7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1. Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SD
a. Karakteristik Siswa Kelas V SD
Pada umumnya siswa kelas V SD berusia sekitar 9-11 tahun.
Mengenai perkembangan anak Buhler mengungkapkan bahwa anak pada
usia 9-11 tahun berada pada masa sekolah dasar. Pada periode ini, anak
mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelidik,
mencoba, dan bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan
menyelidiki dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan
penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi (Sobur,
2011: 132).
Piaget (Slameto, 2013:116) membagi tahap perkembangan kognitif
anak menjadi empat tahap: (1) Tahap sensorimotor (lahir-2 tahun); (2)
Tahap praoperasional (usia 2-7 tahun); (3) Tahap operasional konkret (usia
7-11 tahun); (4) Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun). Secara umum
siswa kelas V SD termasuk pada masa operasional konkret yaitu pikiran
anak sudah mulai stabil dalam arti aktivitas batiniah, dan skema pengamatan
mulai diorganisasikan menjadi sistem pengerjaan yang logis. Anak mulai
dapat berpikir lebih dulu akibat-akibat yang mungkin terjadi dari perbuatan
yang akan dilakukannya, ia tidak lagi bertindak coba-coba. Menjelang akhir
periode ini anak telah menguasai prinsip menyimpan. Anak masih terikat
pada objek-objek konkret.
Menurut Syamsu Yusuf (Susanto, 2013: 73), pada anak usia 6-12
tahun ditandai dengan tiga kemampuan baru, yaitu mengklasifikasikan
(mengelompokkan), menyusun, dan mengasosiasikan (menghubungkan atau
menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan
dengan perhitungan angka, seperti menambah, mengurangi, mengalikan,
7
8
dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memiliki
kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa
kelas V SD yaitu: (1) berada pada masa operasional konkret, (2) mencapai
objektivitas yang tinggi dengan rasa ingin tahu yang besar, (3) pikiran yang
mulai stabil dan logis, (4) serta mempunyai kemampuan mengelompokkan,
perhitungan angka dan kemampuan memecahkan masalah. Karakteristik
siswa kelas V SD yang diuraikan di atas sesuai dengan penggunaan model
pembelajaran kooperatif teknik Two Stay Two Stray dengan Multimedia
dalam pembelajaran IPS tentang Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
pada siswa kelas V SD dikarenakan teknik Two Stay Two Stray dapat
diterapkan pada semua kelas/tingkatan, kecenderungan belajar siswa
menjadi lebih bermakna, lebih berorientasi pada keaktifan, menambah
kekompakan, rasa percaya diri siswa, dan membantu meningkatkan minat
dan prestasi belajar siswa.
b. Hakikat IPS
1) Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata
pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai
SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata
pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan
Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk dapat
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung
jawab, serta warga dunia yang cinta damai (Permendiknas No. 22, 2006:
575).
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata
pelajaran yang mengajarkan pada siswa SD agar mereka kelak mengenal
fenomena alam dan fenomena sosial mulai dari lingkungan yang dekat
sampai kepada lingkungan yang lebih jauh (dunia). IPS merupakan mata
pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan
9
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan
(KTSP: 2006).
Susanto (2013: 137) berpendapat bahwa IPS adalah ilmu
pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora
serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka
memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada peserta
didik, khususnya di tingkat dasar dan menengah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPS adalah
suatu program pendidikan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial
atau hasil perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi,
sejarah, sosiologi serta mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep,
dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan
yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan
pemahaman yang mendalam kepada peserta didik, khususnya di tingkat
dasar dan menengah. Melalui mata pelajaran IPS, siswa diarahkan untuk
dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan
bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
2) Tujuan IPS di SD
Tujuan IPS di sekolah dasar yang tercantum dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu agar siswa memiliki beberapa
kemampuan (Permendiknas No. 22, 2006: 575), yaitu sebagai berikut:
a) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkungannya;
b) Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam
kehidupan sosial;
c) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan;
d) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan
berkompetensi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal,
nasional, dan global.
10
Sumaatmaja (Gunawan, 2013: 18) mengemukakan tujuan
pendidikan IPS untuk membina anak didik menjadi warga negara yang
baik, yang memiliki pengetahuan, dan kepedulian sosial yang berguna bagi
dirinya serta bagi masyarakat dan Negara.
Hadi (Susanto, 2013: 146) menyebutkan bahwa ada empat tujuan
pendidikan IPS, yaitu: knowledge, skill, attitude, dan value. Pertama,
knowledge, sebagai tujuan utama dari pendidikan IPS yaitu membantu para
siswa sendiri untuk mengenal diri mereka sendiri dan lingkungannya yang
mencakup geografi, sejarah, politik, ekonomi, dan sosiologi psikologi.
Kedua, skill, yang mencakup keterampilan berpikir. Ketiga, attitude, yang
terdiri atas tingkah laku berpikir dan tingkah laku sosial. Keempat, value,
yaitu nilai yang terkandung dalam masyarakat yang diperoleh dari
lingkungan masyarakat maupun lembaga pemerintah, termasuk di
dalamnya nilai kepercayaan, nilai ekonomi, pergaulan antarbangsa, dan
ketaatan kepada pemerintah dan hukum.
Berdasarkan uraian di atas tentang tujuan mata pelajaran IPS,
dapat disimpulkan bahwa tujuan dari mata pelajaran IPS di sekolah dasar
adalah untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan: (1) membentuk
warga Negara yang baik, (2) mengenali dirinya sendiri dan lingkungan
sekitar, (3) mengenali nilai-nilai sosial yang terkandung dalam masyarakat,
dan (4) berkomunikasi, bergaul, dan bekerja sama dalam lingkungan
masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.
3) Ruang Lingkup IPS SD
Ruang lingkup mata pelajaran IPS (Permendiknas No. 22, 2006:
575) meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
a) Manusia, tempat, dan lingkungan.
b) Waktu, keberlanjutan, dan perubahan.
c) Sistem sosial dan budaya.
d) Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.
Berdasarkan aspek-aspek ruang lingkup pelajaran IPS di sekolah
dasar, pada penelitian ini peneliti mengambil aspek pada kelas V semester
11
2, yaitu waktu, keberlanjutan, dan perubahan. Sedangkan materi yang
diambil yaitu perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan
standar kompetensi menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat
dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia dan
kompetensi dasar menghargai perjuangan para tokoh dalam
mempertahankan kemerdekaan. Indikator dalam materi perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia yaitu : (1) menceritakan secara
singkat langkah-langkah untuk mempertahankan kemerdekaan, (2)
menjelaskan peristiwa 10 November 1945 di Surabaya, (3) menjelaskan
peristiwa pertempuran Ambarawa, (4) menjelaskan peristiwa pertempuran
Medan Area, (5) menjelaskan peristiwa pertempuran Bandung Lautan Api,
(6) mengidentifikasi isi perjanjian Linggarjati, dan (7) menjelaskan cara
mengenang perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan.
(silabus terlampir pada lampiran 2 halaman 177 )
4) Materi Pelajaran IPS Kelas V SD
a) Pertempuran 10 November di Surabaya
Susilaningsih dan Limbong (2008: 197-198) menjelaskan bahwa
tentara Sekutu mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 di
bawah pimpinan Brigjen A.W.S Mallaby. Tentara Sekutu bertugas
melucuti tentara Jepang dan membebaskan interniran (tawanan perang).
Pada tanggal 27 Oktober 1945, Sekutu menyerbu penjara Kalisosok.
Mereka berhasil membebaskan Kolonel Huiyer. Pada tanggal 28 Oktober
1945, pos-pos Sekutu di seluruh kota Surabaya diserang oleh rakyat
Indonesia. Pada tanggal 29 Oktober 1945, para pemuda dapat menguasai
tempat-tempat yang telah dikuasai Sekutu. Komandan Sekutu
menghubungi Presiden Sukarno untuk menyelamatkan pasukan Inggris
dari bahaya kehancuran. Presiden Sukarno bersama Moh. Hatta, Amir
Syarifudin, dan Jenderal D.C. Hawthorn tiba di Surabaya untuk
menenangkan keadaan. Akhirnya, pada tanggal 30 Oktober 1945 dicapai
kesepakatan untuk menghentikan tembak-menembak. Namun, pada sore
harinya terjadi pertempuran di gedung Bank International, tepatnya di
12
Jembatan Merah. Dalam peristiwa itu, Brigjen Mallaby tewas.
Menanggapi peristiwa ini, pada tanggal 9 November 1945, pimpinan
Sekutu di Surabaya mengeluarkan ultimatum. Isi ultimatum itu adalah:
“Semua pemimpin dan orang-orang Indonesia yang bersenjata harus
melapor dan meletakkan senjatanya di tempat-tempat yang telah
ditentukan, kemudian menyerahkan diri dengan mengangkat tangan. Batas
waktu ultimatum tersebut adalah pukul 06.00 tanggal 10 November1945.
Jika sampai batas waktunya tidak menyerahkan senjata, maka Surabaya
akan diserang dari darat, laut, dan udara.”
Batas waktu itu tidak diindahkan rakyat Surabaya. Oleh karena itu,
pecahlah pertempuran Surabaya pada tanggal 10 November1945. Tentara
Sekutu berjumlah kira-kira 10 sampai 15 ribu orang. Mereka terdiri dari
pasukan darat, laut, dan udara. Pasukan Sekutu ini merupakan gabungan
dari tentara Gurkha, Inggris, dan Belanda. Dalam pertempuran yang
berjalan sampai awal bulan Desember1945 itu telah gugur beribu-ribu
pejuang. Dalam keadaan tersebut muncul Bung Tomo yang mengobarkan
semangat juang masyarakat Surabaya untuk tetap gigih melawan sekutu.
Perjuangan rakyat Surabaya ini mencerminkan tekad perjuangan seluruh
rakyat Indonesia. Untuk memperingati kepahlawanan rakyat Surabaya itu,
pemerintah menetapkan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan.
b) Pertempuran Ambarawa
Susilaningsih dan Limbong (2008: 199-200) menjelaskan
“Pertempuran Ambarawa” diawali oleh mendaratnya tentara Sekutu di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal Bethel di Semarang. Tentara Sekutu
mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945. Tujuan kedatangan
mereka adalah untuk mengurus tawanan perang dan tentara Jepang di Jawa
Tengah. Kedatangan Sekutu semula disambut baik oleh rakyat Semarang.
Bahkan, Gubernur Jawa Tengah menawarkan bantuan bahan makanan dan
keperluan-keperluan lainnya. Pihak Sekutu pun berjanji untuk tidak
mengganggu kedaulatan Republik Indonesia. Bentrokan bersenjata mulai
13
timbul di Magelang. Bentrokan itu mulai meluas menjadi pertempuran
antara pasukan Sekutu dengan pejuang Indonesia.
Penyebabnya adalah tentara Sekutu diboncengi NICA. NICA adalah
singkatan dari Netherlands Indies Civil Administration, yaitu
pemerintahan peralihan Belanda. NICA hendak membebaskan tawanan
perang Belanda di Magelang dan Ambarawa. Setelah diadakan
perundingan antara Presiden Sukarno dengan Brigadir Jenderal Bethel,
tentara Sekutu kemudian meninggalkan Magelang menuju Ambarawa
pada tanggal 21 November 1945. Para pejuang Indonesia yang dipimpin
Letnan Kolonel M. Sarbini mengejar pasukan Sekutu yang mundur ke
Ambarawa. Di desa Jambu, pasukan Sekutu dihadang pejuang Angkatan
Muda yang dipimpin oleh Sastrodiharjo. Di desa Ngipik, pasukan Sekutu
diserang pejuang Indonesia yang dipimpin oleh Suryosumpeno. Pada saat
mundur, pasukan Sekutu mencoba menduduki dua desa disekitar
Ambarawa. Dalam pertempuran untuk membebaskan kedua desa tersebut,
Letnan Kolonel Isdiman gugur.
Letnan Kolonel Isdiman adalah Komandan Resimen Banyumas.
Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, Kolonel Sudirman turun
langsung ke medan pertempuran Ambarawa. Kolonel Sudirman adalah
Panglima Divisi Banyumas. Kehadiran Kolonel Sudirman memberi
semangat baru bagi pejuang Indonesia. Pasukan Indonesia mengepung
kota Ambarawa dari berbagai jurusan. Siasat yang dipakai adalah
mengadakan serangan serentak dari berbagai jurusan pada saat yang sama.
Pasukan Indonesia mendapat bantuan dari Yogyakarta, Surakarta, Salatiga,
Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain. Pada tanggal 12
Desember 1945 pasukan Indonesia melancarkan serangan serentak ke
Ambarawa. Pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu berhasil
dipukul mundur ke Semarang. Dalam pertempuran di Ambarawa ini
banyak pejuang yang gugur. Untuk memperingati hari bersejarah itu, maka
setiap tanggal 15 Desember diperingati sebagai Hari Infanteri. Selain itu,
14
di Ambarawa juga didirikan sebuah monumen yang diberi nama Palagan
Ambarawa.
c) Pertempuran Medan Area
Yuliati dan Munajat (2008: 142-143) menjelaskan Sumatra Utara
adalah daerah yang terlambat menerima informasi tentang Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Mr. Teuku Mohammad Hasan yang diangkat
menjadi gubernur menyampaikan kabar gembira itu pada tanggal 27
Agustus 1945. Atas perintah pemerintah pusat di Jakarta, beliau
menegakkan kedaulatan republik di Sumatra. Pada tanggal 13 September
1945, seorang bekas perwira Tentara Sukarela yang bernama Achmad
Tahir memelopori pembentukan Barisan Pemuda Indonesia. Beliau
menggalang para pemuda untuk mengambil alih kekuasaan dan senjata
dari tangan Jepang pada tanggal 4 Oktober 1945. Sebelum Sekutu tiba di
sana, sekelompok komando Belanda yang dipimpin oleh Westerling telah
tiba. Baru kemudian, tanggal 9 Oktober 1945 Sekutu (tentara Inggris atau
Gurkha) tiba di Medan dengan membonceng tentara Belanda dan NICA.
Melihat gelagat yang kurang baik, para pemuda di sana segera membentuk
Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Perkiraan para pemuda itu ternyata benar. Pertempuran pun pecah
pada tanggal 13 Oktober 1945. Pertempuran ini merupakan awal dari
perjuangan bersenjata bagi rakyat di Medan. Pertempuran ini di kenal
dengan nama Pertempuran Medan Area. Sekutu seperti biasanya
mengeluarkan ultimatum yang tidak berarti. Isi ultimatum tersebut adalah
melarang rakyat membawa senjata dan semua senjata yang ada harus
diserahkan kepada Sekutu. Pada tanggal 10 Desember 1945, Sekutu
melancarkan serangan besar-besaran dengan melibatkan pesawat-pesawat
tempurnya.
d) Pertempuran Bandung Lautan Api
Syamsiah, dkk ( 2008: 117) menjelaskan Kota Bandung dimasuki
pasukan Inggris pada bulan Oktober 1945. Sekutu meminta hasil lucutan
tentara Jepang oleh TKR diserahkan kepada Sekut Pada tanggal 21
15
November 1945 Sekutu mengultimatum agar kota Bandung dikosongkan.
Hal ini tidak diindahkan oleh TRI dan rakyat. Perintah ultimatum tersebut
diulang tanggal 23 Maret 1946. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan
supaya TRI mengosongkan Bandung, tetapi pimpinan TRI di Yogyakarta
mengintruksikan supaya Bandung tidak dikosongkan. Akhirnya dengan
berat hati TRI mengosongkan kota Bandung. Sebelum keluar Bandung
pada tanggal 23 Maret 1946 para pejuang RI menyerang markas Sekutu
dan membumihanguskan Bandung bagian selatan. Untuk mengenang
peristiwa tersebut Ismail Marzuki mengabadikannya dalam sebuah lagu
yaitu Hallo-Hallo Bandung.
e) Perjanjian Linggarjati
Susilaningsih dan Limbong (2008: 204-205) menjelaskan pimpinan
tentara Inggris menyadari, sengketa Indonesia dengan Belanda tidak
mungkin diselesaikan melalui peperangan. Inggris berusaha
mempertemukan kedua belah pihak di meja perundingan. Melalui meja
perundingan diharapkan konflik bisa diatasi. Pada tanggal 10 November
1946 diadakan perundingan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini
dilaksanakan di Linggajati. Linggarjati terletak di sebelah selatan Cirebon.
Dalam perundingan itu delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana
Menteri Sutan Syahrir. Sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Van
Mook. Pada tanggal 15 November 1946, hasil perundingan diumumkan
dan disetujui oleh kedua belah pihak. Secara resmi, naskah hasil
perundingan ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Belanda pada
tanggal 25 Maret 1947. Hasil Perjanjan Linggarjati sangat merugikan
Indonesia karena wilayah Indonesia menjadi sempit. Berikut ini isi
perjanjian Linggarjati.
(1) Belanda hanya mengakui kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa,
Madura, dan Sumatera.
(2) Republik Indonesia dan Belanda akan bersama-sama membentuk
Negara Indonesia Serikat yang terdiri atas:
(a) Negara Republik Indonesia,
16
(b) Negara Indonesia Timur, dan
(c) Negara Kalimantan.
(3) Negara Indonesia Serikat dan Belanda akan merupakan suatu
uni(kesatuan) yang dinamakan Uni Indonesia-Belanda dan diketuai
oleh Ratu Belanda.
f) Tokoh Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Susilaningsih dan Limbong (2008: 221) mengemukakan bahwa ada banyak
tokoh yang berperan dalam usaha mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, anatara lain:
(1) Ir Sukarno
Sukarno adalah proklamator kemerdekaan Indonesia.
Didampingi Drs.Moh. Hatta beliau membacakan teks proklamasi
kemerdekaan pada tanggal17 Agustus 1945. Beliau adalah presiden
pertama Republik Indonesia.Sebagai presiden, beliau turut berjasa
dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Beliau
ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka ketika Belanda melakukan
agresi militer pada tanggal 19 Desember 1948. Sebelumnya, beliau
telah mengirimkan mandat kepada Menteri Kemakmuran Syafrudin
Prawiranegara yang berada di Sumatera untuk membentuk dan
memimpin Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
(2) Drs. Mohammad Hatta
Drs. Mohammad Hatta juga dikenal sebagai Proklamator
Kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau memimpin kabinet di awal
pembentukan negara Indonesia. Beliau dikenal sebagai delegasi
Indonesia yang handal. Pada tanggal 23 Agustus - 2 November 1949,
beliau memimpin delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Den Haag, Belanda.
(3) Jenderal Sudirman
Peranan Jenderal Sudirman dalam perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia sangat besar. Sebagai Panglima TKR, Divisi V
Banyumas, Sudirman memimpin Pertempuran Ambarawa dan berhasil
17
mengusir tentara Inggris. Pada tanggal 18 Desember 1945, Sudirman
diangkat oleh menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat jenderal.
Sudirman tetap memimpin perang gerilya meskipun beliau dalam
keadaan sakit.
(4) Bung Tomo
Sutomo atau Bung Tomo dilahirkan di Surabaya. Pada zaman
pergeraka nbeliau bekerja di Surat Kabar Suara Umum dan menjadi
redaktur mingguan Pembela Rakyat. Beliau mendirikan dan memimpin
Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia. Beliau mengobarkan
semangat rakyat Surabaya dalam perang melawan pasukan Sekutu
padatanggal 10 November 1945.
(5) Sri Sultan Hamengku Buwono IX
Sri Sultan Hamengku Buwono IX berperan besar dalam perjuangan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Beliau menjadi anggota
delegasi Indonesia dalam Perundingan Rum-Royen yang dilakukan di
Jakarta pada tanggal 2 Mei 1949.
Syamsiah, dkk ( 2008: 116) mnenjelaskan beberapa cara mengenang jasa
para tokoh perjuangan mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut:
(1) Berziarah ke Taman makam pahlawan
(2) Mendoakan para pahlawan
(3) Memajukan bangsa sesuai bidang masing-masing
(4) Sebagai pelajar harus belajar dengan tekun
(5) Ikut memperingati hari besar nasional
Beberapa sikap positif yang dapat diambil dari para tokoh perjuangan
mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut:
(1) Cinta Tanah Air
(2) Berjiwa Besar
(3) Bekerja keras
(4) Berkerja sama
(5) Rela berkorban
18
c. Pembelajaran
1) Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata
lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat
seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran,
walaupun mempunyai konotasi yang berbeda.
Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik menjadi
kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa
ada orang yang membantu. Menurut Dimyati dan Mudjiono (Sagala,
2011: 62) pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram
dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif,
yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.
Konsep pembelajaran menurut Corey (Sagala, 2011: 61) adalah
suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi
tertentu. Sedangkan Sagala (2011: 16) menyatakan, “Pembelajaran
mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu
seseorang mempelajari suatu kemampuan dan nilai yang baru”.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar,
yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar,
dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang
berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha.
19
2) Prinsip-prinsip Pembelajaran
Susanto (2013: 87) mengemukakan beberapa prinsip-prinsip
pembelajaran sebagai berikut :
a) Prinsip motivasi adalah upaya guru untuk menumbuhkan dorongan
belajar, baik dari dalam atau luar diri anak, sehingga anak belajar
seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
b) Prinsip latar belakang adalah upaya guru dalam proses belajar
mengajar memperhatikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan yang
membosankan.
c) Prinsip pemusatan perhatian adalah usaha untuk memusatkan
perhatian anak dengan mengajukan masalah yang hendak dipecahkan
untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
d) Prinsip keterpaduan, yakni guru dalam menyampaikan materi
hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan bahasan lain.
e) Prinsip pemecahan masalah adalah situasi belajar yang dihadapkan
pada masalah-masalah.
f) Prinsip menemukan adalah kegiatan menggali potensi yang dimiliki
anak untuk mencari, mengembangkan hasil yang diperoleh dalam
bentuk fakta, dan informasi.
g) Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
berdasarkan pengalaman untuk mengembangkan dan memperoleh
pengalaman baru.
h) Prinsip belajar sambil bermain, merupakan kegiatan yang dapat
menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam kegiatan
belajar.
i) Prinsip perbedaan individu, yakni upaya guru dalam proses belajar
mengajar yang memerhatikan perbedaan individu seperti sifat dan
kebiasaan.
j) Prinsip hubungan sosial adalah sosialisasi pada masa anak yang
sedang tumbuh yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial.
20
Rusyan (Sagala, 2011: 55) mengemukakan beberapa prinsip-prinsip
pembelajaran yaitu:
a) Motivasi, kematangan dan kesiapan
Tanpa motivasi dalam proses belajar mengajar, terutama motivasi
instrinsik proses belajar mengajar tidak akan efektif dan tanpa
kematangan dan kesiapan upaya belajar akan sulit berlangsung.
b) Kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh
antara lain bakat kusus, taraf kecerdasan dan intensitas dari bahan yang
dipelajari.
c) Proses belajar mengajar dapat dangkal, luas dan mendalam, tergantug
pada materi yang menjadi pembahasan dalam pembelajaran tersebut.
d) Feedback atau pengetahuan akan hasil-hasil proses belajar mengajar
yang lampau dapat merangsang atau sebaliknya menghambat kemajuan
proses belajar mengajar..
e) Proses belajar mengajar dalam suatu instansi dapat ditransferkan untuk
kegiatan belajar atau bidang lainnya.
f) Response yang kacau, kaku dan acaka-acakan menandai proses belajar
mengajar yang amburadul dan cenderung gagal.
g) Trial and eror, menandai tahap-tahap awal beberapa mata pelajaran
untuk mencari bentuk pembelajaran yang cocok.
h) Proses belajar mengajar berlangsung dari sederhana meningkat yang
kompleks.
i) Proses belajar mengajar yang disertai oleh pemahaman yang jelas
tentang tujuan yang hendak dicapai.
j) Proses belajar mengajar bersifat individual.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada 13
prinsip-prinsip pembelajaran yang terdiri dari, (1) Prinsip motivasi, (2)
Kematangan dan kesiapan, (3)Prinsip latar belakang, (4) Prinsip pemusatan
perhatian, (5) Prinsip keterpaduan, (6) Prinsip pemecahan masalah, (7)
Prinsip menemukan, (8) Prinsip belajar sambil bekerja, (9) Prinsip belajar
21
sambil bermain, (10) Prinsip perbedaan individu, (11) Prinsip hubungan
sosial, (12) Prinsip Trial and eror, dan (13) Prinsip individual
3) Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk
mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik
terhadap materi pelajaran (Sagala, 2011: 62).
Isjoni (2013: 14) berpendapat bahwa, “Tujuan pembelajaran adalah
terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik.”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan tujuan pembelajaran
untuk mengembangkan kreatifitas berpikir dan meningkatkan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sesuai kompetensi demi terwujudnya
efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan siswa.
4) Faktor yang Memengaruhi Pembelajaran
Menurut Kuswiandi (2013) terdapat faktor internal dan eksternal
yang dapat memengaruhi pembelajaran yaitu:
a) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berada pada diri siswa itu sendiri,
seperti: gangguan fisik, ketidak seimbangan mental, kelemahan emosional,
serta kurang minat, dan malas terhadap pelajaran.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang timbul dari luar individu, seperti:
keluarga, lingkungan, terlalu berat beban belajarnya, kurangnya media
pembelajaran, serta metode, dan cara mengajar guru kurang memadai.
Hal di atas diperjelas oleh Slameto (2013: 54) bahwa faktor-faktor
yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu
faktor intern dan faktor ekstern; (1) Faktor Intern. Dalam faktor intern
terdapat tiga faktor yaitu faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan faktor
kelelahan. Faktor jasmaniah meliputi kesehatan dan cacat tubuh. Proses
22
belajar anak akan terganggu jika kesehatan anak juga terganggu. Cacat tubuh
juga dapat memengaruhi belajar, hendaknya anak yang mengalami cacat
belajar pada lembaga pendidikan khusus. Faktor psikologis mencakup
inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.
Sedangkan faktor kelelahan dapat dibedakan menjadi kelelahan rohani dan
kelelahan jasmani. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan
dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu
hilang. Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah dan lunglainya tubuh; (2)
Faktor Ekstern. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap belajar dapat
dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara orang tua dalam mendidik
anaknya, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi
keluarga, dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah meliputi metode
mengajar guru, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas
ukuran, keadaan gedung, metode belajar siswa, dan tugas rumah. Faktor
masyarakat meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, bentuk kehidupan
masyarakat dan mass media (radio, TV, surat kabar, buku-buku, majalah,
komik dan lain-lain)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang
memengaruhi pembelajaran dipengaruhi beberapa faktor antara lain faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain: (1) faktor jasmaniah,
(2) faktor psikologis, dan (3) faktor kelelahan. Sedangkan faktor eksternal
antara lain: (4) keluarga, (5) sekolah, dan (6) masyarakat.
d. Hasil Belajar
1) Hakikat Hasil Belajar
Susanto (2013: 5) berpendapat, “Hasil belajar, yaitu perubahan-
perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar”.
Pengertian tentang hasil belajar tersebut dipertegas lagi oleh Nawawi
(Susanto, 2013: 5) yang menyatakan, “Hasil belajar dapat diartikan
23
sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran
di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes
mengenai sejumlah materi tertentu.”
Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah
sesuai dengan tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui
evaluasi (Susanto, 2013: 5). Sebagaimana dikemukakan oleh Sunal
bahwa:
Evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untuk membuat
pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi
kebutuhan siswa. Selain itu, dengan dilakukannya evaluasi atau
penilaian ini dapat dijadikan feedback atau tindak lanjut, atau
bahkan cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa.
Kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan
(Susanto, 2013: 5).
Suprijono (2012: 7) menjelaskan bahwa hasil belajar adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek
potensi kemanusiaan saja.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa terhadap
penguasaan materi pembelajaran yang ditandai dengan perubahan secara
keseluruhan pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar. Untuk
mengetahui dan mengukur penguasaan siswa terhadap materi
pembelajaran dapat diketahui melalui penilaian.
2) Macam-Macam Hasil Belajar
Hasil belajar menurut Susanto (2013: 6) meliputi pemahaman
konsep (aspek kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan
sikap siswa (aspek afektif). Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a) Pemahaman konsep
Pemahaman konsep adalah seberapa besar siswa mampu
menerima, menyerap, dan memahami isi dari pelajaran yang berupa
24
objek konkret ataupun gagasan yang abstrak sebagai hasil dari
proses belajar yang disajikan guru.
b) Keterampilan proses
Keterampilan proses merupakan keterampilan ilmiah yang terarah
(baik kognitif maupun psikomotorik) yang dapat digunakan untuk
menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori.
c) Sikap
Sikap tidak hanya merupakan aspek mental semata, melainkan
mencakup pula aspek respon fisik. Jadi, sikap ini harus ada
kekompakan antara mental dan fisik secara serempak. Sikap terdiri
atas tiga komponen, yaitu: komponen kognitif, afektif, dan konatif.
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercaya
oleh individu pemilik sikap; komponen afektif, yaitu perasaan yang
menyangkut emosional; dan komponen konatif merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
dimiliki seseorang.
Kingsley (Susanto, 2013: 3) membagi hasil belajar menjadi
tiga macam, yaitu: (1) keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan
dan pengertian; dan (3) sikap dan cita-cita. Sedangkan, Djamarah dan Zain
menetapkan bahwa hasil belajar telah tercapai apabila telah terpenuhi dua
indikator berikut, yaitu: (1) daya serap terhadap bahan pengajaran yang
diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun
kelompok; (2) perilaku yang digariskan dalam tujuan
pengajaran/instruksional khusus telah dicapai oleh siswa baik secara
individu maupun kelompok (Susanto, 2013: 3).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa macam-
macam hasil belajar yaitu pemahaman konsep, keterampilan proses, dan
sikap. Keterampilan proses yang diteliti dalam penelitian ini yakni
keaktifan, kerjasama, dan keberanian. Ketiga macam hasil belajar yang
ada merupakan representasi dari tiga aspek yang harus dikuasai siswa
yaitu aspek kognitif berupa pemahaman konsep, aspek psikomotor
25
berupa keterampilan proses, dan aspek afektif berupa sikap siswa.
Macam-macam hasil belajar tersebut dapat dikatakan berhasil dikuasai
apabila pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa mengalami
peningkatan.
3) Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar
Gestalt (Susanto, 2013: 12) menyatakan bahwa :
Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri dan
lingkungannya. Pertama, siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau
tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa baik
jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan
prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber
belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan
lingkungan.
Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (2007),
“Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil
interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi, baik faktor internal
maupun eksternal” (Susanto, 2013: 12). Secara rinci, uraian mengenai
faktor internal dan eksternal sebagai berikut: a) Faktor internal; faktor
internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa, yang
memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. b) Faktor eksternal;
faktor yang berasal dari luar diri siswa yang memengaruhi hasil belajar
yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Sagala (2011: 57) juga mengemukakan bahwa: Agar peserta didik
dapat berhasil belajar diperlukan persyaratan tertentu antara lain seperti
berikut: (1) kemampuan berpikir yang tinggi bagi para siswa, hal ini
ditandai dengan berpikir kritis, logis, sistematis, dan objektif (Scholastic
Aptitude Test); (2) menimbulkan minat yang tinggi terhadap mata
pelajaran (Interest Inventory); (3) bakat dan minat yang khusus para
siswa dapat dikembangkan sesuai potensinya (Differential Aptitude Test);
(4) menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan
26
pelajaran di sekolah yang menjadi lanjutannya (Achievement Test); (5)
stabilitas Psikis (tidak mengalami masalah penyesuaian diri dan
seksual; (6) kesehatan jasmani; (7) lingkungan yang tenang; (8)
kehidupan ekonomi yang memadai; (9) menguasai teknik belajar di
sekolah dan luar sekolah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang memengaruhi hasil belajar siswa dibagi menjadi
dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang berasal dari diri siswa itu sendiri seperti
kecerdasan, minat, bakat, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta
kondisi fisik dan kesehatan. Selanjutnya, faktor eksternal yaitu faktor
yang berasal dari luar diri siswa seperti kompetensi guru, suasana
lingkungan belajar, kondisi ekonomi keluarga, serta sarana dan prasarana
sekolah.
e. Peningkatan
Adi (2014) mengemukakan bahwa peningkatan berasal dari kata
tingkat yang berarti lapis atau lapisan dari sesuatu yang kemudian
membentuk susunan. Tingkat juga dapat berarti pangkat, taraf, dan kelas.
Sedangkan peningkatan berarti kemajuan. Secara umum, peningkatan
merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas maupun
kuantitas.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan
ialah proses atau cara yang dilakukan untuk menambah dan
memperbaiki kualitas, keterampilan, serta kemampuan agar menjadi
lebih baik daripada yang sebelumnya.
Peningkatan pembelajaran IPS kelas V SD adalah proses
meningkatnya serangkaian kegiatan yang dirancang sedemikian rupa oleh guru
terhadap siswa untuk mempelajari bahan pelajaran IPS tentang menghargai
perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemerdekaan, sehingga
terbentuk nilai, sikap, pemikiran logis, kritis, dan disiplin yang ditunjukkan
27
dengan hasil akhir sesuai tujuan yang diharapkan dan menjadi tolok ukur
pembelajaran selanjutnya, yang bertolak pada proses belajar.
2. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Two Stay Two Stray
a. Pengertian Model pembelajaran
Joyce dan Weill (Huda, 2013: 73) menyatakan, “Model
pembelajaran adalah rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan
memandu proses pengajaran di ruang kelas atau di setting yang berbeda.”
Soekamto (Shoimin, 2014: 23) mengemukakan maksud dari model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar. Hal ini berarti model pembelajaran memberikan kerangka dan arah
bagi guru untuk mengajar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu rancangan sistematis yang dapat dipilih
oleh seorang guru sebagai pola atau arah dalam menyampaikan materi
pembelajaran serta memberikan pengalaman belajar pada siswa sehingga
dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Model
pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi pengajar dan para guru dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Oleh karena
itu, setiap model pembelajaran yang akan digunakan dalam pembelajaran
menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut.
b. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (Isjoni, 2013: 15) “Pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur
kelompok heterogen.” Sedangkan menurut Sunal dan Hans (Isjoni, 2013: 15)
mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan
28
atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan
kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Menurut Rusman (2012: 202) Pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya
terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat
heterogen.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa
saling berinteraksi dan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil
dengan anggota kelompok yang beranggotakan empat sampai enam anak
yang bersifat heterogen untuk mengerjakan tugas, memecahkan masalah,
memperoleh pengalaman belajar serta melatih tanggungjawab demi
mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif, setiap anggota
kelompok sama-sama berusaha mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan
oleh semua anggota kelompok.
c. Teknik dalam Model Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif setidaknya ada beberapa teknik yang
sering diterapkan. Lie (Isjoni, 2013: 112) menyebutkan bahwa ada tiga belas
metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan dalam proses belajar
mengajar di kelas, metode tersebut yaitu: 1) mencari pasangan; 2) bertukar
pasangan; 3) berpikir-berpasangan-berempat; 4) berpikiran salam dan soal; 5)
kepala bernomor; 6) kepala bernomor terstruktur; 7) dua tinggal dua tamu; 8)
keliling kelompok; 9) kancing gemrincing; 10) keliling kelas; 11) lingkaran
kecil lingkaran besar; 12) tari bambu; 13) bercerita berpasangan.
Selanjutnya, (Huda, 2015: 134) melengkapi teknik tersebut menjadi
empat belas teknik yang seluruhnya menyertakan prosedur-prosedur yang
jelas. Keempat belas metode tersebut antara lain: a) mencari pasangan (Make
A Match); b) bertukar pasangan; c) berpikir-berpasangan-membagi (Think-
Pair-Share); d) berkirim salam dan soal; e) kepala bernomor (Numbered
Heads Together); f) kepala bernomor terstruktur (Struktured Numbered
29
Heads); g) dua tinggal dua tamu (Two Stay Two Stray); h) keliling kelompok;
i) kancing gemrincing; j) lingkaran dalam -lingkaran luar (Inside-Outside
Cricle); k) tari bambu; l) jigsaw; m) bercerita berpasangan (Paired Story
Telling); dan n) keliling kelas.
Berdasarkan uraian yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa
terdapat empat belas teknik dalam pembelajaran kooperatif. Sesuai dengan
teknik dalam model pembelajaran kooperatif yang telah disebutkan, peneliti
memilih teknik two stay two stray pada penelitian ini. Melalui teknik ini, siswa
dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan temannya ketika
sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan menyimak apa yang
diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut sehingga
siswa juga dituntut untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran sehingga siswa
akan menemukan sendiri konsep yang akan ia pelajari.
d. Teknik Two Stay Two Stray
1) Pengertian Teknik Two Stay Two Stray
Menurut Huda (2013: 207) Two Stay Two Stray merupakan sistem
pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja
sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan
saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi.
Shoimin (2014: 222) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif
dua tinggal dua tamu adalah dua orang siswa tinggal di kelompok dan dua
orang siswa bertamu ke kelompok lain. Dua orang yang tinggal bertugas
memberikan informasi kepada tamu tentang hasil kelompoknya, sedangkan
yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang
dikunjunginya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa teknik two
stay two stray adalah pembelajaran kooperatif beranggotakan empat orang
dengan tujuan saling bekerja sama dalam memecahkan masalah. Dua orang
yang tinggal bertugas memberikan informasi kepada tamu tentang hasil
kelompoknya, sedangkan yang bertamu bertugas mencatat hasil diskusi
kelompok yang dikunjunginya.
30
2) Tujuan Teknik Two Stay Two Stray
Menurut Huda (2013: 207) two stay two stray merupakan sistem
pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja
sama, bertanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan
saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi.
Lie (Shoimin, 2014: 222) menjelaskan bahwa struktur dua tinggal
dua tamu memberi kesempatan kelompok untuk membagikan hasil dan
informasi dengan kelompok lain.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
teknik two stay two stray adalah agar siswa dapat saling bekerja sama untuk
memecahkan masalah dan memberi kesempatan kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain serta menumbuhkan
sikap bertanggung jawab, saling membantu, dan saling mendorong satu
sama lain untuk berprestasi.
3) Langkah-langkah Teknik Two Stay Two Stray
Menurut Huda (2013 : 207) prosedur dalam pelaksanaan Two Stay
Two Stray sebagai berikut:
a) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap
kelompoknya terdiri dari empat siswa. Kelompok yang dibentuk pun
merupakan kelompok heterogen, misalnya satu kelompok terdiri dari 1
siswa berkemampuan tinggi, 2 siswa berkemampuan sedang, dan 1
siswa berkemampuan rendah. Hal ini dilakukan karena pembelajaran
kooperatif tipe TS-TS bertujuan untuk memberikan kesempatan pada
siswa untuk saling membelajarkan (Peer Tutoring) dan saling
mendukung.
b) Guru memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk
dibahas bersama-sama dengan anggota kelompok masing-masing.
c) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang.
Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk
dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
31
d) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
e) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka kepada tamu dari kelompok lain.
f) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
g) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
h) Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
Shoimin (2014: 223) mengemukakan langkah-langkah teknik two stay
two stray adalah :
a) Siswa bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa.
b) Setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok
yang lain.
c) Dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
d) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
e) Kelompok mencocokan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti mengembangkan
langkah-langkah teknik two stay two stray sebagai berikut: (1) guru
membagi kelompok beranggotakan empat siswa yang bersifat heterogen, (2)
guru memberikan materi sebagai subpokok bahasan pada tiap-tiap
kelompok, (3) setiap kelompok bersama anggotanya membahas materi yang
diterimanya, (4) setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok
bertamu ke kelompok lain, (5) dua siswa yang tinggal dalam kelompok
bertugas membagikan hasil kerja kelompok mereka kepada tamu dari
kelompok lain, (6) tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka
sendiri untuk melaporkan temuan mereka dari kelompok lain, (7) kelompok
mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka, dan (8) kelompok
mempresentasikan hasil akhir secara bergantian dengan kelompok lain.
32
4) Kelebihan Teknik Two Stay Two Stray
Menurut Shoimin (2014: 225) teknik two stay two stray memiliki
beberapa kelebihan dalam pembelajaran, diantaranya yaitu:
a) Lebih mudah dipecah menjadi berpasangan.
b) Lebih banyak tugas yang bisa dilakukan.
c) Guru mudah memonitor.
d) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan.
e) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna.
f) Lebih berorientasi pada keaktifan.
g) Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya.
h) Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
i) Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
j) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar.
5) Kekurangan Teknik Two Stay Two Stray
Mengenai kekurangan teknik two stay two stray, Shoimin (2014:
225) mengemukakan bahwa setiap teknik pasti memiliki kekurangan dan
kelebihan. Adapun kekurangan teknik two stay two stray antara lain:
a) Membutuhkan waktu yang lama.
b) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok.
c) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana, dan tenaga).
d) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
e) Membutuhkan waktu lebih lama.
f) Membutuhkan sosialisasi yang lebih baik.
g) Jumlah genap bisa menyulitkan pembentukan kelompok.
h) Siswa mudah melepaskan diri dari keterlibatan dan tidak memperhatikan
guru.
i) Kurang kesempatan untuk memperhatikan guru
3. Penggunaan Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan wadah dari materi yang ingin
disampaikan dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang
33
ingin dicapai. Menurut Arsyad (2014: 4) “Media adalah komponen sumber
belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional di
lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar”.
Criticos (Daryanto, 2010: 4) menyimpulkan bahwa media
pembelajaran adalah perantara atau pembawa pesan dari komunikator
menuju komunikan dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
media pembelajaran adalah suatu alat pengajaran atau perantara pengajaran
yang dipakai untuk menyampaikan pesan, perhatian dan minat siswa dari
komunikator menuju komunikan untuk meningkatkan efektivitas proses
belajar mengajar demi mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
b. Jenis-jenis Media Pembelajaran
Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi, media
pembelajaran berkembang pula dengan berbagai jenis dan format, seperti
media audio, visual, video, tape recorder, radio, internet, dan sebagainya.
Asyhar (2012: 44) membagi media kedalam empat jenis, yaitu media
visual, media audio, media audio-visual, dan multimedia. Berikut ini
penjelasan keempat jenis media tersebut:
1) Media visual, yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan
indera penglihatan semata-mata dari peserta didik. Dengan media ini,
pengalaman belajar yang dialami peserta didik sangat tergantung pada
kemampuan penglihatannya. Beberapa media visual antara lain: a) media
cetak seperti buku, modul, jurnal, peta, gambar, dan poster, b) model dan
prototipe seperti globe bumi, dan c) media realitas alam sekitar dan
sebagainya.
2) Media audio adalah jenis media yang digunakan dalam proses
pembelajaran dengan hanya melibatkan indera pendengaran peserta
didik. Pengalaman belajar yang akan didapatkan adalah dengan
mengandalkan indera pendengaran. Media audio hanya mampu
34
memanipulasi suara semata. Contoh media audio yang umum digunakan
yaitu tape recorder, radio, dan CD player.
3) Media audio-visual adalah jenis media yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan sekaligus
dalam satu proses atau kegiatan. Pesan dan informasi yang dapat
disalurkan melalui media ini dapat berupa pesan verbal dan nonverbal
yang mengandalkan penglihatan dan pendengaran. Beberapa contoh
media audio-visual adalah film, video, program TV dan lain-lain.
4) Multimedia yaitu media yang melibatkan beberapa jenis media dan
peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran multimedia melibatkan indera penglihatan
dan pendengaran melalui media teks, visual diam, visual gerak, dan
audio serta media interaktif berbasis komputer dan teknologi
komunikasi informasi.
Selanjutnya, Schramm (Daryanto, 2010: 17) mengelompokkan
media menurut kemampuan daya liput, yaitu (a) liputan luas dan serentak
seperti Tv, radio, dan facsimile; (b) liputan terbatas pada ruangan, seperti
film, video, slide, poster, audio tape; (c) media untuk belajar individual,
seperti buku, modul, program belajar dengan komputer dan telpon.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jenis
media pembelajaran secara umum dapat di kelompokkan menjadi empat
jenis, yaitu media audio, media visual, media audio visual, dan multimedia.
c. Faktor Pemilihan Media Pembelajaran
Arsyad (2014: 75) menjelaskan bahwa kriteria pemilihan media
adalah sebagai berikut:
1) Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan
tujuan instruksional yang telah ditetapkan, yang secara umum mengacu
pada salah satu atau gabungan dari dua atau tiga ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor.
2) Tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep,
prinsip, atau generalisasi media yang berbeda.
35
3) Praktis, luwes, dan bertahan. Media yang dipilih sebaiknya dapat
digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang tersedia di
sekitarnya, serta mudah dipindahkan dan dibawa kemana-mana.
4) Guru harus mampu menggunakan media dengan terampil dalam proses
pembelajaran.
5) Media yang digunakan harus sesuai dengan sasaran. Media yang efektif
untuk kelompok besar belum tentu sama efektifnya jika digunakan pada
kelompok kecil atau perorangan.
6) Mutu teknis, pengembangan visual baik gambar maupun fotografi harus
memenuhi persyaratan teknis tertentu.
Susilana dan Riyana (2007: 69) menjelaskan ada beberapa kriteria
umum yang perlu diperhatikan dalam pemilihan media yaitu: 1) Kesesuaian
dengan Tujuan, 2) Kesesuaian dengan Materi Pembelajaran, 3) Kesesuaian
dengan Karakteristik Pembelajaran atau siswa, 4) Kesesuaian dengan Teori,
5) Kesesuaian dengan Gaya belajar Siswa, 6) Kesesuaian dengan Kondisi
Lingkungan, Fasilitas Pendukung, dan Waktu yang Tersedia.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor
dalam pemilihan media pembelajaran harus memperhatikan hal-hal berikut
yaitu: 1) Kesesuaian dengan tujuan yang ingin dicapai, 2) Sesuai dengan
materi pembelajaran, 3) Tepat sasaran, dan 4) Praktis, luwes, dan bertahan.
d. Multimedia
Gayeski (Munir, 2013: 2) mendefinisikan multimedia sebagai
kumpulan media berbasis komputer dan sistem komunikasi yang memiliki
peran untuk membangun, menyimpan, menghantarkan, dan menerima
informasi dalam bentuk teks, grafik, audio, video dan sebagainya. Dengan
kata lain, multimedia berarti kombinasi dari berbagai jenis media digital
seperti teks, gambar, suara dan video menjadi sebuah aplikasi interaktif
atau presentasi untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada audiens.
Oblinger (Munir, 2013: 2) mengemukakan bahwa multimedia
merupakan penyatuan dua atau lebih media komunikasi seperti teks, grafik,
36
animasi, audio dan video dengan ciri-ciri interaktivitas komputer untuk
menghasilkan satu presentasi menarik.
Sedangkan Arsyad (2014: 162) menjelaskan bahwa multimedia
adalah berbagai kombinasi grafik, teks, suara, video, dan animasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa multimedia
adalah kombinasi berbagai jenis media seperti teks, gambar, grafik,
animasi, suara, dan video menjadi sebuah presentasi berbasis komputer
untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada siswa agar lebih mudah
dan menarik.
e. Proses Perancangan Multimedia
Tropin (Munir, 2013: 95) mengembangkan bentuk proses
perancangan multimedia sebagai berikut:
1) Analisis
Sebelum pembuatan media harus melakukan diagnosa pada
bagian isi kurikulum, tujuan pembelajaran apa yang akan dicapai dan
bagaimana perbandingannya dengan format konvensional.
2) Pemilihan Teknologi
Penentuan teknologi apa yang akan digunakan untuk
merealisasikan analisis kurikulum yang telah dilakukan. Pemilihan
teknologi hardware dan software akan menentukan strategi belajar apa
yang bisa dan tidak bisa digunakan. Oleh karena itu guru harus
menentukan semuanya itu berdasarkan isi dan target yang akan
digunakannya.
Asyhar (2012: 174) menjelaskan proses perancangan multimedia
sebagai berikut:
1) Analisis
Langkah awal dari proses pembuatan bahan ajar berbasis
multimedia adalah analisis karena, media yang dikembangkan untuk
tujuan pembelajaran maka sudah tentu yang perlu dianalisis adalah
kurikulum yang berlaku. Bagian mana dari kurikulum tersebut yang
berpeluang untuk dikembangkan dengan teknologi multimedia.
37
2) Pemilihan Teknologi
Pada tahap ini, ditentukan teknologi apa yang akan digunakan
untuk merealisasikan hasil analisis kurikulum yang telah dilakukan.
3) Merancang Desain
Setelah analisis selesai, dilanjutkan dengan perancangan desain
media yang akan dibuat. Ini dimulai dari pencarian ide pengembangan,
kira-kira seperti apa struktur navigasi untuk menampilkan bahan ajar
multimedia tersebut. Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu disiapkan
beberapa altenatif bentuk desain-desain tampilan serta materi-materi
yang dibutuhkan seperti teks, gambar, suara, movie, file presentasi dan
lain-lain.
4) Menyusun Storyboard dan Prototype
Stroryboard adalah diagram alur cerita dari bahan ajar multimedia
yang akan dibuat. Sedangkan prototype merupakan desain kasar untuk
bahan ajar. Pada Storyboard sudah tergambar dengan jelas fragmen-
fragmen atau bagian dari media. Misalnya, pembukaan, menu-menu
navigasi, penyajian presentasi, kuis dan contoh-contoh kasus.
5) Identifikasi dan Pengumpulan Materi
Untuk memudahkan pembuatan media sebaiknya dibuatkan daftar
kebutuhan yang mencakup teks, suara, gambar, animasi dan sebagainya.
6) Pembuatan Bahan Ajar Multimedia
Pada tahap ini sebaiknya setiap segmen cerita dibuat dalam modul-
modul terpisah sehingga memudahkan dalam melakukan kontrol.
7) Uji Coba dan Fine Tuning
Bahan ajar multimedia yang sudah selesai dibuat diujicobakan ke
beberapa user atau penggunaan untuk memperoleh masukan. Hasil uji
coba ini digunakan sebagai bahan perbaikan yang disebut file tuning
sehingga modul ajar berbasis multimedia tersebut siap didistribusikan.
Fauzi (2012) menjelaskan bahwa agar media pembelajaran yang
telah dipilih dapat digunakan secara efektif dan efisien perlu menempuh tiga
38
langkah pokok yang dapat dilakukan yaitu persiapan, pelaksanaan atau
penyajian, dan tindak lanjut.
1) Persiapan
Persiapan maksudnya kegiatan dari guru yang akan mengajar
dengan menggunakan media pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang
dapat dilakukan guru pada langkah persiapan diantaranya: a) membuat
rencana pelaksanaan pembelajaran serta mencantumkan media yang akan
digunakan, b) mempelajari buku petunjuk atau bahan penyerta yang telah
disediakan, c) menyiapkan dan mengatur peralatan yang akan digunakan
agar dalam pelaksanaannya tidak terburu-buru.
2) Pelaksanaan/Penyajian
Guru pada saat melakukan proses pembelajaran dengan
menggunakan media pembelajaran perlu mempertimbangkan seperti : a)
yakinkan bahwa semua media dan peralatan telah lengkap dan siap untuk
digunakan, b) jelaskan tujuan yang akan dicapai, c) jelaskan lebih dahulu
apa yang harus dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran, d)
hindari kejadian-kejadian yang sekiranya dapat mengganggu konsentrasi
dan ketenangan siswa.
3) Tindak lanjut
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memantapkan pemahaman
siswa tentang materi yang dibahas dengan menggunakan multimedia.
Disamping itu kegiatan ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas
pembelajaran yang telah dilakukan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa proses
perancagan multimedia yaitu: 1) analisis, 2) persiapan, 3)pemilihan teknologi,
4) merancang desain, 5) menyusun storyboard dan prototype, 6) idetifikasi dan
pengumpulan materi, 7) pembuatan bahan ajar multimedia, 8) pelaksanaan, 9)
uji coba, dan 10) tindak lanjut.
4. Penerapan Teknik Two Stay Two Stray dengan Multimedia
Teknik two stay two stray adalah pembelajaran kooperatif
beranggotakan empat orang dengan tujuan saling bekerja sama dalam
39
memecahkan masalah. Dua orang yang tinggal bertugas memberikan informasi
kepada tamu tentang hasil kelompoknya, sedangkan yang tamu bertugas
mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya.
Multimedia diartikan sebagai kombinasi berbagai jenis seperti teks,
gambar, grafik, animasi, suara dan video berbasis komputer untuk
menghasilkan suatu presentasi agar lebih mudah dan menarik. Penerapan
teknik two stay two stray dengan multimedia adalah suatu inovasi
pembelajaran kelompok yang beranggotakan empat orang, dua orang sebagai
tamu dan dua orang sebagai tuan rumah untuk memecahkan suatu masalah
yang dikombinasikan dengan presentasi berbasis komputer agar lebih mudah
dan menarik. Adapun langkah-langkah penggunaan teknik two stay two stray
dengan multimedia adalah:
a. guru membagi kelompok beranggotakan empat siswa yang bersifat
heterogen.
b. guru memberikan materi menggunakan multimedia secara singkat dan
jelas.
c. guru memberikan pokok permasalahan kepada siswa berdasarkan materi
yang diterimanya.
d. setiap kelompok bersama anggotanya membahas permasalahan yang
diterimanya.
e. dua siswa dari masing-masing kelompok bertamu ke kelompok lain.
f. dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
kelompok mereka kepada tamu dari kelompok lain.
g. tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
h. kelompok mempresentasikan hasil akhir secara bergantian dengan
kelompok lain.
Penggunaan multimedia dalam penelitian ini disesuaikan dengan
materi pembelajaran setiap siklus. Tabel 2.1 berikut merupakan tabel
penggunaan multimedia dalam pembelajaran IPS materi mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
40
Tabel 2.1 Penggunaan Multimedia
Siklus Materi Multimedia yang digunakan
1
Peristiwa 10 November 1945 di
Surabaya Powerpoint (Teks dan Gambar)
Pertempuran Ambarawa Powerpoint (Teks dan Gambar)
2 Pertempuran Medan Area Powerpoint (Teks dan Gambar)
Bandung Lautan Api Powerpoint (Teks dan Gambar)
3
Perjanjian Linggarjati Powerpoint (Teks dan Gambar)
Tokoh perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia
Powerpoint (Teks dan Gambar)
Penerapan teknik two stay two stray dengan multimedia adalah suatu
inovasi pembelajaran kelompok yang beranggotakan empat orang, dua orang
sebagai tamu bertugas mencatat hasil diskusi kelompok yang dikunjunginya
dan dua orang sebagai tuan rumah bertugas memberikan informasi kepada
tamu tentang hasil diskusi kelompoknya untuk memecahkan suatu masalah
yang dikombinasikan dengan presentasi berbasis komputer agar lebih mudah
dan menarik.
5. Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah judul penelitian yang relevan dengan penelitian yang
akan dilakukan yaitu:
Pengembangan Multimedia Pembelajaran IPS untuk Siswa Sekolah
Dasar oleh Yumarlin tahun 2012. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan
bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus dengan
menggunakan multimedia dapat meningkatkan pembelajaran IPS siswa kelas
III di SD BOPKRI Wirobrajan Yogyakarta. Persamaan penelitian yang
dilakukan oleh Yumarlin dengan penelitian ini adalah sama-sama
menggunakan multimedia. Perbedaannya ada pada subjek penelitian Yumarlin
mengadakan penelitian pada siswa kelas III SD BOPKRI Wirobrajan
Yogyakarta, sedangkan peneliti mengadakan penelitian pada siswa kelas V SD
Negeri Winong.
41
Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(Ts-Ts) Terhadap Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri 8
Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat Tahun Ajaran 2013/2014 oleh Ni
Komang Astri Mahyuni (2014). Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan
bahwa hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dua siklus dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran IPA siswa kelas V di SD Negeri 8
Padangsambian, Denpasar. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil t hitung lebih
dari t table yaitu sebesar 6,336 > 2,000 dengan perolehan nilai rata-rata hasil
belajar kelas eksperimen lebih dari pada kelas kontrol yaitu sebesar 78,50 >
70,58. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ni Komang Astri Mahyuni
dengan penelitian ini adalah sama-sama mengkaji peningkatan pembelajaran
pada siswa kelas V yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik
Two Stay Two Stray. Perbedaannya terletak pada materi pembelajaran, Ni
Komang meneliti pembelajaran IPA. Sedangkan peneliti meneliti materi
pembelajaran IPS.
Interactive Multimedia Cognitive Mind Mapping Approach in Learning
Geography oleh Manjit Singh Sidh and Noor Haitham Saleem pada tahun
2013. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa siswa lebih mudah
menemukan dan menggaambarkan konsep geografi yang diajarkan dengan
menggunakan multimedia. Penelitian tersebut sama-sama menggunakan
multimedia dalam pelaksanaan pembelajarannya, dan memiliki subjek sama
yaitu siswa sekolah dasar.
Using Cooperative Learning in Elementary Science Classrooms oleh
Mary Randsell (2003). Penelitian yang dilakukan oleh Mary Randsell
diterapkan pada kelas IV dan V sekolah dasar. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif selain
meningkatkan hasil belajar juga dapat meningkatkan kerja sama dan rasa saling
menghargai perbedaan. Kesamaan dengan penelitian ini terletak pada
penggunaan model kooperatif dan diterapkan di kelas V. Selanjutnya,
perbedaan terletak pada materi pembelajaran dan tempat penelitian.
42
B. Kerangka Berpikir
Keadaan dan kondisi pembelajaran IPS di SD Negeri Winong ketika
pembelajaran berlangsung, metode ceramah terlalu mendominasi kegiatan
pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kurang memberi kesempatan
pada siswa untuk menyampaikan ide atau gagasannya, selain itu guru jarang
menggunakan media dan sesekalinya menggunakan media, media yang
digunakan tidak melibatkan siswa secara aktif.
Berdasarkan pengamatan awal terhadap proses pembelajaran IPS kelas
V di SD Negeri Winong, diperoleh data bahwa siswa mudah merasa bosan
pada materi yang sedang dipelajari. Hal tersebut ditandai dengan beberapa
aktivitas siswa, diantaranya yaitu siswa berbicara dengan teman sebangku di
luar materi pelajaran, siswa bercanda tanpa mendengarkan penjelasan dari
guru, siswa bermain sendiri dan tidak serius dalam mengikuti pembelajaran,
siswa membuat gaduh serta mengganggu temannya yang sedang
memperhatikan penjelasan dari guru.
Penerapan teknik two stay two stray dengan multimedia untuk
meningkatkan pembelajaran IPS dirasa sangat cocok, mengingat usia anak
kelas V SD berada pada tahap perkembangan operasional konkret, anak telah
mampu berpikir secara logis serta mulai melihat sesuatu berdasarkan
persepsinya tetapi hanya melalui pengertian konkret, anak belum maksimal
untuk berpikir secara abstrak. Langkah-langkah penerapan teknik two stay two
stray dengan multimedia yaitu: (1) guru membagi kelompok beranggotakan
empat siswa yang bersifat heterogen, (2) guru memberikan materi
menggunakan multimedia secara singkat dan jelas, (3) guru memberikan pokok
permasalahan kepada siswa berdasarkan materi yang diterimanya, (4) setiap
kelompok bersama anggotanya membahas permasalahan yang diterimanya, (5)
setelah selesai, dua siswa dari masing-masing kelompok bertamu ke kelompok
lain, (6) dua siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil
kerja kelompok mereka kepada tamu dari kelompok lain, (7) tamu mohon diri
dan kembali ke kelompok mereka sendiri untuk melaporkan temuan mereka
43
dari kelompok lain, (8) kelompok mempresentasikan hasil akhir secara
bergantian dengan kelompok lain.
Dengan menggunakan teknik two stay two stray dengan multimedia
dalam pembelajaran IPS tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia diharapkan siswa lebih aktif dalam berdiskusi, tanya jawab,
menghargai, bekerjasama, dan bertanggungjawab. Hal ini dilakukan agar siswa
lebih mudah menguasai atau menyerap materi yang diajarkan karena siswa
merasa senang dengan pembelajaran yang dibuat oleh guru. Pelaksanaan teknik
two stay two stray dengan multimedia yang terdiri dari delapan langkah apabila
dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat maka dapat meningkatkan
pembelajaran IPS tentang perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia
pada siswa kelas V dengan pencapaian target 85% siswa memperoleh nilai ≥
KKM mapel IPS yaitu 70.
Gambar 2.1 berikut merupakan bagan kerangka berpikir pada
penelitian tindakan kelas yakni penerapan teknik two stay two stray dengan
multimedia untuk meningkatkan pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri
Winong tahun ajaran 2015/2016.
44
Tindakan
Kondisi
Akhir
Siswa
Merasa bosan, asik mengobrol sendiri,
dan tidak serius dalam mengikuti
pembelajaran
Pembelajaran IPS
tentang perjuangan
mempertahankan
kemerdekaan
Indonesia pada siswa
kelas V meningkat
dengan pencapaian
target 85% siswa
memperoleh nilai ≥
KKM mapel IPS
yaitu 70
Siklus I
Pertemuan I:
Peristiwa 10 November 1945
di Surabya
Pertemuan II:
Peristiwa Ambarawa
Siklus II
Pertemuan I:
Peristiwa Medan Area
Pertemuan II:
Peristiwa Bandung Lautan
Api
Kondisi
Awal
Guru menerapkan teknik
Two Stay Two Stray
dengan multimedia.
Langkah-langkah teknik
two stay two stray dengan
multimedia yakni:
1) Guru membagi
kelompok
2) Guru memberi
materi dengan
multimedia
3) Guru memberikan
pokok permasalahan
4) Kelompok berdiskusi
5) Dua siswa bertamu
ke kelompok lain
6) Dua siswa tinggal
membagikan hasil
diskusi kelompoknya
7) Tamu kembali ke
kelompok
8) Kelompok
mempresentasikan
hasil diskusi
Siklus III
Pertemuan I:
Penjanian Linggarjati
Pertemuan II:
Materi tokoh perjuangan
mempertahankan
kemerdekaan
Guru menggunakan
metode ceramah dan
jarang menggunakan
media
Suasana
pembelajaran
menjadi aktif,
efektif,
menyenangkan,
siswa saling
bekerjasama,
dan dituntut
untuk
bertanggung
jawab terhadap
kelompok.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
45
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, kajian pustaka, dan
kerangka berpikir di atas, peneliti dapat mengajukan hipotesis tindakan penelitian
yaitu: “Jika penerapan teknik Two Stay Two Stray dengan multimedia dilakukan
dengan langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang
Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia di kelas V SD Negeri Winong Tahun
Ajaran 2015/2016.”