1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rheumatoid arthritis adalah gangguan yang ditandai dengan peradangan
pada bagian sendi sehingga penderita mengalami nyeri dan kesulitan dalam
bergerak (Anonim, 2012). Salah satu obat pilihan untuk menangani rheumatoid
arthritis adalah diklofenak atau asam 2-[(2,6-diklorofenil)amino]fenilasetat.
Diklofenak termasuk obat golongan NSAID yang dapat meringankan gejala nyeri
akibat rheumatic arthritis (Schuna, 2008).
Penggunaan diklofenak untuk penanganan arthritis memiliki kelemahan
terkait bioavailabilitasnya yang rendah yaitu sebesar 50 % (Moffat dkk., 2011) dan
rasanya yang pahit. Natrium diklofenak biasa ditemui dalam bentuk sediaan tablet
salut enterik untuk menutupi rasa pahit diklofenak dan mengurangi iritasi pada
lambung, akan tetapi penggunaan tablet salut enterik dapat menimbulkan
permasalahan bagi pasien yang tidak mampu menelan tablet. Untuk itu diperlukan
sistem penghantaran obat lain yang dapat mengatasi permasalahan tersebut.
Salah satu sediaan yang dapat menangani permasalahan tersebut adalah fast
disintegrating tablet (FDT). Food Drug Administration mendefinisikan FDT
sebagai sediaan padat yang mengandung bahan obat atau zat aktif yang mengalami
disintegrasi dalam hitungan detik ketika ditempatkan pada lidah. Sediaan ini
memiliki keuntungan diantaranya cepat mengalami disintegrasi, memiliki onset
2
cepat, memiliki bioavailabilitas yang tinggi, dan bisa diaplikasikan pada pasien
yang tidak mampu menelan tablet (Deepak dkk., 2012).
FDT dapat diformulasi dengan penambahan superdisintegrant sehingga
FDT dapat hancur dengan cepat. Superdisintegrant yang dapat ditambahkan pada
formula FDT adalah crospovidone. Crospovidone digunakan sebagai
superdisintegrant pada konsentrasi 2-5% dengan metode kempa langsung (Kibbe,
2009). Superdisintegrant sensitif terhadap cairan sehingga metode pembuatan
tablet yang digunakan tidak melibatkan cairan, misalnya metode kempa langsung.
Pembuatan FDT dengan metode kempa langsung membutuhkan filler
binder untuk ditambahkan dalam formula. Filler binder dapat meningkatkan sifat
alir dan kompresibilitas campuran serbuk. Salah satu filer binder yang dapat
digunakan adalah mikrokrisllin sellulosa (MCC). MCC cocok digunakan sebagai
filler binder karena sifat alir dan kompresibilitasnya yang baik (Guy, 2009).
Sebelumnya Framana (2013) telah melakukan optimasi formula FDT
natrium diklofenak, namun formula tersebut masih perlu diperbaiki karena
memiliki rasa pahit. Rasa pahit tersebut perlu ditutupi sehingga FDT yang
dihasilkan dapat diterima oleh pasien. Pembentukan senyawa kompleks dengan
siklodekstrin merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk menutupi
rasa pahit. Beta siklodekstrin umum digunakan sebagai senyawa pengkompleks
karena memiliki rasa manis, tidak beracun, (Sharma & Lewis, 2010), tidak
mengiritasi, dan dapat meningkatkan difusi serta disolusi bahan aktif (Cook dkk.,
2009). Pembentukan kompleks natrium diklofenak-β-siklodekstrin (NaDCF-BSD)
3
dapat meningkatkan bioavailabilitas (Manca dkk., 2005) dan diharapkan mampu
memperbaiki rasa diklofenak.
Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi formula FDT diklofenak
terinklusi β-siklodekstrin dengan superdisintegrant crospovidone dan filler binder
mikrokristallin selulosa PH 102 (MCC PH 102) sehingga didapat sediaan FDT yang
dipersyaratkan dalam farmakope dan memiliki rasa yang dapat diterima pasien.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kombinasi kadar crospovidone sebagai bahan
penghancur dan MCC PH 102 sebagai filler binder terhadap sifat fisik fast
disintegrating tablet natrium diklofenak terinklusi β-siklodekstrin?
2. Berapa kadar kombinasi crospovidone sebagai bahan penghancur dan MCC
PH 102 sebagai filler binder yang memberikan sifat fisik kerapuhan, waktu
disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorbsi air fast disintegrating tablet
optimum?
3. Bagaimana perbandingan rasa FDT natrium diklofenak terinklusi
β-siklodekstrin dengan FDT natrium diklofenak tanpa inklusi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar crospovidone sebagai
superdisintegrant dan MCC PH 102 sebagai filler binder terhadap sifat fisik fast
disintegrating tablet natrium diklofenak terinklusi β-siklodekstrin.
4
2. Memperoleh formula Fast Disintegrating Tablet yang memberikan sifat
fisik optimum dengan menggunakan crospovidone sebagai superdisintegrant dan
MCC PH 102 sebagai filler binder.
3. Mengetahui perbandingan rasa FDT natrium diklofenak terinklusi
β-siklodekstrin dengan FDT natrium diklofenak tanpa inklusi.
D. Pentingnya Penelitian
Penelitian dengan judul optimasi formula fast disintegrating tablet natrium
diklofenak terinklusi β-siklodekstrin dengan superdisintegrant crospovidone dan
filler binder MCC PH 102 bermanfaat untuk menghasilkan formula FDT yang
dipersyaratkan dalam farmakope dan dapat diterima pasien dari segi rasa.
E. Tinjauan Pustaka
1. Fast Disintegrating Tablet (FDT)
Fast disintegrating tablet (FDT) merupakan sistem peghantaran obat padat
yang mengandung bahan aktif yang dapat mengalami disintegrasi dalam hitungan
detik ketika diletakkan pada lidah. FDT dapat hancur pada mulut dan melepaskan
zat aktifnya dengan cepat sehingga zat aktif dapat larut dalam saliva. Ketika obat
dapat terlarut dengan cepat, maka kecepatan absorbsi, dan onset obat akan
meningkat (Deepak dkk., 2012).
Fast disintegrating tablet memiliki banyak keuntungan, yaitu tidak
memerlukan air untuk menelan obat, cocok untuk menangani penyakit yang perlu
penanganan cepat, meningkatkan bioavailabilitas, dan stabil pada penyimpanan
jangka panjang (Bhowmik dkk., 2009). FDT juga dapat diberikan kepada pasien
yang tidak mampu menelan obat (Deepak dkk., 2012), sehingga dapat
5
meningkatkan keyamanan dan kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat. Obat
dalam sediaan FDT akan terlarut pada saliva dan diabsorbsi melalui rongga mulut,
faring, dan saluran cerna sehingga bioavailabilitas obat meningkat karena tidak
mengalami first pass effect (Bhowmik dkk., 2009).
Fast disintegrating tablet ideal memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Tidak membutuhkan air dalam penggunaannya.
b. Memiliki rasa yang enak
c. Mengandung bahan dapat memperbaiki rasa
d. Cukup keras tetapi tidak rapuh.
e. Meninggalkan sedikit residu setelah pemakaian.
f. Tahan terhadap kelembaban dan temperatur lingkungan.
g. Bisa diproduksi dan dikemas dengan metode produksi dan metode
pengemasan konvensional (Ashish dkk., 2011).
Ada berbagai teknik yang digunakan dalam pembuatan sediaan fast
disintegrating tablet, diantaranya:
a. Penambahan bahan penghancur
Teknik penambahan bahan penghancur merupakan metode terpopuler
dalam formulasi FDT. Metode ini sangat mudah dilakukan dan memiliki
keuntungan dari segi harga. Prinsip dari teknik ini adalah dengan menambahkan
bahan penghancur pada konsentrasi optimal sehingga tablet mudah terlarut dengan
rasa yang enak (Ashish dkk., 2011).
6
b. Molding (Pencetakan)
Pada metode ini, tablet dibentuk dibuat dengan menggunakan bahan-bahan
yang larut air sehingga tablet larut dengan sempurna dalam waktu yang cepat.
Bubuk campuran dibasahi dengan alkohol dan dicetak menjadi tablet dengan
tekanan yang lebih rendah dari pada tekanan untuk mencetak tablet konvensional.
Pelarut tersebut kemudian dihilangkan dengan metode pengeringan. Tablet yang
dihasilkan akan memiliki struktur berpori yang mudah terdisolusi (Ashish dkk.,
2011).
c. Freeze Drying (Pengeringan Beku)
Pada metode freeze drying atau liofilisasi, air disublimasikan dari produk
setelah dibekukan. Liofilisasi memungkinkan pengeringan obat pada suhu rendah.
Produk yang dihasilakan dari proses liofilisasi memiliki pori, dengan luas
permukaan yang tinggi, mudah larut dengan cepat dan menunjukkan peningkatan
penyerapan dan bioavailabilitas (Ashish dkk., 2011).
d. Sublimasi
Pada proses ini, bahan-bahan inert padat yang mudah menguap seperti urea,
amonium karbonat, dan kamper ditambahkan ke dalam bahan-bahan tablet dan
dikempa menjadi tablet. Bahan-bahan yang mudah menguap tersebut kemudian
dihilangkan dengan cara disublimkan. Tablet yang dihasilkan memiliki struktur
berpori yang mudah larut pada medium air (Ashish dkk., 2011).
e. Spray-drying (Pengeringan Semprot)
Pengeringan semprot dapat menghasilkan bubuk yang berpori dan dapat
larut dengan cepat. Formulasi digabungkan dengan gelatin, manitol, natrium pati
7
glikolat atau croscarmelosa untuk meningkatkan disintegrasi dan disolusi. Tablet
dikompresi dari semprotan bubuk kering hancur dalam waktu 20 detik ketika
direndam dalam medium berair (Ashish dkk., 2011).
f. Kempa Langsung
Kempa langsung merupakan metode paling mudah dalam pembuatan tablet
karena dapat dilakukan dengan alat-alat, bahan, dan proses konvensional.
Kecepatan disintegrasi dan disolusi produk yang dihasilkan tergantung dari
disintegran, dan eksipien yang digunakan (Ashish dkk., 2011).
Obat yang dapat dipilih untuk dijadikan sediaan FDT harus memiliki
kriteria sebagai berikut:
a. Tidak memiliki rasa yang terlalu pahit
b. Dosis kurang dari 20 mg
c. Memiliki berat molekul rendah
d. Stabil pada medium air dan saliva
e. Tidak terionisasi pada pH rongga mulut
f. Mudah terdifusi ke dalam jaringan epitel saluran gastro intestinal
g. Mudah terserap ke dalam jaringan mukosa (Kumaresan, 2008).
2. Kompleks Inklusi
Kompleks inklusi merupakan suatu hubungan antara molekul
pengkompleks yang memiliki rongga dengan molekul obat yang dapat masuk ke
dalam rongga molekul pengkompleks tersebut. Pembentukan kompleks inklusi
dapat menutupi rasa tidak enak pada molekul obat dengan mekanisme mengurangi
8
kelarutan pada rongga mulut atau dengan mekanisme mengurangi kontak antara
molekul obat dengan reseptor perasa di lidah (Sharma & Lewis, 2010).
Siklodekstrin merupakan senyawa yang paling umum digunakan sebagai
senyawa pengkompleks. Siklodekstrin terdiri atas oligosakarida siklis yang
mengandung minimum 6 unit D-glukopiranosa yang terikat dengan ikatan β-1,4.
Siklodekstrin memiliki rongga dengan bagian dalam bersifat hidrofobik dan bagian
luar bersifat hidrofilik. Siklodekstrin dapat membentuk kompleks inklusi dengan
berbagai senyawa dengan cara memerangkap molekul di dalam rongga yang
dimilikinya (Setyawan & Isadiartuti, 2009). Beta siklodekstrin merupakan senyawa
yang paling sering digunakan karena memiliki rongga yang cocok dengan cincin
aromatik yang ada pada kebanyakan molekul obat (Nilesh dkk., 2012).
Setelah terbentuk senyawa kompleks, molekul yang terperangkap akan
mengalami perubahan sifat fisika-kimia. Perubahan sifat yang terjadi diantaranya
meningkatkan kelarutan, laju disolusi (Setyawan & Isadiartuti, 2009), memperbaiki
stabilitas obat, mengurangi efek samping (Manca dkk., 2005), meningaktkan
stabilitas (Cook dkk., 2009) dan mampu mempernbaiki rasa obat yang tidak enak
(Sharma & Lewis, 2010).
3. Superdisintegrant
Superdisintegrant atau bahan penghancur merupakan bahan yang dapat
memecah tablet menjadi bentuk granul atau sebuk sehingga lebih mudah terlarut
pada cairan pada saluran pencernaan (Priyanka & Vandana, 2013). Menurut
Shankarrao dkk., (2010) peningkatan kadar superdisintegrant akan meningkatkan
kerapuhan tablet yang dihasilkan, sehingga superdisintegrant digunakan dalam
9
kadar 1-10% bobot/bobot dihitung terhadap bobot unit sistem penghatar obat
(Zimmer dkk., 2011). Superdisintegrant memegang peranan penting pada sistem
penghantaran obat yang dirancang untuk melepaskan zat aktifnya dengan segera,
termasuk fast disintegrating tablet (Deepak dkk., 2012).
Kebanyakan superdisintegrant merupakan bahan yang sensitif terhadap
kelembaban dan cairan. Oleh karena itu proses pembuatan sediaan yang
mengandung superdisintegrant sebaiknya menggunakan metode yang tidak
melibatkan cairan, misalnya dengan kempa langsung atau dengan granulasi kering
(Priyanka & Vandana, 2013).
Superdisintegrant bekerja dengan beberapa mekanisme, diantaranya
swelling, wicking, deformation, dan gaya repulsif partikel.
a. Swelling (Mengembang)
Swelling atau mengembang merupakan mekanisme umum bahan
penghancur tablet (Deepak dkk., 2012).
Gambar 1: mekanisme swelling (Bhowmik dkk., 2009)
10
Faktor yang berperan pada proses mengembang adalah kemampuan bahan
untuk menyerap air melalui proses kapilarisasi. Terjadinya kontak antara bahan
penghancur dengan air menyebabkan bahan penghancur mengembang dan
mengurangi gaya adhesif antar partikel. Akibatnya tablet terdisintegrasi menjadi
partikel partikel kecil (Zimmer dkk., 2011) (Gambar 1). Contoh bahan penghancur
yang bekerja dengan mekanisme swelling adalah natrium pati glikolat.
b. Wicking (Penyerapan air)
Bahan penghancur yang tidak mengembang bekerja dengan mekanisme
wicking. Porositas tablet menyediakan jalur penetrasi cairan ke dalam tablet
(Zimmer dkk., 2011).
Gambar 2: mekanisme wicking (Bhowmik dkk., 2009)
Mekanisme wicking dimulai dengan adanya aksi kapilaritas. Medium cair
yang cocok terserap ke dalam tablet, melemahkan ikatan antar molekul, dan
memecahkan tablet menjadi pertikel-partikel kecil (Mangal dkk., 2012) (Gambar
2). Penyerapan cairan oleh tablet tergantung dari hidrofilisitas zat aktif atau
eksipien yang digunakan, serta kondisi pentabletan. Struktur pori-pori dan tegangan
muka pada partikel terhadap medium cairan juga penting untuk membantu proses
11
disintegrasi (Deepak dkk., 2012). Contoh disintegran yang bekerja dengan
mekanisme wicking adalah crospovidone dan crosscarmillosa.
c. Deformation
Pati memiliki sifat elastis. Pati akan berubah bentuk ketika ditekan dan akan
kembali pada ukuran semula ketika tekanan dihilangkan. Pada proses pembuatan
tablet, pati mengalami tekanan dan mengalami perubahan bentuk lebih permanen
sehingga tidak kembali ke ukuran semula. Hal ini menyebabkan pati dalam tablet
memiliki energi yang kuat. Ketika terkena cairan, pati akan melepaskan energi
tersebut, kembali ke ukuran semula dan memecahkan tablet menjadi pertikel-
partikel kecil (Mangal dkk., 2012) (Gambar 3).
Gambar 3: mekanisme deformation. A: sebelum pentabletan; B: bahan mengalami
deformasi setelah pentabletan; C: bahan kembali ke ukuran semula setelah terkena cairan
(Deepak dkk., 2012)
d. Gaya repulsif partikel
Guyot-Hermannet telah mengusulkan teori repulsi listrik untuk
menjelaskan terjadinya swelling pada tablet yang mengandung bahan sukar larut.
Gaya repulsif listrik antar partikel merupakan mekanisme disintegrasi yang
membutuhkan air. Peneliti menemukan bahwa repulsif merupakan mekanisme
lanjutan dari mekanisme wicking (Deepak dkk., 2012) (Gambar 4).
12
Gambar 4: mekanisme gaya repulsif partikel. Air masuk ke dalam pori dan partikel terpisah
karena adanya gaya elektrik (Bhowmik dkk., 2009)
4. Filler binder
Filler binder merupakan bahan pengisi yang dapat ditambahkan untuk
memberikan granul yang dibutuhkan pada pembuatan tablet. Penambahan filler
binder pada formula dapat meningkatkan sifat alir dan kompresibilitas campuran
bahan (Kanojia dkk., 2013) sehingga cocok ditambahkan pada formula tablet yang
dibuat dengan metode kempa langsung. Penggunaan filler binder juga berpengaruh
terhadap sifat fisik tablet yang dihasilkan, diantaranya kekerasan, kerapuhan dan
jumlah obat yang dilepaskan dari sediaan (Bastos dkk., 2008). Filler binder yang
ideal memiliki sifat-sifat inert, tidak menghambat disolusi zat aktif, dan memiliki
rasa enak di mulut.
Filler binder pada FDT harus diberikan dalam jumlah optimal untuk
menghasilkan tablet yang cukup keras, namun cepat hancur ketika FDT diletakkan
pada lidah. Filler binder yang biasa digunakan antara lain polimer selulosa,
pirolidon, polivinil alkohol, dll.
13
5. Kempa Langsung
Kempa langsung merupakan proses pembuatan tablet yang dilakukan
dengan mengempa campuran zat aktif dengan eksipien yang sesuai. Tidak ada
perlakuan yang diterapkan pada campuran bahan sebelum pengempaan. Metode
kempa langsung cocok diaplikasikan pada formula dengan zat aktif yang sensitif
terhadap kelembaban dan panas (Gohel, 2005).
Metode kempa langsung dinilai memiliki lebih banyak keuntungan dari
pada metode granulasi. Keuntungan metode kempa langsung diantaranya lebih
menghemat waktu, peralatan, dan energi yang digunakan. Metode kempa langsung
dianggap lebih sederhana karena metode ini melibatkan pencampuran sederhana zat
aktif dengan bahan lain lalu pengempaan langsung campuran yang dihasilkan.
Pembuatan tablet dengan metode kempa langsung mempersyaratkan campuran
harus memiliki sifat alir yang baik (Kumar & Pallavi, 2013).
Formula tablet yang dikerjakan dengan metode kempa langsung harus
memiliki syarat sebagai berikut:
a. Kompaktibilitas yang baik
Kompaktibilitas yang baik akan menghasilkan tablet yang cukup keras, dan
tidak rapuh. Bila kadar zat aktif rendah, formula dapat ditambahkan filler binder.
Contoh filler binder yang dapat ditambahakan antara lain MCC dan laktosa.
b. Sifat alir yang baik
Sifat alir yang baik sangat dibutuhkan pada setiap menyiapkan formula
tablet. Sifat alir yang buruk akan menyulitkan serbuk mengalir ke dalam cetakan
14
sehingga sukar dalam mendaptakan keseragaman bobot tablet. Sifat alir dapat
ditingkatkan dengan penambahan bahan pelicin (Kumar & Pallavi, 2013).
Sifat disintegrasi dan disolusi tablet yang dihasilkan dari metode kempa
langsung tergantung pada jenis disintegran dan kelarutan eksipien. Sifat disintegrasi
dapat ditingkatkan dengan mengecilkan ukuran tablet, mengurangi kekerasan, dan
pemilihan konsentrasi optimal superdisintegrant (Gupta dkk., 2012).
6. Evaluasi Fast Disintegrating Tablet
Fast disintegrating tablet dievaluasi menurut sifat-sifat fisik sebagai
berlikut:
a. Keseragaman Bobot
Parameter keseragaman bobot tablet digunakan untuk menjamin
keseragaman dosis antar tablet. Tablet yang bobotnya terlalu bervariasi akan
memiliki kadar zat aktif yang bervariasi pula sehingga akan mempengaruhi
keseragaman dosis obat dalam tablet. Tabel 1 menunjukkan persyaratan
penyimpangan bobot terhadap bobot rerata tablet menurut Farmakope Indonesia
edisi III (1979).
Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Anonim, 1979)
Bobot rata-rata
tablet
Penyimpangan rata-rata bobot dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 - 150 mg 10% 20%
151 - 300 mg 7,5% 15%
lebih dari 300 mg 5% 10%
Uji keseragaman bobot dilakukan dengan memilih 20 tablet secara acak,
kemudian menimbangnya satu per satu. Selanjutnya menentukan harga rerata bobot
15
tablet dan standar deviasinya. Hasil penimbangan 20 tablet tidak boleh ada dua
tablet yang menyimpang dari ketentuan A dan tidak boleh ada satupun tablet yang
menyimpang dari ketentuan B.
b. Kekerasan Tablet
Kekerasan tablet didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk
menghancurkan tablet. Tablet harus memiliki kekerasan tertentu agar dapat
bertahan dari goncangan mekanik saat produksi, pengemasan dan distribusi
(Banker & Anderson, 1984). Batas kekerasan tablet untuk sediaan FDT biasanya
lebih rendah untuk mendukung kecepatan disintegrasi FDT.
Kekerasan tablet ditentukan dengan alat hardness tester dan dinyatakan
dalam Kg/cm2 (Siddiqui dkk., 2010). Uji kekerasan dilakukan dengan mengatur alat
pada skala nol, lalu meletakkan tablet pada alat dengan posisi vertikal tegak lurus
terhadap tuas. Ulir pada alat diputar hingga tablet pecah. Besarnya tekanan yang
ditunjukkan pada skala tersebut selanjutnya dicatat dan dicari rerata kekerasan
tablet.
c. Kerapuhan
Kerapuhan tablet dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang
dilepaskan tablet akibat adanya bahan penguji mekanis. Kerapuhan
menggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan mekanik terutama guncangan
dan pengikisan. Ketahanan pada kehilangan berat menunjukkan tablet tersebut
bertahan terhadap goresan ringan atau kerusakan dalam pengemasan dan
transportasi (Allen dkk., 2011).
16
Kerapuhan tablet ditentukan dengan alat roche friablator. Alat ini bekerja
sesuai dengan efek abrasi dan guncangan pada suatu chamber plastic yang diputar
pada kecepatan 25 rpm dan tablet jatuh dari ketinggian 6 inchi pada tiap putaran.
Uji kerapuhan mula mula dilakukan dengan menimbang dan
membebasdebukan 20 tablet kemudian memasukkan ke dalam chamber plastic
yang terpasang pada alat. Selanjutnya chamber diputar pada kecepatan 25 rpm
selama 4 menit atau sebanyak 100 putaran. Tablet selanjutnya dibebasdebukan
kembali lalu ditimbang dan diperoleh bobot akhir tablet. Nilai kerapuhan tablet
dihitung dengan rumus:
Kerapuhan = 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒂𝒘𝒂𝒍 𝒕𝒂𝒃𝒍𝒆𝒕−𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒕𝒂𝒃𝒍𝒆𝒕
𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒕𝒂𝒃𝒍𝒆𝒕 × 𝟏𝟎𝟎% ............... (1)
Nilai kerapuhan yang dipersyaratkan farmakope adalah 0.1 % - 0.9 %
(Siddiqui dkk., 2010).
d. Waktu disintegrasi
Waktu disintegrasi FDT merupakan waktu yang diperlukan oleh matriks
FDT utuh untuk dapat terdisintegrasi menjadi bentuk partikel kecil. Uji waktu
disintegrasi dilakukan dengan menempatkan FDT pada cawan petri berisi 20 mL
akuades. Uji waktu disintegrasi diujikan pada 6 tablet. Waktu yang dibutuhkan FDT
untuk mengalami disintegrasi dicatat dan dicari nilai reratanya. Waktu disintegrasi
FDT tidak boleh lebih dari 3 menit.
e. Waktu pembasahan
Waktu pembasahan berpengaruh terhadap kecepatan disintegrasi tablet.
Waktu pembasahan yang cepat akan mengakibatkan waktu disintegrasi yang cepat
17
pada sediaan FDT (Deepak dkk., 2011). Waktu pembasahan berkaitan dengan
struktur matriks tablet dan sifat hidofilisitas eksipien (Deepak dkk., 2011).
Waktu pembasahan dilakukan dengan meletakkan kertas saring yang
dilipat dua kali ke dalam cawan petri diameter 5 cm dan telah diisi akuades
sebanyak 5 mL. Akuades tersebut sebelumnya telah diberi pewarna tertentu.
Sebuah tablet selanjutnya diletakkan ditengah-tengah cawan petri. Waktu yang
dibutuhkan agar seluruh tablet menjadi berwarna dicatat sebagai waktu
pembasahan.
f. Rasio absorbsi air
Rasio absorbsi air merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan
tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya. Semakin besar rasio
absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah air yang dapat ditampung
dalam matriks tablet, hal ini berarti akan semakin banyak jumlah air yang
diperlukan untuk menyebabkan tablet terdisintegrasi (Panigrahi & Bahera, 2010).
Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat daya serap air seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5: Rangkaian alat uji rasio absorbsi air (Affandi, 2013)
Pada Gambar 5, tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah
dijenuhkan pada daerah A. Tablet akan menyerap air yang berarti air pada botol
18
penampung dia atas neraca analitik (daerah B) berkurang. Berkurangnya bobot
air diatas neraca analitik inilah yang nantinya dihitung sebagai bobot air yang
diserap tablet (Affandi, 2013). Parameter rasio absorpsi air dinyatakan dengan
persen massa air yang mampu diserap tablet dihitung terhadap massa tablet basah
(Bhowmik dkk., 2009).
g. Uji Disolusi In Vitro
Uji disolusi digunakan untuk menentukan waktu pelepasan obat dari bentuk
sediaan menjadi bentuk terlarut yang dilakukan dengan metode in vitro. Uji disolusi
in vitro untuk sediaan FDT dilakukan dengan USP apparatus 2 atau paddle
apparatus dengan kecepatan 50 rpm. Medium yang digunakan adalah medium
buffer pospat pH 6,8 sebanyak 900 mL (Bhowmik dkk., 2009).
Uji disolusi dilakukan dengan meletakkan FDT pada 900 mL medium
disolusi buffer pospat pH 6.8 tempetarur 37 ± 0,5 0C dan kecepatan putar pedal 50
rpm. Sebanyak 10 mL sampel diambil tiap interval waktu 1, 3, 5, 7, dan 10 menit.
Setiap pengambilan sampel, medium disolusi diganti dengan medium disolusi baru
sebanyak jumlah yang sama dengan jumlah pengambilan sampel. Sampel yang
diambil kemudian disaring dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang
yang sesuai (USP, 2011).
7. Mongrafi Bahan
a. Na-Diklofenak
Natrium diklofenak (C14H10Cl2NNaO2) BM = 318.1 atau Natrium 2-[(2,6-
diklorofenil)amino]fenilasetat merupakan serbuk putih hingga putih kekuningan.
Na-diklofenak bersifat asam lemah dengan pKa 4,2. Na-diklofenak sangat mudah
19
larut dalam methanol, dan ethanol, agak sukar larut dalam asam asetat glasial dan
air, praktis tidak larut dalam eter (departemen of Health, 2009). Diklofenak larut
dalam 9 bagian aquadest; 24 bagian methanol; bagian aseton (Moffat dkk., 2011).
Gambar 6: struktur kimia natrium diklofenak (trc-canada.com, 2014)
Natrium diklofenak termasuk dalam non-steroidal anti-inflammatory drug
(NSAID) yang memiliki daya antiinflamasi besar dengan efek samping lebih kecil.
Obat ini sering digunakan untuk meredakan berbagai nyeri, sakit kepala sebelah
dan encok (Tjay & Rahardja, 2007).
Natrium diklofenak termasuk zat aktif golongan II dalam biopharmaceutics
classification system (BCS) karena permeabilitasnya yang tinggi tetapi kelarutan
yang rendah. Pada uji disolusi yang pernah dilakukan, natrium diklofenak
terdisolusi sebanyak 85% pada 900 mL media buffer pH 6,8 menggunakan
apparatus pedal yang diputar pada kecepatan 75 rpm selama 30 menit atau kurang
(Chuasuwan dkk., 2009).
Diklofenak diabsorbsi 100 % pada saluran pencernaan. Akan tetapi karena
adanya first pass effect, bioavailabilitas natrium diklofenak hanya sebesar 50 %.
Penggunaan diklofenak setelah makan akan menambah waktu maksimum hingga 2
jam dan meningkatkan kadar serum puncak hinngga dua kali lipat (Novartis, 2009).
20
b. β-Siklodekstrin
β-siklodekstrin, atau beta-cycloamilosa, atau beta-dekstrin, atau
sikloheptaamilase (C42H70O35) BM = 1135, merupakan oligosakarida siklik yang
mengandung tujuh unit glukosa. Serbuk siklodekstrin berwarna putih, tidak berbau,
dan memiliki rasa manis. β-siklodekstrin larut dalam 50 bagian aquadest, praktis
tidak larut dalam aseton, ethanol (Cook dkk., 2009).
Gambar 7: Struktur kimia (A) dan struktur steroidal β-siklodekstrin (Challa dkk., 2005)
Molekul β-siklodekstrin berbentuk seperti ember dengan struktur yang
kaku dan memiliki rongga di bagian tengahnya. Rongga bagian internal memiliki
sifat hidrofobik dan rongga bagian luar bersifat hidrofilik. Hal ini memungkinkan
siklodekstrin membentuk ikatan kompleks dengan berbagai molekul obat melalui
rongga dalamnya, sehingga dapat meningkatkan kelarutan, bioavailabilitas, dan
stabilitas fisika kimia obat. Kompleks inklusi siklodekstrin juga telah digunakan
untuk menutupi rasa obat yang tidak menyenangkan (Cook dkk., 2009).
Pada penggunaan sediaan oral, β-siklodekstrin dapat digunakan pada
proses granulasi basah ataupun kempa langsung. Akan tetapi, β-siklodekstrin
memiliki sifat alir buruk sehingga perlu ditambahkan lubrikan ketika diolah
menggunakan metode kempa langsung. Lubrikan yang dapat digunakan misalnya
magnesium stearat dengan konsentrasi 0.1% w/w.
21
Beta siklodekstrin tidak bersifat iritan pada mata atau kulit, dan tidak
bersiat teratogenik ataupun mutagenik (Cook dkk., 2009).
c. Crospovidone
Crospovidone adalah serbuk putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan
bersifat higroskopis. Crospovidone merupakan bahan penghancur tablet yang tidak
larut dalam air. Crospovidone digunakan dengan konsentrasi 2-5% pada formula
tablet yang dibuat dengan metode kempa langsung, metode granulasi basah atau
granulasi kering.
Crospovidone memiliki sifat hidrofilik, memiliki banyak pori, permukaan
luas, cepat menyerap air, dapat mengembang dengan baik dan memiliki
kompresibilitas baik. Keuntungan penggunaan crospovidone diantaranya
crospovidone bekerja sebagai superdisintegrant dengan mekanisme swelling dan
wicking tanpa membentuk gel (Kibbe, 2009).. Pembentukan gel oleh
superdisintegrant akan menghambat penyerapan cairan ke dalam tablet sehingga
kecepatan disintegrasi tablet berkurang (Camarco dkk., 2006).
Gambar 8: Struktur kimia povidone (Kibbe, 2009)
Penggunaan crospovidone pada formulasi tablet juga dapat meningkatkan
kelarutan zat aktif (Mohmed dkk., 2012). Selain itu, keuntungan lain dalam
22
penggunaan crospovidone sebagai superdisintegrant adalah sifat
kompresibilitasnya yang baik (Mohanachandran dkk., 2011).
d. Mikrokristalin Selulosa (MCC)
Mikrokristalin selulosa (MCC) dengan nama lain Avicel PH atau ceolus
merupakan bubuk yang diperoleh melalui proses depolimerisasi dan pemurnian
selulosa sehingga diperoleh serbuk berwarna putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
MCC tersedia secara komersial dalam ukuran partikel, kelembaban, sifat dan
penggunaan yang berbeda-beda (Guy, 2009).
Gambar 9: Struktur kimia mikrokristalin sellulosa (Guy, 2009)
MCC banyak digunakan sebagai bahan pengisi dan pengikat atau filler
binder pada formula tablet atau kapsul yang diproses dengan metode granulasi
basah atau metode kempa langsung. Di dalam MCC juga terdapat bahan pelicin dan
bahan penghancur yang sangat berguna pada proses pentabletan (Guy, 2009).
MCC merupakan bahan yang stabil walaupun bersifat higroskopis. MCC
sebaiknya disimpan pada wadah tertutup rapat, pada tempat yang dingin, dan
kering.
Penggunaan MCC berbeda-beda tergantung pada konsentrasi yang
digunakan pada formula. Fungsi penggunaan dan konsentrasi dalam formulasi
ditunjukkan pada tabel berikut.
23
Tabel II. Penggunaan Mikrokristallin sellulosa
Penggunaan Konsentrasi (%)
Adsorben 20 - 90
Antiadherent 5 - 20
Bahan pengisi 20 - 90
Penghancur tablet 5 - 15
MCC umum digunakan sebagai eksipien pada tablet yang dibuat dengan
metode kempa langsung. MCC memiliki kompaktibilitas yang baik, dan bersifat
inert terhadap sebagaian besar zat aktif. MCC tersedia secara komersial dengan
kelas berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain terletak pada metode
pembuatan, ukuran partikel, kelembaban, sifat alir, dan sifat fisik lainnya. Partikel
berukuran lebih besar dengan densitas masa yang lebih tinggi umumnya
memberikan sifat aliran serbuk yang lebih baik (Guy, 2009). Jenis MCC yang
digunakan dapat mempengaruhi kekerasan, kerapuhan dan jumlah obat yang
dilepasakan dari sediaan tablet (Bastos dkk., 2008). Peningkatan konsentrasi Avicel
PH 102 dalam sediaan tablet dapat meningkatkan kekerasan tablet yang dihasilkan
(Shankarrao dkk., 2010).
e. Aspartam
Aspartam atau N-L-a-Aspartyl-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan
serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Aspartam
digunakan sebagai pemanis pada produk makanan, dan sediaan farmasi.
24
Gambar 10: struktur kimia aspartam (Cram, 2009)
Aspartam stabil pada kondisi kering. Pada lingkungan lembab, aspartam
dapat terdegradasi menjadi L-aspartil-L-fenilalanin dan 3-benzil-6-carboksimethil-
2,5-diketopiperazin yang memiliki tingkat kemanisan lebih rendah. Stabilitas
aspartam pada larutan dapat ditingkatkan dengan adanya siklodekstrin dan dengan
penambahan polietilen glikol 400 (Cram, 2009). Aspartam dapat terdegradasi pada
penyimpanan di tempat yang panas.
Aspartam harus disimpan pada pada wadah tertutup baik pada tempat yang
kering dan dingin.
f. PEG 4000
PEG atau polietilen glikol merupakan polimer dari etilen oksida. Polietilen
glikol 200 – 600 merbentuk cair dan polietilen glikol 1000 ke atas berbentuk
padatan pada suhu kamar. PEG 4000 merupakan padatan berwarna putih, dan
berbentuk seperti pasta. Polietilen glikol memiliki sifat hidrofilik dan tidak
mengiritasi kulit.
Gambar 11: struktur kimia polietilen glikol (Wallick, 2009)
25
Pada sediaan padat, polietilen glikol dengan BM tinggi dapat meningkatkan
waktu disintegrasi. Polietilen glikol juga sering dimanfaatkan untuk meningkatkan
kelarutan pada komponen yang kurang larut pada air. Polietilen glikol dengan BM
6000 atau 4000 dapat berfungsi sebagai pelicin, walaupun tidak seefektif
magnesium stearat. Tablet yang mengandung polietilen glikol bisa membentuk
masa yang lengket bila suhu komponen tablet lain meningkat ketika dikempa
(Wallick, 2009). Polietilen glikol harus disimpan pada wadah tertutup baik dan
disimpan pada tempat yang sejuk dan kering
8. Simplex Lattice Design
Simplex lattice design digunakan untuk mengoptimasi formula pada
berbagai jumlah komposisi bahan yang dinyatakan dalam beberapa bagian.
Penggunaan simplex lattice design memiliki berbagai keuntungan diantaranya
dapat digunakan untuk optimasi campuran bahan sediaan padat, semipadat, atau
pelarut. Selain itu, metode ini juga praktis dan cepat karena bukan merupakan
penentuan formula dengan coba-coba atau trial and error (Bolton, 1997). Metode
ini dapat digunakan untuk menentukan proporsi relatif bahan-bahan dalam formula
yang menghasilkan variabel atau respon terbaik (Framana, 2013).
Dalam simplex lattice design, kombinasi disiapkan dengan cara yang
mudah dan efisien sehingga data percobaan dapat digunakan untuk memprediksi
respon yang berada dalam ruang simplex. Setiap perubahan fraksi salah satu
komponen akan mengubah salah satu variabel atau lebih dari fraksi komponen lain.
Jumlah dari campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu berjumlah sama.
26
Semua fraksi dari kombinasi dua campuran dapat dinyatakan sebagai garis
lurus. Jika ada 2 komponen (q=2), maka dinyatakan sebagai satu dimensi yang
merupakan gambar garis lurus seperti terlihat pada Gambar 12. Titik A menyatakan
suatu formula yang hanya mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu
formula yang hanya mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan
suatu formula yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A
dan B. Sedangkan titik pada nilai 50% menyatakan suatu formula yang
mengandung 0,5 bagian A dan 0,5 bagian B. Semakin banyak titik yang digunakan
untuk menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan
semakin aktual dan menggambarkan respon sebenarnya.
Gambar 12: Simplex lattice design model linier
Gambar 12 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2
komponen. Kurva 1 pada gambar diatas menunjukkan adanya interaksi yang
positif, yaitu masingmasing komponen saling mendukung, kurva 2 menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi yaitu masingmasing komponen tidak saling
mempengaruhi, sedangkan kurva 3 menunjukkan bahwa adanya interaksi
negatif , yaitu masingmasing komponen saling meniadakan respon (Armstrong &
James, 1996).
27
Hasil eksperimen digunakan untuk membuat persamaan simplex dimana
persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi profil respon. Persamaan
simplex lattice design dapat dilihat pada persamaan 2.
Y = a(A) + b(B) + ab(A)(B) ................................................................ (2)
Dimana Y menyatakan respon atau efek yang dihasilkan, a, b, ab
menyatakan koefisien yang dapat dihitung dari percobaan, dan A, B menyatakan
fraksi komponen dengan junlah (A) + (B) harus satu bagian. Hasil persamaan dari
percobaan merupakan persamaan empiris yang menggambarkan pola respon.
Analisis simplex lattice design dapat dilakukan dengan software Design
Expert® 9.0.3.1. Software tersebut nantinya akan mengolah data dan memberikan
formula dengan sifat optimum yang perlu diverifikasi. Hasil verifikasi selanjutnya
dibandingkan apakah sifat hasil verifikasi berbeda secara bermakna dengan hasil
prediksi atau tidak (Framana, 2013).
F. Dasar Teori
Pembentukan senyawa inklusi Natrium Diklofenak-β-siklodekstrin dengan
perbandingan 1:1 akan menghasilkan senyawa yang memiliki bioavailabilitas lebih
tinggi dengan tingkat kepahitan yang lebih randah dari pada senyawa natrium
diklofenak. Hal ini akan menguntungkan karena dapat memperbaiki rasa pahit
diklofenak bila dibuat pada sediaan FDT.
Pembuatan FDT natrium diklofenak terinklusi β-siklodekstrin untuk
pengobatan arthritis dapat dilakukan dengan menggunakan superdisintegrant
crospovidone dan filler binder MCC PH 102. Superdisintegrant secara umum
digunakan pada konsentrasi 1-10% sedangkan MCC PH 102 secara umum
28
digunakan pada konsentrasi 20-90%. Peningkatan konsentrasi superdisintegrant
dapat meningkatkan waktu disintegrasi, dan kerapuhan FDT, sedangkan
peningkatan kadar MCC PH 102 dapat meningkatkan kekerasan tablet. Oleh karena
itu, konsentrasi keduanya perlu dioptimasi untuk mendapatkan sifat fisik kekerasan,
kerapuhan, dan waktu disintegrasi optimum.
Konsentrasi optimum kombinasi dari crospovidone dan MCC 102 akan
menghasilkan FDT dengan sifat fisik optimum yang dipersyaratkan dalam
farmakope. Kombinasi optimum dapat diperoleh dengan metode simplex lattice
design dengan software design expert. Pembentukan kompleks NaDCF-BSD dapat
meningkatkan nilai rasa FDT natrium diklofenak.
G. Hipotesis
Peningkatan kadar crospovidone sebagai superdisintegrant dapat
meningkatkan waktu disintegrasi, dan meningkatkan kerapuhan fast disintegrating
tablet natrium diklofenak terinklusi β-siklodekstrin. Peningkatan kadar MCC PH
102 dapat mengurangi kerapuhan dan meningkatkan kekerasan fast disintegrating
tablet natrium diklofenak terinklusi β-siklodekstrin.
Pada perbandingan crospovidone dan MCC PH 102 tertentu pada sediaan
fast disintegrating tablet akan memberikan sifat fisik optimum meliputi kekerasan,
kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, rasio absorbsi air, dan disolusi
yang sesuai dengan persyaratan dalam farmakope.
Pembuatan FDT natrium diklofenak terinklusi β-siklodekstrin akan
menghasilkan FDT dengan rasa yang lebih baik dari pada FDT natrium diklofenak
tanpa inklusi.