1
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Keuangan Daerah
2.1.1.1 Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah
Dalam arti sempit, keuangan daerah yakni terbatas pada hal-hal yang
berkaitan dengan APBD. Oleh sebab itu keuangan daerah identik dengan APBD.
Menurut Mamesah dalam Halim (2004: 18), Keuangan Daerah dapat diartikan
sebagai semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang.
Demikian pula dengan segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang
dapat dijadikan kekayaan daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, Keuangan Daerah adalah semua
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kewajiban daerah
tersebut perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah.
Menurut Halim (2004: 20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari
keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Yang termasuk dalam keuangan yang dikelola langsung adalah APBD dan
barang-barang inventaris milik daerah. Sedangkan keuangan daerah yang
dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
2
2.1.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam ketentuan umum pada PP Nomor 58 Tahun 2005, Pengelolaan
Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, pengawasan
daerah. Pengelolaan keuangan daerah dalam hal ini mengandung beberapa
kepengurusan dimana kepengurusan umum atau yang sering disebut pengurusan
administrasi dan kepengurusan khusus atau juga sering disebut pengurusan
bendaharwan. Dalam pengelolaan anggaran/keuangan daerah harus mengikuti
prinsip-prinsip pokok anggaran sektor publik. Pada Permendagri Nomor 26 Tahun
2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2007 menyatakan
bahwa “APBD harus disusun dengan memperhatikan prinsip-prinsip pokok
anggaran sektor publik, sebagai berikut: (a) Partisipasi Masyarakat, (b)
Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran, (c) Disiplin Anggaran, (d) Keadilan
Anggaran, (e) Efisiensi dan Efektivias Anggaran dan (f) Taat Asas”.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah (PP 58/2005, pasal 1).
3
Sumber: Mardiasmo (2005: 5)
Gambar 1: Pengelolaan Keuangan Daerah
2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
2.1.2.1 Anggaran Daerah
Bagi seorang akuntan anggaran dipandang sebagai sebuah cara untuk
menulusuri keuangan pemerintah, karena dari uraian yang terdapat dalam
anggaran terlihat secara jelas penggunaan dari uang negara sehingga dapat
ditelusuri apa saja dan berapa banyak barang-barang yang dimiliki negara sebagai
kekayaan negara, akibat adanya investasi pemerintah dalam anggaran negara.
Sedangkan bagi ahli ekonomi anggaran adalah suatu alat untuk memperlancar
PERENCANAAN PELAKSANAAN PENATAUSAHAAN PRTNGGUNGJWBN PENGAWASAN
RPJMD
RKPD
KUA PPA
S
NOTA
KESEPAKAT
AN
PEDOMAN
PENYUSUNAN
RKA-SKPD
RKA - SKPD
RAPBD
APBD
RANCANGAN
DPA-SKPD
VERIVIKASI
DPA-SKPD
DASAR PELAKSANAAN
ANGGARAN
PELAKSANAAN APBD
- PENDAPATAN
- BELANJA
- PEMBIAYAAN
LAPORAN REALISASI
SEMESTER PERTAMA
PERUBAHAN APBD
PENATAUSANAA
N PENDAPATAN
OLEH
BENDAHARA
PENERIMA
PENATAUSAHAA
N BELANJA
OLEH
BENDAHARA
PENGELUARAN
KEKAYAAN DAN
KEWAJIBAN
DAERAH
- KAS UMUM
- PIUTANG
- INVESTASI
- BARANG
- DANA CADANGAN
- HUTANG
AKUNTANSI
KEUANGAN
DAERAH
AKUNTANSI
KEUANGAN DAERAH
LAPORAN
KEUANGAN
PEMERINTAH
DAERAH
- LAPORAN
REALISASI
ANGGARAN
- NERACA
- LAPORAN ARUS
KAS
- CATATAN ATAS
LAPORAN
KEUANGAN LAPORAN KEUANGAN
DIPERIKSA OLEH BPK
RANCANGAN
PERATURAN
DAERAH
TENTANG
PERTANGGUN
GJAWABAN
APBD
PEMBINAAN
- PEMBERIAN
PEDOMAN
- BIMBINGAN
- SUPERVISI
- KONSULTASI
- PENDIDIKAN
- PELATIHAN
- PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN
PENGAWASAN
TERHADAP
PELAKSANAAN
PERDA TENTANG
APBD
PENGENDALIAN
INTERN
PEMERIKSAAN
EKSTERN
1
2
3
4
4
atau menghambat terhadap produksi barang dan jasa. Menurut pandangan ahli
ekonomi bahwa peranan anggaran sangat menentukan bagi berkembangnya suatu
organisasi perusahaan, yang berarti dapat meningkatkan keuntungan bagi
pemiliknya. Lain halnya menurut ahli Administrasi Negara, anggaran negara
merupakan cara pengelolaan sumber-sumber pendapatan negara untuk membiayai
program-program negara, berbeda dari sudut pandang ahli ekonomi yang
berorientasi dengan keuntungan, para Administrasi Negara memandang bahwa
dengan anggaran maka program-program pemerintah akan berjalan, demikian
pula besar kecilnya anggaran juga mempengaruhi keberhasilan program-program
pemerintah.
Menurut Glenn A. Welsch dalam Adhim (2008) anggaran adalah suatu
bentuk statement daripada rencana dan kebijaksanaan manajemen yang dipakai
dalam suatu periode tertentu sebagai petunjuk dalam periode itu. Sedangkan
menurut M. Marsono anggaran dalam Dwi Eka (2011) adalah suatu rencana
pekerjaan yang pada suatu pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-
tingginya yang mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan negara pada
suatu masa depan dan pihak lain perkiraan pendapatan (penerimaan) yang
mungkin akan dapat diterima dalam masa tersebut.
Menurut Mardiasmo (2002: 62), anggaran publik berisi rencana kegiatan
yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja
dalam satuan moneter. Sedangkan Menurut National Committee on Governmental
Accounting (NCGA), saat ini Governmental Accounting Standarts Board
(GASB), definisi anggaran (budget) sebagai berikut:
5
…. Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang
diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya
dalam periode waktu tertentu.
Berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP, 2005: 104) yang
dimaksud dengan anggaran adalah pedoman tindakan yang akan dilaksanakan
pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang
diukur dalam satuan uang yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara
sistematis untuk satu periode.
2.1.2.2 Pendapatan Daerah
Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. Penerimaan
Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan dan pembiayaan.
Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Dalam Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP, 2005: 107), pendapatan adalah semua rekening kas
umum negara/daerah yang menambah ekuitas dana lancar dari periode tahun
anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan tidak perlu dibayar
kembali oleh pemerintah.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 bahwa pendapatan
daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran
tertentu yang menjadi hak daerah. Pendapatan daerah menurut Pasal 5 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 bersumber dari Pendapatan Asli Daerah
(PAD).
6
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2002), dalam bukunya
yang baerjudul ”Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Keuangan Daerah”
beliau menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Adapun
kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan,
yaitu:
1. Pajak Daerah
Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak.
2. Retribusi Daerah.
Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi
daerah. Dalam struktur APBD baru dengan pendekatan kinerja, jenis
pendapatan yang berasal dari pajak daerah dan restribusi daerah berdasarkan
UU No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU No. 18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan Rertibusi Daerah, dirinci menjadi:
a) Pajak Provinsi. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak kendaraan bermotor dan
kendaraan di atas air, (ii) Bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB)
dan kendaraan di atas air, (iii) Pajak bahan bakar kendaran bermotor, dan
(iv) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
b) Jenis pajak Kabupaten/kota. Pajak ini terdiri atas: (i) Pajak Hotel, (ii)
Pajak Restoran, (iii) Pajak Hiburan, (iv) Pajak Reklame, (v) Pajak
penerangan Jalan, (vi) Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C,
(vii) Pajak Parkir.
7
c) Retribusi. Retribusi ini dirinci menjadi: (i) Retribusi Jasa Umum, (ii)
Retribusi Jasa Usaha, (iii) Retribusi Perijinan Tertentu.
d) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik
daerah yang dipisahkan. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini
meliputi objek pendapatan berikut:
i. Bagian laba perusahaan milik daerah.
ii. Bagian laba lembaga keuangan bank.
iii. Bagian laba lembaga keuangan non bank.
iv. Bagian laba atas pernyataan modal/investasi.
3. Dana Perimbangan. Menurut PP Nomor 55 Tahun 2005: Dana perimbangan,
yaitu dana yang bersumber dari dana penerimaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai
kebutuhan daerah. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana
alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan adalah dana yang
berasal dari penerimaan anggaran pendapatan belanja negara yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah. Jumlah dana
perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam anggaran pendapatan
dan belanja daerah. Dana perimbangan terdiri atas (Halim, 2004: 65).
a. Dana bagi hasil, dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil yang
bersumber dari pajak, contohnya pajak bumi dan bangunan, bea hak atas
8
tanah dan bangunan dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber
daya alam manusia yaitu pemberian hak atas tanah negara.
b. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang berasal dari anggaran
pendapatan negara yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana alokasi
umum untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal,
(kebutuhan fiskal kapasitas dan fiskal daerah) dari alokasi dasar. Jumlah
keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 20% dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Porsi DAU antara
provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan
kewenangan antara provinsi dan kabupaten /kota.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari anggaran
pendapatan belanja negara yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan tertentu (Halim, 2004: 65). Besarnya dana alokasi
khusus ditetapkan setiap tahun dalam APBD berdasarkan masing-masing
bidang kegiatan disesuaikan dengan ketersediaan dana dalam APBD.
Dana alokasi khusus dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai
kegiatan khususnya yang merupakan unsur daerah.
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah adalah pendapatan asli daerah
yang tidak termasuk pada kelompok diatas pajak daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menurut PP Nomor 55 Tahun
2005: Lain-lain pendapatan daerah yang sah meliputi hibah, dana darurat,
9
DBH pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota, dana penyesuaian, serta
bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemda lainnya.
2.1.2.3 Belanja Daerah
Belanja daerah menurut UU No. 33 Tahun 2004 merupakan semua
kewajiban Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan. Belanja daerah adalah belanja yang
tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan
pemeritahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Menurut
Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002, belanja daerah adalah semua pengeluaran
kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah.
Menurut Halim (2007: 322), menyatakan belanja daerah kewajiban
pemerintah mengurangi nilai kekayaan bersih. Lebih lanjut menurut Yuwono, dkk
(2005: 108), menyatakan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas
daerah atau kewajiban yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam
periode satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali
oleh pemerintah.
Belanja daerah dikelompokkan ke dalam belanja tidak langsung dan
belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan
tidak terkait secara tidak langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
Sementara belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
10
2.1.2.4 Pembiayaan Daerah
Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Selisih antara
penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun
anggaran dicatat dalam pos pembiayaan neto. Pembiayaan dikatagorikan menjadi
dua, yaitu; 1) Penerimaan Pembiayaan: Penggunaan SILPA tahun lalu, pencairan
dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, pinjaman dalam
negeri kepada pemerintah pusat, pinjaman dalam negeri kepada pemerintah
daerah lainnya, pinjaman dalam negeri kepada lembaga keuangan bank, pinjaman
dalam negeri lainnya, penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara,
perusahaan daerah, dan pemerintah daerah lainnya. 2) Pengeluaran Pembiayaan:
pembentukan dana cadangan, penyertaan modal pemerintah daerah pembayaran
pokok pinjaman dalam negeri kepada pemerintah daerah lainnya, pemerintah
pusat, lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan non bank (Mahmudi,
2010: 76).
2.1.2.5 Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang
Keuangan Negara). Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah harus
dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut
adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan
11
penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi
atau tugas pembantuan tidak dicatat dalam APBD.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun
anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan
semua belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan daerah bertujuan untuk
memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD
menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN
yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan.
Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat
dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran
yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan
alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan
dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat
tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan
melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja,
jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis
belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang
12
telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat
dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD
apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai
pengeluaran tersebut.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan wujud
pengelolaan keuangan daerah yang berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah merupakan kebijaksanaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang
disusun berdasarkan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai
pertimbangan lainnya dengan maksud agar penyusunan, pemantauan,
pengendalian dan evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah mudah
dilakukan. Pada sisi yang lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat
pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui
kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan maupun sisi belanja.
2.1.2.6 Fungsi-fungsi APBD
Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat
(4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, yaitu:
1. Fungsi Otorisasi
APBD merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada
tahun yang bersangkutan.
13
2. Fungsi Perencanaan
APBD merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan
pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
APBD menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan
pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
APBD diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber
daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
APBD harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi
APBD harus mengandung arti atau harus menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Munandar (1999: 10) menyatakan bahwa anggaran mempunyai tiga
kegunaan pokok yaitu sebagai pedoman kerja, sebagai alat pengkoordinasian kerja
serta sebagai alat pengawasan kerja. Dengan melihat kegunaan pokok dari
anggaran tersebut maka pertumbuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
dapat berfungsi sebagai:
1. Fungsi Perencanaan
Dalam perencanaan APBD adalah penentuan tujuan yang akan dicapai sesuai
dengan kebijaksanaan yang telah disepakati misalnya target penerimaan yang
14
akan dicapai, jumlah investasi yang akan ditambah, rencana pengeluaran yang
akan dibiayai.
2. Fungsi Koordinasi
Anggaran berfungsi sebagai alat mengkoordinasikan rencana dan tindakan
berbagai unit atau segmen yang ada dalam organisasi, agar dapat bekerja
secara selaras ke arah tercapainya tujuan yang diharapkan.
3. Fungsi Komunikasi
Jika yang dikehendaki dapat berfungsi secara efisien maka saluran komunikasi
terhadap berbagai unit dalam penyampaian informasi yang berhubungan
dengan tujuan, strategi, kebijaksanaan, pelaksanaan dan penyimpangan yang
timbul dapat teratasi
4. Fungsi Motivasi
Anggaran berfungsi pula sebagai alat untuk memotivasi para pelaksana dalam
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan untuk mencapai tujuan.
5. Fungsi Pengendalian dan Evaluasi
Anggaran dapat berfungsi sebagai alat-alat pengendalian yang pada dasarnya
dapat membandingkan antara rencana dengan pelaksanaan sehingga dapat
ditentukan penyimpangan yang timbul dan penyimpangan tersebut sebagai
dasar evaluasi atau penilaian prestasi dan sekaligus merupakan umpan balik
pada masa yang akan datang.
2.1.2.7 Prinsip-prinsip APBD
Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan APBD
yang berlaku juga dalam pengelolaan anggaran negara/daerah sebagaimana bunyi
15
penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, yaitu:
1. Kesatuan. Azas ini menghendaki agar semua pendapatan dan belanja
negara/daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas. Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan
ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan. Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun
tertentu.
4. Spesialitas. Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci
secara jelas peruntukannya.
5. Akrual. Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar
atau belum diterima pada kas.
6. Kas. Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat
terjadi pengeluaran/penerimaan uang dari/ke kas daerah.
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16
dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5
(lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis
akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
16
2.1.2.8 Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Proses penyusunan anggaran diawali dengan penetapan tujuan, target dan
kebijakan, kesamaan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai
dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat
krusial bagi kesuksesan anggaran. Di tahap ini, proses distribusi sumber daya
mulai dilakukan. Pencapaian konsensus alokasi sumber daya menjadi pintu
pembuka bagi pelaksana anggaran. Proses panjang dari penentuan tujuan ke
pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga
perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan. Kondisi inilah
yang nampaknya secara praktis terjadi (Basitian, 2006a: 188).
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, skema alur proses dan
jadwal penyusunan APBD adalah sebagai berikut:
Juni Oktober November
DPRD
PEMDA
SKPD
Sumber: Addina Marizka (2010)
Gambar 2: Alur Proses dan Jadwal Penyusunan APBD
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proses penyusunan APBD
dimulai dengan Pemerintah Daerah menyampaikan Kebijakan Umum APBD
tahun anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Pemerintah Daerah sebagai
Kebijakan Umum
APBD
Prioritas
dan Plafon
Anggaran
Sementara
RKA-SKPD
APBD
RAPBD
17
landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan
Juni tahun berjalan. Selanjutnya DPRD membahas kebijakan umum APBD yang
diajukan oleh Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaran berikutnya. Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati
DPRD, Pemerintah Daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon
anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD).
Berdasarkan Kebijakan Umum APBD, strategi dan plafon sementara yang
telah ditetapkan pemerintah dan DPRD, Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran
(PA) menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
(RKA-SKPD) tahun berikutnya dengan pendekatan berdasarkan kinerja yang akan
dicapai. Rencana kerja dan anggaran disertai dengan perkiraan belanja untuk
tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah disusun. Rencana kerja dan
anggaran selanjutnya disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam
pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan rencana kerja dan aggaran disampaikan
kepada Pejabat Pengelola Keuangan daerah sebagai bahan penyusun Rencana
Peraturan Daerah tentang APBD berikutnya. UU Nomor 17/2003 tidak mengatur
proses penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD. UU Nomo 17/2003 menetapkan
bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Rencana Kerja dan Aggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah dengan Peraturan Daerah.
Setelah dokumen Rancangan Perda mengenai APBD tersusun, Pemerintah
Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tersebut disertai
penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu
18
pertama bulan Oktober. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
antara Pemerintah Daerah dan DPRD dilakukan sesuai dengan Undang-Undang
yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD. Dalam pembahasan Perda
RAPBD, DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Berdasarkan Pasal 186 UU Nomor 32/2004, Rancangan Perda Kabupaten/Kota
tentang APBD yang telah disetujui bersama dan Rancangan Peraturan
Bupati/Walikota dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari disampaikan
kepada Gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi disampaikan oleh Gubernur
kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (Lima Belas) hari terhitung sejak
diterimanya Rancangan Perda Kabupaten/Kota dan Rancangan Peraturan
Bupati/Walikota tetang Penjabaran APBD.
Pengambilan keputusan mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dilakukan oleh DPRD selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBD yang disetujui oleh DPRD
terinci sampai unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.
Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan
Pemerintah Daerah, maka untuk membiayai keperluan setiap bulan pemerintah
daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD
tahun anggaran sebelumnya.
Sementara itu, proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2004 dapat dilihat pada
gambar sebagai berikut:
19
3
Sumber: Addina Marizka (2010)
Gambar 3: Proses Penyusunan APBD (Permendagri Nomor 13 Tahun 2006)
2.1.2.8 Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk
melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana
anggaran yang disusun dengan baik tenyata tidak dilaksanakan dengan tepat,
tetapi tidak mungkin anggaran yang tidak disusun dengan baik dapat diterapkan
secara tepat. Persiapan anggaran yang baik merupakan awal baik secara logis
maupun kronologis. Walaupun demikian proses pelaksanaannya tidak menjadi
sederhana karena adanya mekanisme yang menjamin ketaatan pada program
pendahuluan. Bahkan dengan perakiraan yang baik sekalipun akan ada perubahan-
perubahan tidak terduga dalam lingkungan ekonomi makro dalam tahun yang
Penyusunan KUA dan
PPS
Proses Perencanaan
RKPD
Penyusunan KUA dan PPS
- Nota Kesepakatan
- KUA dan PPA
Penyusunan RAPERDA
APBD
Pedoman Penyusunan RKA-SKPD
Penyusunan RKA-SKPD
Reperda APBD
RKA-SKPD
Penetapan Perda APBD Pembahasan Rapeda APBD
Persetujuan bersama
Raperda APBD
Evaluasi Gubernur/Medagri
Perda
APBD
Pembatalan
Perda APBD
Raper KHD APBD
Dalam Hal DPRD Tidak Mengambil Keputusan Bersama
Penyusunan Raper KHD
APBD
Evaluasi dan Penetapan Raper KHD APBD
20
bersangkutan yang perlu diperlihatkan dalam anggaran. Tentu saja perubahan-
perubahan tersebut harus disesuaikan dengan cara yang konsisten dengan tujuan
kebijakan yang mendasar untuk menghindari terganggunya aktivitas satker dan
manajemen program/kegiatan.
1. Pelaksanaan Pendapatan/Penerimaan Daerah
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan anggaran
pendapatan daerah adalah bahwa:
a) Semua pengelolaan terhadap pendapatan daerah harus dilaksanakan
melalui rekening kas umum daerah;
b) Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah;
c) Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan daerah harus
mengintensifkan pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang dan
tanggung jawabnya;
d) Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan selain dari
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
e) Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat, potongan, atau
pendapatan lain dengan menggunakan nama dan dalam bentuk apapun
yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara langsung merupakan
akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan
barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan lain
yang timbul sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta
pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya;
21
f) Semua pendapatan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang
sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai
pendapatan daerah.
2. Pelaksanaan Belanja Daerah
Setiap pengeluaran untuk belanja daerah atas beban APBD harus didukung
dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti-bukti tersebut harus mendapat
pengesahan dari pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas
kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut. Selanjutnya
dalam melaksanakan anggaran belanja daerah harus diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Pengeluaran kas yang menjadi beban APBD tidak boleh dilakukan
sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan
dicantumkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak
termasuk pengeluaran untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja
daerah yang bersifat wajib yang ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah;
b) Dasar pengeluaran belanja untuk keperluan tak terduga yang dianggarkan
dalam APBD (misalnya untuk mendanai tanggap darurat, bencana alam
atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan
daerah tahun sebelumnya) harus ditetapkan dengan keputusan kepala
daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan sejak
keputusan tersebut ditetapkan;
22
c) Pimpinan instansi/lembaga penerima dan tanggap darurat harus
bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut dan wajib
menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana kepada atasan
langsung dan kepala daerah sesuai dengan tata cara pemberian dan
pertanggungjawaban dana darurat yang ditetapkan dalam peraturan
kepala daerah.
d) Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh)
dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan
pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro
dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
e) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/
kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola
oleh bendahara pengeluaran.
2.1.3 Analisis Rasio
Analisis rasio dapat mengungkapkan hubungan penting dan menjadi dasar
perbandingan dalam menemukan kondisi dan tren yang sulit untuk dideteksi
dengan mempelajari masing-masing komponen yang membentuk rasio (Wild,
Subramanyan, Hasley, 2004). Menurut Harahap, 2006: 297 dalam Lutfia (2011)
rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari suatu
pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang
relevan dan signifikan.
23
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa analisis rasio keuangan adalah
prosedur analitis yang dapat digunakan untuk membandingkan pos-pos keuangan
pada laporan tahun berjalan dengan pos-pos terkait laporan periode sebelumnya.
Alat rasio keuangan yang digunakan adalah analisis rasio yang
dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari anggaran
pendapatan belanja daerah (Halim, 2004: 128) yaitu:
2.1.3.1 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah,
pembangunan dan sesuai target yang ditetapkan pelayanan kepada masyarakat
yang telah membayar pajak dan restribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya
pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari
sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat ataupun dari pinjaman.
Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap
sumber dana ekstern. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi
masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian,
semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah
yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi
masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi (Mahmudi, 2010: 140). Dengan
rumus sebagai berikut:
Rasio Kemandirian = Pinjamandan insiPusat/Prop PemerintahBantuan
Daerah Asli Pendapatan
24
2.1.3.2 Rasio Efektivitas Keuangan Daerah
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan
target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah
dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar 1
(satu) atau 100 persen. Namun demikian semakin tinggi rasio efektifitas,
menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Guna memperoleh
ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas tersebut perlu dipersandingkan dengan
rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah. (Mahmudi, 2010: 143). Dengan
rumus sebagai berikut:
Rasio Efektivitas = PAD PenerimaanTarget
PAD Penerimaan Realisasix 100%
2.1.3.3 Rasio Efisiensi Keuangan Daerah
Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi
pendapatan yang diterima. Untuk itu pemerintah daerah perlu menghitung secara
cermat berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh
pendapatan yang diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan
pemungutan pendapatanya tersebut efisien atau tidak. Hal itu perlu dilakukan
karena meskipun pemerintah daerah berhasil merealisasikan penerimaan
pendapatan sesuai dengan target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang
memiliki arti apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target
penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi pendapatan yang
diterimanya. Kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan
25
pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu)
atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja semakin
baik untuk itu Pemerintah Daerah perlu menghitung secara cermat berapa
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang
diterimanya sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan
pendapatannya tersebut efisien atau tidak. Hal tersebut perlu dilakukan karena
meskipun Pemda berhasil merealisasikan penerimaan pendapatan sesuai dengan
target yang ditetapkan, namun keberhasilan tersebut kurang memiliki arti apabila
ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target penerimaannya lebih
besar daripada realisasi pendapatan yang diterimanya (Mahmudi, 2010: 143).
Dengan rumus sebagai berikut:
Rasio Efisiensi = Daerah Asli Pendapatan Penerimaan Realisasi
PADMemungut untuk n dikeluarka yang Biaya
2.1.3.4 Rasio Aktivitas Keuangan Daerah
Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan
secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja
rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan
untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin
kecil.
Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin
maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh
dinamisasi kegiatan diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan.
Namun demikian, sebagai daerah di Negara berkembang peranan pemerintah
26
daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif kecil. Oleh karena
itu, rasio belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai
dengan kebutuhan pembangunan di daerah (Halim dalam Lutfia 2011). Dengan
rumus sebagai berikut:
Rasio Belanja Rutin terhadap APBD =APBD Total
Rutin Belanja Total
Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD = APBDTotal
nPembanguna Belanja Total
2.1.3.5 Debt Service Coverage Ratio (DSCR)
Rasio DSCR merupakan perbandingan antara penjumlahan pendapatan
asli daerah, bagian daerah dari pajak bumi dan bangunan, penerimaan sumber
daya alam dan bagian daerah lainnya serta dana alokasi umum setelah dikurangi
belanja wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman
lainnya yang jatuh tempo.
BD (Bagian Daerah) dalam APBD dan laporan realisasinya bagi hasil
pajak maupun non pajak. Sedangkan belanja wajib merupakan DAK (Dana
Alokasi Khusus) ditambah dengan belanja pegawai (DAK + Belanja Pegawai)
(Mahmudi, 2010: 14). Dengan rumus sebagai berikut:
DSCR = )Pinjaman Biaya Bunga Angsuran Pokok ( Total
WajibBelanja - ) DAU Daerah Bagian (PAD
2.1.4 Tolok Ukur Rasio Keuangan
Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh
pribadi maupun organisasi (Hamzah, 2008). Indikator kinerja yang dipergunakan
di dalam mengukur kinerja organisasi, yaitu: a) masukan (input), yaitu segala
27
sesuatu yang dibutuhkan agar pelakasanaan kegiatan dapat berjalan untuk
meghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa sumber dana, sumber daya
manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk
melaksanakan program dan atau kegiatan; b) keluaran (output), adalah tolok ukur
kinerja berdasarkan produk (barang/jasa) yang dihasilkan dari program atau
kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan; c) hasil (out come), adalah tolok
ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan
keluaran program atau kegiatan yang sudah dihasilkan; d) manfaat (benefit),
adalah tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan yang dapat dirasakan
sebagai nilai tambah bagi masyarakat dan pemerintah daerah; e) dampak (impact),
adalah tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap kondisi makro yang
ingin dicapai dari manfaat (Fadillah dan Muhtar, 2004: 32 dalam Dwi Eka, 2011).
Pengukuran kinerja untuk kepentingan publik dapat dijadikan evaluasi dan
memulihkan kinerja dengan pembanding skema kerja dan pelaksanaannya. Selain
itu dapat juga digunakan sebagai tolok ukur untuk peningkatan kinerja pemerintah
daerah pada periode berikutnya. Pengukuran kinerja disini menggunakan analisis
rasio keuangan daerah terhadap laporan perhitungan anggaran pendapatan dan
belanja daerah yang terdiri dari rasio kemandirian keuangan daerah, rasio
efektivitas dan efisiensi pendapatan asli daerah, rasio aktivitas, debt service
coverage ratio (Halim, 2004: 150-158).
Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan saja,
akan tetapi harus mempertimbangkan input, output, dan outcome secara bersama-
sama.
28
1. Input adalah sumber daya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan,
program, dan aktivitas tertentu untuk menghasilkan output. Input tersebut
dapat berupa bahan baku untuk proses, orang (tenaga, keahlian dan
keterampilan), Infrastruktur seperti gedung dan peralatan serta teknologi.
2. Output adalah hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijakan.
3. Outcome adalah dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu.
Gambar 4: Skema dari indikator kinerja
Pengukuran input dilakukan dengan cara mengukur sumber daya yang
digunakan dengan suatu proses dalam rangka menghasilkan output. Proses
tersebut dapat berbentuk program atau aktivitas. Pengukuran output dilakukan
dengan mengukur keuangan langsung suatu proses, ukuran output menunjukkan
hasil implementasi program atau aktivitas. Sedangkan pengukuran outcome
merupakan pengukuran dampak sosial suatu aktivitas, pengukurannya tidak dapat
dilakukan sebelum hasil yang diharapkan dari suatu program atau aktivitas yang
ditetapkan, karena pengukuran outcome berupa perbandingan hasil yang dicapai
dengan hasil yang diharapkan.
2.1.5 Tujuan Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil
yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga
dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Dengan analisa ini
SUMBER DAYA INPUT OUTPUT OUTCOME
EKONOMI EFISIENSI EFEKTIVITAS
29
pemerintah dapat menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai
penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur efektifitas dan efisiensi dalam
merealisasikan pendapatan daerah, mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah
dalam membelanjakan pendapatan daerahnya, mengukur kontribusi masing-
masing sumber pendapatan dalam pembentukan pendapatan daerah, dan dapat
mengukur layak/tidak layak Pemerintah Daerah dalam mengembalikan angsuran
pokok pinjaman.
2.2 Tinjauan Empirik
Penelitian ini merujuk pada beberapa penelitian terdahulu yang telah
dilakukan yaitu penelitian dari Addina Marizka (2010) yang menguji kinerja
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan.
Penelitian yang dilakukan Marizka (2010) menganalisis kinerja pengelolaan
keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kota
Medan yang meliputi pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Penggunaan data
dalam menganalisis adalah APBD dan Laporan Realisasi APBD Pemerintah Kota
Medan tahun 2003-2007. Teknik analisis yang digunakan yaitu menggunakan
pendekatan kualitatif dengan menggunakan rasio keuangan yang meliputi analisis
varians (selisih) pendapatan, analisis pertumbuhan pendapatan, rasio keuangan,
analisis varians belanja, analisis pertumbuhan belanja, analisis keserasian belanja
dan rasio efesiensi belanja.
Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rahayu (2009) yang mengukur kinerja
anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Daerah Muaro
Jambi. Penggunaan data dalam menganalisis adalah Laporan Pertanggungjawaban
30
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Muaro Jambi
2004-2006 dan dokumen-dokumen lainnya yang dihasilkan oleh bagian keuangan.
Teknik analisis yang digunakan yaitu deskriptif kuantitatif dengan menggunakan
rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio aktivitas, dan rasio
pertumbuhan.
Sementara Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Adhim (2008)
dengan judul “Analisis Kinerja Anggaran Pemerintah dan Kaitannya dengan
Perekonomian Daerah di Kabupaten Sarolangun”. Penelitian ini menganalisis
kinerja pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
meliputi pendapatan, belanja dan pembiayaan. Data yang digunakan adalah
Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) APBD periode anggaran dari tahun 2001-
2007. Teknik analisis yang digunakan dengan menggunakan analisis kinerja
dalam bentuk rasio yang terdiri dari analisis varians (selisih) anggaran
pendapatan, belanja, derajat desentralisasi, ketergantungan daerah, kemandirian
efektifitas dan efisiensi PAD, efektifitas dan efisiensi pajak daerah, efisiensi
belanja, derajat konstribusi BUMD dan perkembangan SILPA.
Adapun daftar dari penelitian terdahulu yang dapat dilihat dari tabel 1
berikut ini:
31
Tabel 1: Daftar Penelitian Terdahulu
NO NAMA JUDUL HASIL PENELITIAN
1
Addina Marizka
(2010)
Analisis Kinerja
Pengelolaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja
Daerah Pemerintah
Kota Medan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah
Kota Medan dilihat dari analisis varians secara umum dapat
dikatankan dengan baik meskipun terlampauinya target
anggaran. Sedangkan kinerja pendapatan pemerintah Kota
Medan dilihat dari analisis pertumbuhan pendapatan Kota
Medan tahun 2003-2007 cukup baik. Kinerja pendapatan jika
dlihat dari rasio keuangan menunjukkan bahwa derajat
desentralisasi Kota Medan masih rendah, kemandirian
keuangan Kota Medan masih rendah dan mempunyai
kecenderungan menurun. Tetapi pemerintah Kota Medan
cukup efektif dalam merealisasikan pajak daerah meskipun
derajat konstribusi BUMD terhadap PAD masih sangat kecil.
Jika dilihat dari kinerja belanja pemerintah Kota Medan
dilihat dari analisis varians secara umum pemerintah Kota
Medan dapat dikatakan baik dari tahun 2003-2007, dan
pertumbuhan belanja Kota Medan cenderung fluktuatif.
Kinerja pemerintah Kota Medan dari analisis pembiayaan
secara umum sudah baik dilihat dari SILPA yang sersaldo
positif.
2
3
Sri Rahayu (2009)
Mohammad Adhim
(2008)
Pengukuran Kinerja
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah
(APBD) Pemerintah
Daerah Muaro Jambi
Analisis Kinerja
Anggaran Pemerintah
dan Kaitannya dengan
Pereknomian Daerah
Kabupaten Sorolangun
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten
Muaro Jambi rasio efektivitas bernilai tinggi, rasio efisiensi
bernilai rendah, Rasio pertumbuhan semakin meningkat, dan
rasio Kemandirian dan rasio aktivitas masih rendah
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kabupaten
Sarolangun dalam merealisasikan pandapatan baik PAD dan
pajak daerah dari tahun 2001-2007 dapat dikatakan efektif
dan efesien. Kabupaten Sarolangun masih tergantung pada
pemerintah pusat sehingga penyelenggaraan desentralisasi
masih rendah. Dalam merealisasikan belanja dapat dikatakan
efisen dan pertumbuhan belanja menunjukkan pertumbuhan
yang posistif yang diimbangi dengan pertumbuhan
pendapatan yang juga positif.
Sumber: Data diolah, 2012
2.3 Kerangka Konseptual Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat penelitiannya di Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo. Penelitian ini melihat
dari segi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Di Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut melihat laporan keuangan
daerah yakni Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Di laporan realisasi anggaran
itu peneliti menganalisis laporan keuangan tersebut dengan menggunakan analisis
32
rasio keuangan. Alat analisisnya yang digunakan pada penelitian ini yakni Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah, Rasio Efisiensi PAD, Rasio Efektifitas PAD,
Rasio Aktivitas dan Rasio DSCR. Dengan menggunakan ke lima alat analisis ratio
tersebut peneliti bisa mengetahui sejauh mana kinerja keuangan Pemerintah Kota
Gorontalo.
Apabila digambarkan dalam satu skema, maka peneliti membuat kerangka
konseptual penelitian sebagaimana ditunjukkan pada gambar 5 sebagai berikut:
M
Gambar 5: Kerangka Konseptual
APBD
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Laporan Keuangan Daerah
Analisis Laporan Keuangan dengan
Menggunakan Analisis Rasio Keuangan
Rasio Kemandirian Rasio Efesiensi Rasio Efektifitas Rasio Aktivitas Rasio DSCR
Kinerja Keuangan Keuangan Pemerintah Kota Gorontalo
Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset
Daerah Kota Gorontalo
UU NO 17 TAHUN 2003
Teori
Mahmudi,
2010: Analisis
Laporan
Keuangan
Daerah
Penelitian Terdahulu
Addina
Marizka
(2010)
Sri Rahayu
(2009)
Mohammad
Adhim (2008)
Pemerintah Kota Gorontalo