5
BAB II
KERANGKA TEORETIS DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
Landasan teori mengenai Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatis
Auditori Visual Intelektual) untuk Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa dalam
Pembelajaran IPA akan dipaparkan sebagai berikut:
1. Landasan Teori mengenai Model Pembelajaran SAVI
a. Pengertian Model
Sunarwan (dalam Sobry Sutikno, 2004: 15) mengartikan model
sebagai gambaran tentang keadaan nyata. Menurut Kamus Bahasa
Indonesia (2008: 1034), model merupakan sesuatu yang akan dibuat atau
dihasilkan. Model disebut juga barang tiruan yang kecil dengan bentuk
(rupa) tepat benar seperti yang ditiru. Secara khusus, istilah model
diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan suatu kegiatan.
b. Pengertian Pembelajaran
Menurut Aunurrahman (2010: 34), Pembelajaran adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
mendukung dan memengaruhi terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal.
5
6
Hamalik (1998: 57) mengemukakan bahwa “Pembelajaran
merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
memengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran”.
Pembelajaran tidak dapat diartikan secara sederhana sebagai alih
informasi pengetahuan dan keterampilan ke dalam benak siswa.
Pembelajaran yang efektif seyogyanya membantu siswa menempatkan diri
dalam situasi dimana mereka mampu melakukan konstruksi-konstruksi
pemikirannya dalam situasi wajar, alami, dan mampu mengekspresikan
dirinya secara tepat apa yang mereka rasakan dan mampu
melaksanakannya.
Hal tersebut mengandung pengertian bahwa pembelajaran selain
harus mampu memotivasi siswa untuk aktif, kreatif dan inovatif, juga
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa itu sendiri.
c. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara
khas oleh guru (Kamulyan dkk., 2012: 10).
Sunarwan (dalam Sobry Sutikno, 2004: 15), menyatakan bahwa
model pembelajaran atau model mengajar adalah suatu rencana atau pola
yang digunakan dalam mengatur materi pelajaran dan memberi petunjuk
pada bagaimana cara mengajar di kelas dalam setting pengajaran. Model
pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
7
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Jadi pada intinya, model pembelajaran adalah prosedur sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Dapat juga diartikan suatu pendekatan yang digunakan dalam
kegiatan pembelajaran.
d. Pengertian SAVI
SAVI merupakan singkatan dari Somatis, Auditori, Visual dan
Intelektual. Pembelajaran SAVI diperkenalkan pertama kali oleh Dave
Meier. Meier (2002: 91) dalam The Accelerated Learning Handbook
mengemukakan bahwa manusia memiliki empat unsur belajar yakni: tubuh
atau somatis (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual
(V), dan pemikiran atau intelektual (I). Bertolak dari pandangan ini, ia
mengajukan model pembelajaran aktif yang disingkat SAVI yaitu somatis
yang bermakna belajar dengan berbuat; auditori yang bermakna belajar
dengan berbicara dan mendengarkan; visual yang bermakna belajar dengan
mengamati dan menggambarkan; serta intelektual yang bermakna belajar
dengan berpikir dan merenung. Dengan demikian, belajar bisa terjadi
secara optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam proses pembelajaran,
yaitu menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan
penggunaan semua indera.
8
e. Pengertian Model Pembelajaran SAVI
Menurut Warta (2010: 40), “Pendekatan SAVI merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah
memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki oleh siswa”. Pembelajaran
SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual) merupakan suatu proses
pendidikan yang menganut aliran ilmu kognitif modern yang menyatakan
belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh tubuh, semua
indera, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya
belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-
cara yang berbeda.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan atau
model pembelajaran SAVI adalah suatu model pembelajaran yang
menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan
semua indera siswa dalam proses pembelajaran. Inti dari pembelajaran
SAVI adalah menggabungkan keempat modalitas belajar (tubuh,
pendengaran, penglihatan, dan pemikiran) dalam satu peristiwa
pembelajaran.
f. Prinsip Dasar Model Pembelajaran SAVI
Menurut Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl dalam bukunya
Accelerated Learning fot The 21th Century (2002: 91), Prinsip dasar
Model Pembelajaran SAVI sejalan dengan Accelerated Learning (AL),
yaitu:
1) pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh,
9
2) pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi,
3) kerjasama membantu proses pembelajaran,
4) pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan
atau serentak,
5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan
umpan balik,
6) emosi positif sangat membantu pembelajaran, dan
7) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.
g. Karakteristik Model Pembelajaran SAVI
Meier (2002: 92-100) membagi karakteristik SAVI menjadi empat
bagian sesuai dengan singkatan dari SAVI yaitu Somatis, Auditori, Visual
dan Intelektual.
1) Somatis
“Somatis” berasal dari bahasa yunani yang berarti tubuh.
Jadi, belajar somatis berarti belajar dengan indera peraba, kinestetis,
praktis –melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan
tubuh sewaktu belajar. Sehingga, pembelajaran somatis adalah
pembelajaran yang memanfaatkan dan melibatkan tubuh (indera
peraba, kinestetik, melibatkan fisik dan menggerakkan tubuh
sewaktu kegiatan pembelajaran berlangsung).
2) Auditori
Belajar dengan berbicara dan mendengar. Pikiran auditori
kita lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita terus menerus
10
menangkap dan menyimpan informasi aitori ubahkan tanpa kita
sadari. Ketika kita membuat suara sendiri dengan berbicara,
beberapa area penting di otak kita menjadi aktif. Hal ini dapat
diartikan dalam pembelajaran siswa hendaknya mengajak siswa
membicarakan apa yang sedang mereka pelajari, menerjemahkan
pengalaman siswa dengan suara. Mengajak mereka berbicara saat
memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi,
membuat rencana kerja, menguasai keterampilan, membuat tinjauan
pengalaman belajar, atau menciptakan makna-makna pribadi bagi
diri mereka sendiri.
3) Visual
Belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak
kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi
visual daripada semua indera yang lain. Setiap siswa yang
menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa
yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau
program komputer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik
jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, gambar, diagram,
peta gagasan, video dan sebagainya ketika belajar.
4) Intelektual
Belajar dengan berpikir memecahkan masalah dan merenung.
Tindakan pembelajar yang melakukan sesuatu dengan pikiran
mereka secara internal ketika menggunakan kecerdasan untuk
11
merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna,
rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Hal ini diperkuat
dengan makna intelektual adalah bagian diri yang merenung,
mencipta, dan memecahkan masalah.
h. Kerangka Perencanaan Model Pembelajaran SAVI
Model Pembelajaran SAVI dapat direncanakan dalam 4 tahap
(Meier, 2002: 103-108), yakni:
1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan
perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan
menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar.
Secara spesifik, tahap ini meliputi hal-hal berikut:
a) memberikan sugesti positif,
b) memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa,
c) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna,
d) membangkitkan rasa ingin tahu,
e) menciptakan lingkungan fisik yang positif,
f) menciptakan lingkungan emosional yang positif,
g) menciptakan lingkungan sosial yang positif,
h) menenangkan rasa takut,
i) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar,
j) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah,
k) merangsang rasa ingin tahu siswa,
12
l) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
2) Tahap Penyampaian (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menemukan
materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan,
relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya
belajar.
Hal-hal yang dapat dilakukan guru, antara lain:
a) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan,
b) pengamatan fenomena dunia nyata,
c) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh,
d) presentasi interaktif,
e) grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni,
f) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar,
g) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim,
h) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok),
i) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual,
j) pelatihan memecahkan masalah.
3) Tahap Pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa
mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru
dengan berbagai cara.
Secara spesifik, yang dapat dilakukan guru yaitu:
a) aktivitas pemrosesan siswa,
13
b) usaha aktif atau umpan balik,
c) simulasi dunia-nyata,
d) permainan dalam belajar,
e) pelatihan aksi pembelajaran,
f) aktivitas pemecahan masalah,
g) refleksi dan artikulasi individu,
h) dialog berpasangan atau berkelompok,
i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif,
j) aktivitas praktis membangun keterampilan,
k) mengajar balik.
4) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)
Pada tahap ini guru hendaknya membantu siswa menerapkan
dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada
pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil
akan terus meningkat. Hal–hal yang dapat dilakukan adalah:
a) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera,
b) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi,
c) aktivitas penguatan penerapan,
d) materi penguatan persepsi,
e) pelatihan terus menerus,
f) umpan balik dan evaluasi kinerja,
g) aktivitas dukungan kawan,
h) perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung.
14
i. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran SAVI
Dalam skripsi karya Purwanti (2010: 16), terdapat kelebihan dan
kelemahan Model Pembelajaran SAVI, antara lain:
1) Keunggulan
a) membangkitkan kecerdasan terpadu siswa secara penuh melalui
penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual;
b) memunculkan suasana belajar yang lebih menarik dan efektif;
c) mampu membangkitkan kreatifitas dan meningkatkan
kemampuan psikomotor siswa;
d) memaksimalkan ketajaman konsentrasi siswa melalui
pembelajaran secara visual, auditori dan intelektual.
2) Kelemahan
a) model pembelajaran ini sangat menuntut adanya guru yang
sempurna sehingga dapat memadukan keempat komponen dalam
SAVI secara utuh;
b) penerapan model pembelajaran ini membutuhkan kelengkapan
sarana dan prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan
disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga memerlukan biaya
pendidikan yang besar, terutama untuk pengadaan media
pembelajaran yang canggih dan menarik. Ini dapat terpenuhi
secara optimal pada sekolah-sekolah maju.
15
2. Landasan Teori mengenai Keaktifan Belajar
a. Pengertian Keaktifan Belajar
Keaktifan mengandung arti bahwa “Pada waktu guru mengajar, ia
harus mengusahakan agar murid-muridnya aktif, jasmani maupun rohani.”
(Sriyono, 1992: 75).
Menurut Nana Sudjana (Fendi, 2011: 13) “keaktifan adalah
kegiatan belajar atau kegiatan kesibukan”. Berasal dari kata aktif artinya
bekerja, berusaha. Aktifitas adalah keaktifan, kegiatan, kesibukan, kerja
atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian
tertentu. Keaktifan siswa adalah sejauh mana siswa berperan dalam
berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran di kelas.
Menurut Hamalik (1998: 57) Pembelajaran adalah ”suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling memengaruhi untuk
mencapai tujuan pembelajaran”.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa keaktifan belajar adalah interaksi antara pendidik dan
peserta didik dalam lingkungan belajar dimana siswa turut aktif
berpartisipasi baik jasmani maupun rohani untuk mengikuti proses
pembelajaran.
b. Faktor–Faktor yang Memengaruhi Keaktifan Belajar
Muhibbin Syah (2012: 146) menyatakan bahwa faktor yang
memengaruhi keaktifan belajar peserta didik dapat digolongkan menjadi
16
tiga macam, yaitu faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), faktor
eksternal (faktor dari luar peserta didik), dan faktor pendekatan belajar
(approach to learning). Secara sederhana, faktor-faktor yang
memengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1) Faktor internal peserta didik, merupakan faktor yang berasal dari
dalam diri peserta didik itu sendiri, yang meliputi:
a) aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan
otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya, dapat memengaruhi semangat dan intensitas
peserta didik dalam mengikuti pelajaran.
b) aspek psikologis, yaitu semua keadaan dan fungsi psikologis
seseorang yang dapat memengaruhi proses belajarnya. Adapun
faktor psikologis tersebut antara lain sebagai berikut:
(1) inteligensi, tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta
didik tidak dapat diragukan lagi dalam menentukan keaktifan
dan keberhasilan belajar peserta didik. Ini bermakna bahwa
semakin tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar
peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya;
(2) sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara
17
yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan
sebagainya, baik secara positif maupun negatif;
(3) bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak
lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat
tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing;
(4) minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan
(5) motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar
adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk
belajar.
2) Faktor eksternal peserta didik, merupakan faktor dari luar peserta
didik yakni kondisi lingkungan di sekitar peserta didik.
Adapun yang termasuk dari faktor ekstrenal yaitu:
(a) lingkungan sosial, yang meliputi: para guru, para staf administrasi,
dan teman-teman sekelas; serta
(b) lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung sekolah dan
letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan
letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang
digunakan peserta didik.
18
3) Faktor pendekatan belajar, merupakan segala cara atau strategi yang
digunakan peserta didik dalam menunjang keefektifan dan efisiensi
proses pembelajaran materi tertentu.
Hal yang sama dikemukakan oleh Abu Ahmadi (2008: 78) bahwa
faktor yang memengaruhi keaktifan belajar peserta didik diklasifikasikan
menjadi dua macam, yakni: (1) faktor intern (faktor dari dalam diri
manusia itu sendiri) yang meliputi faktor fisiologis dan psikologi; serta (2)
faktor ektern (faktor dari luar manusia) yang meliputi faktor sosial dan non
sosial.
Dengan demikian, secara umum dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang memengaruhi keaktifan belajar peserta didik dalam proses
pembelajaran adalah faktor internal (faktor dari dalam peserta didik) dan
faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik).
c. Cara Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa
Ada beberapa cara untuk meningkatkan keaktifan belajar dalam
proses pembelajaran, di antaranya adalah:
1) Guru mengelola kelas dengan baik.
2) Menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan.
3) Penampilan guru hangat dan menimbulkan partisipasi positif.
4) Siswa mengetahui maksud dan tujuan pembelajaran.
5) Guru menguasai materi pembelajaran dan menyampaikannya dengan
cara yang mudah dipahami siswa.
19
6) Menggunakan media pembelajaran yang sesuai dengan materi
pembelajaran.
7) Menerapkan model pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
d. Indikator Keaktifan Belajar
Indikator dibuat untuk melihat perubahan tingkah laku yang
muncul berdasarkan proses pembelajaran yang telah dirancang oleh guru.
Ada lima indikator keaktifan belajar siswa yang dapat diamati dalam
penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1) Perhatian siswa terhadap penjelasan guru,
2) Kerjasama dalam kelompok,
3) Memberi kesempatan berpendapat kepada teman dalam kelompok,
4) Mendengarkan dengan baik ketika teman berpendapat, dan
5) Saling membantu menyelesaikan masalah.
Indikator keaktifan belajar siswa tersebut bisa diukur menggunakan
bentuk penilaian non tes yakni metode observasi ketika pelaksanaan
tindakan berlangsung.
3. Landasan Teori mengenai Pembelajaran IPA
a. Pengertian Pembelajaran
Kata dasar “pembelajaran” adalah belajar. Dalam arti sempit,
pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara yang
dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar sehingga
mencapai tujuan pembelajaran.
20
Istilah “pembelajaran” (instruction) berbeda dengan istilah
“pengajaran” (teaching). Kata “pengajaran” lebih bersifat formal dan
hanya ada di dalam konteks guru dengan siswa di kelas atau sekolah,
sedangkan kata “pembelajaran” tidak hanya ada di dalam konteks guru
dengan siswa di kelas secara formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan-
kegiatan belajar siswa di luar kelas yang mungkin saja tidak dihadiri oleh
guru secara fisik.
Dalam arti luas, pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan
yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunikatif
antara pendidik (guru) dan siswa, sumber belajar dan lingkungan untuk
menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya proses belajar
mengajar siswa agar dapat mencapai kompetensi belajar yang telah
ditentukan (Zaenal, 2009: 10).
b. Pengertian IPA
IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang semesta alam beserta
gejala-gejalanya. IPA atau Ilmu Pengetahuan Alam merupakan konsep
pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait
dengan kehidupan manusia (Leo Sutrisno dkk., 2007: 1-19).
IPA berasal dari kata-kata bahasa inggris yaitu “Natural Science”
yang secara singkat sering disebut “science” atau sains. Natural artinya
alamiah dan berhubungan dengan alam atau bersangkutan dengan alam.
Sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Jadi, IPA atau science itu
21
secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam atau ilmu yang
mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.
Menurut Suyoso (1998: 23), IPA berasal dari kata sains yang
berarti alam. IPA merupakan “pengetahuan hasil kegiatan manusia yang
bersifat aktif dan dinamis tiada henti-hentinya serta diperoleh melalui
metode tertentu yaitu teratur, sistematis, berobjek, bermetode dan berlaku
secara universal”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa IPA
merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengungkap
gejala-gejala alam dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah yang
berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi
yang bersifat umum sehingga dapat terus dikembangkan di masyarakat.
c. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran IPA
Pemberian mata pelajaran IPA bertujuan agar siswa dapat
memahami konsep-konsep IPA dan saling keterkaitannya, serta mampu
menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya, sehingga lebih menyadari kebesaran dan kekuasaan Tuhan
Pencipta alam semesta.
Sedangkan Fungsi dari mata pelajaran IPA antara lain:
1) Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
22
2) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam memperoleh,
mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA.
3) Menambah sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunakan
metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
4) Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya,
sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan
Penciptanya.
5) Memupuk daya kreatif dan inovatif siswa.
6) Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam
bidang IPTEK.
7) Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.
d. Ruang Lingkup Kajian IPA di SD
Menurut kurikulum KTSP SD/MI 2006, ruang lingkup kajian IPA
di SD meliputi aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan; yaitu manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi; cair, padat
dan gas.
3) Energi dan perubahannya meliputi; gaya, bunyi, poros magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta meliputi; tanah, bumi, tata surya dan benda-
benda langit lainnya.
23
e. Pengertian Pembelajaran IPA
“Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh
pengetahuan, ketrampilan dan sikap” (Dimyati dkk., 2006: 157). Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan erat
dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-
konsep atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan.
Pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian pengalaman belajar
secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan
proses dan sikap ilmiah.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA merupakan suatu kegiatan baik di dalam ataupun di luar
kelas yang dilakukan oleh pendidik (guru) maupun peserta didik (siswa)
dalam rangka mempelajari ilmu alam yang dilakukan secara sistematis
mulai dari perencanaan, kegiatan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi
dan menekankan pada tujuan untuk mengembangkan keterampilan proses
maupun sikap siswa sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-
hari.
24
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Pada dasarnya suatu penelitian tidak berjalan dari nol secara murni, akan
tetapi umumnya telah ada acuan yang mendasari atau terdapat penelitian yang
sejenis. Banyak penelitian yang menggunakan model ataupun pendekatan
pembelajaran SAVI dan telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di dalam kelas. Berikut adalah beberapa contoh penelitian
terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini:
Penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2010: 83) berjudul
“Peningkatan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Pendekatan Belajar
“SAVI” pada Siswa Kelas V SDN 01 Jatisuko Jatipuro Tahun Pelajaran 2010/
2011” menyimpulkan bahwa:
1. Penerapan pembelajaran SAVI meningkatkan keaktifan belajar matematika
siswa kelas V SDN 01 Jatisuko Jatipuro Tahun Pelajaran 2010/ 2011.
2. Kualitas pembelajaran di kelas dapat meningkat setelah guru menerapkan
pembelajaran SAVI.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Honest Ummi Kaltsum
(dalam Septiana, 2013: 23) yang berjudul “Peningkatan Aktivitas Pembelajaran
Bahasa Inggris melalui Strategi Savi (Somatic, Auditory, Visualization,
Intellectualy) dengan Media Gambar terhadap Siswa Kelas IV SD Negeri 1
Sonorejo Blora Tahun 2013” menyimpulkan bahwa:
1. Pembelajaran SAVI dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa kelas
IV SD Negeri 1 Sonorejo Blora dalam mata pelajaran Bahasa Inggris.
25
2. Secara keseluruhan hasil belajar mencapai target yang telah ditetapkan setelah
model pembelajaran SAVI diterapkan.
Hasil penelitian dalam 2 siklus yang dilakukan oleh Windha Prasetya
Ratnaningsih (dalam Septiana, 2013: 23) yang berjudul “Peningkatan Kreativitas
Belajar Siswa melalui Penerapan Pendekatan SAVI dalam Pembelajaran IPA
Kelas V SD Negeri 4 Golantepus Mejobo Kudus Tahun ajaran 2012/ 2013”,
menyimpulkan bahwa penerapan pembelajaran SAVI dapat meningkatkan
kreativitas siswa kelas V SD Negeri 4 Golantepus Mejobo Kudus sehingga
tercapailah hasil belajar yang lebih optimal.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Maya Ayu Septiana (2013: 88)
dengan judul “Peningkatan Keterampilan Menyimak Cerita Anak melalui
Pendekatan SAVI (Somatic, Auditori, Visual, Intelektual) dan Media Audio
Visual pada Siswa Kelas V SD Negeri Ngadirejo 01 Kartasura Kabupaten
Sukoharjo Tahun Pelajaran 2013/ 2014” menyimpulkan bahwa:
1. Setelah diterapkannya pendekatan SAVI, terjadi adanya peningkatan rata-rata
nilai dari siklus satu ke siklus dua dengan rincian berikut; keterampilan siswa
dalam memperhatikan cerita (83,71% menjadi 100%), mengenali topik cerita
(55,81% menjadi 80,23%), menjawab pertanyaan (66,27% menjadi 80,22%),
dan menceritakan kembali isi cerita (52,32% menjadi 80,32%).
2. Penerapan pendekatan SAVI dapat meningkatkan hasil tes belajar siswa
dalam materi keterampilan menyimak cerita anak.
Persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
26
Tabel 2.1. Persamaan dan Perbedaan Penelitian
No.
Peneliti
Variabel
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
1. Purwanti √ - - - √ - - √ - -
2. Honest Ummi
Kaltsum
- √ - - - √ - √ √ -
3. Windha Prasetya Ratnaningsih
- - √ √ - - - √ - -
4. Dewi Maya A S - - - - - - √ √ - √
5. Peneliti √ - - √ - - - √ - -
Keterangan:
X1 = Keaktifan Belajar
X2 = Aktivitas Pembelajaran
X3 = Kreativitas Belajar
X4 = Pembelajaran IPA atau Sains
X5 = Pembelajaran Matematika
X6 = Pembelajaran Bahasa Inggris
X7= Keterampilan Menyimak Cerita Anak
X8= Model Pembelajaran atau Pendekatan atau Strategi SAVI
X9 = Media Gambar
X10= Media Audio Visual
27
C. Kerangka Berpikir
Anggapan dasar atau kerangka berpikir adalah sesuatu yang diyakini
kebenarannya oleh penelitian yang harus dirumuskan secara jelas. Terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan dalam proses belajar yang
saling berhubungan erat, yaitu tujuan, isi atau materi, model dan metode atau
strategi pembelajaran serta penilaian akhir. Aktivitas belajar akan terjadi pada
diri siswa apabila terdapat interaksi antara situasi stimulus atau rangsangan
dengan isi memori sehingga perilakunya berubah dari waktu sebelum dan
setelah adanya situasi stimulus atau rangsangan tersebut. (Arikunto, 2006: 68)
Sugiono (2003: 47) mengungkapkan bahwa “Kerangka pemikiran
merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan
berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting”.
Berdasarkan kajian teoritis sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya,
maka dalam penelitian ini dipandang perlu mengajukan kerangka pemikiran
sebagai berikut:
1. Penggunaan model pembelajaran SAVI akan membuat siswa lebih
bersemangat dalam pembelajaran IPA sehingga keaktifan belajar pun akan
meningkat.
2. Adanya keterkaitan antara penerapan model pembelajaran SAVI dengan
peningkatan keaktifan belajar dalam pembelajaran IPA.
Bila hal tersebut digambarkan, maka akan tampak sebagaimana gambar
bagan atau skema pada halaman selanjutnya.
28
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Kondisi Awal
Tindakan PTK
Kondisi Akhir
Siswa kurang
bersemangat untuk
mengikuti proses
pembelajaran IPA
Keaktifan belajar siswa masih
rendah saat mengikuti proses
pembelajaran IPA. Selain itu,
masih ada siswa yang
nilainya di bawah KKM.
Dalam proses
pembelajaran, guru
telah menerapkan
Model Pembelajaran
SAVI (Somatis
Auditori Visual
Intelektual)
SIKLUS I
Dengan menerapkan model
pembelajaran SAVI, semua
potensi alat indera yang
dimiliki oleh siswa dapat
dilibatkan dalam proses
pembelajaran agar mereka
lebih aktif, sehingga
pembelajaran IPA di kelas
pun menjadi lebih
komunikatif dan
menyenangkan.
SIKLUS II
Dengan menerapkan model
pembelajaran SAVI secara
optimal, keaktifan belajar
siswa dalam pembelajaran
IPA pun meningkat.
Penerapan model pembelajaran SAVI (Somatis Auditori
Visual Intelektual) dapat meningkatkan keaktifan belajar
siswa dalam pembelajaran IPA Kelas III SD Negeri 1
Lebengjumuk tahun 2015/ 2016
29
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan merupakan dugaan kebenaran sementara yang
ditentukan oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan, dites, atau diuji
kebenarannya. Hipotesis ini dibuat berdasarkan kajian berbagai teori, kajian
hasil penelitian yang pernah dilakukan dalam masalah serupa, diskusi dengan
teman sejawat atau dengan pakar, serta refleksi pengalaman sendiri sebagai guru
(Wardani, 2006:48).
Berdasarkan hasil kajian teori mengenai penerapan model pembelajaran
SAVI (Somatis Auditori Visual Intelektual), keaktifan belajar siswa dan
pembelajaran IPA sebelumnya, maka peneliti membuat hipotesis dalam
penelitian ini sebagai berikut:
“Penerapan Model Pembelajaran SAVI (Somatis Auditori Visual
Intelektual) dapat Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa dalam Pembelajaran
IPA Kelas III SD Negeri 1 Lebengjumuk Tahun 2015/ 2016”.