14
BAB II
PEMBAHASAN
A. KAJIAN TEORETIS
1. Peran Camat
Sebelum penulis uraikan tentang peran Camat dalam
mengkoordinasi ketenteraman dan ketertiban, terlebih dahulu penulis
akan menguraikan pengertian tentang peran. Istilah peran dalam
“Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara
(film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah
yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat.1 Dengan demikian peran merupakan aktivitas atau
perilaku seseorang dalam kehidupan masyarakat. Pendapat yang sama
dikemukakan oleh Alvin L. Bertrand menyebutkan peran adalah pola
tingkah laku yang diharapkan dari seseorang yang memangku status
atau kedudukan tertentu.2
Uraian di atas menunjukkan bahwa peran merupakan proses
dinamis kedudukan (status), karena peran adalah aktivitas yang
dilakukan dalam kehidupan masyarakat. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2005,
h. 854. 2 Alvin L. Bertrand dalam Soleman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar
Sosiologi Pembangunan, Rajawali, Jakarta, 1986, h. 23.
15
dia menjalankan suatu peran. Peran juga diartikan sebagai tuntutan
yang diberikan secara struktural (norma-norma, harapan, larangan,
tanggung jawab) dimana di dalamnya terdapat serangkaian tekanan
dan kemudahan yang menghubungkan, membimbing, dan mendukung
fungsinya dalam organisasi. Peran tersebut selain ditentukan oleh
pelaku, peran juga ditentukan oleh pihak lain, termasuk juga
kemampuan, keahlian, serta kepekaan pelaku peran terhadap suatu
tuntutan dan situasi yang mendorong dijalankannya peran. Peran juga
bersifat dinamis, di mana dia akan menyesuaikan diri terhadap
kedudukan yang lebih banyak agar kedudukannya dapat diakui oleh
masyarakat.3
Levinson mengatakan peran mencakup tiga hal, antara lain4:
“ 1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan
dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang
dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat
sebagai organisasi.
3. Peran juga dapat dikatakan sebagai perilaku
individu yang penting bagi struktur sosial
masyarakat.”
Peran dilakukan oleh seseorang sehingga peran merupakan
serangkaian tindakan yang teratur dan dilakukan oleh seseorang yang
ditimbulkan. Peran dapat pula dikenali dari keterlibatan, bentuk
3 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers, Jakarta, 2009, h.211-
212. 4 Levinson dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers,
Jakarta, 2009, h.213.
16
kontribusi, organisasi kerja, penetapan tujuan, dan peran. Parwoto
mengemukakan bahwa peran serta mempunyai ciri-ciri, yaitu5:
“ 1. Keterlibatan dalam keputusan: mengambil dan
menjalankan keputusan.
2. Bentuk kontribusi: seperti gagasan, tenaga, materi
dan lain-lain.
3. Organisasi kerja: bersama setara (berbagi peran).
4. Penetapan tujuan: ditetapkan kelompok bersama
pihak lain.
5. Peran masyarakat: sebagai subyek.”
Dari berbagai pendapat di atas, dapat dipahami bahwa
peran adalah suatu rangkaian yang teratur yang ditimbulkan karena
suatu jabatan. Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan
seseorang, apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka orang yang
bersangkutan menjalankan suatu peran.6 Apabila pengertian peran di
atas dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan, maka terdapat
penyelenggaraan pemerintah yang ada di daerah yang dilaksanakan
oleh aparat pemerintah daerah. Aparat pemerintah daerah ini di tingkat
kecamatan dilaksanakan oleh camat. Dengan demikian maka
kedudukan camat merupakan kepanjangan tangan dari kepala daerah
setempat yang memiliki peran yang sangat penting.
Camat berkedudukan di bawah bupati/walikota dan bertanggung
jawab kepada bupati/walikota melalui sekretaris daerah. Camat
5 Parwoto dalam Soehendy, J., Partisipasi Masyarakat Dalam Program Pengembangan Lahan,
Tanggerang: Tesis, 1997, h.28. 6 Miftah Thoha, Dimensi-Dimensi Prima Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta, 1997, h.56.
17
berperan sebagai kepala wilayah karena melaksanakan tugas umum
pemerintahan di wilayah kecamatan, khususnya tugas-tugas utama
dalam bidang koordinasi pemerintahan terhadap seluruh instansi
pemerintah di wilayah kecamatan. Penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban, penegakan peraturan perundang-undangan, pembinaan
penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan, serta
pelaksanaan tugas pemerintahan lainnya yang belum dilaksanakan
oleh pemerintahan desa/kelurahan dan/atau instansi pemerintah
lainnya di wilayah kecamatan. Oleh karena itu, kedudukan camat
berbeda dengan kepala instansi pemerintahan lainnya di kecamatan,
karena penyelenggaraan tugas instansi pemerintahan lainnya di
kecamatan harus berada dalam koordinasi Camat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah mengatur bahwa urusan kecamatan dalam
rangka meningkatkan koordinasi penyelenggaraan pemerintahan,
pelayanan publik, dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan.
Kecamatan dibentuk di wilayah Kabupaten/Kota dengan Peraturan
Daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Kecamatan
dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh
pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Maka dari itu peran camat dalam
18
Kecamatan yang terdapat di dalam Pasal 225 ayat (1) yang
menyatakan:7
“ (1) Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat
(1) mempunyai tugas:
a. Menyelenggaraan urusan pemerintahan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6);
b. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan
masyarakat;
c. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum;
d. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan
Perda dan Perkada;
e. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan
sarana pelayanan umum;
f. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan yang dilakukan oleh Perangkat
Daerah di Kecamatan;
g. Membina dan mengawasi penyelenggaraan
kegiatan Desa dan/atau kelurahan;
h. Melaksanakan urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota
yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota yang ada di
Kecamatan; dan
i. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Uraian di atas menunjukkan bahwa camat sebagai ujung tombak
dalam melaksanakan urusan pemerintahan konkuren. Tugas camat
seperti yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
dalam Pasal 225 ayat (1) yang lebih difokuskan dalam huruf C, yaitu
untuk mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum. Ada pun tugas Camat dalam mengkoordinasikan
upaya peyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum diatur di
dalam Pasal 17 sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah
7 Pasal 225 ayat (1)Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
19
No.19 Tahun 2008 tentang Kecamatan pada Pasal 15 ayat (1) huruf b,
meliputi:
“a. Melakukan koordinasi dengan kepolisian Negara Republik
Indonesia dan/atau Tentara Nasional Indonesia mengenai
program dan kegiatan penyelenggaraan ketenteraman dan
ketertiban umum di wilayah kecamatan.
b. Melakukan koordinasi dengan pemuka agama yang
berada di wilayah kerja kecamatan untuk mewujudkan
ketenteraman dan ketertiban umum masyarakat di wilayah
kecamatan; dan
a. Melaporkan pelaksanaan pembinaan ketenteraman dan
ketertiban kepada bupati/walikota”.
Tugas Camat dalam mengkoordinasikan penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 ayat (1) huruf e, meliputi8:
“a. Melakukan koordinasi dengan satuan kerja perangkat
daerah dan instansi vertikal di bidang penyelenggaraan
kegiatan pemerintahan.
b. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan
dengan satuan kerja perangkat daerah dan instansi
vertikal di bidang penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan.
c. Melakukan evaluasi penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan; dan
d. Melaporkan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di
tingkat kecamatan kepada bupati/walikota.”
Tugas camat adalah menjalankan sebagian wewenang bupati
atau walikota yang dilimpahkan kepada camat untuk menangani
sebagian urusan otonomi daerah. Misalnya, pembangunan sekolah,
pemeliharaan jalan kecamatan, pemberdayaan masyarakat, dan sumber
daya kecamatan. Camat diangkat oleh bupati/walikota atas usul
sekretaris daerah kabupaten/kota dari pegawai negeri sipil. Syaratnya,
yaitu harus menguasai pengetahuan teknis tentang pemerintahan dan
8 Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
20
memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Pasal 17 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007,
tugas camat meliputi:
“a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat.
b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman
dan ketertiban umum.
c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan.
d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum.
e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan di tingkat kecamatan.
f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau
kelurahan.
g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat
dilaksanakan pemerintahan desa atau kelurahan.9”
Camat sebagai perangkat daerah juga mempunyai kekhususan
dibandingkan dengan perangkat daerah lainnya yang dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya mendukung pelaksanaan asas
desentralisasi. Kekhususan tersebut yaitu adanya suatu kewajiban
mengintegrasikan nilai-nilai sosio kultural, menciptakan stabilitas
dalam dinamika politik, ekonomi dan budaya, mengupayakan
terwujudnya ketenteraman dan ketertiban wilayah sebagai perwujudan
kesejahteraan rakyat serta masyarakat dalam kerangka membangun
integritas kesatuan wilayah. Dalam hal ini, fungsi utama camat selain
memberikan pelayanan kepada masyarakat, juga melakukan tugas-
tugas pembinaan wilayah. Secara filosofis, kecamatan yang dipimpin
oleh Camat perlu diperkuat dari aspek sarana prasarana, sistem
administrasi, keuangan dan kewenangan bidang pemerintahan dalam
9 Pasal 17 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
21
upaya penyelenggaraan pemerintahan di kecamatan sebagai ciri
pemerintahan kewilayahan yang memegang posisi strategis dalam
hubungan dengan pelaksanaan kegiatan pemerintahan kabupaten/kota
yang dipimpin oleh bupati/walikota.
Pembagian urusan pemerintahan di bidang ketentraman dan
ketertiban umum serta perlindungan masyarakat dalam wilayah
kabupaten/kota meliputi:
“1. Penanganan gangguan ketentraman dan ketertiban
umum dalam 1 (satu) Daerah kabupaten/kota.
Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di
defenisikan sebagai langkah-langkah yang harus
dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mencapai
tujuannya. Tujuan dari penyelenggaraan ketentraman
dan ketertiban umum merupakan target yang
diharapkan dari setiap pemerintah daerah, keadaan
dimana kondisi masyarakat yang tentram, masyarakat
yang tertib, masyarakat yang teratur dan keadaan yang
kondusif. Penyelenggaraan trantibum sendiri
merupakan harapan dimana Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Masyarakat dapat melaksanakan segala
kegiatannya dengan tentram, tertib, dan teratur. Di sini
penulis hanya menggambarkan bahwa suatu proses
tetap berjalan secara dinamis dan kondusif dalam
hubungan kehidupan sehari-hari masyarakat dengan
masyarakat, masyarakat dengan pemerintah daerah.
2. Penegakan Perda kabupaten/kota dan peraturan
bupati/walikota.
Penegakan peraturan daerah merupakan salah satu
upaya pemerintah daerah yang dilakukan oleh
perangkat aparatur daerah melalui proses/tahapan
dalam mengadakan perubahan yang lebih baik,
sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan
meningkatkan kesejateraan masyarakat. Penegak
hukum menjadi penting karena melalui faktor itulah
penegakan hukum dapat dijalankan.Keberhasilan para
petugas hukum dalam penegakan hukum sebenarnya
telah dimulai sejak adanya peraturan hukum yang
berlaku.
22
3. Pembinaan PPNS kabupaten/kota
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah
No.43 Tahun 2012, yang dimaksud dengan PPNS
adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk
selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup
undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-
masing.10 Pembinaan terhadap Penyidik Pegawai
Negeri Sipil meliputi :
a. Pembinaan Umum
Berupa pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan,
arahan dan supervisi yang berkaitan dengan
pemberdayaan PPNS Daerah.
b. Pembinaan Teknis
Dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan HAM,
Kapolri dan Jaksa Agungsesuai dengan tugas dan
fungsi masing-masing.
c. Pembinaan Operasional
Berupa petunjuk teknis Operasional PPNS Daerah
di Lingkungan Pemerintah Propinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota.”
Dengan demikian, peran Camat dalam penyelenggaraan
pemerintahan adalah menjabarkan pemerintahan di wilayah
kecamatan. Atas dasar pertimbangan yang demikian, maka Camat
secara filosofis pemerintahan dipandang masih relevan untuk
menggunakan tanda jabatan khusus sebagai perpanjangan tangan dari
bupati/walikota di wilayah kerjanya.
Camat sebagai pemimpin dan koordinator penyelenggaraan
pemerintahan di wilayah kerja kecamatan yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan pemerintahan dari
Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah,
10 Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa.
23
dan menyelenggarakan tugas umum pemerintahan.11 Dalam hal ini
Camat merupakan kepala wilayah di kecamatan. Kecamatan adalah
wilayah administratif di Indonesia yang di bawah wilayah kabupaten
atau kota. Kecamatan terdiri dari desa atau kelurahan. Kecamatan atau
dengan sebutan lainnya adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat
daerah kabupaten/kota yang diatur di dalam (PP No.19 tahun 2008).
Dalam otonomi daerah di Indonesia, Kecamatan yang merupakan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten atau Kota yang
mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh Camat.
Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai
pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah kerja tertentu.
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan
Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Di dalam
Peraturan Pemerintahan No.19 Tahun 2008 Pasal 3 menyebutkan
bahwa Pembentukan Kecamatan harus memenuhi syarat administratif,
teknis, dan fisik kewilayahan. Syarat administratif pembentukan
kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi:
“a. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5
(lima) tahun.
b. Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa
dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi
kecamatan minimal 5 (lima) tahun.
c. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau
nama lain untuk Desa dan Forum Komunikasi
Kelurahan atau nama lain untuk kelurahan di seluruh
wilayah kecamatan baik yang menjadi calon cakupan
wilayah kecamatan baru maupun kecamatan induk
tentang persetujuan pembentukan kecamatan.
11 Pasal 1 ayat (9) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
24
d. Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan
Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di
seluruh wilayah kecamatan baik yang akan menjadi
cakupan wilayah kecamatan baru maupun kecamatan
induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan.
e. Rekomendasi Gubernur.12”
Kemudian Syarat fisik kewilayahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana
dan prasarana pemerintahan.13
“(1) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 untuk daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10
desa/kelurahan dan untuk daerah kota paling sedikit
terdiri atas 5 desa/kelurahan.
(2) Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan
fasilitas, aksesibilitas, kondisi dan letak geografis,
kependudukan, sosial ekonomi, sosial politik, dan
sosial budaya.
(3) Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 meliputi bangunan dan lahan
untuk kantor camat yang dapat digunakan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat.14”
Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
meliputi:
“a. Jumlah penduduk.
b. Luas wilayah.
c. Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan
pemerintahan.
d. Aktivitas perekonomian.
e. Ketersediaan sarana dan prasarana.15”
12 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. 13 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. 14 Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan. 15 Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
25
2. Koordinasi dalam Menciptakan Ketenteraman dan
Ketertiban Umum
Sebelum penulis menguraikan bagaimana koordinasi dalam
menciptakan ketenteraman dan ketertiban, penulis akan menjelaskan
terlebih dahulu apa arti dari koordinasi. Istilah koordinasi berasal dari
kata “cum” dan “ordinare” dimana Cum berarti berbeda dan Ordinare
berarti penyusunan atau penempatan atas suatu keharusannya.16 Jika
istilah tersebut digabungkan, maka koordinasi berarti penyusunan atau
penempatan sesuatu yang berbeda pada tempat yang seharusnya.
Sedangkan mengenai pengertian koordinasi ada beberapa pendapat
yang dikemukakan oleh para ahli. Berikut pengertian koordinasi yang
dikemukakan para ahli17:
“a. Koontz dan O’Donnel
Koordinasi merupakan bagian dari hubungan
kepemimpinan untuk usaha menjaga keharmonisan
masing-masing individu yang akhirnya mengarah pada
penyelesaian tujuan kelompok.
b. Henry Fayol
Koordinasi berarti mengikat bersama, meyatukan dan
menyelaraskan semua kegiatan dan usaha.
c. Stoner
Koordinasi adalah penyatupaduan sasaran-sasaran dan
kegiatan-kegiatan dari unit-unit yang terpisah
(bagian/bidang fungsional) dari sesuatu organisasi
untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien.
d. Dann Sugandha
Koordinasi adalah proses penyatupaduan gerak dari
seluruh potensi dan unit-unit organisasi/ organisasi-
organisasi yang berbeda fungsi agar secara benar-
benar mengarah pada sasaran yang sama guna
memudahkan pencapaiannya dengan efisien.”
16 Pariarta Wastra, Manajemen Pembangunan Daerah, Ghalia Indonesia, 1983, hal.53. 17 Dann Sugandha, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1988,
h.10-12.
26
Dari berbagai pengertian di atas, dapat dilihat unsur-unsur yang
terdapat dalam koordinasi pada umumnya adalah:
a. Adanya unit-unit atau organisasi-organisasi
b. Usaha penyatupaduan/penyelarasan
c. Keserasian
d. Arah/tujuan
Keempat unsur di atas menunjukkan bahwa koordinasi
merupakan alat penyatupaduan masing-masing unit/organisasi yang
berbeda-beda dalam usaha menjaga keserasian fungsi unit-unit yang
berbeda tersebut untuk mencapai arah tujuan organisasi yang efisien.
Mengenai jenis-jenis koordinasi, menurut Talizuduhu Ndraha,
koordinasi dibedakan menjadi empat jenis. Perbedaan jenis itu dalam
rangka untuk menggerakkan suatu progam terpadu. Jenis-jenis
koordinasi itu, antara lain18:
“ a. Koordinasi fungsional, misalnya koordinasi antara
program pertanian dan program pengairan
b. Koordinasi institusional, yaitu koordinasi terhadap
sejumlah instansi yang bersangkutan dalam menangani
suatu urusan tertentu.
c. Koordinasi teritorial, yaitu koordinasi yang dilakukan
terhadap dua/lebih daerah yang bersangkutan dalam
program tertentu.
d. Koordinasi waktu, sering disebut sinkronisasi, yaitu
usaha mengkoordinasikan waktu sedemikian rupa
sehingga dapat ditentukan mana kegiatan yang dapat
dilakukan serentak dan mana kegiatan yang harus
berurutan.”
18 Talizuduhu Ndraha, Metodologi Pemerintahan Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1988, h.123.
27
Koordinasi ditinjau dari lingkup dan arah terbagi dalam19:
“ a. Menurut lingkupnya, terdapat:
1. Koordinasi intern, yaitu koordinasi antar
pejabat/antar unit di dalam suatu organisasi.
2. Koordinasi ektern, yaitu koordinasi antar pejabat
dari berbagai organisasi/antar organisasi.
b. Menurut arahnya, terdapat:
1. Koordinasi horizontal, yaitu koordinasi antar
pejabat/antar unit yang mempunyai tingkat hierarkis
yang sama dalam suatu organisasi, dan antar
pejabat dari organisasi-organisasi yang
sederajat/antar organisasi yang setingkat.
2. Koordinasi vertikal, yaitu koordinasi antara
pejabat-pejabat dan unit-unit tingkat bawah oleh
pejabat atasannya/unit tingkat atasannya langsung,
juga cabang-cabang suatu organisasi oleh
organisasi induknya.
3. Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi antar
pejabat/unit yang berbeda fungsi dan berbeda
tingkatan hierarkinya.
4. Koordinasi fungsional, yaitu koordinasi antar
pejabat, antar unit/antar organisasi yang
didasarkan atas kesamaan fungsi atau karena
koordinatornya mempunyai fungsi tertentu.”
Koordinasi berhubungan dengan kegiatan pemerintah.
Pemerintah dalam menjalankan kegiatannya melalui pembagian tugas
yang diserahkan pada masing-masing organisasi lembaga departemen.
Organisasi merupakan wadah bagi kumpulan individu yang
mempunyai keahlian dan mempunyai tugas tertentu yang kemudian
melakukan tindakan-tindakan dan kebijakan yang efektif. Setiap
organisasi membangun sistem yang membentuk sinergi yang besar.
Sistem adalah seperangkat elemen yang saling berinteraksi,
membentuk kegiatan atau suatu prosedur yang mencari pencapaian
suatu tujuan atau tujuan-tujuan bersama dengan mengoperasikan data
19 Dann Sugandha, Koordinasi Alat Pemersatu Gerak Administrasi, Intermedia, Jakarta, 1988,
h.25.
28
dan/atau barang pada waktu tertentu untuk menghasilkan informasi
dan/atau barang. Sistem merupakan suatu disiplin untuk melihat
secara keseluruhan dan keterkaitan dibanding sesuatu yang berdiri
sendiri, meninjau pola perubahan. Prinsip dasar teori sistem adalah
bahwa setiap sistem diikat bersama oleh pertukaran informasi.20
Informasi sangat berpengaruh pada kedekatan sistem.
Pendekatan sistem sangat tergantung pada konsep sistem umpan balik
informasi. Sistem umpan balik informasi ini digunakan untuk maksud
pengendalian dan dapat digunakan tidak hanya sekedar bisnis, tetapi
juga pada bidang teknik, biologi, dan banyak macam sistem lainnya.
Keberhasilan sistem ini terletak pada komunikasi antar kelompok,
karena dengan adanya komunikasi yang baik, akan terjadi interaksi
yang dapat mengarahkan kelompok pada pemecahan masalah dengan
tepat. Keuntungannya antara lain pertemuan menjadi lebih produktif,
lebih efisien dalam penggunaan waktu, dan dapat memproduksi hasil
yang diinginkan dengan lebih sedikit pertemuan. Begitu juga dalam
laju organisasi, akan dapat berjalan baik apabila di dalamnya ada
hubungan yang harmonis.
Untuk menciptakan hubungan yang harmonis, di dalam
pelaksanaan tugas baik antar orang-orang dalam organisasi maupun
hubungan inter dengan orang-orang di luar organisasi perlu adanya
komunikasi. Komunikasi adalah alat untuk pengarahan, yakni
20 Kadarsah Suryadi, dan Ali Ramdhani, Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural
Idealisasi Dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung,
2002, h.9.
29
penerusan keterangan dari orang yang satu kepada orang lain sehingga
keterangan-keterangan tersebut dapat dipahami oleh si penerima.21
Komunikasi penting dalam hubungan pengarahan dari atasan pada
bawahan. Komunikasi hendaknya memakai bahasa yang dikenal
umum agar dapat diterima dengan mudah, baik bagi orang-orang di
dalam organisasi maupun orang-orang di luar organisasi.
Peran komunikasi selain memberikan pengakuan kepada yang
berwenang, juga agar setiap keputusan untuk tujuan organisasi dapat
diwujudkan.22 Penyatuan ide gagasan yang didapat dari komunikasi
membantu sasaran-sasaran organisasi. Komunikasi merupakan alat
dan juga merupakan cara dalam koordinasi untuk mencapai tujuan
organisasi, termasuk pula organisasi pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah.
Pendapat mengenai pentingnya koordinasi juga dikemukakan
oleh Sutarto, sebagai berikut23:
“ a. Menghindari perasaan lepas satu sama lain antara
satuan-satuan organisasi/antar pejabat yang ada
dalam organisasi.
b. Menghindari perasaan lepas/suatu pendapat bahwa
satuan organisasinya/jabatannya merupakan yang
paling penting.
c. Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan
antar satuan organisasi/pejabat.
d. Menghindari timbulnya perebutan fasilitas.
e. Menghindari terjadinya peristiwa waktu menunggu
yang memakan waktu yang lama.
21Ateng Syafrudin, Pengaturan Koordinasi Pemerintahan Di Daerah, Tarsito, Bandung, 1976,
h.197. 22Ibid., h.199. 23 Sutarto, Dasar-Dasar Organisasi, Gajah Mada, Yogyakarta, 1986, h.131.
30
f. Menghindari kemungkinan terjadi kekembaran
pekerjaan terhadap suatu aktivitas oleh satuan
organisasi/kekembaran pengerjaan terhadap tugas
oleh para pejabat.
g. Menghindari kemungkinan terjadinya kekosongan
pengerjaan terhadap suatu aktivitas oleh satuan-satuan
organisasi/kekosongan pengerjaan terhadap tugas oleh
pejabat.
h. Dapat ditumbuhkan kesadaran antara para pejabat
untuk saling bantu satu sama lain terutama antara
pejabat yang ada dalam satuan organisasi yang sama.
i. Dapat dijamin adanya kesatuan langkah antara para
pejabat.
j. Dapat dijamin adanya kesatuan tindakan antara para
pejabat.
k. Dapat dijamin adanya kesatuan sikap antara para
pejabat.
l. Dapat dijamin adanya kesatuan kebijakan antara para
pejabat.”
Koordinasi mempunyai peran penting yang harus berjalan
sebagai suatu penyelaras, kesatuan yang bulat dari unit-unit yang
saling berhubungan, saling menunjang, dan saling bergantung agar
berjalan mencapai tujuannya. Koordinasi diperlukan agar setiap
kegiatan instansi pemerintah atau pun swasta dapat mencapai
produktivitas yang berhasil guna dan berdaya guna. Hal ini perlu
karena keterpaduan dan keserasian semua usaha dan kegiatan,
pemikiran, dana dan daya guna dari semua pemegang fungsi
(unit/instansi) merupakan sesuatu kekuatan yang ampuh sehingga
kelemahan-kelemahan organisasi dapat teratasi. Koordinasi
mempunyai tujuan terciptanya efisiensi pelaksanaan tugas atau
pencapaian sasaran sehingga bisa menghindarkan kecenderungan
pemisah diri dari unit-unit yang dibentuk sebagai akibat adanya
spesialisasi fungsi dalam organisasi.
31
Kegiatan yang dapat mengikutsertakan banyak unit dan
beberapa orang ataupun beberapa instansi sangat memerlukan
koordinasi yang sehat dari segala kegiatan semua pihak tersebut akan
mengikuti koordinasi pekerjaan yang sehat dan menghasilkan rencana
yang tepat. Ini hanya dimungkinkan dalam organisasi yang baik dan
cara pendekatannya melalui komunikasi yang baik di dalam lingkup
organisasi sendiri, maupun orang-orang di luar organisasi yang baik.
Dalam mengkoordinasikan upaya pelaksaaan dan peyelenggaraan
ketenteraman dan ketertiban umum, Camat juga dibantu oleh beberapa
pihak, yaitu:
1. Kepolisian di wilayah kecamatan
Dalam menjaga ketertiban, camat dibantu oleh kepolisian
sektor (Polsek) yang dikepalai kepala Kepolisian Sektor
(Kapolsek). Untuk wilayah kecamatan kantor polisi yang ada di
sana biasanya disebut dengan Polsek. Polsek bertugas
menyelenggarakan tugas pokok dari Polri. Tugas dan wewenang
Polri meliputi24:
a. “Memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat.
b. Menegakkan hukum, dan
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepaa masyarakat,”
serta tugas-tugas Polri lain dalam daerah hukumnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
24 Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
32
2. Koramil
“Camat juga dibantu Komando Rayon Militer
(Koramil) yang dikepalai oleh Komandan Rayon
Militer (Danramil). Camat, Kapolsek, dan Danramil
disebut sebagai muspika (musyawarah pimpinan
kecamatan). Di kecamatan, tugas untuk menjaga
keutuhan wilayah dilaksanakan oleh Komando Rayon
Militer (Koramil). Mereka bertugas menjaga keutuhan
wilayah kecamatan dari segala gangguan dan
ancaman, baik itu yang datang dari luar maupun dari
dalam. Koramil merupakan bagian dari Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Komando Rayon Militer
atau biasa juga disebut Koramil adalah satuan tingkat
kecamatan dari TNI yang langsung berhubungan
dengan pejabat dan masyarakat sipil. Pemimpinnya
adalah Komandan Rayon Militer (Danramil). Dalam
upaya pertahanan keamanan, Tentara Nasional
Indonesia menganut doktrin Sistem Pertahanan
Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata) yang
diatur dalam UU No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara dinamakan Sistem Pertahanan Semesta yang
merupakan upaya pengerahan seluruh kekuatan
nasional untuk menjamin kelangsungan hidup bangsa
dan negara serta mengamankan segala usaha untuk
mencapai tujuan nasional.25
3. Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
Tokoh agama sebagai figur yang dapat diteladani dan dapat
membimbing, sehingga apa yang diperbuat mereka akan dipercayai
dan diikuti secara taat. Selain itu mereka sangat berperan dalam
membina umat beragama dengan pengetahuan dan wawasannya
dalam pengetahuan agama.
25 https://id.wikipedia.org/wiki/Komando_Rayon_Militer, diakses pada hari Senin, 23 Januari
2017, pada pukul 23.05 WIB.
33
Peran serta upaya yang harus dilakukan tokoh agama atau pemuka
agama, yaitu26 :
“ a. Jika melihat, mendengar atau mengetahui terjadi
kerawanan, mereka harus segera turun
kelapangan untuk mengidentifikasi kerawanan itu
apa masalahnya, dimana terjadi, waktu kejadian,
apa sebabnya dan siapa saja terlibat dalam
kerawanan tersebut.
b. Berusaha meminimalisir keadaan berdasarkan
kebijaksanaan pemerintah sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab selaku aparat
Departemen Agama. Kepala Desa berkonsultasi
dan berkoordinasi dengan Tripika, tokoh
agama/tokoh masyarakat setempat.”
Peran serta masyarakat akan sangat berarti dalam mewujudkan
kondisi yang aman dan nyaman dalam masyarakat. Warga Negara
memiliki kewajiban dalam menciptakan ketentertaman dan ketertiban
di lingkungan masyarakat seperti yang telah di atur pada UUD 1945
yang menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pertahanan dan ketenteraman negara. Warga
Negara juga memiliki peran penting dalam menciptakan ketenteraman
dan ketertiban.” Saat ini sistem ketenteraman dan ketertiban
lingkungan yang masih dipakai serta paling efisien adalah Pos Ronda,
merupakan sistem keamanan lingkungan yang di mana masyarakat
dapat berperan langsung dalam menciptakan ketenteraman dan
ketertiban lingkungan. Pos Ronda dapat menekan dan mengatasi
kriminalitas di sebuah lingkungan dan setiap anggota masyarakat yang
menempati lingkungan tersebut wajib menjaga ketenteraman dan
26 http://mochlasin31.blogspot.co.id/2014/01/berbagai-upaya-dalam-mewujudkan.html, diakses
pada hari Senin, 23 Januari 2017, pada pukul 22.08 WIB.
34
ketertiban lingkungan dengan menjalankan sistem piket yang di
jadwalkan setiap minggunya.
Uraian di atas dapat diketahui bahwa ketenteraman dan
ketertiban merupakan tanggung jawab bersama sebagai Warga
Negara, harus meningkatkan kesadaran akan kepedulian
ketenteraman dan ketertiban lingkungan, selain dengan dengan
meningkatkan kesadaran juga dengan melakukan tindakan
langsung seperti mengikuti sistem keamanan lingkungan yaitu Pos
Ronda. Berikut beberapa manfaat pos ronda dalam sistem
keamanan lingkungan di antaranya27 :
“ a. Menjaga keamanan dari pencurian, perampokan,
maupun pelanggaran lain yang melanggar
norma-norma hukum, norma susila, maupun
norma-norma yang berlaku di masyarakat
b. Sebagai upaya antisipasi dalam penanganan
masalah yang ditimbulkan karena adanya
ganguan keamanan masyarakat, musibah, dan
bencana alam.
c. Sebagai sarana mempererat tali silaturahmi antar
masyarakat, karena seluruh bagian dari
masyarakat setempat akan diikutsertakan dalam
jadwal roda siskamling dengan
penjadwalan/piket.
d. Meningkatkan rasa kebersamaan antar penghuni
suatu kampung / desa ataupun penduduk secara
umum yang tinggal dan atau menetap di
lingkungan setempat.”
Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) merupakan salah
satu usaha dalam rangka menjaga ketenteraman dan ketertiban dalam
27 http://www.dadangjsn.com/2015/06/pengertian-tujuan-fungsi-manfaat-ronda.html , diakses pada
hari Senin, 23 Januari 2017, pada pukul 22.30 WIB.
35
masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan kegiatan ataupun aktivitas
Siskamling, dilakukan dengan ronda. Ronda adalah berjalan
berkeliling (patroli) untuk menjaga ketenteraman dan ketertiban di
kampung/desa setempat baik dengan jalan kaki ataupun menggunakan
kendaraan bermotor. Dan dalam ronda biasanya terbagi menjadi
beberapa kelompok untuk berpatroli menyebar di setiap perumahan
warga yang termasuk dalam kampung/desa bersangkutan. Siskamling
(Sistem Keamanan Lingkungan) merupakan upaya bersama dalam
meningkatkan sistem ketenteraman dan ketertiban masyarakat yang
memberikan perlindungan dan pengamanan bagi masyarakat dengan
mengutamakan upaya-upaya pencegahan dan menangkal bentuk-
bentuk ancaman dan gangguan Kamtibmas (Ketenteraman dan
ketertiban Masyarakat).
Kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi di bidang
ketenteraman dan ketertiban, merupakan potensi pengamanan yang
perlu dilestarikan dan ditingkatkan guna menumbuhkembangkan sikap
mental, kepekaan dan daya tanggap setiap warga masyarakat dalam
mewujudkan ketenteraman dan ketertiban disetiap lingkungannya
masing-masing. Siskamling juga merupakan salah satu model Polmas
(Polisi Masyarakat) dalam memberikan komunikasi serta informasi
secara eksternal (dari dan bagi masyarakat) dalam rangka menciptakan
ketenteraman dan ketertiban masyarakat di setiap waktu dan
merupakan potensi pengamanan yang berazaskan gotong royong dan
36
kerjasama yang menjiwai dalam setiap kehidupan masyarakat
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan rasa tentram.
Siskamling juga merupakan suatu kesatuan komponen yang
saling bergantung dan berhubungan, saling mempengaruhi untuk
mendapatkan hasil daya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rasa
tentram dan tertib masyarakat dalam upaya mendukung terwujudnya
masyarakat yang adil, makmur dan beradab yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Menumbuhkembangkan sikap mental serta
meningkatkan kepekaan masyarakat dan daya tanggap setiap warga
masyarakat, dalam mewujudkan ketenteraman dan ketertiban
lingkungannya masing-masing. Tujuan utama menciptakan kondisi
ketenteraman dan ketertiban masyarakat, serta rasa aman
dilingkunganya masing-masing dan terwujudnya kesadaran warga
masyarakat di lingkungannya dalam penanggulangan terhadap setiap
kemungkinan timbulnya gangguan kamtibmas maupun bencana alam.
Oleh karena itu, hendaknya sebagai anggota masyarakat
sekaligus sebagai warga negara Indonesia yang baik untuk
berpartisipasi aktif dalam upaya bela negara, salah satunya dengan
berpartisipasi dalam menjaga ketenteraman dan ketertiban dengan
melaksanakan ronda/siskamling berdasarkan jadwal yang telah
ditetapkan oleh perangkat desa dalam hal ini ketua RT setempat.
37
B. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
a. Kondisi Wilayah
Sebagaimana penulis kemukakan di metode penelitian
bahwa penelitian ini dilakukan di wilayah kecamatan
Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura. Oleh karena itu,
yang pertama akan dikemukakan adalah kondisi wilayah
penelitian, yang kedua kondisi budaya carok di Kecamatan
Batumarmar, dan yang ketiga peran camat dalam menciptakan
koordinasi ketenteraman dan ketertiban.
Dari tiga belas kecamatan, Batumarmar merupakan
wilayah terluas yaitu 12% dari total kabupaten. Dari luas yang
dimiliki hanya sekitar 7% saja yang menjadi lahan bukan
pertanian. Beberapa sungai mengalir di kabupaten Pamekasan
yang bermuara di laut Jawa untuk wilayah utara dan menuju
selat Madura yang mengalir di wilayah selatan. Luas area sawah
yang mendapat pasokan air dari daerah irigrasi sebanyak 7000
hektar lebih. Untuk daerah yang terletak di perbukitan umunya
mengandalkan air hujan untuk pertanian meskipun juga
beberapa mengusahakan sumur pompa untuk usaha
mendapatkan air. Data curah hujan dan hari hujan selama tahun
2015 menunjukkan bulan Januari mempunyai hari hujan
terbanyak rata-rata 14 hari disusul bulan April, Februari dan
38
Maret. Sedangkan curah hujan rata-rata diatas 300 mm pada
bulan Januari dan Februari kemudian menurun pada bulan
Maret-Mei.
Pemerintahan di tingkat desa di Pamekasan didominasi
kepala desa laki-laki, yaitu dari 178 desa sebanyak 74%nya
merupakan kepala desa berjenis kelamin laki-laki. Kemudian
dari sisi pendidikan masih ada beberapa kepala desa yang
mempunyai ijasah SLTP sederajat, namun demikian hampir tiga
perempatnya merupakan kepala desa yang mempunyai
pendidikan tinggi.
Tugas dan fungsi camat diatur di dalam Pasal 8 Peraturan
Bupati Pamekasan Nomor 74 Tahun 2016 meliputi:28
(1) Camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
a mempunyai tugas melaksanakan dan
meningkatkan koordinasi penyelenggaraan
pemerintah, pelayanan publik, dan pemberdayaan
masyarakat Desa dan/atau Kelurahan serta tugas
yang dilimpahkan oleh Bupati untuk melaksanakan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah.
(2) Camat dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh perangkat
kecamatan.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1), Camat menyelenggarakan fungsi:29
a. Penyelenggaraan urusan pemerintahan umum.
b. Pengkoordinasian kegiatan pemberdayaan
masyarakat.
28 Pasal 8 Peraturan Bupati Pamekasan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Kecamatan. 29 Pasal 9 Peraturan Bupati Pamekasan Nomor 74 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi, serta Tata Kerja Kecamatan.
39
c. Pengkoordinasian upaya penyelenggaraan
ketentertaman dan ketertiban umum.
d. Pengkoordinasian penerapan dan penegakan
Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati.
e. Pengkoordinasian pemeliharaan prasarana dan
sarana pelayanan umum.
f. Pengkoordinasian penyelenggaran kegiatan
pemerintahan yang dilakukan oleh Perangkat Daerah
di tingkat Kecamatan.
g. Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
kegiatan Desa dan/atau Kelurahan.
h. Pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah yang tidak dilaksanakan oleh unit
kerja Perangkat Daerah di Kecamatan.
i. Pelaksanaan administrasi Kecamatan dan,
j. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati
sesuai dengan bidang tugas dan fungsinya.
Struktur Organisasi Kecamatan:
Sumber: Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura.
1) Seksi Pelayanan Umum
Seksi Pelayanan Umum mempunyai tugas pokok
membantu Camat dalam dalam pelaksanaan tugas di bidang
Pelayanan Umum yaitu pemberian sarana dan prasarana
CAMAT
SEKRETARIS
KECAMATAN
SEKSI
KETENTRAMAN
DAN KETERTIBAN
SEKSI
PEMERINTAHAN
SEKSI
PELAYANAN
UMUM
SEKSI
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT
DAN DESA
SEKSI
KESEJAHTERAAN
SOSIAL
DESA / KELURAHAN
40
pelayanan kelistrikan, kebersihan, jalanan umum, tata
ruang, serta permukiman.
2) Seksi pemerintahan
Seksi Pemerintahan mempunyai tugas utama yaitu
memimpin, merencanakan, mengkoordinasikan serta
mengawasi jalannya kegiatan pemerintah, serta administrasi
kependudukan dan pertanahan di wilayah kecamatan.
3) Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Seksi Pemberdayaan Masyarakat melaksanakan tugas
pokok penyelenggaraan sebagian urusan otonomi daerah di
bidang pemberdayaan masyarakat di Kecamatan. Bidang
Pemberdayaan Kader pembangunan desa dipimpin oleh
seorang Kepala Sub Bidang yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Bidang pemberdayaan
kelembagaan Masyarakat. Sub Bidang Pemberdayaan
Kader Pembangunan Desa mempunyai tugas pokok
membantu Kepala Bidang Pemberdayaan Kelembagaan
Masyarakat dalam melaksanakan pemberdayaan Kader
Pembangunan desa.
4) Seksi Kesejahteraan Sosial
Seksi Kesejahteraan Sosial mempunyai tugas untuk
membantu Camat dalam melaksanakan tugasnya di bidang
41
pemerintahan umum, Pemerintahan Kelurahan/Desa,
Penataan lingkungan hidup dan pertanahan.
5) Seksi Ketentraman dan Ketertiban
Seksi Ketentraman dan Ketertiban mempunyai tugas
untuk membantu Camat dalam melaksanakan tugasnya
dibidang penegakan peraturan daerah, pendidikan politik,
pembinaan kesatuan bangsa, perlindungan masyarakat, serta
penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban serta
penanggulangan bencana alam.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota atau antara
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, diatur dengan Undang-
Undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah.
b. Budaya Carok di Kecamatan Batumarmar
Kata budaya berasal dari kata buddhayah sebagai bentuk
jamak dari buddhi (Sanskerta) yang berarti ‘akal’.30
Kebudayaan=cultuur dalam bahasa Belanda, culture dalam
bahasa Inggris, tsaqafah dalam bahasa Arab, berasal dari
perkataan Latin: “colere” yang artinya mengolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah
atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture
30 Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, PT. Gramedia, Jakarta, 1974,
h.80.
42
sebagai “segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan
mengubah alam”. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya,
kebudayaan dan budaya itu diartikan sama.31 Kebudayaan terdiri
dari nilai-nilai, kepercayaan, dan persepsi abstrak yang berada di
balik perilaku manusia, dan yang tercemin dalam perilaku.
Konsep kebudayaan dikembangkan oleh para ahli antropologi.
Definisi pertama yang sungguh jelas dan komprehensif berasal
dari ahli antropologi Inggris, Sr. Edward Burnett Tylor. Tylor
mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral,
kebiasaan dan lain-lain. Kecakapan dan kebiasaan yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.32
E.B Taylor dalam bukunya Primitive Culture kebudayaan
adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat-
istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh
seseorang sebagai anggota masyarakat.33 Dapat ditarik
kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia
untuk mencapai kesempurnaan hidup. Hasil buah budi (budaya)
manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam:
“ 1) Kebudayaan material (lahir), yaitu kebudayaan
yang berwujud kebendaan, misalnya: rumah,
31 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan Jakarta, Cet. kelima,
1980, h.195. 32 William A Haviland, Antropologi, Erlangga, Jakarta, 1999, h. 331-332. 33 Tylor, E.B. 1974. Primitive Culture: Researches into The Development of Mythology,
Philosophy, Religion, Art, and Custom. New York: Gordon Press. First published in 1871, h.30.
43
gedung, alat-alat senjata, mesin-mesin, pakaian
dan sebagainya.
2) Kebudayaan immaterial (spiritual=batin),
yaitu: kebudayaan, adat istiadat, bahasa, ilmu
pengetahuan dan sebagainya.
Kebudayaan menurut ilmu antropologi pada hakikatnya
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar.34 Kebudayaan dapat berubah
sesuai dengan kondisi masyarakat yang menyandang
kebudayaan tersebut. Tidak ada kebudayaan yang tidak berubah
dalam hidup masyarakat. Kebudayaan dapat dijadikan standar
atau pedoman berperilaku dalam masyarakat. Hal ini akan
memberi makna pada hubungan-hubungan sosial yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Kebudayaan sebagai seperangkat
aturan atau standar dalam berperilaku masyarakat bisa saja
berbeda.
Hal ini didasarkan pada kesesuaian kebutuhan,
kepentingan, dan tujuan dari suatu masyarakat. Kebudayaan
memuat tata aturan berperilaku bagi setiap individu di dalam
masyarakat, sehingga terciptalah norma-norma sebagai
pengendali perilaku individu dalam bermasyarakat. Kebudayaan
bukan perilaku yang terlihat, tetapi berupa nilai-nilai dan
kepercayaan yang digunakan oleh manusia untuk menimbulkan
dan mencerminkan suatu perilaku. Maka definisi budaya
34 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta, Jilid I, Jakarta 1996, h.72.
44
modern, kebudayaan adalah seperangkat peraturan yang apabila
dipenuhi oleh para anggota masyarakat, akan menghasilkan
perilaku yang dianggap layak dan dapat diterima oleh para
anggotanya.35 Harga diri merupakan sebuah pencitraan
seseorang untuk dijaga dan dijunjung tinggi nilainya. Banyak
masalah mengenai harga diri yang membuat perubahan tingkah
laku pada seseorang. Hal ini dilakukan untuk membela atau
menangani problem tersebut untuk tetap menjaga harga dirinya
dihadapan banyak orang agar tetap bernilai. Begitulah
masyarakat Madura melakukannya dengan Carok. Carok adalah
pemulihan harga diri ketika diinjak- injak oleh orang lain, yang
berhubungan dengan harta, tahta dan wanita. Intinya adalah
demi kehormatan.
Carok sebagai satu-satunya cara yang dianggap oleh
masyarakat Madura sebagai cara untuk mempertahankan harga
diri, tidak dapat dipahami sedemikian rupa dengan masyarakat
lain di luar Madura. Hal ini menunjukkan bahwa budaya carok
bersifat relatif, yang berarti bahwa carok merupakan satu-
satunya cara yang memenuhi rasa keadilan dalam
menyelesaikan suatu masalah atau perselisihan bagi masyarakat
Madura, akan tetapi tidak sama halnya dengan masyarakat lain
di luar Madura. Carok inilah yang disebut sebagai sebuah
pembelaan dan perlawanan pada masyarakat Madura. Seperti
35 Siti Gazalba, Pengantar Kebudayaan sebagai Ilmu, Pustaka Antara, Jakarta, 1968, h.333.
45
semboyan yang berbunyi “ango’an poteya tolang etembang
poteya mata” dengan arti lebih baik mati daripada harus
menanggung perasaaan malu. Falsafah tersebut mengandung
makna bahwa kehormatan orang Madura adalah segala-galanya,
hal ini terbukti dengan adanya kasus carok yang telah terjadi
dengan alasan membela harga diri dan kehormatan pribadi
dengan rela mempertaruhkan nyawanya.
Carok merupakan tradisi bertarung yang disebabkan
karena alasan tertentu yang berhubungan dengan harga diri
dengan menggunakan senjata yaitu celurit. Celurit merupakan
senjata tradisional yang berasal dari Jawa Timur khususnya
Madura, senjata ini memiliki bentuk yang melengkung seperti
bulan sabit. Celurit di gunakan sebagai senjata untuk membacok
atau menebas.36 Tidak ada peraturan resmi dalam pertarungan
ini karena carok merupakan tindakan yang dianggap negatif dan
kriminal serta melanggar hukum. Ini merupakan cara
masyarakat Madura dalam mempertahankan harga diri dan
keluar dari masalah. Biasanya carok merupakan jalan terakhir
yang ditempuh oleh masyarakat Madura dalam menyelesaikan
suatu masalah. Carok biasanya terjadi jika menyangkut masalah-
masalah yang menyangkut kehormatan/harga diri bagi orang
Madura sebagian besar karena masalah perselingkuhan dan
harkat martabat/kehormatan keluarga, dan apabila harkat
36 Hamid Bahri, Kitab Budaya Nusantara, DIVA Press, Yogyakarta, 2011, h.77.
46
martabat itu diinjak-injak oleh orang lain, maka yang dirasakan
mereka adalah malu yang dianggap suatu pelecehan, sehingga
mereka melakukan carok terhadap orang yang telah melecehkan
itu.37
Banyak yang menganggap carok adalah tindakan keji dan
bertentangan dengan ajaran agama, meski masyarakat Madura
sendiri kental dengan agamanya, yaitu Islam pada umumnya,
namun masyarakat Madura sebagian masih memegang teguh
terhadap falsafah orang Madura, yaitu Ango’an poteyah tolang
etembeng poteya mata (lebih baik putih tulang dari pada putih
mata), sehingga secara individual banyak yang masih
memegang tradisi Carok yang telah turun-temurun di wariskan
oleh nenek moyang masyarakat Madura.
Ketika carok terjadi, yang dimaksud dengan pelaku carok
melibatkan kedua belah pihak, baik pihak yang merasa harga
dirinya dilecehkan maupun pihak yang dianggap melakukan
pelecehan itu. Apabila seorang laki-laki yang dilecehkan harga
dirinya, tetapi kemudian tidak berani melakukan carok, orang
Madura akan mencemoohnya bukan seorang laki-laki. Bahkan
beberapa informan justru menyebutnya sebagai bukan orang
Madura. Jadi, orang Madura melakukan carok, bukan karena
semata-mata tidak mau dianggap sebagai penakut meskipun
37 A.Latif Wiyata, Op.Cit., h.170.
47
sebenarnya takut mati tapi juga agar tetap dianggap sebagai
orang Madura.
Carok salah satu cara orang Madura untuk
mengekspresikan identitas etnisnya. Itu semua semakin
memperkuat anggapan bahwa carok bukan tindakan kekerasan
pada umumnya, tetapi tindakan dengan makna-makna sosial
budaya sehingga harus dipahami sesuai dengan konteksnya.
Carok adalah suatu bentuk kekerasan yang memiliki latar dan
pesan kultural yang maknanya dapat terungkap bila carok dilihat
dari konteks lingkungan sosial-budaya masyarakat Madura.
Carok selalu berawal dari konflik yang melibatkan unsur
pelecehan harga diri, maka dalam kultur Madura berkaitan
dengan konsep malu, yaitu ketika seseorang dianggap tidak
diakui atau diturunkan kapasitas dirinya sehingga dia merasa
“tade’ ajhina” (tidak ada harganya).
Di Kecamatan Batumarmar Pamekasan Madura, terdapat
13 Desa yang berada di dalam Kecamatan tersebut, antara lain:
Desa Bujur Barat, Desa Pangerreman, Desa Bangsereh, Desa
Lesong Laok, Desa Ponjanan Barat, Desa Ponjanan Timur, Desa
Kapong, Desa Lesong Daya, Desa Batubintang, Desa Blaban,
Desa Tamberu, Desa Bujur Tengah, dan Desa Bujur Timur.
Carok maupun tindakan kekerasan lainnya dikategorikan
sebagai tindakan kriminal yang melanggar Pasal 338 dan 340
KUHP (pembunuhan), serta Pasal 351 sampai dengan Pasal 355
48
KUHP (Penganiayaan berat termasuk juga pembunuhan).
Seperti data pada tabel dibawah ini, tentang tindakan kekerasan
yang terjadi di Kecamatan Batumarmar kiranya dapat digunakan
sebagai gambaran umum tentang banyaknya kasus kriminal.
Oleh karena itu, tindakan kriminal ini selalu dirujuk pada Pasal
KUHP tersebut.38
Tabel.1 Data Kasus Kriminalitas yang Berkaitan dengan Perilaku
Carok di Kecamatan Batumarmar
Kabupaten Pamekasan Madura Tahun 2011-2015
NO TAHUN DESA KEJADIAN JUMLAH
1. 2011 TAMBERU 1 1
2. 2012 BUJUR TIMUR
TAMBERU
BUJUR BARAT
BLABAN
LESONG DAYA
SOTABAR
1
1
1
1
1
1
6
3. 2013 BATU BINTANG
BLABAN
2
1
3
4. 2014 BLABAN 1 1
5. 2015 BUJUR TENGAH
LESONG DAYA
1
1
2
Sumber: Polsek Tamberu, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten
Pamekasan Madura39.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa telah terjadi Kasus
Kriminal di 8 desa dari kecamatan Batumarmar, Kabupaten
Pamekasan Madura.
38 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 39 Polsek Tamberu, Kecamatan Batumarmar, Kabupaten Pamekasan Madura.
49
1) Tahun 2011:
a) Pada hari Sabtu, tanggal 26 November 2011 pada pukul
14.00 WIB, di Dusun Karang Barat Desa Tamberu
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Penganiayaan. Pelaku
membacok korban yang bernama KH.Isbat Jauhari dan
Dullah dengan cara menggunakan senjata tajam celurit.
Tindak pidana Penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351
ayat (1), (4) KUHP. Kasus ini termasuk sebagai
perilaku carok, karena pelaku melakukan aksinya
dengan balas dendam dengan korban, karena korban
telah mengganggu istri pelaku. Telah disebutkan bahwa
carok dapat terjadi karena mengganggu istri orang. Hal
ini yang melatarbelakangi pelaku membacok korban
untuk mengembalikan harga dirinya yang telah injak-
injak. Tetapi pada saat kejadian, ada seorang temannya
yang ingin menghalangi niatnya dengan membacok
korban. Tidak lama dari kejadian tersebut, pelaku juga
ikut menganiaya teman korban. Sehingga pelaku
melakukan penganiayaan dengan korban dan teman
korban dalam waktu yang bersamaan. Dalam kejadian
ini, dapat dikatakan bahwa pelaku masih menggunakan
tradisi carok untuk menyelesaikan suatu masalah.
50
2) Tahun 2012:
a) Pada hari Sabtu, tanggal 7 Januari 2012 pada pukul
21.00 WIB, di Dusun Songai Rajeh Desa Bujur Timur
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Penganiayaan yang
mengakibatkan meninggal dunia. Para pelaku
mengeroyok korban yang bernama Razak dengan cara
memukul memakai alat berupa kayu usuk dan batu
gunung. Tindak pidana penganiayaan ini
mengakibatkan korban meninggal dunia diatur di dalam
Pasal 351 ayat (3) KUHP.
b) Pada hari Senin, tanggal 27 Februari 2012 pada pukul
13.00 WIB, di Desa Tamberu Kecamatan Batumarmar
Kabupaten Pamekasan Madura telah terjadi tindak
pidana Penganiayaan. Pelaku melakukan penganiayaan
dengan memukul korban yang bernama Sartika berkali-
kali, sehingga korban mengalami luka-luka di bibir dan
di hidung. Tindak pidana Penganiayaan ini diatur
dalam Pasal 351 ayat (1), KUHP.
c) Pada hari Senin, tanggal 2 Juli 2012 pada pukul 23.00
WIB, di Sungai kering Dusun Serpet Tengah Desa
Bujur Barat Kecamatan Batumarmar Kabupaten
Pamekasan Madura telah terjadi tindak pidana pidana
Pembunuhan dan atau Penganiayaan yang
51
mengakibatkan meninggalnya seseorang. Pada waktu
korban yang bernama Masidin ingin mengambil Sanyo
(pompa air merk Panasonic) yang berada di sawahnya
sekitar pukul 22.00 WIB, setelah itu korban ditemukan
meninggal dunia pada pagi harinya Selasa, 3 Juli 2012
sekitar pukul 07.00 WIB dengan luka memar dan
kelopak mata bengkak yang diakibatkan oleh benda
tumpul. Tindak pidana Pembunuhan dan atau
Penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal
dunia ini diatur dalam Pasal 338 Subs 351 ayat (3)
KUHP.
d) Pada hari Minggu, tanggal 15 Juli 2012 pada pukul
13.00 WIB, di rumah pelapor di Dusun LouPao Daya
Desa Blaban Kecamatan Batumarmar Kabupaten
Pamekasan Madura telah terjadi tindak pidana
Penganiayaan dan atau pengrusakan. Pada waktu itu
tanpa ada masalah apapun pelaku merusak rumah
pelapor yang bernama Ali bin Yusup dengan cara
memecahkan kaca rumah korban dengan menggunakan
linggis, dan melakukan penganiayaan terhadap korban
dengan cara melempar batu. Tindak pidana
penganiayaan dan atau pengrusakan ini diatur di dalam
Pasal 351 Subs 406 KUHP.
52
e) Pada hari Kamis, tanggal 26 Juli 2012 pada pukul 08.00
WIB, di Dusun Sangoleng Desa Lesong Daya
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Pembunuhan dan atau
Penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal
dunia. Pada waktu itu kurang lebih pukul 08.00 WIB
korban yang bernama Halil ditemukan warga dalam
keadaan sudah meninggal dunia di tandon (tempat
penyimpanan air) sawah milik korban, pada waktu
ditemukan koran berada di dalam kolam tandon
sedangkan istrinya yang bernama Hj. Sanah ditemukan
ditempat penggalian batu bata dengan badan telungkup
dan sudah meninggal dunia. Tindak pidana
Pembunuhan dan atau Penganiayaan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia ini diatur
dalam Pasal 338 Subs 351 ayat (3) KUHP.
f) Pada hari Rabu, tanggal 1 Agustus 2012 pada pukul
16.00 WIB, di Dusun Sumber Batu Desa Sotabar
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Penganiayaan. Pelaku
melakukan penganiayaan dengan cara menggunakan
sebatang besi dari arah belakang mengenai kepala
korban. Tindak pidana Penganiayaan ini diatur dalam
Pasal 351 KUHP.
53
3) Tahun 2013:
a) Pada hari Jumat, tanggal 19 April 2013 pada pukul
17.30 WIB, di Dusun Desa Batubintang Kecamatan
Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura telah
terjadi tindak pidana Penganiayaan ringan. Pada waktu
korban yang bernama Imroatul Hasanah baru turun dari
mobil bersama pelaku, tiba tiba pelaku langsung
menampar korban. Tindak pidana Penganiayaan ringan
ini diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP.
b) Pada hari Sabtu, tanggal 27 Juli 2013 pada pukul 20.00
WIB, di Dusun LonPeiie Daya Desa Batubintang
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Penganiayaan. Pada waktu
korban yang bernama Atro berada di emperan
rumahnya kemudia datang pelaku menusuk dada bagian
kiri korban dengan menggunakan sebuah keris. Tindak
pidana Penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351 KUHP.
c) Pada hari Rabu, tanggal 22 November 2013 pada pukul
10.00 WIB, di Rumah korban di Dusun LonPao Daya
Desa Blaban Kecamatan Batumarmar Kabupaten
Pamekasan Madura telah terjadi tindak pidana
Penganiayaan. Pada waktu itu pelaku datang ke rumah
korban yang bernama Moh Hasan Baitullaoh bertanya
masalah HP milik teman pelaku yang hilang, pelaku
54
kemudian langsung memukul korban dan mengenai
bibir korban dan mengalami luka robek. Tindak pidana
Penganiayaan ini diatur dalam Pasal 170 atau 351
KUHP.
4) Tahun 2014:
a) Pada hari Sabtu, tanggal 31 Mei 2014 pada pukul 08.30
WIB, di Rumah korban Dusun LomPao tengah Desa
Blaban Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan
Madura telah terjadi tindak pidana Penganiayaan. Pada
waktu korban yang bernama Siseh dan suaminya yang
bernama Bengok berada di amperan rumahnya sedang
duduk-duduk. Kemudian pelaku datang ke korban
langsung menyerang Bengok menggunakan sebilah
golok dan kayu. Siseh dan Bengok masuk ke dalam
rumah menutup pintu, kemudian pintu dirusak dengan
melemparkan batu, sampai pintu rusak dan roboh. Lalu
korban menyerang dengan sebilah golok. Tindak
pidana Penganiayaan ini diatur dalam Pasal 351 ayat
(2) KUHP.
5) Tahun 2015:
a) Pada hari Minggu, tanggal 30 Agustus 2015 pada pukul
18.00 WIB, di Dusun Nomeh Desa Bujur Tengah
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Pembunuhan. Pada waktu itu
55
sekitar kurang lebih pukul 06.00 WIB korban yang
bernama Buramin ditemukan oleh warga sudah
meninggal dunia di belakang rumah korban di bawah
pohon bambu dalam keadaan telungkup dengan luka
pada wajah. Tindak pidana Pembunuhan ini diatur
dalam Pasal 338 KUHP.
b) Pada hari Jumat, tanggal 16 Oktober 2015 pada pukul
21.30 WIB, di Dusun Brumbung Desa Lesong Daya
Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
telah terjadi tindak pidana Pembunuhan. Pada waktu
korban yang bernama Safi’i pulang dari memasak di
hajatan tetangganya yang bernama Kardin, diduga
korban dibunuh namun korban tidak diketemukan.
Tindak pidana Pembunuhan ini diatur dalam Pasal 338
KUHP.
Untuk menanggulangi kriminalitas di kalangan orang
Madura, pemerintah memiliki peran yang sangat penting yang
tidak serta merta terlepas dari keberadaan budaya Carok dalam
negara kita khususnya di Madura. Penegak hukum sudah
seharusnya memberlakukan dan menerapkan hukum secara
konsisten agar segala tindakan benar-benar dapat menjamin rasa
aman serta memenuhi rasa keadilan terhadap masyarakat lokal.40
40 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura, Penerbit Pilar Media, Yogyakarta, 2007, h.250.
56
Dari hasil penelitian di Kecamatan Batumarmar, ada
beberapa kasus yang terjadi di beberapa desa. Melihat fakta
yang ada pada Kecamatan Batumarmar, lebih menjunjung tinggi
harga diri atau martabat mereka dimuskilkan. Dan jika ada yang
melakukan kriminalitas seperti yang di sebutkan di atas, maka
harus dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
2. Peran Camat dalam Menciptakan Koordinasi Ketenteraman dan
Ketertiban
Dalam rangka peran camat menciptakan koordinasi
ketenteraman dan ketertiban, dilakukan dengan cara:
a. Mengadakan pertemuan atau rapat yang diadakan sebulan sekali
yang dilaksanakan pada awal bulan minggu pertama. Rapat yang
dilakukan ini tidak tergantung dari tanggalnya, karena bisa saja
terjadi tanggal merah atau bukan hari kerja.
1) Pertemuan atau rapat di sini membahas agar semua kepala
desa diaktifkan kembali sehingga dapat bekerja semaksimal
mungkin.
2) Mengadakan sosialisasi atau penyuluhan kepada seluruh
kepala desa dengan diaktifkannya kembali siskamling yang
belum berjalan dengan maksimal.
3) Biaya yang digunakan untuk menjaga ketenteraman dan
ketertiban diambil dari dana ADD (Alokasi Dana Desa).
b. Melakukan koordinasi dengan beberapa pihak yang terkait dalam
menciptakan ketenteraman dan ketertiban.
57
Camat mengundang beberapa pihak untuk
mengkondusifkan Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan
Madura, Koordinasi tersebut dilakukan dengan menggunakan
surat, telepon, maupun pertemuan yang dilakukan secara
langsung. Pihak yang terkait yaitu:
1) Kecamatan, di sini mengundang dari seksi ketentraman dan
ketertiban yang merupakan tugas utama dari seksi tersebut.41
2) Kapolsek, yang bertugas untuk memelihara ketenteraman dan
ketertiban masyarakat, sebagai penegak hukum, serta
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.42
3) Koramil, untuk menjaga keutuhan yang ada di wilayah
kecamatan Batumarmar.43
4) Tokoh Agama dan Mayarakat, yang mayoritasnya beragama
Islam kemudian mengundang ulama-ulama atau pemuka
agama untuk memberikan wawasan keagamaan atau dengan
memberikan ceramah kepada seluruh masyarakat dan
melakukan pembinaan terhadap akhlak dan perilaku
mayarakat yang masih menyimpang dari aturan hukum dan
norma yang ada.44
41 Wawancara dengan bapak Kusairi Camat Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura pada
tanggal 15 Desember 2016 pukul 10.00 WIB. 42 Wawancara dengan bapak Djunaidi Tirto Atmojo Kapolsek Batumarmar Kabupaten Pamekasan
Madura pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 10.45. 43 Wawancara dengan bapak Hariyanto Danramil Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura
pada tanggal 15 Desember pukul 13.15. 44 Wawancara dengan bapak KH. Baihaki Bustomi tokoh agama dan tokoh masyarakat yang
diwakilkan pada tanggal 15 Desember 2016 pukul 16.00.
58
c. Jika dalam hal ini ada beberapa pihak terkait tidak dapat hadir
rapat, maka dapat digantikan dengan anggota lainnya yang diberi
tugas atau kepercayaan untuk menggantikan rapat tersebut.
Adapun langkah-langkah preventif (mencegah) yang
dilakukan oleh Camat Kecamatan Batumarmar, antara lain :
1) Melakukan pembinaan kepada keluarga korban dan
masyarakat setempat untuk sadar dan taat hukum agar tidak
terulangi lagi serta segera melaporkan setiap terjadinya
kejadian.
2) Melakukan koordinasi dengan instansi-instansi penting,
antara lain: pihak Kapolsek, pihak Koramil, tokoh agama dan
tokoh masyarakat setempat dan sekitarnya.
3) Bekerjasama dengan tokoh ulama atau agama dengan
menghadirkan ulama-ulama berpengaruh dan Muspida
dengan mengundang masyarakat setempat dan masyarakat
sekitarnya.
4) Menempatkan personel di Tempat Kejadian Perkara (TKP)
untuk melakukan pengamanan.
Faktor-faktor untuk menjaga ketenteraman dan ketertiban:
1. Peran camat:
a. Adanya inisiatif camat dalam mengadakan pertemuan.
b. Adanya kerja sama dengan beberapa pihak terkait.
59
c. Adanya komunikasi yang baik dalam mengadakan
koordinasi kepada bagian yang bersangkutan sehingga
terciptanya koordinasi yang baik tentunya akan
mempermudah terwujudnya ketentraman dan ketertiban
dikalangan masyarakat.
2. Peran Polsek:
a. Menempatkan beberapa personel di Tempat Kejadian
Perkara (TKP).
b. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
yang diselenggarakan dari pihak kepolisian dengan
memberikan penyuluhan untuk sadar hukum, serta taat
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.
3. Peran TNI:
a. Menjaga keutuhan dan mempertahankan keutuhan
NKRI dari ancaman yang datang dari dalam dan luar.
4. Peran tokoh agama:
a. Mengadakan ceramah-ceramah tentang wawasan
keagamaan kepada seluruh masyarakat Kecamatan
Batumarmar.
b. Melakukan pembinaan terhadap akhlak dan perilaku
masyarakat.
5. Peran tokoh masyarakat:
a. Berpartisipasi secara aktif dalam berbagai kegiatan
mengenai pemeliharaan ketentraman dan ketertiban.
60
Contohnya dengan melakukan pos ronda secara aktif
sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Dalam wawancara penulis dengan narasumber langsung dari
Kecamatan Batumarmar yang menjelaskan tentang bagaimana peran
camat dalam menciptakan koordinasi ketenteraman dan ketertiban.
Dalam penjelasan dari narasumber, faktor-faktor yang mengakibatkan
terjadinya perilaku carok antara lain karena harga diri, yang dimaksud
dengan harga diri disini adalah pelecehan terhadap orang Madura.
Karena orang Madura sendiri tidak suka harga dirinya direndahkan
atau dilecehkan. Harga diri ini sebagai salah satu faktor yang utama
terjadinya carok. Kedua karena istri, istri disini dalam kaitannya
merebut istri seseorang yang bukan menjadi haknya. Dan yang ketiga
tentang kepemilikan barang, yang dimaksud disini yaitu mencuri
barang orang lain. Yang terakhir yaitu mengusik perasaan dalam arti
menyinggung perasaan orang tersebut.45
Sebagaimana wawancara diatas, perlu adanya proses yang
berkesinambungan antara pemerintah setempat, kepolisian, koramil
dan tokoh agama dan masyarakat dalam memberikan sosialisasi
tentang dampak negatif dari tindakan Carok kepada masyarakat
sekitar. Serta memanfaatkan semaksimal mungkin aturan yang
45 Wawancara dengan bapak Kusairi Camat Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura pada
tanggal 15 Desember 2016 pukul 10.00 WIB.
61
berkaitan dengan larangan tindakan Carok yang bertentangan dengan
nilai-nilai pancasila (Dasar Negara).46
C. ANALISIS
Dari data yang ada di atas, menyebutkan bahwa carok mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari data yang ada pada
halaman 48. Dengan adanya penurunan ini menunjukkan bahwa camat telah
berhasil melaksanakan peran dalam koordinasi ketenteraman dan ketertiban
di Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan Madura. Koordinasi ini
dilakukan dengan cara pembagian tugas yang baik terhadap seluruh
perangkat kecamatan dan seluruh pihak dengan tugasnya masing-masing
yang berbeda. Koordinasi ini sangat penting karena segala hambatan atau
kendala dapat dengan mudah diatasi melalui keterlibatan para pihak untuk
memberikan bantuan dan kerjasamanya terutama dalam ketenteraman dan
ketertiban.
Dalam tindakan kriminal di atas, camat sudah melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya dengan baik, walaupun masih terdapat budaya carok
yang diterapkan satu kali dalam tahun 2011, dengan alasan mengganggu
istri sang pelaku. Kasus ini dilakukan atas dasar ingin melakukan balas
dendam dengan seseorang yang telah mengganggu istrinya. Terkait hal ini,
masyarakat setempat masih menggunakan budaya carok untuk
menyelesaikan suatu masalah. Sehingga masyarakat setempat masih
terbawa dengan budayanya yang terdahulu. Tetapi hal ini menjadi perhatian
46 Wawancara dengan Kepala Kecamatan Batumarmar, Batumarmar, 26 Agustus 2016, pukul
10.15 WIB.
62
khusus camat agar pada tahun-tahun selanjutnya budaya ini tidak
dilaksanakan kembali, karena dapat merugikan masyarakat Madura pada
umunya. Sehingga kasus carok ini semakin berkurang dari tahun ke tahun
dan bahkan sudah tidak dilakukannya lagi.
Carok merupakan suatu kebudayaan yang menjadi ciri khas atau
sudah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Madura. Masyarakat
Madura terkenal dengan kepribadian mereka yang sangat menjunjung tinggi
harga diri. Meskipun seseorang telah berniat akan melakukan carok dengan
cara membunuh, jika dalam kenyataannya tidak ada korban mati atau luka-
luka parah, maka ia belum dapat disebut melakukan carok. Hal ini
menunjukkan bahwa koordinasi dengan berbagai bidang terkait dalam
upaya rasa tentram dan tertib oleh masyarakat, memberikan kepastian
hukum terhadap masyarakat yang melanggar aturan norma dan hukum yang
ada.
Sebagaimana penulis telah kemukakan di awal, bahwa tujuan
diadakannya koordinasi dengan beberapa pihak untuk mencapai
pelaksanaan dari peran camat dalam rangka menciptakan ketenteraman dan
ketertiban. Koordinasi ini dapat menumbuhkan kerjasama antar pihak dalam
melaksanakan ketenteraman dan ketertiban. Koordinasi ini dapat
memberikan rasa tentram dan tertib terhadap masyarakat yang ada di
Kecamatan Batumarmar. Pada fakta yang ada di lapangan telah
menunjukkan bahwa koordinasi ini telah terlaksana dengan baik. Koordinasi
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku carok.
63
Dalam melaksanakan peran camat dalam mengkoordinasi
ketenteraman dan ketertiban, camat mempunyai peran penting dalam
pelaksanaan pelayanan terhadap masyarakat, hal ini yang kemudian
menjadikan camat sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugasnya.
Berdasarkan uraian di atas yang berkaitan dengan peran camat, camat sudah
melaksanakannya dengan baik, hal ini telah dibuktikan dari peran camat
dalam membangun Kecamatan Batumarmar sesuai dengan tugas dan
fungsinya yang telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap camat antara lain inisiatif
yang dilakukan oleh camat dalam melakukan koordinasi yaitu dengan
melaksanakan pertemuan. Salah satu pertemuan ini dengan diadakannya
rapat. Rapat ini ada yang bersifat formal dan non formal. Rapat yang
bersifat formal di sini diartikan dengan rapat yang diselenggarakan dengan
suatu perencanaan terlebih dahulu, atau dengan kata lain dilaksanakan
dengan resmi, dan biasanya rapat ini diselenggarakan dengan menggunakan
surat undangan. Melaksanakan rapat rutin bersama sebulan sekali dengan
menghadirkan para pihak ini menjadi salah satu contoh inisiatif camat
dalam melakukan rapat formal. Kemudian yang kedua yaitu rapat yang
bersifat non formal. Rapat non formal ini diadakan tidak didasarkan dengan
perencanaan formal, dan rapat non formal ini dapat terjadi setiap saat, kapan
saja dan dimana saja tanpa melalui surat undangan. Rapat non formal ini
biasanya terjadi diskusi atau bertukar pendapat atau informasi untuk saling
mengakrabkan satu sama lain.
64
Kemudian faktor yang kedua adalah adanya kerjasama yang baik
antara camat dengan para pihak yang terkait dengan ketenteraman dan
ketertiban. Kerjasama ini dilakukan untuk meningkatkan kondisi wilayah di
Kecamatan Batumarmar sehingga menjadikan wilayah dan masyarakatnya
semakin tentram dan tertib dan tunduk pada norma dan peraturan-peraturan
hukum yang berlaku. Inilah yang menjadi faktor keberhasilan camat dalam
melaksanakan tugasnya. Kondisi yang seperti ini harus selalu ditingkatkan
untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Terciptanya koordinasi yang baik
tentu akan mempengaruhi terwujudnya ketenteraman dan ketertiban di
kalangan masyarakat setempat. Hal ini juga mempengaruhi peran camat
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
Dalam upaya mengkoordinasi ketenteraman dan ketertiban yang
dilakukan di Kecamatan Batumarmar, telah memberikan pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan harapan dan keinginan dari masyarakat. Melihat
fakta yang ada, penulis menemukan hambatan yang terkait dengan
koordinasi ini, tidak lebih pada masalah pemahaman dan pengetahuan
masyarakat yang masih kurang memahami bagaimana cara menyelesaikan
masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cara musyawarah atau
berbicara dengan baik kepada seseorang yang terlibat konflik dan tidak
seharusnya menyelesaikan permasalahannya dengan cara melakukan suatu
tindakan kejahatan yang dapat merugikan dirinya sendiri.