1
BAB II
KAJIAN PUSATAKA
Landasan Teoritis
Landasan teoritis adalah bagian penting dalam suatu penelitian adapun guna
landasan teoritis yaitu agar penelitian dapat tepat sasaran yang efektif. Landasan
teoritis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Teori sinyal mengemukakan bahwa suatu tindakan yang diambil manajemen
perusahaan yang memberikan petujuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
mendatang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan
akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru
yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan utang yang melebihi
target struktur modal normal. Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan
saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena
menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat
menekan harga saham sekaligus prospek perusahaan. Teori sinyal menjelaskan
tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada
pengguna laporan keuangan.
Manajer memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka
menerapkan kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih
berkualitas karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-
besarkan laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba
dan aktiva yang tidak overstate. Informasi yang diterima oleh investor terlebih
2
dahulu diterjemahkan sebagai sinyal yang baik (good news) atau sinyal yang jelek
(bad news).
Apabila laba yang dilaporkan oleh perusahaan meningkat maka informasi
tersebut dapat dikategorikan sebagai sinyal baik karena mengindikasikan kondisi
perusahaan yang baik. Sebaliknya apabila laba yang dilaporkan menurun maka
perusahaan berada dalam kondisi tidak baik sehingga dianggap sebagai sinyal yang
jelek. Brigham dan Houston (2011) menyatakan bahwa isyarat adalah suatu tindakan
yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang
bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan
prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan
mengusahakan setiap modal yang baru diperlukan dengan cara-cara lain. Sedangkan
dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual saham.
Secara garis besar signaling theory erat kaitannya dengan ketersedian informasi yang
dapa digunakan untuk mengambil keputusan bagi para investor.
Dan pada keadaan yang dialam oleh perusahaan baik perusahaan sedang
mengalami kenaiakan laba atau mengalami penurunan laba maka pihak manajer
diharapkan dapat memberikan informasi yang sama mengenai keadaan perusahaan
kepada semua pihak, hal ini disebut dengan teori sinyal (Signalling Theory).
Tindakan manajer dalam memberikan informasi yang sama kepada semua pihak
bertujuan agar para investor yang telah menanamkan atau akan menanamkan
sahamnya kepada suatu perusahaan dapat melihat prospek perusahaan dan dapat
digunakan untuk mempertimbangkan dalam mengambil keputusan mengenai modal
investasinya.
3
2. Nilai Perusahaan
a. Pengertian Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan merupakan kondisi tertentu yang telah dicapati oleh suatu
perusahaan sebagai gambaran dari kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan
setelah melalui suatu proses kegiatan selama beberapa tahun, yaitu sejak perusahaan
tersebut didirikan sampai dengan saat ini. Meningkatnya nilai perusahaan adalah
sebuah prestasi, yang sesuai dengan keinginan para pemiliknya, karena dengan
meningkatnya nilai perusahaan, maka kesejahteraan para pemilik juga akan
meningkat. Menurut Brigham Gapensi dalam Prasetyorini (2013), nilai perusahaan
yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin
tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan, nilai perusahaan yang
tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan sebab dengan nilai yang tinggi
menunjukan kemakmuran pemegang saham juga tinggi.
Nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan
ekuitas perusahaan yang beredar. (Keown dalam Kadek, 2011)
Dalam mengambil keputusan keuangan, seorang manajer keuangan harus
pandai mengambil keputusan yang tepat dalam membuat suatu kebijakan keuangan.
Keputusan keuangan yang tepat dapat meningkatkan (Mudjijah dkk, 2019). Nilai
perusahaan lazim diindikasikan dengan Price To Book Value (PBV). Price To Book
Value yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan.
Price To Book Value (PBV) merupakan rasio harga saham terhadap nilai buku dari
perusahaan, dimana jumlah modal yang diinvestasikan ditunjukan dengan
kemampuan perusahaan menciptakan nilai yang relative. Tingginya PBV
mencerminkan tingginya harga saham jika dibandingkan dengan nilai buku
4
perlembar saham. Keberhasilan perusahaan menciptakan nilai bagi pemegang saham
dilihat dari semakin tinggi harga saham perusahaan. Adanya peluang investasi
memberikan sinyal yang positif terhadap perkembangan perusahaan dimasa
mendatang, sehingga nilai perusahaan dapat meningkat. (Susanti dalam Prastuti dan
Sudiartha, 2016).
b. Indikator Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dapat diukur dengan suatu rasio yang disebut rasio
penilaian. Menurut Sutrisno (2017) nilai perusahaan merupakan suatu rasio untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai pada investor atau pada
para pemegang saham. Rasio penilaian memberikan informasi seberapa besar
masyarakat menghargai perusahaan, sehingga masyarakat tertarik untuk membeli
saham dengan harga yang lebih tinggi dibanding nilai bukunya. Menurut Weston dan
Copeland (2011), rasio penilaian terdiri dari: Price Earning Ratio (PER), Price to
Book Value (PBV), dan Tobin’s Q. Sedangkan menurut Harmono (2017:114)
indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan dapat dilakukan dengan
menggunakan; Price to Book Value (PBV), Price Earning Ratio (PER), Earning Per
Share (EPS), dan Tobin’s Q.
Dari pengukuran nilai perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Price Earning Ratio (PER)
Rasio PER mencerminkan banyak pengaruh yang kadang-kadang saling
menghilangkan yang membuat penafsirannya menjadi sulit. Semakin tinggi
resiko, semakin tinggi faktor diskonto dan semakin rendah rasio PER. Rasio ini
menggambarkan apresiasi pasar terhadap kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba.
5
(2) Price to Book Value (PBV)
Rasio ini menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham
suatu perusahaan. Semakin tinggi PBV berarti pasar percaya akan prospek
perusahaan tersebut.
(3) Earning Per Share (EPS)
Rasui ini menggambarkan seberapa besar keuntungan yang diberikan kepada
pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki (Fahmi, 2014: 335).
(4) Tobin’s Q
Rasio ini merupakan konsep yang berharga karena menunjukan estimasi pasar
keuangan saat ini tentang nilai hasil pengembalian dari setiap dolar investasi
dimasa depan (Smithers dan Wright, 2007:27) dalam Prasetyorini (2013:186).
6
Jika diambil kesimpulan dari penjelasan sebelumnya, maka nilai perusahaan
adalah konsep penting bagi investor yang dapat digunakan untuk melihat tingkat
keberhasilan perusahaan selama beberapa tahun yang digambarkan dengan harga
saham perusahaan. Nilai perusahaan diukur dengan Price to Book Value.
3. Struktur Modal
a. Pengertian Struktur Modal
Struktur modal merupakan gambaran dari bentuk proporsi finansial
perusahaan yaitu antara modal yang dimiliki yang bersumber dari hutang jangka
panjang dan modal sendiri yang menjadi sumber pembiayaan suatu perusahaan
(Fahmi, 2014:174). Menurut Tampubolon (2013:243) struktur modal adalah
perimbangan jumlah utang jangka pendek yang bersifat permanen, utang jangka
panjang, saham preferen, dan saham biasa.
b. Sumber Modal dan Sumber Dana Perusahaan
Struktur Modal adalah perbandingan antara hutang jangka panjang dengan
modal sendiri (Riyanto, 2001 dalam Nurrohim, 2010). Struktur modal merupakan
struktur keuangan dikurangkan dengan hutang jangka pendeknya atau kombinasi
antara bauran segenap pos yang masuk ke dalam sisi kanan neraca sumber modal
perusahaan (selain hutang jangka pendek). Pengertian struktur modal dibedakan
dengan struktur keuangan, dimana struktur modal merupakan pembelanjaan
permanen yang mencerminkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri,
sedangkan struktur keuangan adalah perimbangan seluruh hutang (baik jangka
panjang maupun jangka pendek) dengan modal sendiri. Jadi dapat disimpulkan
bahwa struktur modal merupakan proporsi atau perimbangan dalam penentuan
7
kebutuhan belanja perusahaan baik menggunakan hutang jangka panjang ataupun
modal sendiri yang berasal dari pendanaan internal dan eksternal.
Menurut Tampubolon (2013:186) struktur modal dalam suatu perusahaan
dapat diperkuat dari segi sumber-sumber dana perusahaan. Jika kebutuhan dana
perusahaan untuk membiayai aktivitas yang bersifat jangka pendek maka akan lebih
baik jika diambil dari yang bersumber pengeluaran jangka pendek (short-term
expenditures) dan jika untuk membiayai aktivitas yang bersifat jangka panjang maka
akan lebih baik jika diambil dari yang bersumber pengeluaran jangka panjang (long-
term expenditures).
(1) Sumber dana untuk pengeluaran jangka pendek
Adapun sumber-sumber dana yang bisa dipakai untuk membiayai
pengeluaran jangka pendek adalah
- Pinjaman perbankan yang bersifat jangka pendek
- Hutang dagang
- Factoring. Factoring merupakan suatu kondisi dimana sebuah
perusahaan membutuhkan dana dan memiliki piutang perusahaan,
dimana selanjutnya piutang perusahan tersebut dijual kepada suatu
lembaga yang siap menampung dan mau menerima untuk
membayarnya sebagai lembaga keuangan dan sejenisnya.
- Letter of credit (LC). Letter of credit merupakan janji tertulis dari
bank bagi pihak pembeli untuk membayar sejumlah uang kepada
perusahaan yang dituju (penjual) bila sejumlah kondisi telah
terpenuhi
- Pinjaman jangka pendek tanpa jaminan. Pinjaman jangka pendek
tanpa jaminan yang biasanya dan kredit rekening koran yang
8
diperpanjang (revolving line of credit). Pinjaman jangka pendek tanpa
jaminan dapat diperoleh jika suatu perusahaan memiliki sejumlah
dana dalam jumlah yang besar atau mencukupi yang disimpan di
suatu perbankan, sehingga dengan saldo dana tersebut menyebabkan
perbankan memberikan pinjaman dana jangka ppendek tersebut
tentunya setelah mempertimbangkan saldo yang dimiliki tersebut
sebagai jaminan.
(2) Sumber dana untuk pengeluaran jangka panjang
- Penjualan obligasi. Obligasi (Bond) merupakan salah satu jenis surat
berharga yang memiliki masa waktu yang panjang, biasanya masa
tenornya mencapai lima hinga sepuluh tahun.
- Hutang perbankan yang bersifat jangka panjang. Disini sebuah
perusahan dapat meminjam lima belas tahun. Pinjaman yang bersifat
jangka panjang biasanya perbankan menerapka perhitungan kredit
system mengambang atau mengikuti perubahan yang terjadi atau
sesuai dengan kondisi pasar.
c. Teori Modigliani-Miller (Modigliani-Miller Theory)
Dalam meletakkan teori struktur modal MM memiliki beberapa asumsi, yaitu:
- Risiko bisnis perusahaan dapat diukur dengan standar deviasi EBIT
dan perusahaan memiliki risiko bisnis yang sama berbeda dalam kelas
yang sama
- Semua investor memiliki harapan yang sama terhadap EBIT
perusahaan di masa yang akan datang
9
- Saham dan obligasi diperdagangkan dalam pasar modal sempurna.
Adapun suatu pasar modal dikatakan sempurna atau efisien, yaitu; (1)
informasi selalu tersedia bagi semua investor dan diperoleh dengan
gratis, (2) tidak ada biaya transaksi dan investor bersikap rasional, (3)
investor dapat melakukan diversifikasi investasi secara sempurna, (4)
tidak ada pajak pendapatan perseorangan, dan (5) baik investor
individu maupun institusi dapat meminjam pada tingkat bunga yang
sama sebesar tingkat bunga bebas risiko.
Dalam teori MM terdapat beberapa pendekatan diantaranya adalah:
(1) Pendekatan MM tanpa Pajak
Pertama kali MM memperkenalkan teori struktur modal dengan asumsi tidak
ada pajak pendapatan perusahaan. Dalam pendekatan ini, MM berpendapat
bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat
keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi
nilai perusahaan. Dengan asumsi ini maka MM secara sistematis mengajukan
tiga preposisi:
- Preposisi I
MM berpendapat bahwa nilai perusahaan tidak lain merupakan
kapitalisasi laba operasi bersih yang diharapkan atau expected NOI
(EBIT) dengan tingkat kapitalisasi ka konstan yang sesuai dengan
tingkat risiko perusahaan. MM memiliki persamaan VL sama dengan
VU karena MM berpendapat bbahwa nilai perusahaan tidak
bergantung atau dipengaruhi struktur modal.
- Preposisi II
10
MM berpendapat bahwa biaya modal sendiri perusahan yang
memiliki hutang adalah sama biaya modal sendiri dengan perusahaan
yang tidak memiliki utang ditambah premi risiko.
- Preposisi III
MM berpendapat bahwa perusahaan seharusnya melakukan investasi
proyekbaru sepanjang nilai perusahaan meningkat, paling tidak
sebessar biaya investasi.
(2) Pendekatan MM ada pajak
Dalam kondisi ada pajak penghasilan, perusahaan yang memiliki hutang akan
memiliki nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan tanpa
hutang. MM berpendapat bahwa struktur modal dapat mempengaruhi nilai
perusahaan karena penggunaan hutang yang semakin besar pajak yang
dibayar semakin kecil, yang berarti perusahaan dapat menghemat aliran kas
keluar (Hanafi, 2015: 300). Kenaikan nilai perusahaan terjadi karena
pembayaran bunga atas hutang merupakan pengurangan pajak oleh karena itu
laba operasiyang diterima investor akan lebih besar. Dampak selanjuutnya
karena laba yang diterima lebih besar, nilai perusahaan juga akan lebih besar.
Dengan asumsi ini maka MM secara sistematis mengajukan tiga preposisi:
- Preposisi I
Nilai perusahaan yang memiliki hutang adalah sama dengan nilai
perusahaan yang tidak memiliki hutang ditambah dengan nilai
perlindungan pajak. Adapun nilai perlindungan pajak ini aalah
sebesar pajak penghasila perusahaan dikalikan dengan hutang
perusahaan.
- Preposisi II
11
Dalam preposisi ini, MM menyatakan bahwa dalam kondisi ada pajak
perusahaan biaya modal sendiri perusahaan yang memiliki utang
adalah sama dengan biaya modal sendiri perusahaan tidak memiliki
hutang ditambah dengan premi risiko. Besarnya premi risiko
tergantung atas besarnya hutang dan selisih biaya modal sendiri
perusahaan yang tidak memiliki hutang dan biaya hutang.
- Preposisi III
Preposisi ini MM berpendapat bahwa perusahaan seharusnya
melakukan investasi sepanjang
IRR >> Keu (1-T)(D/V)
Faktor Keu (1-T)(D/V) adalah batas atau cut-off rate setiap investasi
baru yang akan dilakukan. Sehingga proyek yang memiliki tingkat
keuntungan (IRR) > dengan cut-off tersebut seharusnya dilaksanakan.
Menurut Harmono (2017: 112) indikator yang umum digunakan untuk
menentukan komponen struktur modal yaitu:
a. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai
hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan
antara seluruh hutang, termasuk hutang lancar dengan seluruh ekuitas.
b. Debt to Asset Ratio (DAR)
Debt to Asset Ratio merupakan rasio hutang yang digunakan untuk
mengukur perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Dengan
12
kata lain seberapa besar aktiva perusahaan berpengaruh terhadap
pengelolaan aktiva (Kasmir, 2015: 156).
c. Long Term Debt to Equity
Long Term Debt to Equity merupakan rasio antara hutang jangka panjang
dengan modal sendiri. Tujuannya untuk mengukur berapa bagian dari
setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka
panjang dengan cara membandingkan antara hutang jangka panjang
dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.
(3) Pendekatan MM ada pajak penghasilan perusahaan dan pajak pendapatan
perseorangan
Pada tahun 1976 Merton Miller memperkenalkan model tentang pengaruh
leverage terhadap nilai perusahaan jika terdapat pajak pendapatan
perseorangan dan pajak perusahaan.
d. Pertimbangan-pertimbangan Struktur Modal
Faktor-faktor yang umumnya dipertimbangkan keputusan struktur modal dalam
beberapa literature keuangan adalah sebagai berikut:
(1) Stabilitas penjualan
Perusahaan yang memiliki penjualan relative stabil akan dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung bebatn tetap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil.
13
Secara historis perusahaan yang penjualannya stabil akan lebih banyak
menggunakan leverage.
(2) Struktur aktiva
Perusahaan yang memiliki asset tetap dalam jumlah yang besar dapat
menggunakan hutang dalam jumlah yang besar, hal ini disebabkan
perusahaan dengan skala aktiva tetap dapat dijadikan jaminan, sehingga lebih
mudah memperoleh akses sumber dana
(3) Leverage operasi
Perusahaan yang memiliki leverage operasi lebih kecil cenderung lebih
mampu untuk memperbesar leverage keuangan, karena ia cenderung
mempunyai risiko bisnis lebih kecil.
(4) Tingkat pertumbuhan
Perusahaan yang memiliki pertumbuhan yang cepat semakin banyak
memerlukan pembiayaan ekspansi. Perusahaan yang memiliki pertumbuhan
yang pesat sebaiknya lebih banyak menggunakan sumber modal eksternal,
seperti penerbitan saham dan obligasi. Namun demikian pada saat yang sama
perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian yang lebih besar,
sehingga terkadang cenderung mengurangi niat untuk menggunakan hutang
lebih banyak.
(5) Profitabilitas
Profitabilitas perusahaan pada tahun sebelumnya sebagai dasar penting untuk
menentukan struktur modal tahun yang akan datang. Perusahaan dengan
profitabilitas tinggi akan memiliki laba ditahan yang besar pula, sehingga ada
14
kecenderungan perusahaan akan lebih senang menggunakan laba ditahan
sebelum menggunakan hutang sebagai pembiayaan investasi.
(6) Pajak
Bunga dalam laporan keuangan merupakan pos dedukasi pajak, sehingga pos
dedukasi tersebut sangat bermanfaat jika tarif pajak yang tinggi. Sehingga
secara teoritis, semakin tinggi pajak, maka semakin besar manfaat
penggunaan hutang.
(7) Pengendalian
Pengaruh penggunaan hutang sangat besar pengaruh dengan posisi
pengendalian manajemen. Jika pada saat ini perusahaan memiliki hak
mengendalikan manajemen (karena menguasai 50% lebih), karena tidak
diperkenankan membeli saham tambahan, maka perusahaan akan membiayai
dengan hutang untuk mempertahankan pengendalian perusahaan
(8) Sikap manajemen
Sedikit banyak dalam prakteknya, struktur modal lebih banyak sangat
tergantung sikap manajemen itu sendiri. Manajemen yang bersikap
konservatif cenderung akan menggunakan hutang yang lebih kecil, sementara
manajemen yang risk taker akan menggunakan lebih banyak hutang untuk
mengejar laba yang lebih tinggi.
(9) Jika pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat
Terkadang sikap pemberi pinjaman sangan menentukan struktur modal
perusahaan, misalkan perusahaan penerbit obligasi (seperti Standard & Poor
di AS) memberitahu bahwa obligasi akan diturunkan peringkat apabila
15
menambah penerbitan obligasi. Kondisi seperti ini akan mempengaruhi
keputusan struktur modal, tentunya akan beralih membiayai perusahaan
dengan saham biasa.
(10) Kondisi pasar keuangan
Pembiayaan obligasi atau saham akan sangat tergantung pada pasar keuangan
secara umum. Situasi pasar obligasi yang sangat lesu, sulit menemukan suku
bunga yang wajar bagi obligasi, sementara pasar enggan dengan suku bunga
yang rendah akan memaksa perusahan untuk memilih anlternatif saham biasa
sebagai sumber pembiayaan investasi
(11) Fleksibilitas keuangan
Baik penggunaan hutang atau modal sendiri sangat tergantung pada situasi
operasi pada pasar. Pada saat masa cerah, perusahaan mungkin akan
menerbitkan saham atau obligasi, tetapi pada masa sulit mungkin perusahaan
akan menggunakan laba ditahan sebagai sumber dana,.
e. Teori Pecking Order (Pecking Order Theory)
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donnaldson pada tahun 1961,
sedangkan penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers dan Majluf
pada tahun 1984. Myers dan Majluf dalam Suad Husnan dan Pudjastuti (2004).
Teori ini menjelaskan keputusan pendanaan yang diambil oleh perusahaan yang
berbeda dengan pemikiran teori struktur modal yang telah dibahas. Pecking order
theory merupakan teori yang menjelaskan tentang suatu kebijakan yang
ditempuh oleh perusahaan untuk mencari tambahan dana dengan cara menjual
asset yang dimilikinya. Seperti menjual gedung, tanah, paeralatan yang
dimilikinya dan asset-aset lainnya.
16
Dana internal lebih disukai karena memungkinkan perusahaan untuk
tidak perlu “membuka diri lagi” dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa
memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh “sorotan dan
publisitas publik” sebagai akibat penerbitan saham baru. Dana eksternal lebih
disukai dalam bentuk hutang daripada modal sendiri karena dua alasan. Pertama
adalah pertimbangan biaya emisi obligasi lebih murah dari biaya emisi saham
baru (Sugiarto, 2011). Kedua, manajer khawatir jika penerbitan saham baru akan
ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh pemodal dan membuat harga saham akan
turun, hal ini disebabkan adanya asimetri informasi antara pihak manajemen dan
investor sehingga setiap perilaku manajer sering kali dijadikan sinyal mengenai
kondisi dan prospek perusahaan.
Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang
profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal tersebut bukan
disebabkan karena mereka mempunyai target debt ratio yang rendah, tetapi
karena mereka memerlukan external financing yang sedikit. Perusahaan yang
kurang profitable akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena
dua alasan yaitu dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber
eksternal yang lebih disukai. Pada kebijakan pecking order theory artinya
perusahaan melakukan kebijakan dengan cara mengurangi kepemilikan asset
yang dimilikinya karena dilakukan kebijakan penjualan. Dampak lebih jauh
perusahaan akan mengalami kekurangan asset karena dipakai untuk membiayai
rencana aktivitas perusahaan baik yang sedang maupun yang akan datang.
Menurut Fahmi (2014:185), adapun dimana kondisi pecking order theory layak
untuk diterapkan adalah”
17
1. Kondisi ekonomi berada dalam keadaan yang cenderung tidak begitu
menguntungkan atau instabilitas, sehingga diperkirakan jika
meminjam uang ke perbankan maka kemampuan mengembalikan
angsuran secara tepat waktu sulit dicapai, maka lebih aman dengan
menjual asset perusahaan.
2. Aset perusahaan berada dalam keadaan yang cukup untuk dijual dan
penjualan itu tidak mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan
secara jangka pendek
3. Stabilitas keuangann perusahaan secara jangka pendek dan panjang
cenderung stabil. Termasuk cadangan dalam bentuk mata uang asing
juga tersedia secara mencukupi, sehingga ketika salah satu asset dijual
maka masih ada beberapa asset lain yang suatu saat bisa dipergunakan
jika dibutuhkan.
4. Perusahaan menjual dan menerbitkaan right issue berdasarkan
besarnya kebutuhan saja. Dengan menjual right issue dan menjual
asset lain sesuai besarnya kebutuhan maka memungkinkan bagi
perusahaan untuk mampu tetap mengendalikan perusahaan tanpa
terbebani oleh tanggung jawab dari pihak eksternal.
f. Teori Trade Off (Trade-Off Theory)
Trade off theory merupakan model struktur modal yang didasarkan pada
trade off (pertukaran) antara keuntungan dan kerugian penggunaan hutang. Teori
ini membahas tentang hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan.
Trade off theory mempunyai asumsi bahwa struktur modal perusahaan
merupakan keseimbangan antara keuntungan penggunaan hutang dengan biaya
financial distress (kesulitan keuangan) dan agency cost (biaya keagenan). Hutang
18
menimbulkan beban bunga yang dapat menghemat pajak. Beban bunga dapat
dikurangkan dari pendapatan sehingga laba sebelum pajak menjadi lebih kecil,
dengan demikian pajak juga semakin kecil. Penggunaan hutang yang semakin
besar akan mengarah pada kesulitan keuangan atau kebangkrutan. Masalah-
masalah yang berhubungan dengan kebangkrutan kemungkinan besar akan
timbul ketika perusahaan memasukkan lebih banyak hutang dalam struktur
modalnya.
Trade Off Theory pertama kali diperkenalkan pada tahun 1963 oleh
Modigliani dan Miller dalam sebuah artikel American Economic Review 53
(1963, Juni) yang berjudul Corporate Income Taxes on the Cost of Capital: A
Correction. Artikel ini merupakan perbaikan model awal mereka yang
sebelumnya memperhitungkan adanya pajak perseroan (akan tetapi tetap
mengabaikan pajak perorangan). Selanjutnya model tersebut dikenal dengan
sebutan model MM-2 atau model MM dengan pajak perseroan (Brigham dan
Ehrhardt, 2011). Dalam teori ini menjelaskan bahwa berapa banyak utang
perusahaan dan berapa banyak ekuitas perusahaan sehingga terjadinya
keseimbangan antara biaya dan keuntungan.
Trade off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal telah
mempertimbangkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency
costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress). Biaya kebangkrutan
terdiri dari 2 hal, yaitu:
1. Biaya Langsung
Biaya Langsung merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membayar
biaya administrasi, biaya pengacara atau biaya lainnya yang sejenis.
2. Biaya Tidak Langsung
19
Biaya Tidak Langsung merupakan biaya yang terjadi karena dalam
kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau
berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya suplier tidak
akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak
akan membayar.
Biaya lain dari tingginya utang adalah peningkatan biaya keagenan (agency
cost) antara pemegang utang dengan pemegang saham karena potensi kerugian
yang dialami oleh pemegang utang dalam meningkatkan pengawasan terhadap
perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring
(Persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga.
Trade-off theory mengindikasi bahwa terdapat suatu tingkat leverage yang
optimal dalam mencari hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan.
Dalam suatu keadaan, perusahaan akan berusaha mengoptimalkan leverage
sampai tingkat tertentu. Trade-off theory berasumsi bahwa perusahaan akan
menggunakan hutang sampai tingkat tertentu untuk memaksimalkan nilai
perusahaan dengan memanfaatkan pajak akibat penggunaan hutang (Mahardika
dan Aisjah, 2014).
Teori trade-off memprediksi hubungan positif antara struktur modal dengan
nilai perusahaan dengan asumsi keuntungan pajak masih lebih besar dari biaya
kepailitan dan biaya keagenen. Pada intinya teori trade-off menunjukkan bahwa
nilai perusahaan dengan hutang akan semakin meningkat dengan meningkatnya
pula tingkat hutang. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan
tetapi hanya pada sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang
justru menurunkan nilai perusahaan.
20
g. Indikator Struktur Modal
Menurut Sjahrial dan Purba (2013: 37) indikator struktur modal terdiri dari:
1. Total Debt to Total Assets Ratio (DAR)
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan
dibiayai dengan utang. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah
modal pinjaman yang digunakkan untuk investasi pada aktiva guna
menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
2. Total Debt to Equity Ratio (DER)
Rasio ini digunakan untuk mengukur perimbangan antara kewajiban yang
dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Rasio ini juga dapat berarti sebagai
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban membayar utangnya
dengan jaminan modal sendiri.
3. Long Term Debt to Equity Ratio (LDER)
Rasio ini digunakan untuk menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman
jangka panjang yang diberikan kreditur dengan jumlah modal sendiri yang
diberikan oleh pemilik perusahaan. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur
seberapa besar perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri
atau seberapa besar utang jangka panjang dijamin oleh modal sendiri.
h. Komponen Struktur Modal
Menurut Riyanto (2001) dalam Warzuqni (2010), secara umum struktur
modal perusahaan terdiri dari beberapa komponen, yaitu:
1. Modal asing atau hutang jangka panjang adalah hutang yang waktunya lebih dari
satu tahun. Komponen-komponen hutang jangka panjang ini terdiri dari:
21
a. Hutang hipotik (mortgage) Hutang hipotik adalah bentuk hutang jangka
panjang yang dijamin dengan asset tidak bergerak (tanah dan bangunan).
b. Obligasi (bond) Obligasi adalah sertifikat yang menunjukan pengakuan
bahwa perusahaan meminjam uang dan menyetujui untuk membayarnya
kembali dalam jangka waktu tertentu.
2. Modal sendiri (Shareholter Equity)
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang
tertanam dalam perusahaan dalam jangka waktu tertentu lamanya. modal sendiri
terdiri dari modal saham dan laba ditahan (retained earning).
i. Pentingnya Struktur Modal
Setiap perusahaan membutuhkan dana untuk membiayai operasi perusahan
yang dapat dipenuhi dari pemilik modal sendiri atau dari pihak lain berupa hutang,
dana tersebut mempunyai modal yang ditanggung perusahaan. Struktur modal akan
menentukan biaya modal. Biaya modal adalah balas jasa yang harus dibayar
perusahaan kepada masing-masing pihak yang menanamkan modal dalam
perusahaan. Dalam kaitanya dengan biaya modal sendiri maupun hutang perlu dirinci
lebih lanjut, karena tiap-tiap jenis modal mempunyai konsekuensi tersendiri baik
jenis, cara perhitungan maupun ada atau tidak adanya keharusan untuk dibayarkan.
Sumber modal yang dimaksud disini terbatas pada modal tetapnya saja, yaitu hutang
jangka panjang, modal saham preferen dan modal saham biasa.
Keputusan untuk menggunakan tiap-tiap jenis modal tersebut atau
mengkombinasikan senantiasa dihadapkan pada berbagai pertimbangan yang
mencakup tiga unsur penting yaitu, sifat keharusan membayar balas jasa atas
penggunaan modal kepada pihak yang menyediakan dana tersebut atau sifat
keharusan untuk pembayaran biaya modal, sampai seberapa jauh kewenangan atau
22
campur tangan pihak penyedia dana dalam pengelola perusahaan, dan risiko yang
dihadapi perusahan.
Jika diambil kesimpulan dari penjelasan sebelumnya, maka struktur modal
adalah gambaran mengenai proporsi finansial perusahaan yaitu antara modal yang
dimiliki yang bersumber dari hutang jangka panjang dan modal sendiri yang menjadi
sumber pembiayaan suatu perusahaan. Struktur perusahaan diukur menggunakan
Debt to Equity Ratio, yaitu dengan membagi total hutang dengan total ekuitas yang
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menggunakan seluruh kewajibannya
yang ditunjukkan oleh beberapa modal sendiri yang digunaka untuk membayar
hutang. Semakin rendah DER, maka semakin tinggi kemampuannya untuk
membayar seluruh kewajibannya, semakin besar proporsi hutang yang digunakan
dalam struktur modal, maka semakin besar pula kewajibannya.
4. Ukuran Perusahaan
a. Pengertian Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan (size) merupakan ukuran atau besarnya aktiva yang
dimiliki perusahaan. Ukuran perusahaan dapat digunakan sebagai proksi
ketidakpastian terhadap keadaan perusahaan dimasa yang akan datang. Perusahaan
besar dapat membiayai investasinya dengan mudah lewat pasar modal karena
kecilnya informasi yang terjadi, (Hartoyo dkk 2014). Semakin banyak ukuran
perusahaan berarti semakin besar aktiva yang bisa dijadikan jaminan untuk
memperoleh hutang, sehingga hutang akan meningkat (Wijaya, et.al, 2013).
Perusahaan yang memiliki total asset besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaaan
sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang
23
relatif lama. Selain itu asset perusahaan yang besar akan membuat perusahaan lebih
stabil dibandingkan perusahaan kecil, karena memiliki control yang lebih baik
terhadap kondisi pasar, kurang rentan terhadap fluktuasi ekonomi, sehingga mampu
menghadapi persaingan ekonomi.
Skala perusahaan merupakan ukuran yang dipakai untuk mencerminkan
besar kecilnya perusahaan menggunakan total asset perusahaan. Perusahaan yang
berukuran besar mempunyai berbagai kelebihan dibandingkan dengan perusahaan
berukuran kecil. Kelebihannya tersebut yang pertama adalah ukuran perusahaan
dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar
modal. Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam
kontrak keuangan. Dan ketiga, ada kemungkinan pegaruh skala dalam biaya dan
return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba
(Sawir, 2015).
b. Indikator Ukuran Perusahaan
Metode Kusumawardhani (2012:24), ukuran perusahaan merupakan salah
satu indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun kinerja
perusahaan. Besar kecilnya suatu perusahaan dapat dilihat dari total aset dan total
penjualan (netsales) yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut Julia Halim, Carmel
Meiden dan Rudolf Lumban Tobing (2005) dalam Jatnika (2013:40) bahwa ukuran
perusahaan diukur dari market capitalization yaitu jumlah lembar saham beredar
akhir tahun dikaliakan dengan harga saham penutupan akhir tahun kemudian
hasilnya di-log agar nilai tidak terlalu besar untuk masuk ke model perusahaan
Menurut Werner R. Murhadi (2013) Firm Size diukur dengan
mentrasformasikan total aset yang dimiliki perusahaan ke dalam bentuk logaritma
24
natural. Ukuran perusahaan diproksikan dengan menggunakan Log Natural Total
Aset dengan tujuan agar mengurangi fluktuasi data yang berlebih. Dengan
menggunakan log natural, jumlah aset dengan nilai ratusan miliar bahkan triliun akan
disederhanakan, tanpa mengubah proporsi dari jumlah aset yang sesungguhnya.
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya perusahaan. Besar
kecilnya usaha tersebut ditinjau dari lapangan usaha yang dijalankan. Penelitian skala
besar kecilnya perusahaan dapat ditentukan berdasarkan total penjualan, total asset,
rata-rata tingkat penjualan (Seftianne, 2011)
Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan menggunakan log
total aktiva karena memudahkan penelitian disebabkan oleh jumlah total aktiva
perusahaan mencapai ratusan juta, oleh karena itu ukuran perusahaan diukur
menggunakan log total aktiva (Ln_Total Aktiva)
25
Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian
terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun
hasil-hasil penelitian ini dijadikan perbandingan dari topik penelitian.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
1 Peneliti:
Chasanah
(2018)
Objek yang diteliti:
Perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI periode
tahun 2015-2017
Variabel Independen:
Profitabilitas, Likuiditas,
Struktur Modal, Firm size,
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian:
Profitabilitas, Likuiditas,
Struktur Modal dan
Ukuran Perusahaan
berpengaruh terhadap
nilai perusahaan
2 Peneliti:
Lumoly,
Murni dan
Untu (2018)
Objek yang diteliti:
Perusahaan Logam dan
Sejenisnya yang terdaftar di
BEI
Variabel Independen: CR,
Firm size, ROE
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian: CR dan
Ukuran Perusahaan
berpengaruh negative
terhadap nilai
perusahaan, Profitabilitas
berpengaruh signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
26
3 Peneliti:
Pratama dan
Wiksuana
(2018)
Objek yang diteliti:
Perusahaan Industri Barang
Konsumsi yang terdaftar di
BEI periode 2012-2016
Variabel Independen: Firm
size, Profitabilitas
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian: Ukuran
Perusahaan dan Striktur
Modal berpengaruh
positif terhadap nilai
perusahaan, Profitabilitas
berpengaruh negatif
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
4 Peneliti:
Riny (2018)
Objek yang diteliti:
Perusahaan Consumer Goods
di BEI
Variabel Independen:
Profitabilitas, Ukuran
perusahaan, Likuditas,
Struktur Modal
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian: Secara
simultan struktur modal,
likuiditas, ukuran
perusahaan dan
profitabilitas
berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
Sedangkan secara parsial
profitabilitas dan ukuran
perusahaan berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan. Namun
likuiditas dan solvabilitas
tidak berpengaruh
terhadap nilai
perusahaan.
27
5 Peneliti: Dewi
dan Sudiartha
(2017)
Objek yang diteliti:
Perusahaan industri barang
konsumsi di BEI periode
2012-2014
Variabel Independen:
Profitabilitas, Ukuran
perusahaan, Pertumbuhan
Asset
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan dan Struktur
Modal
Hasil Penelitian:
Profitabilitas
berpengaruh positif
signifikan terhadap
struktur modal, ukuran
perusahaan dan
pertumbuhan aset
berpengaruh negatif dan
tidak signifikan terhadap
struktur modal,
profitabilitas
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai
perusahaan, ukuran
perusahaan berpengaruh
positif dan tidak
signifikan terhadap nilai
perusahaan, pertumbuhan
aset berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
6 Peneliti:
Indriyani
(2017)
Objek yang diteliti:
Perusahaan manufaktur
sektor makanan dan
Hasil Penelitian: Ukuran
Perusahaan berpengaruh
negative terhadap nilai
28
minuman di BEI periode
tahun 2011-2015
Variabel Independen: Firm
size, Profitabilitas
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
perusahaan, Profitabilitas
berpengaruh signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
7 Peneliti:
Meidiawati
dan Mildawati
(2015)
Objek yang diteliti:
Perusahaan di BEI
Variabel Independen: Ukuran
Perusahaan, Growth,
Profitabilitas, Struktur Modal
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian:
Ukuran perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
nilai perusahaan
Struktur Modal
berpengaruh positif
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan. Profitabilitas
berpengaruh positif
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan. Kebijakan
dividen dan pertumbuhan
perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
8 Peneliti:
Rumondor,
Mangantar dan
Objek yang diteliti: Sub
Sektor Plastik dan
Pengemasan Perusahaan di
BEI
Hasil Penelitian:
Struktur modal
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap nilai
29
Sumarauw
(2015)
Variabel Independen:
Struktur Modal, Ukuran
Perusahaan, Risiko
Perusahaan
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
perusahaan dan Ukuran
perusahaan berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan pada nilai
perusahaan, Risiko
perusahaan berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
9 Peneliti:
Pantow,
Murni, dan
Trang (2015)
Objek yang diteliti: Indeks
LQ45
Variabel Independen:
Pertumbuhan Penjualan,
Firm size, ROA, Struktur
Modal
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian:
Pertumbuhan Penjualan
berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan, Ukuran
Perusahaan berpengaruh
negative tidak signifikan
terhadap nilai
perusahaan, ROA dan
struktur modal
berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
10 Peneliti:
Prasetia,
Objek yang diteliti:
Perusahaan Otomotif di BEI
Hasil Penelitian:
Stuktur modal
mempunyai pengaruh
30
Tommy, dan
Saerang (2014)
Variabel Independen:
Struktur Modal, Ukuran
Perusahaan, dan Risiko
Perusahaan Variabel
Dependen: Nilai Perusahaan
positif tidak signifikan
terhadap nilai
perusahaan, ukuran
perusahaan mempunyai
pengaruh positif
signifikan terhadap nilai
perusahaan, risiko
perusahaan mempunyai
pengaruh positif tidak
signifikan terhadap nilai
perusahaan.
11 Peneliti:
Indriyani
(2017)
Objek yang diteliti:
Perusahaan manufaktur
sektor makanan dan
minuman di BEI periode
tahun 2011-2015
Variabel Independen: Firm
size, Profitabilitas
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian: Ukuran
Perusahaan berpengaruh
negative terhadap nilai
perusahaan, Profitabilitas
berpengaruh signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
12 Peneliti:
Nurhayati
(2013)
Objek yang diteliti:
Perusahaan Sektor Non Jasa
Variabel Independen: Firm
size, Profitabilitas
Hasil Penelitian:
Likuiditas berpengaruh
negative terhadap nilai
perusahaan. Ukuran
Perusahaan dan
31
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Profitabilitas
berpengaruh signifikan
terhadap nilai
perusahaan.
13 Peneliti:
Moniaga
(2013)
Objek yang diteliti:
Perusahaan industri keramik,
porcelen dan kaca periode
2007-2011
Variabel Independen:
Struktur Modal,
Profitabilitas, Struktur Biaya
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian:
Struktur modal
berpengaruh terhadap
Nilai perusahaan,
sedangkan Profitabilitas
dan Struktur biaya tidak
berpengaruh terhadap
Nilai perusahaan.
14 Peneliti:
Prasetyorini
(2013)
Objek yang diteliti:
Perusahaan industri barang
konsumsi di BEI periode
2012-2014
Variabel Independen: Ukuran
Perusahaan, Leverage, PER
Profitabilitas
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan dan Struktur
Modal
Hasil Penelitian:
Ukuran perusahaan, PER
dan Profitabilitas
berpengaruh positif
signifikan terhadap nilai
perusahaan dan Leverage
berpengaruh negative.
32
15 Peneliti: Dewi
dan Wirajaya
(2013)
Objek yang diteliti:
Perusahaan di BEI periode
2009-2011
Variabel Independen:
Struktur Modal, Ukuran
Perusahaan, dan Profitabilitas
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian:
Struktur modal
berpengaruh negatif dan
signifikan pada nilai
perusahaan, Profitabilitas
berpengaruh positif dan
signifikan pada nilai
perusahaan, Ukuran
perusahaan tidak
berpengaruh pada nilai
perusahaan.
16 Peneliti: Dewi
dan Wirajaya
(2013)
Objek yang diteliti:
Perusahaan di BEI
Variabel Independen: Ukuran
Perusahaan, Profitabilitas,
Struktur Modal
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
Hasil Penelitian:
Struktur Modal
berpengaruh negatif
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan. Profitabilitas
berpengaruh positif
signifikan terhadap Nilai
Perusahaan. Firm Size
berpengaruh tidak
berpengaruh terhadap
Nilai Perusahaan.
17 Peneliti:
Hermuningsih
Objek yang diteliti:
Perusahaan yang Terdaftar di
Hasil Penelitian: Pada
perusahaan Malaysia
insider ownership dan
33
dan Wardani
(2009)
BEI dan Bursa Efek
Malaysia
Variabel Independen:
Kebijakan Dividen, Indisder
Ownership, Kebijakan
Hutang
Variabel Dependen: Nilai
Perusahaan
kebijakan hutang
berpengaruh terhadap
kebijakan hutang tetapi
tidak berpengaruh
signifikan kepada nilai
perusahaan. Di Indonesia
insider ownership dan
kebijakan hutang tidak
berpengaruh terhadap
kebijakan dividend an
kebijakan dividen tidak
berpengaruh terhadap
nilai perusahaan.
Kerangka Pemikiran
1. Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Nilai Perusahaan
Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang
dapat dihitung menggunakan total aset, total penjualan, rata-rata tingkat
penjualan. Ukuran perusahaan yang besar dapat mencerminkan jika perusahaan
mempunyai komitmen yang tinggi untuk terus memperbaiki kinerjanya, sehingga
pasar akan mau membayar lebih mahal untuk mendapatkan sahamnya karena
percaya akan mendapatkan pengembalian yang menguntungkan dari perusahaan
tersebut. Semakin besar ukuran perusahaan, maka ada kecenderungan lebih
34
banyak investor yang menaruh perhatian pada perusahaan tersebut, sehingga
akan meningkatkan nilai perusahaan dimata investor. Ukuran perusahaan dilihat
dari total assets yang dimiliki oleh perusahaan, yang dapat dipergunakan untuk
kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total asset yang besar,
pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan aset yang ada di
perusahaan tersebut.
Menurut Sitanggang (2013:76) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan
dengan kapasitas pasar atau penjualan yang besar dapat menunjukan prestasi dari
suatu perusahaan. Besar atau kecilnya ukuran perusahaan dapat di lihat dati total
aktiva atau total penjualan suatu perusahaan. Teori sinyal memiliki hubungan
dengan ukuran perusahaan yaitu dimana manajemen harus memberi tahukan
informasi yang sama mengenai ukuran perusahaan melalui total aset atau total
penjualan yang dimiliki oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Sehingga
para pemegang saham dapat mengetahui seberapa besar ukuran perusahaan yang
mereka tanamkan modalnya, dan agar para investor dapat mengetahui prospek
perusahaan tersebut ke depannya dalam keadaan baik atau buruk. Jika ukuran
perusahaan meningkat maka hal tersebut merupakan sinyal yang positif bagi para
investor.
Hasil penelitian sebelumnya yang sudah terbukti bahwa ukuran perusahaan
memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Menurut penelitian Pratama dan
Wiksuana (2018), menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh positif
signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Menurut penelitian Rachmawati dan
Pinem (2015), menyatakan bahwa Ukuran Perusahaan berpengaruh positif
terhadap Nilai Perusahaan. Hal ini menunjukkan semakin besar ukuran
35
perusahaan maka semakin baik nilai perusahaannya, maka hipotesis yang dapat
diajukan adalah:
H1: Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan.
2. Pengaruh Struktur Perusahaan pada Nilai Perusahaan
Struktur modal menggambarkan proporsi finansial perusahaan antara modal
yang dimiliki yang bersumber dari hutang jangka panjang dan modal sendiri yang
menjadi sumber pembiayaan dalam suatu perusahaan. Salah satu teori struktur
modal yaitu Trade-Off Theory menjelaskan bahwa jika posisi struktur modal
berada di bawah titik optimal maka setiap penambahan hutang akan
meningkatkan nilai perusahaan. Sebaliknya, jika posisi struktur modal berada di
atas titik optimal maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai
perusahaan. Oleh karena itu, dengan asumsi titik target struktur modal optimal
belum tercapai, maka berdasarkan trade-off theory memprediksikan adanya
hubungan positif terhadap nilai perusahaan.
Pada tahun 1960-an, Modigliani dan Miller memasukkan faktor pajak ke
dalam analisis mereka sehingga mendapat kesimpulan bahwa nilai perusahaan
dengan utang akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa
utang. Kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak. Dalam kondisi
ada pajak penghasilan, perusahaan yang memiliki hutang akan memiliki nilai
lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan tanpa hutang. MM
berpendapat bahwa struktur modal dapat mempengaruhi nilai perusahaan karena
penggunaan hutang yang semakin besar pajak yang dibayar semakin kecil, yang
berarti perusahaan dapat menghemat aliran kas keluar (Hanafi, 2015: 300).
36
Hasil penelitian sebelumnya yang sudah terbukti bahwa ukuran perusahaan
memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Menurut penelitian Pantow, Murni
dan Trang (2015) menyatakan bahwa Struktur Modal berpengaruh positif
signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
H2: Struktur Modal berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran di atas, maka peneliti dapat
membuat hipotesis sebagai berikut:
H1: Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
H2: Struktur Modal berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan