11
BAB II KAJIAN TEOLOGIS DAN REPERTOAR
Bab ini akan dipaparkan kajian teologis dan repertoar dari seluruh
komposisi yang disajikan dalam Tugas Akhir Musik Gereja ini. Paparan ini
disajikan dalam dua bagian besar, yaitu budaya Sangir dan kajian teologis
bersamaan dengan kajian repertoar.
A. Budaya Sangir
Kepulauan Sangihe Talaud merupakan kabupaten yang
warganyamerasakan bahwa bernyanyi merupakan sebuah bagian dalam
kehidupan mereka. Bernyanyi dapat dikatakan sebagai “nafas” bagi warga
Sangir karena dalam kesehariannya, bernyanyi merupakan sesuatu yang
selalu dilakukan dalam kehidupan mereka.
Masyarakat Sulawesi Utara menjadikan nyanyian sebagai bagian
dari kehidupan bermasyarakat sehingga tak heran di sudut-sudut kota atau
desa banyak orang yang sering bernyanyi di tengah-tengah kesibukan
hariannya. Hal ini tidak mengherankan masyarakat Sulawesi Utara
memiliki seni vokal yang masih kuat.
Gambar 2.1 Mesambo
Tradisi sastra lisan dan tarian yang sangat dikenal dan diminati
oleh masyarakat Sangir, adalah Mesambo dan Masamper. Kedua seni
vokal yang menjadi tradisi bagi masyarakat Sangir ini memiliki persamaan
dalam mebawalase yang berarti bersaut-sautan dan harus dipimpin oleh
12
seseorang yang disebut pangataseng, namun juga terdapat seni tari yang
dilakukan secara bersama-sama. Hampir seluruh seluruh penyanyi ikut
menari dalam melakukan masamper. Lagu-lagu dalam masamper akan
dimulai oleh pangataseng kemudian diikuti oleh seluruh anggota
masamper.
Gambar 2.2 Festival Masamper
di Tahuna, Sulawesi Utara(Pemimpin Pujian)
Mesambo dan masampere dibawakan baik dalam suasana sukacita
maupun dukacita karena berdasar atas budaya masyarakat Sangir yang
gemar bernyanyi. Dalam penampilannya mesambo dan masamper mulai
dilombakan pada tahun 1985 di Tahuna, Sulawesi Utara, dan hingga saat
ini mulai dilombakan hingga tingkat provinsi dan diadakan di Jakarta.
Awalnya, masamper hanya dinyanyikan tanpa iringan, namun seiring
berjalannya waktu mulai mengalami banyak perubahan sehingga mulai
menggunakan iringan seperti gitar akustik, bahkan keyboard.1 Lagu-lagu
masamper tidak terbatas pada lagu rohani, melainkan lagu yang bertema
sosial hingga percintaan. Dalam penyajiannya masamper dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu: mekantari, metunjuke, dan mebawalase.Mekantari
merupakan menyanyikan lagu-lagu rohani secara duduk yang biasanya
dibawakan pada acara dukacita; Metunjuke merupakan lagu yang
dinyanyikan dan tidak terbatas pada lagu rohani dengan cara bernyanyi
sambil menunjuk peserta lain. Biasanya dibawakan pada perlombaan-
1 Wawancara dengan bapak Alvon Takalumangpada 22 Mei 2017 di Jakarta.
13
perlombaan masamper; Mebawalase adalah berpihak-pihak atau
berkelompok baik dalam jumlah kecil maupun jumlah besar
Baju adat yang digunakan dalam menampilkan masamper dan mesambo
tersebut merupakan baju lengan panjang yang terbuat dari bahan serat
kofo.2 Lengan panjang merupakan lambang keagungan masyarakat
Sangihe Talaud. Selain pakaian, paporong3 juga digunakan sebagai hiasan
kepala.4
Kesenian mesambo dan masamper merupakan kesenian asli dari
Sangir dan selalu dilakukan dalam setiap upacara adat yang dilakukan
pada hari-hari tertentu di setiap kabupaten yang ada di Sangihe Talaud.
Namun, kesenian-kesenian tersebut tidak hanya dilakukan di daerah asal
saja, melainkan berkembang di beberapa wilayah di Indonesia yang
dibawa oleh warga Sangir yang merantau ke wilayah tersebut. Ada begitu
banyak warga Sangir yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya sehingga
mereka menjadi satu persekutuan di beberapa GMIST yang ada di Jakarta
dan mulai belajar untuk melestarikan kesenian tersebut.
B. Kajian Teologis dan Repertoar Setiap Komposisi
Paparan berikut akan dianalisis secara struktural dan teologis dari
setiap
komposisi yang ditampilkan dalam TAMG. Ada sejumlah tujuh komposisi
yang disajikan. Sebagian besar lagu yang digunakan diambil dari buku
nyanyian berjudulRimen yang berisi kumpulan lagu-lagu Sangir, baik lagu
daerah maupun lagu dalam bahasa asing yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Sangir.Dalam buku Rimen, setiap lagu masih belum dinotasikan.
1. “I Ghenggona Langi”
Lagu “I Ghenggona Langi” diambil dari buku lagu Rimen
padaNomor 334, yang diciptakan berdasarkan 1 Tawarikh 29:11. Lagu
2 Serat kofo adalah serat dari tumbuh-tumbuhan untuk tekstil, khususnya serat dari pohon
pisang. 3Paporong merupakan kain yang diikat di kepala untuk menutupi dahi. 4 Wawancara dengan ibu Bea Labada pada 29 Juli 2017 di Jakarta.
14
ini diterjemahkan oleh G. Makamea ke dalam bahasa Indonesia dengan
judul “Tuhan Maha Tinggi”.
Syair pada bait lagu ini merupakan bentuk pernyataan Tuhan yang
Tinggi (bait 1), Bait Allah menjadi tempat tujuan dari hidup yang
kekal (bait 2), ajakan untuk bersama-sama menuju negeri indah
(refrein).
Tabel 2.1 Lirik lagu “I Ghenggona Langi”
Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia
I Ghenggonalangi ruatan
saluruang
Lulahiwa lambung manireda
bihingang
Semmatangi Sie
pengangumbalerang
Kakendag’E tamawawellang
Aede:
Boe mahundingang mahi
mesenggetang
Mendolong buntuang nusan
tulumang
Yesus ipendingang
tamennanentang
Lighareng tuliang aping
takonsang apa
Apeng pemunakeng asekine
sadia
Hakiu niseba banalang Duata
Tasusane taello mata
Tuhan Maha Tinggi Allah yang
Maha kuasa
Melingkupi bumi dan memberi
sejahtera
Hanyalah Dia, Tuhan sumber
pengharapan
KasihNya pun tak pernah lengah
Reff:
Ayolah bersama mari
bergandengan
Menuju ke negeri penuh tolongan
Yesus menyertai tak membiarkan
Ke pantai tujuan pantai penuh
bahagia
Ke tempat yang permai penuh
dengan kurnia
Sehingga diberikan nama Bait
Allah
Disanalah hidup yang kekal
15
Pada setiap baris dalam baitnya, lagu ini memiliki suku kata yang
berbeda-beda, yaitu; 13.13.12.9 suku kata. Di bagian refrein, lagu ini
terdiri dari 12.11.11 suku kata. Dalam bait dan refrein, lagu ini
memiliki struktur rima AAAA. Melodi yang digunakan sederhana
dalam tonalitas mayor dan memakai harmoni yang terdiri dari akor
tonika, subdominan, dan dominan.
Lagu ini memiliki struktur two-part song form, yang terdiri dari
bagian A yang merupakan bait dan B yang merupakan refrein. Masing-
masing bagian memiliki pengembangan yang tidak terlalu jauh antara
frase yang pertama dengan yang lainnya. Bagian A, kedua frase
diakhiri dengan kadens autentik. Bagian B diakhiri dengan frase
konsekuen yang jatuh pada akord tonika.Pola ritme yang terdapat pada
bagian A dapat dibedakan menjadi A-A’. Pada bagian B, pola ritme
diulang-ulang hingga akhir lagu.
Lagu pembuka inidipilih karena liriknya yang sesuai dengan ajakan
kepada para jemaat untuk bersama-sama masuk dalam persekutuan
ibadah. Lagu ini akan dinyanyikan terlebih dahulu oleh masamper lalu
akan dilanjutkan dengan jemaat. Lagu ini tidak memiliki nada dasar
khusus karena dalam pembukaan yang dibawakan oleh masamper
hanya menggunakan feeling dari pangataseng. Hal ini merupakan
kebiasan yang dilakukan oleh setiap masamper. Dalam mengawalinya,
refrein akan dinyanyikan terlebih dahulu untuk memberi penekanan
pada ajakan kepada orang-orang.
16
Notasi 2.1 “I Ghenggona Langi”
2. “Liu Walane Wulurang”
Galatia 6:10 merupakandasar dari terciptanya lagu “Liu Walane
Wulurang”. Lagu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan judul “Apa Gerangan Kehidupan” oleh G. Makamea.
Lagu ini memiliki syair yang menceritakan kehidupan manusia
yang begitu sulit (bait), dan ajakan kepada seluruh umat untuk bersatu
dalam hidup yang penuh harap pada Tuhan (refrein).
Tabel 2.2 Lirik Lagu “Liu Walane Wulurang”
Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia
Liu walane wulurang
Mebatu berang kanarang
O Mawu mambeng petulung
Apa gerangan kehidupan
Betapa sukar sulitnya
Ya Tuhan, beri tolongan-Mu
17
Bou darodo matellang
Aede:
Kebi-kebi senggihilang
Kere wulurang sembua
Darodo matellang suhale-hale
mapia
Makadaluase naung
Kepada kami sekalian
Reff :
Hai mari dan bersatulah
Sehati dan setujuan
Semua marilah bersama-sama
Sekerja dalam harap pada Tuhan
Lagu ini memiliki struktur two-part song form, yang terdiri dari
bagian A yang merupakan bait dan B yang merupakan refrein.Lagu ini
memiliki delapan suku kata pada setiap baris dalam baitnya, dan
memiliki jumlah suku kata yang berbeda pada bagian refreinnya,
yaitu : 8.8.13.8 suku kata. Struktur rima pada lagu ini merupakan
AAAA (bait) dan ABBA (refrein). Melodi yang digunakan sederhana
dalam tonalitas mayor dan memakai harmoni yang terdiri dari akor
tonika, subdominan, dan dominan. Lagu ini diiringi oleh oleh Musik
Bambu dengan nada dasar Do = C.
Lagu ini akan dinyanyikan oleh seluruh jemaat dan akan dipandu
oleh Kantoria5. “Liu Walane Wulurang” akan menjadi lagu tanggapan
sesudah Tahbisan dan Salam yang akan disampaikan oleh Khadim.6
5Kantoria berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti bernyanyi. 6Khadim merupakan sebutan untuk Pendeta yang memimpin jalannya ibadah di GMIST.
18
Notasi 2.2 “Liu Walane Wulurang”
3. “O Mawu Malondo”
“O Mawu Malondo” diciptakan oleh Pdt. C. Taunaumang
berdasarkan Mazmur 32:1-2. Dalam bahasa Indonesia, lagu ini
berjudul “O Tuhan Pemurah” yang diambil dari buku nyanyian Rimen.
Lagu ini menceritakan tentang seseorang yang mengaku
di hadapan Tuhan tentang segala pemberontakan dan kesalahan yang
telah dilakukan di hadapan Tuhan dan memohon ampun atas yang
diperbuatnya itu.
Tabel 2.3 Lirik Lagu “O Mawu Malondo”
Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia
O Mawu malondo
Ruata I amang
O Tuhan pemurah
Allah Sang Bapa
19
Ellang’U memmogho
makiambang
Tulung ampunge Mawu
Haghieng dalawangku
Dan durhakaku su tengoNu
HambaMu memohon kabulkanlah
Tolong ampuni Tuhan
Segala pemberontakanku
Dan durhakaku di depanMu
Lagu ini hanya terdiri dari satu bait dan refrein yang memiliki suku
kata berbeda-beda, yaitu : 6.5.6.4 suku kata (bait), dan 7.7.5.4 suku
kata (refrein). Struktur rima pada lagu ini merupakan ABAB untuk bait
dan AAAA untuk bagian refrein. Lagu ini meggunakan akord tonika,
subdominan, dan dominan. Sebagai lagu yang mengantar prosesi
pengakuan dosa, lagu ini akan diiringi oleh suling dari salah satu
instrumen musik bambu dan gitar. “O Mawu Malondo” hanya
dinyanyikan oleh kantoria.
Lagu ini memiliki struktur A-A’-B-C. Bagian A dimulai pada
birama pertama hingga birama delapan. Bagian A’ dimulai pada
birama sembilan hingga 16 (enam belas). Bagian B dimulai pada
birama 17 (tujuh belas) hingga 24 (dua puluh empat). Bagian yang
terakhir, yaitu bagian C dimulai pada birama 25 (dua puluh lima)
hingga 31 (tiga puluh satu).
Lagu pengakuan dosa ini akan dinyanyikan terlebih dahulu oleh
Kantoria untuk membuat suasana hikmat selama para jemaat sedang
merenung sebagai ungkapan pengakuan dosa, dan kemudian akan
dinyanyikan bersama-sama oleh jemaat.
20
Notasi 2.3 “O Mawu Malondo”
4. “Daluaseku Natinalung”
Ungkapan kebahagiaan atas pengampunan dosa dan berita anugrah
yang telah diterima jemaat, “Daluaseku Natinalung” akan
dinyanyikan oleh seluruh jemaat dan Kantoria. Mebawalase yang
merupakan bernyanyi berbalas-balasan yang menjadi ciri khas
nyanyian Sangir akan menghiasi lagu ini.
“Daluaseku Natinalung” diciptakan berdasarkan Mazmur 92:2-3.
Lagu ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh G. Makamea
dengan judul “Sukacitaku”. Syair dalam lagu ini merupakan
pernyataan dalam menaikkan sembah syukur kepada Tuhan di
sepanjang hari, baik siang maupun malam.
Tabel 2.4 Lirik Lagu “Daluaseku Natinalung”
Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia
Daluaseku natinalung
Suendumang ikekaralo
Leadate sipungu tulumang
Kapiane nematiku lawo
Sukacitaku amat penuh
Dan selalu kuseru-seru
Hormat salam bagi Maha Tuhan
Allah kuasa yang berpengasihan
21
Aede:
Duikeng kong sembah (2x)
Sembah si Ghenggona (2x)
Si Ghenggonalangi
Kanandung ello dingangu hebi
Pedalo areng’E I Malondo
Reff :
Naikkanlah sembah (2x)
Sembah pada Allah (2x)
Allah Maha Kuasa
Di sepanjang hari siang dan malam
Memuji namaNya yang
pengasihan
Lagu ini memiliki perubahan sukat pada bait lagu di birama ke
delapan dan menjadi 2/4. Pada birama selanjutnya, kembali ke tanda
sukat awal yakni 4/4. Pada bait lagu dibagi menjadi dua frase, yaitu
frase pertama dan frase kedua. Keduanya diakhiri dengan kadens
autentik. Namun pada frase kedua, terdapat lima birama yang pada
umumnya setiap frase hanya terdiri dari empat birama.
Lagu yang penuh ungkapan sukacita ini terdiri dari bait dan refrein
yang memiliki jumlah suku kata yang berbeda-beda, yaitu: 9.9.10.10
suku kata (bait) dan 6.6.10.10 (refrein). Lagu ini menggunakan akord
tonika, subdominan dan dominan. Lagu ini akan dibawakan dengan
nada dasar Do = C.
22
Notasi 2.4“Daluaseku Natinalung”
5. “Pekantari Gio Su Ruata”
“Pekantari Gio Su Ruata” biasa dinyanyikan dalam bahasa
Indonesia yang berjudul “Bernyanyilah Bagi Tuhan Hua” yang
diterjemahkan oleh G. Makamea. Lagu ini diciptakan berdasarkan
Mazmur 100:4-5.
Syair dalam lagu ini merupakan ungkapan untuk mengajak sesama
untuk membawa nyanyian sebagai ungkapan syukur bagi Tuhan (bait
1), serta bersyukur atas berkat yang telah diterima oleh setiap umat
manusia (refrain). Di dalam syair lagu ini, terdapat beberapa kata yang
diulang-ulang yang menjadi ciri khas dari lagu Sangir.
Tabel 2.5 Lirik Lagu “Pekantari Gio Su Ruata”
Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia
Pekantari gio su Ruata
Pegioeng kantari dalo su
Bernyanyilah bagi Tuhan Hua
Nyanyikanlah nyanyian syukur
23
Mawu
Pesamalaeng adate daralo
Balong kapiang Duata si kite
Aede:
Pempedalo su kebi alamate
Nasuku pinedalomboNe si kite,
kite kebi
Mambeng tawe bellane
nikatarima, tarima, tarima
O Mawuku makaherang
O Yesus Mawu kawatugange
Su traumata apang
mangimang
Pekaliomaneng su Ruata
Sukawasang Kristus
Kebi mang mauadipe
bagiNya
Persembahkanlah hormat dan
pujian
Atas kemurahanNya bagi kita
Reff :
Bersyukurlah atas segala berkat
Yang telah dilimpahkannya bagi
kita, bagi kita
Yang tak putus-putusnya kita
terima terima terima
Ya Allahku yang ajaib
Ya Yesus Engkau sangat mulia
Bagi semua orang percaya
Naikkanlah doa kepadaNya
Sebab bagi Kristus tidak ada yang
mustahil
Lagu ini memiliki struktur two part song form. Lagu “Pekantari
Gio Su Ruata”yang penuh ungkapan syukur ini terdiri dari bait dan
refrein yang memiliki jumlah suku kata yang berbeda-beda, serta
memiliki rima yang tidak beraturan. Lagu ini akan dibawakan dengan
nada dasar Do = C.
Lagu ini akan dibawakan dengan penuh sukacita dan akan
dinyanyikan oleh seluruh jemaat.
24
Notasi 2.5“Pekantari Gio Su Ruata”
6. “Bermazmurlah Bagi Allah”
“Bermazmurlah Bagi Allah” merupakan lagu pop rohani modern
yang diciptakan oleh Dicson Haling. Lagu ini dipopulerkan oleh grup
vokal “Alfa Omega” yang seluruh anggotanya merupakan warga
Sangir. Lagu ini akan tetap dibawakan dalam bahasa Indonesia,
namun masih dengan irama serta ciri khas dari Sangir.
25
Syair dalam lagu ini merupakan pernyataan untuk memuliakan
Tuhan dengan bermazmur (bait), baik dengan kecapi, seruling,
ceracap, gambus, maupun tari-tarian (refrein).
Tabel 2.6 Lirik Lagu “Bermazmurlah Bagi Allah”
Lirik Lagu
Aku hendak memuliakan Tuhan
Dengan bermazmur bagi Allahku
Selagi aku ada
Bermazmurlah dengan nyanyian syukur
Bermazmurlah bagi Allah kita
Dengan kecapi, dengan seruling,
Dengan ceracap, dengan gambus, dengan tari-tarian
Biarlah semua yang bernafas memuji memuliakan namaNya
Megahkan Tuhan hai Yerusalem
Pujilah Allahku, hai Sion
Lagu ini tidak memiliki struktur rima maupun suku kata seragam.
Pergerakan akord dari lagu ini akan berputar pada akord tonika,
subdominan, dan dominan. “Bermazmurlah Bagi Allah” merupakan
lagu yang terdiri dari empat bagian.
Sesuai dengan tema yang diambil dalam ibadah TAMG ini, lagu ini
akan dipilih sebagai respon atas refleksi yang akan dibawakan oleh
khadim. Lagu ini dipilih karena syair lagu dan tema yang sejalan, yang
menonjolkan sisi bermazmur atau bernyanyi, sebagai ciri khas dari
warga Sangir.
26
Notasi 2.6 “Bermazmurlah Bagi Allah”
7. “Daluase Seng Nahumpaliu”
“Daluase Seng Nahumpaliu” merupakan sebuah lagu yang diambil
dari buku lagu Rimennomor 208. Lagu ini diciptakan berdasarkan
Kisah Para Rasul 2:46-47 dan diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia oleh G. Makamea dengan judul “Sukacita Amatlah Ceria”.
Lagu ini merupakan sebuah pernyataan atas kebahagiaan yang
telah
27
dinantisejak lama dan itu semua ada pada doa dan harap kepada Tuhan
(bait), sama seperti di musim panen ketika kita bersorak-sorak seru
(refrain).
Tabel 2.7 Lirik Lagu “Daluase Seng Nahumpaliu”
Lirik Bahasa Sangir Terjemahan Bahasa Indonesia
Daluase seng nahumpaliu
Nennaungang pira taung naliu
Nehengke kaliomaneng su
Mawu
Batu timuhu kere karakinu
Ruata netulung satia
Ku abe gagholokangu
Ualing liaghang gatinu
Aede:
Ini nipensau ringangu
ghaghionu
Tahendunge kebi apang hapiu
Pempebanuako su wongkong
lumenehe
Sutadetene takahalaweng
O Suweda u lempi u anging
O Suwanala eng pedarame
Kamageng alingang mengkai
tumuwo
Kamageng ensokang mengkai
tumendang
Menaha rumiki mekila
Mededalinding sarang binawa
Ku simarang kere kakerongu
Sukacita amatlah ceria
Yang dinanti sejak tahun yang
silam
Dalama harap doa pada Allah
Jadi seperti Kau dambakan
Tuhan penolong yang setia
Jangan engkau lalaikan
Itu karena kuat lelahmu
Reff:
Di musim panenmu engkau
bersorak seru
Jangan kau lupakan semua
sobatmu
Hiduplah dengan rukun aman dan
tenteram
Di tempat indah permai dan
nyaman
O di lembah yang amatlah teduh
O diam di rumah penuh damai
Pabila berpindah tiada merana
Selali bertumbuh selalu
berkembang
Mengalas kasihNya yang terang
Gilang gemilang di atas awan
28
wituing kadademahe
O Mawuku mambeng petulung
sirung sengkasirung
Cahayanya terang cerlang
Laksanalah bintang fajar yang
cemerlang
Ya Allahku Maha Penolong
perlindungan teduh
“Daluase Seng Nahumpaliu” merupakan lagu yang panjang dan
terdiri dari dua bagian yaitu satu bait dan refrein. Lagu ini tidak
memiliki struktur dan rima yang beraturan sehingga tidak sama seperti
himne pada umumnya, dan akord yang digunakan ialah akord tonika,
subdominan, dan dominan. Pada lagu “Daluase Seng Nahumpaliu”,
terdapat perpindahan nuansa dari bait ke dalam refrein yang dapat
dirasakan pada bagian mebawalase yang lebih banyak pada bagian
refrein. Lagu ini dibawakan dengan nada dasar Do = C
Lagu ini akan dibawakan sebagai lagu penutup dalam ibadah ini.
Dalam peribadahan di gereja maupun dalam ibadah persekutuan dari
warga Sangir, lagu ini biasa dinyanyikan sebagai lagu penutup karena
memiliki sebuah lirik yang mengandung makna pengutusan.
29
30
Notasi 2.7 “Daluase Seng Nahumpaliu”
C. Kajian Tari Gunde
Tari Gunde merupakan tari tradisional etnis Sangir. Tari gunde
memiliki arti lambat atau pelan yang ditampilkan melalui setiap gerakan
yang dibawakan oleh para penari yang seluruhnya adalah wanita. Tarian
gunde harus dibawakan dengan jumlah wanita yang ganjil, antara sembilan
sampai 13 (tiga belas) orang. Tari gunde memiliki pemimpin yang biasa
disebut pangataseng. Tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional yaitu
tagonggong. Setiap iringan dari tagonggong harus mengikuti setiap babak
yang akan dibawakan oleh para penari.
Tari gunde terdiri dari empat babak, yaitu babak masuk dan keluar
pentas, babak penghormatan yang dilakukan pada saat penari memulai dan
mengakhiri penampilan ketika berada di tempat pertunjukan, dan babak
tarian yang keseluruhan tariannya menggambarkan keagungan dan
kehalusan wanita, ketangguhan wanita, dan mencari kebahagiaan.
Notasi 2.8 Iringan Tari Gunde di Babak Masuk dan Keluar
31
Notasi 2.9 Iringan Tari Gunde di Babak Penghormatan
Notasi 2.10 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Keagungan Wanita
Notasi 2.11 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Ketangguhan Wanita
Notasi 2.12 Iringan Tari Gunde yang Menggambarkan Suasana Mencari
Kebahagiaan
Kostum yang digunakan para penari wanita adalah baju panjang
dan rok panjang dengan menggunakan selempang. Rambut dari para
penari akan diikat dan digulung hingga bagian atas kepala dan dihiasi oleh
mahkota kecil. Para penari juga akan memakai sapu tangan yang akan
dipakai saat menari.Pangataseng menggunakan kostum yang sama dengan
para penari wanita lainnya, tetapi warna baju dan selempang berbeda
dengan para penari.
Gambar 2.3 Kostum Penari Gunde dan Pangataseng
32
Tari Gunde pada zaman dahulu merupakan tarian penyembahan
kepada I Ghenggona Langi yang merupakan sang pencipta segala sesuatu.
Tarian ini menjadi tarian yang biasa ditampilkan di acara-acara adat
tertentu seiring berjalannya waktu. Para gadis di kalangan masyarakat
Sangir harus memiliki kemampuan untuk menari gunde.