Bab 2 DasarTeori
II-1
BAB II DASAR TEORI
2.1 Sejarah dan Perkembangan Industri Elektronika Indonesia
Industri elektronika Indonesia dimulai sejak tahun 1956 dengan berdirinya PT
Transistor Radio Mfg.Co, yang memproduksi radio merk Tjawang. Kemudian
pada tahun 1962 berdiri PT Nusantara Polar di Medan yang memproduksi radio
dengan merk Nusantara. Sampai tahun 1960-an industri elektronika Indonesia
masih belum muncul, yang ada hanyalah kegiatan reparasi yang dilakukan oleh
PT.Toa Galva sejak tahun 1950-an. Tonggak baru dalam dunia elektronika
dimulai tahun 1962 dengan adanya perakitan televisi hitam putih pertama di
Indonesia.
Pada awal tahun 1970 sampai pertengahan tahun 1985, industri elektronika di
Indonesia dikembangkan dengan pola substitusi impor. Kebijakan tersebut
disambut baik oleh masyarakat industri elektronika sehingga banyak perusahaan
bermunculan. Selain itu dengan adanya insentif yang diberikan terhadap PMA (
Penanaman Modal Asing ), menyebabkan munculnya perusahaan patungan
seperti National dan Sanyo.
Hingga tahun 1973, terdapat 15 perusahaan aktif, baik sebagai Agen Tunggal
Pemegang Merk maupun yang memproduksi dengan merk lokal, antara lain
PT Yashonta, merakit televisi merk Sharp dari Jepang
PT Sanyo Industries Indonesia, merakit radio, televisi dan alat-alat rumah
tangga dengan merk Sanyo dari Jepang.
PT National Gobel, merakit radio, televisi dan alat-alat rumah tangga dengan
merk National dari Jepang
PT Asia Electronics Corps, merakit radio dan televisi merk Grundig dari
German
PT Telesonics, dan lain-lain
Sampai tahun 1985 jumlah perusahaan elektronik bertambah menjadi sekitar 58
perusahaan dimana sebagian besar menggunakan merk asing yang diproduksi
Bab 2 DasarTeori
II-2
berasal dari Jepang. Perusahaan perusahaan baru mulai tumbuh antara lain :
PT Wily Antariksa Electronics merakit televisi merk Toshiba
PT Hartono Istana Electronics merakit televise merk Polytron
PT Panggung Elektronik memproduksi merk Intel, dll
Adanya perusahaan-prusahaan tersebut mengurangi ketergantungan terhadap
barang impor. Untuk memperkuat posisi perusahaan-perusahaan tadi, maka
pemerintah mengeluarkan kebijakan ” larangan impor”. Pada awal tahun 1970-an
impor televisi dan radio dalam keadaan Completely Built Up (CBU) dilarang, dan
ketentuan Completely Knocked Down (KCD) diatur dengan tarif lebih rendah dari
part guna merangsang industri perakitan.
Dari sisi struktur produksi, sebenarnya perusahaan –perusahaan ini sebagian
melakukan perakitan dengan komponen impor. Bagi perusahaan Agen Tunggal
Pemegang Merk (ATPM), mereka mengimpor komponennya dari pemilik merk
dan produk merk lokal mengimpor secara multisourcing. Dengan demikian
industri elektronika Indonesia merupakan industri perakitan yang mempunyai
kapabilitas produksi dengan modifikasi sederhana. Beberapa perusahaan memiliki
kemampuan modifikasi mendasar (mayor change capability) dan rekayasa atau
desain, namun belum ada yang dapat melakukan inovasi atau menjadi trend setter
(Direktorat ILMEA Depperindag, 2003).
2.2 Nilai Produksi Industri Elektronika Konsumsi Indonesia
Aplikasi penggunaan produk elektronika dapat ditemukan pada semua sektor
ekonomi, dengan aplikasi terbesar pada produk konsumsi (dari peralatan dapur
hingga pusat hiburan), peralatan industri telekomunikasi, otomotif, industri
antariksa, dan peralatan medis). Tiga besar pengguna elektronika adalah
telematika, industri dan alat transportasi. Penyebab dari pertumbuhan tersebut
adalah :
Kemajuan berkelanjutan di bidang teknologi informatika
Ekspansi prasarana internet secara global
Bab 2 DasarTeori
II-3
Generasi baru peralatan genggam dan nir-kabel (handdheld and wireless
devices)
Peningkatan penggunaan komponen elektronika di berbagai produk elekronik
Berdasarkan prediksi dari Asosiasi Industri Telematika dan Elektronika Jepang,
hingga tahun 2010 tetap akan terjadi peningkatan permintaan berbagai macam
produk elektronika dengan total nilai sebesar U$ 3,461.1 M. Dalam periode 2005-
2010, permintaan produk elektronika seluruh jenis meningkat dengan
pertumbuhan per tahun sebesar 7.7%. Pertumbuhan terbesar adalah segmen
perangkat lunak dan jasa informasi sebesar 11.2%, disusul oleh komponen (6.4%)
dan peralatan elektronika (4.6%).
Berikut ini adalah data produksi industri elektronika Indonesia selama tahun 2002
sampai 2005.
Tabel 2.1 Produksi industri elektronika konsumsi Indonesia (Rp Milyar)
TahunNo Uraian
2002 2003 2004 2005
1 Peralatan video 21.783,61 15.396,11 30.872,21 20.610,79
2 Televisi berwarna 3.975,45 3.431,08 4.285,08 3.667,02
3 Perekam video 5.505,82 3.646,87 4.948,68 3.761,25
4 Televisi kamera 4,43 8,16 12,59 10,53
5 Radio, tape recording 3.357,30 2.044,62 1.098,46 1.035,98
6 Radio mobil 4.461,13 4.065,30 4.344,88 4.528,90
7 Amplifiers 608,42 684,73 448,75 649,52
8 Peralatan audio lain 483,55 238,54 459,40 287,87
9 Mesin cuci danpengering
11,07 8,05 4,25 2,16
10 Cleaner, Fan , Mixerdan Shaver
670,03 584,81 527,45 904,28
11 Refrigerator, freezers 301,56 459,16 749,16 953,39
12 Pendingin ruangan 270,44 91,74 30,67 9,43
Bab 2 DasarTeori
II-4
13 Pemanas air,pengering dan setrika
123,14 125,79 124,13 128,89
14 Lampu tabung gas 618,52 706,98 834,08 1.161,79
15 TL/fluorescent lamps 374,67 301,28 507,33 429,42
16 Microwave oven 0,29 0,15 0,48 0,21
17 Vacum cleaner 5.17 8.27 0.99 2.80
18 Food grinder andmixers
32.15 41.63 39.80 37.85
19 Electric smoothingiron
0,3 0,56 0,18 3,25
20 Bulb 281,06 301,30 409,59 351,36
21 Cell and batteryprimer
2.802,52 2.592,85 4.132,04 4.937,46
(Sumber : Direktorat ILMEA Depperin , 2006)
2.3 Evolusi Industri Elektronika
Evolusi di industri elektronika pada akhir 1940-an memungkinkan dilakukannya
otomatisasi pekerjaan yang berulang-ulang dan peningkatan efisiensi pekerjaan
lainnya. Hal ini membuat kemajuan lebih lanjut di bidang teknologi sirkuit
terpadu ( integrated circuit ) di akhir tahun 1950-an. Sejak 1960-an
perkembangan dibidang pembuatan komponen dan sub sistem berhasil menekan
harga secara signifikan. Dalam perkembangan selanjutnya, produk manufaktur
tidak lagi dibuat seutuhnya dalam sebuah pabrik. Sebagian komponen dibuat di
suatu pabrik di sebuah negara, sebagian lainnya dibuat dibeberapa pabrik di
negara-negara lain (out- sourcing atau maklun). Peter F Drucker menyebut
fenomena tersebut sebagai production sharing (outward processing system ), yaitu
internasionalisasi proses manufaktur yang melibatkan beberapa negara pada tahap
yang berbeda-beda.
Sistem ini memiliki nilai ekonomi yang penting karena memungkinkan
dilakukannya suatu tahap produksi di lokasi yang paling efisien dengan biaya
terendah. Production sharing adalah keterpaduan ekonomi dunia karena tahapan
dalam proses produksi. Banyak produk dunia dibuat tidak lagi seutuhnya dalam
sebuah pabrik, tetapi sebagian komponennya dibuat disebuah pabrik di sebuah
Bab 2 DasarTeori
II-5
negara dan sebagian komponennya dibuat dibeberapa pabrik di beberapa negara.
Hal ini mendorong terciptanya Global Manufakturing System (GMS), yaitu sistem
produksi yang beroperasi secara tersebar di berbagai negara yang memiliki
keunggulan biaya atau cost advantage. Jejaring rantai komoditi memungkinkan
permaklunan atau subcontracting ke negara berpendapatan rendah dengan upah
buruh relatif murah sehingga menyebabkan fragmentasi lintas batas internasional
produksi berbagai produk tertentu.
Industri elektronika terus berkembang sehingga pada tahun 2003 seluruh fungsi
manufaktur telah dimaklunkan, kecuali fungsi penjualan atau sales. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 2.2. Rantai pasokan global atau global electronics supply
change pada industri elektronika sedang bertransformasi secara mendasar karena
semakin banyak dan luas pemaklunan yang dilakukan OEM (Original Eequipment
Manufacturers) atau produsen pemegang merk kepada penyedia layanan
manufaktur elektronika atau Elektronics Manufacturing Services (EMS) dan
pemanufaktur rancangan orisinal atau Original Design Manufacturers (ODMs)
(Direktorat ILMEA Depperin,2006).
Tabel 2.2 Evolution of Electronics Manufacturing Outsourcing 1985-2003
1985 1993 1998 2000 2003
Design prototipe outsourced
Design
engineering
outsourced
Procurement outsourced outsourced outsourced outsourced outsourced
PCB assembly outsourced outsourced outsourced outsourced
Box assembly outsourced outsourced outsourced
System Testing outsourced outsourced outsourced
Sales
Repair outsourced outsourced
( Sumber : Pricewaterhouse Cooper (2004) Electronic Manufacturing, Dir-JenILMEA Depperin, 2006)
Bab 2 DasarTeori
II-6
2.4 Pelaku Manufakturing Global
Pada sistem manufaktur global dalam industri elektronika dikenal ada 2 kelompok
pelaku manufaktur global, yaitu produsen pemegang merk atau Original
Equipment Manufacturers (OEM) dan penyedia layanan manufaktur elektronika
atau Elektronic Manufacturing Services ( EMS).
Original Equipment Manufacturers ( OEM)
Adalah produsen pemegang merk atau produsen peralatan orisinal , merupakan
suatu organisasi yang menghasilkan produk untuk dijual kepada pengguna akhir
atau end user yang terdiri dari konsumen, riset bisnis, industri, militer atau
lainnya. OEM tidak harus manufaktur atau merakit sendiri produknya. Tapi bisa
sekedar merancang dan membuat spesifikasi produk, lalu memaklunkan
(melayankan biaya jasa produksi atau mensubkontrakkan) manufaktur atau
perakitannya atau pengujiannya kepada pihak lain yaitu para penyedia jasa
layanan manufaktur. Hampir semua perusahaan transnasional yang menjual
produk elektronik di Indonesia adalah OEM, seperti Sharp, Panasonic, Sanyo,
Samsung dan LG.
Electronic Manufacturing Services ( EMS)
Merupakan layanan manufaktur elektronika , yaitu layanan yang diberikan suatu
perusahaan untuk merancang, merakit, memproduksi, dan menguji komponen dan
rakitan elektronika untuk produsen pemegang merk atau produsen peralatan
Original Equipment Manufacturer (OEM). Layanan perakitan dapat dilakukan
dengan bahan sendiri, bahan dari pemilik, atau bahan dari pihak ketiga. Layanan,
rancangan mencakup pengembangan konsep produk dibidang mekanikal,
elektrikal, dan perangkat lunak. Layanan pengujian mencakup pengujian sirkuit,
fungsi, lingkungan, baku mutu, dan analisa laboratorium.
Organisasi yang memberikan layanan manufaktur elektronika dapat dikenal
dengan berbagai nama atau sesuai jenis jasa yang dilayankan, yaitu sebagai
berikut:
Bab 2 DasarTeori
II-7
a. Pemanufaktur Kontrak Elektronika atau Electronic Contract Manufacturer (
ECMs) yang melayankan jasa manufaktur berdasarkan kontrak. Salah satu
ECM di Indonesia adalah PT HIT Electronics Indonesia yang pabriknya
berlokasi di Cikarang Bekasi. Konsumennya antara lain Sanyo, Panasonic,
Samsung dan LG.
b. Pemanufaktur Rancangan Original atau Original Design Manufacturer
(ODMs) yang melayankan jasa manufaktur berdasarkan rancangan original.
c. Perakit Kontrak Elektronika atau Electronic Contract Assembler (ECAs)
yang melayankan jasa perakitan.
d. Jasa Layanan Kontrak Elektronika atau Contract Electronic Services (CES)
yang melayankan jasa pembuatan prototype dan pengujian produk.
(Direktorat ILMEA Depperin, 2006)
2.5 Struktur Industri
Adapun struktur industri dari industri elektronika Indonesia dapat dilihat sebagai
berikut:
Perusahaan Komponen Transnasional
1. Strategi jejaring global perusahaan komponen elektronika transnasional
yang mencari lokasi relatif termurah sebagai lokasi fasilitas produksinya
telah membuat Indonesia menjadi salah satu basis produksi global
2. Fasilitas-fasilitas produksi perusahaan elektronika ini berkarakteristik
”footloose industry”, yaitu tidak mengakar, relatif mudah pindah ke
lokasi lain yang dinilai lebih menarik.
3. Sebagian besar fasilitas produksi tersebut merupakan bagian dari jejaring
perusahaan transnasional Jepang dan Korea
Perusahaan Pendukung
1. Di beberapa kawasan industri, dengan batas-batas yang beragam, telah
muncul industri pendukung dari dalam dan luar negri yang menjadi
pemasok kebutuhan bahan baku dan atau bahan penolong bagi industri
komponen elektronika
2. Perusahaan pendukung ini memiliki tingkat dependensi yang cukup
Bab 2 DasarTeori
II-8
tinggi pada perusahaan komponen transnasional, karena sebagian besar
volume pekerjaannya berasal dari pesanan kebutuhan fasilitas produksi
perusahaan –perusahaan komponen transnasional tersebut.
3. Sebagian perusahaan pendukung tersebut merupakan bagian dari jejaring
perusahaan transnasional yang ikut merelokasi fasilitas produksinya,
yaitu Jepang dan Korea (terutama di Bekasi) dan Singapore (terutama di
Batam). Sebagian lainnya tumbuh dari dalam negri ( terutama di Batam ).
Keterkaitan Hilir Horizontal Yang Lemah
1. Keterkaitan hilir perusahaan tansnasional produsen komponen
elektronika dengan perusahaan produsen elektronika yang tidak memiliki
hubungan vertikal, masih lemah
2. Secara umum, perusahaan-perusahaan transnasional produsen komponen
dan pendukung membentuk klaster parsial. Hal ini karena perusahaan-
perusahaan tersebut hadir dalam rangka relokasi dari suatu tempat diluar
Indonesia secara sistematis dan dalam waktu yang hampir bersamaan.
Inkompabilitas Baku Mutu
1. Elektronika mengalami kesulitan untuk masuk kedalam jejaring pemasok
kebutuhan perusahaan transnasional (terutama yang berasal dari Jepang).
Kesulitan tersebut muncul karena inkompabilitas baku mutu. Komunitas
sebagian besar perusahaan lokal produsen komponen dan atau pendukung
elektronika belum melakukan operasi industri berdasarkan praktek-
praktek terbaik yang berlaku di bidangnya. Seri ISO-9000 yang
mengukur kinerja managemen mutu secara umum masih belum memadai
untuk masuk kedalam jalinan kemitraan dengan komunitas industri dari
negara tertentu.
2. Sebagian besar perusahaan lokal produsen komponen dan atau
pendukung industri manufaktur Jepang menggunakan konsep TQM, JIT
dan CIP sebagai patokan mutu, sementara banyak perusahaan Indonesia
tidak demikian ( Dir-Jen ILMEA Depperin, 2006)
Bab 2 DasarTeori
II-9
2.6 Kemitraan
Berdasarkan kajian atas manufaktur yang dilakukan oleh Schonberger pada tahun
1986, telah terjadi pergeseran karakteristik dalam dunia manufaktur seperti yang
terlihat dalam Tabel 2.3 dibawah ini.
Tabel 2.3. Era dan aspek utama manufaktur
Schonberger’s Manufacturing ”Eras”
Kurun waktu Karakteristik Aspek Utama
1940-1950 Kekurangan kapasitas produksi Produksi
1950-1965 Kapasitas produksi berlebih, skala
nasional
Pemasaran
1965-1980 Konsentrasi pada pendapatan Keuangan
1980-1990 Kompetisi antar benua Mutu
1990-20.. Kapasitas produksi berlebih, skala global Kemitraan
( Sumber : Dir-Jen ILMEA Depperin, 2006)
2.6.1 Dampak Positif Jalinan Kemitraan
Dengan terjalinnya kemitraan antara produsen ( perusahaan industri komponen)
dengan konsumen ( perusahaan industri barang jadi ), maka akan berdampak
positif pada penguatan pengembangan mata rantai suplai, pengembangan atau
peningkatan QQCD ( Quality, Quantity, Cost, Delivery ) dengan sistem
pembinaan dari konsumen dalam hal ini perusahaan barang jadi. Selain itu,
terjaminnya kepastian pasar dan kelangsungan hidup perusahaan industri
komponen serta terjaminnya kepastian kelancaran produksi perusahaan industri
barang jadi.
Dengan demikian diharapkan baik produsen maupun konsumen akan memiliki
kekuatan untuk bersaing dalam sistem manufaktur global. Terbentuknya
kemitraan antara produsen (industri komponen) dengan konsumen ( industri
barang jadi) dapat terlihat pada indikasi berikut :
Adanya kepastian pasar bagi industri komponen
Adanya kepastian supplai komponen bagi industri barang jadi
Bab 2 DasarTeori
II-10
Jaminan kontinuitas supplai komponen dari industri komponen
Adanya kepastian dalam perencanaan PSI ( Production, Sales, Inventory
Stock) bagi industri barang jadi
Adanya kemudahan dalam perencanaan permintaan barang oleh industri
barang jadi. Dalam hal ini dapat berlaku ketidakmutlakan sistem langsung
Purchase Order (PO) dari perusahaan barang jadi, melainkan dapat
dilakukan dengan sistem purchase forecast, baik untuk longterm, middle
term, short term, maupun daily schedule, sedangkan real PO diproses pada
saat dilakukan transaksi pengiriman.
Adanya kemudahan perencanaan produksi dengan sistem material forecast
bagi produsen industri komponen karena menerima data purchase forecast
dari industri barang jadi, serta adanya kemudahan dalam perencanaan
Delivery Order ( DO).
Adanya kemudahan bagi industri barang jadi dalam menata/managemen
pergudangan karena dapat memberlakukan sistem Just in Time Production
Process
Adanya kemudahan penjadualan dalam waktu pemesanan bagi industri
komponen walaupun industri barang jadi memberlakukan Just in Time
Production Process
Adanya kemungkinan bagi industri-industri komponen dalam melakukan
sharing atau ikatan/perkumpulan untuk tujuan kerjasama dan kelangsungan
hidup perusahaan.
Adanya kemudahan dalam mencari solusi bagi industri komponen jika timbul
masalah dalam kapasitas produksi , yaitu dengan melakukan kontak dengan
produsen produk sejenis. Hal ini dapat dilakukan karena dalam sistem
purchase forecast dapat terlihat jumlah kebutuhan komponen dari industri
barang jadi ( Dir-Jen ILMEA Depperin, 2006).
2.7 Pengertian Teknologi
Menurut United Nation-Economic and Social Comission for Asia and The Pasific
(ESCAP,1989) dalam Technology Atlas Project, dalam konteks produksi,
Bab 2 DasarTeori
II-11
teknologi merupakan kombinasi dari 4 komponen dasar yang saling berinteraksi
secara dinamik dalam suatu proses transformasi. Adapun keempat komponen
tersebut adalah fasilitas rekayasa (facility), kemampuan manusia (abilities),
informasi (facts) dan organisasi (framework). Teknologi digunakan untuk
mengubah input menjadi output.
2.7.1 Komponen-Komponen Dasar Teknologi
Sistem transformasi memerlukan ke-4 komponen teknologi secara simultan.
Transformasi tidak dapat dilakukan tanpa salah satu dari ke-4 komponen tersebut.
Berikut ini penjelasan dari ke-4 komponen teknologi.
Fasilitas rekayasa, disebut juga technoware, merupakan teknologi yang
melekat pada objek ( object-embodied technology).
Fasilitas rekayasa mencakup peralatan (tool), perlengkapan (equipment),
mesin-mesin (machines), alat pengangkutan (vehicles) dan infrastruktur fisik
(physical infrastructure).
Kemampuan manusia yang disebut humanware, merupakan teknologi yang
melekat pada manusia (human-embodied technology). Kemampuan manusia
ini mencakup pengetahuan ketrampilan , kebijakan , kreativitas dan
pengalaman .
Informasi, yang disebut inforware, merupakan teknologi yang melekat pada
dokumen (documen-embodied technology). Informasi berkaitan dengan
proses, prosedur, teknik, metode , teori , spesifikasi, pengamatan dan
keterkaitan.
Organisasi, yang disebut orgaware, merupakan teknologi yang melekat pada
kelembagaan (institution-embodied-technology), Organisasi ini mencakup
praktik-praktik managemen, linkages dan pengaturan organisasional.
Diperlukan suatu kondisi minimum tertentu agar pemanfaatan dari keempat
komponen teknologi berjalan secara efektif pada fasilitas transformasi. Sebagai
contoh technoware memerlukan operator dengan kemampuan tertentu.
Bab 2 DasarTeori
II-12
Humanware harus diperbaiki dan ditingkatkan sesuai perkembangan technoware,
inforware yang merupakan akumulasi dari pengetahuan harus selalu
ditingkatkan. Sementara dalam menghadapi perubahan lingkungan diluar aktivitas
transformasi maka keterlibatan orgaware diperlukan.
Dengan demikian, keempat komponen teknologi tersebut saling melengkapi dan
diperlukan secara simultan pada setiap fasilitas transformasi. Komponen-
komponen teknologi juga berinteraksi dalam bentuk yang kompleks sehingga
perlu dimengerti bagaimana interaksi yang terjadi.
Technoware merupakan inti dari setiap sistem transformasi. Technoware tidak
akan berguna tanpa kehadiran humanware karena komponen ini dikembangkan ,
dipasang , dioperasikan dan diperbaiki oleh humanware menggunakan inforware
yang diakumulasikan setiap waktu.
Gambar 2.1. Interaksi dinamis antar komponen teknologi( ESCAP- Technology Atlas Project, 1989)
Humanware memegang peranan kunci dalam menjalankan operasi transformasi.
Keberadaan humanware mendorong technoware menjadi lebih produktif.
Meskipun demikian, ketersediaan inforware dan karakteristik orgaware
mempengaruhi tingkat aktivitas yang dapat dilakukan dalam proses transformasi.
Humanware turut berperan dalam menghasilkan inforware yang lebih baik guna
memperbaiki utilisasi technoware.
Bab 2 DasarTeori
II-13
Inforware menunjukkan akumulasi pengetahuan manusia. Inforware yang ada
perlu selalu diperbaharui, karena cepatnya perkembangan pengetahuan. Jika hal
ini tidak dilakukan, maka pemilihan dan penggunaan technoware secara tepat
mustahil dilakukan. Oleh karena itu salah satu tugas utama dari sebuah organisasi
adalah menjamin penggantian, pemanfaatan dan pembaharuan dari tipe infoware
yang sesuai.
Orgaware mengkoordinasikan infoware, humanware dan technoware dalam
transformasi untuk mengefektifkan hasil. Jika efektifitas orgaware meningkat,
maka produktivitas dari komponen lainnya cenderung meningkat. Secara umum,
orgaware harus terlibat sepanjang waktu untuk mengimbangi dinamika dari 3
komponen teknologi yang lain dan mengimbangi iklim sosio-ekonomi ditempat
beroperasinya transformasi. Hubungan yang terbentuk diantara komponen-
komponen teknologi memiliki dampak terhadap pemilihan teknologi yang
digunakan pada fasilitas transformasi.
2.7.2 Model Teknometrik untuk Analisis Kandungan Teknologi
Model teknometrik mengukur kontribusi gabungan dari masing-masing komponen
teknologi menuju pada sofistifikasi teknologi yang dioperasikan pada fasilitas
transformasi. Kontribusi gabungan ini selanjutnya disebut kontribusi teknologi
yang dibentuk oleh ke-4 komponen teknologi.
Koefisien Kontribusi Teknologi (Technology Contribution Coefficient),
selanjutnya disebut TCC pada sebuah fasilitas transformasi didefinisikan
mengikuti persamaan sbb
TCC = Tβt * Hβ
h * Iβi * Oβo (1)
Dimana :
T, H, I, O = kontribusi dari masing-masing technoware, humanware, inforware
dan orgaware
βt, βh , βi, βo = intensitas kontribusi T, H, I, O terhadap TCC.
Bab 2 DasarTeori
II-14
Koefisien Kontribusi Teknologi memiliki beberapa sifat :
1. Persamaan (1) memperlihatkan bahwa T, H,I,O merupakan fungsi nonzero
bila TCC juga nonzero. Artinya tidak ada kegiatan transformasi tanpa
kehadiran ke-4 komponen teknologi tadi.
2. Untuk meningkatkan level teknologi melalui peningkatan derajat
kecanggihan salah satu komponen, maka komponen-komponen teknologi
lainnya dianggap konstan. Sebagai ilustrasi, peningkatan derajat kecanggihan
technoware akan menghasilkan diferensiasi parsial terhadap persamaan TCC
sebagai berikut :
δ(TCC) /δT = βt δ(TCC) / δT (2)
Dimana 0< βt < 1
3. Secara keseluruhan peningkatan derajat kecanggihan untuk ke-4 komponen
teknologi memberikan hasil seperti terlihat pada persamaan berikut :
TCCdTCC
βt (dT/T) + βh (dH/H) + βi (dI/I) + βo(dO/O) (3)
Persamaan (3) memperlihatkan bahwa peningkatan yang proporsional dalam TCC
akan sama dengan jumlah peningkatan proporsional ke-4 komponen teknologi (
diukur dengan β). Jika proporsi peningkatan ke-4 komponen memiliki bobot yang
sama (ρ) , maka persamaan (3) menjadi
TCCdTCC ρ[βt +βh +βi + βo ] (4)
Jika βt + βh + βi + βo 1 atau βt + βh+ βi + βo = 1 atau βt + βh + βi + βo 1, maka
fungsi TCC berturut-turut berada dalam kondisi increasing, netral atau decreasing
return to scale.
Adapun langkah-langkah untuk pengukuran kandungan teknologi adalah sebagai
berikut :
1. Melakukan estimasi derajat kecanggihan ( degree of sophisticated )
2. Menguji state of the art
3. Menentukan kontribusi komponen teknologi
4. menentukan intensitas kontribusi komponen
5. Menghitung koefisien kontribusi teknologi
Bab 2 DasarTeori
II-15
2.7.3 Estimasi Derajat Kecanggihan
a. Pengumpulan data derajat kecanggihan komponen teknologi dilakukan
melalui pengamatan kualitatif komponen teknologi dan pengumpulan
informasi teknologi yang relevan dengan teknologi yang digunakan
b. Melakukan identifikasi terhadap seluruh komponen technoware dan
humanware pada fasilitas transformasi. Identifikasi terhadap infoware dan
orgaware dilakukan pada level perusahaan.
c. Menentukan batas atas dan batas bawah derajat kecanggihan dari masing-
masing komponen teknologi.
Berdasarkan prosedur dari ESCAP, derajat kecanggihan komponen teknologi
ditentukan dengan memberikan skor skala sembilan, tepatnya berkisar 1-9
(lampiran). Adanya tumpang tindih pemberian skor diantara derajat kecanggihan
mengindikasikan bahwa dalam praktik batas pemisah yang jelas antara level yang
berurutan tidak mungkin dilaksanakan.
2.7.4 Menentukan State of The Art
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan state of the art komponen
teknologi didasarkan pada kriteria generik, yaitu kriteria yang dikembangkan
dengan sistem rating of the art ke-4 komponen teknologi. Setiap kriteria diberi
skor 0 untuk spesifikasi terendah dan skor 10 untuk spesifikasi terbaik. Sementara
skor untuk nilai spesifikasi diantaranya dilakukan dengan bantuan interpolasi.
(i) State of the art untuk kategori i dari technoware
STi =
t
kik
k
t
101
k= 1,2,…..,kt (5)
Dimana tik adalah skor kriteria ke-k untuk technoware item i
(ii) State of the art untuk kategori j dari humanware
SHj =
h
lji
l
h
101
l= 1,2……,lh (6)
Bab 2 DasarTeori
II-16
Dimana hij adalah skor kriteria ke-i untuk humanware kategori j
(iii) State of the art untuk inforware
SI =
f
mm
m
f
101
m= 1,2,….., mf (7)
Dimana fm adalah skor kriteria ke-m untuk infoware pada level perusahaan
(iv) State of the art untuk item i dari orgaware
SO =
o
nn
n
o
101
n = 1,2,…, no (8)
Dimana on adalah skor kriteria ke-n untuk orgaware pada level perusahaan
Pembagian state of the art dengan angka 10 pada ke-4 persamaan diatas bertujuan
untuk menormalisasi penilaian menjadi berkisar antara 0 dan 1, sekaligus
menyatakan bahwa kriteria yang digunakan memiliki bobot yang sama.
2.7.5 Menentukan Kontribusi Komponen Teknologi
Berdasarkan batas-batas derajat kecanggihan dan rating state of the art diatas,
kontribusi setiap komponen teknologi dapat dihitung sebagai berikut :
Ti = )(91
iiii LTUTSTLT (9)
Hj = )(91
jjjj LHUHSHLH (10)
I = )(91
LIUISILI (11)
O = )(91
LOUOSOLO (12)
Nilai Ti menunjukkan kontribusi dari setiap item i technoware, sedangkan nilai Hj
menunjukkan kontribusi dari setiap kategori humanware. Pembagian dengan 9
dilakukan agar kontribusi oleh setiap komponen pada state of the art bernilai 1.
Bab 2 DasarTeori
II-17
Untuk memperoleh nilai nilai kontribusi keseluruhan dari T dan H, nilai-nilai Ti
dan Hj diagregasi dengan bobot yang tepat, sehingga nilai masing-masing menjadi
T=
i
ii
u
Tu
H =
j
jj
vHv
Dimana ui mengacu pada biaya investasi technoware untuk item i dan vj merujuk
pada jumlah tenaga kerja dalam humanware kategori j.
2.7.6 Menghitung Intensitas Kontribusi Komponen
Intensitas kontribusi setiap komponen diestimasi dengan menggunakan
pendekatan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison matrix)
dimana prosedurnya adalah sbb :
a. Keempat komponen teknologi diatur secara hirarki dengan urutan
kepentingan meningkat. Nilai β yang berkaitan dengan komponen–
komponen ini diatur dalam urutan kepentingan yang sama..
b. Nilai–nilai tersebut ditransformasikan kedalam prosedur perbandingan
berpasangan.
c. Perbandingan berpasangan harus memenuhi syarat konsistensi . Secara
umum dapat dikatakan bila suatu komponen memiliki urutan tingkat
kepentingan yang lebih besar dari komponen lainnya, maka nilai β
komponen tersebut akan lebih besar dari yang lainnya.
Untuk proses perhitungannya dalam penelitian ini menggunakan suatu program
software yaitu suatu program aplikasi expert choice.
Untuk mendapatkan data yang akurat, nilai βyang diperoleh dari hasil kuisoner
perbandingan berpasangan dirata-ratakan terlebih dahulu dengan menggunakan
rata-rata geometrik berdasarkan rumus sbb :
aij = ( b1 x b2 x b3 x .....x bk ) 1/k
dimana :
aij = nilai rata-rata perbandingan antara kriteria ke-i dengan kriteria ke-j
Bab 2 DasarTeori
II-18
bi = nilai perbandingan antara kriteria ke-i dengan kriteria ke-j untuk responden
ke i , i = 1,2,3,....k
k = jumlah responden
2.7.7 Menghitung Koefisen Kontribusi Teknologi ( TCC )
Dengan menggunakan nilai T,H,I,O dan β, maka TCC dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (1). Karena nilai T,H,I,O semuanya kurang dari 1 dan βt
+ βh +βi +βo = 1 setelah dinormalisasi, maka nilai maksimum TCC adalah 1. TCC
dari perusahaan menunjukkan kontribusi teknologi dari operasi transformasi total
terhadap output.
2.8. Identifikasi Karakteristik Lingkungan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Haris Lubis mengenai Karakteristik
Organisasi Industri Kecil di Indonesia diuraikan tentang proses yang terjadi
Dalam suatu organisasi guna mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan.
Adanya suatu proses secara berulang-ulang dalam suatu organisasi, mulai dari
masuknya bahan baku kemudian terjadi transformasi bahan baku menjadi produk
jadi untuk selanjutnya dipasarkan kepada konsumen.
Bahan baku yang digunakan berasal dari pemasok bahan baku yang merupakan
salah satu elemen lingkungan. Proses transformasi sendiri memerlukan peralatan,
energi, teknologi, tenaga kerja dan modal. Peralatan dan energi diperoleh dari
pemasok. Teknologi yang digunakan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
teknologi. Tenaga kerja berasal dari masyarakat dan modal diperoleh dari sumber
keuangan. Proses transformasi yang terjadi sangat dipengaruhi oleh permintaan
pasar yang merupakan salah satu elemen lingkungan . Selanjutnya pemasaran dari
produk jadi dipengaruhi oleh kondisi pasar, yaitu tempat terdapatnya konsumen
dan organisasi atau perusahaan pesaing yang merupakan bagian dari lingkungan
ekonomi. Selain itu perusahaan juga beroperasi dalam suatu kawasan negara
sehingga pemerintah juga merupakan salah satu elemen dari lingkungan yang ada.
Bab 2 DasarTeori
II-19
Dengan demikian maka diharapkan seluruh elemen lingkungan baik internal
maupun eksternal yang berpengaruh terhadap organisasi dapat diidentifikasikan
secara lengkap sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap perusahaan.
Berikut ini adalah gambaran menyeluruh tentang aspek internal dan eksternal
Gambar 2.2 Aspek internal dan eksternal organisasi(Hari Lubis dalam Heri Y, 2003 )
2.9 Kebijakan
2.9.1 Definisi
Menurut Starling ( 1988) kebijakan adalah suatu tujuan atau cita-cita yang
memiliki urutan prioritas atau kebijakan juga dapat diartikan sebagai pernyataan
umum tentang maksud atau tujuan. Pal (1997) menyatakan bahwa kebijakan
adalah serangkaian tindakan atau diamnya otoritas publik (pemerintah) untuk
memecahkan masalah.
Bab 2 DasarTeori
II-20
2.9.2. Elemen – elemen Proses Pembuatan Kebijakan
Menurut Starling (1988) ada lima elemen utama dalam membuat suatu kebijakan,
yaitu : identifikasi masalah, formulasi usulan, adopsi, pelaksanaan (implementasi )
dan evaluasi. Ke-lima elemen tadi dapat dilihat pada Gambar berikut ini.
Gambar 2.3. Elemen utama dalam pembuatan kebijakan
Identifikasi Masalah
Melakukan identifikasi terhadap sumber-sumber penyebab masalah
Formulasi usulan
Melakukan identifikasi alternatif untuk mencapai tujuan termasuk evaluasi
dari segi manfaat serta biaya yang akan dikeluarkan
Adopsi
Merupakan sarana untuk memberikan legitimasi, hukum /aturan politik,
prosedur administrasi serta pengaturan keuangan
Pelaksanaan ( implementasi )
Adalah berbagai tindakan yang dilakukan oleh individu / organisasi pada
waktu dan tempat tertentu untuk mencapai tujuan
Evaluasi
Stakeholder yang terlibat harus menetapkan kriteria atau standar untuk
mengukur kinerja atau tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
2.9.3 Hubungan antara Pembuatan Kebijakan dan Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan memberikan informasi tentang konsekuensi dari suatu tindakan
yang diusulkan. Proses pembuatan kebijakan harus diketahui lebih dulu sebelum
melakukan analisis kebijakan. Pada gambar berikut dapat dilihat kerangka
hubungan antara pembuatan kebijakan dengan analisis kebijakan ( Starling, 1988).
Bab 2 DasarTeori
II-21
Gambar 2.3 Kerangka hubungan antara pembuatan dengan analisis kebijakan
2.9.4 Kebijakan Industri
Kebijakan industri merupakan intervensi pemerintah secara sengaja dan
terkoordinasi untuk mengembangkan industri ( Lall, 1995). Melalui kebijakan
industri, maka dimaksudkan untuk memberikan :
a. Arahan bagi para pelaku industri, baik pengusaha maupun institusi lainnya,
khususnya yang memiliki kegiatan usaha di sektor industri ataupun bidang lain
yang berkaitan;
b. Pedoman operasional bagi aparatur pemerintah yang membidangi
pengembangan industri, dan sebagai rujukan bagi instansi lain terkait dalam
rangka ikut menunjang secara komplementer dan sinergik untuk suksesnya
pelaksanaan program pengembangan industri sesuai dengan bidang tugasnya;
c. Tolok-ukur kemajuan dan keberhasilan pengembangan industri, dilihat dari
segi administrasi pembangunan;
d. Informasi untuk menggalang dukungan sosial-politis maupun kontrol sosial
Bab 2 DasarTeori
II-22
terhadap pelaksanaan kebijakan industri ini, yang pada akhirnya diharapkan
dapat mendorong partisipasi luas masyarakat untuk memberikan kontribusi
secara langsung dalam kegiatan pengembangan industri ( Depperin, 2005).
2.9.5 Kebijakan Pengembangan industri kecil
Salah satu tujuan utama kebijakan industri di negara berkembang adalah untuk
pertumbuhan, pembangunan dan modernisasi ekonomi ( Battacharya dan Linn ,
dalam Pardede 2000 ). Tujuan ini berkaitan dengan pemaksimuman kesejahteraan
masyarakat dengan cara penggunaan sumber daya secara efisien. Dalam praktek
pembuat kebijakan, tujuan utama ini diwakili oleh sejumlah proksi tujuan yang
tidak selalu kompatibel, misalnya industrialisasi ( mempercepat transformasi dari
perekonomian berbasis pertanian ke perekonomian berbasis industri, substitusi
impor, penciptaan lapangan kerja, orientasi ekspor, pengembangan industri kecil
dan menengah dll). Instrumen yang digunakan pemerintah untuk mencapai
kebijakan industri adalah kebijakan pajak, kebijakan tenaga kerja, sistem insentif
bagi investasi industri, peraturan penanaman modal asing, finansial, pemilikan
dan investasi pemerintah serta kebijakan penyediaan infrastruktur.
Menurut Staley dan Morse ( 1965) kebijakan mengenai industri kecil dapat
dikategorikan kedalam 3 aliran : pasif, protektif dan developmental. Kebijakan
pasif mengabaikan keberadaan industri kecil dalam perekonomian dan
membiarkannya muncul, tumbuh, berkembang atau mati tanpa campur tangan
pemerintah. Kebijakan protektif melindungi industri kecil dari kompetisi dengan
membuat peraturan yang menghalangi atau membatasi perusahaan besar atau
industri yang lebih modern mengambil pasar industri kecil. Kebijakan
developmental berfokus pada peningkatan efisiensi industri kecil, sehingga
menjadikannya lebih mampu untuk hidup dan berkembang. Hal ini dilakukan
dengan mendorong muncul dan tumbuhnya industri kecil jenis tertentu dan
dengan cara membantu usaha-usaha kecil melakukan penyesuaian kembali
(readjustment) sehingga dapat beradaptasi dengan lingkungan usaha. Dalam
pandangan developmental, tujuan kebijakan industri kecil adalah untuk
Bab 2 DasarTeori
II-23
menciptakan perusahaan-perusahaan yang layak secara ekonomi ( economically
viable) dan dapat berdiri sendiri tanpa subsidi serta dapat memberikan kontribusi
positif bagi pertumbuhan pendapatan riil, sehingga juga berkontribusi pada tingkat
hidup yang lebih baik.
Dalam pendekatan developmental, kebijakan ditujukan bukan untuk
mempertahankan unit produksi yang tradisional, primitif atau menjaga agar
industri kecil tetap kecil. Kebijakan ini merangsang dan membantu industri kecil
agar dapat menjadi sumber kewirausahaan yang kuat ( ini berarti dapat tumbuh
dari skala kecil menjadi skala menengah atau besar ). Pembuat kebijakan perlu
terus menerus mencari informasi dan menilai perkembangan berbagai industri
kecil yang ada dan memilah-milah usaha industri kecil kedalam kategori berikut :
1. Kegiatan usaha yang memiliki masa depan
2. Kegiatan usaha yang dapat beradaptasi
3. Kegiatan usaha yang sudah usang dan tak sesuai jaman
Ada 3 prinsip yang perlu diperhatikan dalam pengembangan industri kecil, yaitu :
Prinsip kombinasi dan interaksi
Program–program disusun secara terpadu sehingga dapat menangani secara
simultan berbagai aspek yang mempengaruhi industri kecil. Upaya
menyelesaikan hanya salah satu faktor penghambat perkembagan industri
kecil umumnya akan gagal dan sia-sia
Prinsip adaptasi
Program pengembangan industri kecil yang ditiru dari negara lain perlu
diadaptasikan dengan kondisi setempat agar dapat memberi manfaat yang
diharapkan
Prinsip selektivitas
Faktor-faktor yang menghambat industri kecil di setiap tempat perlu dinilai
secara cermat. Agar program pengembangan industri kecil sebanding dengan
biayanya, program-program pada tahap awal perlu dirancang agar
menyelesaikan permasalahan kritis didaerah tersebut, kemudian program ini
Bab 2 DasarTeori
II-24
akan diperluas atau diubah sesuai dengan hambatan dan kesempatan yang
dihadapi ketika perusahaan – perusahaan kecil mulai tumbuh.