1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang terdiri dari berbagai macam
suku, budaya, dan adat istiadat. Keberagaman ini merupakan nilai kekayaan yang
dimiliki Indonesia yang tidak bisa dipungkiri. Hal ini tercemin dari slogan Bangsa
Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika”, yang artinya walaupun berbeda-beda
tetapi tetap satu jua. Berbagai suku, budaya, dan adat istiadat memberikan banyak
sekali warna dalam kehidupan bermasyarakatnya, tidak terkecuali dalam hal
bertata hukum dimasyarakatnya. Sebagaimana adagium yang sering kita semua
dengar, yaitu ibi ius ibi societas (di mana ada masyarakat, di situ pasti terdapat
hukum). Maka dari itu, Indonesia disebut pula sebagai Negara Hukum.
Berbicara mengenai keberagaman kebudayaan di Indonesia di mana dalam
setiap masyarakat pasti memiliki suatu aturan hukum, tentu keberagaman
kebudayaan masyarakat Indonesia ini memiliki hukum yang hidup dan selalu
dijunjung oleh masyarakat di masing-masing daerah. Dengan kata lain, hukum
yang hidup di masing-masing daerah ini adalah hukum adat yang hidup pada
suatu masyarakat tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki hukum
adat yang beraneka ragam karena bersumber dari keberagaman masyarakatnya.
Oleh karenanya, slogan Bangsa Indonesia “Bhineka Tunggal Ika” tersebut harus
selalu eksis guna tercapai Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
2
Hubungan antara hukum dan masyarakat memang sangat erat kaitannya
satu dengan yang lain. Hukum sangat berperan besar dalam mewujudkan
ketertiban dan keamanan. Peran hukum ini akan terlihat konkrit, bila ada suatu
permasalahan hukum ini dapat dijadikan solusi untuk menyelesaikannya. Dalam
menyelesaikan permasalahan yang menyangkut kepentingan umum atau
masyarakat secara umum, di Indonesia biasa menggunakan hukum pidana. Di
Indonesia sendiri, Hukum Pidana yang berlaku adalah hukum pidana yang
bersumber dari aturan tertulis yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (selanjutnya disebut KUHP).
Namun aturan yang tertuang yang di dalam KUHP kadang tidak bisa
menyelesaikan permasalahan yang timbul di masyarakat Indonesia. Apalagi
dengan perkembangan zaman yang semakin maju dan berkembang dengan pesat,
aturan dalam KUHP kita seakan tertinggal, mengingat usia KUHP yang kita
punya ini juga sudah lebih dari 70 Tahun. Untuk itu terkadang untuk
menyelesaikan permasalahan di ranah Pidana, biasa menggunakan Hukum Pidana
Adat.
Menurut Van Vollenhoven, “Hukum Pidana Adat adalah hukum yang
mengatur mengenai tindakan yang melanggar rasa keadilan dan kepatutan yang
hidup di tengah masyarakat, sehingga menyebabkan terganggunya ketentraman
serta keseimbangan masyarakat. Untuk memulihkan ketentraman dan
keseimbangan yang terganggu tersebut, terjadi reaksi adat”.1 Ciri khas dari hukum
1 Van Vollenhoven dalam Wahyu Idris, Memposisikan Nilai-Nilai Hukum Pidana Adat
Sebagai Sumber Hukum dalam Pembaharuan Hukum Pidana
Nasional,http://vechter.blogspot.co.id/2014/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html?m=1, diakses tgl 7
April 2017
3
pidana adat ini adalah tidak tertulis, namun selalu hidup dalam kehidupan
masyarakat dan setiap daerah di Negara Indonesia ini masing-masing memiliki
hukum pidana adat istiadat yang berbeda-beda pula sesuai dengan adat pada
masyarakat daerah tersebut.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa usia hukum pidana
kita apabila dilihat dari KUHP sudah berusia sangat tua. Hukum Pidana di
Indonesia yang sekarang berlaku, merupakan hukum pidana dari peninggalan
kolonial Belanda. Sehingga masih ada unsur-unsur seperti asas-asas dan dasar-
dasar hukum pidana kita yang masih diwarnai hukum pidana kolonial. Oleh
karenanya muncul ide atau gagasan untuk melakukan pembaharuan dalam Hukum
Pidana. Ide ini muncul sebagai upaya agar tercipta hukum pidana yang
mencerminkan budaya bangsa Indonesia sendiri.
Selain itu juga, KUHP yang sudah berumur dan belum mengalami
perubahan sama sekali sejak dulu dipandang sebagai penghambat dalam
melakukan pembinaan terhadap hukum nasional yang secara bertahap terus
ditingkatkan. Pembaharuan hukum pidana ini juga sebagai upaya untuk
meningkatkan ketertiban sebagai jalan menjamin rasa keadilan dan kepastian
hukum, serta memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia
dalam jangka panjang. Oleh karenanya, perumusan kembali terhadap KUHP perlu
dilakukan sebagai satu elemen penting dalam mewujudkan pembaharuan hukum
pidana.
Usaha pembaharuan KUHP, di samping ditujukan terhadap pembaharuan
dan peninjauan kembali terhadap 3 (tiga) permasalahan utama dalam hukum
4
pidana, yaitu perumusan perbuatan yang dilarang (criminal act), perumusan
pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) dan perumusan sanksi baik
berupa pidana (punishment) maupun tindakan (treatment), juga berusaha secara
maksimal memberikan landasan filosofis terhadap hakikat KUHP sehingga lebih
bermakna dari sisi nilai-nilai kemanusiaan (humanitarian values) baik yang
berkaitan dengan pelaku tindak pidana (offender) atau korban (victim).
Menurut Muladi:
Asas-asas dan sistem hukum pidana nasional ke depan disusun
berdasarkan ide keseimbangan yang mencakup: keseimbangan
monodualistik antara kepentingan umum/masyarakat dan kepentingan
individual/perseorangan; keseimbangan antara ide
perlindungan/kepentingan korban dan ide individualisasi pidana;
keseimbangan antara unsur/faktor obyektif (perbuatan/lahiriah) dan
subyektif (orang batiniah/sikap batin) (ide „daad-dader strafrecht”);
keseimbangan antara kriteria formal dan material; keseimbangan antara
kepastian hukum, kelentura.n/elastisitas/fleksibilitas dan keadilan; dan
keseimbangan nilai-nilai nasional dan nilai-nilai global/internasional/
universal.2
Kebijakan legislatif dari hukum pidana keberlakukan diatur dan dibahas
dalam berbagai seminar hukum pidana adat untuk juga diarahkan reformasi
hukum pidana nasional. Misalnya, dalam Laporan Nasional Criminal Justice
Reform Simposium 1980, antara lain menyatakan, "... upaya reformasi hukum
pidana yang didasarkan pada Politik Hukum Pidana dan aspirasi Pidana
mencerminkan Politik nasional ... Dalam hubungan ini harus menjadi proses
reformasi melalui penelitian dan pengkajian yang mendalam (antara lain) pada: ...
hukum pidana adat dan keagamaan yang hidup dalam masyarakat Indonesia ".
Kemudian di VI Hukum NasionalSeminar Laporan 1994 pada titik ditentukan
2Muladi, Beberapa Catatan tentang Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana, Makalah disampaikan pada Sosialisasi RUU KUHP yang diselenggarakan oleh Dep.
Hukum dan HAM, Jakarta, 2004.
5
bahwa, "hukum tertulis dan hukum tidak tertulis harus saling melengkapi", dan
huruf b menegaskan, "hukum tak tertulis pembentukan yang lebih" luwes
"daripada pembentukan hukum tertulis, karena dapat mengatasi kesenjangan
antara validitas dan efektivitas hukum ".
Pada dasarnya asas legalitas juga sering disebut dengan istilah "asas
legalitas", "legaliteitbeginsel", "non-retroaktif', "de la legalite" atau "ex post facto
hukum". Asas legalitas adalah prinsip yang paling penting dalam hukum pidana.
Dikaji dari perspektif hukum positif (ius constitutum) asas legalitas diatur dalam
Pasal 1 ayat (1) KUHP yang merupakan prinsip legalitas formal. Dalam RUU
KUHP, dikaji dari perspektif asas legalitas constituendum ius baik legalitas
formal dan legalitas bahan diatur dalam Pasal 1 RUU KUHP tahun 2008 yang
berbunyi sebagai berikut:
1. Tidak ada yang bisa dipenjarakan atau dikenakan tindakan apapun,
kecuali tindakan yang diambil telah didefinisikan sebagai sebuah
kejahatan di bawah hukum yang berlaku pada saat perbuatan itu
dilakukan.
2. Dalam menentukan keberadaan kejahatan dilarang menggunakan
analogi.
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Tanpa mengurangi
hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa
seseorang tidak boleh dihukum bahkan jika perbuatan itu diatur dalam
undang-undang.
6
4. Penerapan hidup dalam masyarakat hukum sebagaimana dimaksud
pada ayat sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan / atau
prinsip-prinsip hukum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa
secara umum.
Ada beberapa catatan substansial adanya asas legalitas sebagaimana diatur
dalam Pasal 1 RUU KUHP. Pertama, asas legalitas dalam Pasal 1 KUHP adalah
prinsip legalitas RUU yang memperluas keberadaan dikenal asas legalitas formal
dan asas legalitas bahan. Dalam rancangan KUHP asas legalitas formal yang
diatur dalam Pasal 1 ayat (1) sedangkan asas legalitas substantif yang diatur dalam
Pasal 1 ayat (3). Pada asas legalitas formal, dasar harus suatu perbuatan hukum
dihukum yang ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan. Maka prinsip legalitas
bahan menentukan bahwa dasar harus sebuah tindakan hukum hidup dalam
masyarakat yang bukan hukum tertulis atau hukum adat. Kedua, dalam rangka
membangun tindak pidana dilarang menggunakan analogi (Pasal 1 (2) RUU
KUHP). Penjelasan untuk Pasal Pasal Pasal 1 ayat (2) KUHP, Bill menyatakan
bahwa, “ melarang penggunaan analogi dalam menentukan interpretasi aktivitas
kriminal merupakan konsekuensi dari penggunaan asas legalitas.”
Implikasi aspek penegakan hukum yang membuat hidup di masyarakat
akan dilakukan oleh negara melalui sub-sistem peradilan pidana. Tindakan yang
bertentangan dengan hukum adalah perbuatan yang dianggap oleh publik sebagai
tindakan yang tidak layak dilakukan. Bertentangan dengan ketentuan hukum yang
menentukan, berdasarkan pertimbangan bahwa seseorang narapidana yang
melakukan tindakan yang tidak adil melanggar hukum. Oleh karena itu, untuk
7
dapat menjatuhkan pidana, hakim harus menentukan apakah tindakan selain
transaksi dilakukan secara formal dilarang oleh undang-undang dan apakah
tindakan ini juga bertentangan dengan hukum material, dalam hal kesadaran
masyarakat.
Berdasarkan latar belakang yang tersebut, maka akan dilakukan penelitian
tentang ANALISIS YURIDIS HUKUM PIDANA ADAT DALAM
PERSPEKTIF PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA NASIONAL.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ilmiah, perumusan masalah merupakan suatu hal
yang sangat penting, karena akan memberikan arah dalam membahas
permasalahan yang sedang diteliti, sehingga penelitian dapat dilakukan lebih
mendalam dan terarah sesuai sasaran yang telah ditentukan dan akan
memberikan arah pembahasan yang jelas pada masalah yang akan diteliti.
Adapun perumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Apa dasar hukum dimasukkannya hukum pidana adat dalam
pembaharuan hukum pidana ?
2. Sejauh mana eksistensi hukum pidana adat khususnya hukum pidana
adat dalam pembaharuan hukum pidana nasional ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dasar dasar hukum dimasukkanya hukum adat
dalam pembaharuan hukum pidana.
2. Untuk mengetahui eksistensi hukum adat khususnya hukum pidana
adat .dalam pembaharuan hukum pidana nasional.
8
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan penelitian dalam penulisan penelitian maka penelitian ini
memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua kegunaan tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Manfaat teoritis
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengetahuan terutama bagi penulis dan bagi para
mahasiswa terutama mahasiswa hukum seperti apa khususnya hukum
pidana adat dalam pembaharuan hukum pidana nasional.
2. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan
Hukum Pidana di Universitas Muhammadiyah malang.
3. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan di bidang Hukum Pidana khususnya hukum pidana adat
dalam pembaharuan hukum pidana nasional.
b. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis, penelitian ini akan menjadi pengalaman dan
pengetahuan baru di bidang Hukum Pidana khususnya dasar hukum
apa saja Hukum Pidana Adat sebagai kontribusi dalam
pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia.
2. Bagi kalangan akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan pengetahuan mengenai dasar Hukum Pidana
9
Adat sebagai kontribusi dalam pembaharuan Hukum Pidana di
Indonesia.
3. Bagi instansi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi pihak instansi terkait dasar Hukum Pidana Adat
sebagai kontribusi dalam pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia
4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan
dan penjelasan mengenai dasar Hukum Pidana Adat sebagai
kontribusi dalam pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia.
E. Metode Penelitian
Dalam menyusun atau menulis sebuah skripsi, harus didasarkan pada data
teoretis. Penulis dalam penulisan karya ilmiah ini lebih berdasarkan kepada
landasan teoretis dalam mencari pokok permasalahan dengan berpedoman
kepada studi kepustakaan (library research )
Penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian yang bersifat analisis
deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data adalah dengan kajian
studikepustakaan ( Library Research). Penelitian kepustakaan bertujuan
untuk menunjukkan jalan pemecahan masalah penelitian dalam suatu karya
ilmiah.3
Dalam hal ini penulis membagi data yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan menjadi 3 bagian yaitu :
1. Bahan Hukum Primer,
3 Bambang Sugono,Metodologi Penelitian Hukum, PT. Rajawali Pers, Jakarta, 2010.Hal. 112-114.
10
Data-data yang diperoleh penulis dengan mengkaji peraturan perundang-
undangan, Hukum Perdata dan risalah hukum lainnya yang terkait dengan
penelitian ini.
2. Bahan Hukum Skunder.
Data-data yang diperoleh penulis dengan mengkaji buku-buku di
perpustakaan yang mempunyai relevansi dengan pokok permasalahan
dalam penelitian ini.
3. Bahan Hukum Tersier.
Data-data yang diperoleh penulis dengan mengkaji kamus hukum, surat
kabar maupun makalah-makalah yang terkait dengan masalah hukum adat.
Dari data yang telah diperoleh penulis dalam tinjauan kepustakaan ini
diharapkan dapat membantu peneliti dalam menyelesaikan pokok
permasalahan.Sumber data penulisan skripsi ini adalah diambil dari
kontrakfranchiseyang penulis dapat dari bahan hukum di atas yang kemudi
an dianalisis dengan cara mengklasifikasi data yang ada dan
dikelompokkan sesuai jenisnya.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah model studi
kepustakaan. Yaitu mengkaji informasi tertulis mengenai hukum yang
berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta
dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Yang didasari pada data-
data yag dijadikan obyek penulisan kemudian dikaji dan disusun secara
komprehensif.
11
5. Teknik Analisa Bahan Hukum
Analisa data di dalam penulisan ini, dilakukan secara kualitatif yakni
pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di
dalam undang-undang. Kemudian membuat sistematika data-data tersebut.
Data yang dianalisa dibuat uraian secara sistematika dan diseleksi dan
diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan
dan mengungkapkan dasar hukumnya dan dapat memberikan solusi
terhadap permasalahan yang dikaji dalam penulisan ini.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun secara sistematis dalam bentuk sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini merupakan pendahuluan yang berisikantentang:
latarbelakang,Perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,
keaslian Penelitian tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM ADAT
Dalam bab ini menguraikan tentang : pengertian hukum adat , macam
macam hukum adat di indonesia serta penjelabaranya
12
BAB III : HUKUM PIDANA ADAT DALAM PERSPEKTIF
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
Dalam bab ini membahas tentang : pengertian Hukum pidana, hukum
pidana adat dan peraturan peraturan yang berkaitan dengan hukum pidana serta
pembaharuan hubunganya dengan hukum pidana adat .
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan atas rumusan masalah dan
saran-saran yang perlu disampaikan terkait dengan permasalahan yang dikaji.