1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang dan Permasalahan
Degradasi lahan telah menjadi isu global utama yang penting dan menjadi
agenda internasional di masa depan karena dampak yang merugikan pada
produktifitas agronomi, kualitas lingkungan, dan pengaruhnya terhadap ketahanan
pangan dan kualitas hidup (Eswaran et al., 2001). Degradasi tanah dari kegiatan
pertanian menyebabkan produksi pangan manusia dan keadaan lingkungan
menjadi perhatian serius dibandingkan sebelumnya (Duran Zuazo and Rodriguez
Pleguezuelo, 2008). Menurut Badan Ketahanan Pangan, permasalahan ketahanan
pangan akan berjalan seiring dengan adanya permasalahan pertanian, dan
pembangunan ketahanan pangan tidak akan dapat dilakukan dengan mengabaikan
pembangunan sektor pertanian (Anonim, 2006). Data dari Kementrian Kesehatan
menjabarkan keadaan gizi buruk balita pada tahun 2010 sebesar 17,9% dan pada
tahun 2013 sebesar 19,6% atau setara dengan 4.646.933 balita (Anonim, 2015).
Data FAO mengemukakan sejak tahun 2010-2012 gizi buruk dialami 870 juta
penduduk dunia yang sedang berjuang melawan kelaparan (Anonim, 2012).
Kondisi ini disebabkan oleh ketahanan pangan suatu negara sangat rendah dan
permintaan terhadap produksi pangan yang tidak tercukupi. Bumi mengalami
perubahan iklim yang ekstrim sehingga menyebabkan lahan pertanian rusak.
Perubahan iklim disebabkan oleh kenaikan konsentrasi gas-gas rumah kaca yang
berasal dari aktivitas manusia berlangsung tanpa batasan (Anonim, 1996) baik
secara langsung dan tidak langsung mengubah komposisi gas-gas rumah kaca
pada atmosfer global selama periode waktu tertentu. Emisi-emisi gas rumah kaca
di seluruh dunia telah meningkat tajam sejak tahun 1945, dengan peningkatan
yang mutlak dari emisi karbon dioksida (CO2) terjadi pada tahun 2004 (Anonim,
2007).
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Gambar 1.1 Sumber gas-gas rumah kaca dari berbagai sektor pada tahun 2004 (IPCC, 2007)
Permasalahan lainnya adalah bahan organik secara bertahap menipis dan
intensitas dari pengolahan lahan meningkatkan laju dekomposisi (Montemurro et
al., 2007). Madari et al. (2005) menyatakan bahwa gangguan tanah cenderung
menstimulasi penurunan karbon tanah melalui laju dekomposisi yang meningkat
dan erosi. Kesuburan tanah dan kemampuannya untuk menjalankan fungsi
utamanya tergantung pada tingkat bahan organik. Penangkapan karbon
(sequestration carbon) merupakan salah satu solusi yang digunakan untuk
mengatasi kenaikan konsentrasi karbon dioksida (CO2). Karbon yang tersimpan
dalam tanah lebih banyak dibandingkan di udara dan vegetasi. Senyawa-senyawa
humat adalah komponen-komponen utama dari bahan organik dalam tanah dan air
serta endapan-endapan geologi seperi sedimen danau, tanah gambut, batu bara
coklat dan serpihan (Farquhar et al,. 1993; Ciasis et al., 1997).
Hayes et al. (2010) mengisolasi senyawa-senyawa humat yaitu fraksi
humin, asam humat dan asam fulvat dari sampel tanah yang diekstraksi dengan
larutan 0,1 M NaOH pada nilai pH yang berbeda. Hasil penelitiannya membawa
perubahan pada cara pandang senyawa-senyawa humat bahwa fraksi humin, asam
humat dan asam fulvat merupakan asosiasi dari senyawa lipid, lilin, asam lemak
berantai panjang, ester, kutin, suberin, karbohidrat dan peptida. Humin terdiri dari
komponen-komponen peptida, spesies alifatik, karbohidrat, peptidoglikan dan
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
lignin dengan menggunakan spektrofototometri 1H-NMR untuk analisis sampel
larutan (Hayes et al., 2007). Penelitian Hayes et al. memberikan penjelasan yang
sangat jelas mengenai senyawa-senyawa humat. Tanah Terra Preta (TP) atau
Amazonian Dark Earth (ADE) adalah tanah hitam yang berasal dari hutan
Amazon dan perwakilan lingkungan Amazon dengan kesuburan tanah yang
sangat tinggi. Penelitian tanah TP dengan sampel-sampel tanah yang berbeda di
daerah cekungan Amazon oleh Tony et al. (2009) menyimpulkan bahwa tanah
tersebut mempunyai kandungan fraksi humin yang dominan dengan fraksi asam
humat, dan fraksi asam fulvat pada rasio yang bervariasi walaupun dalam kondisi
lingkungan yang tidak memungkinkan. Tanah TP menyediakan suatu model untuk
pengembangan teknologi yang disebut biochar yang diklaim akan meningkatkan
kesuburan tanah untuk pertanian dan mengurangi perubahan iklim dengan
penangkapan karbon dalam tanah (Ernsting and Smolker, 2009; Lehmann, 2007;
Marris, 2006). Warna hitam pada TP disebabkan oleh kandungan biochar atau
charcoal yaitu arang hitam yang berasal dari sisa pembakaran biomassa.
Penelitian awal dalam karbonisasi dari limbah pertanian menunjukkan arang
(charcoal) dihasilan melalui perlakuan panas secara termal yang menghasilkan
turunan biomassa, pupuk yang dapat menyerap bahan-bahan kimia pertanian dan
menyediakan penyimpanan karbon dalam jangka panjang (Kimberly et al., 2009).
Model tanah TP dan model humus Hayes menjadi acuan dalam pembuatan humus
sintetis untuk mengembalikan kesuburan tanah dengan memperkaya karbon
organik di dalam tanah melalui pendekatan molekular tanpa menunggu secara
alamiah proses humifikasi yang membutuhkan waktu yang cukup lama (Kuncaka,
2013). Humus sintetis dibuat melalui konsep New Road of Synthetic Humification
yang menggabungkan konsep Terra Preta dan humus Hayes untuk tujuan
menciptakan fraksi-fraksi senyawa humat yang stabil. Penelitian ini akan
mengkaji cara menentukan kadar fraksi-fraksi senyawa humat dalam CRH
(Carbonized Rice Husk) dan humus sintetis dengan metode isolasi IHSS
(International Humic Substances Society) yang dimodifikasi dan untuk
mengkarakterisasi CRH dan humus sintetis dengan menggunakan instrumen
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
spektrofotometri FT-IR dan 13C-NMR padat untuk mempelajari asosiasi-asosiasi
yang terjad di dalam humus sintetis..
I.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan maka penelitian ini
bertujuan:
1. Menganalisis fraksi humin, asam humat dan asam fulvat secara kuantitatif
dengan menggunakan metode IHSS yang dimodifikasi pada CRH dan
humus sintetis.
2. Menganalisis fraksi humin, asam humat dan asam fulvat secara kualitatif
dengan menggunakan spektrofotometri FT-IR dan 13C-NMR padat untuk
mengelusidasi struktur dari fraksi humin sintetis.
3. Mempelajari karakterisasi sifat pada CRH dan humus sintetis berdasarkan
karakterisasi spektra FT-IR fraksi humin, asam humat dan asam fulvat dan
strukur fraksi humin sintetis pada spektra 13C-NMR padat.
I.3 Manfaat Penelitian
Penelitian konsep humus Hayes dapat dijadikan sebagai konsep baru New
Road of Synthetic Humification yang menggabungkan konsep Terra Preta atau
Anthropogenic Dark Earth dan humus Hayes untuk menciptakan suatu humus
sintetis yang stabil.
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
II.1 Tinjauan Pustaka
II.1.1 Bahan organik tanah dan humus
Tanah yang kadar bahan organiknya tinggi menghasilkan hasil panen yang
lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh fungsi utama dari bahan organik tanah
sebagai penyedia utama nutrisi dan energi untuk mikroba, kemampuan mengikat
air, meningkatkan perkembangan akar, agregasi tanah, penyerapan air dan
penggunan air yang efisiensi (Obreza et al., 1989; Cooper et al., 1998; Unsal &
Ok; 2001; Mayhew, 2004). Bahan organik tanah terdiri dari akumulasi tanaman
dan hewan yang sebagian hancur dan terdekomposisi dan senyawa-senyawa
organik lainnya yang disintesis oleh mikroba-mikroba tanah sehingga
pembusukan terjadi (Brady, 1990). Humifikasi adalah suatu proses stabilisasi
untuk bahan organik yang mati. Knabner (2002) mendeskripsikan proses tersebut
yaitu senyawa-senyawa yang disintesis dari sel-sel tanaman dan hewan sepanjang
degradasi dari bahan organik yang telah mati dalam pembentukan senyawa-
senyawa humat. Perkembangan dari struktur-struktur humat adalah suatu proses
yang bergantung pada waktu dan lambat yang dengan cepat residu karbon
organiknya menjadi resistan terhadap dekomposisi dan berubah menjadi humus
(Stevenson, 1994).
II.1.2 Senyawa-senyawa humat
Menurut Stevenson (1994), senyawa-senyawa humat berdasarkan definisi
klasik dibentuk melalui reaksi sekunder hasil proses pembusukan dan
transformasi dari biomolekul-biomolekul tanaman-tanaman dan organisme-
organisme mati lainnya. Senyawa-senyawa humat secara luas dikenali sebagai
fraksi-fraksi penting dari bahan organik tanah karena memiliki beberapa fungsi-
fungsi dasar yaitu regulasi ketersediaan hara, interaksi dengan partikel-partikel
mineral dan imobilisasi dari senyawa-senyawa beracun (Ceccanti & Garcia,
1994). Suatu karakteristik yang khusus dari senyawa-senyawa humat adalah
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
kapasitas untuk menunjukkan perubahan yang spontan dalam keadaan konformasi
dan agregasi sebagai suatu fungsi dari kondisi larutan, seperti kekuatan ionik dan
pH (Senesi, 1999). Beberapa penulis mendefinisikann senyawa-senyawa humat
sebagai ”polimer acak”, makromolekul amorf yang dibentuk dari bangunan dasar
poli aromatik yang dijembatani satu sama lainnya dengan rantai ester, eter dan
karbon dan membawa proporsi yang bervariasi dari golongan karboksil, hidroksil,
amino dan hidrofilik (Andreux, 1996).
Penulis lain mendukung teori baru yang mempertimbangkan senyawa-
senyawa-senyawa humat sebagai suatu supramolekul dari asosiasi molekul-
molekul heterogen yang terikat bersama melalui interaksi hidrofobik (van der
Waals, π-π, ion dipol) dan ikatan hidrogen (Piccolo, 2001; Sutton & Sposito,
2005). Sudut pandang yang tepat dan benar mengenai konformasi struktur
senyawa-senyawa humat dapat membantu untuk mempelajari kesuburan tanah
yang dinilai melalui cara pandang molekular. Pertama, senyawa-senyawa humat
dipandang sebagai suatu makromolekular dan konformasi gulungan acak dalam
larutan (Swift, 1999). Kedua, senyawa-senyawa humat diusulkan sebagai asosiasi
molekular pada molekul-molekul kecil yang relatif diikat bersama dengan gaya
interaksi lemah, yang membentuk suatu struktur supramolekul (Piccolo and
Conte, 1999). Ketiga, senyawa-senyawa humat dipertimbangkan dalam larutan
sebagai misel atau struktur “pseudomicellar” (Wershaw, 1999). Definisi modern
senyawa-senyawa humat didefinisikan sebagai asosiasi supramolekul dari
senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah (Adani et al., 2006; Janos, 2003).
Menurut Janos (2003), senyawa-senyawa organik sederhana dan bervariasi
dipertimbangkan sebagai unit-unit penyusun (building blocks) struktur komplek
senyawa-senyawa humat. Definisi modern senyawa-senyawa humat berdasarkan
konsep Hayes (2010) sebagai suatu asosiasi molekul yang salah satu penyusunnya
adalah molekul biologi seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
II.1.3 Fraksi-fraksi senyawa-senyawa humat
Senyawa-senyawa humat diklasifikasikan berdasarkan kelarutan
komponen-komponen di bawah kondisi asam atau basa (Janos, 2003; Pena-
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
Mendez et al., 2005; Stevenson, 1994), fraksi humin adalah fraksi yang tidak
larut, fraksi asam humat adalah fraksi yang larut dalam kondisi alkali tetapi tidak
larut dalam kondisi dalam asam (umumnya pH < 2) dan fraksi asam fulvat yang
larut dalam semua kondisi pH. Senyawa-senyawa humat yaitu fraksi humin, asam
humat, dan asam fulvat lebih tahan terhadap degradasi (Bot and Benites 2005;
Doyle et al., 2004; Schnitzer and Khan 1978). Fraksi asam fulvat adalah suatu
campuran asam-asam organik alifatik dan aromatik lemah yang komposisi dan
bentuknya cukup bervariasi (Beznosikov and Lodygin., 2009; Shin et al., 1996).
Fraksi asam humat didefinisikan sebagai polidisperse karena fitur-fitur kimia yang
bervariasi (Lavrik et al., 2004; Schulten et al., 1991; Zavarzina et al., 2008).
Fraksi asam humat umumnya memiliki kadar karbon yang lebih besar dan kadar
oksigen yang lebih kecil dibandingkan dengan fraksi asam fulvat (MacCarthy et
al., 1990). Fraksi humin umumnya terdiri dari sekitar setengah dari substrat humat
dalam tanah (Stevenson, 1982) dan lebih dari 70% (produk samping) dari bahan
organik tanah dalam sedimen yang tidak dapat menjadi batu (Hedges & Keil,
1995), dan dipertimbangkan untuk mempunyai resistansi yang signifikan terhadap
transformasi oleh mikroorganisme.
II.1.4 Konsep tanah Terra Petra dan konsep humus Hayes
Song et al. (2008) telah mengisolasi kompoen-komponen senyawa-
senyawa humat dari tanah TP. Sampel tanah dibagi menjadi dua sampel dengan
perlakuan yang berbeda. Sampel pertama diekstraksi dengan larutan 0,1 M NaOH
pada pH 7; 10,6 dan 12,6 dan dengan larutan 0,1 M NaOH + 6 M urea. Sampel
selanjutnya difraksinasi sesuai prosedur yang direkomendasikan oleh IHSS.
Fraksi humin diberi perlakuan dengan penambahan DMSO + 6% H2SO4. Fraksi-
fraksi humat dikarakterisasi dengan 13C-NMR padat. Data fraksi humin mengacu
pada suatu campuran dari komponen-komponen asam humat dan asam fulvat
yang kemungkinan terperangkap di dalam atau yang terasosiasi dengan ikatan-
ikatan non kovalen, di inti humat/humin. Data spektra dari Gambar II.1
mendukung teori supramolekul yang diusulkan oleh Piccolo (2001) dan Hayes
(2010) yaitu senyawa-senyawa humat yang terdiri dari fraksi humin, asam humat
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
dan asam fulvat dianggap sebagai asosiasi-asosiasi dari molekul-moleul heterogen
yang tersusun dengan sendirinya dan berukuran relatif kecil yang diturunkan dari
degradasi dan dekomposisi biomasa.
Gambar II.1 Hasil analisis 13C-NMR padat dari tanah ADE yaitu fraksi humin, asam humat, dan asam fulvat. Sampel pertama berdasarkan metode klasik dan sampel kedua berdasarkan metode IHSS ( Song et al , 2008)
Intensitas yang dominan pada fraksi asam humat, asam fulvat, dan arang
kasar ditunjukkan pada pergeseran kimia 110 hingga 156 ppm yang merupakan
daerah senyawa aromatik C yang terkondensasi dengan defisiensi hidrogen.
Pergeseran kimia fraksi asam humat dan asam fulvat dalam larutan basa
menunjukkan keberadaan gugus karboksil (COO-) dari inti aromatik yang
terkondensasi pada 169-171 ppm. Sampel arang kasar terdiri dari komponen unit-
unit lignin (pergeseran kimia pada 55, 148, dan 153 ppm). Komponen seluosa
berada pada pergeseran kimia 63, 73, 83, 89, 104 ppm dan karbon hitam dengan
intensitas kuat dari gugus aromatik karbon pada 130 ppm. Keberadaan arang kasar
mewakili sinyal-sinyal dari bagian-bagian tanaman yang tidak berubah, karbon
hitam dan komponen-komponen alifatik. Pada spektra fraksi asam humat dengan
perlakuan basa/urea dan humin dengan perlakuan DMSO terdapat puncak
dominan dari gugus alifatik (kristalin polimetilen karbon pada 33 ppm dan amorf
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
polimetilen pada 30 ppm). Bila dibandingkan dengan humin DMSO, humin
sebelum dan sesudah ekstraksi DMSO/H2SO4 sangat serupa yang terdiri dari
komponen-komponen karbon hitam yang terkondensasi, protein, karbohidrat yang
terperangkap dalam matrik humat atau yang secara fisik terlindungi oleh asosiasi
yang mendalam dengan tanah liat (Song et al., 2008). Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa-senyawa humat bukanlah suatu makromolekul yang besar seperti pada
definisi tradisional, namun merupakan suatu asosiasi molekul yang salah satu
penyusunnya adalah molekul biologi seperti karbohidrat, protein, dan lemak.
Hayes et al. (2010) memberikan model senyawa-senyawa humat tanah yang
membandingkan antara konsep tradisional dan konsep baru pada gambar II.2.
Gambar II.2 Konsep tradisional model senyawa-senyawa humat sebagai makromolekul acak melingkar (A). Konsep baru model senyawa-senyawa humat sebagai asosiasi molekul-molekul dengan berat molekul penyusun relatif rendah dan membentuk agregat (B). Gambar berwarna merah menunjukkan keberadaan kation logam, warna hitam menunjukkan polisakarida, warna biru menunjukkan polipeptida, warna hijau menunjukkan rantai alifatik, dan warna cokelat menunjukkan fragmen lignin aromatis (konsep Hayes) (Hayes et al., 2010)
Penelitian yang dilakukan Song et al. memberikan gambaran bahwa
senyawa-senyawa humat bukan suatu makromolekul yang besar namun
merupakan suatu asosiasi molekul yang salah satu penyusunnya adalah molekul
biologi seperti karbohidrat, peptida, dan lipid membentuk suatu supramolekul.
Berdasarkan penelitian-penelitian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
senyawa-senyawa humat memiliki tiga fraksi yaitu fraksi humin, asam humat, dan
asam fulvat yang komponen penyusunnya merupakan asosiasi-asosiasi dari
molekul sebagai penyusun dasar berupa senyawa karbohidrat, protein, lipid, asam
amino, dan senyawa turunannya.
II.1.5 Proses pirolisis
Biochar diproduksi melalui dekomposisi panas bahan organik dengan
persediaan oksigen yang terbatas (O2), dan temperatur yang relaif rendah
(<700oC) (Kuhlbusch and Crutzen, 1995). Biochar mempunyai kadar karbon (C)
yang tinggi, yang umumnya terdiri dari senyawa-senyawa aromatik dengan ciri
khas cincin-cincin atom karbon yang terikat bersama tanpa oksigen (O) atau
hidrogen (H). Salah satu perkembangan yang relatif baru, berkembang dalam
hubungannya dengan manajemen tanah dan masalah penyerapan karbon
(Lehmann et al., 2006).
Gambar II.3 Tanah pada gambar kiri adalah Terra Preta de Indio (TPI) sedangkan gambar kanan merupakan tanah non-Terra Preta (Lehmann, 2006)
Penggunaan biochar pertama kali dilakukan 2000 tahun lalu. Lembah
Amazon sebagai bukti penggunaan ekstensif dari biochar yang dapat ditemukan di
Terra Preta dan Terra Mulata, yang dibuat oleh budaya asli (O’Neil et al., 2009).
Berdasarkan jumlah besar biochar yang dicampurkan ke dalam tanah, wilayah ini
masih tetap sangat subur, meskipun berabad-abad dari pelepasan (leaching) dari
hujan tropis lebat.
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
II.1.6 Karbonisasi hidrotermal parsial
Menurut Yoshimura dan Byrappa (2008), proses hidrotermal dapat
didefinisikan sebagai setiap reaksi kimia yang homogen dan heterogen dengan
adanya pelarut (baik dalam kondisi mengandung air atau tidak) di atas suhu kamar
dan pada tekanan lebih besar dari 1 atm dalam sistem tertutup. Perlakuan
hidrotermal dari biomasa pada suhu di kisaran 100-374o C menghasilkan
senyawa-senyawa organik yang larut dalam air dan produk padat yang kaya akan
karbon, umumnya diketahui sebagai hidrochar (Sevilla and Fuertes, 2009).
Gambar II.4. Reaksi kabohidrat (a) menghasilkan senyawa hydroxymethylfurfural (HMF) (b) (Antonietti., 2006)
Hidrotermal karbonisasi tidak hanya menghasilkan bahan bakar padat
untuk digunakan atau konversi berikutnya, tetapi juga produk-produk potensial
lainnya yang bernilai tinggi. Glukosa, diantara gula sederhana lainnya, dan 5-
HMF dapat diendapkan dalam jumlah yang signifikan. Asam-asam yang volatil
juga dihasilkan seperti asam format dan asam laktat. (Yan et al., 2010).
Karbonisasi hidrotermal parsial menyisakan sisa-sisa poultry manure yang tidak
terarangkan sempurna dalam bentuk karbohidrat, protein, lemak dan berbagai
macam logam (Kuncaka, 2014).
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
Gambar II.5. Skema perbandingan energi dari HTC dengan metode konversi biomasa lainnya (Titrici et al., 2007)
Secara teoritis 15% dari energi yang tersimpan dalam biomasa hilang
ketika karbohidrat dikonversi menjadi alkohol, sebagai contohnya, dan dua dari
enam karbon dilepaskan sebagai CO2, menghasilkan suatu efisiensi karbon 60%.
Efisiensi konversi karbon dapat didefinisikan sebagai jumlah karbon yang
diturunkan dari biomasa yang masih tetap terkait dengan produk akhir. Konversi
anaerobik kehilangan energi sekitar 18% dan karbon yang dilepaskan sebagai CO2
sebanyak 50%. Pada proses karbonisasi hidrotermal, efisiensi karbon sangat
mendekati 100%, yaitu hampir karbon dari biomasa diubah menjadi bahan yang
dikarbonisasi tanpa menghasilkan CO dan CO2 (Titirici et al., 2007).
II.1.7 Pengaruh biochar dan hidrochar pada lingkungan
Bahan berkarbonisasi dapat menjadi solusi yang mungkin untuk
menangani perubahan iklim melalui penyerapan karbon tanah, bahan
berkarbonisasi dapat digunakan sebagai amandemen tanah untuk meningkatkan
struktur tanah dan ketersediaan unsur hara (Chan et al., 2007, 2008; Lehmann and
Joseph, 2009). Kegunaan biochar sebagai penyubur tanah (soil amandement)
dapat meningkatkan kesuburan tanah dan meningkatkan kualitas tanah dengan
menaikkan pH tanah, kapasitas mengikat gugus-gugus, menarik lebih keuntungan
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
mikroba dan jamur, meningkatkan kapasitas pertukaran kation dan
mempertahankan unsur-unsur hara dalam tanah (Lehmann et al., 2006; Lehmann,
2007). Keuntungan yang lain dari biochar sebagai suatu penyubur tanah (soil
amendement) adalah kemampuan untuk menangkap karbon dari tempat
penampung atmosfer-biosfer dan memindahkannya ke tanah (Winsley, 2007;
Gaunt and Lehmann, 2008; Laird, 2008). Studi sebelumnya mengindikasikan
suatu strategi bioenergi yang melibatkan penggunaan biochar dalam tanah tidak
hanya mengarah pada penangkapan CO2 yang bersih (Woofl et al., 2010) tetapi
juga dapat mengurangi emisi-emisi dari gas-gas rumah kaca yang berpotensial
seperti N2O dan CH4 (Spokas et al., 2009). Penelitian terbaru dari hidrochar yaitu
pengujiannya sebagai kondisioner tanah dan imobilisasi logam berat (Abel et al.,
2013; Wagner and Kaupenjohann, 2014).
Kammann et al. (2012) melaporkan bahwa emisi N2O berkurang dengan
menambahkan hidrochar setelah pemupukan nitrogen ditambahkan. Beberapa
pendekatan telah diambil untuk memberikan perkiraan pertama dari skala besar
potensi penyerapan biochar untuk mengurangi CO2 di atmosfer (Lehmann et al.,
2006; Lehmann, 2007b; Laird, 2008). Implementasi hidrochar dan biochar
terhadap tanah dapat mengurangi konsentrasi meningkatnya CO2 di atmosfer
(Lehmann, 2007b; Laird, 2008; Sohi et al., 2010), dan meningkatkan penyerapan
karbon melalui pembentukan penyerapan karbon yang berkelanjutan (Lehmann et
al., 2006; Lehmann, 2007 a; Atkinson et al., 2010; Sohi et al., 2010; Enders et al.,
2012). Biochar dan hidrochar sebgai inang humus yang waktu pergantiannya (turn
over) atau waktu tinggalnya di dalam tanah (resident time) lebih lama.
II.2 Perumusan Hipotesis dan Rancangan Penelitian
II.2.1 Perumusan hipotesis
Hayes et al. (2010) memberikan model baru senyawa-senyawa humat
sebagai suatu asosiasi molekul yang salah satu penyusunnya adalah molekul
biologi seperti karbohidrat, protein, lemak dan berbagai macam logam. Humus
sintetis dibuat dengan menggabungkan konsep Terra Preta dan humus Hayes
untuk tujuan menciptakan suatu fraksi-fraksi senyawa humat yang stabil.
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
Hipotesis 1:
Jika konsep humus Hayes mengenai senyawa-senyawa humat pada
tanah terdiri dari fraksi humin, asam humat dan asam fulvat maka analisis
kuantitatif humus sintetis dan CRH menghasilkan fraksi humin, asam humat
dan asam fulvat yang %fraksi-fraksi humus sintetis seharusnya lebih rendah
dibandingkan CRH akibat asosiasi-asosiasi inang (hasil reaksi CRH dan
HMF) yang terjadi dengan sisa residu karbonisasi hidrotermal parsial
berupa karbohidrat, protein, lemak dan berbagai macam logam (konsep
humus Hayes).
Humus sintetis terdiri dari suatu model tanah Terra Preta yang
mengandung biochar diadopsi kerangka struktur kluster-kluster yang ada dalam
biochar. Salah satu struktur kluster yang terdapat dalam biochar adalah kluster
aromatik yang dihasilkan dari CRH yang berikatan dengan HMF dari poultry
manure melalui reaksi karbonisasi hidrotermal secara parsial untuk membentuk
suatu inang. Inang yang terbentuk berikatan dengan komponen-komponen
karbohidrat, protein, lemak, dan berbagai macam logam membentuk suatu fraksi
humin, fraksi asam humat dan fraksi asam fulvat yang stabil (Kuncaka, 2014).
Hipotesis 2:
Jika fraksi humin, asam humat dan asam fulva (konsep Hayes)
merupakan asosiasi-asosiasi (membentuk supramolekul) maka karakterisasi
humus sintetis akan mempunyai puncak-puncak spektra FT-IR yang khas
seperti konsep Hayes berupa gugus-gugus penyusun karbohidrat, protein,
lemak dan berbagai macam logam dan diperkuat keberadaan gugus-gugus
penyusun kluster CRH (dalam inang) pada spektra 13C-NMR padat fraksi
humin sintetis sesuai konsep Terra Preta.
II.2.2 Rancangan penelitian
Dari hipotesis yang telah dibuat, selanjutnya dibuat rancangan penelitian
untuk membuktikan secara eksperimental. Untuk mengidentifikasi fraksi humin,
asam humat dan asam fulvat dengan analisis kuantitatif dengan metode IHSS.
Untuk mengkarakterisasi dan mempelajari komponen-komponen penyususn
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
humus sintetis dengan melakukan analisis kualititatif melalui metode
spektrofotometri FT-IR yang berguna untuk mengetahui gugus-gugus fungsi
dalam komponen tersebut dan untuk mengelusidasi struktur fraksi humin sintetis
menggunakan spektrofotometri 13C-NMR padat.
KARAKTERISASI FRAKSI HUMIN, ASAM HUMAT DAN ASAM FULVAT PADA CRH (CARBONIZEDRICE HUSK) DAN HUMUSSINTETISCITRA CHARLINAUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/