Transcript

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan teori.

Proses pendidikan tidak terlepas dari sebuah proses pembelajaran. Tugas seorang guru tidak hanya sekedar sebagai seseorang yang akan menambahkan informasi dan memberikan kemampuan baru kepada peserta didiknya tetapi seorang guru harus mampu menentukan jenis informasi dan kemampuan apa yang harus dikuasai oleh peserta didik sehingga akan dapat membantu mereka memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kelak. Dalam kondisi ini guru harus mampu untuk menentukan strategi pembelajaran apa yang harus dilakukan agar semua proses tersebut dapat tercapai secara efektif dan efisien. Dick dan Carey (1990) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran terdiri atas seluruh komponen materi pembelajaran dan prosedur atau tahapan kegiatan pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam rangka membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Menurut mereka strategi pembelajaran bukan hanya terbatas prosedur atau tahapan kegiatan belajar saja, melainkan termasuk juga pengaturan materi atau paket program pembelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.

Demikian pula dengan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia yang sudah dipelajari dari jenjang Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi, terutama di tingkat

31

32

SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan SMA (Sekolah Menengah Atas). Bahasa Inggris merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan sebagai alat bagi pengembangan diri siswa terhadap ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Hanya sedikit diantara mereka yang mampu menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana komunikasi lisan maupun tulis.

Tujuan pembelajaran bahasa Inggris di SMA adalah pembelajaran yang berbasis literasi yang bertujuan agar siswa memiliki kompetensi wacana. Keterampilan membaca merupakan salah satu keterampilan literasi yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat. Masyarakat yang literat akan sanggup menyerap dan menganalisis kemudian mensintesis dan mengevaluasi terhadap informasi yang tercetak sebelum mengambil keputusan menurut kemampuan nalar dan intuisinya.

1. Teori-teori belajar. Beberapa teori pembelajaran yang dikembangkan dalam bab dua ini, terutama teori-teori yang berkaiatan dengan proses pembelajaraan baik teori yang menjelaskan terhadap prosese pembelajaran bahasa Inggris secara spesifik maupun pembelajaran seacara umum. Menurut Richards & Rodgers (2006 : 40 ) dalam bukunnya The theory of learning. DinyatakanUnderlying Situational language Teaching is a type of behaviorist habit-learning theory. It addresses primarily the process rather than the conditions of learning.Teori tentang pembelajaran bahasa berkaitan dengan situasi dan kebiasaan belajar yang dikembangkan sejak dini dan berproses secara berkelanjutan sesuai dengan perkembangannya.

33

Selanjutnya Richards & Rodgers (2006 : 22 ); Theory of language learning, Although specific of the nature of language may provide the basis for a particular teaching method, other methods derive primarily from a theory of language learning. A learning theory underlying an approach or method responds to two questions: (a) What are the psycholinguistic and cognitive processes individual in language learning? And (b) What are the conditions that need to be met in order for these learning processes to be activated? Learning theories associated with a method at the level of approach may emphasize either one or both of these dimensions. Process-oriented theories build on learning processes, such as habit formation, induction, inferencing, hypothesis testing, and generalization. Condition-oriented theories emphsize the nature of the human and physical context in which language learning takes place.

Dari apa yang dikatakan dalam teori ini,

terdapat dua pertanyaan pokok

terhadap belajar sebuah bahasa asing, yang pertama, berkenaan dengan bagaimana proses psikolingustik dan kognitif pada individu dalam proses belajar bahasa asing, dan yang kedua berkaitan dengan kondisi-kondisi yang dibutuhkan dalam keberlangsungan proses pembelajaran, selain dari kedua prtanyaan yang melatar belakangi pembelajaran sebuah bahasa asing, dapat dikatakan bahwa belajar bahasa asing tidak terlepas dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu dengan berbagai latihan, serta kondisi kesiapan si pembelajar terhadap bahasa itu sendiri. Membaca merupakan proses berpikir multidimensional. Pembaca yang sudah ahli memiliki kosa kata yang cukup banyak dan tahu bagaimana mereka menambah kosa kata itu. Mereka tahu bagaimana memecahkan kata-kata asing/tak dikenal dengan menggunakan pengetahuan dan skill analysis structural dan fonetik. Wyse (2007) menjelaskanreading as the process of understanding speech written down. Selanjutnya Brown, (1985: Brown dan Palincsar, 1989). Mengemukakan bahwa dalam pengajaran membaca, tujuan utamanya adalah meningkatkan kemampuan

34

siswa dalam berpikir dan memahami bacaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas mereka dalam bekerja sama .Selama ini secara umumnya siswa kita belum secara maksimal dalam proses membaca baik yang bersifat individu maupun kelompok.

a. Teori Behaviorisme Bahasa adalah bagian fundamental dari keseluruhan perilaku manusia. Teori behaviorisme sebagai salah satu teori yang berfokus pada aspek-aspek yang bisa ditangkap langsung dari perilaku linguistik dalam hal ini respons yang bisa diamat secara nyata dan berbagai hubungan atau kaitan antara respons-respons itu dan peristiwa di dunia sekeliling mereka.

Sejalan dengan teori behaviorisme perkembangan kematangan berbahasa tergantung pada frekwensi atau lamanya latihan. Belajar bahasa dengan cara peniruan atau tubian (drill) merupakan teknik utama pada teori behaviorisme ini. Teknik tubian yang selalu menjadi ciri pembelajaran bahasa merupakan salah satu bukti keberhasilan pendekatan ini. Teknik tubian terutama digunakan pada pertemuan-pertemuan awal pembelajaran bahasa asing. Demikian pula dengan pembelajaran membaca, teknik tubian (drill) di terapkan dalam kegiatan pengucapan secara verbal sejumlah kosakata baru yang berasal dari teks. Kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada guru, guru yang mentransfer semua pengetahuan yang hendak diajarkan. Pembelajaran membaca ditekankan pada keterampilan untuk menguasai sejumlah kosakata dan mampu untuk menyandikan atau membunyi kosa

35

kata dengan tepat dan akurat agar mampu memahami sebuah teks/bacaan (words recognition).

Dalam proses pembelajaran oleh ahli-ahli psikologi kognitif seperti Bruner, Ausubel, Piaget dan lainya percaya bahwa kesadaran dalam diri individu memainkan peran penting dalam belajar. Belajar bukan hanya sekedar menerima informasi secara pasif, melainkan suatu kegiatan aktif dalam memaknai pengalaman belajar.Selanjutnya Hoxeng, (1976 dalam Mustofa Kamil 2007: 306)menjelaskan bahwa sebuah proses pembelajaran, sasaran belajar perlu didorong memahami kebermaknaan tugas-tugas belajarnya, sehingga sasaran berada pada kemampuan dan peningkatan penguasaan terhadap langkah-langkah kegiatan belajar secara bermakna. Tugas dan tanggung jawab guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran bahasa Inggris, bagi siswa-siswi adalah penting terutama seorang guru memberi motivasi belajar siswa menyangkut minat, kesungguhan serta ketertarikan siswa untuk belajar terhadap satu objek tertentu dapat dilakukan secara sadar dan

menyenangkan tanpa paksaan. Berkenaan dengan proses pembelajaran yang diuraikan diatas maka Willialms (2007 : 201) Berependapat bahwa: An important issue concerning the influence of text structure is the extent to which such knowledge can be directly taught to students so that it will lead to improved comprehension. There are three major lines of research on the effect of text structure instruction: (a) teach direct signaling of discourse structures in texts; (b) teach the use of graphic organizers to display rhetorical structures; and (c) teach comprehension-strategy instruction that highlights discourse-structure awareness. In each case, strong evidence exists for their instructional effectiveness. Pembelajaran yang digambarkan oleh Williams diatas, mencakup tiga hal pokok yang dijalankan oleh seorang guru, yang pertama menjelaskan struktur

36

pembelajaran secara langsung dan jelas, yang kedua menjelaskan hubunganhubungan struktur organisiasi pembelajaran dengan retorika yang baik, dan ke tiga menjelaskan dengan strategi pemahaman yang akurat terhadap isi pesan pembelajaran yang ada, bilamana ketika seorang guru dapat melakukan ketiganya dengan baik maka pembelajaran yang diinginkan akan berhasil dengan baik dan efektif pula. Pembelajaran bahasa Inggris khususnya untuk siswa-siswi SMA, peran guru sangat besar dalam keberhasilan pembelajaran tersebut. Kompetensi membaca merupakan ketrampilan yang harus dikuasi oleh guru dan siswa. Dalam KTSP SMA Kompetensi membaca sangat ditekankan. Oleh karen itu membaca merupakan kunci utama dalam proses pembelajaran terutama bahasa Inggris. Belajar menurut Skinner, belajar akan berlangsung sangat efektif apabila : (a) informasi yang akan dipelajari disajikan secara bertahap; (2) pembelajaran segera diberi umpan balik (feedback) mengenai akurasi pembelajaran mereka (yakni, setelah belajar mereka segera diberi tahu apakah mereka sudah memahami informasi dengan benar atau tidak ); dan (3) pembelajar mampu belajar dengan cara sendiri. Pendapat diatas, menunjukan adanya sebuah pembelajaran perlu dengan kebermakanaan dan setiap individu pembelajar harus dapat memilih ilmu pengetahuan yang relevansi atau berhubungan dengan apa yang dikembangkan sesuai dengan konsep atau materi pembelajaran dalam proses pembelajaran. Hal ini menurut pandangan Ausubel (1960 dalam Hamid 2007 : 180-181 ) yang terkenal, meaningful learning, sangat mengutamakan proses mengajar sebagai suatu pemahaman terhadap ide yang dikomunikasikan dari guru terhadap peserta didik. Meaningful learning baru terjadi apabila ide yang disampaikan oleh sumber ( guru

37

atau sumber lainnya ) dapat dimengerti oleh penerima (peserta didik). Ide tersebut baru dapat diterima dengan sepenuhnya dan lama tersimpan jika memiliki keterkaitan (relatedness) dengan apa yang sudah dimiliki penerima. beberapa landasan teori yang mendukung proses pembelajaran yakni : Teori belajar

Behavioristik, Teori belajar Kognitif dan Teori Belajar humanistik sebagaimana dapat dijelaskan berikut ini. Kegiatan pembelajaran cenderung berpusat pada guru yang mentransfer semua pengetahuan yang hendak diajarkan.Perfetti (1994: 863) menyatakan bahwa: the halmark of askill reader is context-free word recognation. Skilled readers use of context is limited by their basic fluency abilities in identifying words. It is less skilled readers who use contexts to identify words simply because their contekxt-free word identification skills are not up to the task of reading. Selanjutnya Dia mengidentifikasi sejumlah persoalan dalam kegiatan membaca antara lain : 1. Context plays a critical role in the development of the text model of comprehension and the situation model of interpretation. 2. Context supports word recognition by means of sementic priming(automatic spreading activation) 3. Context helps disambiguiate multiple meanings of words so that reader can choose the most appropriate meaning once the word is recognized. 4. Context provides information to help a reader comprehend a difficult text. 5. Context helps reades notice new words and begin to build meaning frames. 6. Context plays an important role in vocabulary development through the accumulation of multiple incidental contacts with words over time. 7. Contex information is not the primary means for recognizing known words during fluent reading. 8. The usew of context to recognize words usually takes longer than basic visual recognition process for cnown words (so the role of basic for world recognation is useful only when words are not well learned and cannot be recognized easily) 9. Poor readers make greater use of context clues than do good readers to gues meanings of upcoming words while reading. 10. Internationally learning words through guessing from context represent a relatively poor instructional way to learn new vocabulary.

38

11. The evective use of context for word recognation purposes requires knowing most of the other words in the environment.

Pembelajaran membaca ditekankan pada kertampilan untuk menguasai sejumlah kosa kata yang dapat membantu pembaca memahami sebuah teks bacaan (word recognition) Muljani, koda and Moates (1998, 101) word recognition effeciency improses with increased experiented exposure to printed information in the target language.Dalam usaha untuk mengetahui dan memahami terhadap sebuah teks dan berkaitan dengan informasi yang ada, maka pembaca perlu melakukan latihan-latihan secara terus menerus yang dimulai dari tingkat paling mudah ke kesukaran. b.Teori Belajar Kognitif. Ausubel berpendapat bahwa pembelajaran terjadi dalam diri manusia melalui proses bermakna yang mempertalikan peristiwa atau hal baru dengan konsep-konsep kognitif atau dalil-dalil yang sudah ada. Makna bukanlah sebuah respon eksplesit, tetapi sebuah pengalaman sadar yang dinyatakan secara jelas dan dibedakan secara tepat, yang muncul ketika isyarat-isyarat bermakna, simbol, konsep, atau gagasan memiliki kemungkinan untuk dikaitkan dengan dan dimasukkan ke dalam struktur kognitif tertentu seseorang pada basis yang stabil dan substansif (Anderson & Ausubel, 1965 : 8 ) kemungkinan untuk dikaitkan inilah yang, menurut Ausubel, menimbulkan sejumlah fenomena makna baru (pengetahuan), kemampuan mengingat, pengorganisasian pengetahuan secara psikologis sebagai suatu struktur yang berjenjang, dan terjadinya lupa yang niscaya. Ausubel conseption of meaningfuil learning provides valuable insights, but it also presents a number of problems. We do know, especially in early

39

nucleation stages, exactly how subsumption accurs in human learning in general, much less in second language asquestion in particular. Also, while meaningful learning of all kinds is certainly facilitated linguistically, it is not clear wheter language asquestion should be axplained in terms of the esquestion of added subsumers, the reshaping of existing subsumers, or perhaps some other cognitive change. And the meaningfulness of hypotetical grammatical rules is yet to be determined; we can only assume that semantic processes which grammatical rules attempt to explain are of prime importance in that they clearly relate to cognitive functioning. Despite these questions and problems, there is a good deal of promise in cognitively oriented models for understanding second language learning, a promise earlier psychological theories were not able to offer.

c.Teori Pemrosesan Informasi Teori membaca lahir dari perspektif bagaimana makna diangkat dari teks. Inti proses membaca adalah usaha seseorang yang berusaha untuk memahami isi pesan penulis yang tertuang dalam bacaan. Teori subskill yang mendasarinya model membaca Bottom-Up (part-centered skills approach). Secara literal arti bottom-up (dr bawah ke atas) adalah makna itu berasal dari bawah (teks) menuju ke atas (otak) dan secara harfiah, menurut teori ini teks-lah yang menentukan pemahaman.Teori ini memandang bahwa struktur-struktur yang ada di dalam teks dianggap sebagai unsur yang memainkan peran utama. Teori subskill merupakan proses penerjemahan, dekod dan enkod. Dekod ialah kegiatan mengubah tanda-tanda menjadi berita. Enkod ialah kegiatan mengubah berita menjadi lambang-lambang. Peristiwa decoding tampak pada pihak menyimak (dalam peristiwa komunikasi lisan) dan para pembaca (dalam peristiwa komunikasi tulis). Sementara kegiatan encoding terjadi pada para pembicara (untuk peristiwa komunikasi lisan dan para penulis (untuk peristiwa komunikasi tulis). Membaca dalam teori ini adalah proses yang melibatkan ketepatan, rincian dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-kata,

40

pola ejaan dan unit bahasa lainnya. Teori pemrosesan membaca ini akan memulai proses membacanya dengan pengenalan dan penafsiran terhadap huruf-huruf. Dalam hal ini teks diproses oleh pembaca tampa pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Perhatian pembaca diarahkan pada kata-kata dan bagian-bagian kata, sedangkan makna baru timbul dari kumpulan kata-kata yang terbaca. Kegiatan membaca di mulai dengan dasar pengenalan tulisan dan bunyi yang kemudian merekognisi morfem, kata, identifikasi struktur gramatikal, kalimat, lalu teks. Proses rekoqnisi dari huruf, kata, frasa, kalimat teks dan akhirnya ke makna merupakan urut-urutan dalam mencapai pemahaman. Dengan kata lain proses membaca di mulai dengan melihat teks yang kemudian ditarik ke dalam struktur otak untuk mengidentifikasi dan mencari maknanya.

Teori terakhir adalah teori pembaca interaktif dimana teori ini merupakan kombinasi antara pemahaman teori membaca Top-Down dan teori membaca BottomUp. Pada teori membaca interaktif, pembaca mengadopsi pendekatan Top-Down untuk memprediksi makna, kemudian beralih ke pendekatan Bottom-Up untuk menguji apakah hal itu benar-benar dikatakan oleh penulis. Artinya, kedua model tersebut terjadi secara stimultan pada saat membaca. Teori ini memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu interaksi antara pembaca dengan teks. Dengan teori itu, dijelaskan bagaimana seorang pembaca menguasai, menyimpan dan mempergunakan pengetahuan dalam format skemata. Kegiatan membaca adalah proses membuat hubungan yang berarti bagi informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya (skemata).

41

Proses membaca menurut pandangan interaktif adalah proses intelektual yang kompleks, mencakup dua kemampuan utama, yaitu kemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal (Rubin, 1982). Pendapat ini mengisyaratkan bahwa ketika proses membaca berlangsung, terjadi konsentrasi dua arah pada pikiran pembaca dalam waktu yang bersamaan. Dalam melakukan aktivitas membaca, pembaca secara aktif merespon dan mengungkapkan bunyi tulisan dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Selain itu, pembaca dituntut untuk dapat mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya atau makna yang ingin disampaikan oleh penulis melalui teks yang dibacanya.

Proses yang terjadi dalam sebuah pembelajaran dengan cara yang pertama secara langsung membahaskan tujuan materi pembelajaran, kedua dia menganjurkan peningkatan metode-metode pengajaran presentasioanl (ceramah dan membaca) selanjutnya dia juga salah satu dari sedikit psikologis pendidikan yang membahas pembelajarn, pengajaran, dan kurikulum sekaligus teorinya tentang pembelajaran verbal berhubungan dengan tiga hal: (1) bagaimana pengetahuan (materi kurikulum ) dikelola, (2) bagaiman pikiran bekerja dalam memproses informasi baru (pembelajaran), dan (3) bagaimana guru dapat mengaplikasikan gagasan-gagasan ini pada kurikulum dan pembelajaran ketika mereka mempresentasikan materi pada siswa (pengajaran, instruksioanal). membahaskan tujuan materi pembelajaran, selain itu salah satu tokoh terkenal dalam teori belajar kognitif adalah Bruneryang cukup banyak memberi penjelasan tentang belajar. Bruner, Goodnow, and Austin (1956), cognitive strategies are special and very important kinds of skills. they are capabilities that govern the individuals own learning, remembering, and thinking behavior for example, they control

42

his behavior when he is reading with the intent to learn; and the internal methods he uses toget to the heart of a problem. The phrase cognitive strstegies is usually attributed to. Teori belajar ini berpandangan bahwa belajar merupakan proses mental aktif untuk memperoleh, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Teori belajar kognitif mempelajari model dan proses mental seperti berpikir, mengingat, dan memecahkan masalah. Piaget (1973: 333) menyarankan penggunaan metode aktif yang menghendaki siswa menemukan kembali atau merekonstruksi kebenarankebenaran yang harus dipelajarinya. Tetapi siswa tidak boleh dibiarkan begitu saja menggunakan alat dan caranya sendiri. Alih-alih guru berperan mengatur dan menciptakan situasi yang menyajikan masalah yang berguna. Guru juga harus membuat siswa memikirkan kembali simpulan atau keputusanya yang sering diambil tergesa-gesa (Piaget, 1973). Hal ini sesuai dengan pendapat Woolfolk (2004) bahwa teori belajar kognitif sebagai pendekatan umum yang memandang belajar sebagai mental aktif untuk memperoleh, mengingat, dan menggunakan informasi pengetahuan. Dalam pembelajaran bahasa menurut Ellis, (2007 :80-81)

bahwalanguage learning is an intuitive statistical learning problem. research in cognitive psychology demonstrates that such tallying is the raw basis of human pattern recognition, categorization, and rational cognitive,dalam pandangan teori belajar kognitif, siswa adalah individu yang aktif mempelajari ilmu pengetahuan. Dalam menempuh proses pembelajaran, siswa tidak hanya sekedar bersifat mencari informasi untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan menyusun pengetahuan tersebut untuk memperoleh sebuah pemahaman baru (new insight). Konsep penting yang dikemukakan dalam informasi (information processing) yang menjelaskan

43

tentang aktivitas pikiran individu dalam menerima, menyimpan, dan menggunakan informasi yang dipelajari.Prinsip-prinsip belajar kognitif : 1. Perhatian harus dipusatkan pada aspek-aspek lingkungan yang relevan sebelum proses belajar kognitif terjadi. 2. Hasil belajar kognitif akan bervariasi sesuai dengan taraf dan jenis perbedaan individual yang ada. 3. Bentuk-bentuk kesiapan perbendaharaan kata atau kemampuan membaca, kecakapan dan pengalaman berpengaruh langsung terhadap proses belajar kognitif. 4. Pengalaman belajar harus di organisasikan kedalam satuan-satuan atau unit-unit yang sesuai. 5. Bila menyajikan konsep, kebermakanaan dalam konsep amatlah penting.

Prilaku mencari, penerapan, pendefinisian resmi dan penilaian sangat di perlukan untuk menguji bahwa suatu konsep benar-benar bermakna. Dalam pemecahan masalah, para siswa harus dibantu untuk mendefinisikan dan membatasi lingkup masalah, menemukan informasi yang sesuai, menafsirkan dan menganalisis masalah dan memungkinkan tumbuhnya kemampuan berpikir yang multy dimensional (divergent thinking). Secara kognitif atau schemata yang dimiliki seseorang menurut Ausubel sangat berhubungan dengan perolehan dan retensi pengetahuan baru yang dipelajarainya.Pernyataan ini dikuatkan oleh Mayer yang menyatakan bahwa

skemata yang dimiliki siswa mempengaruhi kebermakanaan dan perolehan pengetahuan baru.Bahkan Anderson menyatakan struktur kognitif sebagai faktor

44

utama keberhasilan perolehan pengetahuan. Ternyata teori-teori menunjang hipotesis bahwa apabila suatu pengorganisasian pengajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga ia mampu membangun struktur kognitif siswa terhadap pengetahuan baru yang akan dipelajarinya, akan memberikan hasil belajar yang lebih baik. Pembangunan struktur kognitif akan lebih efektif apabila karakteristik organisasi pengajaran sesuai dan mendukung karakteristik schemata siswa. Sementara Piaget, (1970) mengatakan to present an adequate nation of learning one must first explain how the individual manages to cunstruct and invent, not merely how he repeats and copies. Apa yang dikehendaki oleh Piaget tersebut tentang kesiapan dan manajemen yang dikembangkan dalam proses pembelajaran hendaknya dibuat dan diatur dengan baik dan sempurna, sehingga tidak menimbulkan pengulangan-pengulangan yang tidak jelas demikian apa yang dikehendaki Piaget tersebut. Widowson (1981) mengatakan bahwa faktor desain dari materi pelajaran yang dibuat dengan dasar konsep ketrampilan proses (process oriented approach) akan lebih menunjangEnglish for Academic Purpose (EAP) daripada yang berorientasi kepada pendekatan pencapaian tujuan (goal-oriented approach). Disain materi

membaca English for Academic Purpose, yang memakai pendekatan orientasi proses perlu memperhatikan pemakaian kosa kata hubungkan makna dengan realita pengalaman dan mencoba untuk meyakinkan makna tersebut sebaik-baiknya. Strategi lain dari proses membaca yang perlu dipertimbangkan adalah strategi berdasarkan proses membaca yang dijabarkan oleh Savignon (1988) .Proses

pemahaman diawali dengan terbentuknya struktur kognitif yang ditopang oleh

45

pengetahuan linguistik dan pengetahuan tentang materi pelajaran yang diketahui. Kedua hal tersebut diatas, diolah oleh nalar seseorang sehingga menghasilkan

dugaan-dugaan tertentu. Pada saat mata membaca maka akan terdapat identifikasi faktor linguistik dan interpretasi dugaan makna bacaan yang akan menghasilkan proses pemahaman sebagai hasil koordinasi kegiatan nalar otak dan mata. Ausubel (1963) percaya bahwa struktur kognitif yang ada dalam diri seseorang merupakan faktor utama yang menentukan apakah materi baru akan bermanfaat atau tidak dan bagaimana pengetahuan yang baru ini dapat diperoleh dan dipertahankan dengan baik, sebelum seorang guru dapat menyajikan materi baru secara efektif harus meningkatkan stabilitas dan kejelasan struktur siswa kita. Ini dapat dilakukan dengan memberikan konsep-konsep yang dapat menentukan informasi untuk yang dipresentasikan kepada mereka. Menurut Dia, berguna tidaknya materi lebih tergantung pada persiapan pembelajaran dan pengolahan materi tersebut dari pada sekedar penerapan metode prsentasi saja. Jika pembelajar mengawalinya dengan persiapan yang tepat, dan jika materi dikelola dengan solid, pembelajaran yang bermanfaat pun pada akhirnya akan muncul. d. Teori Belajar Humanistik Teori belajar humanistik menggunakan pendekatan motivasi yang menekankan pada kebebasan personal, penentuan pilihan, determinasi diri, dan pertumbuhan individu. Teori belajar humanistik berpandangan bahwa peristiwa belajar yang ada saat ini lebih banyak dikenkan pada aspek kognitif semata, sementara aspek afektif dan psikomotor menjadi terabaikan. Menurut penganut teori belajar humanistik,

46

setiap anak merupakan individu yang unik, memiliki perasaan dan gagasan orisinal. Tugas utama seorang pendidik adalah membantu individu agar berkembang secara sehat dan sesuai dengan protensi yang dimilikinya. Sementara Bloom (1981 dalam Yunus 2010 : 167) berpendapat bahwa penilaian sebagai kegiatan pengumpulan bukti secara sistematik untuk melihat apakah individu telah mengalami perubahan prilaku, serta berapa besarnya perubahan itu. Perubahan perilaku tersebut dihubungkan dengan tujuan pengajaran yang menyangkut ranah kemampuan antara lain: 1. Ranah Kognitif dalam membaca dapat diartikan sebagai aktivitas kognitif dalam memahami bacaan secara tepat dan benar 2. Ranah afektif berhubungan dengan sikap dan minat/ motofasi siswa untuk membaca 3. Ranah Psikomotoric berkaitan dengan aktivitas fisik siswa pada saat melakukan kegiatan baca. Fisik pada saat membaca teknis atau membaca nyaring tentu berbeda dengan saat melakukan kegiatan membaca pemahaman. Ketiga yang digambarkan oleh Bloom menandakan bahwa dalam proses membaca tentunya tiga faktor yakni kognitif, afektif dan Psikomotor sangat berkaitan dan berpengaruh terhadap pembelajaran membaca seseorang. MenurutAusubel (1968) menyatakan bahwa: The essential process in the acquestion of new information are (a) attending to stimuli, (b) encoding to the stimulus, and (c) storing and retreiving the summary code. The parallel essentials of of instruction are (a) guiding the reception of new stimuli, (b) facilitating encoding, and (c) facilitating storage and retrieval. Of importance in recent studies is the focus or teaching students effective strategies to monitor and evaluate their processing of information.

47

Dia secara langsung membahasakan tujuan materi pembelajaran, Ausubel menganjurkan peningkatan metode-metode pengajaran presentasional (ceramah & membaca). Selanjutnya ia juga adalah salah satu dari sedikit psikolog pendidikan yang membahas pembelajaran. Pengajaran dan kurikulum sekaligus teorinya tentang pembelajaran verbal berhubungan dengan tiga hal : (1) bagaimana pengetahuan (materi kurikulum), dikelola, (2) bagaimana pikiran bekerja dalam memproses informasi baru (pembelajaran), dan (3) bagaimana guru dapat mengaplikasikan gagasan-gagasan ini pada kurikulum dan pembelajaran ketika mereka

mempresentasikan materi baru pada siswa (pengajaran instruksional) McLaughlin & Allen menyatakan pembaca yang baik adalah pembaca yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Mereka mempunyai tujuan yang jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca. Pembaca yang baik menggunakan strategi pemahaman untuk mempermudah membangun makna. Strategi ini mencakup tinjauan, membuat pertanyaan sendiri, membuat hubungan, memvisualisasikan, meringkas, dan mengevaluasi. Untuk mengkondisikan

pembelajaran yang baik dan menyenangkan (joyfull instruction) merupakan suatu proses pembelajaran yang didalamnya terdapat suatu kohesi yang kuat antara guru dan siswa, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan (not under pressure) (mulyasa,2006:194), dengan kata lain, pembelajaran menyenangkan adalah adanya pola hubungan yang baik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran dari beberapa aspek diatas,ketika dihubungkan proses membaca seseorang harus dikaitkan dengan ketiga faktor yang digagaskan Bloom yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotoric sangat berperan dalam kemajuan belajar sesorang,

48

ketika ketiganya dapat berfungsi secara baik, maka otomatis seseorang yang mengalami pembelajaran itupun akan berlangsung dengan baik dan stabil pula. Dengan demikian masalah membaca dapat dilakukan dengan pola dan strategi yang efektif dan efisien. Rangkuman dari ketiga teori belajar diatas, dapat digambarkan dalam skema gambar 2.1.TEORI BELAJAR

BEAVIORISTIK Menjelaskan tentang peranan faktor-faktor eksternal dan dampaknya terhadap perubahan perilaku seseorang.

KOGNITIF Berpandangan bahwa belajar merupakan sebuah proses aktif untuk memperoleh mengingat, dan menggunakan pengetahuan.

HUMANISTIK Menggunakan pendekatan motivasi yang menekankan pada kebebasan personal, penentuan pilihan, determinasi diri, dan pertumbuhan individu.

Gambar 2.1 Sumber: Cruickshank. D.R, Jenkin, D.B. & Metcalf, K.K. TheAct Of Teching. New York: Mc Graw Hill.2006 Terori Belajar Behavioristik, Kognitif, dan Humanistik

Teori pembelajaran atau instructionaltheory memberi kontribusi berupa studi dan presepsi tentang kondisi-kondisi yang diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran secara efektif. Dengan kata lain, teori pembelajaran senantiasa berfokus pada kondisi-kondisi yang membuat proses belajar dapat berlangsung lebih optimal dalam diri seseorang. Teori pembelajaran lebih berperan sebagai resep (prescriptive) yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Menurut Richards & Rodgers (2006 : 29-30) menyatakan bahwa: The role of instructional materials . That last component within the level of design concerens the role of instructional materials within the instructioanl system. What is specified with respect to objectives, content (i.e., syllabus),

49

learning activities, and learner and teacher roles suggests the function for materials within the system.A particular design for an instructional system may imply a particular set of roles for materials in suport of the syllabus and the teachers and learners.For example, the role of instructional materials within functional/communicative methodology might be specified in the following terms: 1. Materials will focus on the communicative abilities of interpretation, expression, and negotiation. 2. Materials will focus on understandable, relevant, and interesting ecxanges of information, rather than on the presentation of grammatical form. 3. Materials will involve different kinds of texts and different media which the learners can use to develop their competence through a variety of different activities and tasks. Dalam mengimplementasi dari berbagai teori diatas, maka konteks pembelajaran yang dikembangkan salah satu yang perlu disiapkan oleh guru adalah bahan ajar itu sendiri, Sukmadinata (2007: 107-108) Menjelaskan tentang bentuk rote learning bahan ajar yang disampaikan kepada siswa tanpa memperhatikan arti atau maknanya bagi siswa. Siswa menguasai bahan ajar dengan menghafalkannya. Dalam meaningful learning penyampaian bahan mengutamakan maknanya bagi siswa. Menurut Ausubel and Robinson (1970: 52-53) bahwa sesuatu bahan ajar bermakna bila dihubungkan dengan struktur kognitif yang ada pada siswa. Struktur kognitif terdiri atas fakta-fakta, data, konsep, proposisi, dalil, hukum dan teori-teori yang telah dikuasi siswa sebelumnya, yang tersusun membentuk suatu struktur dalam pikiran anak. Lebih lanjut Ausubel and Robinson menekankan bahwa reception-discovery learning dan rote-meaningful learning dapat dikombinasikan satu sama lain sehingga membentuk 4 kombinasi strategi belajar-mengajar, yaitu : a) meaningful-reception learning, b) rote-reception learning, c) meaningfuldiscovery learning, dan d) rote-discovery learning.

50

Dalam proses belajar siswa akan selalu terdapat perbedaan, menurut Uno.B Hamzah (2007: 86) Setiap siswa memiliki potensi yang perlu dikembangkan.

Tindakan atau prilaku belajar dapat dikatakan atau dipengaruhi, tetapi tindakan atau prilaku belajar tersebut akan tetap berjalan sesuai dengan karakteristik siswa. Siswa yang lambat dalam berpikir, tidak mungkin dapat dipaksa segera bertindak secara cepat. Sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi, tidak mungkinn dipaksa bertindak dengan cara lambat. Berkaitan dengan pembelajaran membaca bahasa Inggris yang merupakan bahasa asing, tentunya siswa memiliki keterbatasan kemampuan dalam memahami isi dan bahkan kesulitan dalam mengucapkannya. Membaca di kalangan pelajar adalah satu hal yang paling mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Klein, dkk. (dalam Farida Rahim, 2005: 3) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup: pertama, membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Kedua, membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengkonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca.Ketiga, membaca merupakan interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya. Teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami(readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan

teks.(http://pencilbooks.wordpress.com/2008/12/16

51

2. Kurikulum Yang dikembangkan. Menurut Sukmadinata (2007: 4) konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata-mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Pengembangan Kurikulum menurut Ella (2004: 37) adalah kegiatan pembelajaran untuk mencapai suatu tujuan. Perancang kurikulum perlu memutuskan basis apa yang akan ditekankan: mata pelajaran, peserta didik, atau permasalahan sosial. Menurut Dewey, kurikulum yang berpusat pada pesrta didik dapat disebut sebagai kurikulum yang dirundingkan (negotiated curriculum) atau kurikulum berpusat pada minat (interest-centered curriculum). Paulo Freire

menamakan kurikulum jenis ini sebagai dialogik kurikulum (Freiren dialogic education). Salah satu pendekatan kurikulum dalam hal ini yaitu pendekatan humanistik (Carlr Rogers, Ella 1983, 2004; 38) yang menekankan fungsi

perkembangan peserta didik yang memfokuskan pada hal-hal subjektif, perasaan, pandangan, penjadian (becoming), penghargaan dan pertumbuhan. Kurikulum humanistik berusaha mendorong penangkapan sumber daya dan potensi pribadi untuk memahami sesuatu dengan pemahaman mandiri, konsep sendiri, serta tanggung jawab pribadi. Disini keterkaitan kurikulum dan pembelajaran sangat erat maka menurut Unruh & Unruh (1984:viii dalam Hasan 2007 : 183) menyatakan bahwa

Curriculum development is a planning process of assessing needs, identifying goals

52

and objectives, preparing for instruction, and meeting the cultural, social, and personal requirements that the curriculum is to serve. Mengajar memang dipengaruhi oleh perubahan dalam pandangan filosofis dan prinsip psikologi (pendidikan) tetapi mengajar membatasi diri pada pengembanagan potensi peserta didik berdasarkan kebutuhan peserta didik. Pengaruh faktor politik dan sosial terhadap aspek mengajar terbatas, sedangkan kurikulum harus melayani kepentingan bangsa. Isi KTSP bahasa Inggrsis KLS XI bertujuan untuk mengembangkan kompetensi membaca. Salah satu belajar bahasa asing perlu dilakukan berbagai metode pembelajaran yang tepat, sebagaimana dalam prinsip dasar metode Berlits menyatakan bahwa pembelajaran bahasa kedua haruslah lebih menyerupai pembelajaran bahasa pertama: banyak intereaksi lisan aktif, penggunaan spontan bahasa, tanpa menerjemahkan antara bahasa pertama dan kedua, dan sedikit atau sama sekali tanpa analisis kaidah gramatikal. Richards dan Rodgers (2001: 12) meringkas prinsipprinsip Metode Language: 1. Instruksi di kelas diberikan hanya dalam bahasa yang diajarkan 2. Hanya kosa kata dan kalimat sehari-hari yang diajarkan 3. Ketrampilan komunikasi lisan dibangun bertahap melalui tanya jawab antara guru dan siswa dalam kelas kecil dan intensif. 4. Tata bahasa diajarkan sambil jalan 5. Poin-poin pengajaran baru diperkenalkan secara lisan 6. Kosa kata konkret diajarkan melalui peragaan, objek, dan gambar; kosakata abstrak diajarkan asosiasi gagasan. 7. Pemehaman wicara dan menyimak diajarkan 8. Pengucapan dan tata bahasa yang tepat ditekankan. Kurikulum merupakan bagian ilmu pendidikan. Dalam pengertian umum kata mengacu kepada sebuah studi tentang tujuan, isi, implementasi, dan evaluasi sebuah sistem (Richards, 1984:2). Dengan perkataan lain, kurikulum adalah usaha

53

bersama yang direncanakan oleh lembaga pendidikan untuk membimbing siswa ke arah pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dan disetujui bersama (Inlow, 1966:7). Menurut Tenhouse (1978: 4) sebuah kurikulum sudah seharusnya memperhitungkan bagaimana cara menyajikan mata pelajaran, bagaimana memilih mata pelajaran tersebut. Oleh sebab itu sebuah kurikulum biasanya mencakup informasi mengenai (a) apa yang harus dipelajari, (b) bagaimana mempelajari dan mengajarkannya, (c) ketetapan tentang urutan-urutan kegiatan dan mata pelajaran, dan (d) diagnosa tentang kelebihan dan kelemahannya. Saylor, Oliva (dalam Sanjaya, 2008: 17) mengungkapkan bahwa kurikulum dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat, kurikulum berhubungan dengan isi/materi yang harus dipelajari sedangkan pengajaran berkaitan dengan cara mempelajarinya: curriculum as that which is thaugt and instruction as the means used to teach that which is thaught. Even more simply, curriculum can be conceived as the what and instruction as the how. We may think of the curriculum as a program, a plan, content, and learning experiences, where as we may characterize instruction as methods, the teaching act, implementation and presentation. ( Oliva, 1992) Kurikulum dari akademi itu ditentukan oleh kemampuan guru dan permintaan siswa. Seperti inti dari kurikulum tetap mengarahkan terutama terhadap persiapan Perguruan Tinggi, model yang klasik sangat emphsizes mempraktekkan kepada penguasaan-penguasaan. Dari berbagai training dan latihan-latihan siswa-siswi mempunyai kesimpulan terhadap kepaercayan-keparcayaan terhadap kurikulum itu sendiri. Classicist juga percaya bahwa ketrampilan-ketrampilan yang dimiliki sangat penting dalam ilmu pengetahuan.

54

Dari pengertian dan penjelasan terhadap kurikulum dan pengembangan pendidikan diatas, dapat dikatakan bahwa kurikulumlah yang dapat menetukan dan memberi arah dan kemajuan dari suatu pendidikan. Jika kurikulum itu bagus, maka dapat mempengaruhi kemajuan suatu lembaga pendidikan itu yang dimulai dari konsep hingga evaluasi. Disisi yang lain menurut Hasan (2007 : 184) bahwa kurikulum tidak

digunakan sebagai variabel dalam menentukan proses interaksi. Guru dapat merencanakan mengajar yang merupakan aplikasi dari ide guru tentang pendidikan. Secara teoritik ide guru tersebut dapat saja sama atau berbeda dari apa yang dirancang dalam dokumen kurikulum . maka disini digambarkan tentang bagaimana proses dan bentuk dari kurikulum itu sendiri.Dalam makalah kedua, Smith (dalam Beauchamp 1975 :69) menguraikan peranan filsafat dalam pengembangan teori kurikukulum yang bersifat ilmiah. Menurut Smith, ada tiga sumbangan utama filsafat terhadap teori kurikulum, yaitu dalam (1) merumuskan dan

mempertimbangkan tujuan pendidikan, (2) memilih dan menyusun bahan, dan (3) perumusan bahasa khusus kurikulum. MacDonald (1964 Beachamp 1975:70, dalam Sukmadinata 2007: 173) melihat teori kurikulum dari model sistem. Ada empat sistem dalam persekolahan yaitu kurikulum, pengajaran (instruction), mengajar (teaching), dan belajar, Interaksi dari empat sistem ini dapat digambarkan dengan satu diagram Venn. Melihat kurikulum sebagai suatu sistem dalam sistem yang lebih besar, yaitu persekolahan, dapat memperjelas pemikiran tentang konsep kurikulum. Penggunaan model sistem juga

55

dapat membantu para ahli teori kurikulum untuk mengkaji jenis dan lingkup konseptualisasi yang diperlukan dalam teori kurikulum. Broudy et al. (1964 dalam Sukmadinata 2007 :31a ,173b) menjelaskan masalah persekolahan dalam suatu skema yang menggambarkan komponenkomponen dan keseluruhan proses mempengaruhi anak. Skema persekolahan dari Broudy dkk dapat dilihat pada bagan berikut.Skema 2.1 Skema persekolahan

CURRICULUM ContentFacts Consept Descriptive Principles

Categories of instructionSymbolic Studies Basic Sciences Developmental studies Aesthetics studies Student Learnings: Cognitive Maps Evaluational Maps Attitudes and values systems Associative meanings andimages Intellectual Operations Executive Operations Assewsment system Examinations Tests : Essay-Objective Sumber : Broudy dkk

Model of teachingSituasional Models Operational Models

Dengan demikian pengaruh politik dan perubahan social terhadap kurikulum sangat besar. Jadi kalau dilihat dari peran dan fungsi kurikulum sebagai landasan berpijak, dan pembelajaran sebagai pelaksana antara teori dan praktek untuk itu. Sukmadinata (1997 : 113) memberi ketegasan dalam desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau komponen kurikulum. Penyusunan desain kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan penyusunan dari lingkup isi kurikulum. Susunan

56

lingkup ini sering diintegrasikan dengan proses belajar dan mengajarnya.Dimensi vertikal menyangkut penyusunan sekuens bahan berdasarkan urutan tingkat

kesukaran. Bahan tersusun mulai dari yang mudah, kemudian menuju pada tingkat yang lebih sulit, atau mulai dengan yang dasar diteruskan dengan yang lanjutan dengan proses belajar dan mengajarnya. Untuk menjadi fokus pengajaran, terdapat tiga bentuk desain kurikulum yaitu : 1. Subject centered design, suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar. 2. Learner centered design, suatu desian kurikulum yang mengutamakan peranan siswa. 3. Problems centered design, desain kurikulum yang berpusat pada masalahmasalah yang dihadapi dalam masyarakat. Dalam ketiga kerangka tersebut menunjukkan adanya dimensi pembuatan kurikulm harus lebih mempertimbangkan bagaimana bahan yang akan digunakan, dan bagaimana belajar siswa serta masalah-masalah yang akan muncul atau terjadi dalam proses pembelajaran tersebut. Pembelajaran bahasa Inggris yang

dikembangkan dalam KTSP , sasaran adalah bagaimana kemampuan kognitif peserta didik untuk memahami dan menguasai kompotensi bahasa Inggris dengan comprehensip. Dalam hal ini sebagai desain pengembangan suatu kurikulum paling tidak mengarah pada bentuk kurikulum yang diinginkan oleh Taba (1962: 347-379) Dalam Sukmadinata (1987 : 166 ) terdapat delapan langkah pada kegiatan yakni : (1) Mendiagnosis kebutuhan (2) Merumuskan tujuan-tujuan khusus (3) Memilih isi (4) Mengorganisasi isi (5) memilih pengalaman belajar (6) Mengorganisasi pengalaman belajar (7) Mengevaluasi dan (8) Melihat sekuens dan keseimbangan.

57

Berdasarkan latar belakang pemikiran Taba tersebut, menujukkan bahwa keterikatan antara kebutuhan dan harapan dari masyarakat pada sebuah institusi pendidikan tidak terlepas dari keinginan atau kebutuhan peserta didik itu sendiri, maka orientasi pengembangan kurikulum ajar.mengutamakan tersebut harus berpusat pada bahan

peranan siswa, dan berpusat pada masalah-masalah yang

dihadapi dalam masyarakat. a. Prinsip Prinsip Pengembangan Kurikulum Dalam hal ini terdapat sejumlah prinsip yang menjadi pegangan dalam pengembangan kurikulum, yaitu : prinsip relevasi, flexibilitas, efisiensi, dan efectivitas Sukmadinata (2007:438) Berkenaan dengan pengembangan kurikulum antara lain : 1) Relevansi Kurikulum harus relevan atau sesuai dengan kebutuhan, tuntutan, dan perkembangan masyarakat. Pendidikan dengan kurikulum sebagai intinya, berfungsi menyiapkan peserta didik untuk hidup dan berkarya di masyarakat. Masyarkat berkembang sangat cepat, perubahan-perubahan drastis terjadi hampir setiap saat, dan dalam setiap sektor kehidupan. Oleh karena itu, agar para lulusan kelak bisa hidup di masyarakat, bekerja atau berkarya dengan sukses, perlu dibekali pengetahuan dan ketrampilan vokasional-profesional yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan dunia kerja. Kesesuaian bukan hanya dalam keahliannya, tetapi juga dalam mutu atau standar penguasaannya.

58

2) Flexibilitas Kurikulum, yang baik adalah kurikulum yang flexible yang dapat memenuhi keragaman kebutuhan pengguna lulusan dan melayani keragaman latar belakang potensi, kekuatan, minat, dan kebutuhan peserta didik. Diferensiasi lanjutan pendidikan, pilihan pekerjaan dan karakteristik masyarakat menuntut keragaman program dan spesialisasi keahlian lulusan. Keragaman latar belakang peserta didik menuntut disediakannya program pilihan atau efektif. 3) Efektifitas Dalam hal ini kurikulum mencakup desain dan implementasinya. Desain kurikulum yang baik harus disertai implementasi yang baik juga. Efektivitas kurikulum menunjuk kepada sejauhmana harapan-harapan yang dirancang dalam desain dapat dilaksanakan dan dicapai. Makin lengkap dan tinggi tingkat

pencapaianya makin efektif implementasi kurikulum. Ketercapaian harapan-harapan tersebut, sangat dipengaruhi oleh kesungguhan unsur pimpinan dan para pelaksana, ketersediaan sarana dan fasilitas pendidikan, dukungan dan serta manejemen dari pemimpin. 4) Efesiensi Efesiensi berkenaan pengelolaan, bagaimana desain dan implementasi kurikulum dengan semua faktor pendukungnya dirancang, dilaksanakan dan dikendalikan, agar dapat berjalan lancar dan optimal. Efisiensi menekanakan penggunaan cara dan prosedsur yang tepat, oleh rang-orang yang tepat dengan dukungan sarana dan fasilitas pembelajaran yang tepat untuk mencapai sasaran dan target yang tepat.

59

Oleh karena itu hubungan sebuah kurikulum dengan pembelajaran tidak bisa dilepaspisahkan dengan demikian struktur kurikulum dikaitkan dengan sistem

pembelajaran dapat belangsung bersamaan. Sementara Merrill mengemukakan hasil pengajaran dapat diukur melalui dua dimensi, yaitu pertama tingkat unjuk kerja, dan kedua tipe isi bidang studi . dimana indicator unjuk kerja dipilah menjadi tiga yakni (a) mengingat, (b) menggunakan, (c) menemukan. Sedangkan tipe isi bidang studi indikatornya meliputi : (a) fakta, (b) konsep, (c) prosedur, dan (d) prinsip. Dalam konteks ini, yang diukur dari hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Inggris, mengacu dari berbagai tujuan pembelajaran yang dikembangkan di SMA. Tampaknya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai di tingkat SMA adalah tujuan pembelajaran yang disusun berdasarkan ranah kognitif (Bloom,dkk)

meliputi : Pengetahuan, pemahaman, Penerapan, Analisis, Sintesis dan Evaluasi. 1. pengetahuan, mencakup kemampuan ingatan tentang hal-hal yang telah dipelajari dan tersimpan di dalam ingatan. Pengetahuan tersebut dapat berkenaan dengan fakta, Peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode. 2. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap sari dan makna hal-hal yang dipelajari. 3. Penerapan, mencakup kemampuaan menerapkan metode, kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata dan yang baru. Perilaku ini misalnya tampak dalam kemampuan menggunakan prinsip. 4. Analisis. Mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

60

5. Sintesis,, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru, misalnya di dalam kemampuan menyusun suatu program kerja.

tampak

6. Evaluasi, mencakup kemempuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Sebagai contoh karangan. Keenam jenis prilaku ini bersifat hirarkis, artinya perilaku tersebut menggambarkan tingkatan kemampuan yang dimiliki seseorang.Dalam kemampuan menilai hasil

pelaksanaannya, pembelajaran bahasa Inggris menggunakan Kurikulum (Depdiknas, 2004 KBK dan KTSP 2006) dengan pendekatan communicative approach (CA), pendekatan berdasarkan kompotensi language yang didalamnya terdapat beberapa pendekatan yakni : 1. Developing communicative competence in spoken and written English which comprises listening, speaking, reading, and writing. 2. Raising awareness regarding the nature and importance of English as a foreign language and as a major means for learning. 3. Developing understanding of the interrelation of language and culture as well as cross-cultural understanding. Proses pembelajaran yang berkaitan dengan kompotensi serta apa yang diharapkan dalam Kurikulum Nasional gambarkan penguasaan pembelajaran bahasa dapat dilaksanakan dengan baik, dimana Penerapan model didalam kegiatan belajar mengajar yang menggunakan kurikulum KBK dan KTSP, dapat menggunakan model yang mengacu bagaimana siswa dapat berperan aktif di dalam menggunakan kompotensi berdasrkan standar kompotensi yang diajarkan dan sesuai dengan levelnya ataupun tingkatan usia dan kelas. Teori model dalam 3 kompotensi diatas, menunjukan adanya bagaimana cara dan bagaimana kompotensi kompotensi dirumus oleh landasan berfikir yang

61

mencakup model kompotensi bahasa, tingkat literature sesuai dengan tingkatan siswa di SMA. b. Model kompetensi. Sejauh ini terdapat sejumlah model kompetensi yang berhubungan dengan bidang bahasa yang melihat kompetensi berbahasa dari berbagai perspektif. Dalam kurikulum model kompetensi, berbahasa yang digunakan adalah model yang dimotivasi oleh pertimbangan- pertimbangan pedagogic bahasa yang telah berkembang atau berevolusi sejak model Canale dan Swain kurang lebih sejak tiga puluh tahun yang lalu.Model ini dirumuskan sebagai Communicative competence atau kompetensi komunicatif yang di presentasikan dalam Celce-Murcia et al. (1995:10 dalam Sofyan 2003 : 14), yang digambarkan dibawah ini :

Socioultural Competence

Discourse Competence

Linguisti Competence

Actional Compotence

Gambar 2.2 Model Discourse Competence ( dari Celce-Murcia et al 1995:10 ).

62

Representasi sematik di gambar menunjukkan bahwa kompetensi utama yang dituju oleh pendidikan bahasa adalah Discourse Competence atau kompetensi wacana (KW). Artinya, jika seseorang berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, orang tersebut terlibat dalam suatu wacana yang dimaksud dengan wacana adalah sebuah peristiwa komunikasi yang dipengaruhi oleh topik yang dikomunikasi dan jalur komunikasi yang digunakan dalam satu konteks budaya. Dengan demikian kompetensi kebahasaan yang di turunkan oleh para ahli tersebut mengidentifikasi kita untuk bagaimana melakukakan sistem pembelajaran bahasa yang efektif dan efisien. Dari beberapa kompetensi yang dapat dibedakan dengan yang bukan sesuai dengan apa yang dikelompokan diatas, menunjukan bahawa pembelajaran berdsasarkan sistem kompetensi memberikan kemudahan serta kemandirian belajar siswa lebih optimal dan simpel. Dari kompetensi dimaksud dalam pelajaran bahasa Inggrisdi SMA dan khususnya kompetensi reading/membaca adalah bagian yang perlu diperhatikan dan mendapat perhatian khusus dalam setiap proses pembelajaran bahasa Inggrisnya. Untuk itu, lebih jauh tentang bagaimana dan cara yang harus digunakan dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya membaca dapat diungkapkan.Rubin dan Thomson (1982) mengadakan penelitian tentang kemahiran berbahasa asing. Penelitian itu bertujuan untuk memperbaiki mutu berbahasa asing. Selanjutnya Rubin dan Stren (1975) sebelumnya membuat kriteria sikap belajar bahasa asing yang baik. Khususnya membaca. Rubin (1975 :127) menurunkan tujuh sikap, yaitu (1) penebak yang bersemangat dan cermat; (2) mempunyai dorongan kuat untuk berkomunikasi dengan materi bacaan maupun orang pengajar bahasa; (3)

63

merasa tidak dikekang oleh apapun; (4) selalu ingin membentuk gagasan baru; (5) berlati terus dan mencari kesempatan berkomunikasi; (6) menilai cara pribadi berkomunikasi ataupun orang lain dan (7) selalu mencari makna. 1. Rumuskan Standar kompotensi dan Kompotensi Dasar. Tentukan Standar kompotensi (SK ) dan kompotensi Dasar ( KD ) yang ingin dicapai. Dalam hal ini guru tidak perlu merumuskan SK dan KD, sebab semuanya sudah ditentukan dalam standar Isi ( SI ),yakni pada Kurikulum tingkat satuan Pendidikan ( KTSP ) yang ada pada Kurikulum Bahasa Inggris SMA KLS XI Program IPA, IPS & Bahasa Semester I & II dapat dijabarkan dalam bentuk SKKD kompetensi reading (membaca) antara lain : Semester I : Membaca : Penjabaran dalam bentuk SK. Memehami makna teks fungsional pendek dan esei berbentuk report,narrative dan analytical exposition dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan. Membaca dalam penjebaran KD. 1. Merespon makna dalam teks fungsional pendek (misalnya banner, poster, pamphlet, dll.) resmi dan tak resmi yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat. Lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari. 2. Merespon makna dan langkah retorika dalam esei yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan seharihari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam teksa. Semester II : Membaca : Penjabaran dalam bentuk KD.

64

Memehami makna teks fungsional pendek dan esei berbentuk report,narrative dan analytical exposition dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan. 1. Merespon makna dalam teks fungsional pendek (misalnya banner, poster, pamphlet, dll) resmi dan tak resmi yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan. 2. Merespon makna dan langkah retorika dalam esei yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan seharihari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam teks berbentuk narrative, spoot, dan hortatory exposition Lihat program tahunan yang telah kita susun untuk menentukan alokasi waktu atau jumlah jam pelajaran setiap SK dan KD itu. Tentukan pada bulan dan minggu ke berapa proses pembelajaran KD itu akan dilaksanakan.

65

Bagan :Pendistribusian pembelajaran Reading berdasarkan waktu Seme ster Standar Kompotensi /Kompotensi Dasar / IndikatorMembaca

Alokasi Waktu

Ket

Memahami makna teks fungsional pendek dan esei sederhana berbentuk narrative, explanation dan discussion

16X40dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan

8X Pertemuan

Menit

Merespon makna dalam teks fungsional pendek ( misalnya banner, poster, pamplet,dll) resmi dan tak resmi yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan

8 X 35berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari -Membaca nyaring bermakna wacana ragam tulis yang dibahas dengan ucapan dan intonasi yang benar -Mengidentifikasi topic yang benar -Mengedintifikasi informasi tertentu dari teks bfungsional pendek Ulangan Harian I.

4X Pertemua n

Menit

Merespon makna dan langkah retorika dalam esei yang menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam teks berbentuk narrative, explanation, dan discussion -membaca nyaring bermakna wacana ragam tulis yang dibahas dengan ucapan dan intonasi yang benar.

8 X 35 Menit

4 X Pertemua

66

-Mengidentifikasi topic dari teks yang dibaca -Mengidentifikasi informasi tertentu dari teks fungsional pendek Ulangan Harian II.

n

Tabel 2.5 Skop SK dan KD Dalam kompotensi Reading.

Berkenaan

dengan bacaan di Sekolah Menengah Atas, dapat dibedakan

kedalam bacaan bahasa yang berisi pelajaran, Khususnya buku pelajaran, dan bacaan lainnya yang berupa bacaan pisahan, drama, dan Puisi untuk itu buku pelajaran harus mendapat perhatian, mengingat fungsinya dalam kegiatan belajar Mengajar di sekolah ( Rekomendasi UNESCO.I.B.E) buku pelajaran merupakan alat balajar yang berupa buku pegangan murid yang digunakan oleh murid di sekolah untuk mendukung program pengajaran tujuananya adalah untuk menyajikan pengalaman tidak langsung dalam jumlah yang banyak dan tersusun baik (buckingham dalam Harris, Ed., 1960 : 1517 dan Rusyana, 1984:211-212).berdasarkan penjelasan diatas. dapat disimpulkan bahwah terdapat tiga hal yang mendasar berhubungan dengan bacaan, yakni (1) aspek kebahasaan (2) aspek komposisi karangan, dan (3) aspek keterbacaan. Menurut klare (1981:726) meningkatnya derajat keterbacaan suatu wacana (teks) dapat menambah atau meningkatkan berbagai perilaku pembaca seperti pemahaman, pembelajaran, retensi, kecepatan membaca, efisiensi membaca, dan keberterimaan. Hafni (1981: 9) menyatakan bahwa perkembangan yang paling penting dalam

67

pemilihan bahan pengajaran membaca adalah faktor keterbacaan. Tingkat keterbacaan atau tingakat kesukaran baca harus sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajaran. Klare (1984:727) menyatakan bahwa kemungkinan bertambah tingkat pemahaman tergantung pada : a). Situasi penyelenggaran test (The test situatiaon); b) Motivasi pembaca (Reader motivaton); c). Tingkat keterbacaan bahan

(Readability level of literial); d). Isi bahan bacaan (content of materal); dan e). Kompentesi pembaca (Reader compentece). Pada bagian lain Klare (1984:726) menyatakan pula bahwa: The accumulated avidence now cleary supports the nation that improved readability can produce increases in the following kids of reader behavior: (1)comprehension, learning and retention; (2)reading speed and efficiency ; and (3)accepcibility (a general term intended to cover readership, prefernce, preserverence,etc.) Tingkat keterbacaan yang lebih baik akan meningkatan perilaku pembaca dalam (1) pemahaman,pembalajaran, dan ingatan; (2) kecepatandan efisiensi membaca dan (3) keberterimaan.Dalam hal keterbacaan, Rusyana (1984 : 213) mengemukakan bahwa keterbacaan hanya akan menjadi jelas apabila di hubungkan dengan peristwa membaca. Peristiwa membaca dirumuskan sebagai pembaca membaca bacaan dalam suatu latar subjek pembaca di hubuungkan dengan objek bacaan oleh predikat membaca. Dengan demikian, keterbacaan dapat diterangkan dalam hubungan pembaca dengan bacaan, yaitu sebagai kesesuian pembaca dengan bacaan. Artinya, tingkat keberhasilan membaca di tentukan oleh kesesuaian

pembaca dengan bacaannya,yang masing-masing aspek telah diuraikan di atas. Dale dan chall (Giliand, 1976:13) mengemukakan bahwa keterbacaan bacaan tertentu

68

dalam hubungan sejauh kelompok pembaca memahaminya, membaca dengan kecepatan optimal, dan ketertarikan terhadap bacaan. Berkenaan dengan keterbacan, Rusyana (1984:213) Menyimpulkan bahwa terdapat tiga aspek keterbacaan, yakni pemahaman, kecepatan baca, dan minat, yang satu dengan yang lain saling berpengaruh. Dalam proses membaca terutama siswa level SMA senantiasa siswa mengalami kesulitan membaca baik terhadap teks bacaan maupun cara pengucapan kalimat/ Pronounciationdalam setiap bacaan teks Bahasa Inggris. Dengan demikian beberapa pemahaman teori tentang membaca lahir dari prespektif bagaimana makna diangkat dari teks. Inti proses membaca adalah usaha seseorang yang berusaha untuk memahami isi pesan penulis dalam bacaan. Teori subskill yang mendasarinya model membaca bottom-up (part-centred skills approach) secara literal arti bottom-up dari bawah ke atas adalah makna itu berasal dari bawah (teks) menuju ke atas (Otak) dan secara harfiah, menurut teori ini tekslah yang menentukan pemahaman. Teori ini memandang bahwa struktur-struktur yang ada dalam teks materi bacaan dianggap sebagai unsur yang memainkan peran utama. Dalam hal tersebut terdapat beberapa langkah pelaksanaan membaca untuk belajar membaca. Dalam pengembangan proses membaca dan strategi membaca oleh (Duffy, 1993 : 232) menjelaskan they range from bottom-up vocabulary strategies,such as looking up on unknow word in the dictionary to more comprehensive actions, such as connecting what is being read to the readers background knowlegde. Dalam hal ini pengembangan membaca yang dikatakan oleh Duffy di atas, menunjukkan adanya dasar pengembangan membaca dimulai dengan strategi bottem-up dimana siswa harus dapat mengenal kata-kata atau vocabsehingga

69

bisa menguasai yang lain. Sementara itu Y.Goodman (1975dalam Robert J. Tierney at al. 1995 : 460) memberikan penekanan terhadap membaca seperti beikut: These raders use effective reading strategies when the material is higly interesting to them or when it is easy because it has a low concept load. Howerver,when these readers find themselves reading material which is complex, they use less efficient reading strategies. They stop searchig for meaning and end up sounding out or word calling. When asked how handle any particular raeding problem, such readers often say the sound words out; they may be unaware that they use context to read or they may believe the teacher disapproves of it. Strategy lessons help these readers become aware of the various effecitive reading strategies they already use when reading easy material permatting them to transfer effective reading strategies to more difficult reading materials.

Membaca terhadap material secara kompleks, dengan menggunakan lebih sedikit yang efisien membaca strategi.Saat membaca mencari/menemukan berbagai macam kata membaca dengan baik terhadap bacaan tertentu dengan cara bunyi dan juga diam pada saat membaca sering kali tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sehingga sering kali guru menyalahi. Pelajaran-pelajaran strategi membantu pembaca ini menjadi sadar akan berbagai effecitive membaca strategi yang telah menggunakan ketika membaca materi atau teks bacaan sebaikanya dipisah-pisahak sesuai dengan tingkat kesukarannya, dan dalam hal ini pembaca yang baik adalah bagaimana memulai dari materi yang lebih muda baru menuju ke materi yang sukar dalam sebuah teks bacaan.

70

Menurut pendapat teori ini, ketika seseorang melakukan membaca secara efektif dan lancar dapat tergantung kwalitas bacaan itu sendiri yang terdiri dari katakata maupun isi teks bacaan tersebut. Sebaliknya jika dalam konteks bacaaan

terdapat level bacaanya rendah maka dengan sendirinya dapat diucapkan dengan mudah. meskipun demikian seseorang membaca akan sulit menemukan konsep sesuai dengan bacaan secara lengkap. Penggunaan strategi membaca merupakan

hal yang efisien dalam menyesuaikan sebuah teks bacaan. Dengan menggunakan ragam bunyi atau intonasi yang keluar atau kata-kata yang diucapkan. Ketika pertanyaan bagaimana cara mengatasi masalah dalam membaca mereka

menggunakan konteks dalam bacaan satu sisi guru-guru tidak memberi pendekatan pendekatan secara khusus dalam kegiatan membaca. Strategi yang digunakan dapat membantu bentuk efektif membaca pada materi dengan efektif dengan strategi lebih banyak kesulitan melalui membaca. B. Model -Model Pembelajaran Membaca a.Pengertian membaca. Metode pengajaran bahasa berkait erat dengan tujuan mengapa sebuah

bahasa dipelajari, dalam bentuk mengajar apapun, tujuan utamanya adalah bagaimana membuat para siswa berhasil dalam belajaranya hingga mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam mengajar bahasa, tujuanya tentu saja bagaimana membuat para siswa berhasil dalam Dunkin dan Biddle (1974:39-47) mereka berpendapat bahwa pembelajaran akan melibatkan 4 variabel yaitu : presage variables, context, variables, process variables dan produc variables.Variable tersebut dijelaskan sebagai berikut: yaitu presage variables is ,teachers characteristics, experiences,

71

training, and other properties that influence teaching behaviors. Mencakup latar belakang, pengalaman, dan kemampuan guru. Context variables is properties of pupils , school and community, and of the classroom. mencakup latar belakang siswa, kemampuan siswa, konteks sekolah dan kelas. Untuk proses variables is observables action of teachers and students in the classroom, mencakup kegiatan pembelajaran. Product variables is immediate and longterm effect of teaching on pupils growth intellectually, socially, emotionally, and the like, mencakup hasil belajar dan serta perkembangan siswa dalam waktu jangka pendek dan panjang. Oleh karena itu, perwujudan proses belajar mengajar dapat terjadi dalam berbagai model Membaca merupakan kegiatan yang kompleks karena diperlukan bermacammacam ketrampilan dalam pelaksanaanya. Spiro ( 1980 : ) mengatakan bahwa membaca merupakan suatu proses interaktif yang multi level. Misalnya dalam kegiatan membaca harus diperhatikan interaksi berdasarkan teks dan juga interaksi berdasarkan pengetahuan yang telah ada dan dalam berbagai level. Carnine ( 1990: 3) menegaskan bahwa membaca itu merupakan proses yang kompleks yaitu kompleks untuk dipelajari dan kompleks untuk diajarkan. Oleh karena itu untuk mengetahui kegiatan membaca diperlukan berbagai aspek diantaranya pengertian membaca, konsep-konsep membaca, perkembangan bahasa siswa , buku bacaan siswa , dan prinsip membaca. Minatdapat berkembang dengan baik dan juga dapat menurun. Engle (1974:490)

mengatakan, interest may develop through experience. Melalui pengalaman minat seseorang itu dapat berkembang. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat

72

ada orang yang mulanya tidak berminat terhadap sesuatu pekerjaan (misalnya membaca), tetapi setelah mempunya pengalaman dia lebih berminat. Pengertian ini juga dapat terbalik yaitu pada awalnya dia senang membaca, tetapi pengalaman yang tidak menyenangkan dijumpainya sehingga minatnya tidak berkembang.

Cunningham &Stanovich, (1997 : 95) Reading to students can help to expland their vocabularies and writing skills, as well as to interest them in new ideas. It can also introduce them to new authors and genres of literature that they might not select on their own. Dalam dunia akademik baik sekolah dasar ( SD ) hingga perguruan tinggi, persoalan pembelajaran bahasa dilepaspisahkan dengan perkembangan dan kemajuan akademik. Dan ada sejumlah faktor yang sangat penting tidak bisa

peningkatan mutu pembelajaran bahasa Inggris sebagai latar belakang. b.Model-model pembelajaran membaca Brown (2001,dalam Abidin 2010: 94), mengemukakan dalam kegiatan inti

membaca terdapat beberapa model membaca yang dapat digunakan (harus dipilih berdasrkan seleksi ketepatannya). Beberapa model tersebut diantaranya adalah Model Metakognitif, Model psikolinguistik dan model interaktif. Linderholm & vanden Broek, (2002: 778) mereka mendefinisipengembangan reading sebagai Succesasful reading includes the ability to adjustprocessing in such a way that learning goals, as a function of readingt purpose, are met. selanjutnya Grabe and Fredricka (2002: 81), Pengembangan modelreading/membaca adalah Reading strategies and strategy instruction are often discussedand presented in texbooks as independent entities and relatively easy to teach. Yet, the goal of reading instruction

73

is not to teach individual reading strategiesbut rather to develop startegic readers, a development proces that requiresintensive instructional efforts over a considerable periode of time Tujuan darireading instruction Menurut Ashby & Rayner, ( 2006: 52 ) bahwa A central goalof reading instructionn is to help students learn how to read effortlessly so theycan ignore the reading process and focus on content. jika kita kaitkan keduapendapat tersebut, maka model pengajaran membaca mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan system pengelohannya Sebagai langkah dalam pengembangan penulisan Disertasi, dan tujuan penelitian terhadap kemampuan membaca materi teks-teks bahasa Inggris SMA KLS XI, penulis telah melakukan identifikasi terhadap beberapa model yang tepat sebagai latar belakang dalam penulisan tersebut. 1.Model Metakognitif. Model Metakognitif diberikan kepada siswa pada saat membaca. Model ini memberikan efek positif kepada pemahaman seseorang sebab dapat meningkatkan ketrampilan belajar. Metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang atas penggunaaan intelektual otaknya dan usaha sadarnya dalam memonitor atau

mengontrol penggunaan kemampuan intelektualnya. Strategi metakognitif ini akan menuntut siswa memilih ketrampilan dan teknik membaca sesuai dengan tugasnya. Pendekatan metakognitif adalah pendekatan yang melandasi langkah-langkah dalam proses belajar-mengajar berupa kegiatan belajar yang mengarahkan siswa menjadi seorang pembelajar otonomi. Pendekatan ini sangat membantu pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas besar. Tanpa mengubah materi pelajaran yang ada, jumlah

74

siswa maupun posisi tempat duduk siswa., masih dapat diupayakan alternatif langkah-langkah metakognitif agar pembelajaran dapat berjalan lancar dan lebih terfokus kearah pencapaian hasil pembelajaran yang lebih baik.Beberapa langkahlangkah spesifik dapat diatur guru disesuaikan dengan kebutuhan pada saat proses belajar-mengajar berlangsung. Metakognitif dalam membaca adalah kesadaran seseorang saat proses membaca apakah ia faham atau tidak tentang isi dari teks yang sedang dibacanya.Menurut Arends (1997:244), strategi-strategi belajar merujuk kepada perilaku dan proses-proses pikiran yang digunakan siswa yang

mempengaruhi apa yang dipelajarinya, termasuk ingatan dan proses metakognitif. Nama lain untuk strategi belajr adalah strategi kognitif. Contoh tujuan kognitif tradisional yang diharapkan dicapai siswa adalah pemahaman suatu wacana dalam sebuah buku. Menurut Weinsttein dan Meyer dalam Arends (1997:243), mengajar yang baik mencakup mengajari siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berpikir, dan bagaimana mendorong diri sendiri.Pembelajaran dengan penerapan strategi-strategi belajr berpedoman pada premis, bahwa keberhasilan siswa banyak bergantung kepada kepada kemahiran mereka untuk belajar sendiri dan untuk memonitor belajarnya sendiri. Hal ini menyebabkan pentingnya strategistrategi diajarkan kepada anak didik dimulai dari sekolah dasar dan berlanjut pada pendidikan menengah dan tinggi. Sebuah Penelitian berkenaan dengan bahsa Inggris membaca telah dilaksanakan dikelas XI SMA Negeri 1 Banjarbaru pada semester 1 (bulan

September sampai November) tahun 2006 dengan tujuan: 1) meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran membaca bahasa Inggris dan 2) meningkatkan

75

kemampuan siswa membaca bahasa Inggris dengan pendekatan metakognitif. Hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran membaca dan kemampuan membaca dapat ditingkatkan melalui kegiatan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif. Keberhasilan pelaksanaan tindakan dapat dilihat dari hasil analisis lembar pengamatan diri siswa yang menunjukkan semua siswa dapat mengerjakan tugas masing-masing dengan konsentrasi dan tidak membuang waktu karena guru tidak perlu memberikan tambahan waktu atau penyelesaian tugas tidak dilanjutkan dirumah. Mereka kelihatan sangat antusias menyelesaikan tugas masing-masing dan bertanggung jawab. Suasana kelas saat belajar terasa sangat nyaman karena semua siswa asyik dengan tugas masingmasing. Saat evaluasi diripun siswa dapat menjelaskan mengapa mereka mendapat kesulitan saat menyelasaikan tugas. Dengan jujur mereka mengatakan bahwa mereka terlambat menyelesaikan tugas karena lupa membawa kamus. Disamping meningkatnya aktifitas siswa dikelas dan kemandirian belajar, pendekatan metakognitif juga dapat meningkat kemampuan siswa menggunakan strategi membaca sehingga siswa menjadi pembaca efektif dan strategik serta meningkatkan kemampuan membaca menjadi lebih baik. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pendekatan metakognitif telah membuat siswa menjadi pembelajar yang lebih mandiri dan bertanggung jawab atas keberhasilan belajarnya dan memiliki kemampuan pemahaman membaca yang baik. Menurut Huda dalam Mukminatien (2000), seorang pembelajar dapat dikatakan sebagai pembelajar yang trampil dan mandiri (learner autonomy) atau memiliki kemampuan metakognitif apabila ia dapat: 1) mengetahui tujuan

76

pembelajaran dan mengetahui apa yang sedang diajarkan, 2) mengetahui tujuan belajarnya sendiri, 3) memiliki strategi belajarnya, 4) memonitor kemajuan belajarnya sendiri, 5 mengevaluasi strategi belajarnya sendiri. Metakognitif dalam membaca adalah kesadaran seseorang saat proses membaca apakah ia faham atau tidak tentang isi dari teks yang sedang dibacanya. Dengan kata lain, metakognitif dapat menciptakan seorang pembaca yang trampil yang dapat menggunakan strategi membaca pemahaman secara efektif. Keunikan seorang pembaca metakognitif adalah ia mengetahui bahwa pemahaman membaca yang baik memerlukan keaktifan saat membaca, yaitu; memprediksi, bertanya, berimajinasi, klarifikasi dan menyimpulkan sambil membaca. Singkat kata pembaca yang baik adalah seorang yang saat membaca selalu terlibat/ menyadari proses berfikirnya untuk memahami teks.dengan memilih dan menggunakan strategi membaca yang tepat/ sesuai dengan tujuan membacanya serta selalu memonitor pemahaman saat membaca. Burns, et al (1986) menyatakan bahwa, metakognitif mencakup; mengetahui apa yang sudah diketahui/ dimiliki, mengetahui ketika mengerti/ memahami hal baru dari apa yang baru selesai dibaca, mengetahui bagaimana pemahaman itu dapat dicapai, dan mengetahui mengapa sesuatu/ hal tersebut dapat/ tidak dapat dipahami. Dalam proses belajar mengajar, seorang guru diharapkan selalu melaksanakan pembimbingan siswa kearah ini sehingga kegiatan belajar mengajar membaca dapat berjalan dengan lancar untuk mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Untuk menjadi seorang pembelajar mandiri, seorang siswa perlu mengetahui apa (whats), mengapa (whys), bagaimana (hows),dan kapan (whens) strategi

77

membaca itu digunakan (Vacca & Vacca, 1999: 47). Mereka harus mengetahui pentingnya (1) pemahaman penggunaan berbagai strategi untuk memfasilitasi pemahaman dan pembelajaran. (2) menganalisa soal dalam tugas membaca, (3) merefleksi apa yang mereka ketahui dan tidak ketahui dari teks bacaan, (4) merencanakan penyelesaian tugas membaca yang sukses dan untuk mengevaluasi dan mencek kemajuan penyelesaian tugas. Dilain fihak, guru harus mengetahui apakah siswanya cukup mengerti kemampuan dirinya (self-knowledge) dan penyesuaian cara belajarnya (task knowledge) ketika melaksanakan tugas membaca. Teks yang berbeda mungkin membawa masalah yang berbeda pula bagi siswa untuk memahaminya. Karena itu, ketika diberi tugas membaca siswa harus memahami type sebuah teks dan cara memahaminya. Dan ini adalah tugas guru untuk memberikan bimbingan dan penjelasan bahwa untuk menyelesaikan tugas membaca siswa harus bisa melakukannya dengan fleksibel dan adaptif artinya tidak perlu dilakukan dengan cara yang sangat lambat dan waktu yang panjang. Siswa harus dapat mengatur cara membacanya, mengerti apa yang harus dilakukan ketika menemukan masalah saat membaca. Demikian yang diinginkan oleh Clarke & Silberstein ( 1977,p. 133 ) It becomes the responsibility of the teacher to train students to determine their own goals and strategies for a particular reading. To encourage studens to take risks, to guess,to ignore their impulses to be always correct. Dalam proses membaca guru perlu memiki tanggung jawab serta monitoring terhadap perkembangan yang dialami oleh siswa, sehingga keduanya dapat saling mengontrol . Ini yang dimaksud dengan memonitor pemahaman (comprehension monitoring) dan mengatur diri (self-

78

regulation). Apakah siswa mempunyai cukup cara untuk dapat keluar dari masalah ketika ia kesulitan/ bingung atau tidak mengerti apa yang sedang dibacanya? Seorang pembaca yang trampil secara otomatis akan merubah cara membacanya ketika ia menemukan masalah saat membaca, misalnya dengan cara memperlambat, mengulang, menghubungkan dengan sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya, membuka kamus, atau bertanya dengan seseorang dan sebagainya. Dalam situasi seperti inilah metakognitif memegang peranan. Untuk melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif,

diperlukan alat pendukung berupa peraturan belajar yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh siswa dikelas. Maka, sebelum tindakan penelitian dilakukan siswa dan guru membuat peraturan yang disetujui oleh kedua belah fihak, yaitu semacam kesepakatan tentang bagaimana harus bersikap selama pelajaran. Hal ini sangat penting karena dengan melibatkan siswa dalam membuat peraturan mereka merasa ikut terlibat dalam memecahkan masalah mereka. Pendekatan partnership seperti ini dapat menggeser anggapan peran guru sebagai penguasa kelas. Dengan cara ini diharapkan siswa dapat semakin memahami pentingnya belajar bahasa Inggris. Jadi sebelum langkah-langkah metakognitif dilaksanakan peraturan bersama tentang ketertiban kelas selama belajar bahasa Inggris telah dilakukan terlebih dahulu, yaitu: Pendekatan metakognitif adalah pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk setiap mata pelajaran tidak terbatas pada pembelajaran membaca saja. Pendekatan ini difokuskan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada pembelajar akan proses berfikirnya mencakup perencanaan, monitoring dan evaluasi diri terhadap proses dan hasil pembelajaran. Seorang pembelajar yang

79

metakognitif mengetahui apakah ia mengerti atau tidak apa yang sedang dipelajari dan membuat rencana memperbaikinya apabila dia belum mengerti. Demikian guru dapat membuat lembar kegiatan metakognitif yang disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, jenis tugas yang diberikan, cara siswa memonitor proses dan mengevaluasi hasil pembelajarannya. Diharapkan baik guru maupun siswa dapat memahami proses berfikir dan memonitor serta mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan hingga pada akhirnya dapat menciptakan pembelajar yang mandiri demikian juga hasil belajar yang lebih baik serta guru yang kreatif. Brown (2001) menyatakan bahwa pada proses bottom-up pembaca terlebih dahulu mengetahui berbagai tanda linguisticseperti huruf, morfem (satuan bentuk terkecil dalam sebuah bahasa yang masih memiliki arti clan tidak bisa dibagi menjadi satuan yang lebih kecil lagi), suku kata, kata-kata frasa, petunjuk gramatika dan tanda wacana, kemudian menggunakan mekanismei:) pemrosesan yang masuk akal, koheren dan bermakna.

2.Model Psikolinguistik. Model psikolinguistik juga sering dikenal sebagai model top-down. Teori ini dikembangkan oleh Kenneth Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses (pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan terus-menerus) menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang dibuat sendiri pada saat proses membaca berlangsung. Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari

80

bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan. Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks. Untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran penting dalam membentuk makna bacaan. Jadi menurut teori Top-down dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan. Terkait dengan sisitem membaca Psikolinguistik, yang

dilibatkan beberapa system membaca yakni pendekatan Top-down dan Buttom-up, penulis berusaha mencoba membuat langkah-langkah membaca untuk siswa-siswi SMA yang diambil dari Grade / atau Kelas I, II dan III. Berikut sekema proses membaca yang dikembangkan.

81

2.6 Gambar model membaca Top -down

Kls I

Kls II Kls III

Buttom-up

a. Model Teori Top-Down Teori ini dikenal sebagai model psikolinguistik dalam membaca dan teori ini dikembangkan oleh Goodman (1976). Model ini memandang kegiatan membaca sebagai bagian dari proses pengembangan skemata seseorang yakni pembaca secara stimultan (terus-menerus) menguji dan menerima atau menolak hipotesis yang ia buat sendiri pada saat proses membaca berlangsung.Pada model ini, informasi grafis hanya digunakan untuk mendukung hipotesa tentang makna. Pembaca tidak banyak lagi membutuhkan informasi grafis dari bacaan karena mereka telah memiliki modal bacaan sendiri untuk mengerti bacaan. Proses membaca model ini dimulai dengan hipotesis dan prediksi-prediksi kemudian memverifikasinya dengan menggunakan stimulus yang berupa tulisan yang ada pada teks.Inti dari model teori Top-down adalah pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Pembaca memulai tahapan membacanya dengan membaca prediksi-prediksi, hipotesis-hipotesis, dugaan-

82

dugaan berkenaan dengan apa yang mungkin ada dalam bacaan, bermodalkan pengetahuan tentang isi dan bahasa yang dimilikinya, Untuk membantu pemahaman dengan menggunakan teori ini, pembaca menggunakan strategi yang didasarkan pada penggunaan petunjuk semantik dan sintaksis, artinya untuk mendapatkan makna bacaan, pembaca dapat menggunakan petunjuk tambahan yang berupa kompetensi berbahasa yang ia miliki. Jadi, kompetensi berbahasa dan pengetahuan tentang apa saja memainkan peran penting dalam membentuk makna bacaan.Jadi menurut teori Top-down dapat disimpulkan bahwa pengetahuan, pengalaman dan kecerdasan pembaca diperlukan sebagai dasar dalam memahami bacaan. b. Model Teori Bottom-Up Memandang bahwa bahasa yang mewadahi teks menentukan pemahaman. Secara fisik, ketika orang melakukan kegiatan membaca, yang dipandang adalah halaman-halaman bacaan yang posisinya di bawah (kecuali membaca sambil tiduran!). Secara literal, bottom-up berarti dari bawah ke atas. Maksudnya, makna itu berasal dari bawah (teks) menuju ke atas (otak/kepala). Secara harfiah, menurut teori ini teks-lah yang menentukan pemahaman. Inti proses membaca menurut teori ini adalah proses kengkodean kembali simbol tuturan tertulis (Harris & Sipay, 1980). Membaca dalam proses bottomup merupakan proses yang melibatkan ketepatan, rincian, dan rangkaian persepsi dan identifikasi huruf-huruf, kata-kata, pola ejaan, dan unit bahasa lainnya. Tugas utama pembaca menurut teori ini adalah mengkode lambang-lambang yang tertulisa menjadi bunyi-bunyi bahasa (Harjasuna, 1996Brown (2001) menyatakan

83

bahwa pada proses bottom-up membaca terlebih dahulu mengetahui berbagai tanda linguistik, seperti huruf, morfem, suku kata, kata-kata frasa, petunjuk gramatika dan tanda wacana, kemudian menggunakan mekanisme pemrosesan yang masuk akal, koheren dan bermakna. Agar bisa memahami bacaan pada teori ini, pembaca membutuhkan keterampilan yang berhubungan dengan lambang bahasa yang digunakan dalam teks.http://pencilbooks.wordpress.com/2008/12/16/pengertian-membaca/ Teknik MembacaPublished by robiah under Sastra Mbois. . Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat memecahkan masalah,

menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ideide. Teori-teori pemprosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain seperti teori Bruner ( Slavin dalam Nur, 2002: 8 ), Teori Perkembangan KognitifPiaget Mengatakan bahwa Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan. Selain itu menurut Weinstein dan Meyer, dalam Trianto (2007: 145). Mengatakan bahwa pengajaran yang baik meliputi pengajaran siswa bagaimana belajar, bagaimana mengingat, bagaimana berfikir dan bagaimana memotivasi diri mereka sendiri. Salah satu model yang sesuai dengan kondisi pembelajaran bahasa Inggris adalahModel pembelajaran PQ4R menekankan beberapa strategi membaca yang digunakan untuk membaca buku pelajaran dan bahan bacaan lainnya dalam sesuatu bidang pengetahuan. Selanjutnya Brown (2001, dalm Yunus 2010:129), mengemukakan bahwa untuk

84

mencapai

keberhasilan beberapa

dalam prinsip

pembelajaran dasar

membaca

pemahaman,

perlu

diperhatikan

mendesain

pembelajaran

membaca

pemahaman.Pembelajaran yang mengutamakan kebutuhan serta perbedaan siswa dapat dikembangkan berdasarkan hasil identifikasi pembelajaran, diantaranya aspek kesiapan (readiness), minat (interests), kebutuhan (needs) dan profil belajar (learning profile) siswa (Tomlinson,1999). Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan dasar perbedaan siswa. Hasil identifikasi aspek-aspek tersebut berguna untuk menyusun program pembelajaran, menentukan bahan belajar, maupun untuk menentukan pendekatan pembelajaran. Salah satu faktor penyebab rendahnya pemahaman siswa terhadap isi bacaan (Reading texts) disebabkan karena guru tidak sepenuhnya melakukan kegiatan yang mendukung proses pembelajaran. Guru lebih menekankan pada kompetensi penilaian hasil

belajar pada siswa, sehingga penilaian hasil belajar tidak seimbang antara penilaian prosesdan penilaian hasilpembelajaran. Akibatnya, pembelajaran bahasa Inggris diwarnai oleh nuansa individual dan kompetitif dalam proses. 3.Model Interaktif. Model ini merupakan kombinasi antara pemahaman model Top-Down dan model Bottom-Up. Pada model interaktif, pembaca mengadopsi pendekatan top-down untuk memprediksi makna, kemudian beralih ke pendekatan bootom-up untuk menguji apakah hal itu benar -benar dikatakan oleh penulis. Artinya. Kedua model tersebut terjadi secara stimultan pada saat membaca. Penganut teori ini memandang bahwa kegiatan membaca merupakan suatu inetraksi antara pembaca dengan teks. Dengan teori itu dijelaskan bagaimana

85

seorang pembaca menguasai, menyimpan dan mempergunakan pengetahuan dalam format schemata. Kegiatan membaca adalah proses membuat hubungan yang berarti bagi informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya ( skemata) Menurut pandangan interaktif, membaca diawali dengan formulasi tentang hipotesis tentang makna, kemudian dilanjutkan dengan menguraikan makna huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan. Model interaktif adalah model membaca yang secara serentak menggunakan pengetahuan informasi grafik dan informasi yang ada dalam pikiran pembaca.Proses membaca menurut pandanagan interaktif adalah proses inelektual yang kompleks, mencakup dua kemampuan utama,

yaitukemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentang konsep verbal.Pendapat ini mengisyaratkan bahwa ketika proses membaca berlangsung, terjadi konsentarasi dua arah pada pikiran pembaca dalam waktu yang bersamaan. Dalam melakukan aktifitas membaca, secara aktif merespon dan mengungkapkan bunyi tulisan dan bahasa yang digunakan oleh penulis. Selain itu, pembaca dituntut untuk dapat mengungkapkan makna yang terkandung di dalamnya atau makna yang ingin disampaikan oleh penulis melalui teks yang dibacanya. Tujuan dari model ini adalah memberikan siswa strategi yang membantunya menjadi pembaca yang mandiri, yang dapat memonitor pemikirannya ketika proses membaca dan menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliknya denagn teks yang sedang dibacanya. Banyak guru yang menanyakan strategi yang dikembangkan berdasarkan skema teori dan proses membaca dalam model membaca. Menurut pandanganinteraktif, membaca diawali denganformulasi tentang hipotesis tentang makna, kemudian dilanjutkandengan menguraikan

86

makna huruf, kata, dan kalimat dalam bacaan.Modelinteraktif adalah model membaca yang secara serentakmenggunakan pengetahuan informasi grafik dan informasi yang adadalam pikiran pembaca. Proses membaca menurut pandanganinteraktif adalah prosesintelektual yang kompleks, mencakup dua kemampuan utama, yaitukemampuan memahami makna kata dan kemampuan berpikir tentangkonsep verbal. Pelapat ini mengisyaratkan bahwa ketika prosesmemba


Top Related