BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai Negara yang sedang bergerak menjadi Negara maju atau
berkembang semakin mengalami masalah yang timbul dalam fenomena
masyarakatnya. Masalah yang seringkali muncul pada negara yang sedang
berkembang saat ini diantaranya adalah masalah ekonomi rakyatnya yang kurang
mencapai kesejahteraan yang menjadi batasan suatu Negara untuk dinyatakan
sebagai negara yang berkembang. Namun, sebagai orang yang sudah dapat
dikategorikan sebagai orang mampu juga mempengaruhi pergerakan suatu
Negara dalam mencapai kemajuan. Ada beberapa hal unik yang dimiliki oleh
beberapa orang yang dapat dikategorikan sebagai orang mampu tersebut,
diantaranya adalah :
1. Tidak ingin diajak untuk susah
2. Ingin segalanya serba cepat.
Dalam memenuhi keinginan dari orang tersebut banyak badan usaha yang
mulai berkembang untuk memenuhi bisnis yang menguntungkan dan serba cepat
tersebut. Saat ini sudah mulai bermunculan perdagangan bebas yang merupakan
konsep ekonomi yang mengacu kepada perdagangan antar negara tanpa pajak
export import atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas juga dapat
didefinisikan sebagai suatu perdagangan dengan tidak adanya hambatan buatan
(hambatan yang diterapkan oleh pemerintah) dalam perdagangan antar individu
dan perusahaan yang berada di Negara yang berbeda. Perdagangan internasional
sering dibatasi oleh pajak Negara, biaya tambahan yang diterapkan pada barang
ekspor-impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori, semua
hambatan inilah yang dihindari oleh perdagangan bebas. Namun pada
kenyataannya, perjanjian perdagangan yang didukung oleh para penganut
perdagangan bebas inilah yang justru sebenarnya menciptakan halangan baru.
Perjanjian itulah yang sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan –
perusahaan besar.
Dalam menghadapi era perdagangan bebas dan sejalan dengan
kesepakatan Indonesia dalam WTO, APEC, dan AFTA serta paket reformasi 15
januari 1998, pemerintah Indonesia telah mengurangi campur tangan di bidang
tata niaga komoditi dan menyerahkannya pada mekanisme pasar. Semakin tinggi
taraf hidup serta kesejahteraan yang dimiliki oleh seseorang maka dari itu makin
besar kemungkinan orang tersebut untuk memikirkan kelangsungan hidupnya,
dalam arti orang tersebut menerapkan pola hidup yang Future Oriented1. Hal ini
dilakukan misalnya dengan menyisihkan sebagian dari pendapatannya saat ini
untuk bekal masa depannya. Prinsip bahwa dollar saat ini tidak sama dengan
dollar yang ada dimasa yang akan datang, kegiatan dengan melakukan penyisihan
pendapatan, dengan adanya harapan nilai uang tersebut meningkat di kemudian
hari dikenal dengan istilah investasi.
Investasi terjadi karena adanya keinginan unutuk menambah maupun
hanya sekedar mempertahankan nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan investasi
1 Jasso Winarto, 1997, Pasar Modal Indonesia: Retrospeksi Lima Tahun Swastanisasi
BEJ, Pustaka Sinar Harapan Jakarta h. 32
sendiri tidak hanya terdiri kegiatan ekonomi, namun dari bermacam- macam,
seperti kegiatan bersekolah yang dilakukan dari taman kanak-kanak hingga saat
ini penulis menjalani perkuliahan merupakan suatu bentuk investasi tersendiri
bagi penulis kelak untuk kehidupan masa depannya nanti. Investasi yang saat ini
dibahas adalah mengenai investasi keuangan (financial investment). Investasi
keuangan ini dapat dilakukan di pasar keuangan (financial market) yang pada
umumnya dibagi menjadi dua, yaitu pasar modal dan pasar uang.
Di dalam pasar modal (capital market) terdapat ajang penjual-belian surat
berharga jangka panjang seperti saham dan obligasi. Pasar modal Indonesia
terutama bagi dunia usaha, menawarkan suatu alternatif pembiayaan yang
menarik dimana ia berperan sebagai pihak yang menjembatani antar pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana dan ingin
menginvestasikannya. Pasar modal sendiri memberikan berbagai model investasi
mulai dari yang relatif tinggi resikonya sampai pada pilihan-pilihan investasi yang
beresiko rendah. Alternatif yang semula terbatas pada saham dan obligasi, kini
menjadi semakin beragam dengan adanya portofolio yang merupakan cikal bakal
terbentuknya reksadana.
Dalam perekonomian Indonesia, salah satu bidang yang cukup menonjol
adalah dalam bidang perdagangan yang mencakup tiga kegiatan pokok yaitu
produksi, distribusi, dan konsumsi. Dahulu perdagangan biasanya dilakukan
secara langsung, artinya langsung dilakukan pertukaran barang antara penjual
dengan pembeli. Oleh karena perdagangan yang berkembang begitu pesat,
beberapa Negara kemudian mempelajarinya agar mendapatkan model
perdagangan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan perekonomiannya.
Salah satunya adalah dengan investasi.
Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau
menginvestasikan modal atau uang.2 Investasi secara harfiah diartikan sebagai
aktifitas atau kegiatan penanaman modal, investasi memiliki pengetian yang lebih
luas karena dapat mencakup baik investasi langsung (direct investment) maupun
tidak langsung (portofolio investment), sedangkan penanaman modal lebih
memiliki arti yang cenderung kepada investasi langsung.
Menurut Ana rokhmatussa‟dyah dan suratman di dalam bukunya yang
berjudul “hukum investasi dan pasar modal” disebutkan bahwa :
Secara umum investasi atau penanaman modal dapat diartikan sebagai
suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person)
maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan
dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai
(cash money), peralatan (equipment), asset tidak bergerak, hak atas
kekayaan intelektual, maupun keahlian. 3
investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang yang
melakukan investasi atau penanaman modal. Kegiatan investasi di Indonesia saat
ini semakin berkembang seiring dengan perkembangan perekonomian di dunia,
salah satunya adalah dengan melalui perdagangan berjangka komoditi.
Pada pasal 1 angka 1 dan angka 2 undang-undang no. 32 tahun 1997
tentang perdagangan berjangka komoditi (yang selanjutnya disebut dengan UU
perdagangan berjangka komoditi) disebutkan bahwa :
Perdagangan berjangka komoditi, yang selanjutnya disebut perdagangan
berjangka, adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan jual beli komoditi
2 Ana Rokhmatussa‟dyah dan Suratman, 2009, Hukum Investasi & Pasar Modal, sinar
grafika, Jakarta, hal. 3, (selanjutnya disebut Ana Rokhmatussa‟dyah I) 3 Ana Rokhmatussa‟dyah dan Suratman, 2009, Hukum Investasi & Pasar Modal, sinar
grafika, Jakarta, hal. 3. (selanjutnya disebut Ana Rokhmatussa‟dyah II)
dengan penyerahan kemudian berdasarkan kontrak berjangka dan opsi atas
kontra berjangka. Sedangkan komoditi merupakan barang dagangan yang
menjadi subjek kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa
berjangka.
Perdagangan berjangka komoditi merupakan salah satu solusi pasar yang
cukup menjanjikan dewasa ini ditengah derasnya tawaran ladang investasi yang
menjanjikan keuntungan menggiurkan lainnya. Perdagangan berjangka komoditi
menjadi salah satu sarana perdagangan yang dapat dimanfaatkan dunia usaha
untuk meraih keuntungan yang lebih besar lagi melalui transaksi yang dilakukan
dalam pasar yang terorganisir.
Keberadaan bursa komoditi di Indonesia diawali terjadinya berbagai kasus
penipuan pada tahun 1970-an yang dilakukan beberapa perusahaan komisioner
yang menjalankan kegiatan penyaluran amanat kontrak berjangka komoditi dari
nasabah di dalam negeri ke bursa berjangka di luar negeri.
Ketika itu perusahaan komisioner pada praktiknya tidak melakukan
penyaluran amanat dari nasabah tersebut ke bursa komoditi luar negeri
bahkan lebih parah lagi banyak nasabah yang dananya dilarikan oleh
perusahaan komisioner. Akibat keadaan tersebut, pada tahun 1977 menteri
perdagangan pada saat itu melarang kegiatan perdagangan berjangka
komoditi dengan penyerahan kemudian.4
Peran perdagangan berjangka yang diharapkan mampu untuk menunjang
perekonomian pada umumnya, pada tahun 1982 pemerintah mengeluarkan aturan
tentang perdagangan berjangka yaitu peraturan pemerintah nomor 35 tahun 1982
tentang bursa komoditi, yang diikuti dengan keluarnya keputusan presiden nomor
80 tahun 1982 tentang pendirian dan pokok-pokok organisasi bursa komoditi.5
Dan pada waktu itu pengawasan perdagangan komoditi dilakukan oleh badan
4 Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi, Pengantar dan Peraturan, hal. 19. 5 Ibid, hal. 19-20
pelaksana bursa komoditi (Bapebti) yang berada dibawah kewenangan
departemen perdagangan pada saat itu.
Dalam pelaksanaannya, perdagangan berjangka komoditi tentunya
memiliki landasan materiilnya yaitu Undang- Undang Nomor 32 Tahun 1997
Tentang Perdagangan Berjangka Komoditi dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang
Perdagangan Berjangka Komoditi, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka
Komoditi. Peraturan-peraturan tersebut dibuat dalam rangka menghadapi era
globalisasi dan perdagangan bebas yang penuh dengan persaingan, perdagangan
berjangka komoditi sebagai sarana pengelola resiko harga serta tempat
pembentukan harga yang efektif dan transparan mempunyai peranan strategis
dalam mewujudkan system perdagangan nasional yang efektif dan efisien, selain
itu bahwa agar perdagangan berjangka komoditi yang bertujuan meningkatkan
kegiatan usaha komoditi dapat terselenggara secara teratur, wajar, efisien, efektif
dan terlindungnya masyarakat dari tindakan yang merugikan serta memberikan
kepastian hukum kepada semua pihak yang melakukan kegiatan perdagangan
berjangka komoditi.
Tidak dapat ditutupi bahwa dalam berinvestasi tentunya memiliki resiko
yang tinggi tergantung pada jenis investasi tersebut dan pengetahuan para pihak
yang terlibat dalam investasi tersebut, sama halnya dengan kegiatan perdagangan
berjangka komoditi yang dapat memberikan keuntungan yang sangat besar bagi
para pihak, namun memiliki tingkatan resiko yang sangat tinggi juga. Atau
dengan kata lain, perdagangan berjangka komoditi merupakan alternatif
berinvestasi dengan High Risk High Return.
Ada dua fungsi utama dari perdagangan berjangka, yaitu :
1. Sebagai sarana pengelola resiko melalui kegiatan lindung nilai
(Hedging)
2. Sebagai sarana pembentukan harga ( price discovery )6
Kegunaan lindung nilai adalah untuk meminimalkan resiko perubahan
harga akibat perubahan permintaan dan penawaran. Pada dasarnya harga komoditi
primer sering berfluktasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit
dikuasai seperti kelainan musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan
lindung nilai menggunakan kontrak berjangka, mereka dapat mengurangi sekecil
mungkin dampak (resiko) yang diakibatkan gejolak harga tersebut.
Dengan memanfaatkan kontrak berjangka, produsen komoditi dapat
menjual komoditi yang baru akan mereka panen beberapa bulan kemudian pada
harga yang telah dipastikan sekarang (sebelum panen). Dengan demikian mereka
dapat memperoleh jaminan harga sehingga tidak terpengaruh oleh kenaikan
maupun penurunan harga jual di pasar tunai. Manfaat yang sama juga dapat
diperoleh pihak lain seperti eksportir yang harus melakukan pembelian komoditi
di masa yang akan datang, pada saat harus memenuhi kontraknya dengan pembeli
di luar negeri, atau pengolah yang harus melakukan pembeleian komoditi secara
berkesinambungan.
6 Anang Rokhmatussa „dyah, 2011, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta, hal. 15 (selanjutnya disebut Ana Rokhmatussa‟dyah III)
fungsi sebagai sarana pembentukan harga bertujuan untuk membentuk
kesepakatan antara penjual dan pembeli pada harga tertentu dan syarat jual beli
yang tertentu pula. Selain itu juga sebagai sarana pembentukan harga yang
transparan dan wajar, yang mencerminkan kondisi pasokan dan permintaan yang
sebenarnya dari komoditi yang diperdagangkan. Hal ini dimungkinkan karena
transaksi hanya dilakukan oleh atau melalui anggota bursa, mewakili nasabah atau
dirinya sendiri, yang berarti antara pembeli dan penjual kontrak berjangka tidak
saling kenal atau mengetahui secara langsung. Harga terjadi di bursa umumnya
dijadikan harga acuan (reference price) oleh dunia usaha, termasuk petani dan
produsen/ pengusaha kecil, untuk melakukan transaksi di pasar fisik.
fungsi lainnya adalah sebagai alternatif investasi dimana para investor
dapat menginvestasikan dananya dan mendapatkan keuntungan dari perubahan
harga, baik harga naik maupun harga turun. Disamping fungsi-fungsi yang telah
disebutkan tadi. Perdagangan berjangka juga memberi beberapa memanfaatkan
ekonomi seperti :
“1. Penyediaan lapangan kerja
2. Peningkatan penerimaan devisa
3. Kepastian usaha”7
Dalam pelaksanaannya, tentu para pihak yang terkait di dalam kegiatan
perdagangan berjangka tersebut mengharapkan hasil yang terbaik, namun hingga
kini masih terdapat berbagai kendala, meskipun telah ada peraturan yang
mengatur kegiatan ini. Dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi
7 Ibid
maka semakin maju juga kejahatan, dan hal yang sama juga terjadi di bursa
berjangka. Sebagai lembaga investasi yang baru dimana belum semua masyarakat
mengetahuinya, rata-rata kejahatan yang terjadi selain lemahnya penegakan
hukum yaitu belum taatnya para pialang dan pedagang berjangka terhadap
ketentuan investasi yang dibuat oleh pemerintah bersama dewan perwakilan
rakyat melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi Dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 Tentang
Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi juga disebabkan oleh kurang
jelinya investor terhadap investasi yang dilakukannya. Salah satunya adalah
tentang perjanjian investasi yang dibuatnya dengan pihak pedagang atau pialang
berjangka (yang biasanya berbentuk perseroan terbatas atau dikenal dengan istilah
perusahaan trading (perusahaan pialang berjangka).
Setiap transaksi bursa berjangka tidak dapat dilakukan secara langsung
oleh investor dan hanya dapat dilakukan melalui perantara yaitu pedagang dan
pialang berjangka. Dengan demikian investor harus memilih pedagang atau
pialang berjangka untuk melaksanakan investasinya pada bursa berjangka.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi antara lain mengatur pengertian Komoditi, Perdagangan
Berjangka Komoditi, dan Kontrak berjangka, Kontrak Derivatif Syariah, dan/atau
Kontrak Derivatif lainnya, praktik Perdagangan Berjangka di luar bursa, sanksi
pidana terhadap praktik kegiatan promosi, rekrutmen, pelatihan, seminar oleh
pihak-pihak yang tidak memiliki izin dari Bappebti (ilegal), demutualisasi Bursa
berjangka, Asosiasi Industri Perdagangan Berjangka, dan transaksi Perdagangan
Berjangka melalui elektronik.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam
bentuk skripsi berjudul : “PENGAWASAN PERDAGANGAN BERJANGKA
KOMODITI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 2011
TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN
1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
beberapa masalah, antara lain
1. Bagaimana efektifitas pengawasan Bappebti terhadap pelaksanaan
perdagangan berjangka komoditi ?
2. Bagaimana upaya-upaya penyelesaian masalah terhadap pelaksanaan
perdagangan berjangka komoditi ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari pokok
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini dan untuk
mempermudah didalam pemahamanannya maka perlu pembatasan pembahasan
masalah.
Ruang lingkup pembahasan skripsi ini adalah meliputi efektifitas
pengaturan, pengembangan, pembinaan dan pengawasan kegiatan perdagangan
berjangka yang dilakukan oleh Bappebti dan upaya-upaya yang dilakukan dalam
menyelesaikan masalah terhadap pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini menyangkut tujuan yang bersifat umum dan
bersifat khusus, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Tujuan umum
1. Untuk memahami sejauh mana perkembangan pengetahuan hukum
khususnya hukum dagang.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya penyelesaian masalah terhadap
pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apakah pengawasan kegiatan perdagangan
berjangka yang dilakukan oleh Bappebti sudah sesuai dengan Undang-
undang No. 10 tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang No.
32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan bappeti dalam
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan
perdagangan berjangka komoditi.
1.5. Manfaat Penelitian
Dengan penulisan ini, diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dipakai sebagai sumbangan
pemikiran dalam hal perdagangan berjangka komoditi.
2. Disamping itu hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai sumbangan
pemikiran mengenai akibat hukum apabila pengaturan, pengembangan,
pengawasan yang dilakukan oleh Bappebti tidak berjalan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Manfaat Praktis
1. Secara praktis diharapakan hasil penelitian ini dapat dipakai di
lembaga dalam hal ini universitas Udayana khsuusnya Fakultas
Hukum dapat dipakai sebagai bahan referensi di dalam memecahkan
permasalahan tentang perdagangan komoditi.
2. Kepada masyarakat hasil penelitian ini agar dapat bermanfaat sebagai
bahan pertimbangan bila ada masalah yang berkaitan dengan
perdagangan komoditi terutama jika terlibat sengketa.
1.6. Landasan Teoritis
Salah satu tugas utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat melalui peningkatan dan pemberdayaan ekonomi nasional. Kesejahteraan
masyarakat akan meningkat apabila tingkat pendapatan mereka meningkat. Hal itu
secara tegas dan inheren dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Negera Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dan pasal 33 UUD 1945,
bahwa bumi dan air dan segala isinya diupayakan sedemikian rupa untuk
kemakmuran Rakyat Indonesia.
Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan
meningkatkan kegiatan di sektor perdagangan. Perdagangan Internasional yang
dalam hal ini kegiatan ekspor ditunjukan untuk mendapatkan devisa yang akan
dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menunjang pembangunan suatu negara.
Peningkatan dibidang perdagangan sebagai sarana untuk meningkatkan
kesejahtraan rakyat merupakan tolak ukur utama untuk kemajuan suatu negara.
Dewasa ini perdagangan tidak hanya dilakukan dengan cara perdagangan biasa,
seperti ekspor, impor dan perdagangan dalam negeri, tetapi jauh lebih luas dari
pada itu, yaitu dengan perdagangan berjangka komoditi.
Dalam area globalisasi dan liberalisasi yang saat ini berlangsung sangat
cepat telah mengakibatkan terjadinya persaingan yang makin tajam di dunia
diiringi dengan terjadinya resiko yang sering dialami oleh para pelaku usaha
adalah resiko pada mata rantai pemasaran, harga, produksi, distribusi dan
pengolahan. Dari semua resiko tersebut, yang paling sulit diperkirakan adalah
resiko akibat terjadinya fluktuasi harga, khususnya harga dibidang komoditi.
Di dalam penjelasan atas Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan
Berjangaka Komoditi menegaskan :
Indonesia sangat beruntung sebagai salah satu negara penghasil komoditi
dunia yang memiliki manfaat ekonomi yang tinggi karena sebagaian besar
hasilnya dijual kepasar internasional (Exspor). Sebagai ilustrasi, komoditi
utama dunia yang dihasilan oleh Indonesia seperti kopi, karet, minyak
kelapa sawit, olein, timah, batu bara, emas, rumput laut, hasil hutan, dan
alumunium. Sebagai negara penghasil komoditi, resiko yang mungkin
terjadi sebagaimana yang dijelaskan di atas perlu diatasi dengan instrumen
yang disebut sebagai perdangan berjangka. Fungsi ekonomi perdagangan
berjangka adalah sebagai sarana lindung nilai (hedging) serta sarana
penciptaan harga (price decovery) sebagai harga rujukan (reference of
price) yang transparan yang menjadi acuan harga dunia. Dengan
perdangan berjangka tersebut, resiko yang merugikan para pelaku usaha
khususnya petani kecil dapat terlindungi.
Peraturan perundang-undangan, baik yang tingkatannya lebih rendah
maupun yang lebih tinggi bertujuan agar masyarakat maupun aparatur penegak
hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa membedakan antara
masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Semua orang dipandang
sama dihadapan hukum (equality before the law). Namun dalam realitasnya
peraturan perundang-undangan yang ditetapkan tersebut sering dilanggar,
sehingga aturan itu tidak berlaku efektif. Tidak efektifnya undang-undang bisa
disebabkan karena undang-undangnya kabur atau tidak jelas, aparatnya tidak
konsisten dan atau masyarakatnya tidak mendukung pelaksanaan dari undang-
undang tersebut. apabila undang-undang itu dilaksanakan dengan baik, maka
undang-undang itu dikatakan efektif. Dikatakan efektif karena bunyi undang-
undangnya jelas dan tidak perlu ada penafsiran, aparat yang menegakkan hukum
secara konsisten dan masyarakat yang terkena aturan tersebut sangat
mendukungnya. Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang hal itu, yaitu teori
efektifitas hukum.
Istilah efektifitas hukum berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu
effectiveness of the legal theory, bahasa Belanda disebut dengan, effectiviteit van
de juridische theorie, bahasa Jermannya yaitu, wirksamkiet der rechtlichem
theorie. Ada tiga suku kata yang terkandung dalam teori efektifitas hukum, yaitu
teori, efektifitas, dan hukum. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada dua
istilah yang berkaitan dengan efektifitas, yaitu efektif dan keefektifan. Efektif
artinya (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), (2) manjur atau
mujarab, (3) dapat membawa hasil, berhasil guna (tentang usaha, tindakan), (4)
mulai berlaku (tentang undang-undang, peraturan). Keefektifan artinya (1)
keadaan berpengaruh, hak berkesan, (2) kemanjuran; kemujaraban, (3)
keberhasilan (usaha, tindakan), dan (4) hal mulai berlakunya (undang-undang,
peraturan).8
Hans Kelsen menyajikan definisi tentang efektivitas hukum. Efektivitas
hukum adalah :
Apakah orang-orang pada kenyataanya berbuat menurut suatu cara untuk
menghindari sanksi yang diancamkan oleh norma hukum atau bukan, dan
apakah sanksi tersebut benar-benar dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi
atau tidak terpenuhi9
Konsep efektivitas dalam definisi Hans Kelsen difokuskan pada subyek
dan sanksi. Subyek yang melaksanakannya, yaitu orang-orang atau badan hukum.
Orang-orang tersebut harus melaksanakan hukum sesuai dengan bunyinya norma
hukum. Bagi orang-orang yang dikenai sanksi hukum, maka sanksi hukum benar-
benar dilaksanakan atau tidak.
Hukum diartikan norma hukum, baik yang tertulis maupun norma hukum
yang tidak tertulis. Norma hukum tertulis merupakan norma hukum yang
ditetapkan oleh lembaga yang berwenang untuk itu. Lembaga yang berwenang
8 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, h. 219 9 Hans Kelsen, 2006, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, Nusa Media, Bandung,
h.39
untuk itu, yaitu DPR RI dengan persetujuan bersama Presiden RI. Sedangkan
norma hukum tidak tertulis merupakan norma hukum yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat adat.
Anthomy Allot mengemukakan tentang efektifitas hukum. Ia
mengemukakan bahwa :
“Hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya
dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat
menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat
membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegagalan,
maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi
keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana
baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelesaikannya.”10
Konsep Anthony Allot tentang efektivitas hukum difokuskan pada
perwujudannya. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang
dirancang dapat diwujudkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Kedua pandangan diatas, hanya menyajikan tentang konsep efektifitas
hukum, namun tidak mengkaji tentang konsep teori efektifitas hukum. Dengan
memperhatikan terhadap kedua pandangan diatas, maka dapat dikemukakan
konsep tentang teori efektivitas hukum. Teori efektivitas hukum adalah :
“Teori yang mengkaji dan menganalisis tentang keberhasilan, kegagalan,
dan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pelaksanaan dan penerapan hukum.”
Ada tiga fokus kajian teori efektivitas hukum, yang meliputi :
“1. Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum;
2. Kegagalan pelaksanaanya; dan
10
Feliks Thadeus Liwupung, 2003, Eksistensi dan Efektivitas Fungsi Du’a Mo’ang, Nusa
Media, Bandung, h.25
3. Faktor-faktor yang mempengaruhinya”11
Keberhasilan dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa hukum yang dibuat
telah tercapai maksudnya. Maksud dari norma hukum adalah mengatur
kepentingan manusia. Apabila norma hukum itu ditaati dan dilaksanakan oleh
masyarakat maupun penegak hukum, maka pelaksanaan hukum itu dikatakan
efektif atau berhasil dalam inmplementasinya.
Dapat dilihat dalam masyarakat yang telah secara sadar telah menyetorkan
kewajiban pajaknya kepada Negara (100%), termasuk masyarkat yang berdagang
berjangka komoditi.
Kegagalan di dalam pelaksanaan hukum adalah bahwa ketentuan-
ketentuan hukum yang telah ditetapkan tidak mencapai maksudnya atau tidak
berhasil didalam implementasinya. Hal ini, dapat dicontohkan bahwa Ijin Usaha
Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota tidak dapat
dilaksanakan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan baik, karena
selalu mendapat perlawanan dari masyarakat setempat.
Faktor yang mempengaruhi adalah hal-hal yang ikut menyebabkan atau
berpengaruh didalam pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut. faktor-faktor
yang mempengaruhi dapat dikaji dari :
1. Aspek keberhasilannya; dan
2. Aspek kegagalannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan itu, meliputi substansi
hukum, struktur, budaya, dan fasilitasnya. Norma hukum dikatakan berhasil atau
11
Ibid
efektif. Apabila norma itu ditaati dan dilaksanakan oleh masyarakat maupun
aparatur penegak hukum itu sendiri. Hal ini, dapat dicontohkan pelaksanaan
hukum yang berhasil yaitu masyarakat telah melaksanakan kewajiban
perdagangan berjangka komoditi sesuai dengan undang-undang yaitu Undang-
undang No. 10 Tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang No. 32 tahun
1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan di dalam pelaksanaan
hukum adalah karena norma hukum yang kabur atau tidak jelas, aparatur hukum
yang korup, atau masyarakat yang tidak sadar atau taat kepada hukum atau
fasilitas yang tersedia untuk mendukung pelaksaan hukum itu sangat minim. Hal
ini dapat dilihat pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi.
Komoditi adalah suatu benda nyata yang relative mudah diperdagangkan,
dapat diserahkan secara fisik, dapat disimpan untuk suatu jangka waktu tertentu
dan dapat dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang sama, yang
biasanya dapat dibeli atau dijual oleh investor melalui bursa berjangka. Secara
lebih umum, komoditas adalah suatu produk yang diperdagangkan termasuk
valuta asing, instrument keuangan dan indeks.
Pasal 1 angka 4 UU No. 10 Tahun 2011 tentang perdagangan berjangka
komoditi menyebutkan bahwa
Kontrak berjangka adalah suatu bentuk kontrak standar untuk membeli
atau menjual komoditi dalam jumlah, mutu, jenis, tempat, dan waktu
penyerahan di kemudian hari yang telah ditetapkan, dan termasuk dalam
pengertian kontrak berjangka ini adalah opsi atas kontrak berjangka.
Kontrak berjangka atau juga dikenal dengan sebutan futures contract
dalam dunia keuangan merupakan suatu kontrak standar yang diperdagangkan
pada bursa berjangka, untuk membeli ataupun menjual asset acuan dari instrument
keuangan pada suatu tanggal dimasa yang akan datang, dengan harga tertentu.
Tanggal di masa yang akan datang tersebut disebut dengan istilah tanggal
penyerahan atau juga dikenal dengan istilah delivery date atau tanggal
penyelesaian akhir (final settlement date). Harga tertentu disebut dengan istilah
harga kontrak berjangka (futures price). Harga dari set acuan pada saat tanggal
penyerahan disebut dengan istilah harga penyelesaian (settlement price).
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam pasal 1313 KUHPerdata
yang berbunyi “ perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Didalam melakukan kontrak dikenal beberapa asas yang dapat dijabarkan
sebagai berikut ;
1. Asas kebebasan berkontrak
Terlihat pada pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”. Asas ini memungkinkan para pihak untuk
membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan dengan siapapun,
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya, dan
menentukan bentuk perjanjian baik tertulis maupun lisan.
2. Asas konsensualisme
Asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata yang
menentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan
persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah
pihak. Asas konsensualisme yang dikenal dalam KUHPerdata adalah
berkaitan dengan bentuk perjanjian.
3. Asas pacta sunt servanda
Disebut juga dengan asas kepastian hukum yang berhubungan dengan
akibat perjanjian. Asas Pacta Sunt Servanda dapat disimpulkan dalam
pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang berbunyi “semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”.
4. Asas itikad baik
Asas itikad baik terlihat dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
berbunyi “perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Setiap pihak
yang hendak mengadakan kontrak atau perjanjian seharusnya memiliki
itikad yang baik berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau
kemauan yang baik.
Landasan hukum dalam pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi
terdiri dari undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain
:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-undang nomor 32 tahun 1997 Tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi
Undang-undang nomor 10 tahun 2011 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi
Undang-undang nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Perdagangan Berjangka Komoditi
Peraturan pemerintah nomor 10 tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Dibidang Perdagangan Berjangka Komoditi
Peraturan kepala badan pengawas perdagangan berjangka komoditi
nomor : 95/BAPPEBTI/PER/06/2012 tentang system perdagangan
alternatif
Peraturan menteri perdagangan Republik Indonesia nomor : 01/M-
DAG/PER/3/2005 tentang tupoksi dan struktur organisasi BAPPEBTI
Keputusan presiden republik Indonesia nomor 12 tahun1999 tentang
komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka
Keputusan presiden republik Indonesia nomor 73 tahun 2000 tentang
komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka
Keputusan presiden republik Indonesia nomor 119 tahun 2001 tentang
komoditi yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka
1.7. Metode Penelitian
Metodelogi adalah salah satu cara untuk mendapatkan kebenaran materiil
terhadap penelitian yaitu dengan cara melakukan penelitian dan pengumpulan data
untuk dapat menyusun suatu karangan ilmiah atau skripsi sehingga betul-betul
akan terarah pada tujuannya dengan cara tertentu dan teratur. Dalam rangka
memperoleh, mengumpulkan, serta menganalisis setiap data atau informasi yang
bersifat ilmiah, tentunya dibutuhkan suatu metode dengan tujuan agar suatu karya
tulis ilmiah memiliki susunan yang sistematis, terarah dan konsisten.
a. Jenis Penelitian
Pada penulisan skripsi ini, dalam upaya mengkaji dan mencari pemecahan
terhadap masalah yang dikemukakan, maka jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian hukum empiris. Yang dimaksud dengan penelitian hukum
empiris adalah penelitian lapangan atau sering disebut dengan penelitian hukum
empiris yang mengkaji pelaksanaan dan implementasi ketentuan perundang-
undangan di lapangan dengan membahas permasalahan pada peraturan perundang
undangan dalam hal adalah peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku
terkait dengan perdagangan berjangka komoditi12
.
Ciri dari penelitian yuridis empiris adalah suatu penelitian yang beranjak
dari adanya kesenjangan-kesenjangan das sollen (teori) dengan das sein (praktek
atau kenyataan), kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan
atau situasi ketidaktahuan yang dikaji secara sistematis dan terstruktur.
b. Sifat Penelitian
Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi :
1. Penelitian yang sifatnya eksploratif (penjajakan atau penjelajahan)
12
Peter Mahmud Marsuki, 2008, Penelitian Hukum¸ Cetakan IV Kencana Media Group,
Jakarta, h. 97
Penelitian eksploratif umumnya dilakukan terhadap pengetahuan
yang masih baru, masih belum ada teori-teori, atau belum adanya
informasi tentang norma-norma atau ketentuan yang mengatur
mengenai hal tersebut, ataupun kalau ada masih relatif sedikit, begitu
juga masih belum adanya dan atau sedikitnya literatur atau karya
ilmiah lainnya yang menulis tentang hal tersebut.
2. Penelitian yang sifatnya deskriptif
Penelitian deskriptif ada pada penelitian secara umum, termasuk
pula di dalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan
secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok
tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala
lainnya di dalam masyarakat.
3. Penelitian yang sifatnya eksplanatoris
Penelitian eksplanatoris sifatnya menguji hipotesis yaitu penelitian
yang ingin mengetahui pengaruh atau dampak suatu variabel lainnya
atau penelitian tentang hubungan atau korelasi suatu variabel.
Penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum empiris yang
sifatnya deskriptif yaitu, menggambarkan keadaan yang sebenarnya
yang terjadi di lapangan/praktek. Penelitian ini juga akan
membandingkan keadaan dilapangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku sehingga hasilnya nanti diharapkan dapat
memperkuat teori-teori/temuan-temuan yang telah ada sebelumnya
atau diharapkan dapat membentuk teori-teori/temuan-temuan baru
yang berguna bagi perkembangan ilmu hukum.
c. Sumber Data
Pembahasan dalam penulisan ini menggunakan bahan hukum primer,
sekunder dan tersier.
1. Data primer atau data dasar, yaitu data yang langsung diperoleh
langsung dari lokasi penelitian melalui wawancara pihak terkait.
Penelitian dilakukan pada Dinas Perindustrian Dan Perdagangan
Provinsi Bali, Dinas perdagangan Kota Denpasar, serta Pelaku
berdagangan berjangka komoditi.
2. Data sekunder, yaitu data-data hukum yang mengikat13
. Dalam hal ini
hasil dari penelitian kepustakaan (library research), antara lain dari
berbagai jenis bahan hukum yang dapat di klasifikasikan atas 3 jenis
yaitu :
a. Bahan-bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-
Undang No. 10 Tahun 2011 Tentang Perubahan atas undang-
Undang No. 32 Tahun 1997 Tentang Perdagangan Berjangka
Komoditi, Peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1999 tentang tata
cara pemeriksaan dibidang perdagangan berjangka komoditi. Dan
PP No. 9 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan perdagangan
berjangka komoditi.
13
Amirudin dan Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, h. 31
b. Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan,
hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum, literatur
dibidang hukum perdagangan.
c. Bahan-bahan hukum tersier, berupa bahan-bahan hukum yang
dapat member petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder yang berasal dari kamus dan sebagainya.
d. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini
adalah :
Teknik wawancara (interview), yaitu penelitian lapangan yang
dilakukan dengan wawancara. Adapun wawancara merupakan salah
satu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada
yang diwawancarai/responden dan informan, untuk memperoleh data
yang otentik tentang pelaksanaan perdagangan berjangka komoditi.
Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara ini dilakukan dengan
tanya jawab sistematis, dimana peneliti bertatap muka langsung
dengan pejabat atau pihak terkait untuk memberikan pernyataan
Teknik studi dokumentasi, yaitu merupakan data yang diperoleh
dengan mengumpulkan bahan-bahan pustaka, seperti dokumen-
dokumen hukum maupun perundang-undangan yang ada kaitannya
dengan perdagangan berjangka komoditi kemudian dicatat dengan
mencantumkan nama pengarang, judul buku, nama penerbit, tahun
penerbit dan nomor halaman yang dikutip.14
Teknik kepustakaan, yaitu mengumpulkan data yang diperoleh dengan
cara membaca dan memahami, kemudian mengambil teori-teori dan
penjelasan dari bahan bacaan yang relevan dengan penelitian ini.\
e. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
Dari data-data yang berhasil dikumpulkan, baik data primer, data
sekunder, kemudian diklasifikasikan secara kualitatif yaitu mengetahui kualitas
kebenaran dari data yang diperoleh dan dianalisisa berdasarkan teori-teori yang
relevan. Selanjutnya, data yang diklasifikasikan tersebut dianalisis secara
deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan secara jelas dan sistematis
yang kemudian dapat diperoleh suatu kesimpulan dan permasalahan yang dibahas
mengenai perdagangan berjangka komoditi.
14
Setyo Yuwono Sudikni, 1983, Pengantar Penyusunan Karya Ilmiah, Cetakan III Aneka
Ilmu Jakarta, h. 37