5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Model Pembelajaran CTL
2.1.1.1 Pengertian Model Pembelajaran CTL
Peneliti memilih model pembelajaran CTL, dengan alasan model
pembelajaran CTL mampu memfasilitasi siswa untuk memperoleh pengalaman
langsung dalam proses pembelajaran melalui situasi yang konkret, sehingga siswa
dapat terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran dan mengkontruksi
pengalaman belajarnya sendiri.
Model pembelajaran kontektual atau Contextual Teaching and Learning
(CTL)ini adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi konkret dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan perencanaan dalam kehidupan
mereka sehari-hari(Dharma Kesuma dkk, 2010:73).Johnson (2007:65)
mengemukakan CTL adalah sebuah sistem yang menyeluruh. CTL terdiri dari
bagian bagian yang saling terhubung. Jika bagian ini terjalin satu sama lain, maka
akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya
secara terpisah.
Menurut Fatah Yasin (2008:65)Model pembelajaran Contextual Teaching
and Learning (CTL) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia
nyata kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dalam penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.
Muslich (2007) menjelaskan bahwa landasan filosofi CTLadalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak
hanya sekadar menghafal tetapi mengkonstruksi atau membangun pengetahuan
dan keterampilan baru lewat fakta-fakta yang mereka alami dalam kehidupannya.
Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah
6
konsep belajar yang membantu guru menyediakan pengalaman langsung bagi
siswa dengan mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata
siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
2.1.1.2 Prinsip Model Pembelajaran CTL
Implementasi model pembelajaran CTL memerlukan perencanaan yang
mencerminkan prinsip-prinsip model pembelajaran CTL. Oleh karena itu menurut
Rusman (2010:193), terdapat tujuh prinsip kontektual yang harus dikembangkan
oleh guru, dalam penerapan model pembelajaran CTL yaitu :
1. Kontruktifisme (Contructivism)
Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi
makna melalui pengalaman yang nyata. Oleh karena itu dalam CTL strategi
untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan
kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan
penekanan terhadap seberapa banyak pengatahuan yang harus diingat siswa.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan
akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta
kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan penemuan sendiri.
Model atau sistem pembelajaran yang membantu siswa baik secara individu
maupun kelompok belajar untuk menemukan sendiri dengan pengalaman
masing-masing.
3. Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya.
Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan
siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan
pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan
produktivitas pembelajaran.
7
4. Masyarakat Belajar (Learning Comunity)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk
melakukan kerjasama dan memanfaatkan sember belajar dari teman-teman
belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning comunity bahwa hasil
belajar diperoleh dari kerjasama dengan orang lain melalui berbagai
pengalaman (sharing).
5. Pemodelan (Modeling)
Kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan
segala kelebihan dan keterbatasan yang dumiliki guru akan mengalami
hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu, tahap pembuatan
model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar
siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu
mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dalam hal belajar
dimasa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai
struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari
pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian,
aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.
7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang
amat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil
pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses
pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran
atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya
berbagai data dan informasi yang lengkap sebagai perwujudan dari
penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru
terhadap proses dan hasil pengalaman setiap siswa.
8
2.1.1.3 Desain Model Pembelajaran CTL
Desain atau skenario merupakan pedoman atau alat kontrol dalam
pelaksanaan pembelajaran. Sebelum melakukan kegatan pembelajaran guru
terlebih dahuli membuat desain pembelajaran. Untuk mewujudkan pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran CTL maka menurut Rusman
(2010:199) dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran CTL dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih
bermakna, apakah dengan cara belajar sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus
dimilikinya.
2. Melaksanakan sejauh mungkin segiatan inquiry untuk semua topik yang
diajarkan.
3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-
pertanyaan.
4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok
berdiskusi, tanya jawab dan lain sebagainya.
5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi,
model, dan bahkan yang sebenarnya.
6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.
7. Melakukan penilaian secara objectif, yaitu menilai kemampuan yang
sebenarnya pada setiap siswa.
2.1.1.4 Tahap-Tahap Pembelajaran Kontektual
Sa’ud (2008:173) mengatakan bahwa : “ model pembelajaran kontekstual
meliputi empat tahapan, yaitu invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan
pengambilan tindakan”.
1. Tahap Invitasi
Siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep
yang dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunisasikan,
mengikutsertakan pemahaman tentang konsep tersebut.
9
2. Tahap Eksplorasi
Siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui
pengumpulan, pengorganisasian, penginterprestasian data dalam sebuah
kegiatan yang sudah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan
kegiatan dan berdiskusi tentang masalah yang ia bahas.
3. Tahap Penjelasan
Siswa memberikan penjelasan – penjelasan solusi yang dihasilkan oleh hasil
observasinya ditambah dengan penguatan guru. Siswa dapat menyampaikan
gagasan, membuat model, membuat rangkuman dan ringkasan.
4. Tahap Pengambilan Tindakan
Siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan
lanjutan, mengajukan saran baik individu maupun kelompok yang
berhubungan dengan pemecahan masalah.
2.1.1.5 Kelebihan Model Pembelajaran CTL
Model pembelajaran CTL mempunyai kelebihan:
1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk
dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat
mengorelasikan materi yang memori siswa, sihingga tidak akan mudah
dilupakan.
2. Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep
kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran
konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan
pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa
diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”
2.1.2 Minat Belajar
2.1.2.1. Pengertian Minat Belajar
Peneliti tertarik meneliti minat belajar siswa dikarenakan sesuatu yang
menarik minat siswa akan menarik perhatiannya, dengan demikian siswa akan
bersungguh-sungguh dalam belajar dan memperoleh hasil belajar yang maksimal.
10
Meningkatnya minat siswa terhadap suatu mata pelajaran diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “minat diartikan sebagai
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah atau
keinginan”(Depdiknas, 2001:744). Getzel dalam Mardapi (2007:106)
mengemukakan minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,
aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
W.S Winkel (2004:212) mengemukakan minat sebagai kecenderungan
subjek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan
tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang
menyuruh(Djamarah, 2011:166).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat
adalah ketertarikan, keinginan dan kesukaan terhadap suatu objek sedangkan
minat belajar adalah ketertarikan, keinginan dan kesukaan terhadap proses belajar
untuk lebih memperhatikan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang diikuti
perasaan senang dan puas yang diperoleh dalam kegiatan pembelajaran.
2.1.2.2. Indikator Minat Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia indikator adalah sesuatu yang
dapat memberikan petunjuk/ keterangan (Depdiknas, 2001:430). Kaitannya
dengan minat maka indikator adalah sebagai alat pemantau yang dapat
memberikan petunjuk ke arah minat. Minat seseorang terhadap sesuatu akan
diekpresikan melalui kegiatan atau aktivitas yang berkaitan dengan minatnya.
Untuk mengetahui indikator minat dapat dilihat dengan cara menganalisis
kegiaan-kegiatan yang dilakukan individu terhadap objek yang disenangi. Dengan
demikian untuk menganalisis minat belajar siswa dapat digunakan beberapa
indikator minat sebagai berikut :
Menurut Slameto (2010:180) “Suatu minat dapat diekspresikan melalui
pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih menyukai suatu hal
daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu
11
aktivitas. Anak didik yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung
untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.”
Djamarah (2011:166) mengungkapkan bahwa minat dapat diekpresikan
anak didik melalui:
1. Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.
2. Partisipasi dalam aktif dalam suatu kegiatan.
3. Memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminatinya
dan sama sekali tak menghiraukan sesuatu yang lain (fokus).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, minat belajar siswa dapat dilihat dari
perhatian siswa yang lebih besar dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang
mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
Mengacu pada indikator minat dari para ahli diatas maka indikator minat
yang digunakan sebagai acuan penelitian ini adalah indikator-indikator minat
sebagaimana diuraikan sebelumnya yakni meliputi perasaan senang dalam belajar,
konsentrasi/ perhatian dalam belajar, dan ketertarikan dalam belajar. Minat yang
diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata
pelajaran IPA khususnya pada materi hubungan antara sumber daya alam dengan
lingkungan, tenologi dan masyarakat.
2.1.2.3. Cara Membangkitkan Minat Belajar Siswa
Seorang siswa yang mempunyai minat terhadap pembelajaran tertentu maka
siswa tersebut akan merasakan senang dan dapat memberi perhatian pada mata
pelajaran tersebut sehingga menimbulkan sikap keterlibatan dalam pembelajaran.
Djamarah (2011:115) mengemukakan sesuatu yang menarik minat dan
dibutuhkan anak, akan menarik perhatiannya, dengan demikian mereka akan
bersungguh-sungguh dalam belajar. Proses belajar akan berjalan lancar bila
disertai dengan minat belajar sehingga dapat mempengaruhi kualitas pencapaian
hasil belajar siswa.
Wardani (2012:194) mengemukakan bahwa peserta didik yang memiliki
minat belajar dan sikap positif terhadap pelajaran akan merasa senang
mempelajari mata pelajaran tertentu sehingga dapat mencapai hasil yang optimal.
Semua pendidik harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk
12
mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Menurut Anni (2007:186) pengaitan
pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting, dan karena itu
tunjukkanlah bahwa pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi
mereka .
Menurut Djamarah (2011:167) ada beberapa macam cara yang dapat guru
lakukan untuk membangkitkan minat anak didik, diantaranya sebagai berikut :
a. Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia
rela belajar tanpa paksaan.
b. Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan dengan persoalan
pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima
pelajaran.
c. Memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mendapatkan hasil
belajar yang baik dengan cara menyediakan lingkungan belajar yang kreatif
dan kondusif.
d. Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks
perbedaan individual anak didik.
Komponen-komponen proses pembelajaran yang harus dilaksanakan
sebagai usaha membangkitkan minat belajar anak atau anak didik antara lain
merumuskan tujuan pengajaran, mengembangkan/menyusun alat-alat evaluasi
menetapkan kegiatan belajar mengajar, merencanakan program dengan
menggunakan model pembelajaran yang tepat.
2.1.2.4 Kriteria Instrumen Minat Belajar Siswa
Wardani (2012:213) Kriteria Instrumen yang digunakan tergantung pada
skala dan jumlah butir pertanyaan atau pernyataan yang digunakan. Skala likert
yang digunakan penulis berisi 21 butir pernyataan dengan 5 pilihan utnuk
mengukur minat peserta didik.
Skor butir pernyataan yang digunakan bersifat positif dengan pilihan sangat
setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (5,4,3,2,1). Skor
tertinggi untuk instrument tersebut adalah 21 x 5 = 105 dan skor terendah adalah
21 x 1 = 21. Skor ini dikualifikasikan menjadi 2 kategori minat yaitu kategori
13
minat dan kurang minat. Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan siswa
memiliki minat belajar apabila siswa mencapai skor angka minat sebesar 75.
2.1.3 Hasil Belajar
Sudjana (2011:22) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.
Menurut Gagne dalam Uno (2007:137) hasil belajar merupakan kapasitas terukur
dari perubahan individu yang diinginkan berdasarkan ciri-ciri atau variabel
bawaannya melalui perlakuan pengajaran tertentu.
Menurut Reigeluth dalam Uno (2007:137) hasil belajar adalah semua efek
yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan suatu
metode di bawah kondisi yang berbeda.
Anni (2007: 5) mengemukakan hasil belajar merupakan perubahan tingkah
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Menurut
Degeng dalam Uno (2007:139) hasil belajar biasannya mengikuti pelajaran
tertentu yang harus dikaitkan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Benjamin S. Bloom dalam Anni (2007:7) ada tiga ranah (domain)
hasil belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai
berikut:
a. Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
b. Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuanya itu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c. Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi
neuromuscular (menghubungkan dan mengamati).
Setelah mengkaji pengertian hasil belajar dari beberapa ahli maka dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang ditunjukkan
14
siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajar dalam ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
2.1.4 Pembelajaran IPA SD
2.1.4.1 Pengertian Pembelajaran IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja
tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri
dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. (BSNP, 2006:161)
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan mata pelajaran di SD yang
dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep yang
terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui
serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan dan penyajian
gagasan-gagasan. Pada prinsipnya, mempelajari IPA sebagai cara mencari tahu
dan cara mengerjakan atau melakukan dan membantu siswa untuk memahami
alam sekitar secara lebih mendalam (Depdiknas dalam Suyitno, 2003:7)
IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan
manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.
Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk
terhadap ingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran
Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada
pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan
konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana(BSNP, 2006:161).
15
Berdasarkan pendapat diatas maka pembelajaran IPA di SD adalah proses
pemberian pengalaman belajar secara langsung kepada siswa SD untuk
menemukan sendiri fakta konsep dan prisip tentang alam sekitar yang meliputi
sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat .
2.2.4.1 Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan pembelajaran IPA di jelaskan dalam BSNP (2006: 62) agar peserta
didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.3.4.1 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
Ruang Lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut ini
(BSNP, 2006: 62).
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
16
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
2.2 Penelitian yang Relevan
Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan
penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan. Menurut
Ria Nur Apriani (2012), dalam skripsi berjudul “Penerapan Model Pembelajaran
Contextual Teaching And Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
IPA Materi Proses Pembentukan Tanah Karena Pelapukan”, kesimpulan yang
dapat ditarik bahwa penerapan Model Pembelajaran CTL meningkatkan hasil
belajar IPA. Hasil analisis siklus pertama menunjukkan penngkatan hasil belajar
IPA mencapai 73,36% pada siklus I, pada siklus II meningkat menjadi 88,80%
dan pada siklus III meningkat menjadi 90,80%.
Menurut Yuliningsih (2012) dalam skripsi yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Contextual
Teaching & Learning (CTL) siswa kelas II SD N Sumogawe 04 Kecamatan
Getasan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2011/2012” kesimpulan yang
dapat ditarik bahwa penerapan Model Pembelajaran CTL meningkatkan hasil
belajar IPA. Hasil analisis siklus pertama menunjukkan ketuntasan belajar siklus I
mencapai 56% .Sedangkan siklus ke dua menunjukkan ketuntasan belajar siklus II
mencapai 96%.
Penelitian yang telah diuraikan walaupun berbeda akan tetapi masih
berhubungan dengan penelitian ini. Dengan demikian penelitian tersebut
mendukung penelitian ini.Pada penelitian ini menekankan penggunaan model
pembelajaran CTL pada peningkatan minat dan hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA.
2.3 Kerangka Pikir
Adapun alur kerangka pemikiran yang ditujukan untuk mengarahkan
jalannya penelitian agar tidak menyimpang dari pokok-pokok permasalahan,
maka kerangka pemikiran dilukiskan dalam sebuah gambar skema agar penelitian
17
mempunyai gambaran yang jelas dalam melakukan penelitian. Adapun skema itu
adalah sebagai berikut:
Gambar 1.Skema Kerangka Pikir
Pada skema diatas dapat dijelaskan bahwa kondisi awal dalam proses
pembelajaran, minat dan hasil belajar siswa masih rendah. Oleh karena itu, perlu
adanya tindakan dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan minat dan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam khususnya pada
materi“Memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan,
teknologi dan masyarakat”, Tindakan ini dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus I
dan siklus II melalui pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran CTL.
Setelah dilakukan suatu tindakan maka, diperoleh kondisi akhir yang merupakan
hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan melalui penerapan model
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI AKHIR
GURU:
Masih menggunakan metode konvensional (ceramah)
GURU:
Menggunakan model pembelajaran CTL
SISWA:
Minat dan hasil belajar siswa masih rendah
Siklus I
Penerapan model pembelajaran CTL
Siklus II
Penerapan model pembelajaran CTL
Minat dan hasil belajar siswa dalam materi memahami hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat meningkat.
18
pembelajaran CTL yaitu minat dan hasil belajar siswa dalam materi memahami
hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat
meningkat.
2.4 .Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: “Jika dalam
proses pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran CTL, dapat
meningkatkan minat dan hasil belajar IPA siswakelas 4 SDN Regunung 01
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang, Semester II Tahun Pelajaran 2012 /
2013”.