Download - BAB I
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Salah satu bentuk usaha peternakan yang cukup potensial
untuk dikembangkan adalah ternak sapi potong, ini disebabkan karena
ternak unggas sedang mengalami virus flu burung, maka sebagian
masyarakat takut untuk mengkonsumsi daging unggas dan masyarakat
pada saat sekarang ini lebih cenderung untuk memilih daging ternak
besar terutama sapi potong. Usaha peternakan sapi potong sekarang
ini sudah merupakan suatu usaha yang dapat diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga ataupun suatu usaha.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu dari beberapa daerah
yang potensial untuk pengembangan usaha sapi potong dimana
Potensi areal untuk pengembangan ternak kurang lebih 125.100
Ha, secara umum belum termanfaatkan dengan baik, terutama
untuk ternak besar (sapi dan Kerbau), sebab pada umumnya
masyarakat memelihara ternak besar masih menggunakan
halaman pekarangan atau perkebunan kelapa dan mete.
Sulawesi Tenggara terdapat 7 (tujuh) kabupaten yang menjadi sentra
produksi sapi yakni Kabupaten Buton, Muna, Konawe, Konawe
Selatan, Bombana, Kolaka, dan Kolaka Utara.
Klaster peternakan Sapi cocok dikembangkan di Kabupaten
Konawe dan Konawe Selatan. Distribusi populasi ternak sapi
menurut Kabupaten/Kota adalah 29,48 % terdapat di Kabupaten
1
Konawe Selatan, 25,64 persen; Kabupaten Konawe, 15,93
persen; Kabupaten Kolaka, 14,71 persen Kabupaten Muna,
10,21 persen, Kabupaten Bombana 4,03 persen, dan sisanya tersebar
di Buton, Kolaka Utara, Wakatobi, Kota Bau-Bau dan Kota Kendari,
(Dinas Pertanian Sultra, 2010), ini berarti bahwa Kabupaten Konawe
Selatan sangat potensial untuk pengembangan usaha sapi
potong ditingkat petani.
Salah satu upaya untuk mendukung program pemerintah
mewujudkan swasembada daging nasional 2014 yaitu dengan
pemberian bantuan penguatan modal kepada peternak, dan melalui
wadah kelompok usaha ternak sapi yang ada di Desa diharapkan bisa
dimanfaatkan dengan baik, untuk meningkatkan produksi dan mutu
hasil ternak mereka. Oleh karena itu, ketujuh sentra produksi
sapi Sultra tersebut mendapatkan alokasi bantuan penguatan modal
sekitar Rp 1 miliar untuk sejumlah kelompok usaha ternak sapi yang
terbentuk disetiap Desa.
Berdasarkan potensi diatas bahwa Kabupaten Konawe
Selatan khususnya Kecamatan Tinanggea yang memiliki
keunggulan dibanding Kecamatan lain dalam pengembagan usaha
sapi potong. Namun yang menjadi pusat perhatian dengan
keunggulan tersebut apakah masyarakat Kecamatan Tinanggea
dalam hal ini Rumah Tangga Peternak (RTP) dapat merasakan
manfaat ekonomis secara berkelanjutan yang jika dilihat dari struktur
2
masyarakatnya rata-rata masih tergolong kelas ekonomi menengah
kebawah. kemudian permasalahan selanjutnya adalah belum
teridentifikasinya potensi Sumber daya alam (SDA) dan potensi
ekonomi untuk pengembangan usaha tersebut. Untuk menjawab
permasalahan tersebut tentu perlu menganalisis bagaimana potensi
wilayah yang mendukung pengembangan usaha sapi potong serta
bagaimana kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan
Manajemen Usaha tani.
Dengan demikian melihat potensi Kabupaten Konawe
selatan untuk pengembangan usaha sapi potong serta
mendukung program-program pemerintah maka penulis
menganggap penting melakukan kajian penelitian dengan judul
"Analisis Potensi Wilayah Untuk Pengembangan Usaha Sapi
Potong di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
Provinsi Sulawesi Tenggara".
2. Perumusan Masalah
Dari urain diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai Berikut :
1. Bagaimana potensi Sumber Daya Alam (daya
dukung/ketersediaan lahan, daya dukung produksi limbah
pertanian/padang rumput/hijauan, dan ketersediaan air) di
Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan untuk
pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa mendatang.
3
2. Bagaimana potensi Sumber Daya Manusia (potensi kemampuan
pemeliharaan dan manajemen usaha rumah tangga peternak) di
Kecamatan Tinanggea dalam pemeliharaan sapi potong.
3. Bagaimana kondisi kelembagaan yang mendukung dalam
pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa mendatang.
4. Bagaimana potensi ekonomi (prospek usaha masa mendatang)
Rumah Tangga Peternak (RTP) sapi Potong di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan.
3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk:
1. Mengetahui potensi Sumber Daya Alam di Kecamatan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan untuk
pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa
mendatang.
2. Mengetahui potensi Sumber Daya Manusia di Kecematan
Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan dalam pemeliharaan
sapi potong.
3. Mengetahui kondisi kelembagaan yang mendukung dalam
pengembangan usaha peternakan sapi potong dimasa
mendatang.
4. Mengetahui prospek usaha Rumah Tangga Peternak (pasar,
permintaan Sapi potong) di Kabupaten Konawe Selatan
4. Manfaat Penelitian
4
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
tentang Kecematan Tinanggea sebagai salah satu wilayah
alternati f basis pengembangan usaha sapi potong dimasa
mendatang, terutama bagi para pengambil keputusan dan Para
pembuat kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah yang
bersangkutan.
5. Luaran/target yang diharapkan
Adapun luaran yang dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Tepublikasinya hasil penelitian pada jurnal nasional terakreditasi
serta bahan kajian pada seminar-seminar lokal.
2. Terpublikasinya potensi suber daya dan kelompok usaha
pemeliharaan sapi potong dalam rangka membangun wirausaha
tani yang berkelanjutan
3. Terciptanya kemandirian dikalangan petani dalam usaha
pemeliharaan sapi sebagai pendukung utama dalam
peningkatan pendapatan (ekonomi rumah tangga peternak)
4. Optimalnya pemberdayaan masyarakat melalui pola
pendampingan kepada petani sebagai upaya penguatan
kapasitas SDM Peternak sapi potong di Kecamatan Tinaggea
Kab. Konawe Selatan.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Usaha Perkembangan Sapi Potong
Menurut Sugeng (2004), Usaha ternak sapi potong merupakan
usaha yang lebih menarik sehingga mudah merangsang
pertumbuhan usaha, sebaliknya hewan ternak yang punya nilai
kemanfaatan dan ekonominya rendah pasti mudah terdesak
mundur dengan sendirinya, hal ini dapat dilihat dari manfaat sapi
yang luas dan nilai ekonomi tinggi.
1. Mutu dan Harga Daging / Kulit Menduduki Peringkat Atas.
2. Sapi Merupakan Salah Satu Sumber Daya Masyarakat.
3. Sapi Sebagai Tabungan.
4. Hasil Ikutannya Masih Berguna
5. Memberikan Kesempatan Kerja
Berdasarkan skala usaha dan tingkat pendapatan peternak,
Soehadji dalam Anggraini (2003) mengklasifikasikan usaha peternakan
menjadi empat kelompok,yaitu:
1. peternakan sebagai usaha sambilan, yaitu petani mengusahakan
komoditas pertanian terutama tanaman pangan, sedangkan ternak
hanya sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan
keluarga (subsisten) dengan tingkat pendapatan usaha dari
peternakan < 30%,
6
2. peternakan sebagai cabang usaha, yaitu peternak mengusahakan
pertanian campuran dengan ternak dan tingkat pendapatan dari
usaha ternak mencapai 30−70%,
3. peternakan sebagai usaha pokok, yaitu peternak mengusahakan
ternak sebagai usaha pokok dengan tingkat pendapatan berkisar
antara 70−100%. (Suryana: 2009).
Peternakan sebagai industri dengan mengusahakan ternak secara
khusus (specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha
peternakan mencapai 100%. Usaha peternakan komersial umumnya
dilakukan oleh peternak yang memiliki modal besar serta menerapkan
teknologi modern (Mubyarto dalam Anggraini 2003)
Menurut Rahardi dan Hartono (2005) Usaha Peternakan
dapat dirumusakan sebagai suatu usaha yang dilakukan secara
teratur dan terns menerus pada suatu tempat dan dalam jangka
waktu tertentu untuk tujuan komersil, kegiatan dalam usaha ini
meliputi : (1) Penghasil Temak (temak bibit/potong), telur dan
susu. (2) Penggemukan suatu jenis ternak. (3) Pengumpulan,
Pengedaran dan pemasaran produk-produk peternakan.
Program peningkatan usaha peternakan sapi potong tradisional
kearah peternakan yang lebih maju dan menguntungkan tidak lepas
dari :
1. Penggunaan bibit sapi potong yang baik dan unggul
2. Perbaikan makanan, baik kuwalitas maupun kuantitasnya
7
3. Menerapkan cara pengelolaan dan pemeliharaan yang baik
4. Penjagaan dan perawatan temak sapi potong, terutama
penjagaan kesehatan
5. Menciptakan pemasaran hasil ternak sapi potong yang
menguntungkan. (Murtidjo, 1992).
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang SULTRA:2010),
merencanakan untuk mengembangkan usaha terpadu peternakan dan
pertanian menjadi satu unit usaha karena dinilai sangat efektif dan
menguntungkan bagi masyarakat, salah satunya adalah usaha
pengembangan sapi terpadu. Dampak dar i faktor- faktor yang
merupakan potensi untuk pengembangan petemakan adalah
faktor sosial dan faktor ekonomi. Yang termasuk faktor sosial
adalah meningkatnya jumlah penduduk, pendidikan, dan
kesehatan (sadar gizi) sedangkan faktor ekonomi adalah
perbaikan ekonomi dan naiknya harga daging dipasaran.
Zainal Abidin (2002) menyatakan bahwa peningkatan
jumlah penduduk yang diikuti oleh peningkatan penghasilan perkapita
menjadikan masyarakat semakin menyadari arti gizi. Hal ini
membuat pergeseran pola makan masyarakat dari mengkonsumsi
karbohidrat ke protein (hewani), berupa daging, telur dan susu.
Di Indonesia, pemeliharaan ternak dilakukan secara ekstensif,
semi intensif, dan intensif. Pada umumnya sapi-sapi dipelihara
secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan
8
diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga temak
tersebut cepat gemuk. Sedangkan secara ekstensif, sapi-sapi
tersebut dilepaskan dipadang pengembalaan dan digembalakan
sepanjang hari, mulai dari pagi hingga sore hari (Sugeng, 1999).
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Konawe Selatan
(2010) melaporkan bahwa produksi temak sapi di Kabupaten
Konawe Selatan mengalami peningkatan. Kecamatan Tinanggea
menempati posisi teratas produksi temak sapi menurut kecamatan
di Kab. Konawe Selatan. hal ini tergambar dari tabel berikut :
Tabel 2.1. Populasi Ternak menurut Kecamatan 2009
KecamatanSub district
SapiCow
KerbauBuffalo
KudaHorse
KambingGoat
Dombasheep
BabiPig
1 2 3 4 5 6 7
1. Tinanggea 5.791 10 4 390 0 1.147
2. Lalembuu 2.639 0 0 560 0 03. Andoolo 4.618 5 2 373 0 1.0774. Buke 4.409 0 0 349 0 05. Palangga 2.406 40 2 164 0 06. Palangga Selatan 3.186 0 0 328 0 07. Baito 1.645 0 0 180 0 08. Lainea 2.627 0 0 565 0 09. Laeya 3.676 0 0 327 0 24710.Kolono 1.806 72 0 458 0 011.Laonti 785 0 0 0 0 012. Moramo 3.722 12 4 867 0 13513.Moramo Utara 2.819 0 0 584 0 014. Konda 4.527 13 2 184 0 23815. wolasi 3.410 0 0 109 0 016. Ranomeeto 2.082 0 0 277 0 97817. Ranomeeto barat 4.181 0 0 324 0 95618.Landono 3.642 39 0 220 0 ` 83619.Mowila 4.488 0 0 336 0 88920.Angata 1.873 246 0 124 0 50921.Benua 1.449 0 0 180 0 022. Basala 2.295 0 0 118 0 0Jumlab 2009 68.076 437 14 7.017 0 7.012Total 2008 166.836 363 14 6.358 0 6.382
Sumber : Diperta dan BPS Kab. Konawe Selatan.
9
Dalam meningkatkan potensi sapi potong ke arah yang lebih baik,
maju dan menguntungkan, pemerintah berusaha mengenalkan program
usaha peternakan yaitu 5 aspek:
1. Kegunaan dan pemilihan bibit yang berkualitas baik,
terutama bibit unggul.
2. Perbaikan makanan baik Kualitas maupun kuantitas.
3. Melaksanakan pola pemeliharaan yang baik
4. Perbaikan pola kesehatan
5. Pola pemasaran hasil peternakan dengan memperlihatkan
peluang pasar dan menguntungkan
2. Sumber Daya Manusia
Rahardi dan Hartono (2005), menyatakan ternak adalah sebagai
subjek dalam usaha petemakan. Peternak menjadi manejer bagi
Sumber Daya Peternakan lainnya, keberhasilan usaha ternak sapi
potong ditentukan oleh sedikit banyaknya oleh kemampuan peternakan
dalam mengelola usahanya. Oleh karena itu, pengembangun
Sumber Daya Manusia menjadi sangat penting bagi usaha
peternakan untuk dapat bersaing dengan usaha lainnya.
Sumber Daya manusia merupakan hal penting yang perlu
diperhatikan dalam pembangunan peternakan, karena sumber daya
manusia tidak hanya sekedar faktor produksi melainkan lebih
penting lagi yaitu pelaku langsung dari pembangunan petemakan
10
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai
pelaksana pembangunan atau sering dikatakan sebagai
pengembangan sumber daya manusia pada dasarya dapat
dilakukan mulai dari program keluarga berencana dan
pembinaan keluarga, perbaikan gizi dan kesehatan, latihan kerja dan
lingkungan masyarakat, dimana peningkatan kualitas masyarakat
sebagai salah satu tujuan akhir pembangunan itu sendiri.
Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat
dicurahkan dalam kegiatan usaha tani terdiri dari bapak, ibu, anak dan
tenaga kerja yang dipunyai. Satuan kerja yang dipunyai dihitung
berdasarkan tenaga kerja pria (HKP) yaitu : pria dewasa umur 15-64
tahun adalah 1 HKP, wanita dewasa umur 15-64 tahun 0,8 HKP,
anak-anak umur 10-14 tahun 0,5 HKP (Adiwilaga, 1975)
sedangkan kemampuan 1 HKP tenaga pria untuk memelihara
sapi potong secara intensif adalah sebesar 29 ekor dan secara
extensif 67 ekor (Direktorat Bina tlsaha Tani, 1985).
3. Sumber Daya Alam
Sumber Daya Alam ialah suatu sumber daya yang terbentuk
karena kekuatan alamiah, misalnya tanah, air, dan perairan, biotis,
udara, dan ruang, mineral, tentang alam (landscape), panas bumi dan
gas bumi, angin, pasang surut/arus laut.
11
1. Ketersediaan Air
Air merupakan salah satu fakor utama dalam usaha
pengembangan sapi potong. Air sangat penting untuk mengatur
suhu tubuh, untuk distribusi zat-zat makanan keseluruh jaringan
tubuh, penguapan air dari kulit dan paru-paru akan mengurangi panas
badan. Aspek potensi wilayah suatu komoditas pertanian sangat
diperlukan dalam program diversifikasi pertanian, sehingga lokasi
yang dipilih untuk usaha pengembangan suatu komoditas pertanian
adalah wilayah yang benar-benar potensial. Hal ini juga membantu
dalam penentuan kebijaksanaan dalam penetapan harga output dan
Input (Soekartawi, 1996).
Menurut Siregar (2005) mengatakan kual i tas hi jauan
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kelompok hijauan berkualitas rendah, seperti jerami padi, dan
jagung, pucuk tebu, dan lain-lain.
b. Kelompok hijauan berkualitas sedang, seperti rumput lapangan,
rumput kultur dan lain-lain.
2. Potensi Lahan dan Ketersediaan Hijauan
Secara umum bahan makanan ternak Ruminansia terdiri dari
hijauan dan konsentrat. Makanan hijauan adalah makanan yang
memiliki serat kasar yang tinggi, sedangkan konsentrat adalah
makanan yang memiliki serat kasar yang rendah dan mudah
dicerna. Pakan ternak sapi berasal dari hijauan atau rumput dan
12
pakan penguat sebagai tambahan, basanya bahan pakan hijauan
diberikan kurang lebih 10 % dari bobot badan serta bahan penguat
cukup diberikan 1 % dari bobot badan (Sugeng, 2004).
4. Lembaga Pendukung
Pengertian kelembagaan secara operasional dimengerti dan
dijumpai di lapangan adalah yang dikemukakan oleh Wariso
(1998), bahwa kelembagaan dikelompokkan dalam dua
pengertian,yaitu institut dan institusi. Institut merujuk pada
kelembagaan formal, misalnya organisasi, badan, dan yayasan
mulai dari tingkat keluarga, rukun keluarga, desa sampai
pusat. Sedangkan institusi merupakan suatu kumpulan norma-
norma atau nilai-nilai yang mengatur perilaku manusia untuk
memenuhi kebutuhannya.
Menurut Dirjen Peternakan (2003), kelembagaan pendukung
yang harus ada di suatu wilavah bagi pengembangan usaha
ternak sapi potong adalah dinas peternakan, kelompok peternak,
dan kelembagaan keuangan. Sedangkan kelembagaan
pendukung lain seperti pos keswan, penyalur sapronak,
pembibitan RPH dan pasar temak hares memiliki akses yang balk
terhadap wilayah pengembangan usaha sapi potong.
Lembaga memiliki Visi. Misi, tujuan dan fungsi. Untuk
mengemban mini, mewujudkan visi, mencapai tujuan dan
menjalalankan fungsinya suatu Lembaga memerlukan tenaga,
13
organisasi, tata kerja, dan sumber-sumber yang mendukungnya
(financial maupun non financial).Lembaga-lembaga yang
bersinergi dengan usaha peternakan berperan dalam menjamin :
1. Tersedianya fasilitas untuk menyusun program dan rencana
kerja penyuluhan peternakan yang tertib.
2. Tersedianya fasilitas untuk menyediakan dan menyebarkan
informasi teknologi dan pasar.
3. Terselenggaranya kerjasama antara peneliti, penyuluh peternakan,
petani peternak dan pelaku agribisnis lainnya.
4. Tersedianya fasilitas untuk kegiatan belajar dan forum-forum
pertemuan bagi petani peternak dan bagi penyuluh pertanian.
5. Tersedianya fasilitas untuk membuat percontohan dan
pengembangan model-model usaha tani dan kemitraan agribisnis
dan kemitraan agribisnis dan ketahanan pangan.
Menurut Dirjen Peternakan (1998), pengembangan
kelembagaan penopang usaha peternakan dimasa
mendatang mengarah kepada pemberdayaan balai penelitian
ternak untuk menghasilkan bibit unggul peternak yang sesuai
dengan ketersediaan lahan. ketersediaan jenis nakan ternak. dan
pada tenaga kerja untuk usaha peternakan di setiap lokasi
pengembangan ternak, Pemberian insentif dan kemudahan dari pihak
swasta untuk melakukan investasi dalam usaha menghasilkan bibit
sebar ternak unggul dan kewajiban penivalannya disertai dengan jasa
14
teknis pembinaan (teknical service) bagi pembelinya (petemak),
pemberian insentif dan kemudahan bagi pihak swasta untuk
menyelenggarakan jasa inseminasi buatan dan pelayanan
kesehatan hewan dengan menggunakan tenaga profesional, dan
pemberdayaan kelompok petani peternak/ koperasi peternak untuk
menekan biaya pemasaran dan sarana produksi serta meningkatkan
posisi selling poin.
15
BAB III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan wilayah observasi khusus terdiri dari 3 (tiga)
Desa yaitu Desa Bomba-Bomba, Desa Asingi, dan Desa Telutu
Jaya. wilayah observasi ini berdasarkan luas wilayah dan jumlah
populasi ternak sapi terbesar.
2. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survey, dokumentasi dan
observasi. Survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari
salah satu populasi dan menggunakan wawancara langsung, atau
wawancara terpadu (guide interview). Selain itu
pengumpulan data dilakukan dengan menetapkan key
informan (seorang informasi kunci).
Simamora (2004), menyatakan bahwa survei adalah metode
riset dalam pengumpulan data primer melakukan tanya jawab dengan
responden. Metode survei yang dilakukan yaitu tidak mewawancarai
secara langsung peternak, tetapi menetapkan key informan yang
dianggap mengetahui secara jelas rumah tangga peternak setempat.
3. Populasi Penelitian.
Populasi dari penelitian ini adalah rumah tangga peternak
(RTP) sapi potong yang ada di Kecamatan Tinanggea. Jumlah
populasi tersebut tidak menetapkan sampel/responden, tetapi
16
dilakukan dengan menetapkan key informan dan sampel khusus secara
Accidental (kebetulan) di setiap Desa yaitu Desa Bomba-Bomba,
Desa Asingi, dan Desa Telutu Jaya. Penetapan sampel khusus ini
untuk mendapatkan data primer penelitian.
4. Variabel yang di Teliti
Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Potensi
Sumber Daya Alam dilihat dari ketersediaan lahan hijauan(daya
dukung lahan, limbah pertanian,Produksi tanaman pangan) dan
ketersediaan air, Potensi Sumber Daya Manusia kita melihat
karakteristik peternak ( pengalaman peternak, jumlah sapi yang
dipelihara serta kemampuan dan manajemen usaha sapi), untuk
peranan dan keberadaan kelembagaan pendukung meliputi
beberapa hal yaitu harus ada dan berperan pada wilayah (Dinas
Peternakan, Kelompok Peternak, Lembaga Keuangan (bank dan
koperasi). Sedangkan potensi ekonomi meliputi peluang
keberlangsungan usaha, prospek pemasaran dan penjualan hasil
budidaya sapi.
5. Metode Analisis Data
Metode Analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif dengan pendekatan antar disiplin (inter discipline approach)
adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam analisis. Untuk menjawab
tujuan pertama dan kedua yaitu melihat potensi SDA dan SDM
dilakukan analisa sebagai berikut :
17
1. Analisa Sumber Daya Alam
Untuk menganalisa potensi pengembangan usaha sapi potong di
Kecamatan Tinanggea, dengan melihat potensi geografis,
kondisi kecocokan suhu udara, daya dukung lahan pertanian
yaitu kontribusi padang rumput dan non padang rumput
(sawah, perkebunan, hutan, tegalan), Daya dukung tamanan
pangan diperoleh dari kontribusi produksi limbah pertanian
tanaman pangan (padi, jagung dan sebagainya)
2. Analisis Potensi Sumber Daya Manusia.
Potensi sumber daya manusia dalam pengembangan usaha sapi
potong dilihat dari kemampuan pemeliharaan dan manajemen usaha
ternak rumah tangga peternak (RTP).
3. Analisis Potensi Kelembagaan dan potensi ekonomi
Sedangkan untuk menjawab tu juan ket iga untuk
mel ihat kond is i kelembagaan pendukung dan potensi
ekonomi pengembangan usaha sapi potong menggunakan
analisa diskriptif kualitatif yaitu menjelaskan kondisi faktual
berdasarkan kebutuhan penelitian (potensi pasar dan pemasaran
sapi, potensi pendapatan petani).
18
BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Jadwal kegiatan penelitian terdiri dari tahap persiapan,
pelaksanaan sampai pelaporan direncanakan selama 10 (bulan) bulan,
Adapun tahapan-tahapan kegiatan penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Tahap I : Tahap pra-survey dan identifikasi yaitu tahap uji coba
pengenalan instrument dan lokasi penelitian yang telah
ditetapkan sebagai penyempurnaan instrument.
2. Tahap II : tahap survey dan pelaksanaan penelitian sesuai
dengan kepentingan penelitian. Hasilnya adalah perolehan
data primer dan data sekunder untuk bahan analisis
3. Tahap III : analisis dan penyusunan laporan penelitian. Hasilnya
adalah informasi lengkap mengenai potensi wilayah da potensi
ekonomi untuk pengembangan usaha sapi potong Di
Kecamatan Tinanggea Kab. Konawe Selatan.
4. Tahap IV : Pelaporan yaitu pelaporan hasil penelitian dan
publikasi ilmiah.
19
Adapun jadwal kegiatannya adalah sebagai berikut:
Tabel : 4.1. jadwal kegiatan Penelitian. Uraian Kegiatan Bulan Ke -
I II III IV V VI VII VIII IX XPersiapann (Assessment):survey lokasi & Koordinasi di 3 desaSosialisasi dan Pemetaan Lokasi Penetapan Sumber Informasi Penelitian. Pelaksanaan Penelitian: Analisa Kelompok KK RTP di 3 desa Pengambilan Data, Wawancara KK RTP melalui Key informanAnalisa SDM & Kelembagaan Pendukung Perampungan Data dan pemutakhiran data penelitianPenuyusunan Hasil & Pelaporan:Penyusunan laporan hasil penelitianSeminar Hasil PenelitianPerbaikan Hasil LaporanLaporan Akhir
Catatan : KK RTP = Kepala Keluarga Rumah Tangga Peternak
20
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Kecamatan Tinanggea.
4.1.1. Kondisi Geografis.
Kecamatan Tinanggea dengan Ibukota Kelurahan Tinanggea
sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Andoolo dan Kecamatan
Lalembuu ,sebelah selatan berbatasan dengan selat Tiworo sebelah timur
berbatasan dengan Kecamatan Palangga dan Palangga Selatan dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bombana.
Luas wilayah Kecamatan Tinanggea adalah 37,904 Ha atau 354,74
km2 atau 7,04 Persen dari luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Kecamatan Tinaggea merupakan
daerah terluas se Kabupaten Konawe Selatan. Untuk data Ketinggian
desa di atas permukaan laut (dpl). Kecamatan Tinanggea dilihat dari letak
Geografisnya dan topografisnya sebagian besar desanya adalah bukan
Pantai dan Bukit. Letak Geografisnya dan Topografisnya untuk masing-
masing desa/kelurahan dapat dilihat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1.Persentase Wilayah Desa/Kelurahan
Menurut Letak Topografis 2011
21
65.38%
11.54%
23.08%
Dataran
Lereng/Punggung Bukit
Pesisir/Tepi laut
4.1.2. Kondisi Penduduk dan Mata Pencaharian
Komposisi penduduk Kecamatan Tinanggea didominasi oleh
penduduk muda/dewasa. Hal menarik yang dapat diamati pada
piramida penduduk adalah adanya perubahan arah perkembangan
penduduk yang ditandai dengan jumlah penduduk usia 0-4 tahun yang
cukup besar. Untuk itu pemerintah perlu menekan laju pertumbuhan
penduduk dengan memperhatikan kebijakan kependudukan. Jumlah
penduduk Kecamatan Tinanggea pada tahun 2010 sebesar 21.320
jiwa, kemudian meningkat di tahun 2011 menjadi 21.772 jiwa. Tingkat
pertumbuhan penduduk Kecamatan Tinanggea pada tahun 2011
sebesar 2,12% per tahun.
penduduk usia kerja yang didefinisikan sebagai penduduk
berumur 10 tahun ke atas, yang bekerja sebanyak 8.384 orang, yang
terdiri atas 5.563 laki-laki dan 2.821 perempuan.Penduduk yang tidak
bekerja dirinci lagi menjadi penduduk yang sedang mencari pekerjaan
atau mempersiapkan suatu usaha dan yang sedang tidak mencari
pekerjaan atau mempersiapkan suatu usaha. jumlah penduduk usia 10
tahun ke atas yang mencari pekerjaan sebanyak 272 orang, yang
terdiri atas 112 laki-laki dan 160 perempuan.
Rata-rata penduduk Kabupaten Konawe Selatan bekerja pada
sektor pertanian, peternakan dan perikanan sebesar 64,28% dari
jumlah penduduk Kabupaten Konawe selatan.
22
4.2. Deskripsi Populasi Ternak Sapi Kecamatan Tinanggea.
Perkembangan populasi ternak sapi di Kecamatan Tinanggea
masih tergolong tinggi dibandingkan dengan populasi ternak sapi di
Kecamatan lainnya. Yaitu sebanyak 3.577 ekor pada tahun 2011.
Pada tahun 2009- 2010 populasi ternak sapi di Kecamatan Tinanggea
merupakan populasi sapi terbanyak di Kabupaten Konawe Selatan.
Kondisi ini dapat dikatakan bahwa secara umum usaha
pengembangan sapi potong wilayah Kabupaten Konawe Selatan
cukup potensial dikembangkan di Kecamatan Tinanggea.
4.3. Deskripsi Hasil Penelitian.
Hasil sesus yang dilaksanakan BPS tahun 2011 menghasilkan
populasi sapi di sultra mencapai 213.736 ekor. Ini merupakan angka
yang harus diterima oleh seluruh jajaran perternakan di sultra. (BPS
SULTRA, 2011). Data BPS mencatat, dari hampir 250 ribu populasi
ternak sapi di Sultra, sekitar 52 ribu lebih ada di Konawe Selatan atau
merupakan populasi tertinggi dari 12 kabupaten/kota di Sultra. Sektor
pertanian telah memberikan kontribusi terbesar dari total PDRB
Konawe Selatan. Distribusi persentase PDRB untuk sektor pertanian
mencapai 36,22 persen yang mencakup bidang pertanian,
peternakan, kehutanan dan perikanan. peternakan cukup memberikan
kontribusi pada peningkatan PDRB di Konawe Selatan.
23
Peternakan sapi potong di Konawe Selatan cukup besar. Hal ini
diketahui melalui Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau
yang dilakukan pada bulan Juni 2011. Hasilnya menunjukkan jumlah
rumah tangga pemelihara sapi potong cukup banyak, yaitu 15.089
rumah tangga dan ada 28 rumah tangga yang berprofesi sebagai
pedagang sapi potong. Adapun jumlah sapi potong keseluruhan yang
terdata yaitu 52.401 ekor.
1. Potensi Wilayah Sumber Daya Alam Kec. Tinanggea
Kondisi geografis Kabupaten Konawe Selatan sangat cocok untuk
pengembangan ternak sapi potong. Hal ini didukung dengan
ketersediaan lahan padang rumput, kontribusi limbah produksi
pertanian, maupun hutan produksi masyarakat.
Kecamatan Tinanggea memiliki luas wilayah 37.904 Ha (8%) dari
luas Wilayah kabupaten Konawe Selatan, 76 persen dari 25 Desa
adalah daratan dan 24 persen adalah wilayah pesisir/tepi pantai.
Apabila dilihat dari segi klasifikasi wilayah daratan tersebut maka
dapat dikelompokan atas hutan rakyat (29,64%), lahan perkebunan
(19,89%), lahan sawah (4,55) lahan tegal (9,25%) dan lahan lainnya
(9,12%). Berdasarkan data tersebut bahwa masyarakat Kecamatan
Tinanggea (terutama desa Telutu Jaya) memanfaatkan hutan rakyat
sekitar kawasan sebagai ternak sapi lepas, dimana jumlah sapi milik
warga sekitar 400 ekor dilepas di wilayah tersebut (wawancara,
informan Desa Telutu Jaya,2011).
24
Suhu udara di Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan
merupakan suhu yang cocok untuk pengembangan usaha
penggemukan sapi potong, dimana suhu udara rata-rata Kecamatan
Tinaggea adalah sebesar 21°C - 32°C. hal ini dapat dilihat pada tabel
4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3. Suhu Udara Maksimum Dan Minimum Dikecamatan Tinanggea Tahun 2010 – 2011
Sumber : Kantor Kecamata Tinanggea (KCDA), 2012
Berdasarkan tabel diatas bahwa kecamatan Tinaggea
merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan usaha sapi
potong baik pengembang biakan maupun penggemukan dengan suhu
rata-rata tersebut diatas. Apabila dibandingkan dengan Kabupaten
Muna Misalnya yang telah menjadi pulau penyangga swasembada
daging nasional 2014 banyak tempat-tempat penggemukan sapi yang
mengalami kematian karena suhu udara panas.
25
B U L A N2010 2011
Maks. Min. Maks. Min.( 0 C ) ( 0 C ) ( 0 C ) ( 0 C )
(1) (2) (3) (4) (5)1. Januari 34 21 32 212. Februari 34 22 34 223. Maret 33 21 32 214. April 32 22 32 235. M e i 32 21 34 206. J u n i 31 20 31 207. J u l i 31 18 31 188. Agustus 30 20 35 209. September 32 19 32 2010. Oktober 33 20 32 2011. Nopember 33 20 32 2112. Desember 34 22 31 22
RATA – RATA 32 21 32 21
Kontribusi limbah produksi hasil pertanian (padi sawah, jagung,
ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan sejenisnya) memberikan
kontribusi besar dalam pengembangan usaha sapi bagi RTP di
Kecamatan Tinanggea. Produksi limbah pertanian berdasarkan luas
panen di Kecamatan Tinaggea dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
Tabel 4.3.1. Produksi limbah pertanian berdasarkan luas panen di Kecamatan Tinaggea tahun 2011.
No. Jenis Tanaman
Luas Panen (Ha)
Persentase Kontribusi
Kontribusi (%)
1 Padi sawah 2.196 0,23 ton/ha/thn 5,052 Jagung 140 10,9 ton/ha/thn 15,263 Ubi kayu 86 5,05 ton/ha/thn 4,344 Ubi jalar 23 1,2 ton/ha/thn 0,275 Kacang tanah 85 1,44 ton/ha/thn 1,226 Kacang kedelai 53 1,07 ton/ha/thn 0,56Jumlah (ton) 2.583 26,7
Sumber : Data Sekunder (diolah,2012)
Berdasarkan tabel diatas dikatakan bahwa tanaman pangan
dapat menghasilkan limbah pertanian yang dimanfaatkan sebagai
pakan ternak untuk pengembangan sapi potong di Kecamatan
Tinanggea adalah sebanyak 26,7 ton/tahun. Produksi limbah
pertanian paling banyak adalah limbah pertanian dari jerami padi
sawah (hijauan) sebanyak 5,05 ton/tahun dan jerami jagung (hijauan)
sebanyak 15,26 ton/tahun.
Hasil survey menunjukan bahwa masyarakat Kecamatan
Tinanggea (Lapoa, Bomba-bomba dan Telutu Jaya) selain
memproduksi padi sawah juga memproduksi jagung dengan bantuan
bibit dari PT. Pertani Cab. Kendari, sehingga dapat menghasilkan
26
produksi limbah pertanian yang cukup untuk pakan ternak sapi
potong.
Sedangkan ketersediaan air Kabupaten Konawe selatan pada
umumnya dan Kecamatan Tinanggea pada khususnya memiliki
ketersediaan air yang cukup dan mendukung pengembangan usaha
ternak sapi (baik pengembang biakan maupun penggemukan). Hal ini
didukung dengan rata-rata ketinggian Kecamatan Tinanggea diatas
1,5 – 4 m diatas permukaan laut dan curah hujan rata-rata 121,2 –
466,4 mm/tahun dengan jumlah 204 – 242 hari/pertahun sepanjang
tahun 2010 – 2011 (Data KCDA Tinanggea, 2012). Kondisi ini
menunjukan bahwa ketersediaan air tanah dan air hujan yang dapat
mengalir di irigasi adalah dalam kondisi cukup. Selain itu,
ketersediaan air merupakan kontribusi dari air irigasi sawah dan
sumur rumah tangga dan kali.
2. Potensi Sumber Daya Manusia
Jenis rumpun sapi potong yang dipelihara rumah tangga (RTP)
sebagian besar berasal dari jenis Sapi Bali (99,5 %), jenis rumpun lain
yang dipelihara diantaranya sapi Ongole/PO dan Sapi Aceh. Adapun
cara pemeliharaan sapi potong mayoritas dengan cara dikandangkan
dan dilepas (49,96 %) dengan tujuan pemeliharaan mayoritas untuk
pengembangbiakan. Ternak sapi potong yang dipelihara sebagian
besar milik sendiri (65,2%), dan 34, 2% berasal dari pihak lain yang
dipelihara. Mayoritas sumber perolehan jenis ternak yang dipelihara
27
berasal dari dalam kabupaten Konawe Selatan (99,67%) dan sisanya
berasal dari luar kabupaten maupun luar propinsi. Ini menunjukan
bahwa kepemilikan sapi Di Kecamatan Tinanggea sebagian Besar
adalan milik sendiri.
Berdasarkan data tersebut diatas maka dapat disajikan
klasifikasi rumah tangga peternak berdasarkan jenis dan tujuan
pemeliharaan sapi sebagai berikut:
Tabel 4.3.2. Klasifikasi RTP menurut Kecamatan dan tujuan Pemeliharaan.
Sumber: BPS Konawe Selatan, 2012.
Pengalaman ternak berdasarkan hasil survey dan observasi
bahwa rata-rata masyarakat Kecamatan Tinanggea terutama Desa
Telutu Jaya memiliki pengalaman ternak yang lama rata-rata diatas 2
tahun. Dimana usaha atau ternak sapi terutama pengembangbiakan
merupakan tradisi masyarakat setempat.
28
Dilihat dari rata-rata penduduk per rumah tangga menurut desa
di Kecamatan Tinanggea adalah berkisar 3-5 0rang, dengan jumlah
rumah tangga sebanyak 4.890 KK. khusus untuk desa Asingi (304
KK/rumah tangga), Telutu Jaya (481 KK) dan Bomba-bomba memiliki
174 rumah tangga (BPS Konawe Selatan, 2011). Karena memelihara
sapi bagi masyarakat setempat merupakan tradisi sehingga rata-rata
penduduk per rumah tangga memiliki minimal 2 ekor sapi peliharaan.
Sapi peliharaan tersebut dengan cara kandang dan lepas dan
beranggapan setelah musim panen selesai dilepas disawah dan
limbah produksi pertanian lainnya.
Dengan demikian, rumah tangga peternak (RTP) di Kecamatan
Tinanggea dalam pengembangan usaha sapi potong pada umumnya
telah berpengalaman walaupun rata-rata pendidikan SMU dan
Sederajat serta manajemen usaha masih sederhana atau alamiah.
Rata-rata tujuan pemeliaharaan sapi potong adalah
pengembangbiakan (sebagaimana pada tabel 4.3.2 diatas), sehingga
populasi ternak di Kecamatan Tinanggea masih memiliki potensi
strategis.
3. Pontensi Lembaga Pendukung.
Salah satu kriteria suatu daerah dikatakan berkembang apabila
diwilayah tersebut terdapat lembaga keuangan (Bank dan Non bank).
Berdasarkan observasi Kabupaten Konawe Selatan memiliki potensi
kelembagaan yang cukup dalam pengembangan usaha UMKM
29
termasuk pengembangan usaha sapi. Potensi tersebut meliputi
keberadaan lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan
lainnya, keberadaan lembaga Bank dan koperasi sebagian besar
berada di Kecamatan Konawe Selatan.
Jumlah lembaga bank di Kabupaten Konawe Selatan berada
diurutan ke 7 (tujuh) dari 12 kabupaten/Kota yaitu Kendari (41 bank),
Kolaka (21 bank), Muna (15 bank), Bau-bau (13 Bank), Konawe (11
bank), Kolut (7 bank) dan Kabupaten Konawe selatan memiliki 6
bank yang terdiri dari BRI (3), BPD (1) dan BPR (2). Dari beberapa
kecamatan, Kecamatan Tinaggea terdapat bank BRI dan BPR
sehingga merupakan lembaga pendukung dalam pengembangan
usaha sapi potong yang dapat diakses masyarakat melalui dana
KUR, kredit mikro dan sebagainya.
Sedangan untuk jumlah koperasi di Kecamatan Konawe
Selatan menduduki posisi ke empat dari 12 Kabupaten/Kota Se
Sultra. Dimana perkembangan Jumlah Koperasi Menurut
Kabupaten/Kota adalah Kota Kendari (16%), Kolaka (15%),
Konawe (12%), Konawe Selatan (9%), Muna (8%), Bau-bau (7%),
Buton dan Bombana (6%), Waakatobi (5%), Kolut (3%), Butur (2%),
Konut (1%). Apabila dilihat dari segi perkembangan profit rata-rata
Kabupaten Konawe Selatan menduduki posisi ke tiga dengan profit
rata-rata 8,184 (Milion Rupiah), setelah Kab. Kolaka sebesar
33,122 (Milion Rupiah) dan Kota Kendari sebesar 10,312 (Milion
30
Rupiah), sedangkan Kab. Konawe Hanya sebesar 3,934 (Milion
Rupiah).
Berdasarkan kondisi diatas menunjukan bahwa kontribusi
kelompok usaha koperasi di Kabupaten Konawe Selatan cukup
besar sehingga mendukung kegiatan usaha lainnya termasuk
pengembangan usaha sapi potong. Dari persentase tersebut
keberadaan koperasi sebagian besar beada di Kecamatan
Tinanggea karena Kecamatan Tinanggea adalah pasar yang paling
strategis di Kabupaten Konawe Selatan.
Selain itu Kecamatan Tinanggea memiliki 1 (satu) unit Kantor
Peternakan Kecamatan yang memberikan penyuluhan dan
pendampingan kepada rumah tangga peternak (RTP) maupun
kelompok usaha peternakan sapi potong di Kecamatan Tinanggea.
4. Potensi Jangka Panjang (Pasar & pemasaran).
Potensi jangka panjang merupakan potensi ekonomi dalam
mengembangkan usaha sapi potong yang meliputi potensi pasar
(nilai jual tinggi) serta pemasaran hasil ternak sapi potong baik hasil
penggemukan maupun hasil ternak peliharaan/pengembangbiakan.
Potensi besar pada produk ternak sapi adalah semua
dimanfaatkan secara ekonomis dan bernilai guna yang tinggi
(daging, kulit dan kotoran). Ketiga potensi ini yang memiliki peluang
besar dalam mengembangkan sapi potong di wilayah yang memiliki
31
ketersediaan lahan, padang rumput, hijauan lainnya dan
ketersediaan air.
Untuk potensi daging sapi akan semakin tinggi seiring
tingginya permintaan pasar terhadap sapi potong pada saat hari
raya dan musim qurban, dimana pada musim tersebut lebih banyak
melirik dan membeli sapi di pedesaan termasuk Konawe Selatan
karena harga rata-rata sapi berkisar Rp 7 jutaan lebih murah dari
harga sapi di Kota. (informan, Desa Bomba-Bomba dan Telutu
Jaya). Kemudian potensi lainnya adalah dimungkinkan nilai tukar
peernak sapi akan meningkat pada tahun 2014 seiring dengan
program pemerintah Swasembada daging Nasional dimana
Kabupaten Konawe Selatan dan Kabupaten Muna dijadikan
sebagai pulau penyangga Swasembada Daging Nasional 2014).
Potensi Kulit sapi sangat menjanjikan dalam usaha kerajinan
kulit maupun bahan makanan jadi. Dimana telah banyak lembaga
usaha mikro yang menekuni usaha kerupuk yang berasal dari kulit
sapi. Khusus kotoran sapi juga memiliki multi guna sebagai pupuk
alami dan biogas rumah tangga.
Potensi penggunaan kotoran sapi sebagai biogas sebagai
bahan bakar alternatif sangat besar dimana pasar dan
pemasarannya adalah lokal, dimana Kecamatan Konda Kabupaten
Konawe Selatan telah mengembangkan usaha pembuatan Biogas
dari kotoran sapi sebagai bahan bakar alternatif dan murah bagi
32
rumah tangga. Oleh karena itu, salah satu strategi dalam
mengembangkan usaha sapi di Kecamatan Tinanggea adalah
membuat usaha pemotongan sapi potong sehingga dapat meraih
nilai ekonomi multi profit dengan tiga produk utama dari sapi
(daging, kulit dan kotoran).
4.4. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diatas dengan menganalisa
potensi ketersediaan lahan, limbah produksi hasil pertanian,
ketersediaan air, potensi sumber daya, pengalaman ternak,
lembaga pendukung dan potensi ekonomi (pasar dan pemasaran)
maka dapat dikatakan bahwa Kecamatan Tinanggea Kabupaten
Konawe Selatan memiliki potensi yang besar untuk pengembangan
usaha sapi potong, walaupun secara geografis masih ada 3 (tiga)
Kecamatan yang memiliki potensi pengembangan usaha sapi baik
penggemukan maupun pengembangbiakan yaitu Kecamatan
Konda, Kecamatan Andoolo dan Kecamatan Mowila, akan tetapi
masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Misalnya
Dinas Pertanian Sultra tahun 2012 menjadikan Kecamatan Mowila
sebagai sentra Penggemukan Sapi, tetapi Kecamatan Tinanggea
masih unggul dari segi keberadaan lembaga pendukung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tujuan pemeliharaan sapi
di Kecamatan Tinanggea adalah sekitar 79,22 persen adalah
pengembangbiakan, dan sekitar 65,20 persen milik sendiri serta
33
metode yang digunakan adalah dengan cara lepas dan
dikandangkan. Kemudian didukung dengan kontribusi ketersediaan
padang rumput dan limbah produksi hasil pertanian adalah sebesar
26,7 ton/tahun.
Potensi Sumber daya alam tersebut ditopang dengan potensi
Sumber daya manusia dan potensi daya dukung lembaga
keuangan bank dan usaha koperasi, serta pengalaman usaha
ternak sapi potong yang rata-rata telah diatas 2 tahun, dimana
memelihara atau mengembangbiakan sapi merupakan kegiatan
sampingan bagi masyarakat setempat. Namun yang perlu dicatat
bahwa keberadaan lembaga/kelompok usaha sapi dan jual beli sapi
belum teridentifkasi secara detail.
Berdasarkan potensi dan keunggulan tersebut maka
Kecamatan Tinanggea merupakan daerah yang potensial dan
strategis dalam mengembangkan usaha ternak sapi baik
penggemukan maupun pengembangbiakan. Bahkan memiliki
potensi untuk menembangkan usaha pemotongan sapi di daerah
tersebut yang sebelumnya telah dikembangkan di Desa Telutu
Jaya. Sehingga dengan demikian Kecamatan Tinanggea memiliki
keunggulan dalam mengembangkan, memasarkan produk sapi
(daging, kulit dan kotoran) yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi
yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan dan
mengangkat taraf hidup rumah tangga.
34
BAB VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Secara umum Kecamatan Tinanggea merupakan daerah yang
memiliki potensi sumber daya alam yang cukup untuk
pengembangan sapi potong di Kabupaten Konawe Selatan yang
berasal dari kontribusi lahan hutan rakyat dan limbah produksi
hasil pertanian sebesar 26,7 ton/tahun, serta suhu udara antara
21°C - 32°C.
2. Rumah tangga peternak (RTP) rata-rata memiliki pengalaman
ternak diatas 2 (dua) tahun dan sekitar 65,20 persen sapi
peliharaan adalah milik sendiri.
3. Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan memiliki
lembaga pendukung dalam pengembangan usaha sapi yaitu
Bank, Koperasi, lembaga Penyuluh (Kantor Peternakan
Kecamatan) dan memiliki potensi pasar yang luas (lokal dan
regional) serta pemasaran yang jelas, sehingga memberikan
jaminan jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.
35
5.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelian dan kesimpulan tersebut diatas
maka perlu beberapa rekomendasi strategis:
1. Bagi masyarakat Kecamatan Tinanggea dan RTP pada
umumnya agar mengembangkan usaha sapi potong tidak
sekedar usaha sambilan dan/atau naturalistik.
2. Agar kembali mengembangkan usaha pemotongan sapi di
Kecamatan Tinanggea untuk mendapatkan multi benefit dari
usaha sapi melalui pemanfaatan nilai ekonomis daging, kulit dan
kotoran sapi.
3. Pemerintah sedapat mungkin menetapkan rencana strategis
untuk pengembangan usaha sapi dengan memperhatikan
keunggunan potensi sumber daya demi tumbuhnya UMKM di
Kabupaten Konawe Selatan dan tercapainya swasembada
daging nasional 2014 karena penduduk Kec. Tinanggea sekitar
62,28 persen bekerja pada sektor pertanian, perikanan dan
peternakan.
4. Untuk peneliti selanjutnya dapat mengkaji pola-pola
pengembangan usaha sapi baik pengembangbiakan maupun
penggemukan sapi dengan menggunakan teknologi tepat guna.
36
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zainal . 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.
BPS Kabupaten Konawe Selatan. 2010. Kab. Konawe Selatan dalam Angka. BPS, Kabupaten Konawe Selatan.
BPS Kabupaten Konawe Selatan. 2011. Kab. Konawe Selatan dalam Angka. BPS, Kabupaten Konawe Selatan
Direktorat Jenderal Peternakan. 1992. Petunjuk Tanis Pelaksanaan Panca Usaha Ternak potong Direktorat Jendral Peternakan. Proyek Usaha Sapi potong, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 1998. Kajian Pola Pengembangan Peternakan Rakyat Berwawasan Agribisnis. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2003. Buku Statistik Peternakan. Direktorat Bina Penyebaran Peternakan, Jakarta.
Dwiyanto, K. 2002. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi teknologi dalam Mendukung usaha agribisnis yang berdaya saing, Berkelanjutan, dan berkarakyatan. Wartozoa 12 (1) : 1-8.
Murtidjo, B.A. 1992. Beternak Sapi Potong, Penerbit Kanisius, Jakarta.
Nell, A.J dan D.H.I. Rollinson. 1974. The requirent and availability of live Stock Feed In Indonesia. UNDP Projed INS/72/009.
Rahardi, F dan Rudi Hartono. 2005. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rahardi, F, Imam, S dan R.N. Styowati.1999. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sim!amora, B. 2004. Riset Pemasaran. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES, Jakarta.
Siregar, S.B. 2005. Penggemukan Sapi, Penebar Swadaya, Jakarta.
37
Soekartawi. 1996. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Pers, Jakarta.
Sugeng. 2004. Sapi Potong, Penebar Swadaya, Jakarta.
Suriana. 2009. Pengembangan Usaha Ternak sapi Potong Berorientasi Agribisnis dengan Pola Kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian. Kalimantan Timur.
War i so , R .M .1998 . Pene l i t i an Pemberdayaan Ke r j a Sama Ke lembagaan . Integrated Swamp Development Project, Badan Litbang Pertanian, Jakarta.
38
Lampiran 1. Rincian Anggaran Biayan (RAB) Penelitian
Usulan Anggaran kegiatan yang diusulkan dalam penelitian ini
dengan term waktu selama 10 bulan dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:
No Uraian kegiatan Unit Satuan Satuan Harga
Total (Rp)
1. Honorarium Penelitia. Ketua Peneliti 1 Paket 1.000.000 1.000.000b. Anggota 1 Paket 800.000 800.000c. Anggota 1 Paket 800.000 800.000
Jumlah. 2.600.0002. Biaya Bahan Habis Pakai & Prlt.
a. Biaya Administrasi Penelitian:- ATK (Kertas, Amplop, Tinta, Id Card,
surat-menyurat, ketris printer dll)1 Paket 750.000 750.000
- Dokumentasi Keg. Penelitian camera digital), cetak foto lokasi)
1 Paket 250.000 250.000
- Foto Copy & perjilidan sampai pelaporan 1 Paket 600.000 600.000b. Biaya Operasional:
Biaya pengambilan data sekunder 1 paket 250.000 250.000- Pengambilan data primer di 3 Desa 3 Lokasi 250.000 1.250.000- Konsumsi & Akomodasi (seminar) 1 Paket 750.000 750.000- Biaya perampungan dan pemutakhiran
data1 paket 150.000 150.000
- Peralatan pendukung (Baterai kamera, tape recorder, dll)
1 paket 250.000 250.000
Jumlah 4.250.0003. Transportasi:
- Transportasi pra- Survey & Identifikasi Lokasi di 3 Desa.
1 Paket 250.000 250.000
- Transportasi Survey, Pengambilan & Pengumpulan Data.
15
Kali 75.000 1.225.000
Jumlah 1.475.0004. Hasil penelitian &Pelaporan dan lain-lain:
- By. Penggandaan hasil penelitian 1 paket 300.000 300.000- By. Publikasi jurnal nasioal terakreditasi 1 paket 750.000 750.000- By. Laporan kemajuan & Akhir 1 paket 300.000 300.000
Jumlah 1.350.000Total Rekapitulasi 1 + 2 + 3 + 4 9.675.000
Terbilang: Sembilan Juta Enam Ratus Tujuh puluh Lima Ribu Rupiah
39
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian
tugas
No Nama NIDN Bidang Ilmu
Alokasi Waktu
Jam/Minggu
Uraian Tugas
1 La Ode Alimusa, SE
0903078402
Manajemen
12 jam/Minggu
- Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian- Melakukan
survey, pengambilan data - Koordinasi denga
RTP Peternak- Melakukan
proses pubikasi- Bertanggung
jawab pada pelaporan hasil penelitian.
2 Siti Zakiah M, SE
0924047101
IESP 8 jam/Minggu
- Pengolahan data, penulisan dan Pengimputan dan administrasi- Bertanggung
jawab terhadap adm. Keuangan- Membuat laporan
penggunaan anggaran dan hasil
3 Murini, SE Akuntansi
12 jam/Minggu
- Memabantu ketua dan kegiatan lapangan- Melakukan
wawancara- Pengambilan
data sekunder- Membantu
membuat laporan penelitian
40
Lampiran 3. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Kondisi sarana dan prasarana yang tersedia sebagai pendukung
kegiatan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sarana perlengkapan berupa fasilitas komputer beserta printer
sebagai fasilitas utama dalam melakukan kegiatan penelitian.
2. Sarana transportasi berupa motor 1 (satu) unit.
3. Prasarana data sekunder (peta lokasi, profil wilayah) serta prasarana
pendukung penelitian lainnya.
41
Lampiran 4. Biodata Tim Peneliti
2. Biodata Ketua Tim Peneliti
CURRICULUM VITAE1. Nama2. NIP/NIDN3. Tempat tanggal lahir4. Program Studi
FakultasPerguruan tinggi
5. Alat kantorAlamat rumah
::::::::
La Ode Ali Musa, SE0903078402Masara, 3 Juli 1984ManajemenEkonomiUniversitas Muhammadiyah KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan Lorong Cendana II Kel. Bonggoeya Kec. Wua-Wua Kendari 93117
6. Mata Kuliah Yang Diampu:
1. Bisnis & Lembaga Ek. Islam 3. Manajemen Pemasaran4. Manajemen Koperasi & UMKM
7. Pendidikan
No. Nama Perguruan Tinggi
Gelar Tahun Selesai
Bidang Studi
1. Universitas Haluoleo Kendari
SE 2009 Manajemen
8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir)
No. Judul Tahun Kedudukan1. Analisis Alur Distribusi dan Volume Penjualan Beras
di Kota Kendari Prov. Sulawesi Tenggara2009 Peneliti
9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir)
No. Judul Tahun Kedudukan
Program Penguatan Kapasitas dan pendampingan Kasus 2009 Fasilitat
42
Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Anak Kota Kendari or
10.Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini
No. Institusi Jabatan
Periode Kerja
1. Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Potensi Ekonomi Masyarakat Sultra (Lekppem-Sultra)
Direktur 2010-sekarang
11.Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir)
No. Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit
1. Analisis Alur Distribusi dan Volume Penjualan Beras di Kota Kendari Prov. Sulawesi Tenggara
Mega Aktiva 2009
Kendari, 19 Maret 2012Ketua Peneliti,
La Ode Ali Musa, SE.NIDN. 0903078402
43
2. Anggota Peneliti
CURRICULUM VITAE1. Nama2. NIP3. Tempat tanggal lahir4. Program Studi
FakultasPerguruan tinggi
5. Alat kantorAlamat rumah
::::::::
Siti Zakiah Ma’mun, SE.0924047102Bau-Bau, 24 April 1971.ManajemenEkonomiUniversitas Muhammadiyah KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari.Jl. Bunga Tanjung No. 132 C Kendari.
6. Mata Kuliah yang Diampu:1. Studi Kelayakan Bisnis2. Ekonomi Manajerial3. Perpajakan
7. PendidikanNo. Nama Perguruan
TinggiGelar Tahun
SelesaiBidang Studi
1. Universitas Haluoleo Kendari
SE 1994 IESP
8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir)No.
Judul Tahun Kedudukan
1 Analisis Hubungan & Produksi dengan Produktivitas Usaha Tani Di Kecamatan Pondidaha
2010 Peneliti
9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir)
No. Judul Tahun Kedudukan
10.Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini
No. Judul Tahun Kedudukan1. Analisis Hubungan & Produksi dengan
Produktivitas Usaha Tani Di Kecamatan Pondidaha2010 Peneliti
44
11.Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir)
No. Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit
1
Kendari, 19 Maret 2012Anggota Peneliti,
Siti Zakiah Ma’mun, SENIDN. 0924047102
45
3. Anggota Peneliti
CURRICULUM VITAE1. Nama2. NIP3. Tempat tanggal lahir4. Program Studi
FakultasPerguruan tinggi
5. Alat kantorAlamat rumah
::::::::
Murini, SE.0917038102Sempa-Sempa, 17 Maret 1981.ManajemenEkonomiUniversitas Muhammadiyah KendariJl. K.H. Ahmad Dahlan No. 10 Kendari.
6. Mata Kuliah Yang diampu:1. Akuntansi Manajemen2. Pengantar Akuntansi 3. Manajemen Keuangan
7. Pendidikan
No. Nama Perguruan Tinggi
Gelar Tahun Selesai
Bidang Studi
1. Universitas Haluoleo Kendari
SE 2004 Akuntansi
8. Pengalaman Penelitian Yang Terkait (3 Tahun Terakhir)
No. Judul Tahun KedudukanHubungan system penggajian dan Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Nusantara Surya Sakti Kendari
2010 Anggota Peneliti
9. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat yang terkait (3 tahun terakhir)
No. Judul Tahun Kedudukan1 Program Pembangunan sarana Air Bersih, Sanitasi
dan Mikro Kredit di 7 Desa/ Kel. Kec. Puriala Kab. Konawe
2010-2012
Co. Field Officier
46
10.Pengalaman Profesional serta kedudukan saat ini
No. Judul Tahun Kedudukan1 Lembaga Swadaya Masyarakat Pemberdayaan
Perempuan Dan Anak (LSM-Perak)2010-sekarang
Co. Field Officier
11.Publikasi ilmiah yang terkait (3 tahun terakhir)
No. Judul Publikasi Nama Jurnal Tahun Terbit
Kendari,19 Maret 2012
Anggota Peneliti,
M u r i n i , SENIDN. 0917038102
47
48