan
pangan dan gizi (SKPG).
e. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi
masyarakat.
f. Peningakatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk
pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas.
25
g. Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan
(PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta
kapsul minyak beriodium.
h. Peningkatan kesehatan lingkungan.
i. Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium dan zat besi.
j. Upaya pengawasan makanan dan minuman.
k. Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi.
Melakui instruksi presiden No.8 tanu 1999 telah dicanangkan Gerakan
Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, yang diarahkan pada;
a. Pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah
tangga
b. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan ketahanan pangan. Cakupan,
kualitas pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi masyarakat
c. Pemantapan kerjasama lintas sektor dalam pemantauan dan penanggulangan
masalah gizi melalui SKPG
d. Peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan (Anwar, dalam almatsier
2009)
13. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
PMT Balita merupakan pemberian suplementasi gizi untuk melengkapi
kebutuhan gizi agar mencapai berat badan sesuai usia. Tiap 100 gram PMT
Mengandung 450 kalori, 14 gram lemak, 9 gram protein dan 71 gram karbohidrat.
PMT balita mengandung 10 vitamin ( Vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, D, E, K,
dan Asam Folat) dan 7 mineral (Besi, zink, fosfor, selenium, dan kalsium). Setiap
bungkus PMT Balita terdiri dari 12 keping biskuit atau 540 kalori (45 Kalori per
26
biskuit). Usia 6 – 11 bulan diberikan 8 keping per hari selama 1 bulan setara
dengan 20 bungkus PMT Balita. Usia 12 – 59 bulan diberikan 12 Keping per hari
selama 1 bulan setara dengna 30 bungkus PMT Balita. Bila berat badan telah
sesuai pemebrian PMT Balita dihentikan dan untuk selanjutnya mengonsumsi
makanan keluarga gizi seimbang.
PMT Anak sekolah diberikan untuk melengkapi kebutuhan gizi anakn
sekolah dasar. Tiap sajian (10 keping atau 60 gram) PMT – AS mengandung 300
kalori, 40 gram karbohidrat 10 vitamin (A, B1, B2, B3, B5, B6, B12, C, D, Dan
E) dan 8 Mineral (Asam folat, Bsi , Selenium, Kalsium, Natrium, Zink, Iodium
dan Fosfor). Ketentuan pemeberian PMT – AS diberikan 6 keping per hari untuk
mencukupi kebutuhan makanan tambahan anakn usia sekolah dasar yaitu 180
kalori per hari. Bila berat badan telah mencapai sesuai perhitungan berat badan
sesuai umur, pemberian PMT – AS Dihentikan dilanjutkan konsumsi makanan
keluarga gizi seimbang.
PMT Ibu Hamil Setiap 100 Gram mengandung 520 kalori. Setiap keping
biskuit PMT Bumil mengandung 104 Kalori. Tiap sajian P MT Bumil
mengandung 520 kalori, 56 gram karbohidrat, 16 gramprotein, dan 26 gram
lemak. PMT Bumil mengandung 9 macam vitamin (A,B1,B2,B3,B6,B12,C,D,dan
E) Serta 8 Mineral (Asam Folat, zat besi, selenium, kalsium, Natrium, Zink,
Iodium, dan Fosfor). Ketentuan pemerian PMT Bumil pada kehamilan trimester 1
diberikan 2 keping per hari. Pada kehamilan trimester II dan III diberikan 3
keping per hari pemberian PMT Bumil Diberikan. (Septikasari, 2019)
27
14. Modisco
Modisco (Modified Disco). Menurut ilmuwan yang juga pengembangan.
IR. Annis Catur Adi. M. Psi. Adalah modifikasi dari „Disco 150‟. Minman tinggi
kalori (10 kal) yang formulannya teridir dari 7,85 g susu skim, 4,73 g gula dan
5.93 g minyak biji kapas. Yang digunakan untuk mengobati gangguan gizi berat
atau kekurangan Enerji Protein (KEP) Pada anak.
Di Indonesia minuman tinggi kalori ini pertama kali diperkenalkan oleh
Laporatorium Ilmu Kesehatan Anakn Fakultas Kedokteran UNAIR/RSUD Dr.
Soetomo, Surabaya, tahun 1973 “Formkula ini berhasil secara memuaskan
mengatasi anak - anak kekurangan BB Kronis di Uganda, Afrika dan di Indonesia
digunakan untuk mengatasi anak kurang BB dan kurang gizi, baik di rumah sakit
maupun di lapangan. Jelas Annis yang juga menerbitkan buku tentang Modisco.
Pemebrian Modisco bagi anak efektif, lantaran porsi makanan atau
minuman relatif kecil namun mengandung kalori dan protein tinggi, mudah
dicerna karena terdiri dari lemak nabati dan lemak nabati dan lemak berantai
sedang, merupakan cara alternatif bagi anak yang tidak suka susu, juga dapat
meningkatkan BB secara cepat, yaitu 30 – 100 gram per hari.
Guna mempopulerkan Modisco di masyarakat, formulanya sedikit diubah
agar mudah dicari, yaitu minyak biji kapas diganti margarin. Pemberiannya
disesuaikan dengan kasus kekurangan BB atau KEP yang berbeda pada tiap – tiap
anak. Apakah rendah, sedang maupun berat. Tetapi sebenarnya menurut Anis
Modisco juga dapat diberikan pada anak saat ia membutuhkan ekstra energi,
seperti sedang kurang nafsu makan, baru sembuh dari sakit atau sedang
melakukan kegiatan melelahkan (Banyak kursus, ujian, sedang).
(puskesmasayah1.wordpress.com./2014)
28
Tabel 4
Formula Pemberian untuk KEP atau Gizi Buruk
MACAM
“MODISCO” BAHAN
KANDUNGAN
GIZI CATATAN
Modisco ½ Susu Skim 10 gr (1
sdm)
Gula Pasir 5 gr (1
sdt)
Minyak Kelapa 2½
gr (½ sdt)
Energi : 80 kkal
Protein : 3,5 gr
Lemak : 2,5 gr
Modisco I Susu skim 10 gr (1
sdm) atau full cream
12 gr (2 sdm)
Gula 5 gr (1sdt)
Minyak Kelapa 5 gr
(1/2 sdm)
Energi : 100 kkal
Protein : 3,5 gr
Lemak : 3,5 gr
Diberikan
kepada KEP
berat dengan
Edema
Diberikan 100
kkal / kg
BB/Hari
Modisco II Susu skim 10 gr (1
sdm) atau full cream
12 gr (2 sdm)
Gula 5 gr (1sdt)
Margarin 5 gr
(½ sdm)
Energi : 100 kkal
Protein : 3,5 gr
Lemak : 4 gr
Diberikan pada
KEP tanpa
Edema
diberikan 125
kkal/kg BB/hari
Modisco III Susu full cream 12
gr (1 ¼ sdm) atau
susu segar 100 cc (
½ gelas)
Gula 7,5 gr (1 ½
sdt)
Margarin 5 gr ( ½
sdm)
Energi : 130 kkal
Protein : 3 gr
Lemak : 7 gr
Diberikan
setelah
pemberian
Modisco I dan II
Pemberian
Modisco III +
10 Hari
diberikan 150
kkal/kg BB/hari