1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang kaya akan sumber daya alam, termasuk sumber tanaman
obat memiliki kesempatan untuk memanfaatkan kekayaan persediaan alami
produk tanaman obat. Pengembangan tanaman obat dapat diarahkan untuk
pemenuhan bahan baku industri obat tradisional, jamu, industri kosmetik, dan
industri rumah tangga (1).
Tanaman obat yang terdapat di Indonesia sangat beragam, sebagai salah
satu contoh tanaman obat yang dapat dimanfaatkan yaitu tanaman belimbing
wuluh (Averrhoa bilimbi L). Hampir seluruh bagiannya dapat digunakan seperti
bagian daun. Daun mengandung tanin, sulfur, asam format, peroksidase, kalium
oksalat, kalium sitrat dan flavonoid (2).
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yusriani (2015),
ekstrak etanol daun belimbing wuluh bersifat sebagai antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus pada konsentrasi 10% dengan diameter zona hambat 14,33
mm dan penelitian yang dilakukan oleh Asri (2017) ekstrak etanol buah belimbing
wuluh mempunyai aktivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 10% dengan diameter 21,6 mm dan bakteri Staphylococcus
epidermidis pada konsentrasi yang sama dengan diameter zona hambat 28,6 mm.
Bakteri Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri patogen bagi
manusia. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif, koloni berwarna putih atau
kuning dan bersifat anaerob. Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi kulit ringan
2
yang disertai dengan pembentukan abses seperti jerawat, infeksi kulit, infeksi
saluran kemih, dan infeksi ginjal. Bakteri ini merupakan bakteri yang terdapat
pada kulit, hidung, mulut, selaput lendir, bisul dan luka (3).
Salah satu bentuk sediaan yang dapat digunakan untuk membersihkan dan
menjaga kesehatan kulit ialah sabun. Sabun adalah produk yang dihasilkan dari
reaksi antara asam lemak dengan basa kuat yang berfungsi untuk mencuci dan
membersihkan lemak (kotoran). Semakin berkembangnya teknologi dan
pengetahuan, sabun menjadi banyak macam jenisnya, salah satunya sabun cair.
Sabun cair saat ini banyak diproduksi karena penggunaannya yang lebih praktis
dan memiliki bentuk yang menarik dibanding bentuk sabun lain. Sabun selain
sebagai kosmetik juga dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit yang
disebabkan oleh bakteri dan jamur. Keunggulan sabun cair antara lain mudah
dibawa bepergian dan lebih higienis karena biasanya disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat (4).
Dalam penelitian ini akan dibuat suatu sediaan sabun cair yang
mengandung ekstrak etanol daun belimbing wuluh dibuat dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 70% dalam konsentrasi 7,5%, 10%, dan
12,5%. Sediaan yang telah dibuat kemudian dilakukan pengamatan uji
organoleptis yaitu meliputi pengamatan bentuk, warna, dan bau, uji homogenitas,
uji pH, uji tinggi busa, uji iritasi, uji hedonik dan uji aktivitas antibakteri. Oleh
sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang “ Uji Aktivitas Antibakteri
Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Terhadap Staphylococcus epidermidis ”.
3
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak etanol daun belimbing wuluh dapat dibuat kedalam bentuk
sediaan sabun cair ?
2. Apakah sediaan sabun cair ekstrak etanol daun belimbing wuluh memiliki
aktivitas antibakteri terhadapStaphylococcus epidermidis ?
1.3 Hipotesis Penelitian
1. Ekstrak etanol daun belimbing wuluh dapat dibuat kedalam bentuk sediaan
sabun cair.
2. Sabun cair ekstrak etanol daun belimbing wuluh mempunyai aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun belimbing wuluh dapat
dibuat kedalam bentuk sediaan sabun cair.
2. Untuk mengetahui apakah sediaan sabun cair ekstrak etanol daun
belimbing wuluh memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Staphylococcus epidermidis.
1.5 Manfaat Penelitian
Menambah wawasan dalam melakukan penelitian, dan menambah
pengetahuan tentang manfaat daun belimbing wuluh dalam dunia kesehatan,
diantaranya sebagai sediaan sabun untuk kesehatan kulit.
4
1.6 Kerangka Konsep
Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan, maka kerangka konsep penelitian.
Variabel Bebas Parameter
Variabel Terikat
Gambar 1.1 : Kerangka Konsep
Ekstrak Etanol Daun
Belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) Sediaan Sabun
Cair
Evaluasi Sediaan :
Uji Organoleptis
Uji Homogenitas
Uji pH
Uji Tinggi Busa
Uji Iritasi
Uji Hedonik
Kontrol ( + ) : Sabun Cair
Dettol Antibakteri
Kontrol ( - ) : Blanko
Sediaan Sabun
Cair
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Belimbing Wuluh
2.1.1 Deskripsi Tanaman
Gambar 2.1 : Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Pohon kecil, tinggi mencapai 10 m dengan batang yang tidak begitu besar
dan mempunyai garis tengah hanya sekitar 30 cm. Ditanam sebagai pohon buah,
kadang tumbuh liar dan ditemukan dari dataran rendah sampai 500 m. Pohon yang
berasal dari Amerika tropis ini menghendaki tempat tidak ternaungi dan cukup
lembab.
Belimbing wuluh mempunyai batang kasar berbenjol-benjol percabangan
sedikit, arahnya condong ke atas. Cabang muda berambut halus seperti beludru,
warnanya cokelat muda. Daun berupa daun majemuk menyirip ganjil dengan 21-
45 pasang anak daun. Anak daun bertangkai pendek, bentuknya bulat telur sampai
6
jorong, ujung runcing, pangkal membundar, tepi rata, panjang 2-10 cm, lebar 1-3
cm, warnanya hijau, permukaan bawah hijau muda. Perbungaan berupa malai,
berkelompok, keluar dari batang atau percabangan yang besar, bunga kecil-kecil
berbentuk bintang warnanya ungu kemerahan.
Buahnya buah buni, bentuknya bulat lonjong bersegi, panjang 4-6,5 cm,
warnanya hijau kekuningan, bila masak berair banyak, rasanya asam, digunakan
sebagai sirop penyegar, bahan penyedap masakan, membersihkan noda pada kain,
mengkilapkan barang-barang yang terbuat dari kuningan, membersihkan tangan
yang kotor atau sebagai bahan obat tradisonal. Perbanyakan dengan biji dan
cangkok (5).
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Belimbing Wuluh
Tanaman Belimbing Wuluh dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Oxalidales
Keluarga : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L
2.1.3 Kandungan Kimia
Belimbing wuluh memiliki rasa asam dan bersifat sejuk. Pada bagian
batang mengandung saponin, tanin, asam format, glukosida, kalsium oksalat,
7
sulfur, dan peroksida. Pada bagian daun mengandung tanin, flavonoid, saponin,
alkaloid, sulfur, asam format, peroksidase, kalsium oksalat, dan kalium sitrat (6).
2.1.4 Manfaat Daun Belimbing Wuluh
Daun belimbing wuluh memiliki khasiat untuk mengobati penyakit
tertentu. Dalam penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ternyata daun
belimbing wuluh memiliki kandungan yang bermanfaat bagi tubuh kita.
Diantaranya, sebagai analgetik (menghilangkan rasa sakit), anti inflamasi
(peradangan), memperbanyak pengeluaran empedu, anti jerawat, diuretik dan
astringen (2).
2.1.5 Nama Daerah
Setiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas dalam penyebutan nama
daun belimbing wuluh, diantaranya, blingbling buloh (Bali), blimbing wuluh
(Jawa Tengah), bhalimbing bulu (Madura),belimbing asem (Melayu), limbi
(Bima,NTT), limeng (Aceh), bainang (Makassar) dan uteke (Papua) (6).
2.2 Simplisia
2.2.1 Pengertian Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan. Ada tiga macam simplisia yaitu simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia mineral (7).
8
2.2.2 Pengolahan Simplisia
Hasil panen tanaman obat untuk dibuat simplisia umumnya perlu segera
dikeringkan. Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air untuk
penyimpanan dan pencegahan pertumbuhan jamur serta mencegah terjadinya
reaksi yang dapat menurunkan mutu. Dalam pengeringan faktor yang penting
adalah suhu, kelembaban, dan aliran udara. Sumber suhu dapar berasal dari
matahari atau dapat pula dari suhu buatan. Umumnya pengeringan bagian
tanaman yang mengandung minyak atsiri atau komponen yang termolabil,
hendaknya dilakukan pada suhu yang tidak tinggi dengan aliran udara rendah
secara teratur.
2.2.3 Proses Pembuatan Simplisia
a) Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan, bahan
tanaman lain yang tidak digunakan, dan bagian tanaman yang rusak
(dimakan ulat dan sebagainya).
b) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih
misalnya dari mata air, air sumur atau air PAM. Simplisia yang
mengandung zat mudah larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar
dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978
dalam Depkes ,1985), pencucian sayur-sayuran satu kali dapat
9
menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal, jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah
mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua
mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga
jumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis
dan jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan
untuk pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan
simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan
tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.
c) Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil
jangan langsung dirajang tetapi dijemur lebih dalam keadaan utuh selama
satu hari. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan
ukuran yang dikehendaki. Semakin tipis bahan yang dikeringkan, semakin
cepat penguapan air sehingga mempengaruhi waktu pengeringan.
d) Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan
dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Pengeringan simplisia
10
dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau menggunakan suatu
alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan
adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia
tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik (7).
2.2.4 Ekstrak
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan.
2.2.5 Ekstraksi
Ekstraksi atau penyaringan merupakan perpindahan massa zat aktif semula
berada dalam sel, ditarik oleh cairan penyari tertentu sehingga terdapat zat aktif
dalam cairan penyari (9).
Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari
campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah diketahui.
Masing-masing cara tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya. Pemilihan
metode dilakukan dengan memperhatikan antara lain sifat senyawa, pelarut yang
digunakan dan alat yang tersedia. Beberapa metode ekstraksi yang umum
digunakan antara lain maserasi, perkolasi, refluks, soxhletasi, infusa, dekok,
destilasi (10).
11
a. Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Pembuatan ekstrak
dari serbuk kering simplisia dengan cara maserasi menggunakan pelarut yang
sesuai. Gunakan pelarut yang dapat menyari sebagian besar metabolit sekunder
yang terkandung dalam serbuk simplisia. Jika tidak dinyatakan lain gunakan
etanol 70% P. Masukkan satu bagian serbuk kering simplisia ke dalam maserator,
tambahkan 10 bagian pelarut. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-kali
diaduk, kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dengan cara
pengendapan, sentrifugasi, dekantasi atau filtrasi. Ulangi proses penyarian
sekurang-kurangnya dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama.
Kumpulkan semua maserat, kemudian uapkan dengan penguap vakum atau
penguap tekanan rendah hingga diperoleh ekstrak kental.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut
yang selalu baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa
tersari sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang lebih
banyak. Perkolasi adalah cara penyaringan yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah di basahi. Perkolasi kecuali
dinyatakan lain, dilakukan dengan cara basahi 10 bagian simplisia dengan 2,5
bagian sampai 5 bagian cairan penyari, masukkan kedalam bejana tertutup
sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit kedalam
perkolator sambil tiap kali di tekan hati-hati. Tuangi dengan cairan penyari
12
secukupnya sampai cairan mulai menetes dan diatas simplisia masih terdapat
selapis cairan penyari, tutup perkolator, biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan
menetes dengan kecepatan satu 1 ml per menit, tambahkan berulang-ulang cairan
penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari diatas
simplisia, hingga diperoleh 80 bagian perkolat. Peras massa, campurkan cairan
perasan kedalam perkolat, tambahkan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh
100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tutup, biarkan selama 2 hari ditempat
sejuk terlindung dari cahaya, endapan disaring.
c. Refluks
Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Agar hasil penyarian lebih baik atau sempurna, refluks
umumnya dilakukan berulang-ulang (3-6 kali) terhadap residu pertama. Cara ini
memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang tidak tahan panas.
d. Sokhletasi
Sokhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organik pada suhu
didih dengan alat sokhlet. Pada sokhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu
berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, uap masuk dalam labu
pendingin. Hasil kondensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi
berlangsung terus-menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan. Ekstraksi ini
dikenal sebagai ekstraksi sinambung.
13
e. Infusa
infusa adalah cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut air, pada suhu
96-98 ˚C selama 15-20 menit (dihitung suhu 96 ˚C tercapai). Bejana infusa
tercelup dalam tangas air. Cara ini sesuai untuk simplisia yang bersifat lunak,
seperti bunga dan daun.
f. Dekok
Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya saja waktu
ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya mencapai titik didih air.
g. Destilasi (penyulingan)
Destilasi merupakan cara ekstraksi untuk menarik atau menyari senyawa
yang ikut menguap dengan air sebagai pelarut. Pada proses pendinginan, senyawa
dan uap air akan terkondensasi dan terpisah menjadi destilat air dan senyawa yang
diekstraksi. Cara ini umum digunakan untuk menyari minyak atsiri dari tumbuhan
(10).
2.3 Kulit
2.3.1 Pengertian Kulit
Gambar 2.2 : Lapisan Kulit
14
Kulit merupakan organ tubuh paling besar yang melapisi seluruh bagian
tubuh, membungkus daging dan organ-organ yang ada didalamnya. Luas kulit
pada manusia rata-rata ± 2 meter2 dengan berat 10 Kg jika ditimbang dengan
lemaknya atau 4 Kg jika tanpa lemak atau beratnya sekitar 15% dari berat badan
seseorang. Daerah yang paling tebal (66 mm) pada telapak tangan dan telapak
kaki dan paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis. Kulit mempunyai daya
regenerasi yang besar, misalnya jika kulit terluka, sel-sel dalam dermis melawan
infeksi lokal kapiler dan jaringan ikat akan mengalami regenerasi epitel yang
tumbuh dari tepi luka menutupi jaringan ikat yang bergenerasi sehingga terbentuk
jaringan parut yang pada mulanya berwarna kemerahan karena meningkatnya
jumlah kapiler dan akhirnya berubah menjadi serabut kolagen keputihan yang
terlihat melalui epitel.
2.3.2 Fungsi Kulit
a. Sebagai pelindung, yaitu berguna untuk menutupi jaringan tubuh di
sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh luar seperti luka dan
serangan kuman.
b. Indra peraba terhadap berbagai rangsangan sensorik yang berhubungan
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan dan getaran.
c. Sebagai tempat penyimpanan untuk menampung lemak.
d. Menyerap zat-zat tertentu, terutama zat yang larut dalam lemak dapat
diserap ke dalam kulit.
e. Kulit berfungsi mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-
kelenjar yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat.
15
2.3.3 Lapisan Kulit
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan kulit yang paling luar. Tebal epidermis berbeda-
beda pada berbagai tempat ditubuh, paling tebal pada telapak tangan dan
kaki. Paling tipis berukuran 0,1 mm terdapat pada kelopak mata, pipi, dahi
dan perut. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan
kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit, batas dengan epidermis
dilapisi oleh membran basalis. Di dalam lapisan ini mengandung
pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf. Pembuluh darah pada lapisan
ini sangat luas sehingga mampu menampung sekitar 5% dari jumlah darah
diseluruh tubuh.
c. Subkutis atau Hipodermis
Subkutis terdiri dari kumpulan-kumpulan sel lemak dan diantaranya
terdapat serabut-serabut jaringan ikat dermis. Lapisan ini terdapat jaringan
ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi
(11).
16
2.4 Sabun Cair
2.4.1 Pengertian Sabun Cair
Sabun mandi cair adalah sediaan berbentuk cair yang digunakan untuk
membersihkan kulit, dibuat dari bahan dasar sabun dengan penambahan surfaktan,
penstabil busa, pengawet, pewarna dan pewangi yang diijinkan dan digunakan
untuk mandi tanpa menimbulkan iritasi pada kulit. Sabun cair dibuat melalui
reaksi saponifikasi dari minyak dan lemak dengan KOH. Sabun yang berkualitas
baik harus memiliki daya detergensi yang cukup tinggi, dapat diaplikasikan pada
berbagai jenis bahan dan tetap efektif walaupun digunakan pada suhu dan tingkat
kesadahan air yang berbeda-beda (12).
2.4.2 Komponen Sabun Cair
1. Sodium Lauril Sulfat (SLS) berfungsi sebagai pembersih dan surfaktan
yang dapat menghasilkan busa.
Pemerian : Serbuk putih atau cream bentuk kristal berwarna kuning.
Kelarutan : Sangat larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter.
2. Kalium Hidroksida (KOH) berfungsi sebagai pembentuk sabun (proses
saponifikasi).
Pemerian : Serbuk hablur, putih.
Kelarutan : Larut dalam air.
3. Asam Stearat berfungsi untuk menstabilkan busa.
Pemerian : Berbentuk kristal berwarna kuning dan putih.
17
Kelarutan : Mudah larut dalam benzene, karbon tetra klorida,
kloroform, dan eter larut dalam etanol, praktis tidak larut
dalam air.
4. Karboksil Metil Selulosa (CMC) sebagai pengemulsi.
Pemerian : Berbentuk serbuk atau granul, rasa khas
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloid
Tidak larut dalam etanol, dalam eter dan dalam pelarut
organik lain.
5. Butil Hidroksi Toluen (BHT) berfungsi sebagai antioksidan atau dapat
menjaga stabilitas sediaan sabun.
Pemerian : Putih hampir putih, serbuk kristal atau kekuningan, berbau
aromatik.
Kelarutan : tidak larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
propilenglikol, kloroform, eter.
6. Minyak Zaitun
Pemerian : Cairan, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau lemah,
tidak tengik, rasa khas.
Kelarutan : Sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam
kloroform P, dalam eter P, minyak tanah P.
7. Aquadest
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan
18
2.5 Evaluasi Sediaan
2.5.1 Uji Organoleptis
Uji organoleptis dilakukan untuk melihat tampilan fisik dari suatu sediaan
dengan cara pengamatan yang meliputi bentuk, warna dan bau (4).
2.5.2 Uji pH
Uji pH dilakukan untuk melihat tingkat keasaman atau pun kebasaan
sediaan sabun cair. Hal tersebut karena sabun cair kontak langsung dengan kulit
dan dapat menimbulkan masalah apabila pH-nya tidak sesuai dengan pH kulit.
Menurut SNI, untuk pH sabun cair diperbolehkan antara 8-11 (4).
2.5.3 Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sediaan yang telah
dibuat homogen atau tidak (13).
2.5.4 Uji Tinggi Busa
Busa merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam
menentukan mutu produk-produk kosmetik, terutama sabun. Tujuan pengujian
busa adalah untuk melihat daya busa dari sabun cair (14).
2.5.5 Uji Iritasi
Pengamatan terhadap uji iritasi dilakukan untuk mengetahui apakah
sediaan tersebut dapat mengiritasi kulit atau tidak, dengan menimbulkan reaksi
tertentu seperti gatal, timbul bintik kemerahan atau ruam pada bagian kulit yang
di uji (15).
19
2.5.6 Uji Hedonik
Tujuan uji hedonik untuk mengetahui diantara produk tersebut yang lebih
disukai konsumen perlu dilakukan pengujian penerimaan konsumen. Pada uji
hedonik, panelis mengemukakan tanggapan pribadi yaitu tidak suka, kurang suka,
cukup suka, suka, sangat suka.
2.5.7 Uji Aktivitas Antibakteri
Dalam uji antibakteri, digunakan metode difusi agar. Metode ini
digunakan karena kesederhanaan teknik dan ketelitian, selain itu metode ini sering
digunakan untuk pengujian kepekaan antibiotik (4).
2.6 Bakteri
2.6.1 Pengertian Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniselular dan tidak mengandung
struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel-selnya secara khas,
berbentuk bola seperti batang atau spiral. Bakteri yang khas berdiameter sekitar
0,5 sampai 1,0 μm. Panjangnya 1,5 sampai 2,5 μm. Reproduksi terutama dengan
pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses aseksual. Beberapa dapat tumbuh
pada suhu 0 ˚C,ada yang tumbuh dengan baik pada sumber air panas yang
suhunya 90 ˚C (16).
2.6.2 Bakteri Patogen pada Kulit
Mikroba tidak hanya terdapat di lingkungan, tetapi juga menghuni tubuh
manusia. Mikroba yang secara alamiah menghuni tubuh manusia disebut flora
normal, atau mikrobiota. Selain itu flora normal juga disebut kumpulan
20
mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh manusia normal dan sehat.
Kebanyakan flora normal yang terdapat pada tubuh manusia adalah dari jenis
bakteri. Namun beberapa virus, jamur dan protozoa juga dapat ditemukan pada
orang sehat. Flora normal biasanya ditemukan pada bagian-bagian tubuh manusia
yang kontak langsung dengan lingkungan misalnya kulit, hidung, mulut, usus,
saluran urogenital, mata dan telinga.
Kebanyakan bakteri kulit di jumpai pada epitelium yang seakan-akan
bersisik (lapisan luar epidermis), membentuk koloni pada permukaan sel-sel mati.
Kebanyakan bakteri ini adalah spesies Staphylococcus dan sianobakteri aerobik.
Di dalam kelenjar lemak terdapat bakteri seperti Propionibacterium acnes,
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus (17).
2.6.3 Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram - Positif, kokus
berkelompok tidak teratur, koloni berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada
suhu 37 ˚C. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol,
berkilau, tidak menghasilkan pigmen, berwarna putih porselen sehingga
Staphylococcus epidermidis disebut Staphylococcus albus, koagulasi - negatif dan
tidak meragi manitol. Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput
lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya
berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan. Staphylococcus epidermidis
umumnya dapat menimbulkan penyakit pembengkakan (abses) seperti jerawat,
infeksi kulit, infeksi saluran kemih dan infeksi ginjal (17).
21
2.6.4 Klasifikasi
Menurut Lenny (2016), klasifikasi Staphylococcus epidermidis adalah
sebagai berikut :
Divisi : Eukariota
Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus epidermidis
2.6.5 Morfologi Staphylococcus epidermidis
Gambar 2.3 : Bakteri Staphylococcus epidermidis
Bakteri yang memiliki genus Staphylococcus ini mempunyai ciri‐ciri
morfologi yaitu warna koloni putih susu atau agak krem, bentuk koloni bulat,
tepian timbul, serta Sel bentuk bola, diameter 0,5‐1,5 μm dan bersifat anaerob
fakultatif. Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan infeksi kulit ringan
yang disertai dengan pembentukan abses. Staphylococcus epidermidis biotipe-1
dapat menyebabkan infeksi kronis pada manusia.
22
Bakteri Staphylococcus sp merupakan bakteri Gram positif, tidak berspora,
tidak motil, fakultatif anaerob, kemoorganotrofik, metil red positif, tumbuh
optimum pada suhu 30‐37 ˚C dan tumbuh baik pada NaCl 1‐7%, dengan dua
pernapasan dan metabolisme fermentatif. Koloni biasanya buram, bisa putih atau
krem dan kadang‐kadang merah bata. Bakteri Staphylococcus mudah tumbuh
pada berbagai macam‐macam media, bermetabolisme aktif dengan meragikan
karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang bervariasi mulai dari pigmen
berwarna putih sampai kuning tua (17).
Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Daya Hambat Bakteri
Diameter Zona Hambat Respon Hambat Bakteri
>20 mm Sangat kuat
10-20 mm Kuat
5-10 mm Sedang
<5 mm Lemah
(Sumber : Rahman, 2014)
2.6.6 Metode Pengujian Antibakteri
Dalam memilih metode pengujian, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, yaitu kenyamanan dari pelaksanaan penelitia, fleksibilitas penelitian
dan harga yang dikeluarkan untuk penelitian. Kegunaan uji antibakteri adalah
diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan efisien. Terdapat macam-
macam metode uji antimikroba seperti berikut (18).
23
2.6.6.1 Metode Difusi
1. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) untuk menentukan aktivitas
agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada
media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada
media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan
media agar.
2. E-test
Digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum inhibitory concentration)
atau KHM (kadar hambat minimum) yaitu konsentrasi minimal suatu agen
antimikroba untuk dapat menghambbat pertumbuhan mikroorganisme.
3. Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada
parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan Petri
pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6
macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba.
4. Cup-plate tecnique
Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media
agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut
diberi agen antimikroba yang akan diuji (18).
2.6.6.2 Metode Dilusi
1. Metode dilusi cair
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau kadar
24
hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration
atau kadar hambat bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan adalah
dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair
yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada
kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji
ditetapkan sebagai KHM.
2. Metode dilusi padat
Metode ini serupa dengan dilusi cair namun menggunakan mediapadat
(solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen anti mikroba
yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (18).
2.6.7 Kontrol Positif
Pada penelitian ini, kontrol positif yang akan digunakan yaitu sediaan
Sabun Cair Antibakteri Dettol Original. Sabun cair ini mempunyai keharuman dan
kesegaran cemara yang khas, formula pH-Balance, dapat membersihkan dan
melindungi dari kuman, kandungan bahan aktif yang efektif melindungi dari
kuman, busa yang melimpah menjaga kelembaban kulit, dan dengan kandungan
menthol yang menyejukkan.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini yang dilakukan secara eksperimental yaitu untuk
mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul, sebagai akibat dari adanya
perlakuan tertentu.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi dan Kesehatan Institut
Kesehatan Helvetia Medan dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret s/d September 2018.
3.3 PopulasidanSampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) yang masih muda yang diperoleh dari Gampong Dayah Kruet,
Kecamatan Meurah Dua, Kabupaten Pidie Jaya, Aceh.
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada daun belimbing wuluh.
26
3.4 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yaitu pengambilan sampel yang ditentukan sendiri oleh peneliti.
3.5 Diagram Alur Penelitian
Dipetik, kemudian dicuci
Dengan air mengalir.
Menggunakan
Etanol 70%
Gambar 3.1 : Diagram Alur Penelitian
3.6 InstrumenPenelitian
3.6.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah inkubator, oven, autoklaf,
rotary evaporator, timbangan analitik, penangas air, bunsen, erlenmeyer, beaker
glass, gelas ukur, jangka sorong, cawan porselin, cawan petri, tabung reaksi,
object glass, termometer, stik pH universal, mikropipet, batang pengaduk,
aluminium foil, gunting, korek api, penggaris, kawat ose, holder, kertas ubi,
Daun belimbing wuluh
Ditimbang
Dikeringkan
n
Sediaan sabun cair
Evaluasi sediaan
sabun cair
Uji aktivitas
antibakteri
Ekstraketanol daun
belimbing wuluh
Dimaserasi
27
benang jagung, kapas steril, label, tisu, kertas saring, kain flanel, pinset, dan pipet
tetes.
3.6.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun belimbing wuluh,
Minyak Zaitun, Kalium Hidroksida (KOH), Karboksil Metil Selulosa (CMC),
Sodium Lauril Sulfat (SLS), Asam Stearat, Butil Hidroksi Toluen (BHT),
Aquadest, Etanol 70%, Media Nutrient Agar, Larutan Nacl 0,9%, Sabun Cair
Antibakteri Dettol Original, biakan Staphylococcus epidermidis.
3.7 Prosedur Kerja
3.7.1 Prosedur Pembuatan Simplisia
1. Bahan baku dikumpulkan sebanyak 3 kg.
2. Kemudian dipisah dari rumput-rumputan atau kotoran yang menempel dan
bagian tanaman yang tidak diperlukan.
3. Selanjutnya dicuci untuk memisahkan kotoran yang melekat. Pencucian
dilakukan dengan menggunakan air mengalir.
4. Bahan dikeringkan untuk menurunkan kadar air, pengeringan dilakukan
dalam ruangan dengan cara dianginkan.
5. Sortasi kering dilakukan untuk memilih bagian tanaman yang rusak setelah
pengeringan.
6. Kemudian dihaluskan dan diayak, diperoleh serbuk kering simplisia
sebanyak 349 gram.
28
3.7.2 Prosedur Pembuatan Ekstrak Kental
1. Haluskan simplisia.
2. Masukkan 200 gram serbuk kering simplisia ke dalam wadah, kemudian
tambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 2000 ml.
3. Direndam selama 6 jam pertama sambil sesekali diaduk, kemudian
diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat dari endapannya dengan cara
disaring menggunakan kain flanel.
4. Ulangi proses penyarian dengan cara endapan ditambahkan pelarut etanol
70% sebanyak 1000 ml. Kemudian didiamkan 6 jam pertama, lalu
didiamkan selama 18 jam.
5. Pisahkan maserat dengan cara disaring menggunakan kain flannel.
6. Kemudian maserat diuapkan menggunakan rotary evaporator hingga
diperoleh ekstrak kental (19).
3.8 Skrining Fitokimia
1. Uji Saponin
Ekstrak etanol daun belimbing wuluh sebanyak 0,5 gram ditambahkan air
panas 0,5 ml dikocok selama 10 detik sampai menimbulkan busa,
kemudian ditambahkan HCl 1 tetes dan ditunggu selama 10 menit, apabila
busa tidak hilang maka ekstrak positif mengandung saponin.
29
2. Uji Flavonoid
Ekstrak etanol daun belimbing wuluh sebanyak 0,5 gram ditambahkan
sedikit serbuk magnesium (Mg), dan dikocok sampai tercampur,
selanjutnya ditambkan HCl. Hasil positif flavonoid ditandai dengan
terbentuknya warna orange, merah atau kuning.
3. Uji Tanin
Ekstrak etanol daun belimbing wuluh sebanyak 0,5 gram ditambahkan 10
ml aquadest lalu disaring tambahkan FeCl3. Hasil positif mengandung
tanin apabila terbentuk warna hijau kehitaman (20).
3.9 Formula Sediaan Sabun Cair
3.9.1 Formula AcuanSabunCair
Berdasarkan pembuatan sediaan sabun cair pada penelitian ini, yang
dikutip dari Stefanie (2017).
Tabel 3.1 Formula Acuan Sabun Cair
Bahan Basis Formula 5% Formula 10% Formula 15%
Ekstrak bunga
pacar air
0 2,5% 5% 7,5%
Minyak zaitun 15 ml 15 ml 15 ml 15 ml
KOH 8 ml 8 ml 8 ml 8 ml
CMC 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g
SLS 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g
Asam stearat 0,25 g 0,25 g 0,25 g 0,25 g
BHT 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0, 5 g
Pengaroma 1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
Aquadest Ad 50 ml Ad 50 ml Ad 50 ml Ad 50 ml
30
Tabel 3.2. Formula Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Daun Belimbing
Wuluh
Nama Bahan
Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Belimbing Wuluh
F0 F1 F2 F3
Ekstrak etanol daun
belimbing wuluh - 7,5% 10% 12,5%
Minyak zaitun 30 ml 30 ml 30 ml 30 ml
KOH 16 ml 16 ml 16 ml 16 ml
CMC 1 g 1 g 1 g 1 g
SLS 1 g 1 g 1 g 1 g
Asam stearat 0,5 g 0,5 g 0,5 g 0,5 g
BHT 1 g 1 g 1 g 1 g
Aquadest Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml Ad 100 ml
*Keterangan :F0 (Blanko)
F1 (Sediaan sabun cair ekstrak etanol daun belimbing wuluh7,5%)
F2 (Sediaan sabun cair ekstrak etanol daun belimbing wuluh 10%)
F3 (Sediaan sabun cair ekstrak etanol daun belimbing wuluh12,5%
3.9.2 Prosedur Pembuatan Sediaan Sabun Cair
1. Timbang semua bahan yang akan digunakan.
2. Masukkan CMC kedalam cawan porselin, lalu tambahkan air panas,
kemudian diamkan sampai mengembang.
3. Masukkan minyak zaitun kedalam beaker glass, kemudian tambahkan
dengan KOH sedikit demi sedikit sambil terus dipanaskan diatas penangas
airpada suhu 50˚C hingga terbentuk pasta sabun.
4. Kemudian tambahkan sebagian akuades kedalam pasta sabun, lalu
masukkan CMC yang sudah dikembangkan terlebih dahulu di dalam
cawan porselin, kemudian aduk hingga homogen.
5. Masukkan asam stearat, aduk. Tambahkan SLS, aduk hingga homogen.
Tambahkan BHT aduk hingga homogen. Lalu masukkan ekstrak daun
31
belimbing wuluh, gerus ad homogen. Kemudian tambahkan sisa akuades
hingga 100 ml aduk hingga homogen.
6. Masukkan kedalam wadah bersih yang tertutup rapat (4).
3.10 Evaluasi Sediaan Sabun Cair
3.10.1 Uji Organoleptis
Sediaan sabun cair akan diamati secara kasat mata untuk mengetahui
perubahan bentuk, warna, dan bau dari sabun cair yang dibuat. Menurut SNI,
standar sabun cair yang ideal yaitu memiliki bentuk cair, serta bau dan warna
yang khas (4).
Tabel 3.3 Uji Organoleptis
FORMULA HARI
PENGAMATAN
PENGAMATAN
BENTUK BAU WARNA
F0
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
F1
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
F2
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
F3
Hari ke 0
Hari ke 7
Hari ke 14
32
3.10.2 Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas dilakukan dengan cara tiap formula sabun cair
ditimbang sebanyak 0,1 ml. Diletakkan pada object glass, kemudian diamati (21).
Tabel 3.4 Uji Homogenitas
Pengamatan Sediaan Lama Pengamatan (H / TH)
Hari 1 Hari 7 Hari 14
Homogenitas
F0
F1
F2
F3
*Keterangan : H : Homogen
TH : Tidak Homogen
3.10.3 Uji pH
Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH universal.
Sebanyak 1 gram sabun cair diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml.
Dimasukkan stik pH universal kedalam larutan sabun yang telah dibuat.
Tabel 3.5 Uji pH
Pengamatan Sediaan Lama Pengamatan
Hari 1 Hari 7 Hari 14
Ph
F0
F1
F2
F3
33
3.10.4 Uji Tinggi Busa
Sampel ditimbang sebanyak 1 g, dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan aquades sampai 10 ml, dikocok dengan membolak-
balikkan tabung reaksi, lalu segera diukur tinggi busa yang dihasilkan. Lalu,
tabung didiamkan selama 5 menit, kemudian diukur lagi tinggi busa yang
dihasilkan setelah 5 menit.
Berdasarkan SNI, syarat tinggi busa dari sabun cair yaitu 13-220 mm (22).
Tabel 3.6 Hasil Pengujian Tinggi Busa Sabun Cair
Pengamatan Sediaan Hasil Pengukuran
Tinggi Busa
F0
F1
F2
F3
3.10.5 Uji Iritasi
Uji iritasi dilakukan pada 10 sukarelawan uji pada wanita yang masing-
masing ditempelkan bahan uji yaitu F0 (Tanpa ekstrak), F1 (10% ekstrak etanol
daun belimbing wuluh), F2 (15% ekstrak etanol daun belimbing wuluh) dan F3
(20% ekstrak etanol daun belimbing wuluh). Sediaan sabun cair dioleskan
dibelakang telinga sukarelawan kemudian dibiarkan selama 24 jam. Lihat
perubahan yang terjadi, berupa iritasi yaitu kulit menjadi kasar, gatal, dan
kemerahan (15).
34
Tabel 3.7 Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan
Pengamatan
Iritasi Sediaan
Sukarelawan (+/-)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kulit
kemerahan
F0
F1
F2
F3
Kulit kasar
F0
F1
F2
F3
Kulit gatal
F0
F1
F2
F3
Keterangan : ( + ) : terjadi iritasi
( - ) : tidak terjadi iritasi
3.10.6 Uji Kesukaan
Uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan konsumen produk
sabun cair antibakteri terhadap 3 sediaan dengan konsentrasi ekstrak etanol daun
belimbing wuluh yang berbeda-beda. Dari hasil uji penerimaan konsumen sabun
cair antibakteri terhadap 3 sediaan ini didapatkan konsentrasi sabun cair ekstrak
etanol daun belimbing wuluh yang diterima oleh konsumen atau panelis. Pada
uji ini digunakan panelis sebanyak 24 orang, panelis diminta untuk
mengungkapkan kesan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan suatu
produk sabun cair antibakteri dengan skala kesukaan. Parameter yang dinilai yaitu
bentuk, aroma dan warna sediaan sabun cair. Form pengisian kuisioner uji
hedonik dapat dilihat pada Lampiran 21.
35
3.11 Uji Antibakteri
3.11.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang digunakan untuk uji antibakteri dicuci dengan air bersih,
kemudian dibungkus menggunakan kertas. Lalu dilakukan sterilisasi dengan
autoklaf pada suhu 121 ˚C selama 15 menit untuk alat dan bahan yang tidak tahan
pemanasan. Sedangkan alat-alat gelas dimasukkan kedalam oven kemudian
disterilkan pada suhu 160˚C –170˚C selama 1-2 jam.
3.11.2 Pembuatan Media Agar
1. Timbang Nutrient Agar (NA) sebanyak 5 g.
2. Larutkan dengan 250 ml aquades dengan cara di masak didalam
erlenmeyer dan homogenkan.
3. Kemudian tutup erlenmeyer dengan rapat menggunakan kapas yang
dilapisi kertas lalu ikat dengan tali.
4. Sterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121-124˚C.
5. Setelah itu biarkan dingin, media agar siap digunakan untuk
pembuatan media pembiakan bakteri dan media pertumbuhan bakteri
(12).
3.11.3 Pembiakan bakteri Staphylococcus epidermidis
1. Ambil satu biakan bakteri Staphylococcus epidermidis menggunakan
kawat ose steril.
36
2. Kemudian digores pada media nutrient agar miring.
3. Simpan dalam incubator pada suhu 37˚C selama 24 jam (2).
3.11.4 Pembuatan Suspensi Bakteri
Ambil biakan bakteri Staphylococcus epidermidis dari media NA (Nutrien
Agar) miring menggunakan kawat ose dan masukkan kedalam tabung reaksi yang
berisi NaCl 0,9% sebanyak 10 ml, aduk hingga homogen (2).
3.11.5 Uji Aktivitas Antibakteri
1. Siapkan cawan petri yang sudah disterilkan dalam oven.
2. Masukkan 0,1 ml suspensi bakteri kedalam cawan petri.
3. Tambahkan media NA sebanyak 20 ml, aduk ad homogen membentuk
angka delapan. Dibiarkan memadat.
4. Kemudian dibuat lubang sumuran menggunakan (pencadang logam).
5. Selanjutnya diteteskan sediaan menggunakan mikropipet sebanyak 0,05
ml kedalam sumuran.
6. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35–37˚C dan diukur diameter
daerah hambatan (zona jernih) yang terbentuk (12).
3.12 Analisa Data
Analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian di Laboratorium diolah
dengan menggunakan statistik program SPSS 17.0 Uji One Way Anova yaitu
analisis komparatif lebih dari dua variabel atau lebih dari dua rata-rata. Sampel
dilakukan dengan 5 perlakuan 3 kali pengulangan. Perlakuan berupa sabun cair
dettol sebagai kontrol positif, sabun cair tanpa mengandung ekstrak sebagai
37
kontrol negatif, dan sabun cair ekstrak daun belimbing wuluh 7,5%, 10% dan
12,5%.