7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Evaluasi Program.
Untuk meningkatkan kualitas kinerja, dan
produktifitas suatu lembaga dalam melaksanakan
programnya perlu adanya evaluasi program. Evaluasi
program adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk melihat tingkat keberhasilan program.
Melakukan evaluasi program adalah kegiatan untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari
kegiatan yang direncanakan. (Suharsimi Arikunto,
2012:325).
Menurut Anderson, dalam Arikunto (2004:1)
memandang evaluasi sebagai proses menentukan hasil
yang telah dicapai dari beberapa kegiatan yang
direncanakan guna mendukung tercapainya tujuan.
Selanjutnya Stufflebeam dalam Arikunto (2004 : 1),
mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian dan pemberian informasi
yang bermanfaat untuk pengambil keputusan dalam
menentukan alternatif keputusan.
Menurut Tyler (1950) yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar
(2009:5), mengatakan bahwa evaluasi program adalah
proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan
telah terealisasikan. Sedangkan Cronbach (1963) dan
Stufflebeam (1971) dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi
Safruddin Abdul Jabar (2009:5), mengatakan bahwa
evaluasi program adalah upaya memberikan informasi
8
untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Jadi
evaluasi program dimaksudkan untuk melihat seberapa
jauh pencapaian suatu program.
Hal yang menjadi titik awal dari evaluasi
program adalah keingintahuan penyusun program
untuk melihat apakah tujuan program sudah tercapai
atau belum. Jika tercapai bagaimanacarapencapaian
program. Seandainya belum, maka: a) pada bagian
manakah dari rencana program yang telah dibuat
belum tercapai, danb) apa sebab bagian rencana
program tersebut belum tercapai.
Dari beberapa pendapat diatas terdapat
kesamaan pandangan bahwa evaluasi program adalah
upaya pengumpulan informasi mengenai suatu
program, kegiatan, atau proyek. Informasi tersebut
berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain
untuk memperbaiki program, menyempurnakan
kegiatan program, atau menyebarluaskan gagasan yang
mendasari suatu program atau kegiatan. Informasi
yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan
ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai
yang mendasari dalam setiap pengambilan keputusan.
Berdasarkan pengertian di atas, maka evaluasi
program dapat didefisinikan sebagai suatu kegiatan
untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan
menyajikan data sebagai masukan untuk pengambilan
sebuah keputusan.
1.2. Tujuan Evaluasi Program.
Sebuah program yang telah direncanakan pasti
mempunyai tujuan, tujuan evaluasi program dalam
9
bidang pendidikan meliputi: tujuan umum dan tujuan
khusus. Secara umum tujuan evaluasi adalah:
1. Untuk memperoleh data pembuktian yang akan
menjadi petunjuk sampai dimana tingkat
pencapaian kemajuan peserta didik terhadap tujuan
atau kompetensi yang telah ditetapkan setelah
mereka menempuh proses pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas proses
pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru dan
peserta didik.
3. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam
menempuh program pendidik. Tanpa ada evaluasi
maka tidak mungkin timbul kegairahan atau
rangsangan pada diri peserta didik untuk
memperbaiki dan meningkatkan prestasinya
masing-masing.
4. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor
penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan
peserta didik dalam mengikuti program pendidikan,
sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar
atau cara-cara perbaikannya.(Suharsimi dan Cepi,
2004)
Sedang menurut Wirawan (2012:22-24) Evaluasi
dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan sesuai
dengan objek evaluasinya. Tujuan melaksanakan
evaluasi antara lain adalah:
a. Mengukur pengaruh program terhadap masyarakat.
b. Menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai
dengan rencana.
10
c. Mengukur apakah pelaksanaan program sesuai
dengan standart.
d. Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan
menemukan mana dimensi program yang jalan,
mana yang tidak berjalan.
e. Pengembangan staf program.
f. Memenuhiketentuan undang-undang.
g. Akreditasiprogram.
h. Mengukurcost efektifeness dan cost efficiency.
i. Mengambil keputusan mengenai program.
j. Acountabilitas.
k. Memberikan balikan kepada pimpinan dan staf
program.
Selanjutnya Evaluasi program dilakukan dengan
tujuan untuk:
a. Menunjukkan sumbangan program terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Hasil evaluasi ini
penting untuk mengembangkan program yang sama
di tempat lain.
b. Mengambil keputusan tentang keberlanjutan sebuah
program, apakah program itu perlu diteruskan,
diperbaiki, atau dihentikan. (Endang Mulyatiningsih,
2011:114-115)
Berdasar uraian di atas, dapat dikatakan bahwa
tujuan evaluasi program adalah untuk mengambil data
dari kegiatan yang telah dilakukan sebagai dasar untuk
menentukan langkah-langkah yang perlu diambil demi
terlaksananya program yang lebih baik.
11
2.3 Model Evaluasi Program.
Model evaluasi program ialah model desain
evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar
evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan
pembuatnya atau tahap pembuatannya. (Farida Yusuf,
2008:13). Model-model evaluasi sangat bervariasi, akan
tetapi maksud dan tujuannya sama yaitu melakukan
kegiatan pengumpulan data atau informasi yang
berkenaan dengan obyek yang dievaluasi. Setelah
informasi terkumpul disampaikan kepada pengambil
keputusan untuk menentukan tindak lanjut dari
program yang sudah dievaluasi.
Menurut Kaufman dan Thomas yang dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudi Abdul Jabar,
(2009:40), membedakan model evaluasi menjadi
delapan:1. Goal oriented Evaluation Model,
dikembangkan oleh Tyler
2. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan
oleh Scriven
3. Formatif Sumatif Evaluation Model,
dikembangkan oleh Michael Scriven.
4. Countenance Evaluation Model,
dikembangkan oleh Stake.
5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan
oleh Stake.
6. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan
pada “kapan”evaluasi dilakukan.
7. CIPP Evaluation Model, dikembangkan oleh
Stuflebeam.
8. Discrepancy Model dikembangkan oleh
Provus.
12
Beberapa model evaluasi di atas yang dibahas
secara detail, menurut Suharsimi Arikunto (2010: 41)
adalah sebagai berikut:
Goal oriented Evaluation Model. Model ini
dikembangkan oleh Tyler, mengamati tujuan program
yang sudah ditentukan jauh sebelum program dimulai.
Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus
menerus, mengecek seberapa jauh tujuan tersebut
sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan
program. Model evaluasi ini dilaksanakan secara terus,
bertahap dan berkelanjutan sehingga hasilnya bisa
dipantau apakah bisa mencapai target yang
direncanakan atau tidak. Goal Free Evaluation
Model, dikembangkan oleh Michael Scriven. Model ini
berlawanan dengan model yang dikembangkan Tyler.
Model ini, evaluator tidak perlu memperhatikan
bagaimana kerjanya program, dengan jalan
mengidentifikasi penampilan yang terjadi baik hal-hal
yang positif maupun negatif. Alasan mengapa tujuan
program tidak perlu diperhatikan karena ada
kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-
tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus
tercapai, artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi
evaluator lupa memperhatikan seberapa jauh masing-
masing penampilan tersebut mendukung penampilan
akhir yang diharapkan oleh tujuan umum, maka
akibatnya jumlah penampilan khusus ini tidak banyak
manfaatnya.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
ini tidak sama sekali lepas dari tujuan, tetapi hanya
lepas dari tujuan khusus, dan hanya
13
mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai
oleh program, bukan secara rinci perkomponen.
Formatif-Sumatif Evaluation Model dikembangkan
oleh Michael Scriven. Model ini menunjuk adanya
tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu
evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih
berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah
berakhir (evaluasi sumatif). Dalam model ini evaluator
tidak dapat melepaskan diri dari tujuan ketika
melakukan evaluasi. Tujuan evaluasi formatif memang
berbeda dengan tujuan evaluasi sumatif. Jadi tujuan
evaluasi ini menunjuk tentang “apa, kapan, dan
tujuan” evaluasi dilaksanakan. Evaluasi formatif
dilakukan ketika program masih berlangsung atau
ketika program masih dekat permulaan kegiatan.
Tujuannya adalah mengetahui seberapa jauh program
yang dirancang dapat berlangsung sekaligus
mengidentifikasi hambatan. Evaluasi sumatif dilakukan
setelah program berakhir dengan tujuan untuk
mengukur ketercapaian program. Jadi evaluasi
program ini memfokuskan pada dua kegiatan yaitu
diawal program dan setelah program berakhir.
Countenance Evaluation Model yang dikembangkan
oleh Stake, model ini menekankan pada adanya
pelaksanaan 2 hal pokok yaitu (1) diskripsi (description)
dan (2) pertimbangan (judgmemts); serta membedakan
adanya tiga tahap dalam evaluasi program yaitu (1)
Anteseden (antecedents / context), (2) Transaksi
(transaction / process), dan (3) keluaran (output-
outcomes).CSE-UCLA Evaluation Modelterdiri dari dua
singkatan yaitu CSE adalah Center for the Study of
14
Evaluation, sedangkan UCLA adalah singkatan dari
Univercity of California in Los Angeles.Model ini memiliki
lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi yaitu
perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan
dampak. Kelima tahap dalam evaluasi ini dilakukan
secara bertahapn dan berkesinambungan sehingga
hasilnya bisa dilihat apakah sudah sesuai dengan yang
direncanakan. CIPP Evaluation Model dikembangkan
oleh Stuffebeam, dkk (1967) di Ohio State Univercity.
CIPP merupakan kependekan dari Context Evaluation
atau evaluasi dalam kontek, Input evaluation adalah
evaluasi dalam masukan, Process Evaluationyaitu
eavaluasi terhadap proses, dan Product Evaluation atau
evaluasi terhadap hasil. Keempat kata yang disingkat
CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi yang tidak
lain adalah komponen dari proses sebuah program
kegiatan. Model CIPP merupakan model evaluasi yang
memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah
sistem. Jadi model CIPP dalam menganalisa program
dilaksanakan berdasarkan komponen-komponennya
yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Evaluasi
konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan
merinci lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi,
populasi dan sampel yang dilayani dan tujuan proyek.
b) Evaluasi masukan (Input) maksud dari evaluasi
masukan dalam penelitian ini adalah kemampuan awal
SDN Karangrejo 2 Kecamatan Bonang Kabupaten
Demak dalam melaksanakan program layanan
perpustakaan, antara lain kemampuan sekolah dalam
menyiapkan petugas yang tepat, strategi pengadaan
dan perbaikan, jadwal, anggaran biaya pengadaan dan
15
perbaikan sarana dan prasarana dan tujuan pengadaan
dan perbaikan sarana dan prasarana sekolah. c)
Evaluasi Proses menunjuk pada “apa” (what) kegiatan
yang dilakukan dalam program, “siapa” (Who) orang
yang ditunjuk sebagai penanggungjawab program,
“kapan” (when) kegiatan akan selesai. Dalam model
CIPP evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh
kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah
terlaksana sesuai dengan rencana. Dan yang terakhir d)
Evaluasi Produk atau hasil, diarahkan pada hal-hal
yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada
masukan mentah.Evaluasi hasil merupakan tahap
akhir dari evaluasi program.Jadi setelah evaluasi hasil
selesai dapat direkomendasikan hasil program yang
berjalan untuk merumuskan kebijakan
berikutnya.Yang terakhir adalah Discrepancy Model,
kata discrepancy adalah istilah bahasa inggris yang
diterjemahkan menjadi “kesenjangan”.Model yang
dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan
model yang menekankan pada pandangan adanya
kesenjangan di dalam pelaksanaan program.Evaluator
mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap
komponen.Jadi model evaluasi ini untuk mengetauhi
perbedaan yang ada pada setiap komponen program
yang dilaksanakan.
Dari beberapa model evaluasi yang sudah
dijelaskan di atas dapat ditentukan bahwa model
evaluasi CIPP yang dirasa sesuai untuk melakukan
evaluasi program layanan perpustakaan di SDN
Karangrejo 2 Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
16
2.4 Evaluasi Program Model CIPP (Contex, Input,
Procces, and Product)
Dalam penelitian ini, model yang digunakan
adalah model pengambilan keputusan yang
dikembangkan oleh Stuflebeam yang dikenal dengan
CIPP Evaluation Model.Keunikan model ini adalah pada
setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil
keputusan (decision) yang menyangkut perencanaan
dan operasional sebuah program.Keunggulan model
CIPP memberikan suatu format evaluasi yang
komprehensif pada setiap tahapan evaluasi yaitu tahap
konteks, masukan, proses, dan produk. Model evaluasi
CIPP yang dikemukakan oleh Stuflebeam dan
Shinkfield (1985) adalah sebuah pendekatan evaluasi
yang berorientasi pada pengambil keputusan (a decision
oriented evaluation approach structured) untuk
memberikan bantuan kepada administrator atau leader
pengambil keputusan. Stuffle mengemukakan bahwa
hasil evaluasi akan memberikan alternative pemecahan
masalah bagi para pengambil keputusan.
Model CIPP terdiri dari empat jenis evaluasi, yaitu
Evaluasi Konteks (Contexs Evaluation), Evaluasi
Masukan (Input Evaluation), Evaluasi Proses (Process
Evaluation), dan Evaluasi Produk (Product Evaluation),
yang dilukiskan pada Gambar 24.
1). Evaluasi Konteks. Menurut Daniel Stufflebeam
Evaluasi konteks untuk menjawab pertanyaan: Apa
yang perlu dilakukan? (What needs to be done?)
Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-
kebutuhan yang mendasari disusunnya suatu program.
17
Gambar 2.1. Model Evaluasi Context, Input, Process,
Product (CIPP)
2). Evaluasi masukan. Evaluasi masukan untuk
mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus
dilakukan? (What should be done?) Para pengambil
keputusan memakai evaluasi masukan dalam
memilih diantara rencana-rencana yang ada,
menyususun proposalpendanaan, alokasi sumber,
menempatkan staf, menskedul pekerjaan, menilai
rencana-rencana aktifitas, dan penganggaran.
3). Evaluasi Proses. Evaluasi proses berupaya untuk
mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program
sedang dilaksanakan? (Is it being done?). Evaluasi
ini berupaya mengakses pelaksanaan dari rencana
Context Evaluation
a.Berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan?
b.Waktu pelaksanaan: Sebelum programditerima
c.Keputusan: Perencanaan Program
Input Evaluation
a. Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan: Apa yang harus dilakukan?
b.Waktu pelaksanaan: Sebelum program dimulai.
c.Keputusan Penstruktur-an program
Process Evaluation
a. Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program sedang dilaksanakan?
b. Waktu Pelaksanaan: Ketika program sedang dilaksana-kan
c.Keputusan: Pelaksanaan
Product Evaluation
a. Berupaya mencari jawaban atas pertanyaan: Apakah program sukses?
b.Waktu pelaksanaan Ketika program selesai.
c.Keputusan: Resikel: Ya atau tidak program harus diresikel
18
untuk membantu staf program melaksanakan
aktifitas dan kemudian membantu kelompok
pemakai yang lebih luas menilai program dan
menginterpretasikan manfaat.
4). Evaluasi Produk. Evaluasi produk diarahkan untuk
mencari jawaban pertanyaan: Did it succed?
Evaluasi ini berupaya mengidentifikasi dan
mengakses keluaran dan manfaat, baik yang
direncanakan atau yang tidak direncanakan, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.Keduanya
untuk membantu staf menjaga upaya menfokuskan
pada mencapai manfaat yang penting dan akhirnya
untuk membantu kelompok-kelompok pemakai
lebih luas mengukur kesuksesan upaya dalam
mencapai kebutuhan-kebutuhan yang ditargetkan.
Menurut Stufflebeam, model evaluasi CIPP
bersifat linier. Artinya evaluasi input harus didahului
oleh evaluasi context; evaluasi proses harus didahului
oleh evaluasi input; sungguhpun demikian menurut
Stufflebeam dalam model evaluasi CIPP juga dikenal
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Dalam evaluasi
formatifCIPP berupaya mencari jawaban atas
pertanyaan: Apa yang perlu dilakukan? Bagaimana
melakukannya?Apakah hal tersebut sedang
dilakukan?Apakah berhasil?Evaluator subunit
memberikan informasi mengenai temuan kepada para
pemangku kepentingan; membantu mengarahkan
pengambilan keputusan dan memperkuat kerja
staf.Ketika evaluasi formatif dilaksanakan, dapat
dilakukan penyesuaian dan pengembangan jika yang
direncanakan tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
19
Dalam evaluasi sumatif evaluasi CIPP berupaya
mendapatkan tambahan informasi untuk menjawab
pertanyaan sebagai berikut: Apakah kebutuhan yang
penting ditangani dengan baik? Apakah upaya dipandu
oleh suatu rencana dan anggaran yang dapat
dipertahankan?Apakah desain layanan dilaksanakan
secara lengkap dan dimodifikasi jika perlu?Apakah
upaya yang dilakukan sukses?
Daniel Stufflebeam (2002, 2003) mengembangkan
10 ceklistsebagai panduan bagi evaluator, klien dan
pemangku kepentingan lainnya dalam melaksanakan
model evaluasi CIPP.Fungsi dari ceklist untuk
membantu para evaluator mengevaluasi program yang
secara relative mempunyai tujuan jangka
panjang.Pertama, ceklist agar evaluator dapat
menyelesaikan laporan evaluasi tepat waktu, jadi
membantu kelompok evaluator untuk merencanakan,
melaksanakan, menginstitusionalisasikan,
melaksanakan layanan yang efektif kepada para
penerima manfaat yang ditargetkan.Disamping itu,
ceklistmembantu menelaah dan menilai sejarah
program dan menyediakan laporan evaluasi sumatif
dan nilai manfaatnya secara signifikan. Kesepuluh
ceklist tersebut diterjemahkan secara bebas dalam
Bahasa Indonesia oleh penulis buku ini sebagai
berikut, namun peneliti hanya menampilkan 4 ceklist,
yaitu sebagai berikut:
1. Evaluasi konteks. Evaluasi konteks mengakses
kebutuhan-kebutuhan, aset, dan problem-problem
dalam lingkungan yang terdefinisi. Aktivitas
20
evaluator dan pemangku kepentingan dilukiskan
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1Aktivitas Evaluator dan Pemangku Kepentingan dalam
Evaluasi Konteks
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Mengumpulkan dan mengakses kebutuhan informasi, latar belakang benefisiari yang dituju, dari sumber-sumber seperti rekaman kesehatan, kelas dan skor-skor tes, proposal permintaan pendanaan, dan arsif-arsif surat kabar.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menyeleksi dan/atau mengklariflkasi benefisiari yang dituju.
Mewawancarai para pemimpin program untuk menelaah dan mendiskusikan perspektif mereka mengenai kebutuhan para benefisian untuk mengidentifikasi setiap problem (politik atau lainnya) yang perlu diselesaikan program.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk menelaah dan merevisi, jika cocok, tujuan-tujuan program untuk memastikan secara tepat kebutuhan-kebutuhan yang dinilai.
Wawancarai para pemangku kepentingan untuk memperoleh pandangan lebih lanjut mengenai butuhan-kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju dan potensial problem-problem untuk program.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks untuk memastikan bahwa program memanfaatkan masyarakat yang terkait dan aset-aset lainnya.
Menilai tujuan program dalam kaitannya dengan kebutuhan benefisiari dan aset-aset potensial yang bermanfaat.
Memakai temuan-temuan evaluasi konteks –sepanjang atau pada akhir program – untuk membantu menilai efektivitas dan signifikansi program dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan benefisiari yang dinilai.
Ikut sertakan seorang spesialis pengumpulan data, untuk memonitor dan merekam data mengenai lingkungan program,
21
termasuk program-program yang terkait, sumber-sumber wilayah, kebutuhan dan problem wilayah, dan dinamika politik.
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Meminta staf program secara tetap informasi evaluasi mengenai tim evaluasi yang mereka kumpulkan mengenai benefisiari program dan lingkungan.
Setiap tahun, atau jika dianggap perlu mempersiapkan dan menyampaikan kepada klien dan pemangku kepentingan yang disepakati, suatu draf laporan mengemukakan kebutuhan-kebutuhan yang berhubungan, aset-aset, dan problem-problem, bersama-sama dengan asesmen tujuan dan prioritas program.
Secara periodik, atau jika dianggap perlu mendiskusikan temuan-temuan evaluasi konteks sebagai balikan kepada klien dan audiens yang ditentukan.
Memfinalkan laporan-laporan evaluasi konteks dan alat-alat bantu visual dan menyediakannya kepada klien dan para pemangku kepentingan yang disepakati.
Dari 9 (sembilan) kegiatan yang semestinya
dilakukan evaluator dalam penelitian, penulis hanya
melakukan lima kegiatan meliputi: 1. Mengumpulkan
dan mengakses informasi latar belakang benefisiari
(calon penerima manfaat) yang dibutuhkan, 2.
Mewawancarai para pemimpin program untuk
menelaah dan mendiskusikan perspektif mereka
22
mengenai kebutuhan para benefisiari, 3. Mewawancarai
para pemangku kepentingan untuk memperoleh
pandangan lebih lanjut mengenai kebutuhan-
kebutuhan dan nilai benefisiari yang dituju, 4. Menilai
tujuan program dalam kaitannya dengan kebutuhan
benefisiari dan aset-aset potensial yang bermanfaat, 5.
Menfinalkan laporan-laporan evaluasi konteks dan alat-
alat bantu visual dan menyediakannya kepada klien
dan para pemangku kepentingan yang disepakati.
2. Evaluasi Masukan.
Evaluasi Input menjaring, menganalisis dan
menilai mengenai strategi, rencana kerja dan anggaran
berbagai pendekatan. Apa yang dilakukan evaluator
dan klien dan pemangku kepentingan lainnya
dikemukakan dalam Tabel 2.2. (Wirawan, 2011:96)Tabel 2.2.
Aktivitas Evaluator dan Para Pemangku Kepentingan dalam Evaluasi Masukan
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Mengidentifkasi dan meneliti program lain yang ada yang dapat dipergunakan sebagai model untuk program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk merencanakan suatu strategi program yang secara saintifik, ekonomis, sosial, politik dan teknologi dapat dipertahankan.
Menilai strategi program yang diusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan dan feasibilitasnya.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk memastikan bahwa strategi program memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh yang memperoleh keuntungan yang ditargetkan.
Menilai anggaran program Memakai temuan evaluasi
23
untuk menentukan kecukupannya dalam membiayai pekerjaan yang dibutuhkan.
masukan untuk mendukung permintaan pendanaan untuk kegiatan yang direncanakan.
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Menilai strategi program dengan penelitian dan literatur yang berhubungan.
Memakai temuan evaluasi masukan untuk melatih staf untuk melaksanakan program.
Menilai manfaat strategi program dengan membandingkannya dengan alternatif strategi yang dipergunakan dalam program yang serupa.
Memakai hasil evaluasi masukan untuk tujuan pertanggungjawaban dalam melaporkan rasional untuk strategi program yang dipilih dan mempertahankan rencana program.
Menilai rencana kerja program dan menyusun skedul untuk kecukupan,feasibilitas dan viabilitas politik.
Menyusun suatu draf laporan evaluasi masukan dan mengirimkannya kepada klien dan pemangku kepentingan lainnya yang disepakati.
Mendiskusikan temuan-temuan evaluasi masukan dalam suatu lokakarya balikan.
Memfinalkan laporan evaluasi masukan dan alat bantu visualnya dan menyampaikannya kepada klien dan pemangku kepentingan lainnya yang disepakati.
Dari 9 (sembilan) kegiatan/aktifitas yang
semestinya dilakukan, penulis hanya melakukan 4
kegiatan yaitu: 1. Menilai strategi program yang
diusulkan mengenai koresponden terhadap kebutuhan
dan feasibilitasnya, 2. Menilai anggaran program untuk
24
menentukan kecukupannya dalam membiayai
pekerjaan yang dibutuhkan, 3. Menilai rencana kerja
program dan menyusun skedul untuk kecukupan,
feasibilitas dan viabilitas politik, 4. Menfinalkan laporan
evaluasi masukan dan alat bantu visualnya dan
menyampaikannya kepada klien dan pemangku
kepentingan lainnya yang disepakati.
3. Evaluasi proses. Evaluasi proses memonitor, mendokumentasikan, dan menilai aktivitas program. Aktivitas evaluator dan klien dan pemangku kepentingan lainnya dikemukakan pada Tabel 2.3. (Wirawan, 2011: 97).
Tabel 2.3.Aktivitas Evaluator, Klien, dan Pemangku Kepentingan
Lainnya dalam Evaluasi Proses
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Menugaskan staf program dan konsultan dan/atau anggota tim evaluasi untuk menyusun suatu direktori orang-orang dan kelompok-kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka, dan mencatat layanan program yang mereka terima.
Memakai temuan evaluasi proses untuk mengontrol dan memperkuat aktivitas staf.
Mengumpulkan dan menilai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok yang dilayani konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi proses untuk memperkuat desain program.
Secara periodik mewawancarai para pemangku kepentingan di wilayah program seperti pemimpin masyarakat, para pegawai, personil sekolah dan program sosial, ulama, polisi,
Memakai temuan evaluasi proses untuk menyusun suatu rekaman kemajuan program.
25
hakim, dan para pemilik rumah, untuk mempelajari perspektif mereka mengani bagaimana program mempengaruhi masyarakat.
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program
Memasukkan informasi yang diperoleh dan penilaian evaluator ke dalam profil program secara periodik.
Memakai temuan evaluasi proses untuk membantu menyusun suatu rekaman biaya program.
Menentukan sampai seberapa banyak program mencapai suatu kelompok penerima layanan yang tepat.
Memakai temuan evaluasi proses untuk melaporkan kemajuan program kepada sponsor financial program, dewan kebijakan (policy board) para anggota masyarakat dan para pengembang program lainnya.
Menilai sampai seberapa banyak program secara tidak pantas menyediakan layanan kepada kelompok yang tidak ditargetkan.
Membuat draf laporan evaluasi pengaruh program (mungkin disatukan dengan laporan yang lebih besar) dan menyediakan kepada klien para pemangku kepentingan yang disetujui.
Mendiskusikan temuan evaluasi pengaruh (impact evaluation) dalam lokakarya balikan.
Memfinalisasi laporan evaluasi proses dan bantuan visual yang berkaitan dan disepakati para pemangku kepentingan.
26
Evaluasi proses yang hendak dilakukan penulis
lebih terpusat pada menjawab persoalan bagaimana
program layanan perpustakaan itu dilaksanakan,
faktor-faktor apa saja yang mendukung atau
menghambat pelaksanaan program, program itu
dibutuhkan apa tidak, siapa yang mau diuntungkan
dengan program itu, apa tujuan program, mengapa
perlu program.
4. Evaluasi pengaruh (Impact Evaluation).
Evaluasi pengaruh menjaring dan menilai data
mengenai program yang mencapai audiens yang
ditargetkan. Aktivitas evaluator dan
klien/pemangkukepentingan dikemukakan pada Tabel
2.4. (Wirawan, 2011: 98)
Tabel 2.4Aktivitas Evaluator dan Klien/Pemangku Kepentingan dalam
Evaluasi Pengaruh
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program Menugaskan staf program
dan konsultan dan/atau tim evaluasi untuk menyusun direktori orang atau kelompok yang dilayani, membuat catatan mengenai kebutuhan-kebutuhan mereka, dan merekam layanan program yang mereka terima.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk memastikan bahwa program mencapai para penerima manfaat yang direncanakan.
Mengakses dan membuat penilaian mengenai sampai seberapa tinggi individu dan kelompok yang memperoleh layanan konsisten dengan kemanfaatan program yang direncanakan.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai apakah program mencapai atau tidak mencapai penerima manfaat yang tidak tepat.
Secara periodik mewawancarai para pemangku kepentingan di
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa banyak
27
wilayah program seperti pemimpin masyarakat, para pegawai, personil sekolah dan program sosial, ulama, polisi, hakim dan para pemilik rumah untuk mempelajari perspektif mereka mengenai bagaimana program mempengaruhi masyarakat.
program sedang melayani atau telah melayani penerima manfaat yang berhak.
Aktivitas EvaluatorAktivitas Klien/Pemangku
Kepentingan-Tujuan Program Memasukkan informasi yang
diperoleh dan penilaian evaluator dalam profil program yang diperbaharui secara periodik.
Memakai temuan evaluasi pengaruh untuk menilai sampai seberapa tinggi program memenuhi atau sedang memenuhi kebutuhan-kebutuhan penting masyarakat.
Menentukan sampai seberapa tinggi program mencapai kelompok penerima manfaat yang tepat.
Memakai temuan-temuan evaluasi pengaruh untuk tujuan pertanggungjawaban mengenai kesuksesan program dalam mencapai penerima manfaat layanan program yang dimaksud.
Meneliti sampai seberapa jauh program secara tidak tepat menyediakan layanan kepada kelompok yang tidak menjadi target.
Menyusun draft laporan evaluasi pengaruh (mungkin disatuan dengan laporan yang lebih besar) dan menyediakan kepada klien dan kepada para pemangku kepentingan.
Mendiskusikan temuan evaluasi pengaruh dalam suatu lokakarya balikan.
Memfinalisasi laporan evaluasi pengaruh dan alat bantu visual dan menyediakan kepada klien dan para pemangku kepentingan.
28
Evaluasi produk yang hendak dicapai oleh
penulis adalah mengevaluasi pencapaian target
layanan, apakah target kegiatan tercapai atau tidak,
apakah program itu menjawab kebutuhan di kalangan
stake holder, siapa yang mau diuntungkan dengan
program itu, siapa yang bertanggungjawab dengan
program itu, apakah ada dana untuk pelaksanaan
program tersebut, bagaimana sarana prasarana,
mekanisme kerja dan jadual pelaksanaannya.
Model CIPP ini menekankan pada peran sumatif.
Informasi yang dihasilkan evaluasi hasil model CIPP
digunakan untuk menentukan apakah suatu program
harus diganti, revisi atau dihentikan. Penggunaan
model CIPP meliputi tahap-tahap antara lain:
Tahap 1
Evaluasi pada aspek 1 dan 2 (context dan input)
dilakukan dengan melihat pada perencanaan program
serta data yang ada di sekolah berkaitan dengan
layanan perpustakaan.
Tahap II
Evaluasi proses dilakukan dengan mengobservasi
proses sesuai kriteria tertentu, termasuk di dalamnya
evaluasi terhadap program layanan perpustakaan.
Tahap III
Evaluasi hasil (product evaluation) adalah tahap akhir
dan paling penting karena hasil evaluasi adalah tujuan
yang telah ditetapkan, maka instrumennya ditetapkan
berdasarkan domain yang menjadi tujuan peran
tertentu.
2.5 Layanan Perpustakaan.
29
Standar layanan perpustakaan menurut Undang-
Undang RI No 43 Tahun 2007 pasal 14 menyatakan
sebagai berikut: 1) Layanan perpustakaan dilakukan
secara prima dan berorientasi bagi kepentingan
pemustaka, 2) Setiap perpustakaan menerapkan tata
cara layanan perpustakaan berdasarkan standar
nasional setiap perpustakaan, 3) Setiap perpustakaan
mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, 4)
Layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada
ayat satu dikembangkan melalui pemanfaatan sumber
daya perpustakaan untuk memenuhi kebutuhan
pemustaka, 5) Layanan perpustakaan diselenggarakan
sesuai standar nasional perpustakaan untuk
mengoptimalkan pelayanan kepada pemustaka, 6)
Layanan perpustakaan terpadu diwujudkan melalui
kerjasama antar perpustakaan, 7) Layanan
perpustakaan secara terpadu sebagaimana dimaksud
pada ayat enam dilaksanakan melalui jejaring
telematika. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
standar layanan perpustakaan telah diatur oleh
pemerintah dalam rangka membingkai pelaksanaan
perpustakaan agar berjalan dengan lancar dan dapat
mencapai tujuan perpustakaan yang telah ditetapkan.
Hakekat layanan perpustakaan adalah pemberian
informasi kepada pemakai perpustakaan tentang segala
bentuk informasi yang dibutuhkan pemakai
perpustakaan, baik untuk dimanfaatkan di tempat
ataupun dibawa pulang untuk digunakan di luar
perpustakaan (Darmono, 2007:165). Hal ini berarti
layanan perpustakaan sangat penting dalam membantu
30
pemustaka lewat pemberian informasi yang dibutuhkan
dalam proses pembelajaran. Informasi yang diperlukan
dapat diperoleh di perpustakaan atapun di luar
perpustakaan. Ada empat jenis layanan yang dilakukan
dalam penyelenggaraan perpustakaan, terdiri atas: 1)
layanan sirkulasi, 2) layanan referensi, 3) layanan baca
ditempat dan 4) layanan teknologi informasi. Hal ini
sejalan dengan pemikiran Darmono (2007:171) tentang
jenis layanan yang dilakukan dalam penyelenggaraan
perpustakaan.
Layanan sirkulasi adalah layanan kepada
pemakai perpustakaan berupa peminjaman bahan
pustaka yang dimiliki perpustakaan. Standar
Operasional Perpustakaan tentang penggunaan fasilitas
perpustakaan mengatakan bahwa layanan sirkulasi
adalah pelayanan dimana koleksi buku dapat
dipinjam/dibawa pulang sesuai dengan aturan yang
berlaku.
Tugas dan layanan sirkulasi menurut Darmono
(2007:174) seperti: 1) mengawasi keluarnya setiap
bahan pustaka dan ruang perpustakaan, 2)
pendaftaran anggota perpustakaan, 3) pinjaman dan
pengembalian bahan pustaka, 4) memberikan sangsi
bagi anggota yang terlambat mengembalikan
pinjaman,5) memberikan peringatan bagi anggota yang
belum mengembalikan pinjaman, 6) menentukan
penggantian buku-buku yang dihilangkan anggota jika
bahan pustaka yang dipinjam pemakai untuk
mengganti buku yang sama, 7) membuat statistik
peminjaman yang terdiri dari pinjaman, jumlah dan
kelompok buku yang dipinjam, diperpanjang,
31
dikembalikan, statistik kelompok buku yang paling
banyak dipinjam, statistik kelompok pemakai atau
peminjam, 8) penataan koleksi di jajaran / rak menjadi
tanggung jawab sirkulasi. Hal ini mengindikasikan
bahwa ada prosedur-prosedur yang sudah ditetapkan
dalam menggunakan layanan sirkulasi, agar bahan
pustaka di dalam perpustakaan dapat dijaga
keamanannya.
Melalui paparan di atas dapat disimpulkan
bahwa layanan sirkulasi adalah salah satu jenis
layanan yang dilakukan di dalam perpustakaan.
Layanan ini dilaksanakan oleh pustakawan yaitu
petugas yang melayani pengunjung perpustakaan.
Dalam layanan sirkulasi, ada dua aspek yang menonjol
yaitu koleksi buku dan pustakawan. Menyangkut
dengan koleksi buku maka ketersediaan koleksi buku
sangat diharapkan bervariasi dan sesuai dengan
kebutuhan pembaca, sehingga pengetahuan
pembaca/pengunjung menjdi bertambah.
Layanan referensi adalah layanan yang
diberikan kepada pemustaka untuk koleksi-koleksi
khusus seperti, kamus, ensiklopedi, almanak, direktori,
buku tahunan, yang berisi informasi teknik dan
singkat. Koleksi ini tidak boleh dibawa pulang oleh
pemustaka dan hanya digunakan untuk baca di
tempat. Hal ini berarti, pelayanan berupa pemanfaatan
koleksi-koleksi khusus merupakan tugas dan layanan
referensi yang dilakukan di dalam perpustakaan.
Layanan baca di tempat merupakan layanan
yang diberikan oleh perpustakaan kepada pemustaka,
berupa tempat untuk melaksanakan kegiatan membaca
32
di perpustakaan. Hal ini berarti bahwa di dalam
perpustakaan ada tempat atau ruang yang disediakan
bagi pemustaka, mereka cukup membacanya di
perpustakaandan tidak untuk dibawa pulang.
Layanan teknologi informasi dan komunikasi
merupakan layanan perpustakaan khusus dalam
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk meningkatkan kinerja pustakawan dan
keperluan pemustaka (SNP, 2011). Hal ini berarti,
layanan ini digunakan demi meningkatkan kinerja
pemustaka, dalam memberikan kemudahan untuk
melaksanakan tugas-tugas kegiatan dan layanan di
perpustakaan.
2.6 Program layanan perpustakaan
Program layanan perpustakaan yang ideal
mengacu pada pengembangan Standar Nasional
Perpustakaan Sekolah Dasar. Program layanan
perpustakaan sekolah yang ideal meliputi:
1. Visi : merupakan hal-hal yang menyatakan cita-cita
dimasa datang atau hal sangat penting bagi
perpustakaan untuk menjamin keberhasilan jangka
panjang.
2. Misi : merupakan pernyataan tentang apa yang
harus dikerjakan oleh perpustakaan sekolah dalam
mewujudkan visi yang telah ditetapkan.
3. Tujuan: merupakan hal-hal yang hendak dicapai
oleh perpustakaan sekolah.
4. Sasaran: disusun berdasarkan tujuan dan
dipergunakan dalam jangka waktu tertentu.
5. Kegiatan:
33
a. Jenis kegiatan, kegiatan yang akan dilakukan
dalam program layanan perpustakaan sekolah.
b. Bentuk kegiatan, uraian kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam layanan perpustakaan.
c. Waktu pelaksanaan, jadwal pelaksanaan
kegiatan.
d. Fasilitas kegiatan, merupakan hal-hal yang
diperlukan dalam kegiatan layanan perpustakaan
sekolah.
2.7 Evaluasi Program Layanan Perpustakaan.
Evaluasi program layanan perpustakaan
adalah kegiatan mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya seluruh proses kegiatan yang telah
direncanakan dan diusahakan secara sengaja dan
bersungguh-sungguh serta pembinaan secara
kontinyu terhadap layanan perpustakaan, yang
selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menetukan alternatif yang tepat dalam mengambil
suatu keputusan. Pada penelitian ini seluruh
informasi yang dikumpulkan dievaluasi
menggunakan model evaluasi CIPP (Conteks, Input,
Process, Product).
2.8 Penelitian Yang Relevan.
Beberapa penelitian tedahulu yang memiliki
kesamaan tema dengan penelitian ini diantaranya
adalah:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Anwar Mubarok
(2014) tentang Pemanfaatan Perpustakaan
sebagai Sumber Belajar Sejarah di MANU
34
Safinatul Huda Karimunjawa, Kabupaten
Jepara. Penelitian ini dilatarbelakangi
kecenderungan guru dan siswa belum
memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber
belajar, mereka beranggapan bahwa
perpustakaan tidak begitu penting karena
sudah ada buku pegangan dan LKS. Tingkat
partisipasi guru masih rendah terhadap
pemanfaatan perpustakaan, terutama dalam
proses pembelajaran. Hasil penelitian, untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
pengelola perpustakaan perlu bebagai kegiatan
pelatihan agar dapat mengembangkan
perpustakaan sekolah. Diadakan pembinaan
minat baca siswa dengan mengadakan
berbagai macam lomba yang mengarah pada
pemanfaatan buku perpustakaan, dan
mengubah kultur belajar dengan pola
mendengar cerita menjadi kultur belajar
dengan pola baca. Hal ini menunjukan betapa
perlunya pelatihan bagi pengelola
perpustakaan agar dapat mengembangkan
kegiatan siswa yang terkait dengan
pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber
belajar. Perubahan kultur belajar dari pola
mendengar cerita menjadi pola baca sangat di
perlukan agar siswa memperoleh wawasan dan
pengetahuan yang mereka inginkan.
b. Penelitian tentang Pemanfaatan Perpustakaan
sebagai Sumber Belajar di Sekolah Dasar
Negeri 23 Painan Utara, Padang yang di
35
lakukan oleh Rio Novriliam dan Yunaldi
menjelaskan bahwa keberadaan perpustakaan
sekolah sebagai pusat sumber belajar masih
belum dimanfaatkan secara optimal. Maka
sekolah menetapkan pengelolaan perpustakaan
ditingkatkan dengan membuka, dengan waktu
yang efektif dan meningkatkan pemanfaatan
perpustakaan sebagai sumber
belajar.Memanfaatkan perpustakaan sebagai
sumber belajar juga dapat dilakukan dengan
memberi waktu yang efektif kepada siswa.
Layanan perpustakaan sekolah hendaknya
memberikan kesempatan siswa agar dapat
memanfaatkan koleksi perpustakaan sebagai
sumber belajar.
Penelitian yang dilakukan Anwar Mubarok,
Rio Novriliam dan Yunaldi dengan penelitian
ini, sama-sama mengkaji tentang
perpustakaan, kalau Anwar Mubarok, Rio
Novriliam dan Yunaldi tentang pemanfaatan
perpustakaan sebagai sumber belajar
sedangkan dalam penelitian ini membahas
evaluasi program layanan perpustakaan, untuk
mengevaluasi layanan yang diberikan oleh
petugas perpustakaan apakah sudah optimal
atau belum sehingga dapat diketahui layanan
perpustakaan untuk lebih maksimal dalam
pelayanan.
c. Ishak (2008) dalam jurnal berjudul
Pengelolaan Perpustakaan Berbasis
36
Teknologi Informasi menjelaskan secara
singkat tentang pentingnya pengeloalan
perpustakaan berbasis Teknologi Informasi.
Penggunaan Teknologi Informasi bertujuan
untuk meningkatkan efisiensi pekerjaan
dan kualitas pelayanan pada pengguna
(right information, right usser dan right now).
Saat ini masyarakat pengguna
perpustakaan menghendaki adanya
perpustakaan menjadi (right information,
right usser dan right now), artinya
perpustkaan dituntut untuk memberikan
layanan informasi yang cepat, pada
pengguna yang tepat dalam waktu yang
cepat. Hal ini akan terlaksana apabila
dapat menghadirkan dan memanfaatkan
perkembangan teknologi informasi dalam
pengelolaan perpustakaan.
d. Penelitian tentang Impact of school library
services on achievement and learning in primary
schools yang dilakukan oleh Prof. Dorothy
Williams, Louwis Coles dan Caroline Wavell
tahun 2002 pada pendidikan dasar di Inggris
terdapat hubungan antara prestasi akademik
dengan penyediaan perpustakaan di sekolah,
akan tetapi layanan perpustakaan itu sendiri
harus disertai dengan pustakawan yang
memiliki kwalifikasi mengajar, adanya
kolaborasi antara staf perpustakaan, guru, dan
37
pustakawan dalam hal pengelolaan
perpustakaan, diadakannya pelatihan yang
mencakup pembentukan bangunan,
pemetakan koleksi perpustakaan, dan
perencanaan atau program serta evaluasi.
e. Penelitian yang dilakukan oleh Yulie Tomatala
(2014) tentang Evaluasi Kinerja Layanan
Perpustakaan SMP Negeri 5 Kairatu Kabupaten
Seram Bagian Barat Propinsi Maluku.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kinerja layanan perpustakaan sekolah dan
upaya yang perlu dilakukan untuk
peningkatan perpustakaan sebagai sumber
belajar. Maka dilakukan evaluasi layanan-
layanan yang diterapkan dalam perpustakaan
meliputi; layanan sirkulasi, layanan referensi,
layanan baca di tempat/ di ruang baca, dan
layanan teknologi dan informasi. Data
penelitian menggunakan analisis kesenjangan
(Gap Anayisis) terhadap kinerja layanan, sesuai
dengan standar dan memuaskan
penggunaannya. Berdasarkan hasil penelitian,
layanan perpustakaan menunjukkan adanya
kesenjangan terhadap apa yang dilakukan
dengan apa yang diharapkan, berimplikasi
pada penurunan kualitas layanan.
Relevansinya penelitian di atas dengan
penelitian yang dilakukan penulis adalah
sama-sama mengevaluasi program layanan
perpustakaan layperpustakaan, yang
dilakukan oleh Yulie Tomatala mengevaluasi
38
tentang kinerja layanan perpustakaan dan data
penelitian menggunakan analisis kesenjangan
(Gap Analysis) sementara dalam penelitian ini
mengevaluasi program layanan perpustakaan
dan menggunakan evaluasi model CIPP, yang
mengevaluasi unsur konteks, input, proses,
dan produk, sehingga penelitian ini
mempunyai keistimewaan pada teknik
evaluasinya. Hasil penelitian ini lebih rinci dan
memudahkan pihak manajemen perpustakaan
dalam menentukan kebijakan yang akan
datang sehingga program layanan
perpustakaan di SDN Karangrejo 2 Kecamatan
Bonang Kabupaten Demak akan lebih optimal
dan professional.
2.9 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dari penelitian ini adalah diawali
dengan latar belakang masalah yang ada kemudian
adanya fenomena yang terjadi di lapangan yaitu
program layanan perpustakaan, maka peneliti ingin
mengevaluasi program layanan perpustakaan menurut
konteksnya yaitu tentang latar belakang, tujuan, dan
sasaran program layanan perpustakaan, inputnya
tentang bagaimana rencana isi kegiatan, sarana
prasarana, sumber daya manusia (SDM), mekanisme
kerja, dan jadwal layanan perpustakaan, prosesnya
tentang bagaimana pelaksanaan program, bagaimana
sarana prasarananya, dan SDMnya serta mekanisme
dan jadwal, produknya tentang evaluasi ketercapaian
39
target dari program layanan perpustakaan di SDN
Karangrejo 2 Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
Kerangka berfikir dapat digambarkan dengan
diagram sebagai berikut:
PROGRAM LAYANANPERPUSTAKAANSDN
KARANGREJO 2 KEC. BONANG KAB. DEMAK
REKOMENDASI
LAYANAN PERPUSTAKAAN YANG OPTIMAL
LATAR BELAKANG MASALAH
KONTEK
1.Latar Belakangprogram
2.Tujuan program
3.Sasaran program
INPUT
1. Bagaimana rencana isi kegiatan
2. Bagaimana Sarpras
3. Bagaimana SDM
4. Bagaimana Mekanisme
5. Bagaimana Jadual
PROSES
1. Bagaimana Pelaksanaankegiatan layanan
2. Bagaimana sarpras (mendukung/tidak)
3. Bagaimana SDM
4. Bagaimana Mekanisme
5. Bagaimana Jadual
PRODUK
1. Mengevaluasi pencapaian tarjet layanan perpustakaan (tercapai/tidak)
40
Gambar 2.2.Kerangka Berfikir
41