7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Ekosistem Pantai dan Pesisir
Pantai merupakan daerah pinggir laut atau wilayah daratan yang
berbatasan langsung dengan bagian laut (Wibisono, 2005). Menurut Nybakken
(1992), pantai adalah suatu daerah dengan kedalaman kurang dari 200 meter.
Pantai juga bisa didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan
lautan.
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat laut, dan
daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut
laut (Leksono, 2007). Sebagai wilayah peralihan, ekosistem pesisir memiliki
struktur komunitas dan topologi yang berbeda dengan ekosistem lainnya.
Ekosistem pesisir laut dengan sumberdaya yang dikandungnya sangat dibutuhkan
oleh masyarakat pesisir di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Beragam
ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir secara fungsional saling terkait dan
berinteraksi satu sama lain sehingga membentuk suatu ekosistem ekologi yang
unik (Tuwo, 2011).
Perairan wilayah pantai merupakan sala satu ekosistem yang sangat
produktif di perairan laut. Ekosistem ini dikenal sebagai ekosistem yang dinamik
dan unik, karena terjadi pertemuan tiga kekuatan yaitu yang berasal dari daratan,
perairan laut dan udara. Kekuatan dari darat dapat berwujud air dan sedimen yang
terangkut sungai dan masuk ke perairan pesisir, dan kekuatan dari batuan
8
pembentuk tebing pantainya. Sedang kekuatan yang berasal dari perairan dapat
berwujud tenaga gelombang, pasang surut dan arus, sedangkan yang berasal dari
udara berupa angin yang mengakibatkan gelombang dan arus sepanjang pantai,
suhu udara dan curah hujan (Davies, 1972).
Dari segi daratan Pesisir merupakan wilayah daratan sampai wilayah laut
yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat darat (seperti : angin darat, drainase air
tawar dari sungai, sedimentasi). Dari segi laut Pesisir merupakan wilayah laut
sampai wilayah darat yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut (seperti : pasang
surut, salinitas, dan angin laut). Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya
muka laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari.
Pasang-surut tidak hanya mempengaruhi lapisan di bagian teratas melainkan
seluruh masa air (Nontji, 2002).
Menurut Odum (1971: 408-409), secara horizontal pembagian zona di
lautan adalah sebagai berikut:
1. Zona Intertidal
Zona ini merupakan daerah pantai.
2. Zona Litoral
Zona ini merupakan daerah pasang-surut, yaitu daerah antara air pasang
(pasang naik) dan air surut (pasang surut).
3. Zona Neritik
Zona ini merupakan daerah perairan dangkal pada piringan benua atau sering
disebut dengan daerah dekat pantai.
9
4. Zona Batial
Merupakan zona laut terbuka di luar piringan benua, yang kemungkinan adalah
aktif secara geologi dengan palung-palung dan jurang-jurang, jika terjadi erosi
di bawah air dan longsor.
5. Zona Abisal
Merupakan daerah laut dalam yang dapat berada dimana saja antara 2000
sampai 5000 meter ke bawah.
6. Zona Hadal
Merupakan daerah palung yang dapat menurun tajam sampai lebih dari 6000
meter.
Secara Vertikal, zonasi dilautan didasarkan pada penetrasi cahaya dengan
suatu daerah kompensasi, yaitu:
1. Zona Epipelagik
Daerah ini masih bisa ditembus cahaya (euphotik) karena merupakan daerah
antara permukaan dengan kedalaman air sekitar 200 m.
2. Zona Mesopelagik
Di bagian pelagik sebelah atas terdapat suatu zona yang terletak tepat di bawah
zona euphotik. Banyak sekali hewan penghuni zona di bawah zona euphotik ini
yang mengadakan migrasi ke zona euphotik pada malam hari. Zona ini
dinamakan zona mesopelagik, yang dihuni oleh sejumlah besar spesies hewan
yang memiliki mata yang telah berkembang dengan baik dan berbagai organ
penghasil cahaya. Kebanyakan spesies ikan penghuni zona mesopelagik
berwarna hitam, sedangkan spesies udang berwarna merah. Zona ini
10
membentang 700-1000 m dari batas bawah zona euphotik ke arah dasar
perairan. Zona ini masih bisa ditembus cahaya meski tidak sebanyak pada
daerah epipelagik.
3. Zona Batipelagik
Merupakan daerah kolom air antara batas bawah zona mesopelagik dan batas
bawah palung-palung (kedalaman sekitar 6000 m). Untuk zona ini terletak di
bagian atas. Daerah ini sedikit ditembus cahaya.
4. Zona Abisalpelagik
Berbeda dengan zona batipelagik, zona ini yang terletak di bagian bawah pada
daerah kolom air antara batas bawah zona mesopelagik dan batas bawah
palung-palung (kedalaman sekitar 6000 m).
Pada kedua zona tersebut (zona batipelagik dan abisalpelagik), bila
dibandingkan dengan zona mesopelagik, kedua zona ini memiliki jumlah
individu maupun spesies lebih kecil. Penghuni kedua zona ini cenderung
berwarna putih atau tidak berwarna, serta memiliki mata dan organ-organ
penghasil cahaya yang rendah tingkat perkembangannya. Derah ini sudah tidak
ada lagi cahaya, sehingga gelap (aphotik).
5. Zona Hadalpelagik
Merupakan daerah kolom air dalam suatu palung. Zona ini seakan terpisah dari
zona di atasnya. Daerah ini sangat gelap, karena cahaya tidak dapat mencapai
dasar lautan. Laut dalam merupakan bagian dari lingkungan bahari yang
terletak di bawah kedalaman yang dapat diterangi sinar matahari di laut
terbuka, dan lebih dalam dari paparan-paparan benua (˃ 2000 m). Oleh karena
11
itu, dapat dikatakan bawah batas laut dalam itu terletak setelah zona epipelagik
yaitu zona mesopelagik, betipelagik, abisalpelagik dan hadalpelagik.
Gambar 1. Zona horizontal dan vertikal di laut (Odum, 1971: 408)
Intertidal merupakan wilayah peralihan antara ekosistem laut dan
ekosistem daratan (terestrial) (Dahuri et al., 2004). Sebagai wilayah peralihan,
maka intertidal merupakan wilayah yang sangat menekan baik bagi organisme
terestrial maupun organisme laut. Hanya organisme yang memiliki kemampuan
adaptasi terhadap tekanan akibat perubahan fisik dan kimia lingkungan intertidal
yang dapat menghuni wilayah ini (Nybakken, 1992).
Ekosistem atau sistem ekologis terdiri atas berbagai komunitas dalam
suatu daerah geografis besar. Istilah ekosistem telah diperkenalkan oleh A.G.
Tansley pada 1935, dan ide ekosistem digunakan untuk menjelaskan hubungan
antara komunitas biotik dengan berbagai faktor fisika dan kimia lingkungan.
Konsep ekosistem memberikan suatu model lingkungan untuk mengevaluasi kerja
dari berbagai sistem biologis pada suatu skala besar (Brahmana, 2001).
12
B. Definisi Padang Lamun
Untuk menghindari kesalahpahaman antara lamun dan rumput laut, berikut
disajikan istilah tentang lamun, padang lamun dan ekosistem lamun (Azkab,
2006) :
1. Lamun (Seagrass) adalah tumbuhan berbunga (anthophyta) yang hidup dan
tumbuh terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berimpang (rhizome),
berakar dan berkembangbiak secara generatif (biji) dan vegetatif.
Rimpangnya merupakan batang yang beruas-ruas yang tumbuh terbenam
dan menjalar dalam substrat pasir, lumpur dan pecahan karang.
2. Padang lamun (Seagrass bed) adalah hamparan vegetasi lamun yang
menutupi suatu area pesisir/laut dangkal yang terbentuk satu jenis lamun
(monospesific) atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan tanaman
yang padat (dense) atau jarang (sparse).
3. Ekosistem lamun (seagrass ecosystem) adalah suatu sistem (organisasi)
ekologi padang lamun yang di dalamnya terjadi hubungan timbal balik
antara komponen abiotik (air dan sedimen) dan biotik (hewan dan
tumbuhan).
Sedangkan rumput laut (seaweed) adalah sejenis makroalga yang termasuk
tumbuhan tingkat rendah (thallophyta), tidak memiliki akar, batang, dan daun
sejati.
13
C. Morfologi Tumbuhan Lamun
Secara morfologis, tumbuhan lamun mempunyai bentuk yang hampir sama
terdiri dari akar, batang dan daun. Daun umumnya memanjang, kecuali jenis
Halophila memiliki bentuk daun lonjong. Adapun morfologi tumbuhan lamun
dapat dilihat pada gambar berikut (Tuwo, 2011) :
Gambar 2. Morfologi tumbuhan lamun
1. Daun
Sebagaimana tumbuhan monokotil lainnya, daun lamun berkembang dari
meristem basal yang terletak pada rhizoma. Secara morfologis, daun mudah
dikenali dari bentuk daun dan ujung daun, keberadaan atau ketiadaan ligula
atau lidah daun. Ujung daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan
berserat, sedangkan ujung daun Cymodocea rotundata datar dan halus.
Daun lamun terdiri atas dua bagian yang berbeda, yaitu pelepah dan daun.
Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh, dan melindungi daun
muda. Pada genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate (oval),
tidak memiliki pelepah. Ciri anatomi yang khas dari daun lamun adalah
14
ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang
tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon, sehingga daun
dapat menyerap nutrien langsung dari air laut.
2. Akar
Secara morfologi dan anatomi, akar lamun memiliki perbedaan yang jelas.
Pada jenis Halophila dan Halodule, akar menyerupai rambut berdiameter
kecil. Sedangkan pada jenis Thalassodendron, lamun memiliki akar yang
kuat berkayu. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, maka baik akar
maupun akar rambut pada tumbuhan lamun tidak berkembang sebaik
tanaman darat. Namun demikian, akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi
yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh pada
rhizoma memiliki adaptasi khusus perairan, dimana akar memiliki pusat
stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem atau
jaringan transport nutrient dan xylem atau jaringan yang menyalurkan air.
Karena xylem yang sangat tipis, maka akar lamun tidak berkembang baik
untuk menyalurkan air, sehingga tidak berperan penting dalam penyaluran
air.
3. Rhizoma dan batang
Tumbuhan lamun memiliki rhizoma atau rimpang yang dapat menstabilkan
dasar perairan. Jenis tertentu memiliki rhizoma berkayu, misalnya
Thalassodendrum cilliatum. Rhizoma berkayu memungkinkan jenis ini
dapat hidup berkoloni di terumbu karang. Rhizoma dan akar lamun
menancap kuat ke dalam dasar perairan atau substrat. Rhizoma membenam
15
dalam substrat secara luas. Rhizoma berperan penting dalam proses
reproduksi secara vegetatif.
D. Struktur Vegetasi Lamun Secara Umum
Struktur vegetasi berasal dari dua kata, yakni struktur yang berarti bentuk
dari sebuah susunan, dan vegetasi yang berarti keseluruhan komunitas tumbuh-
tumbuhan yang menempati suatu ekosistem. Jadi struktur vegetasi lamun
merupakan bentuk susunan komunitas lamun yang tumbuh di suatu ekosistem.
Menurut tipe vegetasinya, padang lamun dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
sebagai berikut (Makwin, 2010) :
1. Padang lamun vegetasi monospesifik (monospesific seagrass beds)
Hanya terdiri dari 1 spesies saja. Contoh jenis lamun yang dapat membentuk
vegetasi tunggal, yakni Enhalus accoroides, Halodule uninervis, Halophila
ovalis, dan Thalassia hemprichii.
2. Padang lamun vegetasi asosiasi 2 atau 3 spesies
Ini merupakan komunitas lamun yang terdiri dari 2 sampai 3 spesies saja.
Dan lebih sering dijumpai dibandingkan padang lamun monospesifik.
3. Padang lamun vegetasi campuran (mixed seagrass beds)
Padang lamun campuran umumnya terdiri dari sedikitnya 4 dari 7 spesies,
yakni Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides,
Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, dan
Thalassia hemprichii. Tetapi padang lamun campuran ini, dalam kerangka
struktur komunitasnya, selalu terdapat asosiasi spesies Enhalus acoroides
16
dengan Thalassia hemprichii (sebagai spesies lamun yang dominan), dengan
kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan spesies lamun yang lain.
E. Definisi Plankton
Plankton adalah organisme yang berukuran kecil yang hidupnya
terombang-ambing oleh arus di lautan bebas. Mereka terdiri dari makhluk-
makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuh-
tumbuhan (fitoplankton). Zooplankton sebenarnya termasuk golongan hewan
perenang aktif, yang dapat mengadakan migrasi secara vertikal pada beberapa
lapisan perairan, tetapi kekuatan berenang mereka adalah sangat kecil jika
dibandingkan dengan kuatnya arus itu sendiri (Hutabarat dan Evans, 1986: 1).
Kecilnya ukuran plankton tidaklah mengandung arti bahwa mereka itu
adalah organisme yang kurang penting. Anggapan yang demikian ini adalah
kurang benar, karena mereka merupakan sumber makanan bagi jenis ikan
komersial penting yang hidup di lautan. Dengan kata lain kelangsungan hidup
ikan tergantung pada banyak sedikitnya jumlah plankton yang ada. Sejak ikan
merupakan salah satu sumber makanan yang penting bagi manusia, maka dengan
tidak membesarkan arti sebenarnya, secara tidak langsung makanan kita pun
tergantung kepada mereka. Sebagai primary producer pada rantai makanan
ekosistem laut, fitoplankton yang merupakan makanan bagi zooplankton (yang
bersifat herbivora). Kemudian zooplankton (herbivora) akan dimangsa oleh
zooplankton (carnivora) dan hewan-hewan yang lebih besar ukurannya, termasuk
ikan haring pada tingkat kedewasaan yang berbeda-beda dan selanjtunya sampai
17
akhirnya kepada manusia sebagai puncak rantai ini. Dari sini dapat ditarik
kesimpulan, bahwa sesungguhnya plankton dapat dimanfaatkan secara langsung
sebagai sumber makanan oleh manusia. Bahan makanan yang berasal dari
plankton akan banyak mengandung asam-asam amino esensial, mineral-mineral,
vitamin-vitamin, dan juga lemak serta karbohidrat. Di dalam teori dapat dikatakan
bahwa plankton merupakan sumber makanan penting bagi kita (Hutabarat dan
Evans, 1986: 1).
F. Penggolongan Plankton
Plankton digolongkan kedalam beberapa kategori, yaitu :
1. Berdasarkan fungsi
Secara fungsional, plankton digolongkan menjadi empat golongan utama,
yaitu fitoplankton, zooplankton, bakterioplankton dan virioplankton.
a. Fitoplankton
Fitoplankton tergolong sebagai organisme autotrof, yang
membangun tubuhnya dengan mengubah unsur-unsur anorganik menjadi
zat organik dengan memanfaatkan energi karbon dari CO2 dan bantuan
sinar matahari melalui proses fotosintesis (Basmi, 1988). Fitoplankton
merupakan penyumbang fotosintesis terbesar di perairan tawar maupun
laut, sumber makanan bagi zooplankton dan beberapa jenis ikan yang
masih kecil serta mempertahankan unsur hara dalam air (Nybakken,
1998). Fitoplankton yang biasa tertangkap oleh Plankton net tergolong
dalam tiga kelompok utama yakni diatome, dinoflagellata dan alga biru
18
(Blue-green algae). Di perairan Indonesia, diatome paling sering
ditemukan, baru kemudian dinoflagellata. Alga biru jaran dijumpai, tetapi
sekali muncul populasinya sangat besar (Nontji, 2007).
Fitoplankton dapat dijadikan indikator biologi yang dapat
menentukan kualitas perairan baik melalui pendekatan keragaman spesies
maupun spesies indikator. Fitoplankton sebagai indikator biologis bukan
saja menentukan tingkat kesuburan perairan (fase trofik), tetapi juga fase
pencemaran yang terjadi dalam perairan (Basmi, 1988). Menurut
Raymont (1991) hubungan antara komunitas fitoplankton di suatu
perairan tinggi, maka dapat juga diduga perairan tersebut memiliki
produktivitas tinggi.
b. Zooplankton
Zooplankton disebut juga plankton hewani, adalah hewan yang
hidupnya mengapung, atau melayang dalam laut. Kemampuan renangnya
sangat terbatas hingga keberadaannya sangat ditentukan kemana arus
membawanya. Zooplankton bersifat heterotrofik, yang maksudnya tak
dapat memproduksi bahan organik dari bahan inorganik. Oleh karena itu,
untuk kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada bahan orgnaik dari
fitoplankton yang menjadi makanannya. Jadi zooplankton lebih berfungsi
sebagai konsumen bahan organik.
Ukurannya yang paling umum berkisar 0,2-2 mm, tetapi ada juga
yang berukuran besar misalnya ubur-ubur yang bisa berukuran sampai
lebih satu meter. Kelompok yang paling umum ditemui antara lain
19
Copepode, Euphausid, Mysid, Amfipod (amphipod), kaetognat
(Chaetognath). Zooplankton dapat dijumpai mulai dari perairan pantai,
perairan estuaria di depan muara sampai ke perairan di tengah samudera,
dari perairan tropis hingga ke perairan kutub.
Zooplankton ada yang hidup di permukaan dan ada pula yang
hidup di perairan dalam. Ada pula yang dapat melakukan migrasi vertikal
harian dari lapisan dalam ke permukaan. Hampir semua hewan yang
mampu berenang bebas (nekton) atau yang hidup di dasar laut (bentos)
menjalani awal kehidupannya sebagai zooplankton yakni ketika masih
berupa telur dan larva. Baru kemudian hari, menjelang dewasa, sifat
hidupnya yang semula sebagai plankton berubah menjadi nekton atau
bentos.
1) Crustacea
Dari phylum Arthropoda, hanyalah crustacea yang dapat hidup
sebagai plankton. Crustacea berarti hewan-hewan yang mempunyai
sel terdiri dari chitin (kapur) yang sukar dicernakan. Atas dasar
embriologinya crustacea dapat dibagi menjadi 2 golongan :
Entomoctraco atau udang-udangan tingkat rendah dan Malacostraca
atau udang-udangan tingkat tinggi yang sebagian besar dari spesimen-
spesimen besar seperti kepiting dan udang-udangan besar dari
golongan Pencaideae. Crustacea termasuk dalam zooplankton yang
terpenting bagi ikan-ikan di air laut maupun tawar (Sachlan, 1978 :
91-92).
20
Menurut Mc Connaughey dan Zottoli dalam Wardani (2013:
18) tubuh crustacea diselubungi oleh kerangka luar bersendi dari
kutikula. Kerangka luar tersebut dilepaskan ketika ada kesempatan
untuk tumbuh, berubah bentuk serta membagi kehidupannya secara
bertahap, yang ditandai dengan ekdisis.
Subkelas crustacea yang paling sering ditemukan di perairan
adalah zooplankton dari Copepode. Ada 8 ordo plankton copepode
laut. Beberapa ordo antara lain calanioda, cyclopodia dan harpaticoida
(Sachlan, 1978: 92).
2) Rotifera
Rotifera adalah hewan mikroskopis dengan struktur tubuh
yang sederhana. Rotifera dibagi menjadi tiga ordo, yaitu :
a) Monogonata
Yang termasuk kedalam ordo ini adalah Notholca sp.
b) Bdellioidea
Yang termasuk kedalam ordo ini adalah Embata sp., Rotaria
sp.
c) Seisonacea
Yang termasuk kedalam ordo ini adalah Seison sp.
Rotifera ditemukan di segala penjuru dunia, meskipun
beberapa jenis terdapat di tempat-tempat tertentu. Rotifera memiliki
ukuran tubuh 40-2.500 mikron. Umumnya hidup bebas, soliter, koloni
atau sesil, biasanya transparan, beberapa berwarna cerah seperti merah
21
atau cokelat disebabkan karena warna saluran pencernaannya
(Sugiarti, 1998: 90).
3) Protozoa (Rhizopoda)
Protozoa adalah hewan yang mikroskopis berbentuk uniseluler.
Sampai sekarang telah dikenal, lebih dari 30.000 spesies, ada yang
bersifat patogen berperan penting di dalam simbiosis dengan
Ruminantia, mikrobiologi air dan pengelolaan buangan. Protozoa
dapat dijumpai di banyak habitat salah satunya di lautan. Ukuran
protozoa berbeda-beda tergantung spesies dan lingkungannya, yaitu
antara 100-300 mikron atau 3-4 cm. Kebanyakan tidak mempunyai
bentuk tetap disebabkan adanya aliran protoplasma ke dalam “kaki
semu” (Pseudopodia). Bentuk bulat, elips, seperti jantung, seperti
sandal dan cerutu. Karena tidak berdinding sel, maka protozoa diliputi
oleh membran sitoplasma (Suriawiria, 2003: 20-22).
4) Gastropoda
Menurut Perumal dan Rajkumar (2005: 284) zooplankton kelas
gastropoda merupakan bentuk larva sehingga merupakan
meroplankton. Tubuh larva veliger gastropoda adalah asimetri.
Terdapat mantel pada bagian dorsal. Gastropoda merupakan kelas
terbesar. Sekitar 30.000 spesies Gastropoda yang masih hidup telah
dideskripsikan, dan 15.000 spesie yang telah menjadi fosil (Kastawi,
2005: 183).
22
c. Barkterioplankton
Bakterioplankton adalah bakteri yang hidup sebagai plankton.
Kini orang semakin memahami bahwa bakteri pun banyak yang hidup
sebagai plankton dan berperan penting dalam lour hara (Nutrient cycle)
dalam ekosistem laut. Ia mempunyai ciri khas, ukurannya sangat halus
(umumnya < 1 μm), tidak mempunyai inti sel, dan umumnya tidak
mempunyai klorofil yang dapat berfotosintesis. Fungsi utamanya dalam
ekosistem laut adalah sebagai pengurai (dekomposer). Semua biota laut
yang mati, akan diuraikan oleh bakteri sehingga akan menghasilkan hara
seperti fosfat, nitrat, silikat, dan sebagainya. Hara ini kemudian akan
didaur-ulangkan dan dimanfaatkan lagi oleh fitoplankton dalam proses
fotosintesis.
d. Virioplankton
Virioplankton adalah virus yang hidup sebagai plankton. Virus ini
ukurannya sangat kecil (kurang dari 0,2 μm) dan menjadikan biota
lainnya, terutama bakterioplankton dan fitoplankton sebagai inangnya
(host). Tanpa inangnya virus ini tak menunjukkan kegiatan hayati. Tetapi
virus ini dapat pula memecahkan dan mematikan sel-sel inangnya. Baru
sekitar dua dekade lalu para ilmuwan banyak mengkaji virioplankton ini
dan menunjukkan bahwa virioplankton pun mempunyai fungsi yang
sangat penting dalam daur karbon (carbon cycle) di dalam ekosiste laut.
23
2. Berdasarkan Ukuran
Penggolongan dibawah ini diusulkan oleh Sieburth, dkk (1978) :
a. Megaplankton (20-200 cm)
Ada juga yang menyebutnya megaloplankton. Banyak ubur-ubur yang
termasuk kedalam golongan ini. Ubur-ubur Schyphomedusa, misalnya
bisa mempunyai ukuran diameter payungnya sampai lebih dari satu
meter, sedangkan umbai-umbai tentakelnya bisa sampai beberapa meter
panjangnya. Plankton raksasa yang berukuran terbesar di dunia adalah
Cyanea arctica yang panjangnya bisa dua meter dan dengan panjang
tentakel 30 m lebih.
b. Makroplankton (2-20 cm)
Contohnya adalah eufasid, sergestid, pteropod. Larva ikan banyak pula
termasuk dalam golongan ini.
c. Mesoplankton (0,2-20 mm)
Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini, seperti
Copepode, amphipode, ostrakod, kaetognat. Ada juga beberapa
fitoplankton yang berukuran besar masuk dalam golongan ini seperti
Noctiluca.
3. Berdasarkan Daur Hidupnya
Berdasarkan daur hidupnya plankton dibagi menjadi :
a. Holoplankton
Dalam kelompok ini termasuk plankton yang seluruh hidupnya dijalani
sebagai plankton, mulai dari telur, larva hingga dewasa. Kebanyakan
24
zooplankton termasuk dalam golongan ini. Contohnya : Copepode,
Amphipode, salpa, kaetognat. Fitoplankton termasuk juga umumnya
adalah holoplankton.
b. Meroplankton
Plankton dari golongan ini menjadi kehidupannya sebagai plankton
hanya pada tahap awal dari daur hidup biota tersebut, yakni pada tahap
sebagai telur dan larva saja. Beranjak dewasa ia akan berubah menjadi
nekton, yakni hewan yang dapat aktif berenang bebas, atau sebagai
bentos yang hidup menetap atau melekat didasar laut. Oleh sebab itu,
meroplankton sering pula disebut sebagai plankton sementara.
Pada umunya ikan menjalani hidupnya sebagai plankton ketika masih
tahap telur dan larva kemudian menjadi nekton setelah dapat berenang
bebas. Kerang dan karang adalah contoh hewan yang pada awalnya hidup
sebagai plankton pada tahap telur hingga larva, yang selanjutnya akan
menjalani hidupnya sebagai bentos yang hidup melekat atau menancap
didasar laut.
Meroplankton ini sangat banyak ragamnya dan umumnya mempunyai
bentuk yang sangat berbeda dari bentuk dewasanya. Larva Crustacea
seperti udang dan kepiting mempunyai perkembangan larva yang
bertingkat-tingkat dengan bentuk yang sedikitpun tidak menunjukkan
persamaan dengan bentuk yang dewasa. Pengetahuan mengenai
meroplankton ini menjadi sangat penting dalam kaitannya dengan upaya
budidaya udang, Crustacea, Mollusca dan ikan.
25
c. Tikoplankton
Tikoplankton sebenarnya bukanlah plankton yang sejati karena biota ini
dalam keadaan normalnya hidup didasar laut sebagai bentos. Namun
karena gerak air menyebabkan ia terlepas dari dasar dan terbawa arus
mengembara sementara sebagai plankton.
4. Berdasarkan sebaran horizontal
Plakton terdapat dilingkungan air tawar hingga tengah samudera. Dari
perairan tropis hingga ke perairan kutub. Boleh dikatakan tak ada
permukaan laut yang tidak dihuni oleh plankton. Berdasarkan sebaran
horizontalnya, plankton dibagi menjadi :
a. Plankton Neritik
Plankton neritik (neritic plankton) hidup di perairan pantai dengan
salinitas (kadar garam) yang relatif rendah. Kadang-kadang masuk
sampai ke perairan payau di depan muara dengan salinitas sekitar 510
psu (practical salinity unit; dulu digunakan istilah ‰ atau permil, g/kg).
Akibat pengaruh lingkungan yang terus menerus berubah disebabkan
arus dan pasang surut, komposisi plankton neritik ini sangat kompleks,
bisa merupakan campuran plankton laut dan plankton asal perairan tawar.
Beberapa diantaranya malah telah dapat beradaptasi dengan lingkungan
estuaria (muara) yang payau, misalnya Labidocera muranoi.
b. Plankton Oseanik
Plankton oseanik (Oceanic plankton) hidup di perairan lepas pantai
hingga ke tengah samudera. Karena itu plankton oseanik ditemukan pada
26
perairan yang salinitasnya tinggi. Karena luasnya wilayah perairan
oseanik ini, maka banyak jenis plankton tergolong dalam kelompok ini.
Penggolongan seperti di atas tidaklah terlalu kaku, karena ada juga
plankton yang hidup mulai dari perairan neritik hingga oseanik hingga
dapat disebut neritik-oseanik.
5. Berdasarkan sebaran vertikal
Plankton hidup di laut mulai dari lapisan tipis di permukaan sampai pada
kedalaman yang sangat dalam. Dilihat dari sebaran vertikalnya plankton
dapat dibagi menjadi :
a. Epiplankton
Epiplankton adalah plankton yang hidup di lapisan permukaan sampai
kedalaman sekitar 100 meter. Lapisan laut teratas ini kira-kira sedalam
sinar matahari dapat menembus. Namun dari kelompok epiplankton ini
ada juga yang hidup di lapisan yang sangat tipis di permukaan yang
langsung berbatasan dengan udara. Plankton semacam ini disebut
Neuston. Neuston yang hidup pada kedalaman sekitar 0-10 cm disebut
Hiponeuston. Ternyata lapisan tipis ini mempuyai arti yang penting
karena bisa mempunyai komposisi jenis yang kompleks. Dari kelompok
neuston ini ada juga yang mengambang di permukaan dengan sebagian
tubuhnya di dalam air dan sebagian lain lagi tersembul ke udara yang
kemudian disebut Pleuston.
27
b. Mesoplankton
Mesoplankton yakni plankton yang hidup di lapisan tengah, pada
kedalaman sekitar 100-400 meter. Pada lapisan ini intensitas cahaya
sudah sangat redup sampai gelap. Oleh karena itu, di lapisan ini
fitoplankton, yang memerlukan sinar matahari untuk fotosintesis,
umumnya sudah tidak dijumpai. Lapisan ini dan lebih dalam didominasi
oleh zooplankton. Beberapa copepode seperti Eucheuta marina tersebar
secara vertikal sampai ke lapisan ini atau lebih dalam. Dari kelompok
eufausid juga banyak yang terdapat di lapisan ini, misalnya
Thysonopoda, Euphausia, Thysanoessa, Nematoscelis. Tetapi eufasid ini
juga dapat melakukan migrasi vertikal sampai ke lapisan diatasnya.
c. Hipoplankton
Hipoplankton adalah plankton yang hidupnya pada kedalaman lebih dari
400 meter. Termasuk dalam kelompok ini adalah Batiplankton yang
hidup pada kedalaman ˃ 600 meter, dan Abisoplankton yang hidup di
lapisan paling dalam, sampai 3000-4000 meter. Sebagai contoh dari
kelompok eufausid, Bentheuphausia ambylops dan Thysanopoda adalah
jenis tipikal laut dalam yang menghuni perairan pada kedalaman lebih
dari 1500 meter. Kelompok kaetognat Eukrohnia hamata dan Eukrohnia
bathypelagica termasuk yang hidup pada kedalaman lebih dari 1000
meter.
28
G. Kemelimpahan Zooplankton
Bagian terbesar dari organisme zooplankton adalah anggota filum
Arthropoda dan hampir semuanya termasuk ke dalam kelas Crustacea.
Holoplankton yang paling umum ditemukan dilaut adalah cepopoda. Copepoda
merupakan zooplankton yang mendominasi di semua laut dan samudera, serta
merupakan herbivora utama dalam perairan bahari dan memiliki kemampuan
menentukan bentuk kurva populasi fitoplankton. Copepoda berperan sebagai mata
rantai yang sangat penting antara produksi primer fitoplankton dengan karnivora
besar dan kecil (Nybakken, 1992).
Kepadatan zooplankton sangat tergantung pada kepadatan fitoplankton,
karena fitoplankton adalah makanan bagi zooplankton, dengan demikian kuantitas
atau kelimpahan zooplankton akan tinggi di perairan yang tinggi kandungan
fitoplanktonnya (Arinardi, 1997).
H. Distribusi Zooplankton
Penyebaran fitoplankton lebih merata dibandingkan dengan penyebaran
zooplankton. Zooplankton bermigrasi ke arah horizontal dan vertikal mengikuti
kelompok fitoplankton. Jika sudah mencapai tingkat kepadatan tertentu
perkembangan zooplankton akan berkurang dan memberi kesempatan pada
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak sehingga menghasilkan
konsetrasi yang tinggi (Nybakken, 1992).
Rangsangan utama yang mengakibatkan zooplankton melakukan migrasi
harian vertikal adalah cahaya. Pola yang umum tampak adalah zooplankton
29
terdapat di dekat permukaan laut pada malam hari, sedangkan menjelang dini hari
dan datangnya cahaya mereka bergerak lebih ke perairan yang dalam. Saat tengah
hari atau ketika intensitas cahaya matahari maksimal, zooplankton berada pada
kedalam paling jauh (Arinardi, 1997). Beberapa alasan zooplankton melakukan
migrasi vertikal adalah untuk menghindari pemangsaan oleh para predator yang
mendeteksi mangsa secara visual, mengubah posisi dalam kolom air, dan sebagai
mekanisme untuk meningkatkan produksi dan menghemat energi (Nybakken,
1992).
I. Peranan Zooplankton
Zooplankton merupakan salah satu komponen dalam rantai makanan yang
diukur dalam kaitan dengan nilai produksi suatu ekosistem. Hal ini dikarenakan
zooplankton berperan ganda baik sebagai konsumen pertama maupun konsumen
kedua. Zooplankton adalah rantai penghubung di antara plankton dan nekton
(Pranoto, 2008).
Menurut Nybakken (1988), zooplankton hidup sangat beraneka ragam,
yang terdiri atas berbagai bentuk larva dan bentuk dewasa yang dimiliki hampir
seluruh filum hewan. Organisme ini menempati posisi penting dalam rantai
makanan dan jaring – jaring kehidupan di perairan. Kemelimpahan zooplankton
akan menentukan kesuburan suatu perairan. Oleh karena itu, dengan mengetahui
keadaan plankton (zooplankton termasuk didalamnya) di suatu perairan, maka
akan di ketahui kualitas perairan tersebut.
30
Hal ini dapat diketahui dengan melihat kemelimpahan, keanekaragaman,
kemerataan, dan dominansi jenis zooplankton di perairan tersebut. Menurut
Patterson (1998) menyatakan bahwa komunitas plankton sangat sensitif pada
perubahan lingkungan. Perubahan pada struktur komunitas zooplankton
(kemelimpahan, keragaman, keanekaragaman, dan dominansi) mengindikasikan
bahwa perairan tersebut telah terjadi gangguan atau terjadi perubahan –
perubahan.
J. Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman atau “Diversity Indeks” diartikan sebagai suatu
gambaran secara matematik yang melakukan struktur informasi – informasi
mengenal jumlah spesies suatu organisme. Cara yang paling sederhana untuk
menyatakan indeks keanekaragaman adalah dengan menentukan presentase yang
terdapat dalam suatu sampel, maka semakin besar keanekaragaman dalam
lingkungan tersebut. Harga ini juga sangat tergantung dari jumlah individu
masing-masing spesies (Kaswadji, 1976).
K. Indeks Kemerataan
Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui
dengan menghitung indeks kemerataan. Indeks kemerataan ini merupakan suatu
angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 – 1. Semakin kecil indeks
kemerataan, semakin kecil pula kemerataan suatu populasi, kecenderungan bahwa
suatu mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai indeks
31
kemerataan, maka populasi menujukkan kemerataan, yang berarti bahwa jumlah
individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata (Pasengo, 1995).
L. Indeks Dominansi
Dominansi jenis zooplankton dapat dilakukan dengan menghitung indeks
dominansi. Nilai indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas
didominasi oleh jenis atau spesies yang mendominasi (Odum, 1971). Banyak
sedikitnya suatu jenis yang terdapat dalam suatu contoh air akan mempengaruhi
indeks dominansi, meskipun nilai ini sangat tergantung dari jumlah individu
masing – masing jenis atau spesies (Kaswadji, 1976).
M. Parameter Lingkungan
1. Salinitas
Salinitas adalah garam – garam terlaut dalam 1 kg air laut dan
dinyatakan dalam satuan perseribu. Salinitas mempunyai peranan yang
penting dalam kehidupan organisme, misalnya dalam hal distribusi biota laut
akuatik. Beberapa organisme ada yang tahan terhadap perubahan salinitas
yang besar ada pula yang tahan terhadap salinitas yang kecil (Nybakken,
1992).
Zooplankton memiliki tingkat kepakaan yang tinggi terhadap
kandungan garam dalam suatu perairan. Pertumbuhan zooplankton akan
lambat bahkan bisa meningkatkan kematian jika tingkat salinitas dalam
perairan tersebut sangat tinggi atau ekstrim (odum, 1993). Menurut Sachlan
32
(1982), plankton air tawar hidup pada salinitas 0 – 10 ppt, pada salinitas 10 –
20 ppt hidup plankton air tawar dan laut, sedangakan untuk plankton air laut
organisme ini mentolerir tingkat salinitas yang lebih besar yaitu 20 ppt.
2. Suhu
Suhu merupakan parameter fisika yang penting untuk kehidupan
organisme di perairan laut dan payau. Kenaikan suhu di atas toleransi
organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan,
reproduksi dan aktifitas organisme.
Suhu sangat mempengaruhi organisme yang berada dalam suatu
perairan sebagai metabolisme organisme itu sendiri. Menurut Pescod (1983)
di lingkungan suatu organisme perairan, suhu sangat mempengaruhi
perkembangan atau hambatan organisme tersebut.
Menurut Arinardi (1997), suhu air di perairan Indonesia menunjukan
ciri khas perairan tropis yaitu umumnya relative tinggi dengan perbedaan
sebaran horizontal yang kecil (28-31°C). Di perairan dimana terjadi
upwelling, suhu air permukaan dapat turun sampai 25 °C, namun di perairan
pantai yang relative dangkal, suhu air biasanya relative lebih tinggi dari pada
yang di lepas pantai.
Pengaruh suhu pada plankton tidak seragam di seluruh perairan
terhadap masing – masing kelompok atau populasi. Pada telur yang sedang
berkembang dan larva dari hewan laut, toleransi terhadap suhu air laut
cenderung bertambah ketika mereka menjadi lebih tua. Dalam perubahan
33
suhu tersebut, pertumbuhan larva di percepat oleh suhu yang lebih tinggi
(Romimohtarto dan Juwana, 2001).
3. Kekeruhan
Kekeruhan biasanya menunjukkan tingkat kejernihan aliran air atau
kekeruhan aliran air yang diakibatkan oleh unsur-unsur muatan sedimen, baik
yang bersifat mineral maupun organik. Kekeruhan air dapat dianggap sebagai
indikator kemampuan air dalam meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan
air, apakah cahaya tersebut kemudian disebarkan atau diserap oleh air
tersebut. Semakin kecil atau rendah tingkat kekeruhan suatu perairan,
semakin dalam cahaya dapat masuk ke dalam badan air dengan demikian
semaik besar kesempatan bagi vegetasi akuatis untuk melakukan proses
fotosintesis. Dengan semakin meningkatnya proses fotosintesis, maka
semakin besar persediaan oksigen yang ada dalam air. Tingkat kekeruhan
suatu aliran air ditentukan dengan cara mengukur transmisi cahaya melalui
sampel air dalam satuan miligram per liter (mg/l) atau jumlah yang lebih kecil
adalah dalam part per million (ppm) (Asdak, 1995: 530-531).
4. Cahaya
Banyaknya cahaya yang menembus permukaan laut dan menerangi
lapisan permukaan laut setiap hari dan perubahan intensitas dengan
bertambahnya kejelukan memegang peranan penting dalam menentukan
fitoplankton. Cahaya yang menerangi daratan atau lautan biasanya diukur
dalam lux atau meter-lilin (1 meter-lilin = 1 lux).
34
Cahaya memiliki pengaruh besar secara tidak langsung sebagai
sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi
tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga
merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi
hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2007: 23).
Cahaya dapat ditransformasikan menjadi energi potensial melalui
proses biokimia seperti fotosintesis. Energi cahaya digunakan tumbuhan
untuk fotosintesis. Salah satunya oleh fitoplankton. Keberadaan fitoplankton
mempengaruhi dinamika zooplankton (Bronmark dan Hanson, 1998: 21-23).
5. Kecepatan arus
Gerakan air laut biasa dikenal sebagai arus. Arus laut permukaan
merupakan pencerminan langsung dari pola angin yang bertiup pada waktu
itu. Air dilapisan bawah ikut terbawa, karena adanya gaya Coriolis (Coriolis
force), yakni gaya yang diakibatkan oleh perputaran bumi, maka arus di
lapisan permukaan laut berbelok ke kanan kearah arus permukaan. Ini terjadi
pada bumi belahan utara (Romimohtarto dan Juwana, 2007: 8).
6. Nutrien
Nutrien adalah ion organik yang dibutuhkan oleh organisme. Nutrien
yang dilarutkan dalam air, hewan tidak dapat mengabsorpsi secara langsung.
Fitoplankto sebagai produsen primer untuk organisme lain seperti
zooplankton dalam kehidupannya membutuhkan zat hara organik (Bronmark
dan Hansson, 1998: 29-30).
35
Zat organik utama yang diperlukan dan sering menjadi faktor
pembatas pertumbuhan adalah nitrogen dan fosfat. Nitrogen memegang
peranan kritis dalam daur organik dalam menghasilkan asam-asam amino
yang membuat protein. Dalam daur nitrogen, tumbuh-tumbuhan menyerap
nitrogen anorganik dalam salah satu bentuk gabungan atau sebagai nitrogen
molekular. Nitrat terbanyak berada dilapisan permukaan, amonia tersebar
secara meragam (Romimohtarto dan Juwana, 2007: 308).
Menurut Effendi (2003) nitrat (NO3) merupakan bentuk utama
nitrogen yang berada di perairan alami dan juga merupakan nutrien utama
bagi pertumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi diperairan dapat
menstimulasi pertumbuhan dan organisme perairan apabila didukung oleh
ketersediaan nutrien. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.51
Tahun 2004 menyebutkan bahwa kandungan nitrat untuk biota laut adalah
0,008 mg/liter (Kementrian Lingkungan Hidup, 2004: 131).
Konsentrasi fosfat dalam perairan alami pada umumnya tidak
melebihi 0,1 ppm. Kandungan fosfat yang melebihi kebutuhan normal akan
meningkatkan kesuburan perairan dan merangsang pertumbuhan fitoplankton,
kadar fosfat yang baik diperairan akan meningkatkan produktivitas perairan,
keberadaan fitoplankton dan zooplankton dapat diketahui melalui kandungan
fosfat ideal yang terkandung diperairan. Berdasarkan kadar fosfat total,
perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu perairan dengan tingkat
kesuburan rendah memiliki kadar fosfat total < 0,02 ppm, perairan dengan
tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat total 0,02 – 0,050 ppm dan
36
perairan dengan tingkat kesuburan tinggi yang memiliki kadar fosfat total
0,051 – 0,200 ppm keatas (Wardoyo, 1981: 41).
7. pH
Derajat keasaman (pH) adalah jumlah ion hidrogen dalam suatu
larutan merupakan suatu tolak ukur keasaman. Biota-biota laut memiliki
kisaran untuk hidup pada nilai pH tertentu (Nybakken, 1992).
Derajat keasaman yang ideal untuk kelangsungan hidup kuda laut
adalah 7-8. Perairan yang bersifat asam dan yang sangat alkali dapat
menyebabkan kematian dan menghentikan reproduksi pada kuda laut (Al
Qodri dkk, 1998).
Sitanggang (2002) menyatakan bahwa besar kecilnya nilai pH sangat
dipengaruhi oleh kandungan karbondioksida (CO2) di dalam air dimana
karbondioksida merupakan hasil dari respirasi atau pernapasan ikan yang
menghasilkan CO2 berbeda di siang hari dan malam hari. Ketika malam hari,
kadar CO2 meningkat sehingga pH air juga naik. Ketika pagi dan siang hari,
kadar CO2 akan turun sehingga pH air pun ikut turun.
8. Oksigen terlarut (Dissolved oxygen/DO)
Oksigen terlarut adalah gas untuk respirasi yang sering menjadi
faktor pembatas dalam lingkungan perairan. Ditinjau dari segi ekosistem,
kadar oksigen terlarut menentukan kecepatan metabolisme dan respirasi serta
sangat penting bagi kelangsungan dan pertumbuhan organisme air.
Kandungan oksigen terlarut akan berkurang dengan naiknya suhu dan
salinitas (Nybakken, 1988).
37
Menurut Hutagalung dkk (1997), adanya kenaikan suhu air, respirasi
(khususnya malam hari), lapisan minyak di atas permukaan laut dan
masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut dapat
menurunkan kadar oksigen dalam air laut.
Kadar oksigent terlarut (Dissolved oxygen, DO) dapat dijadikan
ukuran untuk menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada
oksigen terlaut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 ppm).
Selebihnya bergantung kepada ketahanan organisme, derajat aktivitasnya,
kehadiran pencemar, suhu air dan sebagainya (Anwar, 2008).
9. BOD (Biodegradable Oxygen Demand)
Nilai BOD (Biodegradable Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian
senyawa organik, yang diukur pada temperatur 20 °C. Pengukuran BOD
didasarkan kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa
organik, yaitu senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa
yang umumnya terdapat pada limbah rumah tangga (Barus, 2004: 65-66).
BOD juga diartikan sebagai angka indeks untuk tolok ukur “kekuatan”
(tingkat) pencemaran dari limbah yang berada dalam suatu sistem perairan
(Asdak, 1995 : 532).
10. COD (Chemical Oxygen Demand)
Jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang
dikenal sebagai COD (Chemical Oxygen Demand). Dengan mengukur COD
maka akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan
38
untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organik baik yang mudah
diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar/tidak bisa diuraikan
secara biologis (Barus, 2004: 66-67).
Angka indikator pencemaran air ini yang terakhir ini kurang
dimanfaatkan karena ia tidak dapat menunjukkan secara memadai jumlah
oksigen yang dikonsumsi dalam proses oksidasi pada aliran air alamiah
meskipun angka COD dapat ditentukan hanya dalam waktu beberapa jam saja
karena ia tidak bertumpu pada aktivitas bakteri seperti yang terjadi pada
BOD. Satuan dimasukan dalam miligram oksigen yang diperlukan untuk
berlangsungnya oksidasi komponen-komponen tertentu dalam satu liter air
(Asdak, 1995: 534).
N. Kerangka Berpikir
Pantai Pancuran merupakan salah satu tujuan pariwisata Taman Nasional
Karimujawa dengan ekosistem padang lamun yang cukup luas. Dengan berbagai
aktivitas yang dilakukan manusia, ekosistem padang lamun Pancuran
dikhawatirkan akan merusak vegetasi lamun di wilayah konservasi Taman
Nasional Karimunjawa. Pengukuran kemelimpahan dan keanekaragaman
zooplankton pada padang lamun digunakan untuk mengetahui keseimbangan
ekosistem lamun serta kualitas perairan Pantai Pancuran Taman Nasional
Karimunjawa dengan melihat faktor fisika yang berupa kecepatan arus, suhu air,
kekeruhan, dan faktor kimia yang berupa salinitas, pH dan oksigen terlarut
(Dissolved Oxygen/DO).
39
Gambar 3. Kerangka Berpikir
Ekosistem pesisir dan pantai Pancuran
Komponen Abiotik
Ekosistem Perairan
Aktivitas manusia
Pariwisata
Menangkap ikan
Ekosistem padang lamun
Plankton
Komponen Biotik
Kualitas Perairan
Nekton Bentos Kimia Fisika
Kemelimpahan dan
keanekaragaman
Zooplankton Salinitas
pH
DO
Kecepatan
arus
Suhu air
Kekeruhan
Fitoplankton