6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Kelapa Sawit
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang yang telah
mengalami suatu proses produksi sebagai hasil dari aktivitas manusia, maupun
proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi. Aktivitas
pengolahan pada pabrik mnyak kelapa sawit menghasilkan dua jenis limbah,
antara lain limbah padat dan limbah cair.
Menurut Naibaho (1998), limbah padat yang dihasilkan oleh pabrik pengolah
kelapa sawit ialah tandan kosong, serat dan tempurung. Limbah POME
didapatkan dari tiga sumber yaitu air kondensat dari proses sterilisasi, sludge dan
kotoran, serta air cucian hidrosiklon. Limbah pada pabrik kelapa sawit terdiri dari
limbah padat, cair dan gas. Limbah cair yang dihasilkan pabrik pengolah kelapa
sawit ialah air kondensat, air cucian pabrik, air hidrocyclone atau claybath.
Jumlah air buangan tergantung pada sistem pengolahan, kapasitas olah dan
keadaan peralatan klarifikasi. Air buangan dari separator yang terdiri atas sludge
dan kotoran dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a) Jumlah air pengencer yang digunakan pada vibrating screen atau pada screw
press.
b) Sistem dan instalasi yang digunakan dalam stasiun klarifikasi yaitu klarifikasi
yang menggunakan decanter menghasilkan air limbah yang kecil.
c) Efisiensi pemisahan minyak dari air limbah yang rendah akan dapat
mempengaruhi karakteristik limbah cair yang dihasilkan (Hasanah, 2011).
2.2 Sifat Fisik dan Kimia Limbah
Pada proses pengolahan tandan buah segar kelapa sawit, pabrik minyak kelapa
sawit (PMKS) menghasilkan biomassa produk samping dalam jumlah yang
besar. PMKS hanya menghasilkan 25-30% produk utama berupa 20-23% crude
palm oil (CPO) dan 5-7% inti sawit (kernel). Sementara sisanya sebanyak 70-
7
75% adalah residu hasil pengolahan berupa limbah (William, 2011). Dimana
limbah tersebut terdiri tiga jenis limbah, yaitu sebagai berikut:
1. Limbah Padat
Limbah padat industri minyak kelapa sawit diperoleh dari proses perontokan
buah, pengepresan pada saat pengolahan minyak dari daging buah, dan
pemurnian minyak. Sehingga dihasilkan produk samping berupa: tandan
kosong, cangkang kelapa sawit , serabut, dan wet decanter solid (Kurniati,
2008). Namun, limbah-limbah tersebut masih dapat dimanfaatkan (tabel 2.1)
sebagai biomassa seperti: pupuk kompos, pakan ternak, papan partikel, energi,
karbon aktif, dll.
2. Limbah Cair
Limbah cair pada proses produksi minyak kelapa sawit dimulai dari proses
perebusan, pemisahan minyak dari biji, dan pemurnian yang dalam bentuk
kondensat dan lumpur. Lumpur yang berasal dari proses klarifikasi disebut
lumpur primer, sementara lumpur yang telah mengalami proses sedimentasi
disebut lumpur sekunder (Kurniati, 2008). Seperti halnya limbah padat,
limbah cair juga dapat dimanfaat sebagai biomassa, seperti pupuk dan biogas.
Limbah cair pabrik kelapa sawit berwarna kecoklatan, terdiri dari padatan
terlarut dan tersuspensi berupa koloid dan residu minyak dengan kandungan
COD dan BOD tinggi 68.000ppm dan 27.000ppm, bersifat asam (pH nya 3,5 -
4), terdiri dari 95% air, 4-5% bahanbahan terlarut dan tersuspensi
(selulosa,protein,lemak) dan 0,5-1% residu minyak yang sebagian besar
berupa emulsi. Kandungan TSS LCPKS tinggi sekitar 1.330 – 50.700 mg/L ,
tembaga (Cu) 0,89 ppm , besi (Fe) 46,5 ppm dan seng (Zn) 2,3 ppm serta
amoniak 35 ppm (Ma, 2000).
3. Limabah Gas
Limbah gas juga dihasilkan dari industri minyak kelapa sawit, yaitu gas
cerobong dan uap air buangan pabrik kelapa sawit yang berasal dari proses
pembakaran, perebusan, pemurnian, dan pengeringan (Kurniati, 2008).
8
Tabel 2.1. Jenis, Potensi, dan Pemanfaatan Limbah Pabrik Kelapa Sawit
Jenis Potensi per ton
TBS (%)
Manfaat
Tandan Kosong
23,0 Pupuk kompos,
pulp kertas,
papan
Wet Decanter 4,0 Solid pupuk,
kompos, makanan
ternak
Cangkang 6,5 Arang, karbon
aktif, papan
partikel
Serabut
(fiber)
13,0 Energi, pulp
kertas, papan
partikel
Air Limbah 50,0 Pupuk, air irigasi
Air kondensat Air umpan boiler
Sumber : Tim PT. SP (2000)
2.3 Limbah Cair Kelapa Sawit (LCPKS)
Limbah cair pabrik kelapa sawit yang juga dikenal dengan Palm Oil Mill Effluent
(POME) merupakan hasil samping dari pengolahan tandan buah segar kelapa
sawit menjadi minyak sawit kasar. POME adalah air limbah industri minyak
kelapa sawit yang merupakan salah satu limbah agroindustri yang menyebabkan
polusi terbesar. Menurut Zahara (2014), dalam industri minyak kelapa sawit,
cairan keluaran umumnya dihasilkan dari proses sterilisasi dan 7 klarifikasi yang
dalam jumlah besar berasal dari steam dan air panas yang digunakan. Produksi
minyak kelapa sawit membutuhkan air dalam jumlah besar. Satu ton minyak
kelapa sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair, yaitu berupa limbah organik
berasal dari input air pada proses separasi, klarifikasi dan sterilisasi. Limbah cair
dari industri minyak kelapa sawit umumnya memiliki suhu yang tinggi kisaran
70-80˚C, berwarna coklat pekat, mengandung padatan terlarut yang tersuspensi
9
berupa koloid dan residu minyak, sehingga memiliki nilai Biological Oxygen
Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) yang cenderung tinggi.
Jika limbah tersebut dibuang langsung ke perairan, maka dapat mencemari
lingkungan karena dapat menimbulkan kekeruhan dan akan menghasilkan bau
yang tajam yang dapat merusak ekosistem perairan dikarenakan proses
penguraiannya yang lama dan cenderung akan mengkonsumsi oksigen terlarut
dalam jumlah yang banyak. Sebelum limbah cair ini dibuang ke lingkungan
terlebih dahulu diberi perlakuan khusus tentang penanganan limbah sehingga
dapat diolah agar sesuai dengan baku mutu limbah yang telah ditetapkan oleh
badan lingkungan hidup. Karakteristik POME dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik POME Tanpa Perlakuan
Parameter Satuan Konsentrasi
pH
Temperatur
BOD 3 hari, 30˚C
COD
Total Solid
Suspended Solids
Total Volatile Solids
Amonical-Nitrogen
Total Nitrogen
Phosporus
Potassium
Magnesium
Kalsium
Boron
Iron
Manganese
Zinc
-
˚C
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
4,7
80-90
25.000
50.000
40.500
18.000
34.000
35
750
18
2.270
615
439
7,6
46,6
2,0
2,3
Sumber: Lang, 2007
Tabel 2.2 merupakan tabel karakteristik air limbah cair kelapa sawit yang belum
diolah (tanpa perlakuan). Tabel 2.2 digunakan untuk melihat karakteristik dari
POME sebelum mengalami perlakuan. Jika air limbah industri minyak kelapa
sawit ini dibuang secara langsung ke lingkungan akan menyebabkan pencemaran
10
lingkungan karena nilai COD yang terkandung dalam limbah POME melebihi
standar yang diizinkan oleh pemerintah yaitu maksimal 500 mg/liter untuk COD
dan maksimal 250 mg/liter untu BOD berdasarkan atasan Keputusan Menteri LH
No. Kep.51/MENLH/10/1995. Pengolahan tandan buah segar menghasilkan dua
bentuk limbah cair, yaitu air kondensat dan effluent. Air kondensat biasa
digunakan sebagai umpan boiler untuk mengoperasikan mesin pengolahan kelapa
sawit. Effluent yang banyak mengandung unsur hara dimanfaatkan sebagai bahan
pengganti pupuk anorganik. Limbah cair pabrik kelapa sawit dihasilkan dari tiga
tahapan proses, yaitu :
1. Proses sterilisasi (pengukusan), untuk mempermudah perontokan buah dari
tandannya, mengurangi kadar air dan untuk menginaktivasi enzim lipase dan
oksidase.
2. Proses ekstraksi minyak untuk memisahkan minyak daging buah dari bagian
lainnya.
3. Proses pemurnian (klarifikasi) untuk membersihkan minyak dari kotoran lain.
2.4 Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Pupuk Organik
Industri kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan
yang cukup signifikan. Hal ini dilihat dari Harga minyak sawit di pasaran
internasional juga cenderung membaik. Hal ini menyebabkan industri minyak
sawit dapat menjadi andalan devisa di masa mendatang. Dengan adanya
peningkatan pada industri kelapa sawit maka terjadi pula pada peningkatan
produksi kelapa sawit itu sendiri. Dapat diketahui bahwa semakin tinggi
produksi kelapa sawit maka semakin banyak limbah kelapa sawit yang
dihasilkan, karena itu diperlukan suatu teknologi tepat guna yang dapat mengolah
limbah kelapa sawit ini menjadi sesuatu yang berguna atau bermanfaat dan
memiliki nilai komersil.
Pengelolaan limbah industri kelapa sawit sebaiknya menggunakan konsep zero
emissions. Konsep zero emissions adalah konsep yang menerapkan sistem bahwa
proses industri seharusnya tidak menghasilkan limbah dalam bentuk apapun
11
karena limbah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri lain.
Melalui proses penerapan konsep ini maka proses-proses industri akan
menghemat sumber daya alam, memperbanyak jenis produk, menciptakan
lapangan kerja lebih banyak serta mencegah pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Konsep zero emissions merupakan konsep yang harus
mengeliminasi limbah agar industri menjadi zero waste. Hal ini merupakan
perubahan revolusioner konsep industri yang dapat menjaga ekosistem. Dari
sudut lingkungan, konsep zero emissions merupakan solusi akhir dari
permasalahan pencemaran yang mengancam ekosistem baik skala kecil maupun
skala besar. Selain itu, penggunaan maksimal bahan mentah yang dipakai dan
sumber-sumber yang terperbaharui (renewable) menghasilkan keberlanjutan
(sustainable) penggunaan sumber daya alam dan penghematan (efisiensi)
terutama bagi limbah yang mempunyai nilai ekonomi. Dengan menggunakan
konsep zero emissions pada industri kelapa sawit maka dapat meningkatkan daya
saing dan efisiensi kelapa sawit itu sendiri karena sumber daya digunakan secara
maksimal yaitu memproduksi lebih banyak dengan bahan baku yang lebih
sedikit. Salah satu pemanfaatan limbah pada industri kelapa sawit adalah
pemanfaatan limbah sebagai land application. Land application atau aplikasi
lahan adalah pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk atau bahan penyubur tanah
bagi tanaman kelapa sawit itu sendiri. Hal ini dikarenakan limbah cair tersebut
mengandung unsur-unsur yang dapat menyuburkan tanah seperti nitrogen,
phosphor, dan kalium. Jumlah kalium dan nitrogen dalam limbah tersebut sangat
besar sehingga dapat digunakan sebagai nutrisi bagi tanaman kelapa sawit.
Limbah cair pabrik kelapa sawit berasal dari unit proses pengukusan (sterilisasi),
proses klarifikasi dan buangan dari hidrosiklon. Limbah cair dapat digunakan
dalam land application. Limbah cair yang digunakan sebagai land application
adalah limbah cair yang telah diproses sedemikian rupa sehingga kadar BODnya
berkisar antara 3500 mg/l hingga 5000 mg/l. Limbah cair yang kaya akan unsur
12
N, P dan K tersebut akan dapat menggantikan peran pupuk anorganik yang
selama ini digunakan. Maka, secara tidak langsung akan menghemat pengeluaran
perusahaan dalam proses pemupukan tanaman sekaligusberfungsi sebagai
sumber hara bagi tanaman kelapa sawit. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan pengolahan limbah cair akan menurun sekitar 50-60%.
Metode aplikasi limbah cair yang umum digunakan adalah sistem flatbed, yaitu
dengan mengalirkan limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi dan selanjutnya
ke parit primer dan sekunder (flatbed). Sistem ini digunakan di lahan berombak-
bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang
dihubungkan dengan saluran parit yang dapat mengalirkan limbah dari atas ke
bawah dengan kemiringan tertentu. Sistem ini dibangun mengikuti kemiringan
tanah. Teknik aplikasi limbah adalah dengan mengalirkan limbah (kadar BOD
3.500-5.000 mg/l), dari kolam limbah melalui pipa ke bak-bak distribusi,
berukuran 4m x 4m x 1m, ke parit sekunder (flatbed) berukuran 2,5m x 1,5m x
0,25m, yang dibuat setiap 2 baris tanaman. Flatbed dibangun dengan kedalaman
yang cukup dangkal. Limbah cair yang akan diaplikasi dipompakan melalui pipa
ke atas atau ke dalam bak distribusi. Setelah penuh, lalu dibiarkan mengalir ke
bawah dan masing-masing teras atau flatbed diisi sampai ke tempat yang paling
rendah. Dosis pengaliran limbah cair adalah 12,6 mm ekuivalen curah hujan
(ECH)/Ha/bulan atau 126 m3/Ha/bulan. Kandungan hara pada I m3 limbah
cairsetara dengan 1,5 kg urea, 0,3 kg SP-36, 3,0 kg MOP, dan 1,2 kg kieserit.
Pabrik kelapa sawitdengan kapasitas 30 ton/jam akan menghasilkan sekitar 480
m3 limbah cair per hari, sehingga areal yang dapat diaplikasi dengan limbah cair
ini sekitar 100-120 Ha.
Ditjen PPHP, Dit. Pengolahan hasil Pertanian subdit Pengelolaan lingkungan
menganjurkan teknik aplikasi limbah cair dapat berupa Teknik penyemprotan/
sprinkler, dimana limbah cair yang sudah diolah dengan PBAn dengan WPH
selama 75-80 hari diaplikasikan ke areal tanaman kelapa sawit dengan
13
penyemprotan/sprinkler berputar atau dengan arah penyemprotan yang tetap.
Sistem ini dipakai untuk lahan yang datar atau sedikit bergelombang, untuk
mengurangi aliran permukaan dari limbah cair yang digunakan. Setelah
penyaringan limbah kemudian dialirkan ke dalam bak air yang dilengkapi dengan
pompa setrifugal yang dapat memompakan lumpur dan mengalirkannya ke areal
melalui pipa PVC diameter 3”. Kelemahan sistem ini adalah sering tersumbatnya
nozzle sprinkler oleh lumpur yang dikandung limbah cair tersebut.
Pembangunan instalasi aplikasi limbah cair membutuhkan biaya yang relatif
mahal. Namun investasi ini diikuti dengan peningkatan produksi TBS dan
penghematan biaya pupuk sehingga penerimaan juga meningkat. Menurut
Hidayanto (2003) Aplikasi limbah cair 12,6 mm ECH/Ha/bulan dapat
menghemat biaya pemupukan hingga 46%/Ha. Di samping itu, aplikasi limbah
cair juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah. Limbah cair pabrik kelapa
sawit telah banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit baik perkebunan
negara maupun perkebunan swasta. Penggunaan limbah cair mampu
meningkatkan produksi TBS 16-60%. Limbah cair tidak menimbulkan pengaruh
yang buruk terhadap kapasitas air tanah di sekitar areal aplikasinya.
2.5 Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik baik
tumbuhan kering (humus) maupun limbah dari kotoran ternak yang diurai
(dirombak) oleh mikroba hingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat
penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan (Supartha, 2012).
Pupuk organik dapat meningkatkan anion-anion utama untuk pertumbuhan
tanaman seperti nitrat, fosfat, sulfat, borat, dan klorida serta meningkatkan
ketersediaan hara makro untuk kebutuhan tanaman dan memperbaiki sifat fisika,
kimia dan biologi tanah (Lestari, 2015).
14
Menurut Hadisuswito dan Sukamto dalam Oktavia (2015) pupuk organik
berdasarkan bentuk dan strukturnya dibagi menjadi dua golongan yaitu pupuk
organik padat dan pupuk organik cair. 10 Sumber: SNI-2030-2004 dalam
Wellang (2015). Pupuk organik mengandung asam humat dan asam folat serta
zat pengatur tumbuh yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman (Supartha,
2012).
2.5.1 Manfaat Pupuk Organik
Menurut Musnamar (2003) dan Suriawiria (2002) pupuk organik
mempunyai berbagai manfaat, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Meningkatkan kesuburan tanah Pupuk organik mengandung unsur hara
makro (N, P, K) dan mikro (Ca, Mg, Fe, Mn, Bo, S, Zn dan Co) yang
dapat memperbaiki struktur dan porositas tanah. Pemakaian pupuk
organik pada tanah liat akan mengurangi kelengketan sehingga mudah
diolah, sedang pada tanah berpasir dapat meningkatkan daya ikat tanah
terhadap air dan udara. Bahan organik dapat bereaksi dengan ion
logam membentuk senyawa kompleks sehingga ion-ion logam yamg
bersifat racun terhadap tanaman atau menghambat penyediaan unsur
hara misalnya Al, Fe dan Mn dapat berkurang (Setyorini, 2005).
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” ISSN 1693 –
4393 Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber
Daya Alam Indonesia Yogyakarta, 26 Januari 2010 D05 - 1 Pupuk
Organik, Peluang dan Kendalanya
2. Memperbaiki kondisi kimia, fisika dan biologi tanah Kehadiran pupuk
organik akan menyebabkan terjadinya sistem pengikatan dan
pelepasan ion dalam tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan
tanaman. Kemampuan pupuk organik untuk mengikat air dapat
meningkatkan porositas tanah sehingga memperbaiki respirasi dan
pertumbuhan akar tanaman. Pupuk organik merangsang
15
mikroorganisme tanah yang menguntungkan, misal rhizobium,
mikoriza dan bakteri.
3. Aman bagi manusia dan lingkungan Pemakaian pupuk organik tidak
menimbulkan residu pada hasil panen sehingga tidak membahayakan
manusia dan lingkungan
4. Meningkatkan produksi pertanian Berbagai penelitian menunjukkan
pengaruh positif kompos terhadap pertumbuhan dan produksi
pertanian. Kompos dapat meningkatkan produksi jagung, mentimun,
kobis, wortel, cabe dan semangka (Roe, 1998). Kompos tandan kosong
kelapa sawit meningkatkan produksi jeruk dan tomat (Anonim, 2003).
Basri (2008) melaporkan bahwa pupuk organik solid meningkatkan
produksi padi dari 3-3,6 ton GKG/ha menjadi 9,6 ton GKG/ha.
Pemberian sludge cair limbah biogas dari kotoran sapi juga dapat
meningkatkan berat kering jagung pipilan lebih dari 50% dibandingkan
pemakaian pupuk kimia (Febrisiantosa dkk., 2009). Pupuk organik
juga meningkatkan produksi kacang tanah dan sawi masing-masing 25
dan 21% (Nurhikmat dkk., 2009).
Mengendalikan penyakit-penyakit tertentu Penyakit busuk akar pada
tanaman bunga yang disebabkan oleh Phytophthora sp dapat diberantas
dengan kompos yang mempunyai C/N rasio tinggi seefektif dengan
penggunaan fungisida (Hoitink dkk., 1991). Kompos juga menghambat
penyakit Fusarium sp. (Hoitink dkk., 1997). Ekstrak kompos pada
konsentrasi 5- 15% dapat menghambat pertumbuhan jamur patogenik (R.
lignosus, S. rolfsii, C. gloeosporioides dan F. oxysporum). Bakteri B.
subtilis yang ditambahkan pada proses pengomposan juga dapat
mengendalikan penyakit akar gada pada kubis (Tombe, 2003).
2.5.2 Standar Baku Mutu Pupuk Organik
16
Berdasarkan Standarasasi Nasional Indonesia SNI-7763-2018 mengenai
mengenai standar kualitas pupuk organic padat adalah sebagai berikut:
Table 2.3 Syarat mutu pupuk organik padat
No Parameter Satuan Persyaratan
1 C-organik % Min 15
2 C/N % Maks 25 3 Bahan Ikutan (pecahan kaca, plastic,
kerikil, dan logam)
% Maks 2
4 Kadar air % 8-25 5 pH % 4-9
6 Hara makro (N+P₂O₃+K₂O) % Min 2
Sumber: Badan Standart Nasional 2018
2.5.3 Bahan Pupuk Organik
Menurut peraturan perundang-undangan Pupuk organik merupakan
pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan dan/atau bagian
hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses
rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan
mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan
kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik,
kimia dan biologi tanah, untuk melindungi kelestarian fungsi lingkungan,
keanekaragaman hayati, konsumen/pengguna, dan memberikan kepastian
usaha bagi produsen/pelaku usaha pupuk organik, pupuk hayati dan
pembenah tanah yang diedarkan di wilayah negara Republik Indonesia
harus memenuhi standar mutu dan terjamin efektivitasnya; bahwa
sehubungan dengan adanya perubahan organisasi di lingkungan
Kementerian Pertanian, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta untuk meningkatkan pelayanan dan kepastian dalam pemberian
nomor pendaftaran pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah;
bahwa atas dasar hal-hal tersebut di atas, perlu meninjau kembali
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/SR.130/5/2009.
17
Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman
dalam jumlah yang lebih besar (0,5 – 3% berat tubuh tanaman). Unsur
hara makro sendiri dikelompokkan lagi menjadi dua, yaitu unsur hara
makro primer dan unsur hara makro sekunder. Berikut ini tabel
pengelompokan unsur hara makro, nama unsur, simbol, beserta fungsi
dari masing-masing unsur hara. Tabel 2.4 Pengelompokan Unsur Hara
Makro beserta Fungsinya.
Tabel 2.4 Pengelompokan Unsur Hara Makro beserta Fungsinya.
Sumber: Nutrisi K.A Wijaya 2012
2.6 Dekomposisi Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami
daripada bahan pembenah buatan/sintesis. Pada umumnya pupuk organik
mengandung hara makro N.P.K yang cukup untuk pertumbuhan tanaman serta
mengandung hara mikro sesuai dengan kebutuhan tanaman. Disamping itu pupuk
organik juga mencegah terjadinya erosi (Rachman Sutanto, 2002).
Unsur
Hara Simbol Fungsi
Berasal dari tanah dan udara
Karbon C komponen utama senyawa organik
Hidrogen H komponen utama senyawa organik
Oksigen O komponen utama senyawa organik
Primer
Nitrogen N komponen asam nukleat, protein, hormon
dan berperan sebagai koenzim.
Phosfor P komponen asam nukleat, fospolipid,
ATP, dan beberapa koenzim.
Kalium K
faktor dalam sintesis protein, mengatur
keseimbangan
air, dan membuka menutupnya stomata.
18
Pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk menggemburkan
lapisan permukaan tanah (top soil), meningkatkan populasi jasad renik,
mempertinggi daya serap dan daya dimpan air serta dapat meningkatkan
kesuburan tanah.
(Mul Mulyani Sutedjo, 1995) Tekonologi EM (Mikroorganisme Efektif)
merupakan kultur campuran berbagai jenis mikroorganisme yang bermanfaat
(bakteri fotosintetik, bakteri, asam laktat, ragi actinomisetes,
dan jamur) yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mikroorganisme selam
a proses dekomposisi bahan organik yang dapat berlangsung secara aerob dan
anaerob. Karakteristik bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi
dengan penambahan EM (Mikroorganisme Efektif) adalah sebagai berikut:
Mempunyai nisbah C/N berkisar antara 10 – 20, sehingga unsur hara yang
terkandung di dalam bahan organik tersebut dapat langsung digunakan oleh
tanaman. Mempunyai nisbah C/N berkisar antara 10 – 20, sehingga unsur hara
yang terkandung di dalam bahan organik tersebut dapat langsung digunakan oleh
tanaman. Unsur hara yang terdapat dalam bahan organik dimanfaatkan oleh
mikroorganisme sebagai sumber energi untuk mengubah senyawa anorganik
menjadi senyawa organik yang dapat digunakanoleh tanaman sebagai sumber
unsur hara untuk pertumbuhannya. Pengaruh pupuk organik yang diolah dari
limbah organik dengan bantuan teknologi EM (Mikroorganisme efektif terhadap
ketersediaan unsur hara dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman adalah :
1. Penambahan pupuk organik kedalam tanah dapat meningkatkan ketersediaan
unsur hara makro seperti N, P dan K serta unsur hara mikro seperti Ca dan
Mg yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
2. Tanah yang kaya bahan organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah
lebih baik karena tidak mengalami pemadatan, serta tanah yang kaya bahan
organik berwarna kelam kandungan unsur hara, oksigen dan air lebih banyak
yang dapat diserap oleh akar tanaman.
19
3. Kandungan bahan organik dalam tanah sangat mempengaruhi jumlah
Mikroorganisme yang berperanpenting dalam proses dekomposis bahan
organik yang dapat menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman.
2.7 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS)
Senyawa N, P dan K di dalam LCPKS terdapat dalam bentuk terlarut tersuspensi
atau berada di dalam sel organisme di dalam limbah, proporsinya tergantung
degradasi bahan organik (Singh, 2010).
Hasil penelitian I memperlihatkan bahwa kandungan N total, P total, dan K
LCPKS dari KP ke KA mengalami penurunan masing-masing 74,07%, 84,92%
dan 75,04% yang diikuti penurununan kadar BOD sebesar 98,01%. Hasil
penelitian Simanjuntak (2009) diperoleh bahwa penurunan BOD setelah
dilakukan pengolahan akan diikuti dengan penurunan kandungan unsur hara N, P
dan K dari limbah cair pabrik kelapa sawit, dijelaskan pula bahwa kadar N pada
kolam anaerob primer II sebesar 1,034 g/l dan kadar P 0,361 g/l mengalami
penurunan N sebesar 56,12% dan P 43,27% pada kolam anaerob sekunder II.
Menurut Budianta (2005) BOD akan menurun sebesar 90,74% diikuti dengan
penurunan kandungan unsur hara N P dan K pada LCPKS sampai 40% setelah
dilakukan pengolahan standar pabrik pada kolam anaerob sekunder jika
dibandingkan dengan sebelum dilakukan pengolahan (Simanjuntak 2009).
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat dibuat
kesimpulan bahwa kadar unsur hara N, P, K, COD, BOD, TSS dan C-organik
LCPKS kolam pengasaman lebih tinggi dari pada kolam anaerob sekunder I dan
kolam aerob, sedangkan kadar Al dan Fe bervariasi . Kadar Ca dan Mg lebih
tinggi terdapat pada kolam aerob. LCPKS kolam pengasaman memiliki pH
masam, kolam anaerob sekunder I agak masam dan kolam aerob agak alkalis.
Total fungi tertinggi pada kolam aerob dan total bakteri tertinggi pada kolam
anaerob sekunder I (Nursanti 2013).
20
2.8 Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit
Abu boiler adalah limbah hasil pembakaran cangkang dan serat sawit. Cangkang
dan Serat ini diperoleh dari hasil pengolahan buah sawit, yaitu pada saat
penekanan untuk memperoleh minyak sawit. Cangkang dan serat kemudian
dipisahkan. Kemudian cangkang dikeringkan lalu dipecahkan untuk
mendapatkan inti sawit. Serat dan hasil pecahan cangkang inilah yang kemudian
dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk pemanas mesin boiler. Serat dan
cangkang memiliki kalori yang cukup untuk menghasilkan panas, sehingga
digunakan sebagai bahan bakar. Banyaknya serat dan cangkang juga
mempengaruhi proses pembakaran, sehingga di buatlah perbandingan cangkang
dan serat 1:3 (Fricke, 2009).
Abu boiler memiliki kandungan hara yang tinggi seperti kalium (K), sehingga
dapat digunakan sebagai penambah unsur hara dalam tanah. Kandungan hara
Kalium (K) serat dan cangkang adalah 0,470% dan 0,090%, sedangkan
kandungan hara K abu hasil pembakaran serat dan cangkang adalah 16,6-24,9%
(Ditjen PPHP, 2006). Kemampuan abu boiler sebagai amelioran dipercaya
karena keunggulan sifat kimiawinya yang memiliki unsur hara lengkap terutama
unsur K selain itu abu boiler juga mempunyai pH yang tinggi (10-12) sehingga
mampu meningkatkan pH pada tanah masam dan tidak mengandung bahan
berbahaya bagi tanah dan tanaman, selain itu juga mengandung banyak basa-basa
(Nambiar dan Brown, 1997 dalam Rini 2007).
Aronson dan Ekelund (2004) mengatakan peningkatan nilai pH terjadi karena
jumlah H+ yang terlarut di netralisir oleh ion OH- yang berasal dari hidrolisis
kation-kation basa pada fly ash (abu boiler), terutama kalsium dan sebagian H+
yang dipertukarkan terionisasi untuk mengembalikan keadaan yang seimbang
dan jumlah H+ yang dipertukarkan akan berkurang dengan perlahan. Penelitian
abu boiler telah dilakukan oleh Rini pada tahun 2007 dengan pemberian fly ash
(abu boiler) terhadap ketersediaan kalium pada tanah gambut dan di dapat bahwa
21
pemberian abu boiler dapat meningkatkan ketersediaan K dari nilai 29,23 ppm
menjadi 98,23 ppm. Abu boiler juga dapat meningkatkan pH pada tanah gambut
sehingga reaksi tanah menuju kearah netral dan mengakibatkan menurunnya
proses leaching kation-kation basa, efek ini akan menyebabkan unsur Kalium
meningkat dan menjadi bentuk tersedia bagi tanaman. Follett, et.all (1981)
mengatakan kalium yang ditemukan dalam tanah berdasarkan ketersediaannya
ditetapkan sebagai: relatif tidak tersedia, lambat tersedia dan segera tersedia.
Bentuk tidak tersedia adalah kalium yang berasal dari tanah mineral primer.
Bentuk lambat tersedia adalah hasil dari ion kalium berinteraksi dengan mineral
liat tertentu dan menjadi terperangkap atau tetap. Bentuk segera tersedia terdiri
dari kalium tukar dan kalium larutan tanah. Walaupun sebagian besar dari K
tersedia ini berupa K dapat tukar, tetapi K dalam larutan tanah lebih mudah
diserap akar tanaman dan lebih mudah hilang terhadap pencucian (Sutedjo,
1994). Ion K+ di dalam tanah akan mengalami proses-proses seperti berikut: Ion
K akan ditarik oleh permukaan liat tanah dan bahan organik (KTK) dalam bentuk
dapat ditukar hingga diambil oleh akar, beberapa bagian akan ada dalam larutan
tanah, beberapa bagian akan dengan cepat diambil oleh tanaman selama
pertumbuhannya, beberapa bagian akan tercuci, khususnya pada tanah pasir atau
tanah organik, hal ini disebabkan karena K diikat oleh bahan organik sangat
lemah dan beberapa bagian difiksasi (diubah menjadi bentuk tidak tersedia atau
lambat tersedia) untuk pada tanah-tanah tertentu (Winarso, 2005). K diserap
tanaman dalam bentuk K+ . K tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik
dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun dalam xylem dan floem. Beberapa
fungsi K dalam tubuh tanaman antara lain: sebagai pengaktif beberapa enzim,
berhubungan dengan pengaturan air dan energi, berperan dalam sintesa protein
dan pati serta berperana dlam proses fotosintesis dan pemindahan fotosintat
(Poerwowidodo, 2002).
22
Pupuk KCl berbentuk kristal, berwarna merah dan ada pula yang berwarna putih
kotor. Pupuk ini larut dalam air, bila dimasukkan kedalam tanah pupuk ini akan
terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Bila pupuk KCl diberikan kedalam tanah,
maka pupuk ini akan mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air dengan
reaksi KCl K+ + Cl- . Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan meningkatnya
konsentrasi kalium di dalam larutan tanah dan bersama-sama dengan ion K yang
dijerap, merupakan kalium yang mudah diserap tanaman. Ion K dari pupuk KCl
setelah melarut di dalam air tanah akan dapat menggantikan kedudukan ion H+
di permukaan pertukaran koloid tanah. Peningkatan konsentrasi ion H ini akan
menyebabkan turunnya pH tanah (Damanik, dkk, 2011).
2.8.1 Komposisi Kimia Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit
Tabel 2.5 Komposisi Kimia Abu Boiler Pabrik Kelapa Sawit (%)
Komposisi:
Chemical analysis
Persentase
%
SiO2 58,02
AI2O3 8,70
Fe2O3 2,60
CaO 12,65
MgO 4,23
NaiO 0,41
K2O 0,72
H2O 1,97
Sumber: Yoescha, 2007
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2.5 abu boiler PKS
mengandung 3 komponen utama Si0 2 sebanyak 58,02 %, CaO sebanyak
12,65 % dan AI2O3 sebanyak 8,70 %. Abu boiler PKS merupakan bahan
material yang bersifat pozzolan,karena abu boiler PKS yang dihasilkan
disisa pembakaran ini mempunyai kandungan silika yang cukup tinggi.
Proses pembakaran serat cangkang menjadi abu juga membantu
menghilangkan kandungan kimia organik. Perlakuan panas terhadap silika
dalam serat cangkang berakibat pada perubahan struktur yang berpengaruh
terhadap aktivitas pozzolan abu dan kehalusan butiran Abu boiler PKS
23
mempunyai berat jenis 2,270 (Edison, 2003). Berdasarkan pengamatan
secara visual, abu boiler PKS memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Bentuk partikel abu boiler PKS tidak beraturan, ada yang memiliki
bentuk butiran bulat panjang, bulat dan persegi.
2. Kehalusan Ukuran butiran abu boiler PKS berkisar antara 0-0,23 mm.
3. Warna Abu boiler PKS memiliki wama abu-abu kehitaman.
Dalam aplikasinya abu boiler PKS dimanfaatkan dalam berbagai bidang
antara lain (Pratomo, 2001):
1. Sebagai bahan tambahan pengganti semen dalam desain beton mutu
tinggi.
2. Sebagai bahan pengisi/filler dalam lapisan perkerasan jalan raya.
3. Sebagai bahan stabilisator pada campuran tanah lempung dan tanah
dasar pada lapisan jalan raya.
4. Sebagai bahan tambahan pengganti semen dalam campuran mortar.
5. Meningkatkan pH tanah.