Download - BAB II HIV AIDS
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 1/25
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang menunjukkan
adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai akibat infeksi human immunodeficiency virus
(HIV).1
Penyakit AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai HIV
yang dapat menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menurun sehingga mudah terjangkit
penyakit infeksi berat atau keganasan yang menyebabkan kematian.1
HIV/AIDS merupakan sebuah masalah besar yang sangat mengancam, tidak hanya
Indonesia tapi juga seluruh negara di dunia. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari penyakit
ini. HIV/AIDS tidak hanya menyerang dewasa tapi juga anak-anak. Peningkatan penderita HIV
mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan meruntuhkan kerja keras terhadap
kelangsungan hidup anak-anak pada beberapa negara yang dikenai.2
United Nation Joint Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), salah satu badan World
Health Organization (WHO) yang khusus mengurusi masalah AIDS, memperkirakan jumlah
orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta
orang.1
Sedangkan jumlah anak-anak berusia di bawah 15 tahun yang menderita HIV adalah
sekitar 2 juta (1,9 juta-2,3 juta), 90% dari mereka berada di Sub Sahara Afrika. Sub Sahara
Afrika adalah wilayah yang paling bayak dipengaruhi, diikuti oleh Asia. Pada tahun 2007,
diperkirakan terdapat 370.000 anak-anak yang baru terinfeksi, kebanyakan melalui transmisi dari
ibu ke anak dengan kemungkinan setengahnya akan meninggal tanpa intervensi awal. Dari
270.000 anak-anak yang meninggal pada tahun 2007 sebagian besar diantaranya tidak pernahterdiagnosis sebagai HIV atau menjalani perawatan HIV.3
Infeksi HIV lebih agresif pada bayi dan anak-anak daripada orang dewasa, dengan 30%
meninggal pada tahun pertama kelahiran dan 50% pada usia 2 tahun tanpa akses terhadap obat-
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 2/25
2
obat penyelamat, termasuk terapi antiretroviral dan preventif seperti kotrimoksazol
(trimethoprim-sulfamethoxazole).3
Penyebab tersering kematian pada bayi dan anak-anak dengan HIV adalah infeksi saluran
pernapasan, diare dan tuberkulosis yang umumnya disebabkan oleh beberapa faktor resiko,
termasuk infeksi oportunistik dan kurang gizi, dari seluruh kasus, kematian paling banyak
terdapat pada anak-anak dengan berat badan kurang. Status gizi yang buruk membuat anak-anak
lebih rentan terhadap morbiditas dan mortalitas, meskipun mereka menerima terapi
antiretroviral3.
Resiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak dapat diturunkan melalui diagnosis dini
dan penatalaksanaan yang adekuat dengan cara pemberian antiretroviral profilaksis untuk ibu
dengan HIV positif selama kehamilan, persalinan dengan operasi caesar atau dengan pemberian
imunisasi rutin dan perbaikan gizi.4,5
1.2. Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan HIV pada anak.
1.3. Tujuan Penulisan
Mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan HIV pada anak.
1.4. Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari berbagai
literatur.
1.5. Manfaat Penulisan
Melalui penulisan referat ini diharapkan akan bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang patogensis, diagnosis, dan penatalaksanaan HIV pada anak.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 3/25
3
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Defenisi
AIDS adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun selular sebagai
akibat infeksi human immunodeficiency virus1
2.2 Epidemiologi
a. Pada tahun 2000, WHO memperkirakan 1,5 juta anak terinfeksi HIV dan diantara
penderita AIDS dewasa , 30% adalah ibu, termasuk ibu hamil6
b. DepKes pada tahun 2006 memperkirakan terdapat 169.000 ± 216.000 ODHA di
Indonesia dengan rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 Juni 2007
adalah 4,27 per 100.000 penduduk ( revisi berdasarkan data BPS 2005, jumlah penduduk
Indonesia 227.132.350 jiwa) 7.
c. Jumlah penderita HIV/AIDS di Sumatera Barat sampai 31 desember 2006
y Cumulative AIDS cases : 64
y Meninggal : 32
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko
2.3.1 Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2. HIV adalah virus yang tergolong
kedalam keluarga retrovirus subkelompok lentivirus. HIV-1 dan HIV -2 memiliki struktur yang
hampir sama. HIV-1 mempunyai gen vpu tetapi tidak mempunyai gen vpx, sedangkan HIV-2
mempunyai gen vpx tetapi tidak mempunyai gen vpx.8
2.3.1.1 Struktur HIV
HIV mempunyai inti berbentuk silindris dan eksentrik, mengandung genom RNA diploiddan enzim reverse transcriptase (RT), protease serta integrase. Reverse transcriptase digunakan
RNA template untuk memproduksi hybrid DNA. 9 Antigen kapsid (p24) adalah core antigen
virus HIV yang merupakan petanda terdini adanya infeksi HIV-1, ditemukan beberapa hari-
minggu sebelum terjadi serokonversi sintesis antibody terhadap HIV-1.9
Antigen ini menutupi
komponen nukleoid, sehingga membentuk struktur nukleokapsid. Antigen P17 merupakan
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 4/25
4
bagian dalam sampul HIV. Pada bagian permukaan virion terdapat tonjolan yang terdiri atas
molekul glikoprotein (gp120) dengan bagian transmembran gp41. Antigen gp120 ini yang
mengikat reseptor sel CD4 pada sel T dan makrofag.9
Gambar 1 : Struktur HIV
2.3.1.2 Siklus hidup
Siklus hidup dibagi menjadi 2 fase :
a. Fase Pertama
Dimulai dari melekatnya HIV pada sel host melalui interaksi antara molekul
gp120 dengan molekul CD4 dan reseptor kemokin (CXCR4 dan CCR5) (imunologi
dasar). Kemudian diikuti dengan fusi membrane sel HIV dengan membrane sel host. Di
dalam sel host terjadilah transkripsi DNA HIV dari RNA HIV oleh enzim RT. DNA HIV
yang terbentuk kemudian berinteraksi dengan DNA sel host dengan bantuan enzim
integrase. DNA yang terintegrasi disebut provirus.9
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 5/25
5
b. Fase Kedua
Transkrip DNA HIV yang telah terintegrasi menjadi RNA genom HIV dan
mRNA kemudian ditransport kedalam sitoplasma untuk ditranslasi menjadi protein virus
dengan bantuan enzim protease. Genom RNA dan protein yang terbentuk di rakit pada
permukaan membrane sel host. Terjadilah partikel HIV melalui proses budding dengan
membrane sel host sebagai bagian lipid sampul HIV.
Gambar 2 : Daur hidup HIV
2.3.2 Faktor risiko tertular HIV pada bayi dan anak adalah :
a. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
b. Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan berganti
c. Bayi yang lahir dari ibu atau pasangannya penyalahguna obat intravena
d. Bayi atau anak yang mendapat transfuse darah atau produk darah berulang
e. Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik yang tidak steril
f. Anak remaja dengan hubungan seksual berganti-ganti pasangan.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 6/25
6
2.4 Patogenesis
2.4.1. Pengaruh HIV terhadap system imun
HIV memasuki sel melalui molekul CD4 pada permukaan sel seperti sel T CD4, sel
makrofag, monosit, dan dendrit. Pada infeksi HIV terjadi imunosupresi yang disebabkan oleh
menurunnya jumlah dan terganggunya fungsi sel T CD4. Proses ini tidak hanya disebabkan oleh
efek sitopatik langsung, tetapi juga oleh efek sitopatik tidak langsung yang dinamakan
patogenesis imun.1
Selain efek langsung dan tak langsung juga ada peranan sel sitotoksik CD8
dalam infeksi HIV, yaitu sel CD8 akan mengikat sel yang terinfeksi oleh virus HIV dan
mengeluarkan perforin yang menyebabkan kematian sel. Sel CD8 juga dapat menekan replikasi
HIV didalam limfosit CD4.10
2.4.1.1 Efek sitopatik langsung1
a. Proses replikasi virus dalam sel T CD4 , menyebabkan:
y Peningkatan permeabilitas membran sel T CD4, sehingga ion dan air masuk
kedalam sel dan mengakibatkan lisis sel
y Menghambat sintesis protein sel host kematian sel T CD4
b. Penimbunan DNA virus yang tidak terintegrasi ke genom host memberikan efek
toksik pada sel T CD4 yang terinfeksi dan menganggu fungsi normal sel host
sehingga sel T CD4 menjadi matic. Interaksi molekul gp120 HIV dengan molekul CD4 intrasel
d. Hambatan maturasi sel precursor T CD4
HIV dapat menginfeksi sel precursor T CD4 didalam timus sehingga sel tersebut
tidak berkembang menjadi matur. Akibatnya jumlah sel T CD4 perifer menurun
2.4.1.2. Efek sitopatik tidak langsung
Beberapa hipotesis mengenai efek sitotoksik tidak langsung mengenai penurunan jumlah
dan fungsi sel T CD yang di akibatkan virus HIV:
1. Pembentukan sel sinsitia
Terjadi karena sel T CD4 yang terinfeksi HIV memproduksi protein virus gp120 dan
mengekspresikannya di permukaan membrannya. Molekul gp120 mempunyai afinitas yang
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 7/25
7
tinggi terhadap sel T CD4 yang belum terinfeksi sehingga akan mengikat sel T CD4 yang belum
terinfeksi dan melebur menjadi satu dengan 2 inti.
2. Apoptosis sel T reaktif
Molekul gp120 yang dibentuk oleh sel T CD4 yang terinfeksi dapat berikatan dengan
molekul CD4 yang normal.dan oleh kompleks gp120-anti120 membuat sel yang normal menjadi
apoptosis. Disamping itu, molekul ini juga dapat menyebabkan refrakter terhadap semua
stimulasi, sehingga fungsi selT CD4 berkurang.
3. Destruksi autoimun yang diinduksi HIV
Sel T CD4 normal yang sudah berikatan dengan molekul gp120 selain mengalami
apoptosis juga akan mengalami lisis melalaui proses ADCC (antibody dependent cellular
cytotoxicity) dan fiksasi komplemen.
4. Perubahan produksi sitokin sehingga menginduksi hambatan maturasi
y Adanya gangguan produksi sitokin oleh sel makrofag dan monosit akan menghambat
maturasi sel precursor T CD4
y Disregulasi produksi sitokin pada infeksi HIV aktivasi sel Th2, yaitu aktivasi
imunitas humoral (sel B) kadar immunoglobulin serum meningkat produksi
autoantibody meningkat penyakit autoimun.
2.4.2 Perjalanan Klinis HIV8,11
1. Fase infeksi akut
Sel dendrit di epitel tempat masuknya virus bertindak sebagai antigen precenting cell
(APC) menangkap virus yang kemudian bermigrasi ke kelenjar limfoid dan
mempresentasikannya ke sel limfosit CD4 sehingga merangsangnya. Sel dendrit
mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan envelope HIV, sehingga sel dendrit
berperan besar dalam penyebaran HIV ke jaringan limfoid. dendrit dapat menularkan HIV ke sel
TCD4+
melalui kontak langsung antar sel. Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV,
replikasi virus dalam jumlah banyak dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini
menyebabkan viremia disertai dengan sindrom HIV akut (gejala dan tanda nonspesifik seperti
infeksi virus lainnya). Virus menyebar ke seluruh tubuh dan menginfeksi sel T subset CD4 atau
T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan limfoid perifer. Setelah penyebaran infeksi HIV,
terjadi respons imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap antigen virus. Respons imun
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 8/25
8
dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus, yang menyebabkan berkurangnya
viremia dalam 12 minggu setelah paparan pertama.
2. Fase Laten Klinis (clinical laten period)
Pada fase ini kelenjar getah bening dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi
sel. Sistem imun masih kompeten untuk mengatasi infeksi mikroba oportunistik dan belum
tampak gejala klinik infeksi HIV. Pada fase ini jumlah virus rendah dan sebagian besar sel T
perifer tidak mengandung HIV, tetapi penghancuran sel T CD4+ di jaringan limfoid terus
berlangsung dan jumlahnya dalam sirkulasi terus berkurang.
3. Fase Kronik Progresif
Fase ini rentan terhadap infeksi lain dan respon imun terhadap infeksi tersebut akan
menstimulasi produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid.
Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut AIDS yaitu dimana
terjadi destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari
200 sel/mm3, dan viremia HIV meningkat drastis. Pada penderita AIDS mudah mendapat infeksi
oportunistik, neoplasma, kaheksia (HIV wasting syndrome), gagal ginjal (nefropati HIV), dan
degenerasi susunan saraf pusat (ensefalopati HIV).
2.4.3 Cara penularan HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama :
a. Transmisi vertikal dari ibu ke janin
Transmisi terjadi melalui plasenta (intrauterine) atau intrapartum yaitu pada waktu bayi
terpapar dengan darah ibu atau secret genetalia yang mengandung HIV. Transmisi ini terjadi
pada 20-50% kasus. Resiko tertular HIV melalui ASI adalah 11-29%. Penularan dapat terjadi
pada trimester ketiga, tetapi pemajanan selama persalinan dan kelahiran merupakan faktor
utamayang membedakan antara persalinan pervaginan dan operasi sesar.1,12
b. Transmisi langsung ke peredaran darah melalui transfusi atau jarum suntik
c. Transmisi melalui mukosa genital.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 9/25
9
2.5 Diagnosis dan Tes infeksi HIV pada Anak
Diagnosis infeksi HIV pada bayi yang terpajan pada masa perinatal dan pada anak kecil
sangat sulit karena antibodi maternal terhadap HIV yang didapat secara pasif mungkin masih ada
pada darah anak sampai pada umur 18 bulan. Tantanan diagnostik bertambah meningkat bila
anak sedang menyusu atau pernah menyusu. Meskipun infeksi HIV tidak dapat disingkirkan
sampai 18 bulan pada beberapa anak, sebagian besar anak akan kehilangan antibodi HIV pada
umur 9-18 bulan.4
2.5.1 Test HIV
Tes HIV secara sukarela dan bebas dari paksaan, dan persetujuan harus diperoleh
sebelum melakukan tes HIV
Semua tes diagnostik HIV harus:
y rahasia
y diikuti dengan konseling
y dilakukan hanya dengan informed consent , mencakup telah diinformasikan dan sukarela
Pada anak, hal ini berarti persetujuan orang tua atau pengasuh anak. Pada anak yang lebih
tua, biasanya tidak diperlukan persetujuan orang tua untuk tes atau pengobatan. Akan tetapiuntuk remaja lebih baik jika mendapat dukungan orang tua dan mungkin persetujuan akan
diperlukan secara hukum. Menerima atau menolak tes HIV tidak boleh mengakibatkan
konsekuensi yang merugikan terhadap kualitas perawatan yang diberikan.4
2.5.1.1 Tes antibodi (Ab) HIV ELISA atau rapid test
Tes cepat makin tersedia dan aman, efektif, sensitif dan dapat dipercaya untuk
mendiagnosis infeksi HIV pada anak mulai umur 18 bulan. Untuk anak berumur < 18 bulan tes
cepat antibodi HIV merupakan cara yang sensitif, dapat dipercaya untuk mendeteksi bayi yang
terpajan HIV dan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak yang tidak mendatpatkan ASI.4
Diagnosis HIV dilaksanakan dengan merujuk pada pedoman nasional yang berlaku di
Indonesia yaitu dengan strategi III tes HIV yang menggunakan 3 jenis tes yang berbeda dengan
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 10/25
10
urutan tertentu sesuai yang direkomendasikan dalam pedoman atau dengan pemeriksaan virus
(metode PCR).4
Tes cepat HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak dengan
malnutrisi atau keadaan klinis berat lainnya di daerah dengan prevalensi tinggi HIV. Untuk anak
berumur < 18 bulan, semua tes antibodi HIV yang positif harus dipastikan dengan tes virologis
sesegera mungkin. Jika hal ini tidak tersedia ulangi tes antibodi pada umur 18 bulan.4
2.5.1.2 Tes virologis
Tes virologis untuk RNA atau DNA yang spesifik HIV merupakan metode yang paling
dipercaya untuk mendiagnosis infeksi HIV pada anak berumur < 18 bulan sampel darah harus
dikirim ke laboratorium khusus yang dapat melakukan tes ini (dirujuk ke RS daerah yang
menjadi untuk program perawatan, dukungan dan pengobatan HIV-PDP). Jika anak pernah
mendapatkan pencegahan dengan zidovudine (ZDV) selama atau sesudah persalinan, tes
virologis tidak dianjurkan sampai 4-8 minggu setelah lahir, karena ZDV mempengaruhi tingkat
kepercayaan tes. Satu tes virologis yang positif pada 4-8 minggu sudah cukup untuk membuat
diagnosis infeksi pada bayi muda. Jika bayi muda masih mendapat ASI dan tes virologis RNA
negatif, perlu diulang 6 minggu setelah anak benar-benar disapih untuk memastikan bahwa anak
tidak terinfeksi HIV.4
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 11/25
11
Bagan Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 bulan dan Mendapat ASI7
Hentikan ASI
Positif Negatif
Positif
Catatan:
Bila anak tidak pernah diperiksa uji virologi sebelumnya, masih mendapatkan ASI dan status ibu HIV
positif, sebaiknya segera lakukanuji virologi pada usia berapa pun.
a. Uji antibodi HIV dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi HIV pada anak usia 9-12 bulan.
Sebanyak 74% anak saat usia 9 bulan, dan 96% anak saat usia 12 bulan, tidak terinfeksi HIV dan akanmenunjukkan hasil antibodi negatif.
b Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV baru dapat
disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu. Hasil uji antibodi HIV pada anak yang pemberian
ASInya sudah dihentikan dapat menunjukkan hasil negatif pada 4-26% anak, tergantung usia anak saat
diuji, oleh karena itu uji antibodi HIV konfirmasi perlu dilakukan saat usia 18 bulan.
Anak usia < 18 bulan dan mendapat ASI
Ibu terinf eksi HIV
Tidak diketahuiYa
Uji antibodi HIVa Uji virologi HIV
Negatif,
Hentikan ASI
Diagnosis
presumptif
HIV positif Ulang uji virologi
atau antibodi
HIV setelah ASI
sudah dihentikan
> 6 minggub
Prosedur penilaian tindak
lanjut dan tata laksana
setelah konfirmasi dia nosis
Mulai ART
(prosedur IX)
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 12/25
12
Bagan Diagnosis Hiv Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu Hiv Positif, Dengan Hasil
Negatif U ji Virologi Awal dan Terdapat Tanda/Ge jala Hiv Pada K un jungan Berik utnya7
Negative tidak
positif
bAnak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga infeksi HIV dapat
disingkirkan bila ASI dihentikan > 6 minggu.
Anak usia , 18 bulan dengan hasil negative uji virology awal dan terapat tanda
dan gejala HIV selama tindak lan jut
HIV
negatif
Apakah
mendapat ASI
Ulang uji virologi HIV
HIV positif
Ulang uji virologi atau antibodi IV
setelah ASI dihentikan > 6 minggub
Ya
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 13/25
13
Menegakkan Diagnosis Presumptif Hiv pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Terdapat
Tanda/Ge jala Hiv yang Berat.7
atau
Catatan:
Menurut definisi Integrated Management of Childhood Illness (IMCI):
a. Oral thrush adalah lapisan putih kekuningan di atas mukosa yang normal atau kemerahan
(pseudomembran), atau bercak merah di lidah, langitlangit mulut atau tepi mulut, disertai rasa
nyeri. Tidak bereaksi dengan pengobatan antifungal topikal.
b. Pneumonia adalah batuk atau sesak napas pada anak dengan gambaran chest indrawing ,
stridor atau tanda bahaya seperti letargik atau penurunan kesadaran, tidak dapat minum atau
menyusu, muntah, dan adanya kejang selama episode sakit sekarang. Membaik dengan
pengobatan antibiotik.
c. Sepsis adalah demam atau hipotermia pada bayi muda dengan tanda yang berat seperti
bernapas cepat, chest indrawing, ubun-ubun besar membonjol, letargi, gerakan berkurang, tidak
mau minum atau menyusu,
kejang, dan lain-lain.
Minimal 2 gejala berikut:
Oral thrush
Pneumonia berat
Sepsis berat
Kematian ibu yang
berkaitan
Bila ada 1 kriteria berikut:
PCP,meingitis kriptokokus,
kandidiasis esofagus
Toksoplasmosis
Malnutrisi berat yang
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 14/25
14
Bagan Diagnosis HIV pada Bayi dan Anak � 18 Bulan7
Negative tidak
ya
negatif
positif
tidak negatif
positif
Catatan:
y Hasil positif uji antibodi HIV awal (rapid atau ELISA) harus dikonfirmasi oleh uji kedua (ELISA) menggunakanreagen berbeda. Pada pemilihan uji antibodi HIV untuk diagnosis, uji pertama harus memiliki sensitivitastertinggi, sedangkan uji kedua dan ketiga spesifisitas yang sama atau lebihtinggi daripada uji pertama.
Umumnya, WHO menganjurkan uji yang mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang sama atau lebih tinggi.
y Di negara dengan estimasi prevalensi HIV rendah, uji konfirmasi (uji antibodi HIV ketiga) diperlukan pada bayidan anak yang asimtomatik tanpa pajanan terhadap HIV.
y Diagnosis definitif HIV pada anak > 18 bulan (riwayat pajanan diketahui atau tidak) dapat dilakukan dengan ujiantibodi HIV, sesuai algoritme pada dewasa. Uji virologi HIV dapat dilakukan pada usia berapapun.
Anak usia 18 bulan dengan pa janan HIV atau anak sakit berat, pa janan
Mendapat ASI
dalam 6 minggu
terakhir
HIV negatif Uji
antibodi
Ulang uji antibodi HIV setelah
ASIdihentikan > 6 minggub
Inkonklusif. Lan jutkan sesuai
pedoman uji HIV pada dewasa a
Konf irmasi uji
antibodi HIV
Tanda/gejala
sesuai inf eksi
HIV
Inkonklusif.
Lan jutkan sesuai
pedoman uji HIV
Konf irmasi uji
antibodi HIV
HIV positif
HIV positif
Positif
Ya
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 15/25
15
2.6 Terapi HIV
Saat ini tujuan terapi HIV bukanlah untuk membasmi virus dan menyembuhkan pasien,
tetapi untuk menekan virus dalam jangka waktu yang lama. Sehingga perjalanan penyakit
menjadi kronis.13
Terapi ARV yang ada saat ini sudah mampu menekan replikasi virus sebanyak
log 0,5 hingga log 3 dan memperbaiki beberapa gejala serta meningkatkan derajat hidup
penderita.14
Keputusan untuk penggunaan anti retrovirus bergantung pada viral load, jumlah dari
sel CD4 dan kondisi klinis. Obat yang digunakan adalah gabungan dari 2 atau 3 jenis obat, yang
punya efek terhadap virus, sistem imun dan gejala klinisnya. Pemantauan dari keberhasilan terapi
dideteksi dengan menghitung viral load dan jumlah CD4 plasma .13
Manajemen dari infeksi HIV
pada anak membutuhkan perawatan kesehatan yang lebih intensif, ARV yang lebih ampuh dan
perlindungan dari infeksi opurtunistik.15
Prisip dari pemberian anti retrovirus:13
y Mencegah replikasi dari virus yang menyebabkan kejerusakan sitem imun.
y Tingkat viral load mengindikasikan progesifitas penyakit, sedangkan jumlah CD4
menggambarkan besarnya resiko dan infeksi oputinistik.
y Penggunakan terapi kombinasi untuk mencegah resistensi virus.
y Tujuan untuk menekan replikasi virus dapat dicapai dengan inisiasi penggunaaan
kombinasi anti retrovirus yang belum pernah digunakan pasien sebelumnya dan tidak ada
resistensi-silang dengan obat yang dipakai sebelumnya.
y Pelekatan dengan kompeks regimen obat sangat penting untuk keberhasilan terapi.
Antiretro virus (ART) dikelompokan berdasarkan kemampuan mereka dalam
menghambat enzim reverse trankiptase atau enzim protease virus. Penghambat reverse
trankiptase dapat dibagi lagi kedalam nukleotida reverse trankiptase inhibitors (NRTIs) dan non-
nukleotida reverse trankiptase inhibitors.16
NRTI merupakan obat utama dalam terapi HIV.
Terbagi dalam 2 golongan derifat thyamine dan non-thyamine derifat.17
Terapi kombinasi yang
sering digunakan adalah gabungan dari tymidine analog NRTIs, non Tymidine analog NRTTs
dan protease inhibitor.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 16/25
16
Obat Obat Yang digunakan dalam terapi HIV (ART)13,14
1. Nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NR TIs)
Abacavir (Ziagen, ABC)
y Dosis : 8 mg/kgbb (max 300mg) per oral 2 kali sehari untuk anak usia 3 bulan-18 tahun
y Sediaan : tablet 300mg, cair 20mg/ml
y ES : Mual, Muntah, tidaknafsu makan, demam, diare. Jarang : hipersensitifitas,
pengkreatitis, peningkatan trigliserida
Didanosine (Videx, DDI )
y Dosis : 2 mg- 8bln : 50-100 mg/m2
Per Oral.2 kali sehari. Anak anak : 120mg/m2
2 kali
sehari.
y Sediaan : cair 10 mg/ml, Serbuk 100, 167, 250 mg
y Interaksi dengan : dapsone, ketoconazole, itraconazole, ethambutol, zalcitabine,
metronidazole, fluoroquinolone.
y ES : Sakit kepala, diare, mual muntah. Jarang : pengkreatitis, neuropati perifer,
abnormalitas elkrolit.
Emtricitabine (Emtriva, FTC )
y Dosis : Anak > 33 kg 200mg kapsul, satu kali sehari
y ES : sakit kepala, mual muntah. Jarang : hepatomegali.
Lamivudine (Epivir, Epivir HBV, 3TC )
y Dosis : Neonatus dan bayi , 30 hari 2 mg/kgbb PO. Bayi, anak dan remaja : 4mg/KgBB
(max 150 mg )]
y Sediaan : cair 10 mg/ml, tablet 150 mg
y Interaksi : Trimethoprim/sulfa
y ES : maul muntah , sakit kepala, diare, sakit perut.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 17/25
17
Stavudine (Zerit, d4T )
y Dosis : 1 mg/kgbb PO 2 kali sehari.
y Sediaan : Cair 1 mg/ml, capsul 15, 20, 30, 40 mg
y ES : mual, sakit kepala
Zidovudine (Retrovir, AZT, ZDV)
y Dosis :
o Profilaksis :
neonatus 2mg/kgbb PO tiap 6 jam atau 2,7 mg/kgbb PO tiap 8 jam atau
1,5 mg/kgbb iv tiap 6 jam.
Bayi Prematur( < 30mg masa gestasi) : 1,5 mg/kgbb IV tiap 12 jam
o Terapi : Umur 6 minggu ± 12 tahun 160 mg/m2 PO tiap 8 jam atau 180 ± 280
mg/m2 Po tiap 12 jam
y ES : Sakit kepala supresi sumsum tulang. Jarang myopati hepatomegali
y Sediaan : cairan 10 mg/ml, capsul 100 mg, tablet 30 mg, Injelksi 10 mg/ml
y Interaksi : ganciclovir, fluconazole, rifampin, atovaquone, pentamidine, probenecid,
valproic acid
2. Non Nucleoside/nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NR TIs)
Efavirenz (Sustiva, EFV)
y Dosis : 10± <15 kg : 200 mg. 15± <20 kg : 250 mg. 20± <25 kg : 300 mg. 25± <32.5 kg :
350 mg. 32.5± <40 kg. 400 mg. Per Oral 1 kali sehari sebelum tidur.
y Sediaan : capsul 50, 100, 200 mg.
y Interaksi : Induces p450 3A4 antihistamines, sedative-hypnotics, calcium channel
blockers, ergots, cisapride, warfarin, amphetamines, rifampin, anticonvulsants
y ES : gejala nerurologi dan psikiatri ( insomnia, mimpi buruk, depresi, halusinasi )
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 18/25
18
Nevirapine (Viramune, NVP)
y Dosis : neonatus 0-2 bulan 5 mg/kg PO 1 kali sehari. 2 bulan ± 14 tahun: 4 mg/kgbb
selama PO 1 kali sehari.
y Sediaan : cair 10 mg/ml, tablet 200 mg
y Interaksi : Induces p450 3A ketoconazole, rifampin/rifabutin, methadone,
anticonvulsants, oral contraceptives
y ES : Ruam, sakit kepala, demam, mual. Jarang : hepatitis, hipersensitifitas.
3. Protease Inhibitor
Amprenavir (Agenerase, APV)
y Dosis : 4-16 tahun ,50kg 22,5/kgbb PO 2 laki sehari. >50 kg : 1400 mg PO 2 kali sehari.
y Sediaan : cair : 15 mg/ml, capsul 50, 150, mg
y Interaksi : CYP3A4 inhibitor rifampin, sedative-hypnotics, calcium channel blockers,
ergots, cisapride.
y ES : Mual mantah, diare, ruam. Jarang : insulin resistance, redistirbusi lemak.
Lopinavir/Ritonavir (Kaletra, LPV/RTV)
y Dosis : > 6 Bulan 7± <15 kg:12 mg LPV dan 3 mg RTV/kg PO 2 kali sehari. 15±40 kg:10
mg LPV dan 2.5 mg RTV/kg PO 2 klai sehari.
y Sediaan : cair 80 mg/ml , tablet 133,3 mg.
y Interaksi : Induces p450 3A antihistamines, sedative-hypnotics, calcium channel
blockers, antiarrhythmics, ergots, cisapride, warfarin, amphetamines, rifampin,
y ES : diare, sakit kepala, mual muntah. Jarang : diabetes melitus.
Ritonavir (Norvir, RTV)
y Dosis : 200 mg/m2 tiap 12 jam.
y Sediaan : 20 mg/ml, tablet 33.3 mg
y ES : mual muntah, diare, peningkatan lipid serum.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 19/25
19
Selain Obat obatan yang terdiri dari 1 agen, saat ini telah tersadia ARV combinasi yang
terdiri dari 3 atau lebih agen yang disebu Fixed Dose Combination ( FDC ) yang terderi dari
stavudin (d4T), lamivudin (3TC) dan nevirapin (NVP) .15
Inisiasi terapi harus dimulai saat anak sudah menunjukan gejala klinis atau adanya bukti
disfunsi dari sistem imun tampa melihat umur atau Viral Loadnya. Anak yang kecil adari 1 tahun
perjalanan penyakitnya sangat cepat sehingga inisiasi terapi harus dimulai tepat saat anak
pertama kali diketahui telah terinfeksi dengan virus HIV.13
Berdasarkan pedoman penatalaksaan infeksi HIV yang dikeluakan DEPKES, pemberiaan
ARV dimulai saat anak sudah positi terinfeksi dengan virus HIV dan berada pada kriteria WHO
3 atau 4. Namun bila tidak memenuhi kriteria WHO 3 atau 4, maka dilihat lagi apakah level
CD4+ sudah menunjukan imunodefisiensi berat. Bila anak berusia > dari 12 bulan di lihat lagi
apakah dia menderita tuberculosis, lymphoid-interstitial pneumonitis, atau oral hairy leukoplakia
atau Trombositopenia. Bila infeksi tersebut sudah ada maka dilakukan lagi pemeriksaan CD4+,
untuk melihat apakah terjadi imunodefisiensi berat atau tidak. Penundaaan pemberian ART dapat
dilakukan bila hasil pemeriksaan tersebut menunjukan tidak ada imunodefisiensi berat, terapi
ARV dapat ditunda. Tapi pemberian ART harus diberikan segera bila keadaan tersebut tidak
ada.(depkes).
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 20/25
20
Berik ut bagan algoritma pemberian AR T pada anak 7
Anak Positif HIV
Stadium WHO 3
atau 4
TB, LIP,
OHL atau
Pemeriksaan
Jika CD4+ tidak
menun jukkan
imunodef isiensi berat
CD4+Menunjukkan
imonodefisiensi berat
yang dikaitkan dengan
HIV
Anak Usia >12
Bulan
Mulai ART
Ulang
Pemeriksaan
CD4+ dengan
Sample berbeda
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 21/25
21
ART yang diberikan berupa kombinasi dari beberapa ARV. Berdasarkan pedoman
pemberian ARV, obat lini pertama yang diberikan pada anak yang memenuhi kriteria pemberian
ARV adalah 2 NRTIs dan 1 NNRTIs. ARV yang tetap diberikan pada pengobatan lini pertama
adalah 3TC (lamivudin). Sedangkan 3 obat lainnya dipilih antara zidofudin(AZT) dan Stavudin
(d4T) dari golongan NRTIs, nevirapin(NVP) dan efavirenz(EFV) dari golongan NNRTIs. Obat
golongan NRTIs lain yang bias juga diberikan adalah Abacavir(ABC).
Lamividin (3TC) selalu digunakan dalam terapi lini pertama dalam pengobatan HIV
karena mamiliki catatan keamanan, efektifitas dan tolerantibilitas yang baik. Namun mudah
mengalami resistensi bila digunakan secara tunggal. FDC juga bias digunakan dlam terapi lini
pertama karena mengandung agen agen yang sama dengan terapi lini pertama konfensional.
Tetepi perlu dipertimbangkan antara kepraktisan pengobatan dengan ketersediaan obat.
Pada anak penderita HIV dengan komplikasi TB perlu dipertimbangakan penggantian
terapi untuk mencegah interaksi dengan Rifampisin, karena diantara OAT hanya Rifampisin
yang berinteraksi dengan ARV. Jika regimen yang digunakan adalah 2 NRTIs + ABC atau EFV,
regimen tidak usah ditukar, sedangkan bila NNRTIs yang digunakan adalah NVP maka perlu
diganti dengan ABC atau EFV dengan tetap menggunakan NRTI yang sebelumnya. Pemantauan
fungsi hati pada penggunaan bersama ARV dengan Rifampisin perlu dilakukan, karena efek
hepatotoksiknya yang tumpang tindih.
Penggantian antiretroviral dapat dilakukan dengan pertimbangan Regimen yang
digunakan tidak lagi efektif. Terbukti dengan meningkatnya viral load, menurunnya jumlah sel
CD4 dan progesifitas dari menifestasi klinisnya.13
Secara klinis ada beberapa kriteria untuk dapat menyimpulkan bahwa terapi ARV gagal7
:
y Penurunan atau tidak adanya laju pertumbuhan pada anak yang awalnya berespons
terhadap pengobatan.y Hilangnya neurodevelopmental milestones atau munculnya ensefalopati.
y Adanya infeksi oportunistik baru atau keganasan atau rekurensi infeksi seperti.
kandidiasis oral yang refrakter terhadap pengobatan atau kandidiasis esofagus.
y Gejala bukan IRIS atau penyebab lainnya yang tidak relevan.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 22/25
22
Sedangkan kriteria imunologis yang harus dipenuhi adalah:7
y Munculnya imunodefisiensi berat menurut usia setelah pernah pemulihan imun inisial.
y Imunodefisiensi berat menurut usia yang progresif, dikonfirmasi dengan minimal satu
pemeriksaan CD4+.
y Penurunan cepat sampai di bawah ambang batas imunodefisiensi berat menurut usia.
Sebelum diputuskan menggunakan pengobatan ARV lini I kedua perlu dipertimbangkan
hal hal lain yang menyebabkan penderita mengalami kegagalan pengobatan. Kepatuhan biasanya
merupakan faktor utama kegagalan pengobatan, sehingga faktor ini harus selesaikan terlebih
dahulu. Faktor lain yang harus diperhatiakan adalah pola pengasuhan pengobatan. Bila factor
factor ini telah disingkirkan maka penggantian ARV perlu dipertimbangkan.
Bila yang digunakan adalah 2 NRTIs + 1 NNRTIs maka terapi lini ke 2 yang digunakan
adalah 2 NRTIs baru + 1 PI. Bila NRTI yang digunakan lini pertama adalah AZT/d4T + 3TC
maka diganti dengan ddI+ABC, sedangkan bila yang digunakan ABC+3TC maka lini keduanya
adalah ddI+AZT. Sedangkan PI yang digunakan dipilih antara LPV, SQV dan NFV.
Bila terapi lini pertama yang digunakan adalah 3NRTIs maka ditukar dengan 1 NRTI+
1NNRTIs + 1 PI. Biasanya diganti dengan ddI + EF
V/NVP + LPV/SQV/NF
V.
2.7 Prognosis.
Pada negara berkembang prognosis dari penyakit ini lebih tergambar dengan melihat
kepada gejala klinisnya. Manifestasi klinis yang lebih berat seperti adanya infeksi opurtunistic
(seperti ensepalopati) mempunyai prognosis yang lebih buruk dari anak yang hanya menunjukan
gejala seperti hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati. Anak dengan gejala infeksi berat,
75% berakir dengan kematian sebelum usia 3 tahun. Sedangkan anak dengan gejala demam yang
menetap, infeksi bakteri yang serius anemia yang menetap dan trombositopenia, hanya 30% yang
berahir dengan kematian pada usia yang sama.13
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 23/25
23
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. HIV menyebabkan imunosupresi pada manusia dengan cara menurunkan jumlah dan
mengganggu fungsi sel T CD4. efek ini dicapai mlalui dua cara yaitu efek langsung dan
efek tidak langsung.
2. Tujuan umum dari terapi HIV adalah untuk memperpanjang harapan hidup pnderita
bukan untuk menghilangkan penyakit. Obat yang digunakan ada dua jenis yaitu anti
revers transkriptase (NRTIs dan NNRTIs) dan anti proteinase. Obat ini digunakan secara
kombinasi 2 atau 3 obat sekaligus
3.2 Saran
1. HIV ini menular melalui kontak cairan tubuh, tidak melalui aktitas sosial seperti
bersalaman,mengobrol dan sebagainya sehingga penderita HIV tidak perlu dikucilkan
dalam pergaulan sehari-hari
2. Diagnosis yang tepat dan teliti harus dilakukan untuk menghindari underdiagnosis pada
anak yang terinfeksi HIV
3. Setiap pasien yang sudah terdiagnosis HIV harus diawasi dengan ketat baik secara klinis
dan imunologis
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 24/25
24
Daftar Pustaka
1. S. Matondang Corry, Penyunting. Buku ajar Alergi-imunologi anak. Jakarta: BPIDAI;
1996;274-286.2. Djoerban Z, Djauzi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM; 2006;1803-8.
3. World Health Organization.Scale Up of HIV-related Prevention, Diagnosis, Care and
Treatment for Infants and Children: A Programming Framework. 2008. Geneva,
Switzerland: World Health Organization, 2008. Didapat dari:
http://www.unicef.org/aids/index_documents.html
4. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia: 2009;222-49
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kurang Perhatian Terhadap Pencegahan
AIDS pada Bayi dan Ibu. Diakses dari http://www.depkes.go.id tanggal 19 November
2009.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak 2004: Bayi
lahir dari ibu yang menderita IV (human immunodeficiency virus). Jakarta: Unit Kerja
Koordinasi IDAI; 2005. h. 291-5.
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Tatalaksana Infeksi HIV dan
Terapi Anti retroviral pada Anak di Indonesia. Jakarta : DEPKES RI ; 2008
8. Parwati Merati Tuti, Djauzi Samsuridjal, Penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Indonesi; 2006. h. 272-6.
9. Garna Baratawidjaja Karnen. Imunologi dasar. Edisi ke-7. Jakarta. Balai Penerbit FKUI;
2006.
10. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit/ Sylvia Anderson Price, Lorraine
McCarty Wilso; editor edisi bahasa Indonesia: Huriawati Hartanto dkk - ed.6-Jakarta:
EGC, 2005;224-46.
5/9/2018 BAB II HIV AIDS - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-hiv-aids 25/25
25
11. Judarwanto Widodo. 2009. FIGHT AGAINTS AIDS, SAVE INDONESIAN
CHILDRENS . Diakses dari http://childrenhivaids.wordpress.com
12. Ilmu kesehatan anak. Vol2/editor, Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M.
Arvin; editor edisi bahasa Indonesia: A. samik Wahab- ed. 15- Jakarta: EGC, 1999. h.
1127-31
13. Yogem Ram, Chadwick Ellen Gould. Acquired Immunodeficiency Syndrome (Human
Immunodeficiency Virus). Dalam : Kliegman Robert M, Behrman Richard E. Nelson
Textbook of Pediatrics 18th Edition. Philadelphia : Saunders ; 2007.
14. Borkowsky William. Acquired Immunodeficiency Syndrome And Human
Immunodeficiency Virus. Dalam : Gershon A, Hotez P, Katz S, Penyunting. Krugman's
Infectious Diseases of Children 11th edition. Philadelphia : Mosby ; 2004.
15. Gibson L L, Durbin W J. Human Immunodeficiency Virus (HIV) Infection . Dalam:
Roberts K B. Manual of Clinical Problems in Pediatrics 5th edition. Lippincott Williams
& Wilkins Publishers ; 2001
16. Boggs J M. Human Immunodeficiency Virus Disease And Related Opportunistic
Infections. Dalam : Daniel C, et al, Penyunting. Manual of Allergy and Immunology:
Diagnosis and Therapy 4th edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers ; 2002.
17. McKinney R E. Jr. Antiretroviral Therapy In Pediatric Acquired Immunodeficiency
Syndrome. Dalam :M
cM
illan J A, et al, Penyunting. Oski's Pediatrics: Principles andPractice, 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers ; 2000.