BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rekam Medis
Rekam medik adalah keterangan baik yang tertulis maupun yang terekam
tentang identitas, anamnese, pemeriksaan fisik, laboratorium, diagnosa segala
pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien, dan pengobatan yang
ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Bertujuan
untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek: aspek administrasi
(administrasi value), aspek medis (medical value), aspek hukum, aspek keuangan
(financial or fiscal value), aspek penelitian (reseach value), aspek pendidikan
(education value), aspek dokumentasi (documentary value). Isi rekam medis
meliputi: identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa), riwayat penyakit,
laporan pemeriksaan fisik, instruksi diagnostik dan terapetik, adanya catatan
observasi, laporan tindakan dan penemuan, resume pasien (ringkasan riwayat
pulang).
Pelaksanaan rekam medis berdasarkan sumber hukum : Peraturan Pemerintah
No.10 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, Pasal 322 KUHP, Pasal 365
dan 1367 KUH Perdata, Permenkes Nomor 269 tahun 2008 Tentang Rekam
Medis/Medical Records. Pasal 10 ayat 1 disebutkan berkas rekam medis adalah milik
Universitas Sumatera Utara
sarana pelayanan kesehatan sedangkan isinya milik pasien, selanjutnya pada Bab II
Pasal 7 dijelaskan: lama penyimpanan sekurang-kurangnya 5 tahun terhitung dari
tanggal terakhir pasien berobat namun untuk hal-hal yang bersifat khusus dapat
ditetapkan tersendiri.
Rekam medis adalah sarana yang mengandung informasi tentang penyakit dan
pengobatan pasien yang ditujukan untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan. Rekam medis adalah milik institusi kesehatan yang membuatnya dan
disimpan oleh institusi pelayanan kesehatan tersebut. Di samping hak seseorang
untuk memperoleh kesehatan yang diakui, pasien juga memiliki hak atas kerahasiaan
dan kepercayaan, oleh karena itu sebaiknya rekam medis dijaga kerahasiaannya serta
dapat digunakan sebagai alat bukti hukum apabila terdapat penyimpangan dalam
pelayanan kesehatan.
2.1.1. Sistem Rekam Medis
a. Sistem Penamaan
Sistem penamaan pasien tidak memperhatikan aturan dalam sistem rekam
medis (tidak memperhatikan gelar, nama suami, nama ayah dan marga dll).
b. Sistem Penomoran
Sistem penomoran yang diterapkan adalah cara seri (Serial Numbering
System) yaitu setiap penderita mendapat nomor baru setiap kunjungan ke
rumah sakit. Jika ia berkunjung lima kali, maka ia akan mendapat lima nomor
yang berbeda. Semua nomor yang telah diberikan kepada penderita tersebut
harus dicatat pada “Kartu Indeks Utama Pasien” yang bersangkutan. Sedang
Universitas Sumatera Utara
rekam medisnya disimpan diberbagai tempat sesuai dengan nomor yang telah
diperolehnya.
2.1.2. Prosedur Rekam Medis
a. Pendaftaran Pasien
a.1. Rawat Jalan
Untuk pasien baru rawat jalan diterima di Tempat Penerimaan Pasien
(TPP) dan akan diwawancarai oleh petugas guna mendapatkan data
identitas pada formulir Ringkasan Riwayat Klinik.
a.2. Rawat Inap
- Pasien Baru
Pasien dari poliklinik dirujuk ke ruang rawat inap, kemudian perawat
mendaftarkan pasien tersebut ke bagian Rekam Medis rawat inap, pasien
mendapatkan nomor rekam medis baru.
- Pasien Lama (berulang)
Pasien ke ruang rawat inap, di anamnese untuk mengetahui waktu
terakhir kali dirawat kemudian petugas mencari nomor rekam medis
pasien di ruang rekam medis
- Gawat Darurat
Pasien gawat darurat dari Instalasi Gawat Darurat, mendapatkan nomor
baru (untuk pasien baru) dan nomor lama (jika pernah dirawat).
b. Perekaman Kegiatan Rekam Medis
- Penanggung jawab pengisian rekam medis
Universitas Sumatera Utara
Yang membuat/mengisi rekam medis adalah dokter dan tenaga kesehatan
lain.
- Ketentuan pengisian Rekam Medis
Pengisian Rekam Medis langsung ditulis dalam lembaran rekam medis,
jika tidak lengkap dilengkapi oleh waktu 1 X 24 jam.
- Formulir Rekam Medis
Formulir yang digunakan biasanya dalam bentuk kartu pemeriksaan
pasien, dimana informasi mengenai identitas pasien, diagnosis dan
tindakan yang dilakukan terhadap pasien seperti anamnese, terapi dicatat
didalam kartu tersebut. Untuk rawat jalan perlu dibuat lembaran
ringkasan poliklinik yang lazim disebut identitas dan ringkasan
poliklinik. Lembaran ini sebagai dasar dalam menyiapkan kartu indeks
utama pasien (KIUP), yang berisi pasien serta ringkasan poliklinik.
2.1.3. Proses Pengolahan Rekam Medis
a. Perakitan (Assembling) Rekam Medis
Perakitan rekam medis untuk menghasilkan berkas rekam medis yang
lengkap.
b. Koding
Kegiatan pengkodean yang dilakukan harus mencakup semua penyakit dan
tindakan medis.
Universitas Sumatera Utara
c. Indeksing
Kegiatan membuat tabulasi sesuai dengan kode yang sudah dibuat kedalam
indeks-indeks dengan menggunakan kartu indeks atau komputerisasi
(Indeksing).
d. Pelaporan Rumah Sakit
Laporan intern dan ekstern rumah sakit dilaksanakan dan disesuaikan dengan
kebutuhan rumah sakit.
e. Korespondensi Rumah Sakit
Korespondensi dilakukan sesuai dengan permintaan pihak-pihak terkait,
misalnya surat keterangan lahir, visum dan resume lainnya.
2.1.4. Analisis
a. Analisis Mutu Rekam Medis
Dilakukan analisis terhadap kelengkapan berkas rekam medis
b. Analisis Mortalitas dan Operasi
Analisis untuk menilai efisiensi dan efektifitas fasilitas pelayanan dan
pengkajian pembiayaan berdasarkan data mortalitas.
c. Analisis Morbiditas
Analisis untuk menilai efisiensi dan efektifitas fasilitas pelayanan dan
pengkajian pembiayaan berdasarkan data morbiditas.
d. Analisis kualitatif dan kuantitatif
Analisis kelengkapan berkas atau lembaran Rekam Medis berdasarkan
perawatan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Sistem Kearsipan Rekam Medis
Menurut Permenkes 269 tahun 2008 tentang Rekam Medis, sistem kearsipan
atau penyimpanan Rekam Medis pada rumah sakit di Indonesia sebagai berikut:
a. Sistem penyimpanan dalam penyelenggaraan Rekam Medis
Sistem yang dilaksanakan adalah sistem desentralisasi, yaitu dalam hal
pemisahan Rekam Medis poliklinik dan Rekam Medis penderita yang dirawat.
b. Sistem penyimpanan menurut nomor
Sistem yang dipergunakan adalah sistem angka akhir yang lazim disebut
“terminal digit filling system”.
c. Fasilitas fisik ruang penyimpanan
Alat penyimpanan rekam medis yang tersedia kurang memadai, dimana
rak/lemari yang ada tidak mencukupi untuk penyimpanan berkas.
d. Penyusutan dan penghapusan rekam medis
Berkas rekam medis akan dimusnahkan setelah lima tahun terhitung sejak
pasien berobat ke rumah sakit terakhir kali.
Formulir rekam medis harus sesuai dengan yang ada di dalam rumah sakit
atau pelayanan kesehatan. Hal ini sesuai dengan bunyi dari Permenkes 269 tahun
2008 tentang Rekam Medis/Medical Records, pasal I butir a : Rekam Medis adalah
berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan
kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Dokter
Pengertian dokter sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Praktik
Kedokteran adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dan dokter gigi spesialis
lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar
negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang–undangan.
Menurut Iswandari (2006), strategi WHO yang dikenal dengan sebutan Five
Stars Doctor dimana setiap dokter diharapkan dapat berperan:
a. Sebagai health care provider yang bermutu, berkesinambungan dan komprehensif
dengan mempertimbangkan keunikan individu, berdasarkan kepercayaan dalam
jangka panjang,
b. Sebagai decision maker yang mampu memilih teknologi yang tepat dengan
pertimbangan etika dan biaya,
c. Sebagai communicator, yang mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) serta memberdayakan masyarakat untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal,
d. Sebagai community leader, yang mampu memperoleh kepercayaan, membangun
kesepakatan tentang kesehatan serta berinisiatif meningkatkan kesehatan bersama,
e. Sebagai manager, yang mampu menggerakkan individu dan lingkungan demi
kesehatan bersama dengan menggunakan data yang akurat.
Universitas Sumatera Utara
Hak dan kewajiban yang timbul dalam hubungan pasien dengan dokter
meliputi 1) penyampaian informasi dan 2) penentuan tindakan. Pasien wajib
memberikan informasi yang berkaitan dengan keluhannya dan berhak menerima
informasi yang cukup dari dokter (right to information) serta berhak mengambil
keputusan untuk dirinya sendiri (right to self determination). Di sisi lain dokter
berhak mendapatkan informasi yang cukup dari pasien dan wajib memberikan
informasi yang cukup pula sehubungan dengan kondisi serta akibat yang akan terjadi.
Selanjutnya dokter berhak mengusulkan yang terbaik sesuai kemampuan dan
penilaian profesionalnya (ability and judgement) dan berhak menolak bila permintaan
pasien dirasa tidak sesuai dengan norma, etika serta kemampuan profesionalnya.
Selain itu, dokter wajib melakukan pencatatan (rekam medik) dengan baik dan benar
(Iswandari, 2006).
Menurut Budiarso (2007), pada beberapa dekade tahun yang lalu hubungan
antara rumah sakit selaku produsen jasa layanan kesehatan dan penderita selaku
konsumen belum harmonis. Pada waktu memerlukan layanan kesehatan pada sebuah
rumah sakit, seorang pasien hanya mempunyai hak untuk menentukan ke rumah sakit
mana pasien tersebut akan pergi. Setelah itu pasien harus menurut tentang semua hal
kepada dokter dan rumah sakit tempat pasien dirawat, pemeriksaan dan pengobatan
apa saja yang harus dijalaninya tanpa didengar pendapatnya. Namun saat ini sudah
banyak dicapai kemajuan hubungan antara rumah sakit dan pasien, sudah merupakan
kejadian yang biasa bahwa seorang pasien menuntut rumah sakit atas layanan yang
dia terima. Akibat dari hal itu, dokter dan rumah sakit sudah lebih hati-hati dalam
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan kegiatan profesinya. Dalam hal ini rumah sakit berusaha benar untuk
dapat diakreditasi disamping ini merupakan pengakuan atas kualitas produk jasa
layanan kesehatan yang dihasilkan. Kegiatan ini membutuhkan biaya yang tidak
sedikit dan ditanggung rumah sakit, di lain pihak pasien akan menikmati layanan
kesehatan yang lebih meningkat mutunya.
Saat ini dinas kesehatan memang memiliki fungsi pengawasan. Akan tetapi,
fungsi pengawasan ini belum dilaksanakan secara maksimal. Data menunjukkan dari
5.000 dokter yang memiliki izin praktek dari dinas kesehatan, hanya enam sampai
tujuh dokter yang izinnya dicabut. Itu juga karena pindah kota. Jadi, bukan karena
dokter tersebut terbukti melakukan malpraktek atau kelalaian (Kompas, 2003).
Moeloek (2006) dari Ikatan Dokter Indonesia menyatakan, tuntutan
malpraktek harus dilihat kasus per kasus. Tidak bisa digeneralisasi secara keseluruhan
seperti apa yang menjadi malpraktek dan mana yang bukan. Oleh sebab itu masalah
malpraktek ini harus dilihat dari etika kedokteran, yang terkait dengan kemurnian
niat, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmu, integritas sosial,
kesejawatan, dan ketuhanan. Mengacu pada etika ini, tidak mungkin seorang dokter
bermaksud jahat terhadap pasien. Batasan tegas seorang tenaga medis melakukan
malpraktek adalah jika tindakan tenaga medis tersebut sudah melanggar standar
prosedur. Masalahnya, saat ini setiap rumah sakit memiliki standar of procedure
(SOP) yang berbeda-beda, tergantung fasilitas yang dimilikinya. Sehingga tidak bisa
disalahkan jika dokter tidak melakukan SOP yang sama di rumah sakit yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Jika ternyata masyarakat menemukan kasus-kasus yang dianggapnya malpraktek,
dapat membawa masalah ini ke Majelis Kode Etik Kedokteran (Kompas, 2003).
2.3. Peran Dokter dalam Pengisian Rekam Medis
Rekam medis merupakan salah satu unsur dalam “trilogi rahasia medis”. Data
yang terdapat pada berkas rekam medis bersifat rahasia (confendential). Karena
hubungan dokter dengan pasien bersifat pribadi dan khusus, maka segala sesuatu
yang dipercayakan pasien kepada dokternya harus dilindungi terhadap pengungkapan
lebih lanjut (Guwandi, 2005).
Dalam pelayanan kedokteran yang dilakukan di rumah sakit maupun praktek
pribadi, peranan pencatatan rekam medis sangat penting dan sangat melekat dengan
kegiatan pelayanan. Sehingga ada ungkapan bahwa rekam medis adalah orang ketiga
pada saat dokter menerima pasien (Hanafiah dan Amir, 1999).
Peranan dokter dalam pengisian rekam medis lebih banyak dalam proses
perekaman kegiatan medis, dimana dokter merupakan penanggung jawab pengisian
rekam medis. Pengisian rekam medis sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta
formulir rekam medis yang tersedia (Basbeth, 2005).
Formulir yang digunakan biasanya dalam bentuk kartu pemeriksaan pasien,
dimana informasi mengenai identitas pasien, anamnese, diagnosis dan tindakan yang
dilakukan terhadap pasien, terapi dicatat didalam kartu tersebut. Untuk rawat jalan
perlu dibuat lembaran ringkasan poliklinik yang lazim disebut identitas dan ringkasan
Universitas Sumatera Utara
poliklinik. Lembaran ini sebagai dasar dalam menyiapkan Kartu Indeks Utama Pasien
(KIUP), yang berisi data pasien serta ringkasan poliklinik (Basbeth, 2005).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999), akhir-akhir ini keluhan masyarakat
terhadap para dokter makin sering terdengar, antara lain mengenai kurangnya waktu
dokter yang disediakan untuk pasiennya, kurang lancarnya komunikasi, kurangnya
informasi yang diberikan dokter kepada pasien/keluarganya, tingginya biaya
pengobatan dan sebagainya. Hal ini disebabkan meningkatnya taraf pendidikan dan
kesadaran hukum masyarakat, dimana masyarakat lebih menyadari akan haknya
seiring dengan munculnya kepermukaan masalah-masalah hak asasi manusia
diseluruh dunia. Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) sekarang ini hanya
berisikan kewajiban-kewajian dokter dan belum memuat hak dokter, demikian juga
belum memuat semua hak dan kewajiban pasien.
Banyaknya kasus kelalaian dan malpraktik menandakan bahwa perlindungan
konsumen kesehatan di Indonesia kurang baik. Padahal, UU No 8/1999 tentang
Perlindungan Konsumen telah mengatur hak-hak konsumen dan sanksi yang
ditetapkan kepada badan usaha yang merugikan konsumen. Namun, sering kali dokter
tidak dianggap sebagai badan usaha, sehingga tidak terkena aturan tersebut. Selain
itu, tindakan kelalaian dan malpraktik sering kali sulit dibuktikan, karena pasien tidak
memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit dan tindakan medis yang
dilakukan dokter terhadapnya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Guwandi (2005) bahwa pokok yang terpenting dari suatu rekam
medis adalah bisa merupakan suatu dokumen yang bersifat legal. Dengan demikian
maka rekam medis ini menjadi sesuatu yang esensial pada pembelaan tuntutan
malpraktek medis. Hal ini menjadi bertambah penting karena tuntutan demikian
banyak terjadi setelah 2 sampai 5 tahun kemudian. Dengan akibat bahwa rekam
medis rumah sakit seringkali merupakan hanya satu-satunya catatan yang dapat
memberikan informasi mendetail tentang apa yang sudah terjadi dan dilakukan
selama pasien itu dirawat di rumah sakit. Orang-orang yang telah ikut dalam
pemberian perawatan tersebut kemungkinan juga tidak bisa dihadirkan lagi sebagai
saksi untuk pembelaan tertuduh.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)
lahir untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu
barang dan jasa. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjamin adanya
kepastian hukum bagi konsumen. Tujuan dari undang-undang tersebut adalah:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri,
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian
hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
Universitas Sumatera Utara
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam
berusaha.
Menurut Depkes.RI (1997) tanggung jawab utama akan kelengkapan rekam
medis terletak pada dokter yang merawat. Tanpa memperdulikan ada tidaknya
bantuan yang diberikan kepadanya dalam melengkapi rekam medis oleh staf lain
rumah sakit dia mengemban tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan
kebenaran isi rekam medis. Disamping itu untuk mencatat beberapa keterangan
medik seperti riwayat penyakit, pemeriksaan penyakit, pemeriksaan fisik dan
ringkasan keluar (resume).
Dalam pedoman pengelolaan rekam medis rumah sakit di Indonesia (2008)
disebutkan bahwa rumah sakit melakukan pelayanan rawat jalan maupun rawat inap
wajib membuat/mengisi rekam medis. Petugas yang membuat/mengisi rekam medis
adalah dokter dan tenaga kesehatan lainnya meliputi:
a. Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melayani
pasien di rumah sakit
b. Dokter tamu yang merawat pasien rumah sakit
c. Residen yang sedang melaksanakan kepaniteraan klinik
d. Tenaga para medis keperawatan dan tenaga para medis non keperawatan yang
langsung terlihat di dalam antara lain: perawat, perawat gigi, bidan, tenaga
laboratorium klinik, gizi, anestesi, penata rontgen, rehabilitasi medis dan lain
sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
e. Dalam hal dokter luar negeri melakukan alih teknologi kedokteran yang berupa
tindakan/konsultasi kepada pasien yang membuat rekam medis adalah dokter yang
ditunjuk oleh direktur rumah sakit.
Kelengkapan pengisian berkas rekam medis oleh tenaga kesehatan akan
memudahkan tenaga kesehatan lain dalam memberikan tindakan atau terapi kepada
pasien. Selain itu juga sebagai sumber data pada bagian rekam medis dalam
pengolahan data yang kemudian akan menjadi informasi yang berguna bagi pihak
manajemen dalam menentukan langkah-langkah strategis untuk pengembangan
pelayanan kesehatan (Depkes RI, 1997).
Penyajian informasi harus disesuaikan dengan nilai kegunaan, kedudukan dan
fungsi masing-masing bagian. Dokter misalnya, tidak membutuhkan laporan
keuangan pelayanan kesehatan. Begitu pula dengan manajer yang perlu mengetahui
informasi dalam bentuk laporan dan statistik dari masing-masing bagian untuk
mendukung dalam pengambilan keputusan. Informasi adalah data yang telah diolah
dan dianalisis secara formal, dengan cara yang benar dan secara efektif, sehingga
hasilnya dapat bermanfaat dalam operasional dan manajemen (Sabarguna, 2005).
Dalam buku pedoman pengelolaan rekam medis rumah sakit di Indonesia
(1997) disebutkan tujuan rekam medik adalah menunjang tercapainya tertib
administrasi dalam rangka upaya peningkatan kesehatan di rumah sakit tanpa
didukung oleh suatu sistem pengelolaan rekam medik yang baik dan benar, mustahil
tertib administrasi dirumah sakit akan berhasil sebagaiman yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara
Hatta (2008), dasar pemikiran tentang pentingnya kelengkapan rekam medis
rumah sakit mengacu kepada Permenkes 269 tahun 2008 dalam bab 5 pasal 13
menyebutkan rekam medis dapat dimanfaatkan sebagai: (a) pemeliharaan kesehatan
dan pengobatan pasien, (b) alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin
kedokteran dan kedokteran gigi dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran
gigi, (c) keperluan pendidikan dan penelitian, (d) dasar pembayar biaya pelayanan
kesehatan, dan (e) data statistik kesehatan.
Di antara semua manfaat rekam medis, yang terpenting adalah aspek legal
rekam medis. Pada kasus malpraktek medis, keperawatan maupun farmasi, rekam
medis merupakan salah satu bukti tertulis yang penting. Berdasarkan informasi dalam
rekam medis, petugas hukum dapat menentukan benar tidaknya telah terjadi tindakan
malpraktek, bagaimana terjadinya malpraktek tersebut serta menentukan siapa
sebenarnya yang bersalah dalam perkara tersebut.
2.4. Karakteristik Individu
Faktor karakteristik yang terkait dengan kinerja (Gibson, 1996) yang
diimplementasikan dalam pelayanan kesehatan antara lain: usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pengetahuan dan lama kerja.
2.4.1. Usia
Menurut Siagian (2002) karakteristik dari individu yang bersifat khas salah
satunya adalah usia, hal ini penting karena usia mempunyai kaitan yang erat dengan
berbagai segi kehidupan organisasional. Misalnya kaitan usia dengan tingkat
Universitas Sumatera Utara
kedewasaan seseorang, yang dimaksud disini adalah kedewasaan teknis yaitu
keterampilan melaksanakan tugas.
2.4.2. Jenis Kelamin
Implikasi jenis kelamin para pekerja merupakan hal yang perlu mendapat
perhatian secara wajar dengan demikian perlakuan terhadap merekapun dapat
disesuaikan sedemikian rupa sehingga mereka menjadi anggota organisasi yang
bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Siagian (2002)
2.4.3. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu jenjang pendidikan formal yang ditempuh seseorang
sampai mendapatkan sertifikat kelulusan/ijazah, baik itu pendidikan dasar, menengah
maupun pendidikan tinggi. Pendidikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk
mengembangkan kepribadian dan kemapuan individu atau masyarakat. Ini berarti
bahwa pendidikan adalah suatu usaha pembentukan watak yaitu nilai dan sikap
disertai dengan kemampuan dalam bentuk kecerdasan, pengetahuan dan ketrampilan.
Seperti diketahui bahwa pendidikan formal penduduk di Indonesia umumnya
tingkat sekolah dasar dan menengah. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya
nalar seseorang yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasi-
informasi juga dapat berfikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap
masalah yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mengenai hal sesuatu,
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Dan ini terjadi setelah seorang melakuan
penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu, penginderaan melalui panca indra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan rasa raba.
Pengetahuan/kongnitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan yakni : awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui lebih dahulu terhadap stimulus (objek), interest, dimana orang mulai
tertarik pada stimulus, evaluation, (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya, dan trial, dimana seseorang telah mencoba berprilaku
baru (adaption), dimana seseorang telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dengan sikapnya dengan stimulus.
Notoatmodjo (2002), mengemukakan bahwa penilaian pengetahuan dapat
dikategorisasi menjadi 3 yaitu sebagai berikut:
a. Tinggi apabila > 75% responden memberikan jawaban yang benar terhadap
pertanyaan yang diajukan, atau dengan kata lain bahwa apabila jumlah jawaban
responden yang benar diatas 75% maka dikategorikan memiliki pengetahuan
tinggi.
b. Sedang apabila 40% - 75% responden memberikan jawaban yang benar atas
pertanyaan yang diajukan, atau dengan kata lain bahwa apabila jumlah jawaban
Universitas Sumatera Utara
responden yang benar antara 40% - 75% maka dikategorikan memiliki
pengetahuan sedang.
c. Rendah apabila 40% responden memberikan jawaban yang benar terhadap
pertanyaan yang diajukan, atau dengan kata lain bahwa apabila jumlah jawaban
responden yang benar dibawah 40% maka dikategorikan memiliki pengetahuan
rendah.
2.4.5. Lama Kerja
Dalam organisasi perlu diketahui masa kerja seseorang karena masa kerja
merupakan salah satu indikator kecenderungan para pekerja dalam berbagai segi
organisasional seperti produktivitas kerja dan daftar kehadiran. Karena semakin lama
seseorang bekerja ada kemungkinan untuk mereka mangkir atau tidak masuk kerja
disebabkan karena kejenuhan.
Tenaga dokter yang sudah lama bertugas diharapkan semakin baik perannya
dalam melaksanakan tugas-tugasnya, tetapi jika tidak didukung dengan adanya
pembinaan atau latihan tentang pengelolaan berkas rekam medis akan terjadi
sebaliknya yaitu dokter semakin menurun kinerjanya dalam penyelenggaraan
kesehatan.
Penelitian Chairunnisa (2001) tentang kajian aspek kelengkapan dan legalitas
mutu rekam medis Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, menyimpulkan dalam
pengelolaan rekam medis rawat inap di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita beberapa
formulir tidak diisi dengan lengkap dan legal sehingga tidak memenuhi standar rekam
medis rawat inap sebagaimana ditetapkan. Ditemukan juga beberapa faktor yang
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi pengisian formulir rekam medis. Faktor-faktor tersebut berupa sumber
daya tenaga, sarana/prasarana, biaya dan prosedur yang ada. Untuk meningkatkan
kelengkapan dan legalitas isi rekam medis, panitia rekam medis harus lebih aktif
melakukan pertemuan antar unit. Keberadaan unit yang memberikan perlindungan
hukum di rumali sakit tampaknya sangat diperlukan
2.5. Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seorang tenaga kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Yang dimaksud dengan kinerja adalah produk atau jasa yang dihasilkan melalui
aktivitas dalam suatu proses kerja oleh seseorang atau sekelompok orang, hasil kerja
tersebut sesuai dengan standart dan kriteria yang telah ditentukan.
Kinerja yang berbeda antara pekerja satu dengan pekerja lainnya secara garis
besar dipengaruhi oleh dua hal yaitu faktor-faktor individu dan faktor-faktor situasi.
Hal ni dapat dijelaskan bahwa prestasi yang dicapai antara pegawai tersebut berbeda
karena adanya faktor-aktor individu yang berbeda karena adanya pekerjaan
kemampuan dan faktor individu lainnya. Faktor-aktor situasi juga berpengaruh pada
tingkat kinerja yang dicapai seseorang dalam situasi yang mendukung seperti kondisi
ruangan yang tenaga, gaya kepemimpinan yang positif, pengakuan atas pendapat
sistem kerja yang baik
Kinerja berarti harus mempunyai daya tahan terhadap tekanan. Setiap anggota
organisasi selalu mendapat tekanan baik dari dalam diri maupun dari luar. Sehingga
Universitas Sumatera Utara
perlu menemukan cara efektif untuk meningkatkan daya tahan anggota organisasi
untuk menhadapi dan mengatasi tekanan yang timbul.
Pengukuran kinerja dokter dalam pengisian rekam medis di rumah sakit
merupakan salahsatu upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan secara
keseluruhan.
Pengelolaan rekam medik yang baik dan benar perlu didukung peningkatan
kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan staf sub bagian rekam medis,
peningkatan fungsi dan peran panitia rekam medis, peningkatan kompensasi,
peningkatan disiplin waktu kerja, peningkatan sosialisasi buku pedoman pengelolaan
rekam medis, peningkatan prasarana fisik dan sarana, dilaksanakan sistim pemberian
penghargaan dan teguran terhadap petugas yang telah melaksanakan pengelolaan
dengan baik dan tidak baik serta untuk masa akan datang digunakan sistim
komputerisasi rekam medis dimana bila salah satu petugas tidak mengisi rekam
medis maka secara otomatis jasa produksi tak keluar (Depkes RI, 1997).
Di institusi pelayanan kesehatan rekam medis merupakan salah satu bukti
tertulis tentang proses pelayanan yang diberikan oleh petugas kesehatan, karena di
dalam rekam medis berisi data klinis pasien selama proses diagnosis dan pengobatan
(treatment). Oleh karena itu setiap kegiatan pelayanan medis harus mempunyai rekam
medis yang lengkap dan akurat untuk setiap pasien dan setiap petugas kesehatan
wajib mengisi rekam medis dengan benar, lengkap dan tepat waktu. Dengan
berkembangnya evidence based medicine dimana pelayanan medis yang berbasis data
sangatlah diperlukan maka data dan informasi pelayanan medis yang berkualitas
Universitas Sumatera Utara
terintegrasi dengan baik dan benar sumber utamanya adalah data klinis dari rekam
medis. Data klinis yang bersumber dari rekam medis semakin penting dengan
berkembangnya rekam medis elektronik, dimana setiap entry data secara langsung
menjadi masukan (input) dari sistem/manajemen informasi kesehatan.
Manajemen informasi kesehatan adalah pengelolaan yang memfokuskan
kegiatannya pada pelayanan kesehatan dan sumber informasi pelayanan kesehatan
dengan menjabarkan sifat alami data, struktur dan menerjemahkannya ke berbagai
bentuk informasi demi kemajuan kesehatan dan pelayanan kesehatan perorangan,
pasien dan masyarakat. Penanggung jawab manajemen informasi kesehatan
berkewajiban untuk mengumpulkan, mengintegrasikan dan menganalisis data
pelayanan kesehatan primer dan sekunder, mendesiminasi informasi, menata sumber
informasi bagi kepentingan penelitian, pendidikan, perencanaan dan evaluasi
pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terintegrasi.
Rekam medis sangat terkait dengan manajemen informasi kesehatan karena
data-data di rekam medis dapat dipergunakan sebagai (a) alat komunikasi (informasi)
dan dasar pengobatan bagi dokter, dokter gigi, (b) dalam memberikan pelayanan
medis, (c) masukan untuk menyusun laporan epidemiologi penyakit dan demografi
(data sosial pasien) serta sistem informasi manajemen rumah sakit, (d) masukan
untuk menghitung biaya pelayanan, (d) bahan untuk statistik kesehatan, dan (e)
sebagai bahan/pendidikan dan penelitian data.Agar data di rekam medis dapat
memenuhi permintaan informasi diperlukan standar universal yang meliputi :
Universitas Sumatera Utara
(a) struktur dan isi rekam medis, (b) keseragaman dalam penggunaan simbol, tanda,
istilah, singkatan dan ICD, dan (c) kerahasiaan dan keamanan data (Hatta, 2008).
Penelitian Setyawan (2005) tentang pengelolaan rekam medis rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta menyimpulkan pengisian berkas rekam medis rawat inap di
Rumah Sakit Haji Jakarta yang dilakukan oleh tenaga pelaksana belum dilaksanakan
dengan baik, karena masih ada beberapa tenaga medik, maupun tenaga paramedis
yang belum sempurna dalam melakukan pengisian karena kendala-kendala yang ada.
Untuk mengatasi hat tersebut, prosedur pengelolaan rekam medis yang sudah bagus
terutama untuk rawat inap memang perlu setiap kali disosialisasikan khususnya
kepada tenaga pelaksana rekam medis di Rumah Sakit Haji Jakarta.
Penelitian Kodyat (2005) tentang pemanfaatan rekam medik sebagai sumber
informasi untuk pengambilan keputusan manajemen rawat inap di Rumah Sakit Puri
Cinere, menyimpulkan bahwa dengan bergesernya paradigma baru pengelolaan
rekam medik, sudah dituntut agar rekam medik harus diolah secara profesional untuk
memperoleh baik informasi manajemen yang berguna untuk perencanaan dan
pengembangan rumah sakit, dan infornasi untuk pemberian pelayanan asuhan
keperawatan yang bermutu.
2.6. Landasan Teori
Kelengkapan pengisian berkas rekam medis oleh dokter merupakan salah satu
indikator kinerja dokter dalam melaksanakan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Adanya fenomena tentang berkas rekam medis rumah sakit yang tidak lengkap di isi
Universitas Sumatera Utara
oleh dokter, merupakan bukti empiris yang menunjukkan rendahnya kinerja dokter
dalam melakukan pengisian berkas rekam medis.
Mengacu kepada pendapat Gibson (1987) yang telah diuraikan pada latar
belakang, bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain faktor individu.
Maka dalam konteks pengelolaan rekam medis di rumah sakit, faktor individu yang
diamati adalah: usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan dan lama kerja.
Secara skematis teori Gibson (1996) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja dapat dilihat pada Gambar 2.1
KINERJA
Faktor Psikologis
− Persepsi − Sikap − Kepribadian − Motivasi
Faktor Individu
- Kemampuan dan Keterampilan (mental dan fisik)
- Latar Belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman)
- Demografis (umur, etnis, jenis kelamin)
Faktor Organisasi
- Kepemimpinan - Imbalan - Prosedur Tetap - Struktur - Sumber daya - Supervisi - Kontrol
Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson
Berdasarkan skema pada Gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja dokter dalam pengisian rekam medis yang mempunyai
karakteristik usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan yang sesuai, pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
yang memadai, serta pengalaman (lama kerja) akan menentukan kelengkapan rekam
medis di rumah sakit.
Adanya permasalahan seperti berkas rekam medis yang tidak lengkap, terkait
dengan sistem pengelolaan berkas rekam medis kiranya perlu dilakukan telaah lebih
lanjut untuk mengetahui pengaruh karakteristik individu terhadap kinerja dokter di
rumah sakit, dengan melihat variabel-variabel yang diuraikan pada kerangka konsep
penelitian.
2.7. Kerangka Konsep
Mengacu kepada landasan teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat
disusun kerangka konsep sebagai berikut.
Karakteristik Dokter
- Usia - Jenis Kelamin - Pendidikan - Pengetahuan - Lama kerja
Kinerja Dokter dalam Kelengkapan Pengisian
Rekam Medis
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara