1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.1.1 Kebutuhan tenaga bidan di Indonesia saat ini.
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada
tahun 2012, AKI dan AKB di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu AKI sebesar
208/100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 32/1000 kelahiran hidup (Depkes
RI, 2012). Target MDGs 2015 diharapkan AKI menurun menjadi 102/100.000
kelahiran hidup dan AKB 23/1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2010). Salah satu
upaya untuk percepatan penurunan AKI dan AKB tersebut adalah dengan
menyediakan tenaga bidan yang ditempatkan di desa-desa.
Tenaga bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan utama sebagai ujung
tombak pembangunan kesehatan dalam upaya percepatan penurunan AKI dan
AKB. Untuk itu dibutuhkan tenaga bidan yang terampil melakukan prosedural
klinis dengan kemampuan analisis, kritis, dan tepat dalam penatalaksanaan asuhan
pada perempuan. Keterlibatan bidan dalam asuhan normal dan fisiologis sangat
menentukan demi penyelamatan jiwa ibu dan bayi oleh karena wewenang dan
tanggung jawab profesionalnya sangat berbeda dengan tenaga kesehatan lain
(Kepmenkes RI, 2010). Asuhan kebidanan kepada seorang perempuan selama
fase kritis (hamil, bersalin, dan nifas) sangat menentukan kualitas kesehatan
perempuan (ICM, 2005). Kondisi seorang perempuan selama menjalani
2
kehamilan, persalinan dan masa nifas seharusnya terpantau oleh tenaga kesehatan
khususnya bidan.
Seiring semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
berdampak pada meningkatnya kebutuhan masyarakat akan mutu pelayanan
kesehatan khususnya pelayanan kebidanan dengan indikator keberhasilan
menurunnya AKI/AKB secara bermakna. Mutu pelayanan kebidanan identik
dengan bidan yang kompeten. Menurut Briggs dan Wagner (1992), ada hubungan
antara kinerja bidan dengan hasil belajar ketika mengikuti proses pembelajaran.
Hasil penelitian Helmawaty (2008), menunjukkan bahwa hasil belajar praktik
klinik kebidanan selama mengikuti pendidikan berhubungan secara bermakna
dengan kinerja bidan dalam memberikan asuhan kebidanan (Hamid, 2008).
Tenaga bidan yang bermutu, memiliki kemampuan komprehensif dan profesional
yang hanya dapat dihasilkan melalui institusi penyelenggara pendidikan bidan
yang berkualitas. Kualitas pendidikan bidan ditentukan oleh tersedianya SDM
(dosen), kualitas sarana prasarana, kurikulum pembelajaran kelas, laboratorium
dan praktik klinik serta keadaan lahan praktik (Depkes RI,2004).
Standar pendidikan bidan dari International Confederation of Midwifery
(ICM), menyatakan bahwa filosofi pendidikan bidan harus konsisten dengan
filosofi asuhan kebidanan (ICM, 2011). Filosofi asuhan kebidanan adalah
meyakini bahwa proses reproduksi perempuan merupakan proses alamiah dan
normal yang dialami oleh setiap perempuan (ICM, 2011). Bidan dalam
memberikan asuhan harus bermitra dengan perempuan, memberi kewenangan
pada perempuan, asuhan secara individual/perorangan, asuhan secara terus
3
menerus dan berkelanjutan, praktik secara otonom, dan mempraktikkan asuhan
yang berbasis bukti (evidence based care) (ICM, 2005).
Berdasarkan filosofi tersebut, maka untuk menjamin proses alamiah
reproduksi perempuan, bidan mempunyai peran yang sangat penting dengan
memberikan asuhan kebidanan yang berfokus pada perempuan (woman centered
care) secara berkelanjutan (Continuity of Care). Bidan memberikan asuhan
komprehensif, mandiri dan bertanggung jawab terhadap asuhan yang
berkesinambungan sepanjang siklus kehidupan perempuan (ICM, 2005).
Bidan sebagai mitra perempuan merupakan tenaga profesional yang
memberikan asuhan sesuai dengan filosofi sebagai dasar dalam model praktik
kebidanan. Saat ini asuhan kebidanan yang berkelanjutan sudah diupayakan
melalui pemberian Buku KIA sebagai alat bantu pemantauan kesehatan ibu dan
bayinya, sekalipun ibu pindah pelayanan. Namun demikian, keberadaan Buku
KIA yang diberikan kepada seorang ibu hamil pada kenyataannya belum
menjamin terdeteksinya kejadian komplikasi baik dalam kehamilan, persalinan,
maupun masa nifas seorang perempuan sehingga berujung pada keterlambatan
penanganan. Hal ini masih merupakan permasalahan yang sering dijumpai dalam
kasus kejadian kematian ibu maupun bayi dengan istilah tiga terlambat (3T),
yaitu: 1) terlambat mengenali masalah (di tingkat pasien), 2) terlambat mengambil
keputusan yang tepat (di tingkat pasien), dan 3) terlambat memperoleh
penanganan yang tepat dan cepat (Depkes RI, 2006).
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa sistem pelayanan kesehatan ibu
dan anak belum berjalan dengan baik, dimana sistem rujukan kasus risiko tinggi
4
yang tidak tepat waktu berujung pada kematian ibu maupun bayi masih terjadi.
Peran bidan sebagai ujung tombak pelayanan terhadap perempuan, diharapkan
dapat berkontribusi dalam penurunan AKI dan AKB melalui penerapan model
asuhan kebidanan yang diilhami oleh filosofi bidan. Asuhan kebidanan terhadap
perempuan oleh bidan dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan serta
bermitra dengan perempuan. Untuk maksud tersebut, maka pemahaman terhadap
filosofi asuhan kebidanan seharusnya sudah ditanamkan sejak masa pendidikan
melalui pembelajaran klinik.
1.1.2 Situasi penyelenggaraan pendidikan bidan di Indonesia saat ini
Kebutuhan tenaga bidan dalam rangka percepatan penurunan AKI dan
AKB, berdampak terhadap menjamurnya pendirian institusi pendidikan DIII
Kebidanan saat ini. Dari hasil pre-liminary survey HPEQ tahun 2010 dan Survey
WHO tahun 2011, menunjukkan kenaikan jumlah program studi DIII kebidanan
di Indonesia (sekitar 726 akademi kebidanan, 3 universitas dengan jurusan S-1
kebidanan dan 2 penyelenggara S-2 kebidanan). Jumlah siswa di sejumlah
akademi kebidanan juga mengalami peningkatan setiap tahunnya, bahkan ada juga
yang sampai melebihi kuota. Diperkirakan lebih dari 29 ribu bidan baru yang
diluluskan setiap tahun (HPEQ, 2010; WHO, 2011).
Kondisi tersebut berdampak pada sulitnya penyediaan lahan praktik yang
memadai untuk memfasilitasi pembelajaran klinik bagi siswa. Data sumber daya
kesehatan (2010) tentang data fasilitas kesehatan menunjukkan bahwa jumlah
seluruh rumah sakit di Indonesia sebesar 1.722 (termasuk Rumah Sakit Bersalin).
5
Sementara, data estimasi jumlah penduduk sasaran program pembangunan
kesehatan 2011-2014, perkiraan jumlah ibu hamil dan bersalin sebagai berikut:
Tabel 1.1 Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014 Estimasi Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014
Ibu hamil 5.060.637 5.136.041 5.212.568 5.290.235
Ibu bersalin 4.830.609 4.902.585 4.975.636 5.049.771
Ibu nifas 4.830.609 4.902.585 4.975.636 5.049.771
Sumber: Kemenkes RI, Pusdatin, Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan 2011-2014, Jakarta, 2011
Di sisi lain, model pembelajaran praktik klinik kebidanan yang diterapkan
pada Program Pendidikan DIII Kebidanan di Indonesia selama ini adalah model
target kasus, dengan memberikan sejumlah target kasus kepada siswa. Target
kasus selama pendidikan terbagi menjadi: 100 kasus asuhan kebidanan fisiologis
kehamilan, 50 kasus persalinan, nifas dan bayi baru lahir masing-masing 100
kasus, serta 50 kasus asuhan kebidanan patologi (Depkes RI, 2002; Sofyan dkk,
2006: 15). Berdasarkan data estimasi sasaran program pembangunan kesehatan,
khususnya ibu hamil dan ibu bersalin (Tabel 1.1), maka target kasus akan
terpenuhi apabila siswa ditempatkan di klinik dalam waktu yang cukup lama
(selama 1 tahun penuh) selama studi.
Sementara dalam struktur kurikulum DIII Kebidanan (Depkes RI, 2002),
model asuhan kebidanan yang diterapkan dalam pencapaian target kasus
dilaksanakan secara terputus-putus (fragmented care). Masing-masing kasus
diharapkan tercapai melalui tiga kali praktik klinik kebidanan (PKK) selama masa
studi, yang terdistribusi pada tiga semester yaitu : PKK I di semester III (4 SKS),
6
PKK II di semester IV (5 SKS) dan PKK III di semester V (6 SKS). Hal ini
dikarenakan target kompetensi pada masing-masing tahap PKK disesuaikan
dengan mata kuliah asuhan kebidanan yang sudah diberikan di kelas (Depkes RI,
2002). Siswa ditempatkan di lahan praktik dengan mengikuti pola alokasi praktik
klinik kebidanan secara bertahap (PKK I – III) di tiga semester yang berbeda beda
(8–10 minggu setiap semester), dengan total SKS sebesar 15 SKS atau setara 720
jam. Jumlah SKS tersebut masih sangat jauh dibandingkan standar minimal ICM
(1800 jam), dimana 80% penempatan klinik pada tahun ke-tiga studi (ICM, 2010).
Tabel 1.2 Perbandingan Alokasi Jumlah Jam Untuk Pembelajaran Klinik Kebidanan di Beberapa Negara
Negara Target Keterampilan
Jumlah Jam PKK
Keterangan
Australia - 100 ANC - 40 INC - 100 PNC - 20 CoC/FTE
1500 jam - Kasus FTE dihitung yang termasuk dalam target keterampilan.
- Dimulai pada 18 bulan terakhir masa studi
- Minimal 8 FTE sampai selesai studi.
UK - Mengikuti 50 proses kelahiran
1638 jam (60% dari total masa studi)
- Kasus CoC “Students caseloading” berbeda-beda untuk tiap siswa (1-18)
- Dimulai sejak tahun pertama
New Zeland - Mengikuti 30 proses kelahiran
1500 jam - Tahun I: 2-3 FTE (membantu) - Tahun II: 8 FTE (sendiri di
bawah pengawasan) - Tahun III: ikut bidan mandiri
(28 minggu), tidak disebutkan jumlah FTE
Indonesia - 100 ANC
- 50 INC - 100 PNC
720 jam - Tidak ada pengalaman CoC - PKK dimulai pada tahun
kedua (semester III) Sumber : ANMC, 2009 ; NMC, 2010 ; Midwifery Council of New Zealand, 2010 ; Depkes RI,
2002.
7
Dari hasil wawancara dan penelusuran alumni Akademi Kebidanan Estu
Utomo Boyolali tahun 2010, penerapan model pembelajaran klinik melalui asuhan
kebidanan dengan target kasus tersebut saat ini banyak mengalami kendala dalam
pelaksanannya. Dari hasil penelusuran alumni, sebagian besar alumni (87,7% atau
312 responden) menyatakan kesempatan memperoleh kasus di lahan praktik
sangat terbatas. Hal itu disebabkan antara lain oleh terbatasnya alokasi waktu
praktik klinik, sedikitnya kasus saat praktik klinik, persaingan dengan praktikan
dari institusi lain, dan kesempatan melakukan asuhan secara mandiri dengan
pendampingan pembimbing yang terbatas (Akbid EUB, 2010). Berdasarkan
laporan dari penanggung jawab praktik klinik Akbid EUB, diperoleh informasi
bahwa target kasus asuhan kebidanan persalinan sejumlah 50 kasus, yang
merupakan salah satu persyaratan bagi siswa untuk mengikuti ujian akhir
program, selama ini tidak pernah tercapai oleh siswa pada tingkat akhir. Kondisi
ini juga dirasakan oleh institusi penyelenggara pendidikan DIII Kebidanan lain.
Model target kasus dalam pembelajaran klinik kebidanan dinilai sudah
tidak relevan dengan banyaknya jumlah institusi penyelenggara pendidikan DIII
Kebidanan saat ini. Selain itu, model target kasus semata tanpa dibarengi dengan
pembekalan pengalaman asuhan kebidanan berkelanjutan (continuity of care)
bertentangan dengan filososi asuhan kebidanan itu sendiri. Dengan demikian,
perlu diupayakan model pembelajaran klinik kebidanan sebagai alternatif solusi
guna menjawab permasalahan tersebut.
8
1.1.3 Tuntutan model pembelajaran klinik kebidanan yang diilhami oleh
filosofi asuhan kebidanan.
Guna membekali lulusan agar menjadi praktisi mandiri yang mampu
bekerja berdasarkan filosofi asuhan kebidanan, maka pola pendidikan bidan
diharapkan konsisten dengan filosofi asuhan kebidanan (ICM, 2011). Peserta
didik harus memiliki pengalaman praktis kebidanan yang cukup dalam berbagai
lahan praktik untuk mencapai kompetensi inti bidan melalui model asuhan yang
berkelanjutan (Continuity of Care/CoC) sejak hamil, bersalin hingga nifas dan
menyusui (ICM, 2010).
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa model asuhan
secara terus menerus dan berkelanjutan (Continuity of Care/CoC) merupakan
sebuah contoh praktik terbaik, yang memungkinkan siswa bidan mengembangkan
keterampilan bekerja secara kemitraan dan lebih percaya diri, saat mereka
mengalami model asuhan dengan mengikuti perempuan selama hamil-bersalin-
nifas (Rawnson at.al., 2009; Gray, 2010; Lee & Porteous, 2010). Melalui model
CoC, meningkatkan kepercayaan perempuan terhadap bidan, menjamin dukungan
terhadap perempuan secara konsisten sejak kehamilan, persalinan dan nifas
(Aune, 2010). CoC bertolak belakang dengan asuhan yang bersifat acak dan
terkotak-kotak, memungkinkan sebuah hubungan yang erat dan saling percaya
antara perempuan dengan bidan yang sangat berharga bagi keduanya (Kirkham,
2000; Lundgren, 2004; Collins at.al., 2010). Melalui pengalaman CoC selama
mengikuti perempuan sejak hamil, bersalin hingga masa nifas, membuat
9
pembelajaran menjadi lebih bermakna karena lebih mengutamakan kualitas
dibanding kuantitas (Page, 2004).
Berdasarkan beberapa kajian literatur, model pembelajaran klinik pada
program pendidikan kebidanan untuk mencapai kompetensi asuhan kebidanan
saat ini adalah model fragmented care (praktik klinik secara periodik tanpa
mengikuti perempuan dari hamil, bersalin hingga nifas) dan model CoC (dengan
mengikuti perempuan sejak hamil hingga masa nifas). Model CoC diinisasi oleh
Australia dengan istilah Follow Through Experience/FTE dan UK dengan istilah
target kasus bagi siswa (student caseloading) (Anderson & Lewis, 2000; Leap,
2005; Gray, 2010; Rawnson at.al., 2008; Aune at.al., 2011).
Implementasi CoC dalam pembelajaran klinik kebidanan belum
sepenuhnya dapat berjalan dengan baik. Dari beberapa penelitian sebelumnya,
dapat diidentifikasi permasalahan terkait implementasi CoC dalam program
pendidikan bidan antara lain: penempatan dengan rotasi klinik, ketentuan jumlah
kasus, alokasi waktu, mentorship, rekrutmen perempuan, pendokumentasian
laporan, dan penilaian klinik (Passant at.al., 2002; Seibold, 2002; Sweet &
Glover, 2008; Aune at.al., 2011; Gray at.al., 2010).
CoC sebagai model pembelajaran klinik bagi siswa DIII kebidanan, hanya
bisa dilakukan apabila siswa bersama perempuan dan bidan pembimbing dalam
rentang waktu yang disesuaikan dengan rentang waktu seorang perempuan
mengalami kehamilan, melahirkan hingga masa nifas (Licqurish & Siebold, 2008;
Gray, 2010). Pengaturan penempatan klinik bagi siswa dengan demikian
membutuhkan alokasi waktu yang cukup lama. Di Australia penempatan klinik
10
untuk memperoleh pengalaman CoC bagi siswa dialokasikan waktu 18 bulan
terakhir dari tiga tahun masa studi (tiga semester terakhir) (Licqurish & Siebold,
2008; Gray, 2010). Australian College of Midwives (2009), merekomendasikan
agar siswa memperoleh minimum 30 pengalaman CoC selama 3 tahun pendidikan
diploma kebidanan, yang diturunkan menjadi 20 pada tahun 2010 (ANMC, 2009).
Dengan demikian kebutuhan panduan praktik klinik kebidanan yang
memuat kejelasan peran masing-masing unsur terkait sangat penting untuk
dipersiapkan dengan baik. Dalam program pendidikan kebidanan di Indonesia,
panduan praktik klinik dibuat oleh masing-masing institusi pendidikan
berdasarkan pemahaman terhadap kurikulum pendidikan DIII Kebidanan (Depkes
RI., 2002), dengan tanpa melibatkan pembimbing dari lahan praktik maupun
siswa (Akbid EUB, 2010). Panduan praktik klinik memuat penjelasan tentang
target kompetensi masing-masing tahap parktik klinik (PKK I-III), tata tertib bagi
siswa selama mengikuti praktik klinik, tata tertib bagi pembimbing akademik,
proses bimbingan, dan proses penilaian. Tidak ada sosialisasi panduan praktik
klinik yang dibuat oleh institusi pendidikan secara khusus kepada pembimbing
lahan (Akbid EUB, 2010).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini dalam rangka
mengembangkan model pembelajaran klinik kebidanan yang diilhami oleh filosofi
kebidanan. Masalah utama penelitian ini adalah kurangnya kompetensi lulusan
DIII Kebidanan yang berhubungan dengan permasalahan kendala model target
11
kasus dalam pembelajaran klinik kebidanan. Kurikulum pembelajaran klinik
kebidanan di Indonesia yang masih menerapkan model target kasus saat ini sulit
dipenuhi oleh mahasiswa oleh karena rasio jumlah siswa yang jauh lebih banyak
dibandingkan jumlah lahan praktik yang menyediakan kasus kebidanan.
Disisi lain ada tuntutan bahwa pembelajaran klinik kebidanan seharusnya
memfasilitasi pengalaman siswa dalam hal memberikan asuhan kebidanan yang
diilhami oleh filosofi bidan “women centred care”. Kesempatan belajar
memberikan asuhan kebidanan berkelanjutan hanya dapat diperoleh apabila siswa
ditempatkan bersama bidan komunitas (BPM atau bidan desa) dalam waktu yang
disesuaikan dengan rentang kehamilan sampai dengan nifas seorang perempuan.
Dengan demikian diperlukan alokasi waktu praktik klinik yang cukup lama (6-9
bulan) agar siswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan berkelanjutan tersebut.
Pengaturan penempatan siswa di lahan praktik yang dibagi secara bertahap di tiap
semester, sulit untuk memberi kesempatan belajar kepada siswa memberikan
asuhan kebidanan secara berkelanjutan (CoC).
Asuhan kebidanan yang diilhami oleh filosofi bidan dilaksanakan dalam
sebuah model hubungan kemitraan antara bidan dan kliennya (partnership-
relationship care). Model pembelajaran klinik target kasus dengan alokasi waktu
praktik klinik yang terbagi dalam 3 periode (semester I-II-III) menyediakan model
asuhan kebidanan yang terfragmentasi. Dengan demikian, model askeb target
kasus tidak diilhami oleh filosofi asuhan kebidanan yang seharusnya dibekalkan
kepada siswa selama masa studi.
12
Berbagai studi mengenai model asuhan kebidanan dalam pembelajaran
klinik telah diinisiasi oleh Australia dan United Kingdom (UK), yang telah
menggali beberapa permasalahan dalam penerapan model asuhan kebidanan CoC.
Namun demikian, belum ada hasil penelitian tentang petunjuk yang jelas untuk
menerapkan model asuhan kebidanan CoC dalam pembelajaran klinik. Hal itu
juga mengarahkan bagaimana panduan umum penerapan model asuhan kebidanan
CoC dalam pembelajaran klinik yang telah dikembangkan di beberapa negara
sebelumnya, agar dapat diterapkan di Indonesia. Dengan demikian, sangat perlu
dilakukan penelitian tentang pendekatan yang tepat untuk menerapkan model
asuhan kebidanan CoC dalam pembelajaran klinik, yang sesuai dengan budaya di
Indonesia.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengembangkan model pembelajaran klinik kebidanan yang diilhami oleh
filosofi asuhan kebidanan pada Program Pendidikan D III Kebidanan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menggali pemahaman filosofi asuhan kebidanan pada pembelajaran
klinik kebidanan Program Pendidikan D III Kebidanan yang masih
menggunakan model target kasus.
2. Mengembangkan model pembelajaran klinik kebidanan dengan CoC
pada Program Pendidikan D III Kebidanan.
13
3. Mengetahui indikator pemahaman terhadap filosofi asuhan kebidanan
berdasarkan penerapan model pembelajaran klinik Continuity of Care.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Bagi siswa DIII kebidanan, dapat terfasilitasi dalam menerapkan model
asuhan kebidanan berkelanjutan (CoC) sebagai bekal menjadi praktisi
mandiri yang berfokus pada perempuan (women center care).
1.4.2 Bagi institusi pendidikan DIII kebidanan, hasil penelitian dapat
memberikan rekomendasi dalam mempersiapkan program praktik klinik
terutama dalam penyusunan panduan praktik klinik kebidanan.
1.4.3 Advokasi bagi organisasi profesi (IBI), sebagai masukan untuk perbaikan
kurikulum pendidikan DIII Kebidanan terutama dalam memfasilitasi
pembelajaran klinik dengan menerapkan filosofi bidan yang berfokus pada
perempuan dengan model asuhan kebidanan berkelanjutan (CoC).
1.5 KEASLIAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, maka dalam bagian
keaslian penelitian ini akan dipaparkan perkembangan penelitian yang telah
menerapkan model CoC dalam program pendidikan kebidanan, termasuk
perbedaan dan persamaan dengan studi yang akan dilaksanakan.
Penelitian tentang penerapan CoC dalam pembelajaran klinik kebidanan
dipelopori oleh beberapa negara antara lain di Australia yang memulai penerapan
CoC dengan memberikan sejumlah target kasus kepada siswa untuk diikuti sejak
14
hamil, bersalin hingga masa nifas pada tahun 2002 dengan istilah Follow Through
Experience/FTE (Seibold, 2002). Di UK penerapan CoC dengan istilah student
caseloading dimulai sejak tahun 2004. Perbedaan CoC dengan student
caseloading di UK adalah pada peran siswa sebagai pemberi asuhan kebidanan
dan waktu pelaksanaan program. Pada CoC, pengalaman mengikuti perempuan
dalam rentang proses kelahiran (childbearing continuum) sejak kehamilan,
persalinan hingga masa nifas sudah dimulai sejak tahun pertama studi, dimana
siswa hanya sebagai observer saja dan semakin bertambah perannya sebagai
pemberi asuhan secara mandiri pada tahun ke-3 (Seibold, 2002). Pada student
caseloading, pengalaman mengikuti perempuan dalam rentang proses kelahiran
baru dimulai pada 18 bulan terakhir dari 3 tahun studi, dan siswa merupakan
pemberi asuhan kebidanan yang utama terhadap perempuan yang menjadi
kasusnya (Rawnson at.al, 2007).
Dari dua model penerapan CoC yang telah diinisiasi oleh kedua negara
tersebut, kemudian diikuti oleh beberapa negara antara lain di New Zealand,
Norwegia, dan Ireland. Sebagian besar studi yang sudah dilakukan masih bersifat
pilot project, sehingga belum ditemukan sebuah model penerapan CoC dalam
program pendidikan kebidanan dengan panduan yang jelas. Hal itu didukung oleh
beberapa hasil studi yang mengeksplorasi pengalaman siswa tentang penerapan
CoC dalam pembelajaran klinik mereka (Begley, 2001; Passant at.al., 2002;
Seibold, 2002; Licqurish, 2007; Rawnson at.al., 2007; Rawnson, 2010; Aune
at.al., 2011; Gray at.al., 2011). Sedangkan penelitian dengan melibatkan seluruh
unsur terkait dalam pembelajaran klinik untuk mendesain model pembelajaran
15
klinik dalam program pendidikan bidan baru dilakukan oleh Rawnson at.al
(2009), namun belum melibatkan unsur perempuan. Berikut studi yang pernah
dilakukan dan perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan:
1. Seibold (2002) melakukan penelitian kualitatif tentang pengalaman dari siswa
dalam 3 tahun studi program pendidikan kebidanan dalam menerapkan
asuhan kebidanan dengan model CoC. Model CoC dengan istilah FTE
merupakan ketentuan Australian College of Midwives (ACM, 2001) yang
mensyaratkan 30 FTE bagi siswa bidan dalam standar pendidikan diploma
bidan. Model tersebut baru pertama kali diterapkan dalam pendidikan bidan
di Australia dan dievaluasi secara kohort. Ditemukan dua faktor yang
berkontribusi terhadap keberhasilan FTE yaitu tugas bidan pembimbing dan
peran perempuan. Rekruitmen perempuan untuk terlibat dalam proyek juga
disampaikan sebagai sebuah masalah. Siswa juga berpendapat bahwa
dokumentasi terkait FTE kurang penting dan terlalu menyulitkan. Penelitian
yang dilakukan bertujuan untuk mengembangkan model pembelajaran klinik
kebidanan yang diilhami oleh filosofi asuhan kebidanan (CoC) dengan
melibatkan semua unsur terkait (dosen, siswa, bidan dan perempuan).
2. Passant & Homer (2003), melakukan studi evaluasi prospektif-longitudinal
terhadap 4 orang siswa bidan baru lulus yang mengikuti program pelatihan
sebagai persyaratan untuk registrasi. Program pelatihan menerapkan model
TANGO (Towards a New Group Practice Option), dimana siswa bekerja
bersama 4 bidan senior dalam mengelola perempuan. Bidan melakukan
praktik berkelompok (Midwifery Group Practice/MGP), dengan beban
16
masing-masing MGP sebesar 20 perempuan/bulan. Model TANGO
dilaksanakan yang diilhami oleh filosofi asuhan kebidanan CoC, dimana
MGP mengikuti perempuan sejak hamil hingga masa nifas, termasuk pada
saat perempuan mengalami komplikasi dan harus dirujuk ke spesialis. Asuhan
berkelanjutan dilakukan hingga perempuan pulang kembali ke rumah dengan
melakukan kunjungan rumah (home visite). Perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan adalah bahwa CoC yang dirancang sebagai sebuah model
pembelajaran klinik, akan dilaksanakan oleh siswa yang belum lulus.
Perancangan model pembelajaran klinik kebidanan CoC dengan melibatkan
seluruh unsur terkait (dosen, siswa, bidan dan perempuan).
3. Davis & McIntosh (2005), mendeskripsikan keterlibatan pengguna pelayanan
(dalam berbagai tingkatan) pada program pendidikan bidan (jalur umum) di
Politeknik Otago (New Zealand). Sejak dimulainya pendidikan bidan di
sekolah tersebut, secara aktif dilakukan kerjasama kemitraan dengan
perempuan. CoC sebagai sebuah model asuhan kebidanan yang diilhami oleh
filosofi bidan dirancang sebagai bagian dari kurikulum pendidikan bidan
dengan melibatkan perempuan sbb: 1) di tahun I terutama dalam
menanamkan pemahaman siswa tentang pengalaman perempuan selama
menjalani proses kehamilan dan kelahiran, 2) di tahun ke II dengan
memberikan feedback atas keterampilan dan peran sebagai bidan dari siswa,
3) di tahun III memberikan feedback sebagai bagian dari penilaian klinik
siswa. Dalam paper ini terdapat beberapa panduan dalam merancang
kurikulum pembelajaran, terutama yang memfasilitasi penyediaan
17
pengalaman klinik dalam memberikan asuhan kebidanan yang diilhami oleh
filosofi bidan (CoC), dengan melibatkan perempuan.
Panduan meliputi target keterlibatan perempuan di setiap tahun selama 3
tahun studi, serta lama penempatan klinik, namun tidak menjelaskan tentang
proses rekrutmen perempuan, jumlah pengalaman CoC, model bimbingan,
dan model pendokumentasian laporan. Ada persamaan dengan penelitian
yang akan dilakukan yaitu pada pendekatan kemitraan dengan perempuan
dalam memfasilitasi pembelajaran klinik dengan memberikan asuhan.
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan ialah pada tahapan penelitian
untuk mengembangkan model pembelajaran klinik kebidanan, dengan
mempertimbangkan penyediaan panduan pelaksanaan CoC (seting praktik
klinik, proses rekrutmen perempuan, jumlah pengalaman CoC, model
bimbingan, dan model pendokumentasian laporan).
4. Rolls & McGuinness (2005), melakukan studi deskriptif eksploratori untuk
menggali pengalaman perempuan yang berpartisipasi dalam program
pendidikan bidan di Australia Catholic University, yang menerapkan model
CoC (Follow Trough Journey/FTJ). Keseluruhan perempuan menyatakan
bahwa askeb yang diberikan oleh siswa dengan pendekatan women centered,
merupakan model asuhan yang berbeda dibandingkan dengan askeb oleh para
bidan di rumah sakit. Model CoC dalam studi ini, memberikan manfaat
berupa pendekatan askeb dalam kontinum proses kelahiran (childbearing
continuum). Persamaan dengan penelitian yang dilakukan, bahwa CoC
dengan istilah FTJ diterapkan dalam program pendidikan bidan 3 tahun.
18
Perbedaannyaa ialah bahwa CoC dengan istilah FTJ baru diterapkan pertama
kali dan dievaluasi dari persepsi perempuan saja (sampel kecil). Tidak
ditemukan panduan yang jelas tentang bagaimana pelaksanaan CoC (FTJ).
5. Rawnson at.al. (2008) melakukan action research dengan mendesain target
kasus bagi siswa (student caseloading) sebagai sebuah pendekatan dalam
pendidikan diploma kebidanan. Model student caseloading dalam hal ini
merupakan sejumlah target kasus yang diberikan kepada siswa bidan mulai
18 bulan terakhir masa studi. Target kasus adalah beberapa perempuan yang
harus diberikan asuhan oleh siswa sejak kehamilan, persalinan hingga masa
nifas. Jumlah kasus bagi masing-masing siswa dinegosiasi berdasarkan
kualifikasi akademik mereka, dalam rentang antara 1-18 perempuan, dan
disarankan minimal 3 perempuan bagi setiap siswa. Dari 4 paper yang
dipublikasikan, menunjukkan bahwa model target kasus bagi siswa
merupakan model praktik terbaik (best practice) dalam pembelajaran klinik
kebidanan. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-
sama sebuah penelitian tindakan untuk merancang model pembelajaran klinik
bidan yang bertujuan untuk menyediakan pengalaman klinik yang diilhami
oleh filosofi bidan. Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian ini
dengan melibatkan seluruh unsur terkait termasuk perempuan (dalam
merancang model student caseloading tidak melibatkan perempuan).
6. Sweet & Glover (2008), dalam studi kualitatifnya bertujuan untuk
menganalisis program CoC pada pendidikan bidan di Australia dengan model
pendidikan klinik simbiotik (symbiotic clinical education model). Penelitian
19
ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta strategi untuk
meningkatkan pendekatan baru pedagogic. Persamaan dengan penelitian yang
akan dilakukan adalah dari hasil penelitian yang menyoroti beberapa peluang
untuk meningkatkan simbiosis di dalam pengalaman CoC (kerjasama antara
bidan klinik dan pihak institusi pendidikan dalam menyusun kurikulum).
Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada tujuan penelitian
untuk mengembangkan model pembelajaran klinik kebidanan CoC dengan
melibatkan seluruh unsur dalam mendesain model pembelajaran klinik
kebidanan (dosen, siswa, bidan, dan perempuan).
7. Aune at.al. (2011) melakukan studi kualitatif di Norwegia, yang bertujuan
untuk mengetahui bagaimana CoC dapat meningkatkan pemahaman siswa
mengenai filosofi kebidanan dengan menekankan pada upaya meningkatkan
promosi kenormalan kehamilan, persalinan dan periode postnatal. Hasil
penelitian meliputi 3 tema utama: relational continuity, personal development
dan health-promoting perspective. Dengan menyediakan hubungan
berkelanjutan (relational continuity), siswa mengalami saling ketergantungan
kepercayaan dan kemitraan dengan perempuan. Ada persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu memaparkan siswa secara
langsung dengan perempuan untuk memberikan asuhan kebidanan secara
berkelanjutan. Adapun perbedaannya penelitian ini merupakan sebuah pilot
study dengan partisipan siswa bidan program pasca yang sudah memiliki
pengalaman bekerja sebelumnya sebagai perawat. Pada penelitian yang
20
dilakukan partisipan adalah siswa program pendidikan diploma yang masih
aktif.
8. Gray at.al. (2011), dalam studi kualitatifnya juga berusaha menggali
pengalaman siswa dalam menerapkan model asuhan kebidanan CoC selama
mengikuti pendidikan bidan 3 tahun di Australia. Dengan mengikuti
perempuan selama kehamilan, persalinan dan masa nifas (follow through
experience/FTE), siswa mengenali pengalaman belajar yang diilhami oleh
filosofi bidan secara lebih baik. Siswa juga mengidentifikasi tantangan yang
mereka hadapi saat merekrut perempuan dan mengatur waktu dapat terlibat
dalam FTE secara penuh, dan kurangnya dukungan terkait ketidaksesuaian
dengan sistem pelayanan maternitas. Perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan pada tahapan pengembangan model pembelajaran klinik dengan
menyediakan panduan praktik klinik yang disusun bersama seluruh unsur
terkait.
Dari sejumlah penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan CoC tersebut
maka dapat dibuat ringkasan sebagaimana tampak pada tabel 1.3 berikut:
21
Tabel 1.3 Keaslian penelitian No Judul Persamaan Perbedaan 1 Carmel Seibold, 2002: The
experiences of a first cohort of Bachelor of Midwifery students, Victoria, Australia.
Model CoC sama-sama bertujuan untuk membekali lulusan sebagai praktisi mandiri yang memahami filosofi asuhan kebidanan.
- Penelitian sebelumnya merupakan penelitian kualitatif (interview terhadap pengalaman siswa selama mengikuti perempuan sejak kehamilan sampai bersalin) dengan responden siswa tahun I, II dan III.
- Penelitian ini dengan rancangan “Mixed method” melalui 3 tahapan penelitian dengan melibatkan siswa, dosen dan bidan dalam penyusunan modul PKK-CoC.
2 Lyn Passant, Caroline Homer and Jo Wills, 2003: From student to midwife: the experiences of newly graduated midwives working in an innovative model of midwifery care.
Model CoC sama-sama bertujuan untuk membekali lulusan sebagai praktisi mandiri yang memahami filosofi asuhan kebidanan.
- Penelitian sebelumnya merupakan peneltian kualitatif (Studi evaluasi prospektif-longitudinal selama 10 bulan) sebagai evaluasi terhadap program pelatihan bagi bidan baru lulus untuk syarat registrasi.
- Penelitian ini dilaksanakan pada program pendidikan bidan (siswa belum lulus) untuk mengembangkan model pembelajaran klinik kebidanan CoC.
3 Deborah Davis, Carolyn McIntosh, 2005: Partnership in education: The involvement of service users in one midwifery programme in New Zealand
Model CoC sebagai sebuah model asuhan kebidanan yang diilhami oleh filosofi bidan sama-sama dirancang sebagai bagian dari kurikulum pendidikan bidan.
- Penelitian sebelumnya merupakan penelitian kualitatif dengan mendeskripsikan keterlibatan perempuan dalam 4 area (kontribusinya dalam kurikulum, monitoring program, perencanaan pengembangan dan strategi rekruitmen siswa dan staf serta partisipasinya dalam memfasilitasi pengalaman klinik dan penilaian siswa.
- Penelitian ini bertujuan untuk mengembangan model pembelajaran klinik kebidanan CoC dengan salah satu tahapannya adalah menyusun modul PKK-CoC secara adekuat (proses rekrutmen perempuan, jumlah pengalaman CoC, model bimbingan, model pendokumentasian laporan, penilaian).
4 Colleen Rolls & Betty McGuinness, 2005: Women’s experiences of a Follow
Model CoC yang diterapkan sama-sama dalam program pendidikan bidan 3 tahun.
- Penelitian sebelumnya merupakan penelitian kualitatif untuk menggali pengalaman perempuan yang terlibat dalam pelaksanaan model FTJ.
Through Journey Program with Bachelor of Midwifery students.
- Model PKK-CoC pada penelitian ini dievaluasi dari berbagai sumber (siswa, dosen, bidan dan perempuan) yang terlibat dalam PKK
5 Paul Lewis, Jane Fry and Stella Rawnson, 2007: Student midwife caseloading- a new approach to midwifery education
Sama-sama bertujuan untuk merancang model pembelajaran klinik bidan yang bertujuan untuk menyediakan pengalaman klinik yang diilhami oleh filosofi asuhan kebidanan.
- Penelitian sebelumnya merupakan penelitian AR dengan merancang kurikulum pendidikan bidan yang diilhamimelalui model target kasus CoC bagi siswa selama studi. CoC diberlakukan sejak tahun I studi dengan target yang dinaikkan hingga tahun ke-3.
- Pada penelitian ini PKK-CoC dilaksanakan pada (tahun ke-3) selama 6 bulan dengan memberikan target kasus CoC 2 orang ibu hamil per siswa selain model target keterampilan yang ada sebelumnya.
6 Linda P. Sweet & Pauline Glover, 2009: An exploration of the midwifery continuity of care program at one Australian University as a symbiotic clinical education model.
Sama-sama mengkaji keefektifan CoC dalam pendidikan klinik.
- Penelitian sebelumnya merupakan penelitian kualitatif untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, serta carapeningkatan pendekatan pedagogi yang baru dalam program CoC menggunakan model simbiosis pendidikan klinik.
- Penelitian ini bertujuan untuk melihat peningkatan pemahaman siswa terhadap filosofi asuhan kebidanan setelah praktik klinik dengan model pembelajaran klinik CoC.
7 Ingvild Aune, Unn Dahlberg, Oddbjørn Ingebrigtsen, 2011: Relational continuity as a modelof care in practical midwifery studies.
Desain CoC yang diterapkan sama-sama dengan meminta siswa mengikuti perempuan sejak kehamilan, persalinan dan nifas
- Pada penelitian sebelumnya partisipant adalah siswa program pasca, yg telah memiliki pengalaman bekerja
- Pada penelitian ini siswa bidan sebagai subjek penelitian adalah siswa Program DIII Kebidanan jalur umum dengan 2 ibu hamil per siswa.
8 Joanne Gray, Nicky Leap, Annabel Sheehy, & Caroline S.E. Homer, 2012: Students’ perceptions of the follow-through experience in 3 year bachelor of midwifery programmes in Australia.
Sama-sama sebagai upaya untuk memberikan pengalaman asuhan kebidanan yang diilhami oleh filosofi bidan dalam pembelajaran klinik.
- Penelitian sebelumnya merupakan penelitian kualitatif dengan meminta respon lulusan yang sudah bekerja maupun siswa yang masih aktif (studi) melalui Survey dan interview via telepon
- Rancangan penelitian ini adalah mixed method dengan 3 tahapan penelitian untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa terhadap filosofi asuhan kebidanan melalui pengembangan model pembelajaran klinik CoC.
23
Berdasarkan kajian terhadap penelitian-penelitian yang telah dilaksanakan
tersebut, maka penelitian untuk mengembangkan model pembelajaran klinik
kebidanan yang menyediakan kesempatan menerapkan model asuhan yang sesuai
dengan filosofi bidan (CoC) melalui metode mixed methods, merupakan penelitian
yang asli.
Pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (setidaknya
ada 8 hingga tahun 2012 di Australia dan UK), fokus penelitian untuk menggali
pengalaman siswa, perempuan dan pembimbing selama pembelajaran klinik
dengan CoC. Perbedaan model PKK-CoC yang dikembangkan melalui penelitian
ini dengan kedua model CoC sebelumnya (FTE dan caseloading) yaitu mulai dari
pendekatan pengembangan, format CoC-nya sendiri dan juga metode dalam
menguji efektifitas CoC. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangan model
pembelajaran klinik kebidanan CoC dengan salah satu tahapannya adalah
menyusun modul PKK-CoC secara adekuat (proses rekrutmen perempuan, jumlah
pengalaman CoC, durasi/lama praktik klinik, seting penempatan klinik, model
bimbingan, model pendokumentasian laporan, dan penilaian). PKK-CoC
dilaksanakan siswa pada semester V (tahun ke-3) selama 6 bulan dengan
memberikan target kasus CoC 2 orang ibu hamil per siswa, selain model target
keterampilan yang ada sebelumnya. Model PKK-CoC pada penelitian ini
dievaluasi dari berbagai sumber (siswa, dosen, bidan dan perempuan) yang
terlibat dalam PKK-CoC. Evaluasi terhadap efektifitas model PKK-CoC terutama
dalam meningkatkan pemahaman siswa terhadap filosofi asuhan kebidanan
(women centred care). Nilai tambah (added value) dari penelitian ini adalah
24
melalui pengembangan model pembelajaran klinik kebidanan yang diilhami oleh
filosofi bidan, dengan mengadaptasikan siswa pada model asuhan kebidanan CoC,
diharapkan dapat menjadi solusi terhadap permasalahan model pembelajaran
klinik dengan asuhan yang terfragmentasi selama ini.