BAB II
KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Kerangka Teori
1. Anak
a. Pengertian Anak
Definisi atau pengertian anak tertuang dalam pasal 1 Undang-
undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 1
ditegaskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.13 Sebenarnya dalam sistem
perundang-undangan Indonesia memberikan pengertian yang berbeda-
beda dalam memberikan batas usia bisa disebut anak. Ada beberapa
ketentuan yang berlaku ada beberapa aturan yang memberikan batas usia
bisa disebut sebagai anak.
Di dalam Perma No 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Diversi dalam Sitem Peradilan Pidana Anak sesuai Perma No 4 tahun
2014 tengtang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sitem Peradilan
Pidana Anak pasal 2 yaitu
“diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 tahun
tetapi belum berumur 18 tahun atau telah berumur 12 tahun
meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 tahun , yang di
duga melakukan tindak pidana.”14
13Undang-undang RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 14Perma No 4 tahun 2014 tengtang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sitem
Peradilan Pidana Anak
Adapun yang dimaksud dengan anak dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
menentukan sebagai berikut :
- Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang
berberhadapandengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana,
dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
- Anak yang berhadapan dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak
adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak
pidana.
- Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut
Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
b. Asas-asas perlindungan anak
Meletakkan asas hukum perlindungan anak menjadi prasyarat
untuk mengelompokkan hukum perlindungan anak sebagai institusi
hukum dari subsistem hukum acara pidana. Sebagaimana sifat dari hukum
itu sendiri bahwa menciptakan suatu sistem yang struktural
harusdiutamakan berfungsinya unsur legalitas yang menjadi dasar
peletakan sanksi, menghilangkan resiko korban dan lain-lain dari
pembatasan formal dalam proses hukum pidana dan hukum acarapidana.
Asas hukum perlindungan anak dalam ketentuan-ketentuan hukum pidana
pada dasarnya mengikuti ketentuan yang menjadi esensi utama dari
ketentuan hukum pidana dan hukum acara pidana.15
Selain asas sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang
No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yaitu asas perlindungan
anak, asas kepentingan, asas hak untuk hidup, asas penghargaandan juga
dalam konvensi hak anak,Aspek Filosofis sesuai dengan penetapan Diversi
juga melihat hak hak anak untuk secara umum untuk memperoleh tujuan
dari bekerjanya sistem peradilan pidana anak pada dasarnya ditujuakn
untuk membangun sistem peradilan yang adil dan ramah terhadap anak
(fair and humane).
Sistem Peradilan Pidana Anakdilaksanakan berdasarkan asas :
a. Asas perlindungan yang dimaksud dengan perlindungan meliputi
kegiatan yang bersifat langsung dan tidak langsung dari tindakan
yang membahayakan anak secara fisik dan/atau psikis;
b. Asas keadilan yang dimaksud dengan keadilan adalah bahwa setiap
penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi
anak;
c. Asas non diskriminasi yang dimaksud dengan non diskriminasi
adalah tidak adanya perlakuan yang berbeda didasarkan pada
suku,agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan
15M. Hassan Wadong, Pengantar Advoksi dan Perlindungan Anak ,Jakarta ,
Grasindo,2000, hal.58
bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, serta kondisi
fisik dan/atau mental;
d. Asas kepentingan terbaik bagi anak yang dimaksud dengan
kepentingan terbaik bagi anak adalah segala pengambilan
keputusan harus selalu mempertimbangkan kelangsungan hidup
dan tumbuh kembang anak;
e. Asas penghargaan terhadap pendapat anak adalah asas
penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan
pendapatnya dalam pengambilan keputusan, terutama jika
menyangkut hal yang mempengaruhi kehidupan anak
f. Asas kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak adalah hak
asasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara,
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua
g. Asas pembinaan dan Pembimbingan. Pembinaan adalah kegiatan
untuk meningkatkan kualitas, ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan,
profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani anak baik di dalam
maupun diluar proses peradilan pidana. Pembimbingan adalah
pemberian tuntunan untuk meingkatkan kualitas ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan
keterampilan, profesional, serta kesehatan jasmani dan rohani klien
kemasyarakatan;
h. Asas proporsional adalah segala perlakuan terhadap anak
harusmemperhatikan batas keperluan, umur dan kondisi anak;
i. Asas perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir adalah
asas yang pada dasarnya anak tidak dapat dirampas
kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian
perkara;
j. Asas penghindaran pembalasan adalah asas yang menjauhkan
upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana
Ketentuan peradilan anak dengan adanya Undang-undang Nomor
11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah
MenjadiHukum Acara Pidana Anak yang diposisikan dengan ketentuan
asas lex spesialis de rogat lex generalis.16
c. Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Mengenai perlindungan anak, Pasal 64 Undang – Undang Nomor
35 tahun 2014 Perlindungan Anak menyebutkan bahwa :
1. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak yang
berhadapandengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
2. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan melalui:
a. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan
16M. Hassan Wadong, Pengantar Advoksi dan Perlindungan Anak ,Jakarta
,Grasindo,2000,hal.63
hak-hak anak.
b. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini.
c. Penyediaan sarana dan prasarana khusus.
d. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak.
e. Pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan
anak yang berhadapan dengan hukum.
f. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan
orang tua atau keluarga.
g. Perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan
untuk menghindari labelisasi.
Tujuan diberikannya perlindungan hukum bagi pelaku kejahatan
terutama adalah untuk menghormati hak asasi anak agar nasibnya tidak
terkatung-katung, adanya kepastian hukum bagi pelaku serta menghindari
perlakuan sewenang-wenang dan tidak wajar .Sedangkan konsepsi
perlindungan anak meliputi ruang lingkup yang luas, dalam arti bahwa
perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga
anak, tetapi mencakup pula perlindungan atas semua hak serta
kepentingannya yang dapat menjamin prtumbuhan secara wajar, baik
secara rohani, jasmani maupun sosialnya sehingga diharapkan dapat
menjadi orang dewasa yang mampu berkarya.
2. Diversi
a. Pengertian Diversi
Guna menghindari efek atau dampak negatif proses peradilan
pidana terhadap anak ini United Standar Minimum Rules for the
Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules) telah memberikan
pedoman sebagai upaya menghindari efek negatif tersebut dengan
memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum mengambil
tindakan-tindakan kebijakan dalam menangani masalah pelanggaran anak
dengan tidak mengambil jalan formal, tindakan ini disebut diversi
(diversion).Kata diversi berasal dari bahasa Inggris diversion yang
bermakna penghindaran atau pengalihan, diversi adalah pemberian
kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan-
tindakan kebijakan dalam menangani atau menyelesaikan masalah
pelanggaran anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain
menghentikan atau tidak meneruskan dari proses peradilan pidana atau
mengembalikan kepada masyarakat. 17
Sementara menurut Penjelasan umum Perma No 4 tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sitem Peradilan Pidana Anak
Pasal 3 menyebutkan, Hakim anak wajib mengupayakan diversi dalam hal
anak melakukan tindak pidanayang diancam dengan pidana dibawah 7
tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 7 tahun atau lebih dalam bentuk surat dakwaan
subsidaritas, kumulatif, alternative maupun kombinasi.Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
17Marlina, Pengantar Konsep Diversi dan Restorative Justice dalam Hukum Pidana,
Medan, 2010, hlm.3
menjelaskan bahwa terhadap perkara anak sebelum masuk proses
peradilan, para penegak hukum, keluarga dan masyarakat wajib
mengupayakan proses penyelesaian diluar jalur pengadilan, yakni melalui
diversi berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. Berdasarkan Pasal 1
angka 7 UU No. 11 Tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak :
“diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses
peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.”
Melalui diversi dapat memberikan kesempatan bagi anak untuk
menjadi sosok baru yang bersih dari catatan kejahatan dan tidak menjadi
resedivis. Tujuan dari diversi adalah untuk mendapatkan cara menangani
pelanggaran hukum di luar pengadilan atau sistem peradilan yang formal.
Ada kesamaan antara tujuan diskresi dan diversi.Pelaksanaan diversi
dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan
perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana.
Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan
aparat penegak hukum yang disebut discretion atau ,diskresi.18
Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus anak yang
telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak
hukum sebagai pihak penegak hukum.Tiga jenis pelaksanaan program
diversi yang dilaksanakan yaitu :19
37Ibid, hal.3 37Ibid, hal.5
1. Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orintation) yaitu
aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab
pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada
persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima
tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya
kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat.
2. Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service
orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi,
mencampuri, memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku
dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk
memberikan perbaikan atau pelayanan
3. Menuju proses restroative justice atau perundingan (balanced or
restroative justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi
kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan
masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku
dan masyarakat,pelaksanaanya semua pihak yang terkait dipertemukan
untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.
b. Tujuan dan Syarat Diversi
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak menentukan bahwa tujuan Diversi terdiri
dari :
a. Mencapai perdamaian antara korban dan anak
b. Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan
d. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
e. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak
Syarat diversi tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 8 dan Pasal 9 yang
menentukan sebagai berikut :
(1) Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan
Anak dan orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja
Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
(2) Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat
1dapat melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
(3) Proses Diversi wajib memperhatikan:
a. kepentingan korban;
b. kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
c. penghindaran stigma negatif;
d. penghindaran pembalasan;
e. keharmonisan masyarakat; dan
f. kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak, menentukan sebagai berikut :
(1) Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam melakukan Diversi harus
mempertimbangkan :
a. kategori tindak pidana;
b. umur anak;
c. hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
d. dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
(2) Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau
keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali
untuk:
a. tindak pidana yang berupa pelanggaran;
b. tindak pidana ringan;
c. tindak pidana tanpa korban; atau
d. nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi
setempat.
3. Prinsip Pemidanaan dalam Diversi
Jeremy Benthamdalam pandangan teori Utilitarianisme, bahwa
pemidanaan harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan dan kerasnya
pidana tidak boleh melebihi jumlah yang diperlukan untuk mencegah
dilakukannnya penyerangan tertentu. Pemidanaan hanya dibenarkan
apabila ia memberikan harapan agar tidak terjadi kejahatan yang lebih
besar.20
Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan,
manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan
dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan
daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada
kerugian, bagi sebagian besar orang. Dengan demikian, perbuatan manusia
baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri
dan orang lain.
Berdasarkan teoriJeremy Bentham, maka dapat dikatakan bahwa
pada dasarnya Diversi mempunyai relevansi dengan tujuan di luar
pemidanaan anak, yang mana nampak dari hal-hal sebagai berikut :21
1. Diversi sebagai proses pengalihan dari proses yustisial ke proses
non yustisial, bertujuan menghindarkan anak dari penerapan
hukum pidana yang seringkali menimbulkan pengalaman yang
pahit berupa stigmatisasi (cap negatif) berkepanjangan,
dehumanisasi (pengasingan dari masyarakat) dan menghindarkan
anak dari kemungkinan terjadinya prisionisasi yang menjadi sarana
transfer kejahatan terhadap anak.
20Darji Darmodoharjo & Sidharta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hlm. 116-117;
21Kusno adi, Kebikan kriminal dalam penanggulangan tindak pidana narkotika oleh
anak, UMM press, Malang, 2009, hal 129
2. Perampasan kemerdekaan terhadap anak baik dalam bentuk pidana
penjara maupun dalam bentuk perampasan yang lain melalaui
meknisme peradilan pidana, memberi pengalaman traumatis
terhadap anak, sehingga anak terganggu perkembangan dan
pertumbuhan jiwanya. Pengalaman pahit bersentuhan dengan dunia
peradilan akan menjadi bayang-bayang gelap kehidupan anak yang
tiak mudah dilupakan.
3. Dengan Diversi tersebut maka anak terhindar dari penerapan
hukum pidana yang dalam banyak teori telah didalilkan sebagai
salah satu faktor kriminogen, berarti juga menghindarkan anak dari
kemungkinan menjadi jahat kembali (residive), menghindarkan
masyarakat dari kemungkinan menjadi korban akibat kejahatan.
4. Dengan Diversi akan memberikan 2 (dua) keuntungan sekaligus
terhadap individu anak. Pertama; anak tetap dapat berkomunikasi
dengan lingkungannya sehingga tidak perlu beradaptasi sosial
pasca terjadinya kejahatan. Kedua; anak terhindar dari dampak
negatif prisionisasi yang seringkali merupakan sarana transfer
kejahatan.
4. Keadilan Restoratif
Keadilan restoratif atau restorative justice merupakan penyelesaian
perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, atau keluarga
mereka dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
pernyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali kepada
keadaan semula, dan bukan pembalasan.22Peradilan pidana anak dengan
keadilan restoratif bertujuan untuk :23
a. Mengupayakan perdamaian antara korban dan anak;
b. Mengutamakan penyelesaian di luar proses peradilan;
c. Menjauhkan anak dari pengaruh negatif proses peradilan;
d. Menanamkan rasa tanggung jawab anak;
e. Mewujudkan kesejahteraan anak;
f. Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;
g. Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;
h. Meningkatkan keterampilan hidup anak.
Ada beberapa prinsip dasar dari restorative justice terkait
hubungan antara kejahatan, pelaku, korban, masyarakat dan negara.
1. Pertama, kejahatan ditempatkan sebagai gejala yang menjadi
bagian tindakan sosial dan bukan sekedar pelanggaran hukum
pidana;
2. Kedua, restorativejustice adalah teori peradilan pidana yang
fokusnya pada pandangan yangmelihat bahwa kejahatan adalah
sebagai tindakan oleh pelaku terhadap orang lain atau
masyarakatdaripada terhadap negara. Jadi lebih menekankan
bagaimana
22M. Nasir Djamil, Anak Bukan untuk Di hukum Catatan Pembahasan Undang-undang
Sistem Peradilan Pidana Anak, Jakarta ,Sinar Grafika, 2013, hal 132
23Naskah Akademik RUU Sistem Peradilan Pidana Anak.
hubungan dan tanggung jawab pelaku (individu) dalam
menyelesaikan masalahnya dengan korban atau masyarakat.
3. Ketiga, kejahatan dipandang sebagai tindakan yang merugikan
orang dan merusak hubungan sosial. Hal ini jelas berbeda dengan
Hukum Pidana yang telah menarik kejahatan sebagai masalah
negara, hanya negara yang berhak menghukum;
4. Keempat, munculnya ide restorative justice sebagai kritik atas
penerapan sistem peradilan pidana dengan pemenjaraan yang
dianggap tidak efektif menyelesaikan konflik sosial.
Beberapa ciri dari program-program dan hasil (outcomes)
restorative justice antara lain meliputi:24victim offender mediation
(memediasi antara pelaku dan korban); conferencing (mempertemukan
para pihak); circles (saling menunjang); victim assistance (membantu
korban); ex-offender assistance (membantu orang yang pernah melakukan
kejahatan); restitution (memberi ganti rugi atau menyembuhkan);
community service (pelayanan masyarakat) adalah pemulihan kepada
mereka yang menderita kerugian akibat kejahatan; pelaku memiliki
kesempatan untuk terlibat dalam pemulihan keadaan serta pengadilan
berperan untuk menjaga ketertiban umum dan masyarakat berperan untuk
melestarikan perdamaian yang adil.
24Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Pengembangan konsep Diversi dan
Restorative Justice),Bandung , PT Reflika Aditama, 2009, hal 180
B. Hasil Penelitian
1. Kasus Posisi Perkara No : 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan
Perkara No : 05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt
Pada hari Sabtu 20 September 2014,pukul 20.00 Wib, kawan-
kawan terdakwa Bagas Auliyandi,Agung Wahyu Triyanto,dan Dony
Triyantoko bermain ke rumah Terdakwa Inddi Bagaskoro yang beralamat
di jalan semboja sari Rt 1 Rw 11 Kp Karangduwet Kel.Kutowinangun
Kec.Tingkir kota Salatiga .Lalu pada pukul 22.00 Terdakwa Bagas
Auliyandidi SMS oleh Rondaldo Aldes Sandy untuk menambil ganja di
canden Salatiga ,kemudian terdakwa Inddi Bagaskoro danBagas Auliyandi
menuju ke canden menemui Aldes untuk mengambil ganja ,selanjutnya
ganja kering tersebut diambil dan dibawa pulang kerumah terdakwa Inddi
Bagaskoro,setelah ganja berada di rumah terdakwa, kemudian paket ganja
kering tersebut di buka oleh Bagas Auliyandi untuk diberikan kepada Raga
dari 6 linting ganja tersebut selanjutnya yang 2 linting ganja digunakan
bersama-sama yaitu terdakwa Inddi Bagaskoro,saksi Bagas
Auliyandi,saksi Agung Wahyu Triyanto dan Dony Triyantoko(di
sidangkan dalam penuntutan terpisah),dengan cara ganja kering dilinting
dengan kertas cigaret dan kemudian lintingan ganja tersebut disulut
dengan api dan di hisap seperti orang merokok berulang-ulang secara
bergantian antara Inddi Bagaskoro,saksi Bagas Auliyandi,saksi Agung
Wahyu Triyanto dan Dony Triyantokosampai habis 2 linting ganja kering ,
kemudian 4 linting ganja kering di bawa oleh Dony Triyantokodengan
cara di masukan ke dalam jemper warna merah yang di pakai Dony
Triyantoko,kemudian pada pukul 23.30 Wib Rondaldo Aldes Sandy(DPO)
mengirim SMS kepada Agung Wahyu Triyanto untuk menyusul ke daerah
kali londo Salatiga lalu terdakwa Inddi Bagaskoro, Bagas Auliyandi,
Agung Wahyu Triyanto dan Dony Triyantoko menuju ke kali londo
Salatiga menyusul Aldes,setelah bertemu dengan terdakwa Aldes
kemudian terdakwa Inddi Bagaskoro,Bagas Auliyandi,Agung Wahyu
Triyanto, Dony Triyantoko dan Aldes menggunakan 1 linting ganja lagi
milik Aldes dengan cara menggunakan yang sama seperti tersebut di atas
dan setelah habis 1 linting tersebut kemudian terdakwa terdakwa Inddi
Bagaskoro,Bagas Auliyandi,Agung Wahyu Triyanto, Dony Triyantoko
dan Aldes pergi ke rumah Raga dan sesampainya ke rumah Raga dan di
rumah Raga terdapat 2 teman Raga dan mereka berbincang selama 2 jam.
Lalu pada hari Minggu 21 September 2014 sekira pukul 01.30 wib
datang saksi Gunawan Nugroho dan saksi Ahmad Jhon Febri selaku
petugas Kepolisisan dari Polres Salatiga bersama anggota lainnya yang
mendapati informasi dari masyarakat bahwa bertempat di rumah Raga
sering dijadikan untuk transaksi narkoba dan menggunakan
narkoba,kemudian petugas melakukan penyelidikan dan penangkapan dan
dilakukan penggeledahan.Kepolisian Salatiga pada hari minggu tanggal 21
September 2014 pada pukul 05.00 Wib dirumah yang terletak di Jl
Sembojasari Rt.01 Rw, 11 Kel.Kutowinangun Kec. Tingkir kota Salatiga
berupa 1 puntung ganja , satu buah botol parfum yang di dalamnya berisi
lintingan ganja dan tangkai ganja serta punting rokok ganja ditemukan
bersama-sama di atas meja yang di akui barang tersebut milik terdakwa
Inddi Bagaskoro,Bagas Auliyandi,Agung Wahyu Triyanto, Dony
Triyantoko dan Aldes dalam memiliki, meyimpan, menguasai, atau
menggunakan Narkotika jenis Ganja tidak ada ijin dari pihak berwenang
dan pada diri mereka telah dilakukan pengambilan sampel urine ,bahwa
terdakwa Inddi Bagaskoro,Bagas Auliyandi,Agung Wahyu Triyanto, Dony
Triyantoko dan Aldes positif menggunakan Narkotika Golongan 1 jenis
ganja.
Anak/terdakwa melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 111 UU RI No 35 tahun
2009 tentang Narkotika dan ketentuan pasal 56 ayat 1 KUHAP dalam hal
tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana
di ancam dengan pidana ancaman paling singkat 5 tahun dan paling lama
20 tahun dan di ancam pidana dalam pasal 127 ayat 1 huruf a UU R1 tahun
2009 tentang Narkotika Nomor urut 8 . Jo Pasal 132 ayat 1 UU RI No 35
tahun 2009 .
Aspek Yuridis pada Perkara No : 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt
dan Perkara No : 05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt didasarkan atas fakta-
fakta hukum yaitu UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU
No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, UU No.35 tahun
2009 tentang Narkotika, dan PERMA No.4 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi dalam sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Proses Diversi
Skema. I
SKEMA PROSES DIVERSI / RESTORATIF JUSTICE (UU SPPA) Perkara No : 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Sltdan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt
a. Kesepakatan DiversiPerkara No : 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt
Pelimpahan
berkas dari
Penuntut
Umum
MASYAR
AKAT
Ketua pengadilan negeri
menetapkan Fasilitator
Diversi 7 HARI
Forum Mediasi
Anak (pelaku), Fasilitator Diversi,
Panitera Pengganti, Jaksa, Orangtua atau
walinya, Pembimbing Kemasyarakatan
(BAPAS), Pendamping atau Penasehat
Hukum, BAPERMAS kota Salatiga dan
PSMP Antasena
KESEPAKATAN
DIVERSI BERHASIL
(Perkara No :
04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt
,Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt)
Mengupayakan
proses diversi
7 Hari
SYARAKAT Musyawarah
SYARAK
AT
Fasilitator membuat berita
acara kesepakatan diversi
berhasilSYARAKAT
Ketua Pengadilan
mengeluarkan penetapan
kesepakatan
diversiSYARAKAT
Penghentian
Perkara
SYARAKA
T
1. Penyerahan kembali kepada orang tua.
2. Keikutsertaan dalam pendidikan di Psmp
‘Antasena’ Magelang selama 3 bulan.
Pada hari Senin tanggal 13 Oktober 2014 bertempat di ruang
Mediasi Pengadilan Negeri Salatiga,dihadapan fasilitator DiversiFasilitator
Djoni Witanto,SH ,Anak Pelaku : Inddi Bagaskara ,Orang tua pelaku :
Monica Sri Indarti, Pembimbing Kemasyarakatan Anak : Sri Eti
Prihartiningsih. SH, Penasehat Hukum :Dr. C. Maya Indah S,SH.M.Hum
dan Bambang Tri Wibowo. SH, Tokoh Masyarakat :Sunaryo dan Abdul
Bari, Psmp ‘Antasena’ Magelang : Drs. Agung S.M.S, Jaksa Penuntut :
Umum Sujiati,SH, dan Penyidik : M. Budiyantodalam proses diversi
perkara anak Nomor: 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt telah dicapai
kesepakatan diversi dengan ketentuan :
Pasal 1 : Para orang tua sanggup melakukan pemeriksaan medis di RSUD
kota Salatiga, terhadap pelaku (yang bersangkutan) untuk mengetahui
apakah para pelaku mengalami ketergantungan pada Narkotika;
Pasal 2 : Pihak Orang tua pelaku menyetujui dilakukannya tindakan
rehabilitasi medis di Yayasan Cinta Kasih Bangsa di Ds. Susukan Kec.
Ungaran Timur Kab. Semarang sesuai SK Mentri Sosial RI No
41/Huk/2014 tanggal 21 april 2014 sampai dinyatakan bebas dari
ketergantungan;
Pasal 3 : Pihak orang tua bersedia melakukan tindakan rahabilitasi social
selama 3 (tiga) bulan dipanti social MARSUDI PUTRA ANTASENA
Magelang, apabila hesil medis tidak menunjukan pelaku mengalami
ketergantungan Narkotika sesuai hasil pemeriksaan medis, dengan catatan
pelaksanaan rehabilitasi social terseut tidak menggangu proses pelaku
mengikuti/melaksanakan pendidikan sekolah masing-masing;
Pasal 4 : Pihak Orang tua dan tokoh masyarakat setempat akan berusaha
mengawasi pelaku tersebut agar tidak melakukan tindak pidana lagi ;
Pasal 5 : Pelanggaran atas kesepakatan ini, apabila selama 3 (tiga) bulan
pelaku melakukan tindak pidana pengulangan maka proses pemeriksaan
akan dilanjutkan ke persidangan;
Pasal 6 : Kesepakatan ini dibuat tanpa unsure pakaan,kekeliruan, dan
penipuan dari pihak manapun;
Demikianlah kesepakata ini dibuat dan ditanda tangani oleh para pihak dan
fasilitator diversi
Anak Pelaku : Inddi Bagaskara
Orang tua pelaku : Monica Sri Indarti
Saksi –saksi :
1. Pembimbing Kemasyarakatan Anak Sri Eti Prihartiningsih. SH
2. Penasehat Hukum Dr. C. Maya Indah S,SH.M.Hum dan Bambang Tri
Wibowo. SH
3. Tokoh Masyarakat Sunaryo dan Abdul Bari
4. Psmp ‘Antasena’ Magelang Drs. Agung S.M.S
5. Jaksa Penuntut Umum Sujiati,SH
6. Penyidik M. Budiyanto
7. Fasilitator Djoni Witanto,SH
b. Kesepakatan Diversi Perkara No : 05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt
Pada hari Senin tanggal 13 Oktober 2014 bertempat di ruang Mediasi
Pengadilan Negeri Salatiga,dihadapan fasilitator Diversi Fasilitator Djoni
Witanto,SH, Anak Pelaku : Bagas Auliyandi, Agung Wahyu Triyanto,
Rondaldo Aldes Sandy , Orang tua pelaku : Kelik Pekik Waskito ,Siti
Rohmah , Hj Emmawaty dan H Uripin, Pembimbing Kemasyarakatan :
Sony Yunianto dan Wahyu Budi ,Penasehat Hukum : Dr. C. Maya Indah
S,SH.M.Hum dan Anys Rita Indarwati,SH ,Tokoh Masyarakat : Sunaryo
dan Abdul Bari ,Psmp ‘Antasena’ Magelang : Drs. Agung S.M.S ,Jaksa
Penuntut Umum : Yusup Hadiyanto,SH.MH ,Penyidik : M.
Budiyantodalam proses diversi perkara anak Nomor:
04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt telah dicapai kesepakatan diversi dengan
ketentuan :
Pasal 1 : Para orang tua sanggup melakukan pemeriksaan medis di RSUD
kota Salatiga, terhadap pelaku (yang bersangkutan) untuk mengetahui
apakah para pelaku mengalami ketergantungan pada Narkotika;
Pasal 2 : Pihak Orang tua pelaku menyetujui dilakukannya tindakan
rehabilitasi medis di Yayasan Cinta Kasih Bangsa di Ds. Susukan Kec.
Ungaran Timur Kab. Semarang sesuai SK Mentri Sosial RI No
41/Huk/2014 tanggal 21 april 2014 sampai dinyatakan bebas dari
ketergantungan;
Pasal 3 : Pihak orang tua bersedia melakukan tindakan rahabilitasi social
selama 3 (tiga) bulan dipanti social MARSUDI PUTRA ANTASENA
Magelang, apabila hesil medis tidak menunjukan pelaku mengalami
ketergantungan Narkotika sesuai hasil pemeriksaan medis, dengan catatan
pelaksanaan rehabilitasi social terseut tidak menggangu proses pelaku
mengikuti/melaksanakan pendidikan sekolah masing-masing;
Pasal 4 : Pihak Orang tua dan tokoh masyarakat setempat akan berusaha
mengawasi pelaku tersebut agar tidak melakukan tindak pidana lagi ;
Pasal 5 : Pelanggaran atas kesepakatan ini, apabila selama 3 (tiga) bulan
pelaku melakukan tindak pidana pengulangan maka proses pemeriksaan
akan dilanjutkan ke persidangan;
Pasal 6 : Kesepakatan ini dibuat tanpa unsure paksaan,kekeliruan, dan
penipuan dari pihak manapun;
Demikianlah kesepakata ini dibuat dan ditanda tangani oleh para pihak dan
fasilitator diversi
Anak Pelaku :
1. Bagas Auliyandi
2. Agung Wahyu Triyanto
3. Rondaldo Aldes Sandy
Orang tua pelaku :
1. Kelik Pekik Waskito
2. Siti Rohmah
3. Hj Emmawaty dan H Uripno
Saksi –saksi :
1. Pembimbing Kemasyarakatan Sony Yunianto dan Wahyu Budi
2. Penasehat Hukum Dr. C. Maya Indah S,SH.M.Hum dan Anys Rita
Indarwati,SH
3. Tokoh Masyarakat Sunaryo dan Abdul Bari
4. Psmp ‘Antasena’ Magelang Drs. Agung S.M.S
5. Jaksa Penuntut Umum Yusup Hadiyanto,SH.MH
6. Penyidik M. Budiyanto
7. Fasilitator Djoni Witanto,SH
Dalam kesepakatan Diversi Perkara No :
04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Sltdapat dilihat Aspek sosiologis dengan adanya
musyawarah antara Anak,Orang Tua pelaku/anak, Pembimbing
Kemasyarakatan,Penasehat Hukum,Psmp ‘Antasena’ Magelang,Jaksa
Penuntut Umum, Penyidik,Fasilitator,Masyarakat dan Pihak Sekolah
memberikan kesimpulan dikabulkannya kesepakatan diversi demi
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial
serta perlindungan dari segala kemungkinan yang membahayakan anak di
masa depan agar dapat kembali bersosialisasi dan bertumbuh di dalam
msayarakat secara normal.
C. Analisis
1. Penanganan anak dalam Perkara No
:04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt.
Penanganan perkara tersebut berdasarkan Undang-Undang Tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012pasal 7 yaitu :
“Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara
Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.”
serta Perma No 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksaan Diversi
pasal 3 yaitu
“Hakim anak wajib mengupayakan diversi dalam hal anak
melakukan tindak pidanayang diancam dengan pidana dibawah 7
tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 7 tahun atau lebih dalam bentuk surat
dakwaan subsidaritas, kumulatif, alternative maupun kombinasi.”
dengan menerapkan upaya diversi dimana penyelesaian dilakukan
diluar persidangan dengan kesepakatan antara pihak terkait dengan
melaksanakan musyawarah yang melibatkan Anak,Orang Tua
pelaku/anak, Pembimbing Kemasyarakatan, Penasehat Hukum, Psmp
‘Antasena’ Magelang, Jaksa Penuntut Umum, Penyidik , Fasilitator
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
Bahwa penanganan yang tepat yaitu penetapan diversi karena
merupakan bentuk mediasi penal terbaik untuk menanggulangi masalah
anak pelaku tindak pidana, karena lebih memperhatikan masalah Hak
Asasi Manusia dengan pendekatan restorative justice.
Bahwa ide dan pengaturan diversi sesuai dengan penjelasan diatas
sebelumnya memperhatikan tentang kesejahteraan sianak, yaitu :
a. diversi merupakan proses peradilan pidana anak yang edukatif
karena tidak harus melukai perkembangan jiwa anak akibat dari
stigmatisasi atau labeling.
b. pemberlakuan atau penerapan konsep diversi merupakan cara
penyelesaian perkara anak melalui kesepakatan, dan memberikan
kesempatan pada anak untuk memperbaiki diri atas dasar kemauannya
sendiri tanpa ada pemaksaan melainkan anjuran.
2. Analisis Aspek Yuridis, Aspek Sosiologis dan Aspek Filosofis
dalam Perkara No : 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No
: 05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt di Pengadilan Negeri Salatiga
- Aspek Yuridis
Aspek yuridis didasarkan atas fakta-fakta hukum yang terungkap di
dalam Perkara No : 04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt. Fakta-fakta hukum diperoleh selama
proses diversi yang didasarkan pada kesesuaian dari keterangan saksi,
keterangan terdakwa maupun barang bukti yang merupakan satu
rangkaian.
Penerapan dasar aspek yuridis ini harus integratif yaitu penerapan
terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang
hukum yang berkaitan. Di dalam perkara anak ini perbuatan terdakwa
sebagaimana yang diatur tanpa hak atau melawan hukum , menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan
Narkotika Golongan 1 dalam bentuk tanaman ganja, percobaan atas
permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam pasal 111 UU RI No
35 tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan pasal 56 ayat 1 KUHAP
dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan
tindak pidana di ancam dengan pidana ancaman paling singkat 5 tahun dan
apaling lama 20 tahun dan di ancam pidana dalam pasal 127 ayat 1 huruf a
UU R1 tahun 2009 tentang Narkotika Nomor urut 8 . Jo Pasal 132 ayat 1
UU RI No 35 tahun 2009 .
Menimbang bahwa karena musyawarah diversi telah memperoleh
kesepakatan dan ketua pengadilan Negeri Salatiga telah menerbitkan
penetapan No :04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt pada tanggal 13 Oktober 2014 maka proses
pemerikasaan perkara ini harus dihentikan memperhatikan pasal 12 ayat 3
, ayat 4 , dan ayat 5 UU No 11 yahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak serta perma No 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksaan
Diversi.
Bersama dilaporkan bahwa proses diversi telah berhasil
sebagaimana sudah terlampir dalam berita acara diversi dan kesepakatan
diversi, selanjutnya diterbitkan Penetapan Diversi sesuai dengan ketentuan
pasal 52 ayat 5 UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak dan Perma No 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaa Diversi
daam Sistem peradilan Pidana Anak.
Setelah melewati proses seperti yang dijabarkan di atas maka dapat
menarik kesimpulan menimbang kesepakatan Diversi tersebut telah
memenuhi dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang –
undangan sehingga dapat dikabulkan dengan memperhatikan ketentuan
pasal 12, pasal 52 ayat 5 UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak serta Perma No 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Diversi Dalam Sistim Peradilan Pidana Anak dan Undang – undang
Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
- Aspek Sosiologis
Di lihat dari aspek sosiologis melalui Pengadilan Negeri Salatiga
memberikan atau mengupayakan Diversi dengan penghentian proses
pemeriksaan Perkara No :04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan dikabulkannya kesepakatan diversi
demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental,
dan sosial serta perlindungan dari segala kemungkinan yang
membahayakan anak di masa depan.
Menurut United Nations Standart Minimum Rules for
Administration of Juvenile Justice (The Beijing Rules), Diversi adalah
pemberian kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk mengambil
tindakan–tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan
masalah pelanggar anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain
menghentikan atau tidak meneruskan/melepaskan dari proses peradilan
pidana atau mengembalikan atau menyerahkan kepada masyarakat dan
bentuk-bentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya.
Dari kesimpulan yang didapat oleh Pengadilan Negeri Salatiga
maka atas perkara No :04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Sltditetapkan Diversi untuk kepentingan
terbaik bagi anak. Sesuai dalam Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam
Sistem Peradilan Pidana Anak angka 4 dijelaskan Fasilitator diversi
memberi kesempatan pada anak (pelaku) untuk memberikan tanggapannya
terhadap dakwaan yang didakwakan kepadanya dengan memberikan
tanggapan :
- Bahwa anak pelaku menyesali perbuatannya
- Bahwa pelaku masih ingi meneruskan pendidikannya
- Bahwa pelaku bebrbuat seperti dalam dakwaan tersebut karena
rasa solidaritas antar teman dan rasa ingin tahu serta coba-coba
saja
- Bahwa pelaku bersedia memperbaiki perilakunya
- Bahwa pelaku ingin agar perkaranya bisa segera selesai sehingga
bisa sekolah untuk dapat meraih cita cita nya
Selanjutnya fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada
orang tua anak pelaku untuk menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan
perbuatan anaknya dan bentuk penyelesaian yang diharapkan yang atas
kesempatan tersebut lalu bapak ibu pelaku menyampaikan intinya sebagai
berikut :
- Bahwa apa yang terjadi pada pelaku , orang tua anak pelaku
merasa kaget dan syok , padahal menurut orangtua pelaku
menyatakan bahwa anak (pelaku) waktu dirumah merupakan anak
yang santun dan tidak pernah berbuat masalah.
- Bahwa orangtua beranggapan bahwa dilihat dalam masalah ini
dalam pengasuhan masih ada yang kurang
- Bahwa orang tua pelaku akan lebih memperhatikan anaknya
dikemudian hari dan pada forum diversi ini , orang tua berharap
agar anak bisa dikembalikan kepada orangtua dan akan di didik
yang lebih baik lagi dari anak yang sekarang dan apabila forum
diversi merasa perlu untuk anak ini direhab para orangtua akan
menyetujui.
Kemudian Fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada jaksa
penuntut umum, yang atas kesempatan tersebut penutut umum
menyampaikan tanggapannya yang intinya sebagai berikut :
- Bahwa dalam dakwaan jaksa penuntut umum pelaku tergolong
pengguna, apabila merujuk pada rekomendasi dari bapas, bahwa
anak perlu diadakan tindakan bukan hukuman sehingga jakasa
penuntut umum menyetujui untuk dilakukan diversi
- Bahwa oleh karena pelaku adalah masih bersekolah maka akan
lebih baik apabila anak dikembalikan kepada orangtua dengan
catatan masih dalam pengawasan namun apabila dipandang perlu
di rehab penuntut umum menyetujuinya.
Selanjutnya fasilitator memberian kesempatan kepada Bapas untuk
menyampaikan tanggapannya yang intinya sebagai berikut :
- Bahwa dalam penelitian bapas pelaku perlu dilakukan tindalan
berupa perawatan di PSMP Antasena Magelang
- Bahwa dari pengamatan Bapas perilaku pelaku setelah kejadian ini
merasa menyesal dan bersedia memperbaiki diri dan berharap
untuk tidak dihukum
- Bahwa perbuatan pelaku hanya bersifat coba-coba karena pelaku
saat ini pada saat pubertas sehingga rasa ingin tahunya sangat
tinggi
Selanjutanya fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada
lembaga PSMP Antasena Magelang yang menyampaikan tanggapannya
yang intinya sebagai berikut :
- Bahwa pihak PSMP sangat menyetujui dilakukan diversi karena
hal tersebut diamanatkan dalam UU No 11 tahun 2012
- Bahwa pihak PSMP menyarankan pelaku perlu diadakan rehab
secara medis guna mngetahuiberapa dalam pelaku mengalami
ketergantungan narkotika baru kemudian apabila memang pelaku
mengalami ketergantungan maka perlu dilakukan rehab secara
social dan PSMP Antasena Magelang menyediakan.
Kemudian fasilitator diversi memberikan kesempatan kepada
Bapermas Salatiga untuk memberikan pendapatnya sebagai berikut :
- Bahwa Bapermas setuju dengan pendapat dan rekomendasi dari
BAPAS untuk dilakukan diversi
Dan yang terakhir fasilitaor memberikan kesempatan kepada
perwakilan masyarakat yang atas kesempatan tersebut menyampaikan
yang intinya setuju dengan proses diversi ini karea semata mata untuk
kebaian dan masa depan pelaku.
Kesimpulan dari aspek sosiologis Perkara No :
04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan Perkara No :
05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt yang di tetapkan Diversi membawa
keuntungan bagi pelaku/anak sesuai dengan teori tujuan perbuatanmenurut
utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya menghindari atau
mengurangi kerugian yangdiakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan,
baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.37Adapun maksimalnya adalah
dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan
oleh perbuatan yang akan dilakukan. Perbuatan harus diusahakan agar
mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-
siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang. Dengan
demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak
sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.
- Aspek Filosofis
Seperti diketahui, bahwa untuk mengatasi masalah anak pelaku
tindak pidana telah diatur sebelumnya secara khusus dalam Undang
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak.Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pengadilan anak juga belum
dapat memberikan tujuan yang sebenarnya seperti yang diharapkan baik
untuk kesejahteraan anak atau untuk melindungi kepentingan anak, dalam
prakteknya cenderung membekaskan stigma atas diri
anak.prosesstigmatisasi ini berlangsung di tingkat penyidikan, penuntutan,
persidangan hingga ditempat pembinaan. Stigma tersebut yaitu adanya
ketentuan bagi narapidana anak keharusan untuk dibina dan dimasukkan
kepada lembaga pemasyarakatan, pengaruh buruk proses peradilan pidana
anak dapat berupa:
a. Trauma akibat perlakuan aparat penegak hukum pada setiap
tahapan
b. Stigma atau cap jahat pada diri sipelaku sehingga anak tersebut
selalu dikhawatirkan akan berbuat jahat;
c. Anak dikeluarkan dari sekolah.25
Di Pengadilan Negeri Salatiga penetapan diversi dilaksanakan
sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun
2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak karena melihat anak bukanlah miniatur orang dewasa, anak
mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri, sehingga harus diperlakukan
secara berbeda (istimewa), dan memperhatikan hak-haknya,
kelangsunganhidupnya di masa depan, serta juga harus
mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi anak (the best interest of
child).
Bahwa ide dan pengaturan diversi sesuai dengan instrumen-
25DS. Dewi, Mediasi Penal: Penerapan Restorative Justice Di Pengadilan Anak
Indonesia, Indie Publishing, Depok, 2011,hal. 60
instrumen yang diakui secara internasional yang memperhatikan tentang
kesejahteraan anak, yaitu :
a. diversi merupakan proses peradilan pidana anak yang edukatif karena
tidak harus melukai perkembangan jiwa sianak akibat dari stigmatisasi
atau labeling.
b. pemberlakuan atau penerapan konsep diversi merupakan cara
penyelesaian perkara anak melalui kesepakatan, dan memberikan
kesempatan pada sianak untuk memperbaiki diri atas dasar kemauannya
sendiri tanpa ada pemaksaan melainkan anjuran.
Adapun yang dimaksud dengan anak dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
menentukan sebagai berikut :
- Anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang
berhadapan dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak
pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.
- Anak yang berhadapan dengan hukum yang selanjutnya disebut
Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan
tindak pidana.
- Anak yang menjadi korban tindak pidana yang selanjutnya disebut
Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas)
tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian
ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
Pengadilan Negeri Salatiga juga melihat Undang-undang
Perlindungan Anak No. 35 tahun 2014 karena asas Penyelenggaraan
Perlindungan Anak menjadi sangat penting sebagai tolak ukur dalam
menyelenggarakan perlindungan anak. Penyelenggaraan Perlindungan
Anak sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang ini berazaskan
kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945 dan Prinsip-prinsip dalam
Konvensi hak Anak.
Prinsip-prinsip dalam konvensi hak anak yang dijadikan asas
dalam menyelenggarakan perlindungan anak diantaranya adalah :
1) Non diskriminasi, artinya tidak membedakan anak berdasarkan
asal-usul, suku, agama, ras, dan sosial ekonomi.
2) Prinsip kepentingan terbaik bagi anak, bahwa dalam semua
tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka
kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan
utama. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.
Hak-hak ini merupakan hak azasi yang paling mendasar bagi anak
yang dilindungi oleh pemerintah, masyarakat, keluarga, orangtua
dan lingkungan.
1) Penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan
terhadap hak-hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan
pendapatnya dalam pengambilan keputusan terutama jika
menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.
Pasal 15 Undang-undang Perlindungan Anak No. 35 tahun 2014
menyatakan Hak Anak :
1. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran
penganiyaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi
2. Setiap anak berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
3. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Mengenai hak anak selaku tersangka/terdakwa, pemerintah
memberikan perlindungan sejak dari penyidikan, pemeriksaan sampai
persidangan. Adapun hak-hak anak tersebut diantaranya adalah :26
a. Setiap anak nakal sejak ditangkap atau ditahan berhak mendapat
bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama
dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan.
b. Setiap anak nakal sejak ditangkap atau ditahan berhak
berhubungan langsung dengan penasihat hukum dengan diawasi
tanpa didengar oleh pejabat yang berwenang.
26M. Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, AspekHukum Perlindungan Anak dalam Perspektif
Konvensi Hak Anak, Citra Aditya Bakti,Bandung 1999, hal 5
c. Selama anak di tahan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak
harustetap dipenuhi.
d. Tersangka anak berhak segera diadili oleh pengadilan.
e. Anak berhak mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum.
f. Anak mendapatkan kebebasan dalam meberikan keterangan selama
persidangan berlangsung.
g. Anak berhak mendapatkan perlakukan yang layak, dibedakan dan
dipisahkan dengan tahanan dewasa.
Kesimpulan yang di dapat di dalam Penetapan Diversi dari aspek
filosofis di Pengadilan Negeri Salatiga dengan melihat hak – hak anak
untuksecara umum memperoleh tujuan dari bekerjanya sistem peradilan
pidana anak pada dasarnya ditujuakn untuk membangun sistem peradilan
yang adil dan ramah terhadap anak (fair and humane). Adapun
karakteristik system peradilan pidana anak yang adil dan ramah terhadap
anak, meliputi:27
a. Berlandaskan hak anak;
b. Menerapkan prinsip keadilan restoratif;
c. Menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai acuan pertama
dan utama;
d. Fokus pada pencegahan sebagai tujuan utama;
27Teguh Prasetyo , Penerapan diversi terhadap tindak pidana anak dalam sistem
peradilan pidana anak, refleksi hukum vol. 9, no. 1 , hal 6
e. Menjadikan sanksi penahan sebagai alternatif terakhir (the last resort)
dan jika memungkinkan menahan anak dalam waktu yang
sesingkatsingkatnya;
f. Prinsip proporsionalitas;
g. Menekankan rehabilitasi dan reintegrasi;
h. Melakukan Intervensi secara layak dan tepat waktu;
i. Prosedur khusus untuk memberikan perlindungan terhadap hak anak.
Hasil dari kesepakatan diversiPerkara No
:04/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Slt dan
Perkara No :05/Pid.SUS.Anak/2014/PN.Sltsesuai dengan
ketentuan sebagai berikut :
(a) penyidikan dan penuntutan pidana anak yang dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
(b) persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan di lingkungan
peradilan umum;
(c) pembinaan, pembimbingan, pengawasan dan atau pendampingan
selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani
pidana atau tindakan, wajib di upayakan diversi.
Yang mana dalam diversi ini diharapkan dapat tercapainya
keadilan baik bagi pelaku/anak.Keadilan yang hendak dicapai disini adalah
keadilan yang bermartabat.Yaitu keadilan yang memanusiakan manusia
bukan saja terhadap pelaku namun juga terhadap anak.Hal ini sangatlah
penting karena selama ini anak tindak pidana kurang mendapatkan rasa
keadilan.Meskipun demikian, diversi tidak dapat diterapkan kesemua
tindak pidana. Diversi hanya dapat diterapkan dalam tindak pidana yang
dilakukan oleh anak-anak dengan ancaman pidana tidak lebih dari tujuh
tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana (residive).Dalam
sistem peradilan pidana anak, penerapan diversi merupakan suatu
kewajiban bagi aparat penegak hukum yang dimulai dari tahap penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.