18
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Kajian Pustaka
1. Tindak Pidana Pencurian
a. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP yang rumusannya
sebagai berikut: “Barang siapa mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”. Tindak pidana yang diatur
dalam Pasal 362 KUHP merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang
yaitu mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum. Tindak pidana tersebut disebut sebagai tindak pidana pencurian.
b. Unsur – Unsur Tindak Pidana Pencurian
Berdasarkan rumusan Pasal 362 KUHP, maka unsur-unsur tindak pidana
pencurian terdiri atas unsur subjektif dan unsur objektif, yaitu sebagai berikut :
a) Unsur subjektif: dengan maksud untuk menguasai
benda tersebut secara melawan hukum;
b) Unsur objektif : barangsiapa, mengambil, suatu
benda yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan
orang lain.
2. Tindak Pidana Pencurian Dengan Unsur Memberatkan
19
a. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Dengan Unsur Memberatkan
Tindak pidana pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPsesungguhnya
hanyalah satu kejahatan, dan bukan dua kejahatan yangterdiri atas kejahatan
pencurian dan kejahatan pemakaian kekerasanterhadap orang.1Tindak pidana
pencurian yang diatur dalam Pasal 365 KUHPjuga merupakan gequalificeerde
diefstal atau suatu pencurian dengan kualifikasi atau pun merupakan suatu
pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan.
Pencurian dalam keadaan memberatkan merupakan suatu pencurian dengan
cara-cara tertentu sehingga bersifat lebih berat dan maka dari itu diancam dengan
hukuman yang maksimumnya lebih tinggi, yaitu lebih dari hukuman penjara lima
tahun atau lebih dari pidana yang diancamkan dalam Pasal 362 KUHP . Menurut
Arrest Hoge Raad, arti dari kata yang memberatkan adalah karena didalam
pencurian itu, orang telah memakai kekerasan atau ancaman kekerasan.
Pasal 365 KUHP menyebutkan :
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun,
pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan
atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud untuk
mempersiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau dalam hal
tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau
peserta lain, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:
1. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam
sebuah rumah kediaman atau pekarangan tertutup yang
1P.A.F. Lamintang&Theo Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan terhadap Harta
Kekayaan,Cetakan ke 2, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 56.
20
ada rumahnya, atau di jalan umum, atau didalam kereta
api atau trem yang sedang berjalan;
2. Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih
bersekutu;
3. Jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan
merusak atau memanjat, atau dengan memakai anak
kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu;
4. Jika perbuatan mengakibatkan luka - luka berat.
5. Jika perbuatan mengakibatkan mati , maka dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
6. Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau penjara paling dua puluh tahun
dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka
berat atau mati, dan dilakukan oleh dua orang atau lebih
dengan bersekutu, pula disertai salah satu hal yang
disebutkan dalam nomor 1 dan nomor 3.
Berdasarkan Pasal 365 KUHP dapat dikatakan bahwa pencurian dengan
kekerasan merupakan pencurian dengan unsur-unsur yang memberatkan. Unsur-
unsur yang memberatkan antara lain pencurian dilakukan dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan, dilakukan pada waktu malam hari didalam rumah atau
pekarangan tertutup, dan perbutannya menyebabkan luka-luka atau menyebabkan
kematian. Pencurian yang dimaksud dalam Pasal 365 KUHP ini adalah pencurian
dengan kekerasan, termasuk pula mengikat orang yang punya rumah, mengunci
didalam kamar, dan lain sebagainya. Kekerasan dan ancaman kekerasan ini
21
dilakukan pada orang bukan pada barang, dan dapat dilakukan sebelumnya,
bersama-sama, atau setelah pencurian itu dilakukan, kekerasan dan ancaman
kekerasan tersebut ditujukan dengan maksuduntuk menyiapkan atau memudahkan
pencurian itu. Dalam Pasal 365 KUHP juga terdapat ancaman pidana yang dapat
dikenakan terhadap pelaku tindak pidana tersebut.
b. Unsur – Unsur Tindak Pidana Pencurian dengan Unsur Memberatkan
Perumusan Pasal 365 KUHP dapat menyebutkan unsur –unsurtindak pidana
pencurian dengan kekerasan dari ayat 1 sampaidengan ayat 4. Unsur–unsur yang
terdapat didalam Pasal 365 ayat (1) KUHP dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Unsur – unsur objektifnya, terdiri dari :
1. Pencurian;
2. Didahului atau disertai atau diikuti kekerasan atau
ancamankekerasan;
3. Terhadap orang;
2) Unsur subjektifnya, terdiri dari :
1. Dengan maksud untuk;
2. Memersiapkan atau memudahkan pencurian;
3. Dalam hal tertangkap tangan untuk memungkinkan melarikan
diri bagi dirinya atau peserta lain dan untuk menjamin tetap
dikuasainya barang yang dicuri.
a) Pengertian unsur memberatkan
Kekerasan adalah setiap perbuatan yang memergunakan tenaga badan
yang tidak ringan. Tenaga badan adalah kekuatan fisik. Penggunaan
kekerasan terwujud dalam memukul dengan tangan saja, memukul
22
dengan senjata, mengikat, menyekap, menahan dan sebagainya. Dalam
Pasal 89 KUHP dijelaskan bahwa perbuatan yang mengakibatkan orang
pingsan atau tidak sadarkan diri dari perbuatan yang menimbulkan orang
tidak berdaya lagi termasuk dalam perbuatan kekerasan. Kekerasan itu
harus ditujukan pada seseorang, dan seseorang itu tak perlu pemilik
barang, melainkan pelayan rumah atau orang yang menjaga rumah.
b) Pengertian unsur ancaman kekerasan
Ancaman kekerasan adalah setiap perbuatan yang sedemikian rupa
sehingga menimbulkan akibat rasa takut atau cemas kepada orang yang
diancamnya.
c) Pengertian unsur didahului kekerasan atau ancaman kekerasan
Didahuli dengan kekerasan atau ancaman kekerasan adalah, kekerasan ini
dipergunakan sebelum dilakukan pencurian, perbuatan kekerasan atau
ancaman kekerasan ini dimaksudkan untuk mempersiapkan unsur
subjektif pencurian.
d) Pengertian unsur disertai kekerasan atau ancaman kekerasan
Disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan adalah penggunaan
kekerasan atau ancaman kekerasan ini dilakukan bersamaan dengan
pencuriannya. Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan ini
dilakukan dengam maksud untuk mempermudah dilaksanakan pencurian.
e) Pengertian unsur diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan
Penggunaan kekerasan serta ancamannya dilakukan setelah pencurian,
dilakukan dengan maksud untuk memberikan kesempatan bagi diri
23
sendiri atau orang lain untuk melarikan diri dan menjamin pemilikan atas
barang hasil curiannya.
f) Pengertian unsur tertangkap tangan
Tertangkap tangan adalah :
a) Apabila tindak pidana sedang dilakukan, pelakunya
diketahui;
b) Apabila segera setelah tindak pidana dilakukan, pelakunya
diketahui;
c) Apabila segera setelah tindak pidana dilakukan, seseorang
dikejar dituduh sebagai pelakunya;
d) Apabila pada seseorang ditemukan barang, senjata, alat atau
surat yang menunjukan bahwa ia adalah pelakunya atau
pembantunya.2
Uraian diatas menjelaskan tentang unsur – unsur yang terdapat didalam
Pasal 365 ayat (1) KUHP yang terdiri dari 2 unsur, yaitu unsur objektif dan unsur
subjektif. Didalam unsur objektif terdapat unsur – unsur berupa pencurian yang
didahului atau disertai atau diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan yang
ditujukan terhadap seseorang dan didalam unsur subjektifnya terdapat pula unsur-
unsur yang berupa tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan dilakukan dengan
maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencurian, dan kekerasan atau
ancaman kekerasan ditujukan dalam hal pelaku pencurian tertangkap tangan untuk
memungkinkan melarikan diri bagi dirinya atau peserta lain dan untuk menjamin
tetap dikuasainya barang yang dicuri.
2 H. A. K Moch. Achmad, Hukum Pidana Bagian Khusus, (Bandung: Alumni, 1979), hal.
26-28.
24
Unsur-unsur yang terdapat didalam Pasal 365 ayat (2) ke-1 KUHP, adalah :
1. Waktu malam;
2. Dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya;
3. Di jalan umum;
4. Dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
Uraian diatas menjelaskan tentang unsur – unsur yang terdapat didalam
Pasal 365 ayat (2) ke-1 KUHP yaitupencurian yang dilakukan pada waktu malam
hari dan dilakukan didalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup dan juga
pencurian tersebut dilakukan di jalanan umum serta dilakukan didalam kereta api
atau trem yang sedang berjalan
Unsur-unsur yang terdapat didalam Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP, adalah :
1. Dua orang atau lebih;
2. Bersama-sama.
Uraian diatas menjelaskan tentang unsur – unsur yang terdapat didalam
Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHP yaitu pencurian yang dilakukan bersama dua orang
atau lebih atau pencurian tersebut dilakukan bersama-sama.
Unsur-unsur yang terdapat didalam Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHP, adalah :
1. Didahului, disertai, atau diikuti;
2. Kekerasan atau ancaman kekerasan;
3. Dengan maksud mempersiapkan;
4. Dengan cara membongkar, merusak, memanjat, atau;
5. Menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, seragam palsu.
Uraian diatas menjelaskan tentang unsur – unsur yang terdapat didalam
Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHP yaitu pencurian yang dilakukan dengan
25
memepersiapkan pencurian tersebut dengan cara cara membongkar, merusak,
memanjat, atau menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, seragam palsu
agar mempermudah pencurian tersebut dilakukan.
Unsur-unsur yang terdapat didalam Pasal 365 ayat (2) ke-4 KUHP, adalah
“mengakibatkan luka berat”. Pengertian luka berat diatur dalam Pasal 90 KUHP,
yaitu :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi akan sembuh
sama sekali, atau menimbulkan bahaya maut.
2. Tidak mampu secara terus-menerus untuk menjalankan tugas,
jabatan atau pekerjaan pencahariannya.
3. Kehilangan salah satu panca indera.
4. Mendapat cacat berat.
5. Menderita sakit lumpuh.
6. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
7. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
Uraian diatas menjelaskan tentang unsur – unsur yang terdapat didalam
Pasal 365 ayat (3) KUHP yaitu pencurian yang dilakukan dengan didahului,
disertai atau diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan yang mengakibatkan luka
berat pada korban pencurian tersebut.Unsur-unsur yang terdapat didalam Pasal
365 ayat (3) KUHP adalah :
1. Didahului, disertai atau diikuti;
2. Kekerasan atau ancaman kekerasan;
3. Mengakibatkan kematian.
26
Uraian diatas menjelaskan tentang unsur – unsur yang terdapat didalam
Pasal 365 ayat (3) KUHP yaitu pencurian yang dilakukan dengan didahului,
disertai atau diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan yang menyebabkan
kematian pada korban pencuiran tesebut.
Unsur-unsur yang terdapat didalam Pasal 365 ayat (4) KUHP adalah :
1. Mengakibatkan luka berat atau;
2. Kematian;
3. Dilakukan oleh dua orang atau lebih;
4. Dengan bersekutu;
5. Disertai salah satu hal dari unsur ayat (2) ke-1 dan ke-3. 3
Uraian diatas menjelaskan tentang unsur – unsur yang terdapat didalam
Pasal 365 ayat (3) KUHP yaitu pencurian yang dilakukan dengan didahului,
disertai atau diikuti kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih atau dilakukan bersama-sama dan perbuatannya menyebabkan
luka berat pada korban atau menyebabkan kematian.
Penjelasan di atas merupakan berbagai unsur yang terdapat pada Pasal 365
ayat 2, ayat 3 dan ayat 4 KUHP. Unsur – unsur tersebut yaitu apabila pencurian
tersebut dilakukan pada malam hari dalam suatu tempat – tempat tertentu, apabila
perbuatan tersebut dilakukan bersama dengan dua orang atau lebih, serta
perbuatan tersebut menimbulkan adanya akibat yang merugikan orang lain seperti
luka-luka berat dan kematian. Sehingga dalam setiap perbuatan tersebut dapat
dikenakan pemberatan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatannya.
3 M. Sudradjat Bassar, Tindak -tindak Pidana tertentu Didalam KUHP, (Bandung: Remaja
Karva, 1986), hal. 71.
27
3. Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap pemberian sanksi atau tahap
pemberian pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum,
sedangkan pemidanaan diartikan sebagai pemberian hukuman. Menurut sudarto
yang dimaksud pidana yaitu penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang
yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.4Menurut Barda
Nawawi Arief, apabila pengertian pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu
proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim, maka dapatlah dikatakan
bahwa sistem pemidanaan mencakup keseluruhan ketentuan perundang-undangan
yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan
secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum pidana). Ini berarti
semua aturan perundang-undangan mengenai Hukum Pidana Substantif, Hukum
Pidana Formal dan Hukum Pelaksanaan Pidana dapat dilihat sebagai satu kesatuan
sistem pemidanaan.5
Definisi pemidanaan menurut widodo yaitu, penjatuhan pidana oleh negara
melalui organ-organnya terhadap seseorang yang terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana.6 Pidana dipandang sebagai suatu nestapa
yang dikenakan kepada pembuatnya, karena melakukan suatu delik. Ini bukan
merupakan tujuan akhir, tetapi tujuan terdekat. Inilah perbedaan antara pidana dan
tindakan, karena tindakan dapat berupa nestapa juga, tetapi bukan tujuan. Tujuan
akhir pidana dan tindakan dapat menjadi satu, yaitu memperbaiki pembuat.
4Sudarto, Hukum Pidana 1, (semarang: ALUMNI, 1990), hal. 13.
5 Muladi dan Barda Arief Nawawi, Op. Cit, hal. 136
6Widodo, Prisonisasi Anak Nakal, (Jogjakarta, Aswaja Press Indo, 2012) hal. 26.
28
Gambarannya yaitu, apabila seorang anak dimasukkan kedalam pendidikan paksa
maksudnya ialah untuk memperbaiki tingkah lakunya yang buruk.7
4. Tujuan Pemidanaan
Hukum pidana bukan tujuan pada diri sendiri, tetapi ditujukan untuk
menegakkan tertib hukum, melindungi masyarakat hukum. Penjagaan tertib sosial
untuk sebagian besar sangat tergantung terhadap paksaan. Dalam hal pemidanaan,
yang dipandang tujuan yang berlaku sekarang ialah variasi dari bentuk-bentuk:
penjeraan, baik ditujukan kepada pelanggar hukum sendiri maupun kepada
mereka yang mempunyai potensi menjadi penjahat; perlindungan kepada
msayarakat dari perbuatan jahat; perbaikan kepada penjahat.8
Pemidanaan seyogyanya memperhatikan tujuan pemidanaan yang
bersumber dari filsafat pemidanan, yang dijelaskan lebih detail di dalam berbagai
teori tujuan pemidanaan. Pidana yang dijatuhkan idealnya harus sesuai dengan
tujuan pemidanaan, sehingga dampak positif yang diharapkan dari pemidanaan itu
dapat tercapai. Dapat disimpulkan bahwa pemidanaan itu bukan dimaksudkan
sebagai upaya balas dendam, melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seorang
pelaku kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap siapapun yang
memiliki potensi akan melakukan kejahatan atau melanggar hukum.
Berdasarkan penjelasan umum dalam Undang-undnag No. 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan, terpidana bukan saja objek melainkan juga subjek yang
tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu melakukan kesalahan
atau kekhilafan yang dapat diekenai pidana, sehingga tidak harus di berantas,
7Jur Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya, (Jakarta,
Sofmedia, 2012), hal. 36. 8Ibid., hal 38.
29
yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan terpidana
berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau
kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Dalam kasus ini,
terpidana adalah anak nakal sehingga apabila terhadapnya dijatuhi sanksi pidana
baik tindakan maupun sanksi yang lain, bertujuan untuk menolong anak yang
mengalami masalah kelakuan atau dengan kata lain cacat sosial melalui
pembinaan dan pembimbingan yang dilaksanakan secara terencana dan terpadu
dengan tanpa mencederai mental dan fisik anak agar mereka dapat mengatasi
masalah-masalahnya, menyadari kesalahannya dan dapat kembali berintegrasi
dengan masyarakat.9
5. Pengertian Anak
Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan
orang lainuntuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak
lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin
dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Pengertian anak menurut para
ahli :John Locke dalam buku Sumadi Suryabrata “anak adalah pribadi yang masih
bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari
lingkungan”.Augustinus dalam buku Sumadi Suryabrata mengatakan bahwa
“anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan
untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah
9Sri Sutatiek, Rekonstruksi Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Anak Di Indonesia,
Jogjakarta, Aswaja Perindo, 2013), hal. 1.
30
belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat
memaksa”.
Soburdalam buku Sumadi Suryabrata mengartikan “anak sebagai orang
yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang
dewasa dengan segala keterbatasan”.Haditono dalam buku Sumadi
Suryabrataberpendapat bahwa “anak merupakan mahluk yang membutuhkan
pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya.10
Selain itu, anak
merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak
untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik
dalam kehidupan bersama”.Anak secara umum dipahami masyarakat adalah
keturunan kedua setelah ayah dan ibu, sehingga pada definisi ini tidak dibatasi
usia.11
Sedangkan dalam pengertian Hukum Perkawinan Indonesia, anak yang
belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada
dibawah kekuasaan orang tuanya. Pengertian ini bersandarkan pada kemampuan
anak, jika anak telah mencapai umur 18 tahun, namun belum mampu menghidupi
dirinya sendiri, maka ia termasuk kategori anak. Namun berbeda apabila ia telah
melakukan perbuatan hukum, maka ia telah dikenai peraturan hukum atau
perundang-undangan.
Dalam sistem hukum di Indonesia, terdapat perbedaan mengenai batasan
umur anak. Hal ini diakibatkan karena setiap peraturan perundang-undangan
secara tersendiri mengatur tentang pengertian anak sesuai dengan kepentingan
masing-masingsehingga perumusan dalam setiap peraturan perundang-undangan
10
Sumadi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis,Yogyakarta, ANDI,2000, hal. 5
11 WJS Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,Jakarta, Balai Pustaka, 1992, hal.
38-39.
31
memberikan pengertiantentang anak sesuai kepentingan masing-masing.Berbagai
macam pengertian anak dalam peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Menurut Pasal 45 KUHPidana batasan pengertian tentang anak
yaitu :Anak adalah jika seorang yang belum dewasa dituntut karena
perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun,
hakim boleh memerintahkan supaya yang bersalah itu untuk
dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, dengan
tidak dikenakan sesuatu hukuman atau memerintahkan, supaya si tersalah
diserahkan kepada pemerintah dengan tidak dikenakan sesuatu hukuman.
Berdasarkan penjelasan pasal tersebut dapat diketahui bahwa yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 16
tahun dan apabila seseorang yang belum mencapai usia 16 tahun
melakukan pelanggaran maka ia dapat dikenakan hukuman yaitu dengan
dikembalikan kepada orang tuanya atau walinya atau anak yang
melakukan pelanggaran tersebut dapat diserahkan kepada pemerintah,
dengan begitu pada saat seseorang berusia dibawah 16 tahun, seseorang
masih dianggap sebagai anak dan tanggung jawab terhadapnya masih
berada pada orang tuanya.
2) Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 ayat (1) ,
maka batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18
(delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
3) Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
32
Dalam Pasal 1 angka ke-2 UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anakmemberikan batasan pengertian tentang anak yaitu
:"seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
kawin".Dalam penjelasan Pasal tersebut batas umur 21 (dua puluh satu)
tahun ditetapkan oleh karena berdasarkan pertimbangan kepentingan
usaha kesejahteraan sosial, tahap kematangan sosial, kematangan pribadi,
dan kematangan mental seorang anak dicapai pada umur tersebut. Batas
umur 21 (dua puluh satu) tahun tidak mengurangi ketentuan batas umur
dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya, dan tidak pula
mengurangi kemungkinan anak melakukan perbuatan sejauh ia
mempunyai kemampuan untuk itu berdasarkan hukum yang berlaku.
4) Dalam UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun 1997 tentang
Ketenagakerjaanmemberikan batasan pengertian tentang anak yaitu
:"orang laki-laki dan perempuan berumur 14 tahun ke bawah".
Berdasarkan penjelasan Pasal tersebut yang dimaksud dengan anak
adalah seorang laki-laki dan perempuan yang belum berumur 14 tahun,
apabila telah mencapai umur 14 tahun atau lebih maka seorang laki-laki
dan perempuan sudah tidak dianggap sebagai anak lagi tetapi telah
dianggap sebagai orang dewasa.
5) Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia diberikan batasan pengertian tentang anak yaitu:“setiap
manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
33
menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal
tersebut adalah demi kepentingannya”.Berdasarkan penjelasan Pasal
tersebut yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum
mencapai usia 18 tahun dan belum pernah menikah, juga seseorang yang
masih dalam kandungan sudah dianggap sebagai anak.
6) Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 1 angka 1 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak memberikan batasan pengertian tentang anak yaitu :"seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan". Batasan mengenai pengertian tentang anak sangat
luas karena selain menyangkut seseorang yang telah lahir juga
menyangkut seseorang yang masih dalam kandungan ibunya. Kemudian
mengenai batas maksimal seseorang dapat dikatakan sebagai anak adalah
ketika berumur 18 tahun, sedangkan batas minimalnya adalah sejak
seseorang tesebut masih berupa janin dalam kandungan.
7) Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
Pasal 1 angka 3 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak memberikan batasan pengertian tentang anak yaitu :“anak
yang telah berumur 12(dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”Penjelasan
Pasal di atas menjelaskan tentang seorang anak yang berhadapan dengan
34
hukum, dalam penjelasannya yang dimaksud dengan anak yang
berhadapan dengan hukum adalah seseorang yang diduga melakukan
tindak pidana yang telah berusia 12 (dua belas) tahun tetapi belum
berumur 18 (delapan belas tahun). Seseorang yang telah mencapai usia
12 tahun dan belum mencapai usia 18 tahun, apabila melakukan tindak
pidana sudah dapat dijatuhi hukuman dan berhadapan dengan hukum
yang berlaku, tetapi seseorang tersebut masih digolongkan sebagai
seorang anak.
Berdasarkan beberapa uraian di atas mengenai pengaturan batasan
umur anak terdapat berbagai macam pengertian tentang anak yang diatur
didalam berbagai peraturan perundang-undangan, dari beberapa uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa batasan usia seorang anak rata-rata
adalah sebelum 18 tahun, dan dalam menentukan seorang anak sebagai
pelaku tindak pidana yaitu menggunakan pengertian anak yang terdapat
dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
6. Perlindungan Anak
Undang-undang No 35 Tahun 2015 menegaskan bawa Perlindunan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
tanpa diksriminasi. Dalam undang-undang ini juga ditegaskan bahwa
pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara
35
merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi
terlindunginya hak-hak anak.
Berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana pusat
Tanggal 30 Mei 1997, terdapat dua perumusan tentang perlindungan anak, yang
pertama segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun
lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan,
penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik, mental, dan sosial anak dan remaja
yang sesuai dengan kepentingan dan hak asasinya. Selanjutnya, segala daya upaya
bersama yang dilakukan secara sadar oleh perorangan, keluarga, masyarakat,
badan-badan pemerintah dan swasta untuk pengamanan, pengadaan dan
pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 Tahun, tidak
dan belum pernah menikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar
dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.12
Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak
janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Bertitik tolak dari
konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan komperehensif, Undang-
Undang perlindungan anak meletakkan kewajiban memberikan perlindungan
terhadap anak berdasarkan asas-asas yaitu:
1. Non Diskriminasi;
2. Kepentingan Terbaik Bagi Anak
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan; dan
4. Penghargaan terhadap pendapat anak.
12
Irma Setyo Wati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Bumi Aksara, 1990, Hal. 14.
36
Berbicara mengenai perlindungan anak, konsep perlindungan hukum bagi
anak berdasarkan konsep hukum yang berlaku sebagai suatu sistem dilakukan
secara sistematik, yang meliputi :
1. Substansi hukum, yaitu nilai-nilai, asas-asas, dan norma-norma
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sifatnya
melindungi hak-hak anak yang disangka sebagai pelaku tindak
pidana ;
2. Struktur hukum, yaitu struktur kelembaagaan hukum yang
langsung menangani anak yang disangka sebagai pelaku tindak
pidana yang berdasakan kekuasaan formal memiliki kewenangan
mengontrol dan menangani secara preventif dan represif untuk
menerapkan nilai-nilai, asas-asas, norma-norma dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku bersifat melindungi hak-hak
anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana;
3. Kultur hukum, yaitu ide, pandangan dan sikap yang berfungsi
sebagai “social force”atau tekanan (kontrol) masyarakat sebagai
basis bekerjanya peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang dapat mendukung upaya struktur kelembagaan hukum
melindungi hak-hak anak yang disangka sebagai pelaku tindak
pidana. 13
Prinsip-prinip perlindungan anak yang tercermin dalam Konvensi Hak-Hak
Anak yang disahkan dengan keputusan presiden No. 36 Tahun 1990 prinsip-
prinsip tersebut antara lain, anak tidak dapat berjuang sendiri yang artinya, anak
tidak bisa melindungi sendiri hak-haknya karena banyak pihak yang
mempengaruhi kehidupannya, negara dan masyarakat berkepentingan untuk
mengusahakan perlindungan hak-hak anak Prinsip yang selanjutnya yaitu
kepentingan terbaik bagi anak yang artinya agar perlindungan anak dapat
terselenggara dengan baik prinsip ini harus memperoleh prioritas tinggi dalam
setiap keputusan yang menyangkut anak, apabila kepentingan terbaik bagi anak
ini dikesampingkan maka upaya perlindungan anak akan menghadapi banyak batu
sandungan.
13
Ibid., hal.15.
37
Perlindungan anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungan harus
dimulai sejak dini dan terus menerus, sehingga pada masa anak diperlukan
keluarga, lembaga pendidikan, lembaga sosial, dan lembaga keagamaan yang
bermutu. Anak harus memiliki kesempatan belajar yang baik, waktu istirahat
ataupun waktu bermain yang cukup dan ikut menentukan nasibnya sendiri. Prinsip
yang terakhir, yaitu lintas sektoral yang artinya, nasib anak tergantung dari
berbagai faktor makro maupun mikro yang langsug maupun tidak langsug karena
perlindungan terhadap anak ini merupakan perjuangan yang membutuhkan
sumbangan semua orang di semua tingkatan. 14
7. Sistem Peradilan Pidana Anak
Sistem peradilan pidana anak menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2014
tentang Perlindungan Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak
yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap
pembimbingan setelah menjalani pidana. Definisi lain yang dikemukakan Yahya
Harahap yaitu sistem peradilan pidana anak adalah sistem pengendalian kenakalan
anak yang terdiri dari lembaga-lembaga yang menangani penyidikan anak,
penuntutan anak, pengadilan anak, permasyarakatan15
.Setyo Wahyudi
mengemukakan yang dimaksud sistem peradilan pidana anak adalah sistem
penegakkan hukum peradilan pidana anak yang terdiri atas subsistem penyidikan
anak, subsistem penuntutan anak, subsistem pemeriksaan hakim anak, dan
subsistem pelaksaan sanksi hukum pidana anak yang berlandaskan hukum pidana
14
Maidin gultom, Op. Cit., hal. 39-40. 15
Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 5-6.
38
materil anak dan hukum pidana formal anak dan hukum pelaksanaan sanksi
hukum pidana anak.
Peradilan pidana anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan
perkara yang menyangkut kepentingan anak. Menekankan atau memusatkan pada
kepentingan anak harus menjadi pusat perhatian dalam peradilan pidana anak.
Sistem peradilan pidana anak berbeda dengan sistem peradilan pidana orang
dewasa dalam berbagai segi.Peradilan pidana anak, diselenggarakan dengan
memperhatikan kesejahteraan anak. Kesejahteraan merupakan hal yang penting
bagi anak, dikarenakan memiliki alasan-alasan sebagai berikut :
a. Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang
memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
b. Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang landasanya
telah diletakkan oleh generasi sebelumnya;
c. Agar setiap anak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka
ia perlu mendapat kesenpatan untuk tumbuh, berkembang secara
wajar;
d. Bahwa di dalam masyarakat terdapat anak-anak yang mengalami
hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial, dan ekonomi;
e. Anak belum mampu memelihara dirinya sendiri;
f. Bahwa menghilangkan hambatan tersebut hanya akan dapat
dilaksanakan dan diperoleh apabila usaha kesejahteraan anak
terjamin.16
8. Tahap-Tahap Dalam Proses Peradilan Pidana Anak
Pengadilan anak adalah pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di
lingkungan peradilan umum. Dalam pengadilan anak dilakukan sidang pengadilan
anak. Sidang pengadilan anak yang selanjutnya disebut sidang anak, bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak.Sidang anak
bersifat tertutup untuk umum, dalam hal tertentu dan dipandang perlu
pemeriksaan perkara anak dapat dilakukan dalam sidang terbuka. Dalam sidang
16
Agung Wahjono dan Siti Rahayu. Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia,Jakarta,
Sinar Grafika, 1993, hal. 17.
39
yang dilakukan secara tertutup hanya dapat dihadiri oleh anak yang bersangkutan
beserta orang tua, wali, atau orang tua asuh, penasihat hukum, dan pembimbing
kemasyarakatan.Pemeriksaan perkara anak dilakukan dalam sidang tertutup untuk
melindungi kepentingan anak.
Pada prinsipnya sidang anak bersifat tertutup, akan tetapi dalam hal tertentu
dan dipandang perlu, hakim dapat menetapkan pemeriksaan perkara dilakukan
secara terbuka, tanpamengurangi hak anak. Pemeriksaan perkara dilakukan secara
terbuka selama dipandang perlu dan dikuatkan oleh alasan-alasan tertentu. Hal
tertentu dan dipandang perlu tersebut antara lain karena sifat dan keadaan
perkaraharus dilakukan secara terbuka. Suatu sifat perkara akan diperiksa secara
terbuka misalnya perkarapelanggaran lalu lintas, sedangkan dilihat dari keadaan
perkara misalnya pemeriksaan perkara di tempatkejadian perkara.Dalam putusan
pengadilan dalam memeriksa perkara anak diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum.
Meskipun pemeriksaan perkara Anak nakal dilakukan dalam sidang
tertutup, namun putusan Hakim sesuai dengan ketentuan yang berlaku wajib
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.Kemudian terhadap proses dan
prosedur penuntutan dilakukan pihak kejaksaan, serta proses dan tata cara
beracara di pengadilan dilakukan HakimPengadilan Negeri/Pengadilan
Tinggi/Pengadilan Mahkamah Agung. Asumsi dasarnya pada saat ini sebagai
hukum positif adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),
maka dapatlah dikatakan Hukum Acara Pidana pada pengadilan anak mengacu
kepada UU No . 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara
40
Pidana, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Pengadilan Anak.17
Proses
peradilan pidana anak dilakukan melalui beberapa tahapan, berikut akan
dijabarkan tahapannya.
a. Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik selama
pemeriksaan pendahuluan, untuk mencari bukti-bukti tentang tindak
pidana. Tindakan ini meliputi pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi,
penyitaan barang bukti, penggeledahan, pemanggilan, dan pemeriksaan
tersangka, melakukan penangkapan dan penahanan. Definisi penyidikan
yaitu, serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai peristiwa pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan dengan cara yang diatur dalam
Undang-Undang (KUHAP). Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang
ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian RI atau
pejabat yang ditunjuk pleh Kepala Kepolisian RI.
Dikarenanakan Tindak Pidana Anak ini masuk kedalam pidana
khusus maka pejabat yang berwenang dalam proses peradilannyapun
juga khusus. Syarat menjadi penyidik dalam peradilan anak adalah telah
berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh
orang dewasa dan mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami
masalah anak serta penyidik wajib memeriksa tersangka dalam suasana
kekeluargaan. Serta meminta pertimbangan atau saran dari pembimbing
17
Lilik Mulyadi, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan
Permasalahannya,Bandung, Mandar Maju, 2005, hal. 24.
41
kemasyarakatan dan apabila perlu juga dapat meminta pertimbangan atau
saran dari ahli pendidikan, ahli kesehatan jiwa, ahli agama, atau petugas
kemasyarakatan lainnya serta proses penyidikan terhadap anak nakal
wajibdirahasiakan dan dalam rangka penyidikan, penyidik berhak
melakukan penangkapan dan penahanan. Pada saat memeriksapun,
penyidik tidak memakai pakaian seragam. Jadi melakukan pendekatan
secara simpatik, serta tidak melakukan pemaksaan, intimidasi yang dapat
menimbulkan ketakutan atau trauma pada anak.
b. Penangkapan dan Penahanan
Tujuan dari penangkapan tersangka adalah untuk kepentingan
penyidikan. Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang
diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.
Hal ini mengacu pada Pasal 17 KUHAP. Dalam hal melakukan
penangkapan asas praduga tak bersalah harus dihormati dan dijunjung
tinggi sesuai dengan harkat martabat anak. Anak juga harus dipahami
sebagai orang yang belum sepenuhnya mampu memahami masalah
hukum yang terjadi atas dirinya. Melakukan tindakan penangkapan
terhadap anak yang diduga melakukan kenakalan, didasarkan pada bukti
yang cukup dan jangka waktunya terbatas dalam satu hari.
Setelah tindakan penangkapan, dapat dilakukan tindakan
penahanan. Penahanan ialah penempatan tersangka atau terdakwa ke
tempat tertentu oleh penyidik anak atau penuntut umum anak atau hakim
anak dengan penetapan, dalam hal serta menurut cara yang diatur
peraturan perundang-undangan yang terkait. Penahanan dilakukan
42
apabila anak melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5
(lima) tahun keatas, atau tindak pidana-tindak pidana tertentu yang diatur
dalam Undang-Undang. Jangka waktu penahanan untuk kepentingan
penyidikan, paling lama adalah 20 (duapuluh) hari, untuk kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang paling lama 10
(sepuluh) hari. Tempat penahanan anak harus dipisah dari penahanan
orang dewasa dan selama anak ditahan, kebutuhan jasmani rohani dan
sosial anak harus tetap dipenuhi.
Hal ini di latarbelakangi oleh pertimbangan psikologis, untuk
menghindari akibat negatif dan mempengaruhi mental anak. Terlebih
anak adalah golongan yang sangat rentan dan mudah meniru serta
dikhawatirkan dapat menjadi korban pelecehan seksual apabila di
gabungkan dengan tahanan dewasa. Jangka waktu penahanan anak nakal,
lebih singkat daripada penahanan orang dewasa. Hal ini menjadi positif
apabila dilihat dari sisi perlindungan anak, sebab anak tidak perlu terlalu
lama berada dalam tahanan, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan
anak baik fisik, mental maupun sosial. Penyidik yang melakukan
tindakan penahanan, harus terlebih dahulu mempertimbangkan dengan
matang akibat dari penahanan, dari segi kepentingan anak, seperti
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Selain itu, harus dilihat dan dipertimbangkan dari sisi masyarakat.
Misalanya, apabila terhadap anak nakal ini dilakukan penahanan maka
akan membawa masyarakat yang aman dan tentram.18
Penangkapan dan
18
Op.Cit, Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak, hal. 98-99.
43
penahanan ini harus mencerminkan perlindungan anak serta dibutuhkan
pertimbangan yang matang, jangan sampai anak menjadi korban
ketidakcermatan atau ketidaktelitian penyidik
c. Penuntutan
Selanjutnya yaitu proses penuntutan dilakukan oleh pihak
kejaksaan (Penuntut Umum) dan setelah proses penuntutan maka kasus
yang pelaku tindak pidananya adalah seorang anak dibawa ke pengadilan
pidana anak yang kemudian dilakukan proses beracara di depan sidang
sampai mendapatkan putusan dari pengadilan anak tersebut.Didalam
KUHP diatur jenis sanksi yang diancamkan terhadap anak, selain
mengatur ancaman sanksi yang berupa pidana pokok dan tambahan.
KUHP mengatur pula jenis sanksi yang berupa tindakan, yang terdiri atas
mengembalikan kepada orang tua atau wali, dididik oleh negara tanpa
pidana apapun, diserahkan kepada seseorang atau badan hukum, maupun
yayasan atau lembaga amal yang menyelenggarakan pendidikan.
d. Sanksi Pidana bagi Anak
Hakim yang melangsungkan persidangan yaitu hakim anak yang
ditetapkan melalui surat keputusan Mahkamah Agung atas usul ketua
Pengadilan Tinggi.Putusan hakim merupakan rangkaian akhir dari
pemeriksaan sengketa. Setelah mempertimbangkan seluruh alat bukti dan
konteks yang melingkupi suatu permasalahan, hakim akan mengambil
suatu kesimpulan yang kemudian tertuang didalam putusan. Dalam
membuat suatu putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan
kedewawasaan emosional, mental dan intelektual anak. Dihindarkan
44
putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau
dendam pada anak, atas dasar bahwa putusan hakim bermotif
perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak. Hakim menjatuhkan
putusan yang bersifat memperbaiki para pelanggar hukum dan
menegakkan kewibawaan hukum. Dalam hal pemidanaan anak,
walaupun pidana penjara merupakan pilihan yang paling akhir namun
apabila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan sanksi pidana terhadap
anak, patut diperhatikan pidana tersebut, selain itu melihat kepada
kepentingan yang terbaik bagi anak.
Penjatuhan sanksi dalamputusan anak sangat berpengaruh terhadap
masa depan anak, hal ini merupakan final dan menjadi penentu akan
seperti apa anak kedepannya. Oleh karena itu, pemberian sanksi
pidanaharus mewujudkan kesejahteraan bagi pelaku anak tanpa
mengabaikan hak-hak anak dan tetap menegakkan keadilan bagi semua
pihak, baik korban, masyarakat maupun negara. Dalam menentukan
pemidanaan terhadap anak tidak hanya yang diatur dalam buku I KUHP
saja yaitu dalam pasal 45, 46, dan 47 KUHP melainkan dapat juga
menggunakan sistem pemidanaan berdasarkan Undang-Undang nomor
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilna Pidana Anak yang merupakan
hukum pidana khusus di luar KUHP. Hal tersebut sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 103 KUHP, bahwa bab satu sampai dengan bab
delapan buku satu KUHP berlaku pula bagi ketentuan lain di luar KUHP
sepanjang tidak ditentukan lain.
45
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem
peradilan pidana anak terdapat beberapa ketentuan yang mengatur
tentang jenis sanksi pidana bagi anak, yaitu jenis pidana pokok dan
tambahan, serta diatur pula ancaman sanksi berupa “tindakan”. Pasal 69
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 antara lain ditegaskan bahwa
“Terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang
ditentukan dalam Undang-Undang ini”.Selanjutnya dalam Pasal 71
menegaskan pula bahwa Pidana Pokok, terdiri atas :
a) Pidana peringatan
b) Pidana dengan syarat :
1) Pembinaan diluar lembaga;
2) Pelayanan masyarakat; atau
3) Pengawasan.
c) Pelatihan kerja
d) Pembinaan dalam lembaga; dan
e) Penjara.
Pidana Tambahan terdiri dari :
a) Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;atau
b) Pemenuhan kewajiban adat
Dalan UU tentang Pengadilan anak jenis sanksi yang berupa pidana
mati yang merupakan pidana pokok dalam KUHP secara tegas bukan lagi
jenis sanksi yang dapat diancamkan terhadap anak. Sanksi pidana pokok
yang berupa sanksi “pengawasan," pidana tambahan yang berupa
“perampasan barang” dan “pembayaran ganti rugi,” merupakan jenis
46
sanksi pidana baru yang dapat dijatuhkan terhadap anak pelaku tindak
pidana
Berdasarkan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012, tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak nakal meliputi :
a) Pengembalian kepada orang tua/wali;
b) Penyerahan kepada seseorang;
c) Perawatan di Rumah Sakit Jiwa;
d) Perawatan di LPKS;
e) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang
diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
f) Pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
g) Perbaikan akibat tindak pidana.
Dalam undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, tidak
dikehendaki memberikan penjatuhan hukuman pidana yang berat bagi
anak, seperti pidana mati atau pidana seumur hidup, karena apabila
pelaku anak dijatuhi hukuman berat akan berdampak kepada anak
tersebut yang tidak mendapatkan pembinaan ke masa depan yang lebih
baik sehingga anak tidak akan pernah bisa memperbaiki kesalahan
terhadap apa yang ia perbuat.Oleh karena itu, hanya terdapat pemidanaan
seperti yang dijabarkan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012
Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan tujuannya, sanksi
pidana dan sanksi tindakan bertolak dari ide dasar yang berbeda. Sanksi
47
pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa kepada si pelanggar agar
ia dapat merasakan akibat perbuatannya.
Selain ditujukan kepada pengenaan penderitaan terhadap pelaku,
sanksi pidana juga merupakan bentuk pernyataan pencelaan terhadap
perbuatan si pelaku. Dengan demikian perbedaan prinsip antara sanksi
pidana dan sanksi tindakan terletak pada ada tidaknya unsur pencelaan,
bukan ada tidaknya unsur deritaan. Sedangkan sanksi tindakan tujuannya
lebih bersifat mendidik. Jika ditinjau dari sudut teori-teori pemidanaan,
maka sanksi tindakan merupakan sanksi yang tidak membalas. Ia semata-
mata ditujukan pada prevensi khusus, yakni melindungi masyarakat dari
ancaman yang dapat merugikan masyarakat itu.19
Singkatnya, sanksi pidana berorientasi pada ide pengenaan sanksi
terhadap pelaku suatu perbuatan, sementara sanksi tindakan berorientasi
pada ide perlindungan masyarakat. Peranan hakim anak dalam
pembaharuan sistem peradilan pidana anak sangat strategis dalam upaya
penanggulangan dan pencegahan. Karena itu, hakim anak wajib
memahami secara benar tentang kebijakan hukum pidana terhadap anak
yang berkonflik dengan hukum yaitu bagaimana menerapkan hukum
pidana terhadap anak.
8. Disparitas Pidana
Pada sistem peradilan pidana anak, sering ditemui disparitaspidana, bahkan
hakim tidak jarang memutus suatu perkara yang sejenis dengan hukuman yang
19
M. Solehudin, Sistem Sanski Dalam Hukum Pida na (Ide Dasar Double Track System
Dan Implementasinya), (Jakarta; Raja Grafinfo Persada, 2002), hal. 25.
48
jauh berbeda satu dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari sisi sosiologis, akan
menimbulkan pertanyaan kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap anak
tersebut. Terjamin atau tidaknya perlindungan hukum tersebut, apakah nilai
keadilan ini benar-benar dikedepankan dalam memutus suatu perkara, bagaimana
dampak adanya perbedaan putusan ini bagi anak yang terhukum maupun
keluarganya dan masih banyak pemikiran lain. Di lain sisi, pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang sesuai dengan ketentuan
hukum tertulis (hukum positiv) dan hukum tidak tertulis. Sehingga kerap memicu
pemikiran masyarakat awam, bagaimana bisa dengan mengacu pada produk
hukum yang sama tapi melahirkan suatu putusan hakim yang berbeda atau di
sebut disparitas putusan.
Disparitas putusan ini akan dirasa sebagai suatu bentuk ketidakadilan hakim
dalam memutus suatu perkara, dan akan menimbulkan pandangan inkonsistensi di
lingkungan peradilan. Hal tersebut dikarenakan hanya dilihat dari sisi perbuatan
tindak pidana yang sejenis atau tergolong pada perbuatan yang sama, padahal
yang terpenting adalah keserasian antara pemidanaan dengan rasa keadilan yang
mana keadilan ini sifatnya menyeluruh, tidak saja bagi terhukum tetapi juga bagi
masyarakat. Hakim bebas memilih jenis pidana, karena tersedia jenis pidana
didalam pengancaman pidana dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
pidana. 20
Dalam hal hakim bebas memilih jenis pidana beradasrkan pertimbangan-
pertimbangan tertentu inilah yang memunculkan adanya disparitas pidana.
Definisi disparitas pidana yaitu, Putusan pidana karena adanya suatu tindak
pidana yang dilakukan oleh seseorang, dimana ada perbedaan pemidanaan dengan
20
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.23.
49
perkara yang sama atau sejenis lebih dikenal dengan istilah disparitas putusan.
Dalam suatu kasus yang sama, hukum tidak boleh dibenarkan untuk menerapkan
peraturan yang berbeda. Selain bertujuan untuk menghindarkan dari diskriminasi
yang harus dirasakan oleh para pelaku berpekara, menggugat ketidakadilan publik
juga memberikan sebuah kepastian hukum di tengah masyarakat.21
Putusan putusan perkara pidana mengenal adanya suatu kesenjangan dalam
penjatuhan pidana yang lebih dikenal dengan disparitas. Disparitas adalah
penerapan pidana (disparity of sentencing) yang tidak sama (same Offence) atau
terhadap tindak pidana sejenis yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan.
Disparitas pidana dipersepsi publik sebagai bukti ketiadaan keadilan (societal
justice), secara yuridis formal, kondisi ini tidak dapat dianggap telah melanggar
hukum, meskipun demikian seringkali orang melupakan bahwa elemen “keadilan”
pada dasarnya harus melekat pada putusan yang diberikan oleh hakim.22
Disparitas
putusan hakim atau dikenal dengan istilah disparitas pidana(disparity of
sentencing) akan berakibat fatal, bilamana dikaitkan denganadministrasi
pembinaan narapidana.
Terpidana setelah membandingkanantara pidana yang dikenakan kepadanya
dengan yang dikenakan kepadaorang-orang lain kemudian merasa menjadi korban
(victim) dariketidakpastian atau ketidakteraturan pengadilan akan menjadi
terpidana yangtidak menghargai hukum, padahal penghargaan terhadap hukum
tersebutmerupakan salah satu hasil yang ingin dicapai di dalam tujuan
21
https://istilahhukum.wordpress.com/2013/01/28/disparitas/ diakses pada tanggal 3 juni
2017 pada jam 15.00 WIB. 22
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Bina
Aksara,
Jakarta, 1993, hal. 75.
50
pemidanaan.23
Walaupun terdapat banyak problema yang muncul karena adanya
disparitas pidana ini, khususnya di kalangan masyarakat awam yang kurang
melihat sampai kepada sisi yang terdalam atau bagi terhukum sendiri karena
merasa perbedaan penjatuhan putusan ini sebagai sesuatu yang tidak adil, tetapi
ada beberapa ahli hukum yang tidak sependapat bahwa disparitas pidana ini hanya
membawa dampak negatif sehingga harus diminimalisasi, mereka tidak
memandang disparitas pidana sebagai suatu kesalahan atau cacat tubuh dalam
penegakkan hukum indonesia. Disparitas dalam pemidanaan dapat dibenarkan,
dalam hal sebagai berikut: 24
1) Disparitas pemidanaan dapat dibenarkan terhadap penghukum
delik-delik yang agak berat, namun disparitas pemidanaan tersebut
harus disertai dnegan alasan-alasan pembenar yang jelas.
2) Disparitas pemidanaan dapat dibenarkan apabila itu beralasan
ataupun wajar.
9. Dasar Pertimbangan Hakim
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan kehakiman pada
Pasal 1 menyatakan yang mana kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
negara yang merdeka, oleh karena itu hakim diberi kebebasan secara
bertanggungjawab dalam menjatuhkan putusan. Putusan selanjutnya menjelma
menjadi perwajahan pertama dari pengadilan, karena didalam putusan itulah
termuat pertimbangan-pertimbangan hukum yang di buat oleh hakim yang
23
Muladi & Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan kebijakan pidana, Cetakan keempat,
Bandung:2010, hlm. 54. 24
Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana, Banacipta, Bandung, 1996, hal. 82.
51
kemudian menjadi gambaran representasi dari kewibawaan pengadilan. Semakin
berkualitas suatu putusan, dengan kata lain semakin baik dan komprehensif
pertimbangan hukumnya, maka semakin berwibawa pengadilan tersebut.25
Hakim indonesia terikat pada sistem perundang-undangan yang berlaku,
akan tetapi hakim di Indonesia tidak terikat pada yurisprudensi sebagai precedent
seperti halnya di Inggris dan Amerika. Hal ini berarti hakim mempunyai
kebebasan untuk meninjau ulang putusan-putusan yang telah dibuatnya, apakah
masih patut dipertahankan sehubungan dengan adanya perubahan-perubahan nilai
di dalam masyarakat berhubungan dengan adanya pertumbuhan perasaan keadilan
masyarakat. Sedangkan hakim wajib mengadili, mengikuti dan memahami nilai-
nilai hukum yang tumbuh dan berkembang sesuai rasa keadilan mereka.26
Hakim
di Indonesia tidak saja menerapkan hukum sebagai corong undang-undang tetapi
juga melakukan penemuan dan pembentukan hukum.
Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untuk
bercermin pada yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin).
Hakim dalam memberikan putusan juga dapat melihat pada nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Undang-undang
kekuasaan kehakiman yaitu: “Hakim wajib menggali,mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”. Hakim sebagai bagian dari
salah satu pemimpin keduniawian didalam pertanggungjawaban pidana anak,
pemidanaan terhadap anak, dan memutus perkara anak, disamping berdasarkan
ketentuan yuridis, harus memahami proses perilaku keluarga, proses sosial anak
secara umum, aspek kriminologi, aspek phsikis anak, agar hakikat keadilan dapat
25
M. Natsir Asnawi, Hermeneutika Putusan Hakim, Jogja, UII Press, 2014, hal. 4. 26
Syarif Marpiase, Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim (Jakarta, Prenadamedia
group,2015) hal. 101.
52
diwujudkan. Pemahaman aspek kriminologis dalam hubungannya dengan tindak
pidana sangat relevan juga menjadi penting bagi seorang hakim ketika menangani
perkara anak, sehingga putusannya akan menjadi adil dan tepat. Karena kenakalan
yang dilakukan anak adalah suatu ke-khasan dan sangat berbeda dengan tindak
pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Banyak hal yang harus dipertimbangkan oleh hakim sebelum menjatuhkan
putusan pada anak, terutama pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut aspek
kejiwaan, dan masa depan yang jauh lebih penting daripada penjatuhan pidana
secara fisik.Untuk menentukan apakah kepada anak akan dijatuhkan pidana atau
tindakan, maka hakim mempertimbangkan berat ringannya tindak pidana yang
dilakukan. Disamping itu juga diperhatikan ; keadaan anak, keadaan rumah tangga
orang tua/wali/ orang tua asuh, hubungan antara anggota keluarga dan keadaan
lingkungannya dan hakim juga wajib memperhatikan laporan pembimbing
kemasyarakatan. Selain itu, Hakim dalam menjatuhkan putusan
mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Faktor Yuridis, yaitu Undang-Undang dan Teori-teori yang berkaitan
dengan kasus atau perkara.
b. Faktor Non Yuridis, yaitu melihat dari lingkungan dan berdasarkan hati
nurani dari hakim itu sendiri. Hakim itu selain dipandu oleh rasio, para
hakim juga mempunyai naluri yang tajam bilamana berhadapan dengan
suatu kasus.
Apabila dijabarkan lebih detail, maka pertimbangan hakim dipengaruhi oleh
pertimbangan-pertimbangan berikut ini :
a) Pertimbangan Yuridis, yang merupakan unsur pertama dan utama,
pertimbangan ini didasarkan faktor-faktor yang terungkap didalam
persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal
53
yang harus dimuat dalam putusan. Pertimbangan yang bvbersifat
yuridis diantaranya :
1) Dakwaan jaksa penuntut umum;
2) Tuntutan pidana;
3) Keterangan saksi;
4) Keterangan terdakwa;
5) Barang bukti.27
Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan
dalam pemidanaan anak dibawah umur, tanpa ditopang dengan pertimbangan non
yuridis yang bersifat sosiologis dan filosofis. Pertimbangan non-yuridis oleh
hakim ini sangat dibutuhkan dikarenakan masalah tanggung jawab hukum yang
dilakukan oleh terdakwa anak tidaklah cukup kalau hanya didasarkan pada segi
normatif, visi kerugiannya saja, tetapi faktor intern dan ekstern anak yang
melatarbelakangi anak dalam melakukan kenakalan atau kejahatan juga harus ikut
dipertimbangkan secara arif oleh hakim yang mengadili.28
b) Pertimbangan Filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan,
c) Pertimbangan Sosiologis, yaitu mempertimbangkan tata nilai
budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.29
Berbicara mengenai pertimbangan hakim, didalam menemukan fakta-fakta
hukum dalam persidangan hakim juga menilai dan mempertimbangkan dasar-
dasar yang meringankan dan memberatkan terkait latar belakang tertentu dari
27
Ansori Sabuan, dkk, Hukum Acara Pidana, Bandung, Angkasa, 1990, hal 182. 28
Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta,Sinar Grafika,2009, hal. 20.
29Abintoro Prakoso, Op. Cit. Hal 235.
54
pelaku maupun yang ditemui di persidangan. Hal tersebut akan dijabarkan sebagai
berikut :
a) Dasar yang meringankan :
1) Latar belakang pendidikan terdakwa.
Apabila seorang anak sedang menempuh pendidikan sekolah,
maka Hakim akan mempertimbangkan berapa lama terdakwa
dipidana. Tentu saja jumlah pidananya lebih ringan karena
terdakwa harus menyelesaikan pendidikannya.
2) Latar belakang keluarga
Seorang anak yang latar belakang keluarganya berpendidikan
serta keluarga baik-baik tentu saja putusan pidana penjaranya
lebh ringan dibandingkan dengan anak yang berasal dari
keluarga broken home atau bahkan kedua orangtuanya tidak
bertanggungjawab atas anak tersebut atau dengan kata lain
menelantarkan anak tersebut.
3) Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan
Hakim akan meringankan sanksi terhadap terdakwa apabila
berlaku sopan selama persidangan berlangsung.
4) Latar belakang perbuatan terdakwa
Ditinjau dari apakah terdakwa mencuri karena desakan ekonomi
atau karena iseng.
5) Terdakwa belum pernah dihukum atau bukan residivis
55
Tentu saja sanksi yang dijatuhkan jauh lebih ringan
dibandingkan dengan terdakwa yang pernah berhadapan dengan
hukum.
6) Riwayat hidup terdakwa baik
Apabila berdasarkan hasil penelitian dari sumber terpercaya
sekitar tempat tinggal maupun pergaulan terdakwa menyatakan
bahwa terdakwa memiliki kebiasaan yang baik dalam kehidupan
sehari-hari, maka hal tersebut dapat dipertimbangkan oleh
Hakim dalam memperingan sanksi pidana bagi terdakwa.
7) Terdakwa mengakui perbuatannya
Hakim akan meringankan sanki bagi terdakwa yang mengakui
perbuatannya.
b) Dasar yang memberatkan :
1) Perbuatan tersebut dilakukan berulang kali
Apabila terjadi pengulangan tindak pidana atau residivis, maka
akan menjadi dasar yang memberatkan bagi hakim dalam
menjatuhkan vonis.
2) Latar Belakang Pendidikan TerdakwaTerhadap terdakwa yang
tidak sedang menempuh pendidikan biasanya terhadapnya di
berikan vonis lebih berat dibandingkan yang menempuh
pendidikan.
3) Latar Belakang Keluarga
Hakim memiliki pertimbangan bahwa baik anak dari latar
belakang keluarga yang kurang memberikan perhatian lebih
56
maupun anak broken home memiliki keterbatasan kasih sayang
sehingga terbentuk karakter sebagai anak nakal dan rentan untuk
melakukan perbuatan melawan hukum dengan harapan sanksi
yang diberikan mampu mengubah karakter anak menjadi lebih
baik.
4) Terdakwa sempat menikmati hasil curian
Apabila terdakwa sempat menikmati hasil curian barang milik
korban yang dimiliki secara melawan hukum maka hal tersebut
menjadi pertimbangan bagi Hakim untuk memperberat sanksi
pidana.
5) Riwayat hidup terdakwa buruk
Apabila terdakwa memiliki kebiasaan buruk dalam kehidupan
seharihari baik di lingkungan sekolah, tempat tinggal, maupun
lingkungan lain maka akan menjadi dasar yang memberatkan.
6) Terdakwa tidak sopan dalam persidangan
Apabila sikap dan emosional terdakwa anak selama
persidanganberlangsung terpuji, maka hl tersebut dpat
eringankan sanksi terdakwa. Sebab dari sikap dan emosiaonal
terdakwa dapat dilihat apakah kepribadian terdakwa baik atau
buruk.
7) Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian materiil bagi korban
Apabila korban mengalami kerugian materiil akibat pencurian
yang dilakukan oleh terdakwa anak, hal tersebut berarti bahwa
terdakwa telah menikmati hasil cuian.
57
8) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
Hakim memperberat sanksi pidana bagi terdakwa agar masyarakat
menjadi tenang dan damai.
9) Orang tua tidak sanggup mendidik
Apabila berdasarkan pengakuan dari orang tua terdakwa
menyatakan bahwa sudah tidak sanggup mendidik terdakwa
maka sanksi pidana penjara lebih berat dengan harapan bahwa di
dalam Lembaga Pemayarakatan Anak di Mojokerto, terdakwa
anak mendapatkan pembinaan yang terbaik.
B. Hasil Penelitian
1. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara No.
01/Pid.Sus.Anak/2015/PN.PWD dan perkara No. 34/Pid.Sus.Anak/2015/PT.MDN
Pada bab ini penulis akan menyajikan data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan atau analisis terhadap perkara pidana yang sudah di putus oleh
Pengadilan Negeri Purwodadi dan Pengadilan Tinggi Medan. Analisa terhadap
dua perkara ini untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim di dalam
memutus perkara tindak pidana yang mana pelakunya adalah anak sehingga
muncul disparitas berbahaya perbuatan tersebut dapat diperbandingkan sehingga
kedua kasus tesebut dapat mewakili pemasalahan seperti yang telah diuraikan
sebelumnya/ Adapun kedua kasus tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut,
yaitu Perkara No. 01/Pid.Sus.Anak/2015/Pn.Pwd. dan perkara No.
34/Pid.Sus.Anak/2016/Pt.Mdn. selanjutnya, ntuk mengetahui secara lebih rinci
58
dan mendalam tentang kedua perkara tersebut, maka berikut penulis akan
menguraikan hasil penelitian yang telah diperoleh dari kedua putusan diatas yaitu
identitas terdakwa, kasus posisi, dakwaan, tuntutan, unsur-unsur, pertimbangan
hakim, pledoi, amar putusan.
Putusan Pengadilan Negeri Purwodadi, Perkara No:
01/Pid.Sus.Anak/2015/Pn.Pwd
a. Identitas Terdakwa
Nama: JOKO BOYONG PRASETYO Bin DARMAIN
Tempat Lahir : Grobogan
Umur/Tanggal Lahir : 14 Tahun/06 April 2000
Jenis kelamin : laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Dusun Dukuh, RT. 01 RW.03, Grobogan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
b. Kasus Posisi
1) Pada Tanggal 18 Oktober 2014 Terdakwa dan teman terdakwa
berjalan-jalan membolos sekolah karena tidak ada jam pelajaran,
sesampainya di tepi jalan raya penawangan-truko tepatnya di Desa
Wolo kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan dengan
mengendarai sepeda motor honda revo No.Pol K-4316-DZ secara
59
berboncengan terdakwa dengan teman terdakwa melihat sepeda
motor yang kunci motornya masih menggantungh. Kemudian,
Terdakwa dan teman terdakwa mengambil sepeda motor Yamaha
Jupiter Z No.Pol. K-2015-BF warna biru yang diparkir di pinggir
jalan dengan kunci kotak masih menempel di tempatnya tanpa ijin
dari pemiliknya, dengan cara mengkontak kuncinya dan mencoba
menghidupkan mesinnya dan dibawa kerumahnya. Sepeda motor
ini digunakan oleh terdakwa dan teman terdakwa secara bergantian
2) Pada hari Selasa tanggal 21 Oktober 2014 terdakwa dan teman
terdakwa bertukar sepeda motor, tetapi saat terdakwa memakai
sepeda motor milik teman terdakwa ternyata sepeda motor tersebut
mesinnya rusak dan terdakwa membawa motor tersebut ke bengkel.
Biaya memperbaiki motor tersebut sebesar Rp. 850.000 (delapan
ratus lima puluh ribu), karena tidak memiliki uang maka terdakwa
berusaha menjual motor yamaha jupiter hasil curiannya tersebut.
3) Pada tanggal 29 Oktober 2014 Terdakwa bersama dengan teman
yang sama kembali melakukan tindak pidana pencurian di daerah
Dusun Kedung mulyo tepat di depan warnet SI membawa kabur
sepeda motor Jupiter No.Pol K-2337-KP, yang terparkir didepan
warnet dengan menggunakan kunci kontak motor tornado milik
terdakwa dengan cara meng-kontak paksa
4) Pada hari Sabtu Tanggal 09 November 2014, datang petugas polisi
ke rumah terdakwa dan menanyakan tentang sepeda onthel yang
ada di halaman rumah terdakwa, terdakwa dibawa kerumah saksi
60
Harun (ketua RW), saksi harun menanyakan kepada terdakwa
mengenai sepeda onthel merk polygon, terdakwa mengaku bahwa
sepeda tersebut hasil mengambil di purwodadi, sepeda motor
yamaha jupiter z hasil mengambil di desa wolo, sepeda motor
yamaha jupiter yang lainnya hasil mengambil di wilayah toroh,
serta sepeda motor satria R hasil mengambil di GOR Purwodadi.
c. Dakwaan
Bahwa terdakwa Joko Boyong Prasetyo pada hari Sabtu tanggal 18
Oktober 2014 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu dalam bulan
Oktober 2014 atau setidak-tidaknya pada tahun 2014, bertempat di Jalan
Raya Penawangan-Truko tepatnya di Desa Wolo kecamatan Penawangan
Kabupaten Grobogan atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwodadi, mengambil
barang sesuatu yang seutuhnya atau sebagian kepunyaan orang lain dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih dengan bersekutu, yang untuk masuk ke tempat melakukan
kejahatan atau untuk sampai pada barang yang diambilnya dilakukan
dengan cara merusak, memotong, atau memanjat atau dengan memakai anak
kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
d. Tuntutan
1) Menyatakan terdakwa JOKO BOYONG PRASETYO Bin
DARMAIN bersalah melakukan tindak pidana Pencurian dengan
61
pemberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan
ke-5 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
2) Menjatuhkan tindakan kepada terdakwa dikembalikan kepada
orangtua masing-masing
3) Menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) unit sepeda motor merk Yamaha Jupiter Z warna
biru tahun2003 No. Pol. K-2015-BF Noka
MH35TP0054K188285 Nosin.532035, dikembalikan
kepada saksi Saryono Bin Soyo
1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Revo warna hitam
tahun 2011No. Pol. K-4316-DZ Noka
MH1JBE110BK191164 NosinJBE-1E11929464;
1 (satu) buah jaket jamper warna biru, bertuliskan 22 pada
dada sertapada lengan kanan kiri terdapat seret warna
merah putih,dikembalikan kepada terdakwa Joko Boyong
Prasetyo Bin Darmain
1 (satu) buah jaket warna merah seret hitam, dikembalikan
kepadaJoko Boyong Prasetyo Bin Darmain
(satu) unit sepeda motor merk Yamaha Jupiter Z No. Pol.
K-2337- KP Noka MH330C0028J264437 Nosin 30C-
264445 warna merah hitam, tahun 2008 a.n. Suwarti alamat
Plenjetan RT. 03 RW. 14, Kel. Depok, Kec. Toroh, Kab.
Grobogan, dikembalikan kepada saksi Heri Setiawan Bin
Darto
62
1 (satu) buah kunci kontak sepeda motor Suzuki Tornado
warna hitam sebagai alat untuk mencuri, dirampas untuk
dimusnahkan
4) Menetapkan agar para terdakwa membayar biaya perkara masing-
masing sebesar Rp. 2.000,- (dua ribu Rupiah)
e. Unsur-Unsur
1. Unsur “Barang Siapa”
bahwa, dalam perkara tersebut Jaksa Penuntut Umum
mengajukan terdakwa anak yang bernama Joko Boyong
Prasetyo Bin Darmain yang mengakui jati dirinya
sebagaimana identitas dalam surat dakwaan. Terdakwa dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani, serta mampu mendengar
dan menjawab denganjelas setiap pertanyaan yang diajukan
kepadanya, selain itu terdakwa merupakan anak karena
belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.
Maka terhadapnya berlaku Hukum Acara yang diatur dalam
Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, sehingga dengan demikian maka terdakwa anak
dianggap dapat mempertanggungjawabkan setiap
perbuatannya di hadapan hukum.
Menimbang, bahwa dengan demikian, unsur “barang siapa”
telah terpenuhi.
2. Unsur “Mengambil Sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya
kepunyaan orang lain”
63
Bahwa, untuk menilai sejauh manakah para terdakwa anak
telah melakukan perbuatan tersebut diatasm dapat
disimpulkan dari cara-cara melakukan perbuatan dan
masalah-masalah yang meliputi perbuatan tersebut.
Bahwa, berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terungkap
bahwa mereka terdakwa anak pada hari Sabtu tanggal 18
Oktober 2014 sekira pukul 09.00 wib, di tepi jalan raya
Penawangan Truko tepatnya di Desa Wolo kecamatan
Penawangan Kabupaten Grobogan, telah mengambil sepeda
motor Yamaha Jupiter Z No.Pol K-2015-BF warna biru dan
hari Sabtu tanggal 29 Oktober 2014 sekira pukul 14.00 wib,
di depan warnet SI ikut Dusun Kedung Mulyo Rt. 07 Rw.04
Desa Sindurejo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan,
telah mengambil 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z
No.Pol K-2337-KP warna merah hitam
Bahwa kedua sepeda motor tersebut bukan milik terdakwa
anak melainkan milik saksi Saryono dan saksi Heri.
Menimbang dengan demikian unsur “Mengambil Sesuatu
barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain”
telah terpenuhi
3.Unsur “dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”
Bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terungkap
bahwa para terdakwa anak mengambil sepeda motor Yamaha
Jupiter Z No.Pol K-2015-BF warna biru dan 1 (satu) unit
64
sepeda motor Yamaha Jupiter z No.Pol K-2337-KP warna
merah hitam, tanpa ijin dari pemiliknya yaitu saksi Saryono
dan saksi Heri Setiawab Bin Darto padahal korban adalah
merupakan orang yang berhak atas barangnya tersebut.
Bahwa dari uraian diatas hakim berkesimpulan bahwa
perbuatan terdakwa tersebut telahmembuat terdakwa
memperoleh “kekuasaan” terhadap barang tersebut diatas
secara melawan hak.
Menimbang bahwa dengan demikian unsur “dengan maksud
untuk dimiliki secara melawan hukum” telah terpenuhi.
f. Pertimbangan Hakim
Hakim dalam mempertimbangkan berpendapat sebagai berikut :
Menimbang bahwa karena kesalahan para terdakwa anak
yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum terbukti secara sah
dan meyakinkan, sedangkan di persidangan tidak ditemukan
hal-hal yang meniadakan hukuman, baik alasan pemaaf
maupun alasan pembenar, mneskipun anak tersebut telah
berusia 14 tahun, maka dengan mempertimbangkan fakta-
fakta yang terungkap di persidangan dikaitkan dengan
Tuntuntan dari Penuntut Umum, Hasil Penelitian
Kemasyarakatan (LITMAS) dari BAPAS KLASS I
Semarang, serta kesanggupan kedua orang tua anak dan juga
pendapat masing-masing anak dan pendapat penasihat hukum
65
dari terdakwa anak tersebut, maka terhadapnya pula hakim
akan menjatuhkan tindakan kepadanya.
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa, maka perlu dipertimbangkan
mengenai segala hal yang memberatkan dan meringankan
bagi terdakwa. Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdawa meresahkan masyarakat
Terdakwa telah menikmati hasilnya
Hal- hal yang meringankan
Terdakwa anak diharapkan masih dapat memperbaiki
kelakuannya sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat
Terdakwa anak masih bersekolah dan ingin tetap
melanjutkan sekolahnya
Terdakwa menyesali segala perbuatannya
Terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi
pebuatannya
g.Pledoi
Pembelaan dari para terdakwa anak dan dari penasihat hukum
terdakwa anak yang pada pokoknya masing-masing memohon keringanan
66
dengan alasan menyesali segala perbuatannya dan berjanji tidak akan
mengulangi perbuatannya
h. Amar Putusan
1) Menyatakan terdakwa anak Joko Boyong Prasetyo Bin Darmain
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
Tindak Pidana “PENCURIAN DALAM KEADAAN
MEMBERATKAN BEBERAPA KALI”
2) Menjatuhkan tindakan terhadap para terdakwa anak tersebut di atas
oleh karena itu dengan mengembalikan kepada orang tua masing-
masing.
Putusan Pengadilan Tinggi Medan, Perkara No. 34/Pid.Sus.Anak/2015/Pt.Mdn
a. Identitas Terdakwa
Nama : Anak
Tempat Lahir : Tebing Tinggi
Umur/Tanggal Lahir : 15 Tahum / 6 Desember 2000
Jenis kelamin : laki-laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jl.Gatot Subroto gang Simarjarunjung Belakang
Indomaret kelurahan Tualang kecamatan Padang Hulu Kota Tebing
Tinggi
Agama : Kristen Protestan
Pekerjaan : Buruh
67
b. Kasus Posisi
1) Pada hari Jumat tanggal 04 September 2015 sekira pukul 05.00
terdakwa anak melihat di parkiran samping pajak daging ada
sepeda motor Satria FU yang kunci kotaknya tertinggal di kunci jok
sepeda motor tersebut, kemudian ia anak memberitahukan kepada
TEMAN ANAK bahwa ada sepeda motor merk suzuki Satria FU
yang kuncinya tertinggal di jok. Setelah anak memberitahukan hal
tersebut kepada teman anak seketika itu, timbul niat untuk
mengambil sepeda motor tersebut.
2) Teman anak mengambil sepeda motor tersebut dengan diawasi
terdakwa anak, setelah berhasil mengambil motor tersebut dibawa
kerumah terdakwa anak.
3) Keesokan harinya teman anak mengambil sepeda motor tersebut
untuk dibawa kerumah teman anak dan digunakan sehari-hari oleh
teman anak selama satu minggu, terdakwa anak-pun tidak
menanyakan keadaan motor tersebut.
4) Setelah satu minggu di gunakan teman anak, motor tersebut
dipinjamkan oleh teman anak yang lain yaitu anak majikan dari
teman anak. Selanjutnya, karena teman anak yang lain ini tau motor
tersebut hasil curian maka teman anak menggadaikan motor
tersebut. Beberapa hari kemudian datang beberapa orang dari
kepolisian polsek rambutan mendatangi ia anak di tempat kerjanya.
68
c) Dakwaan
Bahwa terdakwa anak bersama-sama dengan TEMAN
ANAK(terdakwa pada berkas terpisah) pada hari Jumat tanggal 04
September 2015 sekira pukul 05.00 WIB atau setidak-tidaknya pada
tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri
Tebing Tinggi, mengambil barang sesuatu berupa 1 (satu) unit sepeda
motor merk suzuki Satria FU dengan warna putih abu-abu dengan
No.Rangka atas nama pemilik (saksi korban) yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain yaitu saksi, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersekutu adapun pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan
kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan
merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci
palsu atau pakaian jabatan palsu.
d) Tuntutan
1) Menyatakan ia anak Terdakwa telah terbukti secara sah dan
menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana “pencurian
dengan unsur memberatkan” Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5
KUHP.
2) Mejatuhkan pidana terhadap terdakwa anak dengan pidana penjara
selama : 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam
tahanan sementara dengan perintah terdakwa tetap ditahan.
3) Memerintahkan barang bukti berupa :
69
1 (satu) unit sepeda motor merk Suzuki Satria FU dengan
No.Pol BK-5964-NAK warna putih abu-abu No. Rangka
MH8BG41EADJ-173628 dan No.Mesin G427-ID-172492
atas nama pemilik saksi korban.
4) Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
2000,. (Dua Ribu Rupiah)
f. Unsur-Unsur
1) Unsur “Barang Siapa”
bahwa, dalam perkara tersebut Jaksa Penuntut Umum
mengajukan terdakwa anak yang mengakui jati dirinya
sebagaimana identitas dalam surat dakwaan. Terdakwa dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani, serta mampu mendengar
dan menjawab denganjelas setiap pertanyaan yang diajukan
kepadanya, selain itu terdakwa merupakan anak karena
belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.
Maka terhadapnya berlaku Hukum Acara yang diatur dalam
Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak, sehingga dengan demikian maka terdakwa anak
dianggap dapat mempertanggungjawabkan setiap
perbuatannya di hadapan hukum.
Menimbang, bahwa dengan demikian, unsur “barang siapa”
telah terpenuhi.
2) Unsur “Mengambil Sesuatu barang yang sebagian atau seluruhnya
kepunyaan orang lain”
70
Bahwa, untuk menilai sejauh manakah para terdakwa anak
telah melakukan perbuatan tersebut diatasm dapat
disimpulkan dari cara-cara melakukan perbuatan dan
masalah-masalah yang meliputi perbuatan tersebut.
Bahwa, berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terungkap
bahwa mereka terdakwa anak pada hari hari Jumat tanggal 04
September 2015 sekira pukul 05.00 WIB atau setidak-
tidaknya pada tempat yang masih termasuk dalam daerah
hukum Pengadilan Negeri Tebing Tinggi, mengambil barang
sesuatu berupa 1 (satu) unit sepeda motor merk suzuki Satria
FU dengan warna putih abu-abu
Bahwa kedua sepeda motor tersebut bukan milik terdakwa
anak
Menimbang dengan demikian unsur “Mengambil Sesuatu
barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain”
telah terpenuhi
3) Unsur “dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”
Bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terungkap
bahwa para terdakwa anak mengambil 1 (satu) unit sepeda
motor merk Suzuki Satria FU dengan No.Pol BK-5964-NAK
warna putih abu-abu No. Rangka MH8BG41EADJ-173628
dan No.Mesin G427-ID-172492 atas nama pemilik saksi
korban.
71
tanpa ijin dari pemiliknya, padahal korban adalah merupakan
orang yang berhak atas barangnya tersebut.
Bahwa dari uraian diatas hakim berkesimpulan bahwa
perbuatan terdakwa tersebut telah membuat terdakwa
memperoleh “kekuasaan” terhadap barang tersebut diatas
secara melawan hak.
Menimbang bahwa dengan demikian unsur “dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum” telah terpenuhi.
g. Pertimbangan Majelis Hakim
Hakim dalam mempertimbangkan berpendapat sebagai berikut :
Menimbang bahwa karena kesalahan para terdakwa anak
yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum terbukti secara sah
dan meyakinkan, sedangkan di persidangan tidak ditemukan
hal-hal yang meniadakan hukuman, baik alasan pemaaf
maupun alasan pembenar, mneskipun anak tersebut telah
berusia 14 tahun, maka dengan mempertimbangkan fakta-
fakta yang terungkap di persidangan dikaitkan dengan
Tuntuntan dari Penuntut Umum, Hasil Penelitian
Kemasyarakatan (LITMAS) dari BAPAS KELAS I
Semarang, mengenai latar belakang terdakwa dan
Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa, maka perlu dipertimbangkan
72
mengenai segala hal yang memberatkan dan meringankan
bagi terdakwa.
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;
Terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya;
Hal-hal yang meringankan :
Terdakwa anak diharapkan masih dapat
memperbaiki kelakuannya sehingga bisa
bermanfaat bagi masyarakat;
Terdakwa bersikap sopan di persidangan
Terdakwa mengakui dan menyesali segala
perbuatannya;
Terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya.
h. Pledoi
Bahwa di persidangan terdakwa melalui penasihat hukumnya telah
mengajukan pembelaan secara tertulis yang pada pokoknya memohon agar
terdakwa di hukum seringan-ringannya dengan alasan terdakwa mengaku
salah, menyesal dan belum pernah dihukum dan terdakwa masih anak-anak
(masih berumur 15 tahun)
73
i. Amar Putusan
1) Menyatakan anak, telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidama “PENCURIAN DALAM
KEADAAN MEMBERATKAN”
2) Menjatuhkan pidana terhadap anak oleh karena itu kepada anak
tersebut dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan.
C. Hasil Analisis
1. Pertimbangan Hakim di Dalam Memutus Perkara Tindak Pidana Anak Studi
Kasus Perkara No.01/PID.SUS.ANAK/2015/PN.PWD dan Perkara No.
34/PID.SUS.ANAK/2015/PT.MDN
A. Pertimbangan Yuridis
1)Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian Dalam Keadaan
Memberatkan pada Perkara No.
01/PID.SUS.ANAK/2015/PN.PWD dan Perkara No
34/PID.SUS.ANAK/2015/PT.MDN
Pertimbangan Yuridis menjadi pertimbangan pertama bagi
hakim didalam memutus perkara anak, setelahnya baru melihat
pada pertimbangan lain. Pada kedua kasus tersebut, hakim
mengacu pada Pasal 363 ayat (1) ke 4 dan ke 5 KUHP.
74
Unsur-unsur dalam Pasal 363 ayat (1) Ke-4 dan ke-5 adalah
sebagai berikut :
Barang siapa
Mengambil sesuatu barang yang sebagian atau
seluruhnya kepunyaan orang lain
Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
Yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau
lebih
Yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau
untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan
dengan merusak, momotong atau memanjat, atau
dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian jabatan palsu
Penulis akan menjelaskan lebih mendetail mengenai unsur-unsur yang
terdapat dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5 serta dikaitkan dengan fakta-fakta
hukum di persidangan dalam Perkara No. 1/PID.SUS.ANAK/PN.PWD akan
disebut dengan kasus 1, dan Perkara No. 34/PID.SUS.ANAK/PT.MDN
selanjutnya akan disebut dengan kasus 2.
a) Unsur “Barang siapa”, yang penjelasannya orang atau badan hukum sebagai
subjek hukum atau seseorang sebagai pendukung hak dan kewajiban yang
dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.
Pertimbangan hakim dalam memenuhi unsur “barang siapa” adalah sebagai
berikut :
75
KASUS NO. 1
Bahwa, dalam perkara tersebut Jaksa Penuntut Umum
mengajukan terdakwa anak yang bernama Joko Boyong
Prasetyo Bin Darmain yang mengakui jati dirinya sebagaimana
identitas dalam surat dakwaan.
Bahwa selama pemeriksaan di persidangan, Terdakwa dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani, serta mampu mendengar dan
menjawab denganjelas setiap pertanyaan yang diajukan
kepadanya, selain itu terdakwa merupakan anak karena belum
mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Maka
terhadapnya berlaku Hukum Acara yang diatur dalam Undang-
undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak, sehingga dengan demikian terdakwa anak dianggap dapat
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya di hadapan
hukum.
Meninmbang bahwa dengan demikian, unsur “barang siapa”
telah terpenuhi
KASUS NO. 2
Bahwa, dengan demikian unsur “barang siapa” mengandung
pengertian orang atau manusia sebagai subyek hukum pelaku
tindak pidana dalam hal ini terdakwa anak, umurnya baru 15
tahun di muka persidangan identitasnya cocok dengan identitas
sebagaimana tercantum dalam surat dakwaan sehingga dalam
perkara ini tidak terdapat kesalahan orang. Bahwa di
persidangan atas pertanyaan hakim, terdakwa mampu dan
tanggap serta tegas menjawab semua pertanyaan yang diajukan
oleh hakim, sehingga berpendapat terdakwa dipandang sebagai
orang yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatan yang
dilakukannya.
Meninmbang bahwa dengan demikian, unsur “barang siapa”
telah terpenuhi.
b) Unsur “mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan
orang lain” adalah setiap tindakan yang membuat sebagian harta kekayaan
orang lain menjadi berada dalam penguasaanya tanpa bantuan atau tanpa
seijin orang lain tersebut, ataupun untuk memutuskan hubungan yang masih
ada antara orang lain itu dengan bagian harta yang dimaksud, bahwa
perbuatan mengambil itu telah selesai jika benda tersebut sudah berada
ditangan pelaku walaupun benar bahwa ia kemudian telah melepaskan
76
kembali benda yang bersangkutan karena ketahuan orang lain.
Pertimbangan hakim dalam memenuhi unsur yang kedua adalah sebagai
berikut:
KASUS NO. 1
Bahwa, berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terungkap
bahwa mereka terdakwa anak pada hari Sabtu tanggal 18
Oktober 2014 sekira pukul 09.00 wib, di tepi jalan raya
Penawangan Truko tepatnya di Desa Wolo kecamatan
Penawangan Kabupaten Grobogan, telah mengambil sepeda
motor Yamaha Jupiter Z No.Pol K-2015-BF warna biru dan hari
Sabtu tanggal 29 Oktober 2014 sekira pukul 14.00 wib, di depan
warnet SI ikut Dusun Kedung Mulyo Rt. 07 Rw.04 Desa
Sindurejo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan, telah
mengambil 1 (satu) unit sepeda motor Yamaha Jupiter Z No.Pol
K-2337-KP warna merah hitam
Bahwa kedua sepeda motor tersebut bukan milik terdakwa anak
melainkan milik saksi Saryono dan saksi Heri.
Meninmbang bahwa dengan demikian, unsur “mengambil
suatu barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan
orang lain”telah terpenuhi.
KASUS NO. 2
Bahwa, berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terungkap
bahwa mereka terdakwa anak pada hari hari Jumat tanggal 04
September 2015 sekira pukul 05.00 WIB telah mengambil
barang sesuatu berupa 1 (satu) unit sepeda motor merk Suzuki
Satria FU warna putih abu-abu
Bahwa kedua sepeda motor tersebut bukan milik terdakwa anak
melainkan milik saksi korban
Meninmbang bahwa dengan demikian, unsur “mengambil
suatu barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan
orang lain”telah terpenuhi.
c) Unsur “dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum” yang artinya
suatu tindakan yang sedemikian rupa yang membuat pelaku memperoleh
suatu kekuasaan yang nyata atas suatu benda seperti yang dimiliki oleh
pemiliknya, dan pada saat yang sama telah membuat kekuasaan tersebut
77
diambil dari pemiliknya. Pertimbangan hakim dalam memenuhi unur yang
ketiga adalah sebagai berikut :
KASUS NO. 1
Bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terungkap
bahwa para terdakwa anak mengambil sepeda motor Yamaha
Jupiter Z No.Pol K-2015-BF warna biru dan 1 (satu) unit sepeda
motor Yamaha Jupiter z No.Pol K-2337-KP warna merah hitam,
tanpa ijin dari pemiliknya yaitu saksi Saryono dan saksi Heri
Setiawab Bin Darto padahal korban adalah merupakan orang
yang berhak atas barangnya tersebut.
Bahwa dari uraian diatas hakim berkesimpulan bahwa perbuatan
terdakwa tersebut telah membuat terdakwa memperoleh
“kekuasaan” terhadap barang tersebut diatas secara melawan
hak.
Meninmbang bahwa dengan demikian, unsur “mengambil
suatu barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan
orang lain”telah terpenuhi.
KASUS NO. 2
Bahwa sesuai dengan pengakuan terdakwa dan dikuatkan
dengan keterangan saksi-saksi serta barang bukti dan juga
dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan
bahwa terdakwa anak bersama-sama dengan teman terdakwa
pada hari Jum’at tanggal 04 September 2015 mengambil barang
sesuatu berupa 1 (satu) unit sepeda motor merk suzuki satria FU
dengan warna putih abu-abu atas nama pemilik saksi korban
yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
Bahwa dari uraian diatas hakim berkesimpulan bahwa perbuatan
terdakwa tersebut telah membuat terdakwa memperoleh
“kekuasaan” terhadap barang tersebut diatas secara melawan
hak.
Meninmbang bahwa dengan demikian, unsur “mengambil
suatu barang yang sebagian atau seluruhnya kepunyaan
orang lain”telah terpenuhi.
d) Unsur “yang dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih” unsur
tersebut bersifat alternatif, sehingga tidak perlu dipenuhi semuanya, akan
78
tetapi bila salah satunya telah terpenuhi maka keseluruhan unsur tersebut
dianggap terpenuhi.
KASUS NO. 1
Bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terdakwa Joko
Boyong Prasetyo dalam mengambil sepeda motor Yamaha
Jupiter Z No.pol K-2015-BF warna biru dan 1 (satu) unit sepeda
motor Yamaha Jupiter Z No.pol K-2337-KP warna merah hitam
dilakukan secara sadar dan dan diinsyafi oleh masing-masing
terdakwa secara bersama-sama di mana dalam setiap perbuatan
tersebut masing-masing terdakwa anak saling mendukung dan
bekerjasama untuk mendapatkan barang tersebut.
Bahwa dengan demikian unsur “yang dilakukan oleh dua
orang bersama-sama atau lebih”telah terpenuhi.
KASUS NO. 2
Bahwa berdasarkan fakta-fakta di persidangan, terdakwa anak
mengambil sepeda motor Satri FU dilakukan secara bersama-
sama, ketika terdakwa anak melihat sepeda motor satria FU
yang kunci kontaknya tertinggal di kunci jok sepeda motor
tersebut, kemudian ia anak memberitahukan kepada teman anak,
seketika itu ia anak bersama teman anak timbul niat untuk
mengambil sepeda motor tersebut, adapun peran ia anak melihat
situasi dan mengawasi setelah keadaan sepi teman anak
membawa pergi membawa motor tersebut.
Bahwa dengan demikian unsur “yang dilakukan oleh dua
orang bersama-sama atau lebih” telah terpenuhi.
e) Unsur “yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk
sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong
atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian jabatan palsu” yang maknanya dapat diketahui dalam persidangan
berdasarkan fakta-fakta hukum akan terungkap bagaimana perbuatan anak
dalam melakukan tindak pidana tersebut. Selanjutnya, akan dijabarkan lebih
lanjut unsur-unsur tersebut dikaitkan dengan fakta hukum dipersidangan.
Dari semua unsur-unsur yang sudah dijabarkan dalam penelitian oleh
penulis dan dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dalam memenuhi semua
79
unsur-unsur di dalam pasal 363 ayat (1) ke-4 dan ke-5. Sehingga, dapat
disimpulkan penulis setuju dengan hakim dan pertimbangan-pertimbangan
didalamnya yang didasarkan pada fakta-fakta hukum di dalam persidangan
yang saling berkaitan dan membawa kepada titik terang penyelesaian
kasus tersebut yang mana menyatakan terdakwa anak secara sah dan
meyakinkan bersalah atau melakukan pelanggaran hukum.
2) Implementasi sistem peradilan pidana anak dalam Undang-undang
No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
terhadap perkara No 1/Pid.Sus.Anak/2015/Pn.Pwd dan perkara
No. 34/Pid.Sus.Anak/2015/Pt.Mdn
Di dalam kedua putusan pengadilan negeri purwodadi dan pengadilan tinggi
medan tersebut selain memuat fakta-fakta di persidangan dan surat-surat yang
berkaitan juga dilampirkan kutipan akta kelahiran yang menyatakan pelaku tindak
pidana adalah anak yang belum berusia 18 Tahun atau tergolong anak di bawah
umur menurut peraturan perundangan. Oleh karena itu berlaku hukum acara
sesuai sebagaimana yang di muat dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012
tentang sistem peradilan pidana anak sehingga mulai dari ancaman pidana yang
jauh berbeda apabila pelakunya orang dewasa, pejabat yang menangani adalah
pejabat khusus yang ditunjuk untuk menangani perkara tersebut, dan disertakan
laporan pembimbing kemasyarakatan yang juga menjadi pertimbangan hakim
dalam menjatuhkan putusan. Hal tersebut termuat sebagai berikut :
a.) Kutipan Akta Kelahiran
Disertakan kutipan akta kelahiran dari Kantor Catatan Sipil Grobogan
pada kasus No.1 dan kantor catatan sipil Tebing Tinggi pada kasus No.2
80
serta kartu keluarga yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan
Dan Pencatatan Sipil di daerah masing-masing tempat anak tinggal, maka
terhadapnya berlaku Hukum Acara yang diatur dalam Undang-undang No.
11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan demikian
terdakwa anak didalam kedua kasus tersebut dianggap dapat
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya dihadapan hukum
b.) Laporan Pembimbing Kemasyarakatan
Laporan dari pembimbing kemayarakatan ini berisi latar belakang
kehidupan dan lingkungan sosial, ekonomi serta hal-hal lain yang ada
kaitannya dengan pelaku anak. Dalam kedua perkara tersebut terdapat
Rekomendasi dan saran dalam Hasil Penelitian Kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan Di Balai Pemasyarakatan di daerah masing-
masing terdakwa anak tinggal.
Pada kasus No.1 termuat hasil penelitian yang mana menyatakan agar
terdakwa anak dikenai tindakan dan juga memperhatikan kesanggupan dan
permohonan dari orang tua terdakwa agar terdakwa dapat berkumpul
dengan keluarganya untuk mendapat bimbingan, pengawasan dan perhatian
yang lebih lagi dari kedua orangtuanya, maka hakim sependapat dengan
jaksa penuntut umum mengenai tindakan yang akan dikenakan kepada
terdakwa anak dan telah dianggap setimpal dengan perbuatan terdakwa
anak. Selanjunta, pada kasus No.2 yang mana menyatakan bahwa terdakwa
anak tidak sedang dalam menempuh pendidikan dan tidak dalam
pengawasan kedua orangtuanya serta terdakwa anak adalah seorang pekerja
yaitu buruh di pasar, sehingga oleh karena pertimbangan tersebut hakim
81
menjatuhkan pidana 4 bulan dan pidana yang dijatuhkan dirasa telah cukup
adil dan setimpal. Selain itu, ditujukan untuk mendidik kembali dan
memperbaiki sikap serta perilaku anak agar kembali patuh pada hukum.
Dalam pertimbangan yuridis yang menjadi acuan hakim selain Undang-
undang juga melihat pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Tuntutan Pidana,
keterangan saksi, keterangan terdakwa dan barang bukti yang akan
dijabarkan sebagai berikut :
KASUS NO. 1
Untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah
mengajukan di persidangan barang bukti berupa 1 (satu) unit
sepeda motor merk Yamaha Jupiter Z warna biru tahun 2003
No. Pol. K-2015-BF Noka MH35TP0054K188285 Nosin.
532035, 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Revo warna
hitam tahun 2011 No. Pol. K-4316-DZ Noka
MH1JBE110BK191164 Nosin JBE-1E11929464, 1 (satu) buah
jaket jamper warna biru, bertuliskan 22 pada dada serta pada
lengan kanan kiri terdapat seret warna merah putih, 1 (satu)
buah jaket warna merah seret hitam, 1 (satu) unit sepeda motor
merk Yamaha Jupiter Z No. Pol. K-2337- KP Noka
MH330C0028J264437 Nosin 30C-264445 warna merah hitam
tahun 2008 a.n. Suwarti alamat Plenjetan RT. 03 RW. 14, Kel.
Depok, Kec. Toroh, Kab. Grobogan, 1 (satu) buah kunci kontak
sepeda motor Suzuki Tornado warna hitam sebagai alat untuk
mencuri, serta 6 orang saksi yang telah disumpah untuk
82
memberikan keterangan dengan benar yaitu Saksi Erika Vita
Baktiar, Saksi Heri Setiawan, Saksi Ani Nurjanah, Saksi
Saryono, Saksi Ely Marfuah, Saksi Harun.
Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa
sendiri dimuka persidangan, dihubungkan satu sama lain
terdapat fakta-fakta yang saling bersesuaian dan berhubungan.
Dalam menjatuhkan putusannya nanti, agar cukup adil dan
setimpal dengan perbuatannya, maka terlebih dahulu akan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan dari diri terdakwa serta mempertimbangkan
laporan penelitian dari Balai Pemasyarakatan mengingat
terdakwa adalah anak.
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;
Terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya;
Hal-hal yang meringankan :
Terdakwa anak diharapkan masih dapat
memperbaiki kelakuannya sehingga bisa
bermanfaat bagi masyarakat;
Terdakwa anak masih bersekolah dan tetap ingin
melanjutkan sekolahnya;
Terdakwa menyesali segala perbuatannya;
Terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya.
83
KASUS NO.2
Untuk membuktikan dakwaannya Penuntut Umum telah
mengajukan dipersidangan barang bukti berupa 1 (satu) unit
sepeda motor merk Suzuki Satria FU dengan No.Pol BK-5964-
NAK warna putih abu-abu No. Rangka MH8BG41EADJ-
173628 dan No.Mesin G427-ID-172492 atas nama pemilik saksi
korban. , serta beberapa saksi yang telah disumpah untuk
memberikan keterangan dengan benar.
Berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa
sendiri dimuka persidangan, dihubungkan satu sama lain
terdapat fakta-fakta yang saling bersesuaian dan berhubungan.
Dalam menjatuhkan putusannya nanti, agar cukup adil dan
setimpal dengan perbuatannya, maka terlebih dahulu akan
mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang
meringankan dari diri terdakwa serta mempertimbangkan
laporan penelitian dari Balai Pemasyarakatan mengingat
terdakwa adalah anak.
Hal-hal yang memberatkan :
Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat;
Terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya;
Hal-hal yang meringankan :
Terdakwa anak diharapkan masih dapat
memperbaiki kelakuannya sehingga bisa
bermanfaat bagi masyarakat;
84
Terdakwa bersikap sopan di persidangan
Terdakwa mengakui dan menyesali segala
perbuatannya;
Terdakwa telah berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya.
B.Pertimbangan Filosofis
Pertimbangan filosofis disini berintikan kebenaran dan
keadilan,peradilan pidana anak bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan
anak, karena hukum merupakan landasan, pedoman, dan sarana tercapainya
kesejahteraan dan kepastian hukum guna menjamin perlakuan maupun
tindakan yang diambil, khususnya dalam hal ini bagi anak nakal. Kebenaran
dan keadilan disini sifatnya menyeluruh.
Menurut penulis hakim menjatuhkan putusan terhadap kasus No. 1
yaitu tindakan dikembalikan kepada orang tua dan kasus No.2 dijatuhi
pidana penjara 4 bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum 1 tahun sudah
mencerminkan keadilan. Seseorang dinyatakan melakukan tindak pidana
apabila seseorang melakukan tindak pidana dan memang mempunyai
kesalahan sehingga menjadi dasar adanya pertanggungjawaban pidana ialah
asas culpabilitas yaitu “tiada pidana tanpa kesalahan” yang merupakan asas
kemanusiaan dan sebagai pasangan dari asas legalitas yang merupakan asas
kemasyarakatan.30
Penulis sependapat dengan hakim yang memutus kedua
perkara tersebut karena alasan-alasan yakni sebagai berikut :
30
Barda Nawawi Arief, Perkembangan Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Badan
Penerbit Universitas Diponegro, Semarang, 2014, hal. 47.
85
1.) Walaupun dalam hal ini terdakwa masih dibawah 18 tahun atau
terdakwa tergolong anak tetapi terdakwa dianggap dapat
mempertanggungjawabkan setiap perbuatannya di hadapan hukum.
2.) Sekalipun terdakwa masih tergolong anak, bukan berarti terdakwa
tidak bisa dijatuhi pidana. Selama pemidanaan berorientasi kepada
kepentingan terbaik bagi anak dan tidak mengesampingkan hak-
hak anak maka pemidaan tersebut merupakan hal yang adil dan
positif bagi anak.
3.) Putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim tersebut adalah sudah
cukup adil dan tepat karena hakim dalam menjatuhkan putusannya
sudah berdasarkan fakta-fakta yang ada dalam persidangan, baik
dari keterangan saksi, dari keterangan terdakwa sendiri maupun
dari alat bukti yang ada, yang setelah dihubungkan terdapat
kesesuaian dan diperoleh fakta-fakta yang meyakinkan hakim
bahwa suatu tindak pidana telah benar-benar terjadi dan
terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut.
4.) Tujuan pemidanaan terhadap terdakwa bukanlah suatu pembalasan
melainkan merupakan pembinaan, didalam pemidanaan disini
terdapat unsur edukasi dan penyembuhan terhadap perilaku buruk
anak.
5.) Penjatuhan sanksi terhadap masing-masing terdakwa anak sudah
mengedepankan aspek perlindungan anak karena hukum acara
yang berlangsung sesuai sebagaimana yang tertuang didalam
Undang-undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
86
Pidana Anak yang mana memberikan kekhususan-kekhususan
terhadap anak.
6.) Penjatuhan sanksi terhadap kedua perkara tersebut sudah
mencerminkan kepentingan terbaik bagi anak dan mengedepankan
kesejahteraan anak. Pada kasus No. 1 sanksi tindakan di
kembalikan kepada orang tua bukan berarti orangtua dan keluarga
terdakwa dilepas begitu saja untuk mendidik kembali anak tersebut
tetapi tetap ada pengawasan dari balai permasyarakatan. Selain itu,
terhadap kasus No. 2 penjatuhan sanksi pidana penjara 4 bulan
melihat kepada kepentingan terbaik bagi anak yang mana tidak
memungkinkan apabila anak kembali kepada lingkungan
sebelumnya karena akan membahayakan perkembangan anak.
C. Pertimbangan Sosiologis
Pertimbangan sosiologis berintikan mempertimbangkan tata nilai
budaya yang hidup dan berkembang didalam masyarakat. Pertimbangan
yuridis, filosofis dan sosiologis bertujuan untuk mencapai putusan hakim
yang baik yaitu yang memuat keadilan, kepastian dan kemanfaatan.
Keadilan yang menjadi tonggak utama sistem peradilan pidana di Indonesia
terkadang membawa persimpangan bagi hakim dalam memutus suatu
perkara, karena hakim tidak jarang di perhadapkan dengan berbagai
kepentingan yang harus disatukan agar mencapai kata adil. Hakim harus
mampu mengintegrasi atau menyeimbangkan semua kepentingan baik dari
pelaku, korban maupun masyarakat.
87
Dalam hal hakim memutus suatu perkara hakim berbekal kemandirian
atau independensi yang tertuang dalam Undang-undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga putusan hakim tidak dapat
diintervensi oleh pihak manapun. Penulis merasa penjatuhan hukuman yang
di berikan terhadap masing-masing terdakwa didalam kedua kasus yang
kualifikasinya sama sudah mencerminkan tata nilai budaya yang hidup dan
berkembang di masyarakat. Alasan penulis sependapat dengan hakim dalam
kedua perkara tersebut adalah sebagai berikut :
1.) Karena masyarakat sangat di resahkan terhadap pelaku anak yang
melakukan tindak pidana pencurian oleh karena itu anak di
perhadapkan dengan proses peradilan yang harus dijalani anak.
2.) Tujuan pemidanaan terhadap anak bukan saja hanya melihat dari
sisi pelaku yang memang harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya serta mendapatkan pembinaan dan pendidikan
melainkan menyiapkan anak agar kembali patuh pada hukum dan
melihat bagaimana pelaku dapat kembali dan diterima dengan baik
oleh masyarakat.
3.) Sanksi pidana bagi terdakwa pada kasus No.1 yaitu dijatuhi
tindakan dikembalikan kepada orang tua dan kasus No. 2 pidana
penjara 4 bulan agar anak dapat memperbaiki dirinya dan
diharapkan menjadi masyarakat yang baik dan berguna serta tidak
lagi menjadi keresahan masyarakat.
4.) Penjatuhan hukuman terhadap kedua terdakwa melihat kepada
kepentingan masyarakat untuk tegaknya wibawa hukum.
88
5.) Dalam hal pencerminkan tata nilai budaya yang hidup dan
berkembang di masyarakat maka bagi siapapun yang melakukan
pelanggaran hukum bahkan sampai menjurus kepada tindak pidana
tidak terkecuali bagi anak nakal maka dirinya harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya, hal ini juga berlaku
sebagai upaya preventif bagi masyarakat yang berpotensi
melakukan kesalahan.
2. Disparitas terhadap Putusan Pidana Nomor. 01/ PID. Sus. Anak/ 2015/ PN.
Pwd dan Putusan Pidana Nomor. 34/PID.Sus. Anak/2015/PT. Mdn.
Pada kedua kasus diatas, hakim yang menangani perkara tersebut tidak
saja hanya mempertimbangkan dari tekhnis yuridis dan hanya sampai
kepada menelaah pasal-pasal yang mengatur tindak pidana tersebut, tetapi
hakim anak menggali lebih jauh daripada sekedar pasal. Hakim dalam
memutus kedua perkara diatas yang mana pokok perkaranya sejenis atau
kualifikasinya sama, tidak memberikan sanksi penghukuman secara
merata atau sama, karena hakim anak tidak saja mempertimbangkan pada
tekhnis yuridis akan tetapi menggali nilai-nilai lain yang berkaitan di luar
Undang-undang yaitu pertimbangan-pertimbangan non yuridis dilihat dari
aspek filosofis dan aspek sosiologis seperti yang tertuang didalam kedua
putusan diatas, sehingga memunculkan faktor-faktor tertentu yang
melatarbelakangi penjatuhan pemidanaan yang berbeda-beda
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang
89
merdeka, merdeka disini berarti bebas namun tetap bertanggungjawab, hal
ini mutlak dibutuhkan terutama untuk menjamin keobjektifan hakim dalam
mengambil keputusan. Hakim memiliki pertimbangan-pertimbangan atau
alasan-alasan tertentu yang melatarbelakangi munculnya disparitas
pemidanaan pada dua kasus tersebut. Disparitas terhadap dua kasus diatas
tentunya bertitik tolak dari pedoman hakim dalam memutus suatu perkara
yang mana pelakunya adalah anak, melihat dari peraturan perundangan
mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak maupun instrumen hukum
terkait.
Berkaitan dengan kedua putusan hakim diatas yang didalamnya
termuat perbedaan dalam penjatuhan sanksi pidana atau dalam hal
pemidanaan dikarenakan tujuan pemidanaan bukanlah sebagai suatu
pembalasan, melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seorang pelaku
yang telah berbuat salah sehingga diharapkan agar nantinya terdakwa
dapat menjadi seseorang yang lebih baik dan berguna serta tidak
mengulangi kesalahannya lagi. Pernyataan ini sesuai dengan pertimbangan
hakim yang tertuang didalam masing-masing putusan yang disebutkan
yakni sebagai berikut:
KASUS NO. 1
“Menimbang, bahwa tujuan pemidanaan bukanlah suatu
pembalasan melainkan merupakan pembinaan bagi terdakwa yang
telah berbuat salah sehingga diharapkan agar nantinya dapat
kembali lagi ke tengah-tengah masyarakat setelah dapat
memperbaiki kesalahannya”
KASUS NO. 2
90
“Menimbang bahwa pidana yang dijatuhkan telah cukup adil dan
setimpal dengan kesalahan anak dan pidana penjara selama 4
(empat) bulan yang dijatuhkan oleh hakim telah menegakkan
hukum yang berintikan keadilan dengan tujuan untuk mendidik
kembali dan memperbaiki sikap perilaku anak agar dapat kembali
patuh pada hukum dan di harapkan dan di harapkan menjadi warga
masyarakat yang baik dan berguna tanpa mengorbankan
kepentingan masyarakat untuk tegaknya wibawa hukum.
Berdasarkan faktor-faktor tertentu yang melatarbelakangi masing-
masing pelaku anak yang sudah penulis jelaskan dalam penelitian, maka
dapat disimpulkan bahwa sanksi pidana yang dijatuhkan kepada anak
sudah tepat dan sesuai kebutuhan anak, karena jika sanksi pidana tidak
sesuai kebutuhan anak maka sanksi pidana akan menajadi sia-sia dan tidak
bisa mecapai filosofi tujuan pemidanaan. Dalam hal mencapai ketepatan
dalam penjatuhan sanksi bagi anak maka akan menjadi berbeda satu
dengan yang lainnya, terkhusus dalam kedua kasus yang menjadi bahan
yang dijadikan penelitian dan diperbandingkan diantara kedua putusan
tersebut, hal ini bertujuan untuk melahirkan keputusan yang paling baik
bagi anak. Karena pada dasarnya, kepentingan yang paling baik bagi anak
akan menjadi berbeda-beda antara pelaku anak dalam kasus No.1 dan
pelaku anak dalam kasus No.2 tergantung bagaimana pelaku anak itu
sendiri.
Disparitas yang ditemui di dalam kedua putusan diatas sudah
mencerminkan filosofi pemidanaan anak yaitu merupakan pencerminan
dari kepentingan yang terbaik bagi anak. Perbedaan penjatuhan sanksi atau
pemberian hukuman antara putusan yang terdapat didalam kasus No. 1 dan
kasus No. 2 ini menjadi sesuatu yang wajar apabila dilihat dari
pertimbangan-pertimbangan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi
91
anak. Penulis berkeyakinan bahwa disparitas putusan yang terdapat dalam
kedua putusan diatas adalah sesuatu yang berdampak positif bagi anak
dikarenakan alasan-alasan berikut ini:
1.) Pelaku anak pada kedua kasus diatas memiliki latar
belakang yang berbeda dalam berbagai aspek, seperti
lingkungan keluarga, pendidikan, keadaan ekonomi,
dst.
2.) Terhadap pelaku anak yang dijatuhi tindakan
dikembalikan kepada orang tua melihat kepada
kesanggupan orangtua dalam mendidik kembali anak
agar tidak mengulangi kesalahannya, karena terdapat
pengawasan penuh dan pemberian kasih sayang dari
kedua orangtua maupun lingkungan keluarga maka
hakim memutuskan sanksi tindakan dengan tetap
dalam pengawasan balai permasyarakatan BAPAS
Kelas 1 Semarang. Selanjutnya, terhadap pelaku anak
yang dijatuhi pidana penjara 4 bulan karena melihat
dari lingkungan keluarga yang mengabaikan anak
sehingga anak menjadi liar serta tidak terkontrol, oleh
karena itu menjadi sesuatu yang buruk apabila hakim
melepaskan anak untuk kembali ke lingkungannya
yang tidak baik bagi perkembangannya
3.) Melihat dari sisi pendidikan, jelas terdapat perbedaan
yang signifikan dimana pelaku anak dalam kasus
92
No.1 berstatus sebagai pelajar dan berkeinginan untuk
tetap meneruskan sekolahnya, sehingga majelis hakim
mempertimbangkan hal tersebut agar tidak
mengganggu terdakwa dalam menempuh pendidikan
dan dalam mempersiapkan masa depannya,
sebaliknya terdakwa anak dalam kasus No.2 sudah
putus sekolah sejak lama dan menjadi pekerja kasar
yaitu buruh di pasar gurami, maka terhadap terdakwa
dua dijatuhi vonis pidana penjara bertujuan agar dapat
mendidik dan mengedukasi terdakwa.
4.) Disparitas pemidanaan terhadap kedua kasus tindak
pidana pencurian dengan unsur yang memberatkan
dimana pelakunya adalah anak sudah bertujuan untuk
pemenuhan kepentingan terbaik bagi anak, perbedaan
penjatuhan vonis ini dirasa sudah cukup adil dengan
pertimbangan-pertimbangan hakim yang termuat
dalam putusan tersebut.