4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan
mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja (termasuk pekerja
kontrak dan kontraktor) dan juga tamu atau orang lain yang berada
ditempat kerja.
Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah suatu
sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada
semua personel di tempat kerja agar tidak menderita luka maupun
menyebabkan penyakit di tempat kerja dengan mematuhi atau taat pada
hukum dan aturan kesehatan dan keselamatan kerja, yang tercermin pada
perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja. Rijuna Dewi
(2006).
Randall dan Jackson (1999) mengatakan apabila perusahaan dapat
melaksanakan program kesehatan dan keselamatan kerja dengan baik,
maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktifitas karena menurunnya jumlah hari kerja
yang hilang.
2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.
3. Menurunnya biaya-biaya asuransi.
4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih
rendah karena menurunnya pengajuan klaim.
5. Fleksibilitas dan adaptasi yang lebih besar sebagai akibat dari
partisipasi dan rasa kepemilikan.
6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra
5
perusahaan.
7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungannya secara substansial.
Menurut Modjo (2007) menjelaskan mengenai manfaat penerapan
program kesehatan dan keselamatan kerja di perusahaan antara lain:
1. Pengurangan Absentisme.
Perusahaan yang melaksanakan program kesehatan dan keselamatan
kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan
penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak
masuk karena lasan cedera atau sakit akibat kerja pun semakin
berkurang.
2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan.
Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar-benar
memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya
kemungkinan untuk mengalami cedera dan sakit akibat kerja adalah
kecil, sehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan/
kesehatan dari mereka.
3. Pengaruh Turnover Pekerja.
Perusahaan yang menerapkan program kesehaan dan keselamatan
kerja mengirim pesan yang jelas pada pekerja bahwa pihak
manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan mereka,
sehingga menyebabkan para pekerja menjadi lebih bahagia dan tidak
mau keluar dari pekerjaannya.
4. Peningkatan Produktivitas.
Dari hasil penelitian yang ada memberikan gambaran bahwa baik
secara individu maupun bersama-sama penerapan program kesehatan
dan keselamatan kerja memberikan pengaruh positif terhadap
produktivitas kerja.
2.1.1 Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Mangkunegara (2002) bahwa tujuan dari keselamatan dan
6
kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Agar setiap pegawai/tenaga kerja mendapat jaminan keselamatan dan
kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya, selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
gizi pegawai/tenaga kerja.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar tehindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai/tenaga kerja merasa aman dan terlindungi dalam
bekerja.
2.1.2 Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan
menyusun Undang-Undang Tentang Kecelakaan tahun 1947 Nomor 33,
yang dinyatakan berlaku pada tanggal 6 Januari 1951, kemudian disusul
dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan berlakunya peraturan
kecelakaan tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti
tentang disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan
(Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan, 2002). Lalu, menurut
penjelasan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992,
menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja juga berperan
aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program pemeliharaan
dan peningkatan kesejahteraan demi terwujudya perlindungan tenaga
kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja
yang bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi para karyawana juga
harus ikut berperan aktif dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan
bersama.
7
Berdasarkan Undang-undang no. 1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1,
syarat keselamatan kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat
aturan K3 adalah:
1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5. Memberi pertolongan pada kecelakaan
6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar, radiasi, suara dan getaran
8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
fisik maupun psikis, keracunan, infeksi dan penularan
2.1.3 Bahaya
Bahaya adalah aktifitas, kondisi, kejadian, gejala, proses, material,
dan segala sesuatu yang ada di tempat kerja berhubungan dengan
pekerjaan yang menjadi berpotensi menjadi sumber kecelakaan cidera
penyakit dan kematian. Bahaya merupakan suatau keadaan yang
memungkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya kejadian berupa
cidera, penyakit, kematian, kerusakan atau ketidakmampuan
melaksanakan fungsi operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008).
Bahaya (hazard) merupakan suatu keadaan (energy, tindakan, kondisi)
yang memungkinkan atau menimbulkan cidera, penyakit, kematian
ataupun kerusakan harta benda termasuk di dalamnya adalah kerusakan
lingkungan , termasuk dalam definisi bahaya ini adalah aspek lingkungan
8
(Amminudin, 2011).
Sumber-sumber bahaya bisa berasal dari :
a. Manusia
Dari penyidikan, ternyata faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan
sangatlah penting. Selalu ditemui, dari hasil penelitian bahwa 80-85%
kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia.Bahkan
ada suatu pendapat bahwa akhirnya langsung atau tidak langsung,
semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia.
b. Peralatan
Dalam industri digunakan berbagai peralatan yang mengandung
bahaya apabila tidak digunakan dengan semestinya, tidak ada latihan
tentang penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan
perlindungan dan pengamanan, serta tidak ada perawatan atau
pemeriksaan. Perawatan dan pemeriksaan diadakan
menurut kondisi agar bagian-bagian mesin atau alat-alat yang berbahaya
dapat dideteksi sedini mungkin.
c. Bahan atau material
Menurut Amminudin (2011), Karakteristik bahan yang ditimbulkan dari
suatu bahan tergantung dari sifat bahan, antara lain :
1) Mudah terbakar
2) Mudah meledak
3) Menimbulkan energi
4) Menimbulkan kerusakaan pada kulit dan jaringan tubuh
5) Menyebabkan kanker
6) Menyebabkan kelainan pada janin
7) Bersifat racun
8) Radioaktif
9
d. Proses
Bahaya yang timbul dari faktor proses tergantung dari teknologi yang
dipakai. Proses yang dilakukan menggunakan peralatan yang
sederhana dan peralatan yang komplek/rumit mempunyai potensi
bahaya yang berbeda. Dari proses produksi terkadang timbul debu,
asap, panas, bising, dan bahaya mekanis seperti tangan terjepit,
terpotong, memar, tertimpa bahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja (Amminudin 2011).
e. Cara Kerja
Cara kerja mempunyai efek bahaya baik terhadap karyawan sendiri atau
orang yang berada di sekitar. Cara kerja yang dimaksud antara lain :
1). Cara mengangkat dan mengangkut, apabila terjadi kesalahan
akan mengakibatkan cidera.
2). Cara kerja yang salah dapat mengakibatkan partikel (debu, serbuk
logam) terhambur, timbulnya percikan api serta tumpahnya
bahan kimia
3). Pemakaian alat pelindung diri yang tidak sebagaimana mestinya
serta cara pemakaian yang salah.
f. Lingkungan Kerja
Faktor-faktor bahaya lingkungan kerja antara lain :
1) Faktor fisik, meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat
lambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dll.
2) Faktor kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan,
dan benda benda padat.
3) Faktor biologi, baik golongan hewan maupun tumbuhan
4) Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja
5) Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di
antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan
sebagainya.
10
2.2 Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah yang berhubungan dengan hubungan
kerja pada perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa
kecelakaan terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang
jelas suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak
terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta
benda, atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu
proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2008).
Secara umum kecelakaan selalu diartikan sebagai “kejadian yang
tidak dapat diduga”. Sebenarnya setiap kecelakaan kerja itu dapat
diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak
memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, kewajiban berbuat secara selamat
dan mengatur peralatan serta perlengkapan sesuai dengan standar
kewajiban oleh Undang-Undang (Bennet Silalahi N.B 1991).
Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan
manusia yang tidak aman (unsafe act) dan keadan lingkungan yang tidak
aman (unsafe condition). Dari data kecelakaan didapatkan 85% sebab
kecelakaan adalah faktor manusia. Oleh karena itu sumber daya manusia
dalam hal ini memegang peranan penting dalam penciptaan keselamatan
dan kesehatan kerja. Tenaga kerja yang mau membiasakan dirinya dalam
kedaan yang aman akan sangat membantu dalam memperkecil angka
kecelakan kerja (Suma’mur, 1996).
Teori trerjadinya kecelakaan kerja dirumuskan oleh Heinrich dan
kemudian disempurnakan oleh Frank E. Bird. Teori tersebut dikenel
dengan Teori Domino. Dalam teori sederhana ini dinyatakan bahwa
kecelakaan kerja tidak datang dengan sendirinya, ada serangkaian
peristiwa sebelumnya yang mendahului adanya suatu kecelakaan kerja.
Dalam teori ini rangkaian dari beberapa peristiwa digambarkan sebagai
rangkaian kartu domino.
11
Pada buku Practical Loos Control Leadership (1986), Frank E.
Bird dan Germain menggambarkan urutan-urutan kejadian yang saling
berhubungan dan berakhir pada kerugian yaitu cidera, kerusakan
peralatan atau terhentinya proses.
2.2.1 Penyebab Kecelakaan Kerja
Menurut Ranuprojo (1988) menyebutkan sebab-sebab kecelakaan
bisa dikelompokkan menjadi dua sebab utama, yaitu sebab-sebab teknis
dan sebab- sebab human (manusia). Sebab-sebab teknis biasanya
menyangkut masalah keburukan pabrik, peralatan yang digunakan,
mesin-mesin, bahan-bahan dan buruknya lingkungan kerja. Untuk
mengurangi perlu dilakukan perbaikan teknis. Sebab-sebab manusia
biasanya dikarenakan oleh deficiencies para individu seperti sikap yang
ceroboh, tidak hati-hati, tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik,
mengantuk, pecandu alkohol atau obat bius, dan lain sebagainya. Para
ahli mensinyalir 4 dari 5 kecelakaan, penyebabnya adalah manusia. Oleh
karena itu program keselamatan kerja harus lebih banyak memusatkan
kepada aspek manusianya. Di antara sebab-sebab teknis antara lain
adalah: penerangan yang kurang, mesin-mesin yang kurang terpelihara,
dan suara bising yang berlebih- lebihan. Karyawan yang sering
mengalami kecelakaan di waktu bekerja disebut sebagai accident prone
individuals.
2.2.2 Akibat yang ditimbulkan Akibat Kecelakaan Kerja
Daryanto (2002) menyatakan, akibat dari kecelakaan kerja itu
sendiri menyangkut hal berikut:
1. Kerugian bagi instansi
a. Biaya pengangkutan korban ke rumah sakit.
b. Biaya pengobatan, penguburan jika korban sampai meninggal dunia.
12
c. Hilangnya waktu kerja si korban dan rekan-rekan yang menolong
sehingga memperlambat kelancaran program.
d. Mencari pengganti atau melatih tenaga baru.
e. Mengganti/memperbaiki mesin yang rusak.
f. Kemunduran mental para pekerja/siswa lain.
2. Kerugian bagi korban
Kerugian yang paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu
sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia, ini
berarti hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih
sayang orang tua terhadap putra-putrinya.
3. Kerugian bagi masyarakat dan Negara
Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya
produksi yang menyebabkan dinaikkannya harga produksi perusahaan
tersebut dan merupakan pengaruh dari harga pasaran.
2.2.3 Cara Mencegah Kecelakaan
Menurut International Labour Office, Genewa, Switzerland
(1989) dalam buku Pedoman Pencegahan Kecelakaan Kerja terdapat
berbagai cara yang umum digunakan untuk meningkatkan keselamatan
kerja dalam industri dewasa ini diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peraturan-peraturan, yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenahi
hal-hal seperti kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi,
pemeliharaan, pengawasan, pengujian dan pengoperasian peralatan
industri, kewajiban- kewajiban para pengusaha dan pekerja, pelatihan,
pengawasan kesehatan, pertolongan pertama dan pemeriksaan
kesehatan.
2. Standarisasi yaitu menetapkan standar-standar resmi, setengah resmi
ataupun tidak resmi, misalnya mengenai konstruksi yang aman dari
jenis-jenis peralatan industri tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang aman
13
dan sehat, ataupun tentang alat pengaman perorangan.
3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usaha penegakan peraturan
yang harus dipatuhi.
4. Riset Teknis, termasuk penyelidikan peralatan dan ciri-ciri bahan
berbahaya, penelitian tentang pelindungan mesin, pengujian masker
pernapasan, penyelidikan berbagai metode pencegahan ledakan gas
dan debu, atau pencarian bahan-bahan yang paling cocok serta
perancangan tali kerekan dan alat-alat kerekan lainnya.
5. Riset Medis, termasuk penyelidikan dampak fungsiologis dan
patologis dari faktor-faktor lingkungan dan teknologi, serta kondisi-
kondisi fisik yang amat merangsang terjadinya kecelakaan.
6. Riset Psikologis, sebagai contoh adalah penyelidikan pola-pola
psikologis yang dapat menyebabkan kecelakaan.
7. Riset Statistik, untuk mengetahui jenis-jenis kecelakaan yang terjadi,
berapa banyak, kepada tipe orang yang bagaimana yang menjadi
korban,dalam kegiatan-kegiatan seperti apa, dan apa saja yang
menjadi penyebab.
8. Pendidikan, meliputi pengajaran subyek keselamatan sebagai mata
ajaran dalam akademi teknik, sekolah-sekolah dagang atau kursus-
kursus magang.
9. Pelatihan, sebagai contoh yaitu pemberian instruksi-istruksi praktis
bagi para pekerja, khususnya bagi pekerja baru dalam hal-hal
keselamatan kerja.
10. Persuasi, sebagai contoh yaitu penerapan berbagai metode publikasi
dan imbauan untuk mengembangkan “kesadaran akan keselamatan”
11. Asuransi, yaitu dengan cara penyediaan dana-dana untuk
meningkatkan upaya-upaya pencegahan kecelakaan, misalnya pabrik-
pabrik yang telah mengadakan standar pengamanan yang tinggi.
12. Tindakan-tindakan, pengamanan yang dilakukan oleh masing-masing
individu.
14
2.2.4 Manajemen Risiko
Istilah “risiko” (risk) memiliki banyak definisi, tetapi pengertian
secara ilmiah sampai saat ini masih tetap beragam. Menurut kamus bahasa
Indonesia versi online dalam buku Mnajemen Risiko Bisnis (Pramana,
2011), risiko adalah “akibat yang kurang menyenagkan (merugikan,
membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan”. Dengan kata lain,
risiko merupakan kemungkinan situasi atau keadaan yang dapat
mengancam pencapaian tujuan serta sasaran sebuah organisasi atau
individu (Pramana, 2011). Secara ilmiah risiko didefinisikan sebagai
kombinasi fungsi dari frekuensi kejadian, probabilitas dan konsekuensi
dari bahaya risiko yang terjadi.
Sedangkan pengertian manajemen adalah suatu proses kegiatan
yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pengukuran dan tindak
lanjut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan
sumber daya yang ada. Menurut (Bennet Silalahi N.B, 1991) manajemen
merupakan satu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak
tidak terlepas dari tanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja, baik
dari segi perencanaan maupun pengambilan keputusan dan organisasi.
Jadi, pengertian manajemen risiko adalah suatu upaya penerapan
kebijakan peraturan dan upaya-upaya praktis manajemen secara
sistematis dalam menganalisa pemakaian dan pengontrolan risiko untuk
melindungi pekerja serta lingkungan (Hermawan, 2010). Manajemen
Risiko adalah suatu upaya mengelola risiko untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehesif, terencana dan
terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik.
2.3 Metode HIRA (Hazard Identification Risk Assesment)
Metode HIRA (Hazard Identification Risk Assesment) yang merupakan
tahapan awal dalam manajemen risiko. Metode HIRA (Hazard
Identification Risk Assesment), yaitu suatu proses pemerikasaan terstruktur
15
dan sistematis dari perencanaan dan proses atau operasi yang ada untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi masalah guna mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja (S. Gokul Raj dan N. Shivasankaran, 2014).
Menurut S. Gokul Raj dan N. Shivasankaran (2014) yang dikutip dari
AHSAS 18001, cara terbaik untuk mengurangi bahaya adalah dengan
menyingkirkan hal-hal yang mempunyai potensi bahaya terhadap
terjadinya kecelkaan kerja. Cara melakukan identifikasi bahaya adalah
dengan mengidentifikasi seluruh proses/ area yang ada dalam segala
kegiatan, mengidentifikasi sebanyak mungkin aspek keselamatan dan
kesehatan kerja pada setiap proses/ area yang telah diidentifikasi
sebelumnya dan identifikasi K3 dilakukan pada suatu proses kerja baik
pada kondisi normal, abnormal, emergency, dan maintenance.
Berikut proses identifikasi menggunakan HIRA menurut UNSW Health
and Safety (2008):
2.3.1 Identifikasi Bahaya (Hazard Identification)
Pada tahap ini dilakukan proses Identifikasi Bhaya dilakukan
dengan tujuan untuk mencari titik-titik bahaya yang dapat menyebabkan
kecelakaan kerja di perusahaan.
Identifikasi bahaya ini adalah usaha-usaha mengenal dan
mengetahui adanya bahaya pada suatu sistem (peralatan, unit kerja,
prosedur) serta menganalisa bagaimana terjadinya. Identifikasi sumber
bahaya.
Tabel 2.1. Identifikasi Hazard dan Risk
No. Event Hazard Risk Outcome
Sumber: UNSW Health and Safety, 2008
16
Keterangan :
a. Event adalah suatu aktivitas penyebab terjadinya kecelakaan kerja
b. Hazard adalah sumber potensi bahaya
c. Risk adalah suatu risiko yang alkan terjadi dengan adanya hazard
d. Outcome bisa diartikan sebagai akibat nantinya dengan adanya hazard
2.3.2 Analisa Risiko (Risk Assesment)
Tahap analisa risiko yang dilakukan adalah dengan
mendefinisikan sumber-sumber penyebab masalah kecelakaan kerja yang
terjadi. Adapun langkah-langkah dari analisa risiko antara lain :
1. Estimasi Kriteria-Kriteria Risiko
Mempertimbangkan tentang berapa sering dan berapa lama
seorang tenaga kerja terpapar potensi bahaya. Berikut contoh tabel risko
yang digunakan dalam mengidentifikasi masalah perusahaan. Terdapat 2
kriteria dalam perangkingan risiko yaitu :
a. Likelihood (L) adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan
Tabel 2.2. Kriteria Likehood
Likelihood
Level Criteria Description
Kualitatif Semi Kualitatif
1 Jarang terjadi Dapat dipikirkan tetapi tidak hanya
saat keadaan yang ekstrim
Kurang dari 1 kali
dalam 10 tahun
2 Kemungkinan
Kecil
Belum terjadi tapi bisa muncul atau
terjadi pada suatu waktu
Terjadi 1 kali dalam 10
tahun
3 Mungkin Seharusnya terjadi dan mungkin
telah terjadi atau muncul disini atau
ditempat lain
1 kali per 5 tahun atau
1 kali per tahun
4 Kemungkinan
Besar
Dapat terjadi dengan mudah,
mungkin muncul dalam keadaan
Lebih dari 1 kali per
tahun hingga 1 kali per
17
yang paling banyak terjadi bulan
5 Hampir Pasti Sering terjadi, diharapkan muncul
dalam keadaan yang paling banyak
terjadi
Lebih dari 1 kali per
bulan
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
b. Severity and Consequences © adalah tingkat keseriusan cidera dan
kehilangan hari kerja
Tabel 2.3. Kriteria Consequences atau Severity
Likehood
Level Criteria Description
Kualitatif Semi Kualitatif
1 Tidak
Signifikan
Kejadian tidak memberikan kerugian atau
cidera pada manusia
Tidak menyebabkan
kehilangan hari kerja
2 Kecil Menimbulkan cidera ringan, kerugian
kecil dan tidak menimbulkan dampak
terhadap kelangsungan bisnis
Masih dapat bekerja
pada hari atau shift
yang sama
3 Sedang Cidera berat dan dirawat dirumah sakit,
tidak menimbulkan cacat tetap, kerugian
financial sedang
Kehilangan hari kerja
dibawah 3 hari
4 Berat Menimbulkan cidera parah dan cacat tetap
serta kerugian financial besar yang
menimbulkan dampak terhadap
kelangsungan bisnis
Kehilangan hari kerja
3 hari atau lebih
5 Bencana Mengakibatkan korban meninggal dan
kerugian parah bahkan dapat
menghentikan kegiatan binis selamanya
Kehilangan hari kerja
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
2. Penentuan Tingkat Keseriusan atau Severitas
Dilakukan proses penilaian dari masing-masing sumber bahay, kita
18
harus membuat keputusan tentang seberapa parah kecelakaan atau sakit
yang mungkin terjadi.
Penentuan tingkat keseriusan dari suatu kecelakaan juga
memerlukan suatu pertimbangan tentang dampak kecelakaan dan bagian-
bagian tubuh atau indera manusia mana saja yang dapat berpegaruh
dalam potensi bahaya.
Tabel 2.4 Rating Consequence and Rating Likelihood
Hazard Risk Consequence Likelihood
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
3. Matriks Klaster Risiko
Selanjutnya membuat skala risiko untuk setiap potensi bahaya yang
diidentifikasi dalam upaya menyusun rencana pengendalian potensi
bahaya serta risiko yang telah terjadi dengan Matriks Risiko.
Tabel 2.5 Rating Matriks
Likelihood
Rating
Concequence Rating
1 2 3 4 5
1 1 2 3 4 5
2 2 4 6 8 10
3 3 6 9 12 15
4 4 8 12 16 20
5 5 10 15 20 25
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
19
Keterangan :
Selanjutnya dapat ditentukan tingkat risiko dari masing-masing
hazard yang telah diidentifikasi dengan cara melakukan perkalian pada
tiap-tiap nilai hazard pada kriteria likelihood dan consequence, sehingga
akan diperoleh skor risko guna tindakan perbaikan.
Tabel 2.6. Perhitungan Skor Risiko
Hazard Risk Consequence Likelihood Skor Risiko
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
Skor Risiko = Consequence x Likelihood
1. Diagram Presentase Risiko
Tahap ini dilakukan proses identifikasi berdasarkan skor risiko
dengan diagram yang menjelaskan presentase dari masing-masing risiko.
Gambar 2.1 Contoh Diagram Presentase Risiko
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
Gambar 2.1 Contoh Diagram Presentase Risiko
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
20
2.3.2 Pengendalian Risiko (Risk Control)
Pada tahap ini dilakukan analisis mengenai pengendalian risiko
yang dapat diterapkan pada titik-titik yang dapat menimbulkan bahaya
kerja di Perusahaan. Tujuan dari tahap ini adalah mengubah
ketidakpastian menjadi keuntungan bagi perusahaan dengan cara
menghambat terjadinya ancaman.
Prioritas tindakan perbaikan dari masing-masing potensi bahaya
(hazard) dan risiko (risk) yang akan terjadi dengan mengacu pada Tabel
Indeks Prioritas Tindakan Perbaikan dibawah ini :
Tabel 2.7 Indeks Prioritas Tindakan Perbaikan
Sumber : UNSW Health and Safety, 2008
Tahap terakhir dari pengemdalian dan perbaikan adalah
mengevaluasi masing-masing bahaya berdasarkan tingkat bahaya risiko,
diantaranya :
1. Bahaya Risiko Ekstrim
2. Bahaya Risiko Tinggi
3. Bahaya Risiko Sedang
4. Bahaya Risiko Rendah
21
2.3.3 Human Error
Human error didefinisikan sebagai keputusan atau perilaku
manusia yang tidak tepat yang mengurangi atau berpotensi mengurangi
efektivitas, keselamatan atau performa sistem (Sanders & McCormick,
1993). Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh manusia menimbulkan
dampak negatif bagi performansi perusahaan. Menurut Meister dalam
Eviyanti, 2013, 20%-50% kegagalan yang terjadi dalam suatu sistem
disebabkan oleh human error. Menurut Meister dalam Soesanto (2010),
human error adalah probabilitas keandalan manusia untuk menyelesaikan
suatu aktivitas secara sukses dalam kurun waktu tertentu. Ramussen
dalam Sanders & McCormick (1993) mengidentifikasi tiga tipe human
error berdasarkan tingkatan perilaku, yaitu :
1. Skill-based behavior
Skill-based behavior adalah perilaku yang dikendalikan oleh
rutinitas dan pola yang tetap. Hal ini terjadi pada operator yang bekerja
pada situasi yang rutin.Error yang termasuk dalam skill-based behavior
umumnya adalah kesalahan dalam mengeksekusi.
2. Rule-based behavior
Rule-based behavior terjadi pada situasi yang umum dimana
terdapat aturan yang digunakan untuk mengkoordinasikan perilaku sub-
rutin. Error jenis ini termasuk error dalam mengidentifikasi point
menonjol dari sebuah situasi dan mengingat serta mengaplikasikan aturan
yang benar.
3. Knowledge-based behavior
Knowledge-based behavior terjadi pada situasi yang unik dan
tidak umum dimana setiap tindakan harus direncanakan berdasarkan
tujuan akhirnya. Error jenis ini terjadi karena analisa dan pengambilan
keputusan yang kurang tepat.
Klasifikasi human error menurut Swain dalam Pulat (1992) adalah :
22
1. Errors of omission
Kesalahan dimana operator tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan. Salah satu langkah atau keseluruhan dalam
pekerjaan mungkin dihilangkan. Contoh dari Error jenis ini adalah
pekerjaan mencetak halaman pada sebuah dokumen, namun halaman
tidak tercetak. Terjadinya
errors of omission dapat disebabkan oleh training yang tidak memadai
atau terlalu tinggi atau terlalu rendahnya tingkat stress.
2. Errors of commission
Kesalahan dimana operator melakukan pekerjaannya, tetapi tidak
dilakukan dengan benar. Beberapa alasan yang mungkin menyebabkan
terjadinya errors of commission adalah kesalahan dalam pengaplikasian
tindakan, kesalahan dalam urutan pengerjaan, gagal menyelesaikan tugas
tepat waktu atau kurangnya aplikasi. Meister dalam Pulat (1992)
mengklasifikasikan error dalam jenis aktivitas yang dilakukan, yaitu :
1. Operating errors
Kesalahan yang dilakukan operator dalam lingkungan kerjanya.
Berbagai jenis kesalahan dapat terjadi dalam pengoperasian peralatan.
2. Assembly errors
Kesalahan yang dilakukan operator saat proses assembly.
Kesalahan dapat ditemukan saat proses inspeksi atau setelah menemukan
kegagalan dalam penggunaan produk.
3. Design errors
Kesalahan yang terjadi akibat tidak memadainya rancangan yang
dibuat oleh desainer yang dapat disebabkan oleh kurangnya waktu
perancangan atau dasar rancangan yang tidak cukup.
4. Inspection errors
Kesalahan yang terjadi saat proses inspkesi. Inspector tidak 100%
akurat. Mereka mungkin menolak produk/rakitan yang baik atau
23
melewatkan produk yang buruk.
5. Installation errors
Kesalahan yang terjadi selama proses instalasi mesin. Penyebab
dari Installation errors adalah kurang memadainya pengalaman instalasi
dan instalasi tidak sesuai dengan instruksi yang ada.
6. Maintenance errors
Kesalahan yang dilakukan oleh pekerja maintenance. Contohnya
adalah kesalahan dalam perbaikan peralatan dan kalibrasi. Menurut
Sutalaksana (1979) dalam jurnal taknik Institut Teknologi Surabaya yang
berjudul Analisis Human Error Terhadap Kecelakaan Kapal Pada Sistem
Kelistrikan Berbasis Data di Kapal, terdapat klasifikasi Human Error
untuk mengidentifikasi penyebab kesalahan tersebut yaitu System Induced
Human Error, Design Induced Human Error dan Pure Human Error
a. System Induced Human Error
System Induced Human Error adalah dimana mekanisme suatu
sistem memungkinkan manusia melakukan kesalahan, misalnya
manajemen yang tidak menerapkan disiplin secara baik dan tepat.
b. Design Induced Human Error
Design Induced Human Error adalah dimana terjadinya kesalahan
disebabkan oleh perancangan atau desain sistem kerja yang kurang baik.
c. Pure Human Error
Pure Human Error adalah kesalahan yang terjadi murni berasal
dari dalam diri manusia itu sendiri, misalnya karena skill, pengalaman
dan psikologis.
2.3.4 Human Error Probability dan Human Reliability
Human Error Probability berhubungan erat dengan Human
Reliability. Human Reliability adalah kemungkinan dari sebuah
24
keberhasilan dari suatu tugas dalam batas waktu tertentu, dengan
persyaratan yang ditentukan (Meister, 1971). Swain (1980) mendefinisikan
Human Reliability sebagai performansi suatu sistem dalam waktu tertentu
tetapi tidak menurunkan performansi sistem yang lain. Tujuan dari analisis
human reliability adalah untuk mengetahui daerah – daerah yang beresiko
tinggi, menemukan faktor – factor yang menyebabkan terjadinya human
error, mengetahui besar resiko yang ditimbulkan dan bagaimana melakukan
suatu perbaikan terhadap sistem yang ada sehingga dapat
meminimalisir biaya dan atau dapat mengurangi human error yang dapat
menimbulakan bahaya. Terdapat beberapa teknik untuk menganalisis human
reliability. Teknik – teknik tersebut sangat berguna dalam pengukuran nilai
human error probability (HEP) yang terjadi, sehingga dapat dilakukan
perbaikan terhadap kesalahan yang terjadi dari suatu pekerjaan. Menurut
Dhillon (1998) dalam Dewi (2008) , HEP didefinisikan sebagai probabilitas
terjadinya human error pada periode waktu tertentu. Potensi terjadinya
human error dapat dilihat berdasarkan HEP (Dewi, 2008).
2.3.2 Hierarchical Task Analysis (HTA)
Hierarchical Task Analysis (HTA) merupakan sebuah metode
untuk menganalisis task yang complex. HTA sering digunakan karena
mudah, detail dan tepat sasaran dalam penggunaanya. Task Analysis
merupakan metode formal untuk mendeskripsikan dan menganalisis
interaksi manusia dengan sistem baik yang berupa aktivitas fisik maupun
aktivitas cognitive yang dilakukan untuk mencapai tujuan sistem. Pada
task analysis peran operator di dalam sistem didefinisikan secara detail.
(Findiastuti et al., 2000) HTA merupakan metode breakdown task yang
paling sering digunakan karena mudah digunakan, detail dan langsung
mengenai sasaran. Langkah awal yang dilakukan dalam HTA adalah
menentukan goal atau tujuan task. Langkah berikutnya adalah
mendeskripsikan sub goal dan merencanakan bagaimana cara mencapai
masing – masing sub goal. Representasi dan record HTA ditampilkan
25
menggunakan hierarki diagram dan pemberian nomor untuk memberi
petunjuk urutan. HTA juga dapat ditampilkan dalam bentuk tabular
Formats (tabel)
2.3.3 Systematic Human Error Reduction and Prediction (SHERPA)
Systematic Human Error Reduction and Prediction (SHERPA)
dikembangkan oleh Embrey pada tahun 1986 . SHERPA merupakan
salah satu metode kualitatif untuk menganalisa human error dengan
menggunakan task level dasar sebagai inputnya. SHERPA lebih cocok
diterapkan untuk error yang berhubungan dengan keahlian dan kebiasaan
manusia, lebih detail dan konsisten dalam identifikasi error (Kirwan,
1994 dalam Findiastuti et al ., 2008). Langkah – langkah yang dilakukan
dilakukan dalam penerapan metode SHERPA adalah :
1. Terapkan analisa task ke dalam task yang akan diselidiki
2. Identifikasi error yang potensial terjadi dari masing – masing task level
dasar
3. Identifikasi konsekuensi error dan task berikutnya yang dapat
mengantisipasi apabila terjadi error
4. Tabulasikan error – error tersebut ke dalam tabel SHERPA
26