8
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian dari pendapat beberapa ahli yang mendukung
penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama yang
mempunyai pandangan dan pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori
dalam penelitian ini berisi tentang pembelajaran kooperatif tipe STAD dan hasil
belajar Matematika.
2.1.1 Karakteristik Mata Pelajaran Matematika
Matematika adalah bahasa simbol ilmu deduktif yang tidak menerima
pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang
terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan,
ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil menurut (Prihandoko:2006).
Sedangkan hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada
kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif. Dalam matematika, setiap konsep yang
abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan, agar mengendap dan
bertahan lama dalam memori siswa, sehingga akan melekat dalam pola pikir dan pola
tindakannya.Maka diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan
pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, karena hal ini akan
mudah dilupakan siswa menurut (Prihandoko:2006). Matematika merupakan ilmu
tentang bilangan–bilangan, tetapi pada kenyataannya cakupan matematika lebih luas.
Matematika tidak hanya mempelajari tentang bilangan saja, tetapi juga mempelajari
tentang ruang, bidang, dan metodologi untuk memperoleh kesimpulan. Menurut
Mulyono (2003:252) matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya
untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedang fungsi
teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Selanjutnya menurut Mulyono
(2003:252) matematika adalah bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan
cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.
9
Berdasarkan uraian tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian
matematika adalah suatu pembelajaran yang tidak hanya suatu simbol, namun di
setiap simbol terdapat sebuah arti, yang digunakan untuk berfikir.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Tujuan dari Mata Pelajaran Matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar
diantaranya adalah: (1) agar siswa dapat memahami konsep Matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes,
akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) siswa dapat menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika,
(3) siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan
solusi yang diperoleh, (4) siswa dapat mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5)
siswa memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari Matematika sifat-
sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (kurikulum tingkat satuan
pendidikan 2006 SD).
Selanjutnya GBPP (dalam Soedjadi 2000: 43) mengemukakan beberapa tujuan
khusus pengajaran Matematika di Sekolah Dasar, yaitu:
a. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung (menggunakan
bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan, melalui kegiatan
Matematika.
c. Mengembangkan pengetahuan dasar Matematika sebagai bekal belajar lebih
lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
d. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif, dan disiplin.
10
Tujuan mata pelajaran matematika menurut Permendiknas nomor 22 tahun
2006 adalah sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
2.1.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar Matematika yang hendak dicapai dalam proses
pembelajaran telah tercantum dalam kurikulum yang sekarang digunakan yaitu
kurikulum SD 2006, walaupun guru harus menjabarkan lebih dahulu menjadi tujuan-
tujuan yang lebih khusus yang disebut indikator. Adapun kompetensi dasar
Matematika yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dalam buku kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan SD/MI sebagai berikut.
11
Tabel: 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas 3 SD Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
5. Menghitung keliling, luas
persegi dan persegi panjang,
serta penggunaannya dalam
pemecahan masalah
5.2 Menghitung luas persegi dan persegi
panjang
Standar kompetensi adalah tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi yang
bersifat umum sedangkan kompetensi dasar adalah pernyataan tujuan pembelajaran
yang berupa kompetensi yang sifatnya lebih khusus. Standar kompetensi dan
kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok,
kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Dalam
merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan Standar Proses
dan Standar Penilaian.
2.2 Pengertian Proses Belajar
Proses adalah kata yang berasal dari bahasa latin “processus” yang berarti
“berjalan ke depan”.kata ini menunjukkan konotasi urutan langka atau kemajuan yang
mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chalpin (1972),proses adalah any
change in any object or oeganism,particulary a behavioral or psychological change
(proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan).
Proses pembelajaran yaitu suatu proses interaksi antara siswa dengan pengajar
dan sumber belajar dalam suatu lingkungan. Pembelajaran merupakan bentuk bantuan
yang diberikan pengajar supaya bisa terjadi proses mendapatkan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran serta tabiat, pembentukan sikap dan
kepercayaan pada murid. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah proses untuk
membantu murid supaya bisa belajar secara baik. Pembelajaran mempunyai arti yang
mirip dengan pengajaran, meskipun memiliki konotasi yang tidak sama. Pada konteks
pendidikan, seorang guru mengajar agar murid bisa belajar dan menguasai isi
12
pelajaran sehingga memperoleh sesuatu obyektif yang ditentukan atau aspek kognitif,
serta bisa mempengaruhi perubahan sikap atau aspek afektif, dan ketrampilan atau
aspek psikomotor seseorang murid. Pengajaran mempunyai kesan hanya sebagai
pekerjaan satu pihak saja, yaitu pekerjaan guru. Pembelajaran menyiratkan adanya
interaksi antara guru dengan murid.
Menurut Oemar Hamalik, Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang
telah tersusun yaitu unsur material, manusiawi, perlengkapan, fasilitas, perlengkapan
serta prosedur yang saling berpengaruh untuk memperoleh tujuan pembelajaran, yaitu
manusia yang terlibat didalam sebuah sistem pengajaran yang terdiri dari guru, murid
dan tenaga yang lain. Materinya meliputi buku-buku, papan tulis dan lain sebagainya.
Fasilitas serta perlengkapan terdiri atas ruang kelas dan audiovisual. Prosedur
pengajaran meliputi jadwal beserta metode penyampaian informasi, belajar, ujian dan
lain sebagainya. Sedangkan pengertian proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan
perubahan pada perilaku kognitif, perilaku afektif dan psikomotorik yang terjadi
dalam diri murid. Perubahan itu bersifat positif yang berarti berorientasi ke arah yang
lebih baik. Dalam pengertian proses belajar dapat dibedakan atas tiga fase yaitu fase
informasi lalu fase transformasi dan terakhir fase evaluasi. Dimana setiap pelajaran
diperoleh sejumlah informasi. Ada informasi yang menambah pengetahuan yang
sudah dimiliki, ada informasi yang memperhalus dan memperdalamnya, ada juga
informasi yang bertentangan dengan apa yang sudah diketahui sebelumnya. Sebuah
informasi harus dilakukan analisis, diubah atau ditransformasi ke dalam suatu bentuk
yang lebih abstrak atau konseptual supaya bisa dipakai untuk hal yang lebih luas.
Untuk itu bantuan guru sangat dibutuhkan. Kemudian semua itu dinilai sampai sejauh
mana pengetahuan yang didapat dan tranformasi itu bisa dimanfaatkan untuk
memahami gejala lain.
Proses belajar megajar merupakan inti dari proses pendidikan secara
keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Peristiwa belajar
mengajar banyak berakar pada berbagai pandangan dan konsep. Oleh karena itu
perwujudan proses belajar mengajar dapat terjadi dalam berbagai model. Bruce Joyce
13
dan Marshal Weil mengemukakan 22 model mengajar yang di kelompokan ke dalam
4 ha, yaitu : Proses informasi, perkembangan pribadi, interaksi sosial dan modifikasi
tingkah laku ( Joyce & Weil, Models of Teaching, 1980 ) Proses belajar mengajar
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa
itu merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Interaksi
dalam peristiwa belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar
hubungan antara guru dan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif. Dalam hal ini bukan
hanya penyampaian pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan
nilai pada diri siswa yang sedang belajar.
Proses belajar mengajar memiliki makna dan pengertian yang lebih luas
daripada pengertian mengajar semata. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya
suatu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang
mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi yang saling menunjang.
Jadi,proses belajar dapat di artikan sebagai tahapan perubahan prilaku
kognitif,afektif, dan psikomotorik yang terjadi dalam diri seseorang. Perubahan
tersebut bersifat positif dalam arti berorientasi ke arah yang maju dari pada keadaan
sebelumnya.
Menurut Djamarah (2000:45) hasil belajar adalah prestasi dari suatu kegiatan
yang telah di kerjakan,di ciptakan baik secara individu maupun kelompok.Hasil tidak
akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu.Untuk menghasilkan
sebuah prestasi di butuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar.Hanya
dengan keuletan,sungguh-sungguh kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah
yang mampu mencapainya.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang di miliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya.Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari
apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu dan juga suatu perubahan yang
terjadi pada individu yang belajar, bukan hanya perubahan mengenai pengetahuan
14
tetepi juga untuk membantu kecakapan,kebiasaan,pengertian,pegusaan dan
penghargaan dalam diri seseorang yang belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa
melaui proses belajar yang optimal cenderung menunjukkan hasil yang berciri
sebagai berikut ;
1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa
2. Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya
3. Hasil belajar yang di capai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama di
ingatanya.membentuk prilakunya,bermanfaat untuk mempelajari aspek lain,
dapat di gunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan
lainnya.
4. Kemampuan peserta didik untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan
dirinya terutama dalam menilai hasil yang di capainya maupun menilai dan
mengendalikan proses dan hasil belajarnya.
2.3 Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2010:22) hasil belajar adalah segala kemampuan-kemampuan
yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Menurut Dimyati
dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak
belajar dan tindak mengajar. Sementara menurut Lindgren dalam Suprijono (2011:7)
hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hal yang
sama juga dikemukakan oleh Gagne dalam Suprijono (2011:5-6) bahwa hasil belajar
itu berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan
motorik, dan sikap.
Senada dengan Gagne, Bloom dalam Suprijono (2011:6-7) mengemukakan
bahwa.
Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas,
contoh), application (menerapkan), analysys (menguraikan,
menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru, evaluation (meskor).
Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding
15
(memberikan respon), valuing (skor), organization (organisasi),
Characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi
initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup
keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan
intelektual.
Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses
belajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
hasil akhir yang merupakan bukti keberhasilan seseorang setelah mengalami
proses/pengalaman belajar. Untuk mengukur bukti keberhasilan seseorang setelah
mangalami proses belajar digunakan alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil
yang dinyatakan dalam bentuk nilai.
Cara untuk mencari hasil belajar dapat dicari dengan pengukuran. Pengukuran
hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu dengan teknik tes dan non
tes.
1) Teknik Tes
Adalah seperangkat tugas yang harus dikerjakan oleh orang yang dites, dan
berdasarkan hasil menunaikan tugas-tugas tersebut, akan dapat ditarik kesimpulan
tentang aspek tertentu pada orang tersebut. Tes sebagai alat ukur sangat banyak
macamnya dan luas penggunaannya. Yang termasuk dalam teknik tes, yaitu :
a. Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice)
Yaitu tes dengan soal yang harus dijawab oleh peserta didik dengan memilih
jawaban yang tersedia.
b. Tes Tertulis
Yaitu tes yang soal-soalnya harus dijawab peserta didik dengan memberikan
jawaban tertulis
c. Tes Lisan
16
Yaitu tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab
seciara langsung antara pendidik dengan peserta didik.
d. Tes Perbuatan
Yaitu tes yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertuliis dan
pelaksanaan tugasnya dinyatakan dengan perbuatan atau unjuk kerja.
2) Teknik Non Tes
Teknik non tes dapat dilakukan dengan observasi baik secaira langsung ataupun
tak langsung, angket ataupun wawancara. Dapat pula dilakukan diengan Sosiometri.
Teknik non tes digunakan sebagai pelengkap dan digunakan sebagaii pertimbangan
tambahan dalam pengambilan keputusan penentuan kualitas hasil belajar, teknik ini
dapat bersifat lebih menyeluruh pada semua aspek kehidupan anak.
Menurut bentuknya tes hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Tes Objektif
Menurut Popham 1981 dalam Purwanto (2011:70) tes objektif adalah tes yang
keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia.
Keunggulan tes obyektif adalah hanya mempunyai dua kemungkinan jawaban
benar atau salah, sehingga penilaiannya bersifat obyektif.
b) Tes Essay
Nurkancana dan Sumartana 1986 dalam Purwanto (2011:70) menyebutkan bahwa
tes essay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau suruhan yang
menghendaki jawaban berupa uraian-uraian yang relatif panjang. Tes dirancang
untuk mengukur hasil belajar di mana unsur-unsur yang diperlukan untuk
menjawab soal dicari, diciptakan, dan disusun sendiri oleh siswa.
2.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor yang
berasal dari dalam diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Slameto
(2010:54) menerangkan bahwa faktor –faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:
17
1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (Intern),
yang meliputi :
a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika
salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi
belajar.
b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian
ingatan berfikir.
c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani
nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk.
Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan
kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan
hilang.
2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor ekstern, yang
meliputi:
a. Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan
terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat
menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar.
b. Faktor Sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, hubungan guru
dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah.
c. Faktor Masyarakat, meliputi: bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat
mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah
lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk
lebih giat belajar.
Sejalan dengan pendapat di atas, ahli lain menjelaskan bahwa “Faktor yang
mempengaruhi pencapaian hasil belajar berasal dari (a) dalam diri (internal), antara
lain: kesehatan, intelegensi, minat dan motivasi serta cara belajar. (b) luar diri
(eksternal), antara lain: keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar” (H.
Djaali, 2008:100 dalam Aniendriani 2011).
18
2.3.2 Aspek Hasil Belajar
Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai
melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor (Sudjana,
2009:22). Perinciannya adalah sebagai berikut:
a. Ranah Kognitif
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6
aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
b. Ranah Afektif Berkenaan dengan sikap dan nilai.
Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau
reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks
nilai.
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan, mengamati).
Ketiga kategori ranah tersebut menjadi dasar penilaian hasil belajar. Dalam hal
ini, kategori ranah kognitif yang sering digunakan oleh guru untuk menilai hasil
belajar, karena ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan siswa menguasai
pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Meskipun demikian ranah afektif dan
psikomotor juga tetap berperan dalam penilaian hasil belajar siswa.
2.4 Pembelajaran Kooperatif
Menurut Isjoni (2011:22) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif berasal
dari kata “cooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama
dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim
selanjutnya berikutnya di kemukakan lagi menurut Isjoni (2011:27) pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan
menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang menginteraksi
keterampilan sosial yang bermuatan akademik lebih lanjut lagi dikemukakan menurut
Isjoni (2011:21), menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan
19
melibatkan pelajaran secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan
dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil.
Menurut Agus Suprijono (2009: 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang
lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru dijabarkan lagi pembelajaran kooperatif menurut
Wina (2013:242), pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan
menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam
orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau
suku yang berbeda (heterogen).
Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok saja tapi
pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan beberapa jumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuaannya berbeda dimana dalam
menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama
dan saling membantu guna mencapai tujuan dalam pembelajaran tertentu. Dalam
pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan belajar.
2.4.1 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif kadang dianggap sebagai “sekadar” belajar kelompok.
“Padahal pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok, bahkan dalam
beberapa hal yang lebih dari sekedar belajar kelompok” (Huda 2011:79). Jadi model
pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada
unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengemukakan
lima unsur model cooperative learning, yaitu: (1) ketergantungan yang positif, (2)
tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota dan (5)
evaluasi proses kelompok (dalam Anita Lie, 2002: 31).
2.4.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk
peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun
20
kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu tim, maka dengan sendirinya dapat
memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan
kemampuan, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan proses kelompok dan
pemecahan masalah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah
Menurut Johnson & Johnson (dalam Trianto 2011:57) . Manfaat penerapan belajar
kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud
input atau level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan
solidaritas sosial di kalangan siswa. Pembelajaran kooperatif adalah siswa belajar
dengan bekerja secara tim untuk meningkatkan penguasaan terhadap materi siswa
baik individu maupun kelompok seiring dengan meningkatnya keterampilan sosial
antar siswa.
2.4.3 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Setiap strategi pembelajaran mempunyai ciri masing-masing yang membedakan
dengan yang lainnya. Proses pembelajaran pada kooperatif lebih menekankan pada
kerja sama kelompok, hal ini yang menyebabkan kooperatif berbeda dengan yang
lainnya. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Rusman (2012:207) adalah:
a) Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim harus
mampu membuat seluruh anggotanya belajar. Setiap anggota tim harus saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b) Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen ini mempunyai tiga fungsi yaitu: sebagai perencanaan, sebagai
organisasi, dan sebagai kontrol.
c) Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok. Tanpa kerjasama yang baik antar siswa dalam satu kelompok,
pembelajaran kooperatif tidak dapat berhasil maksimal.
d) Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok. Dalam hal ini siswa didorong untuk
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota satu tim.
21
2.4.4 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif akan berhasil dengan baik dalam proses pembelajaran
apabila sesuai dengan langkah-langkah dan dapat terampil dalam menjalankan model
pembelajaran ini. Ada enam tahap pembelajaran kooperatif yang dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.1
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Sumber: Rusman 2009:211
2.5 Pembelajaran Kooperatif Model STAD
Suatu model pembelajaran akan berhasil dengan baik apabila dilaksanakan
sesuai dengan langkah-langkah model pembelajaran tersebut. Menurut Slavin
(2005:143) STAD terdiri atas lima komponen utama, yaitu presentasi kelas, tim, kuis,
skor kemajuan individual dan rekognisi (penghargaan) tim. Uraiannya sebagai
berikut:
Tahap Tingkah laku guru
Tahap-1 Menyampaikan tujuan dan
motivasi
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Tahap-2 Menyajikan informasi
Guru menyampaikan informasi pada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Tahap-3 Mengorganisasikan siswa
kedalam kelompok-
kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok-kelompok belajar dan
membentu setiap kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Tahap-4 Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Tahap-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap-6 Memberikan penghargaan
Guru mencari cara menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu maupun kelompok
22
a. Presentasi Kelas
Presentasi kelas merupakan pengajaran langsung seperti yang sering
dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru. Perbedaan presentasi kelas
dengan pengajaran biasa hanyalah presentasi tersebut haruslah benar-benar
terfokus pada unit STAD. Jadi para siswa harus benar-benar memberi
perhatian penuh terhadap presentasi kelas agar mereka dapat mengerjakan
kuis-kuis sehingga dari skor kuis akan menentukan skor tim mereka.
b. Tim
Tim terdiri dari 4-5 siswa yang berbeda dalam tingkat kemampuan
akademik, jenis kelamin, dan ras. Fungsi tim yaitu memastikan bahwa semua
anggota tim benar-benar belajar dan mempersiapkan anggotanya untuk bisa
mengerjakan kuis dengan baik. Tim berkumpul untuk mempelajari lembar
kerja siswa, setelah guru menyampaikan materi. Pada tiap pertemuan, guru
menekankan anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan setiap tim
pun harus melakukan yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.
c. Kuis
Para siswa akan mengerjakan kuis yang dilaksanakan setelah satu atau dua
periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua
periode praktim tim. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu
dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara
individual untuk memahami materinya. Setelah siswa mengerjakan kuis,
siswa dapat saling bertukar kertas dengan anggota tim lain, ataupun
mengumpulkan kuisnya untuk dinilai setelah kelas selesai. Skor kuis dan
skor tim dihitung tepat pada waktunya untuk digunakan pada kelas
selanjutnya.
d. Skor Kemajuan Individual
Skor kuis para siswa dibandingkan berdasarkan tingkat kemajuan yang
diraih siswa pada hasil yang mereka capai sebelumnya. Para siswa
mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat di mana skor
kuis mereka melampaui skor awal mereka. Berikut penentuan poin skor
kemajuan individual dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.
23
Tabel 2.3
Skor Kemajuan Individual
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
10-1 poin di bawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor
awal) 30
Sumber: Slavin 2005: 159
Menghitung skor individudan skor kelompok Langkah ini merupakan langkah
untuk menentukan perkembangan individu yang akan dikembangkan sebagai skor
kelompok. Nilai perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih antara skor
awal mereka yaitu nilai ulangan sebelumnya dengan nilai terbaru mereka. Dengan
cara ini setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya. Kriteria sumbangan individu terhadap
kelompok. Hasil dari kuis individu yang dijadikan skor kemajuan untuk dikumpulkan
menjadi skor tim dicatat dengan menggunakan tabel berikut.
Tabel 2.4
Lembar Skor Kuis Individu
Siswa
Tanggal: Tanggal: Tanggal:
Kuis: Kuis: Kuis:
Skor
dasar
Skor
kuis
Poin
kema-
juan
Skor
dasa
r
Skor
kuis
Poin
kema-
juan
Skor
dasa
r
Skor
kuis
Poin
kema
-juan
Sumber: Slavin (2005:162)
24
Tabel 2.5
Penghitungan Perkembangan Skor Kelompok
Kriteria (Rata-rata Tim) Penghargaan
0 ≤ N ≤ 5 -
6 ≤ N ≤ 15 Tim baik (Good Team)
16 ≤ N ≤ 20 Tim hebat (Great Team)
21 ≤ N ≤ 30 Tim super (Super Team)
Sumber: Rusman (2012:216)
Menghitung skor perkembangan kelompok Skor kelompok dihitung dengan
menjumlahkan skor perkembangan tiap-tiap individu anggota kelompok kemudian
dibagi dengan banyaknya anggota kelompok tersebut. Setelah diperoleh skor
kelompok maka diberikan penghargaan terhadap prestasi kelompok tersebut.
2.5.1 Ciri-ciri STAD
Berdasarkan judulnya, arti Student Team Achievment Division adalah siswa,
tim, prestasi, dan pembagian. Jika dirangkai ke dalam sebuah kalimat STAD adalah
pembagian siswa ke dalam tim, untuk mencapai prestasi. Jadi penekanan STAD
adalah prestasi tim, bukan prestasi individual. Jadi siswa dalam satu kelas dibagi ke
dalam kelompok atau tim. Kemudian siswa dalam tim bekerja sama mempelajari
suatu materi pelajaran. Satu sama lain saling membantu untuk menguasai pelajaran.
Jadi keberhasilan (prestasi) belajar siswa diukur dari prestasi tim, bukan prestasi
masing-masing siswa. Oleh karena itu, semakin tinggi rata-rata skor tim, maka
dianggap semakin berhasil tim itu belajar.
Menurut Slavin (dalam Kireyinha, 2008: 10), ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yaitu:
1. Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan
perhatiannya, karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja mereka dalam
kelompok.
2. Anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa, mereka heterogen dalam
berbagai hal seperti prestasi akademik dan jenis kelamin.
25
3. Setelah tiga kali pertemuan diadakan tes individu berupa kuis mengguan yang
dikerjakan siswa sendiri-sendiri.
4. Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa.
Penempatan siswa dalam kelompok lebih baik ditentukan oleh guru daripada
memilih sendiri.
2.5.2 Pembelajaran STAD dalam Pembelajaran Matematika SD
Kegiatan pembelajaran yang baik tentunya adalah pemelajaran yang
pemilihan model pembelajarannya yang sesuai dengan mata pelajaran dan
karakteristik siswa. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil belajar yang optimal
diperlukan model pembelajaran yang tepat.
Menurut Slavin:
“Model pembelajaran STAD telah digunakan dalam berbagai mata
pelajaran mulai dari Matematika, Seni, Bahasa, Ilmu Sosial, dan Ilmu
Pengetahuan Ilmiah lain, mulai dari kelas dua sampai perguruan tinggi.
Lebih lanjut lagi, Slavin menambahkan STAD paling sesuai untuk
mengajarkan bidang studi yang sudah terdefenisikan dengan jelas, seperti
Matematika, berhitung, dan studi terapan, penggunaan dan mekanika
bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu
pengetahuan ilmiah. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran STAD
sesuai dan dapat dilakukan dalam pelajaran Matematika di SD”
(2005:12).
Sementara itu, Isjoni (2009:21) menyebutkan “Teknik pembelajaran kooperatif
sangat sesuai di dalam kelas yng berisi siswa-siswa yang mempunyai berbagai tingkat
kecerdasan”. Pernyataan ini semakin menguatkan penelitian yang peneliti lakukan
mengingat SD yang peneliti gunakan pun juga memiliki tingkat kecerdasan yang
beragam. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembelajaran STAD sesuai dan dapat
dilakukan dalam pembelajaran Matematika di SD khususnya di SDN Sumogawe 01
Kecamatan Getasan dimana peneliti menggunakannya sebagai tempat penelitian.
26
2.5.3 Kelebihan dan Kekurangan STAD
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan.
Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Kelebihan model
pembelajaran Kooperatif STAD menurut Jamdin (2011) adalah:
a) Meningkatkan kecakapan individu
b) Meningkatkan kecakapan kelompok
c) Meningkatkan komitmen
d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya
e) Tidak bersifat kompetitif
f) Tidak memiliki rasa dendam
Sedangkan kekurangan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Jamdin
(2011) adalah.
1. Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang
2. Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota
yang pandai lebih dominan.
Solusi kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD di atas adalah:
a) Siswa dengan prestasi rendah pasti merasa minder dengan nilai yang
disumbangkan kepada timnya. Oleh karena itu guru harus memberikan motivasi
kepada siswa dan kelompok untuk saling bekerjasama membantu teman untuk
mencapai tujuan bersama.
b) Guru memberikan pengertian kepada seluruh siswa bahwa dalam pelaksanaan
diskusi dan poin yang diperoleh merupakan usaha kelompok. Guru juga
memberikan pengertian bahwa dalam hidup itu ada yang menang dan ada yang
kalah. Dengan hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan lebih
giat lagi.
2.5.4 Implementasi model STAD dalam Pembelajaran Matematika
Implementasi model STAD dalam pembelajaran Matematika adalah sebagai
berikut:
28
2.6 Kajian Hasil – hasil Penelitian yang Relefan
Penelitian Yang Dilakukan Oleh oleh Siswatin, Nunung Maemunah (2012),
dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Student Teams-Achievment Division (STAD) bagi Siswa Kelas IV SD
Puri 01 Kecamatan Pati Kabupaten Pati Semester I/2011-2012. Dari hasil dari
analisis ini menunjukan bahwa : Penerapan model pembelajaran STAD (Student
Team Achievement Division) tidak hanya dapat meningkatkan aspek kognitif saja,
namun semua aspek yang menyangkut perkembangan siswa dalam pembelajaran
seperti kemampuan kerjasama serta partisipasi siswa dalam pembelajaran, selain itu
pembelajaran kooperatif (STAD) Student Team Achievement Division juga dapat
meningkatkan guru dalam menrancang serta mengelola pembelajran secara
individual, kalsikal maupun secara kelompok. . Peningkatan ini dapat dilihat dari
hasil peningkatan setiap siklus dan kondisi awal. Pada kondisi awal rata-rata hasil
belajar siswa sebesar 57,1. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 66,7.
Rata-rata hasil belajar pada siklus 2 sebesar sebesar 68,8. Dengan kata lain hasil
belajar siswa pada kondisi awal berada pada kategori rendah dan pada siklus I hasil
belajar pada kategori sedang, dan pada siklus 2 hasil belajar siswa walaupun tidak
termasuk kategori tinggi tetapi mengalami peningkatan dari hasil siklus I. Penelitian
yang dilakukan oleh Guntari, Heri Tri (2012) dengan judul Peningkatan Hasil Belajar
IPA Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Menggunakan
Media Kongkrit Pada Siswa Kelas II SD Negeri 12 Purwodadi, Kecamatan
Purwodadi, Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012. Dari hasil
analisis diperoleh kesimpulan bahwa hasil belajar pada siklus I diperoleh dari tes
yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 71%
atau 41 siswa yang tuntas, meningkat pada siklus 2 yaitu ketuntasan klasikal belajar
siswa mencapai 90% atau 52 siswa tuntas. Penelitian yang dilakukan oleh Tanti,
Mey Syaroh Lies (2011) dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan
Menerapkan Model STAD (Student Teams-Achievment Division) dengan Media
Manik-Manik Pada Siswa Kelas II SDN Sumur 03 Semester I/2011-2012. Hasil
29
penelitian ini membuktikan bahwa prosentase hasil belajar dalam pembelajaran
meningkat. Peningkatan ini dapat dilihat dari hasil evaluasi rata-rata kelas 58,5 pada
pra siklus menjadi 70,5 pada siklus I dan 83 pada siklus II. Ketuntasan belajar
klasikal dari 35% pada pra siklus menjadi 80% pada siklus I dan 90% pada siklus II.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model STAD (Student Teams-
Achievment Division) di SDN Sumur 03 kelas II dapat ditingkatkan. Hasil penelitian
dapat meningkatkan hasil belajar Matematika dengan menerapkan model STAD
(Student Teams-Achievment Division) dengan media manik-manik pada siswa kelas II
SDN Sumur 03 Semester I/2011-2012.
Penelitian yang dilakukan oleh Utami, Ning Asih (2011) dengan judul Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Pecahan Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Siswa Kelas V SDN 1 Tlogo, Kec. Sukoharjo,
Kab. Wonosobo Semseter II Tahun Pelajaran 2010/2011. Penggunaan model
pembelajaraan kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas ternyata dapat meningkatkan hasil belajar siswa, khususnya materi
pecahan di kelas V SDN 1 Tlogo, kec. Sukoharjo, kab. Wonosobo. Pada awal
pembelajaran siklus 1 diadakan preetes dengan nilai rata-rata 54,4. Setelah diberi
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe stad pada siklus 1 diadakan
evaluasi nilai rata-rata kelas naik menjadi 70,1. Dan pada siklus 2 nilai rata-rata naik
lagi menjadi 78,5. Dengan adanya kenaikan nilai rata-rata pada setiap siklus di atas
indikator kinerja adalah 60, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa,
khususnya materi pecahan di kelas V SDN 1 Tlogo, Kec. Sukoharjo, Kab.
Wonosobo.
Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan beberapa penelitian di atas
adalah intrumen yang digunakan yaitu sama-sama berupa tes dan non tes. Sedangkan
perbedaan terletak pada masalah, tujuan, tindakan, variabel dan subyek penelitian.
30
2.7 Kerangka Pikir
Dalam pembelajaran matematika diperlukan berbagai pengetahuan dan
pemahaman guru yang baik tentang matematika sebagai sentral dari wahana
pendidikan sehingga hasil pembelajaran yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Namun model pembelajaran yang digunakan guru selama ini masih
bersifat konvensional dan masih didominisi metode ceramah dimana kegiatan
pembelajarannya berpusat pada guru. Siswa selalu pasif hanya mendengar dan
melakukan kegiatan sesuai perintah guru. Siswa hanya diam dan tidak mampu
memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru.
Model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa salah
satunya adalah model kooperatif tipe STAD Model pembelajaran STAD (ini adalah
model pembelajaran kelompok dan dimana setiap kelompoknya bersifat hetrogen.
Model pembelajaran STAD ini seperti lomba beregu dikarenakan pada akhirnya
pembelajaran dari tiap kelompok akan dijumlahkan untuk mengetahui kelompok
mana yang memperoleh nilai paling tinggi dan berhak mendapat hadiah dari guru.
Sehingga para siswa dituntun aktif dalam mengikuti pelajaran agar kelompoknya
mendapat nilai tertinggi. Dalam proses pembelajaran ini peran guru adalah sebagai
pengarah pola pikir siswa, penuntun siswa dalam kegiatan pembelajaran dan
memfasilitasi kesempatan kepada siswa untuk berikir berkelompok menyelesaikan
tugas yang diberikan oleh guru.
Adapun kerangka pikir mengenai penggunaan model pembelajaran STAD
pada mata pelajaran Matematika dapat ditunjukkan melalui peta konsep sebagai
berikut.
31
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Guru menyampaikan
materi
Pembelajaran
konvensional
Siswa kurang
konsentrasi
Proses berfikir abstrak
ke konkret
Model pembelajaran
STAD
Guru sebagai
fasilitator
Hasil belajar Rendah
< KKM
Siswa
mengkonstruksi
Kuis individu
Hasil belajar Meningkat
> KKM
Diskusi dan
presentasi Proses berfikir
konkret ke
abstrak
Pembelajaran Matematika
32
2.8 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan uraian pada kerangka teori dan kerangka pikir di atas, maka
hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah:
a. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD di duga dapat
meningkatkan proses pembelajaran Matematika pada materi menghitung luas
persegi dan persegi panjang.
b. Melalui peningkatan proses pembelajaran dengan penerapan model kooperatif
tipe STAD di duga dapat meningkatkan hasil belajar menghitung luas persegi dan
persegi panjang pada siswa kelas 3 SD Negeri 01 Sumogawe Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang.