Download - BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Komunikasi
2.1.1. Definisi Komunikasi
Menurut Nasir (2009) komunikasi merupakan penyampaian informasi
dalam sebuah interaksi tatap muka yang berisi ide, perasaan, perhatian,
makna, serta pikiran, yang diberikan pada penerima pesan dengan
harapan si penerima pesan menggunakan informasi tersebut untuk
mengubah sifat dan perilaku.
Tamsuri (2016) komunikasi adalah kegiatan yang melibatkan dua orang
atau lebih, berbagi ide, pikiran dengan menggunakan lambang dan
memiliki tujuan terjadinya perubahan pada orang lain.
2.1.2. Tipe Komunikasi
Nasir (2009) berpendapat bahwa perawat menggunakan berbagai
tingkatan komunikasi pada peran professionalnya. Keterampilan
komunikasi harus meliputi teknik yang menggambarkan kompetensi
dalam tiap tingkat. Adapun tipe komunikasi meliputi:
2.1.2.1 Komunikasi intrapersonal (intrapersonal Communication)
merupakan bentuk komunikasi di dalam diri individu terdiri
atas sensasi, persepsi, memori, dan berpikir. Seorang individu
menjadi pengirim sekaligus penerima pesan dan memberikan
umpan balik pada dirinya sendiri dalam proses inernal yang
berkelanjutan, komunikasi intrapersonal dapat menjadi pemicu
bentuk komunikasi yang lainnya.
2.1.2.2 Komunikasi interpersonal (interpersonal communication)
merupakan suatu proses pengiriman pesan antara dua orang
atau lebih dengan efek dan feedback langsung. Komunikasi
interpersonal memiliki sifat-sifat yaitu bersifat dua arah yang
berarti melibatkan dua orang dalam suatu interaksi.
11
2.1.2.3 Komunikasi publik (Public communication) merupakan suatu
proses komunikasi dimana pesan-pesan yang disampaikan oleh
pembicara dalam situasitatap muka didepan khalayak yang lebih
besar dengan tujuan menumbuhkan semangat kebersamaan,
memberikan informasi, mendidik, serta memepengaruhi orang
lain dalam upaya menumbuhkan semangat.
2.1.2.4 Komunikasi massa (mass Communication) komunikasi yang
berlangsung dalam situasi interposed ketika antara sumber dan
penerima tidak terjadi kontak secara langsung.
2.1.3 Unsur dalam komunikasi
Menurut Tamsuri. (2016) ada tiga unsur dalam komunikasi, yaitu
komunikator, pesan, dan komunikan.
2.1.3.1 Komunikator adalah individu atau kelompok yang memiliki
kemampuan dan keterampilan untuk menyampaikan pesan
kepada orang lain (komunikan.)
2.1.3.2 Pesan adalah produk aktual dari sumber / komunikaor. Isi pesan
dapat berupa ide/gagasan, eperintah, informasi, dan ungkapan
perasaan. Pesan efektif adalah pesan yang dapat dipahami
(decodable) oleh komunikan secara utuh dan tidak menimbulkan
bias atau distorsi pesan.
2.1.3.3 Komunikan adalah individu, kelompok atau massa yang
diharapkan menerima pesan yang disampaikan oleh
komunikator atau sumber.
2.1.4 Jenis Komunikasi
Komunikasi dapat dibedakan dalam lima jenis, yaitu komunikasi
tertulis, komunikasi verbal, komunikasi non-verbal, komunikasi satu
arah dan komunikasi dua arah.
12
2.1.4.1 Komunikasi tertulis merupakan komunikasi yang penyampaian
pesan secara tertulis baik manual maupun melalui media
seperti email, surat, media cetak. lainnya. Prinsip komunikasi
tertulis yaitu lengkap, ringkas, pertimbangan, konkrit, jelas,
benar, dan sopan. Menurut Arwani & Monica (2003),
menyatakan dalam rumah sakit, komunikasi tertulis dapat
berupa catatan perkembangan pasien, catatan medis, laporan
perawat dan catatan lainnya yang memiliki fungsi sebagai
berikut :
a. Sebagai tanda bukti tertulis otentik, seperti persetujuan
operasi
b. Dokumentasi historis, seperti rekam medis pasien.
c. Jaminan keamanan
d. Pedoman atau dasar bertindak, seperti surat keputusan,
surat perintah, surat pengangkatan, dan standar
operasional prosedur.
e. Keuntungan komunikasi tertulis di rumah sakit, sebagai
berikut :
1) Adanya dokumen tertulis
2) Sebagai bukti penerimaan dan pengiriman
3) Dapat menyampaikan ide yang rumit
4) Memberikan analisa, evaluasi dan ringkasan
5) Menyebarkan informasi kepada khalayak ramai
6) Dapat menegaskan, menafsirkan dan menjelaskan
komunikasi lisan.
7) Membentuk dasar kontrak atau perjanjian
2.1.4.2 Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang disampaikan
secara lisan. Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau
melalui sarana komunikasi seperti telepon. Kelebihan dari
komunikasi ini terletak pada keberlangsungannya, yakni
13
dilakukan secara tatap muka sehingga umpan balik dapat
diperoleh secara langsung dalam bentuk respon dari pihak
komunikan (Arnold & Boggs, 2003). Potter & Perry (2009),
mengemukakan komunikasi verbal ini harus memperhatikan
arti denotative dan konotatif, kosa kata, tempo bicara, intonasi,
kejelasan dan keringkasan serta waktu dan kesesuaian. Jenis
komunikasi ini sering digunakan dalam pelayanan di Rumah
Sakit dalam hal pertukaran informasi secara verbal terutama
pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi ini biasanya
lebihakurat dan tepat waktu. Kelebihan dari komunikasi ini
adalah memungkinkan setiap individu untuk merespon secara
langsung.
2.1.4.3 Komunikasi non verbal merupakan proses komunikasi dimana
pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Komunikasi
ini adalah cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Stuart & Laraia (2005), menyatakan
tenaga medis perlu menyadari pesan verbal dan non verbal
yang disampaikan oleh pasien mulai dan saat pengkajian
sampai evaluasi asuhan keperawatan karena pesan non verbal
dapat memperkuat pesan yang disampaikan secara verbal,
misalnya, menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi
wajah, kontak mata, simbolsimbol serta cara berbicara seperti
intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi dan gaya
berbicara.
2.1.4.4 Komunikasi simbolik merupakan symbol lisan dan nonverbal
yang digunakan pihak lain untuk menyampaikan arti. Seni dan
musik merupakan komunikasi simbolik yang digunakan
perawat untuk meningkatkan pemahaman dan mendorong
pemulihan (Lane, 2006).
2.1.4.5 Metakomunikasi merupakan istilah yang luas merujuk kepada
seluruh faktor yang memengaruhi komunikasi. Kesadaran akan
14
faktor ini membantu individu memahami hal yang
dikomunikasikan (Arnold & Boggs, 2003).
2.1.5 Fungsi Komunikasi
Menurut Lasswell (dikutip dalam Effendy, 2009) mengemukakan
bahwa komunikasi terdiri dari tiga fungsi :
2.1.5.1 Pengamatan terhadap lingkungan (the surveilence of the
environment), penyikapan ancaman dan kesempatan yang
mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur
didalamnya.
2.1.5.2 Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi
lingkungan (correlation of the compenents of society in
making a respone in the Environment)
2.1.5.3 Penyebaran warisan sosial (transmission of the social
inheritance). Di sini berperan sebagai pendidik, baik dalam
kehidupan rumah tangganya maupun sekolah yang
meneruskan warisan sosial kepda keturunan berikutnya.
2.1.6 Tujuan Komunikasi
Menurut Nasir dkk (2009), umumnya komunikasi mempunyai beberapa
tujuan antara lain:
2.1.6.1 Perubahan sikap
Seorang komunikan seelah menerima pesan dan kemudian
sikapnya berubah, baik posiif aaupun negaif. Dalam berbagai
situasi kita berusaha mempengaruhi sikap otrang lain dan
berusaha agar orang lain bersikap posistif sesuai keinginan
kita.
2.1.6.2 Perubahan pendapat
Dalam komunikasi berusaha menciptakan pemahaman.
Pemahaman ialah kemampuan memehami pesan secara cermat
sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Setelah
15
memahami apa yang dimaksud komuikator maka akan
terciptapendapat yang berbeda-beda bagi komunikan.
2.1.6.3 Perubahan perilaku
Komunikasi bertujuan untuk mengubah perilaku maupun
tindakan seseorang, dari perilaku yang destruktif (tidak
mencerminkan perilaku hidup sehat, menuju perilaku hidup
sehat)
2.1.6.4 Perubahan Sosial
Membangun dan memelihara ikatan hubungan dengan orang
lain sehingga menjadi hubungan yang semakin baik.
2.1.7 Faktor penghambat komunikasi
Menurut Nasir dkk (2009) Beberapa faktor penghambat komunikasi
sebagai berikut :
2.1.7.1 Status sosial
Cara seseorang berkomunikasi harus melihat dari siapa lawan
kita, misalnya keluarga kita maka komunikasi yang akan
terbina adalah komunikasi yang lebih santai, dekat dan akrab,
akana berbeda hal nya bila kita berbicara dengan orang lain,
maka kita harus berpikir agamanya apa,tingkat pendidikan nya
bagaimana, ideologinya seperti apa, posisinya sebagai apa,
tingkat kehidiupan nya seperti apa dan sebagainya.
2.1.7.2 Status psikologis
Dalam kondisi marah dan kecewa, cemas, iri hati, bingung,
dan pikiran kalut baik komunikan maupun komunikator
terlebih dahulu harus dipersiapkan, sehingga apa yang akan
disampaikan akan sesuai dengan isi pesan. Seorang perawat
harus bisa mengesampingkan kondisi amarahnya, rasa
kecewanya, kecemasannya, perasaan iri hatinya, kebingungan
nya, dan kekalutannya saat akan berkomunikasi dengan klien,
terkadang kita menjumpai perawat marah sama keluarga klien
16
karena baru saja ada masalah dengan rumah tangganya. Hal ini
perlu dihindari, karena akan terjadi kebuntuan dalam hubungan
perawat dan klien.
2.1.7.3 Status budaya
Manusia berada pada tingkat keanekaragaman budaya, ras,
norma, kebiasaan, bahasa, gaya hidup, postur tubuh, warna
kulit dan sebagainya. Keanekaragaman itulah yang membuat
manusia harus beradaptasidalam pergaulan dan berkomunikasi.
Seseorang harus bisa menyesuaikan bagaimana harus bergaul
dan berkomunikasi dalam situasi keberagaman.
2.1.7.4 Prasangka
Prasangka merupakan dugaan yang belum menjamin
kebenarannya dan selalu menjurus pada kesimpulan negatif,
karena pandangan nya tidak realistis. Apapun kalau dilihat
buruknya saja, tidak ada seorangpun yang baik dan sebaliknya
siapun yang selalu dilihat baiknya saja dan tidak ada orang
yang tidak baik sehingga perlu dipandang secara objektif.
2.1.7.5 Hambatan semantis
Faktor semantis disebabkan karena faktor bahasa yang
digunakan oleh komunikator sebagai “alat” untuk menyelurkan
pikiran dan perasaannya kepada komunikan karena terdapat
gaya bahasa dan arti yang berbeda dalam berkomunikasi,
sehingga perawat dalam bekerja merawat pasien perlu
memperhatikan membaca dan melihat logat bahasa dan
mengukur kemampuannya dalam berbahasa sehingga bila
perlu memakai penerjemah bahasa agar tidak terjadi kesalahan
dalam komunikasi.
2.1.7.6 Lingkungan
Lingkungan yang berisik dan tidak bersahabatakan
menghambat dalam upaya menerjemahkan isi pesan, hal
tersebut akan mengganggu konsentrasi dalam mempersepsikan
17
isi pesan yang akan disampaikan, sehingga perlu penjelasan
artikulasi dan pengucapannya dan bila perlu menggunakanalat
pengeras suara untuk memperjelas isi pesan.
2.1.7.7 Hambatan mekanis
Dalam berkomunikasi menggunakan media, informasi, atau isi
pesanyang disampaikan oleh komunikator terkadang tidak
sesuai dengan isi pesan yang diterima oleh komunikan,
kemungkinaan bila berbicara melalui telepon dan terjadi
kesalahan dalam menerima isi pesan yang mungkindisebabkan
adanya keusakan pada teleponnya, untuk itu komunikasi
melalui teplepon perlu adanya pengulangan isi pesan sampai
dengan isi pesan tersebut bisa di persepsikan dan diartikan
sesuai dengan kehendak komunikator, selain itu berkomunikasi
melalui telepon hendaknya pesan singkat, padat, berisi.
2.2 Komunikasi Efektif
Peraturan Menteri kesehatan nomor 11 /MENKES/ PER/ II / 2017 pasal
5 ayat 5 tentang 6 sasaran keselamatan pasien nomer 2 yaitu
meningkatkan komunikasi efektif dalam patient safety. Pada Bab III
pasal 2 (1) dalam rangka meningkatkan mutu dan keselamatan pasien di
fasilitas pelayanan kesehatan, Menteri membentuk komite nasional
keselamatan pasien untuk meningkatkan keselamatan pasien di fasilitas
pelayanan kesehatan, komite nasional keselamatan pasien memiliki tugas
memberikan masukan dan pertimbangan kepada Menteri dalam rangka
penyusunan kebijakan nasional dan peraturan keselamatan pasien.
(Depkes, 2008) mengemukakan sasaran keselamatan pasien kedua yaitu
rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektivitas
komunikasi antar para pemberi layanan. Menurut komite akreditasi
rumah sakit (2012) Maksud dan tujuan sasaran keselamatan pasien
dengan peningkatan komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat,
18
lengkap, jelas, dan mudah dipahami oleh pasien maka akan mengurangi
kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Standar Joint Commision International (JCI) Edisi 5 tahun 2014
menyatakan bahwa sasaran keselamatan pasien kedua yaitu tentang
komunikasi efektif salah satunya dengan komunikasi SBAR saat
handover, hal ini sebagai upaya untuk mengurangi dampak akibat
penyampaian dan penerimaan informasi yang tidak tepat yaitu dengan
memperkenalkan komunikasi efektif yang dapat digunakan dalam
handover, dengan komunikasi terstruktur disebut SBAR (Situation
Background Assesment and Recommendation).
Menurut Australian Healthcare & Hospital Association (2009),
informasi yang harus disampaikan dalam handover harus
berkesinambungan agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna, apabila pelaksanaan handover tidak baik dapat menyebabkan
terputusnya arus informasi dan dapat berakibat pada gagalnya pemberian
asuhan keperawatan selanjutnya. terdapat hubungan motivasi dengan
pelaksanaan komunikasi SBAR dalam handover pada perawat
pelaksana, karena perawat yang mampu berkomunikasi yang baik akan
meningkatkan citra profesionalisme pada dirinya (Dewi, 2012).
Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah
diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila
diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah
terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis,
seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk
melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito.
Fasilitas pelayanan kesehatan secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon
19
termasuk: menuliskan (atau memasukkan ke komputer) perintah secara
lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima
membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan
mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang
dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA
dilakukan eja ulang.
Kebijakan dan/atau prosedur mengidentifikasi alternatif yang
diperbolehkan bila proses pembacaan kembali (read back) tidak
memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat
darurat/emergensi di IGD atau ICU.
Kegiatan yang dilaksanakan:
2.2.1 Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut.
2.2.2 Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara
lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.
2.2.3 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang
memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
2.2.4 Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang konsisten
dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi
lisan melalui telepon.
2.3 Syarat komunikasi yang efektif meliputi :
Menurut Tamsuri (2016) untuk membuat komunikasi efektif, diperlukan
beberapa syarat yang selanjutnya dikenal dengan tujuh C dalam
komunikasi (The seven C’s of Communication)
2.3.1 Credibility (kredibilitas) adalah pengakuan komunikator terhadap
keberadaan komunikator, seseorang komunikan bisa di katakan
20
credible bila memiliki kelebihan-kelebihan yang mampu memikat
khalayak sehingga mau mendengarkan pembicaraan,
memepercayai pembicaraan, dan melaksanakan pesan yang telah
disampaikan.
2.3.2 Context (konteks) pesan yang disampaikan hendaknya sesuai
dengan kepentingan sasaran yang berarti materi yang akan
disampaikan sesuai dengan yang dibutuhkan saat ini.
2.3.3 Content (isi) isi materi merupakan inti dari kegiatan komunikasi
yang akan disampaikan sebagai pesan oleh komunikator, yang
berpengaruh bagi penerima pesan.
2.3.4 Clarity (kejelasan) pesan yang disampaikan oleh komunikator
diterima dan dimengerti oleh penerima.
2.3.5 Continuty dan Consistency (Kontinuitas dan konsistensi) pesan
yang disampaikan konsisten dan berkesinambungan dan tidak
menyimpang dari topik dan tujuan komunikasi yang telah
ditetapkan.
2.3.6 Channel (Saluran) saluran yang digunakan dalam komunikasi
sesuai dan memungkinkan penerimaan yang baik oleh
komunikan.
2.3.7 Capability of audience (kemampuan komunikan) materi dari isi
pesan dan tekhnik penyampaian pesan disesuaikan dengan
kemampuan penerimaan sasaran, sedangkan pesan itu sendiri
mudah diterima dan tidak membingungkan.
2.4 Komunikasi antara petugas kesehatan
Perawat menjalankan peran yang membutuhkan interaksi dengan
berbagai anggota tim pelayanan kesehatan. Komunikasi disini berfokus
pada pembentukan tim, fasilitas proses kelompok, kolaborasi,
konsultasi, delegasi, supervisi, kepemimpinan, dan manajeman (Triola,
2006). Interaksi perawat dengan tim lain yang efektif yaitu
21
memberikan informasi/ instruksi secara lengkap dan jelas tanpa
memakai singkatan yang tidak baku/standar.
Melakukan read back terhadap informasi/instruksi yang diterima secara
lisan maupun tulisan melalui telepon atau melaporkan hasil
pemeriksaan penting yang membutuhkan verifikasi oleh penerima
informasi. Standarisasi singkatan, akronim, simbol yang berlaku di
rumah sakit, memberlakukan standar komunikasi pada saat operan
handover communication. Meningkatkan ketepatan laporan. Repeat
back dilakukan saat dokter memberi instruksi sebelum memasukkan
obat (Depkes, 2008).
Arwani & Monica (2003) menyatakan berkomunikasi di rumah sakit,
petugas dan tenaga medis harus melakukan proses verifikasi terhadap
akurasi dari komunikasi lisan dengan catat, baca kembali dan
konfirmasi ulang (CABAK), yaitu :
2.4.1 Pemberi pesan memberikan pesan secara lisan.
Komunikasi dapat dilakukan secara langsung atau melalui
sarana. Komunikasi seperti telepon. Pemberi pesan harus
memperhatikan kosa kata yang digunakan, intonasi, kekuatan
suara (tidak besar dan tidak kecil), jelas, singkat dan padat.
2.4.2 Penerima pesan mencatat isi pesan tersebut (catat).
Untuk menghindari adanya pesan yang terlewat maka
penerima pesan harus mencatat pesan yang diberikan secara
jelas. Untuk mendokumentasikan pesan lisan (telepon),
perawat harus menuliskan waktu panggilan, penelpon, pihak
yang ditelepon, pihak penerima informasi, dan informasi yang
diterima.
2.4.3 Isi pesan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima
pesan (Baca). Setelah pesan dicatat, penerima pesan harus
membacakan kembali pesan tersebut kepada pemberi pesan
22
agar tidak terjadi kesalahan dan pesan dapan diterima dengan
baik.
2.4.4 Penerima pesan mengkonfirmasi kembali isi pesan kepada
pemberi pesan (konfirmasi). Pemberi pesan harus
mendengarkan pesan yang dibacakan oleh penerima pesan dan
memberikan perbaikan bila pesan tersebut masih ada yang
kurang atau salah.
2.5 Komunikasi Antar perawat
Menurut Tamsuri. (2016) Koordinasi dan komunikasi tidak hanya
diperlukan antar tenaga profesional kesehatan, tetapi juga dalam suatu
tim profesi, termasuk perawat. Dengan demikian, perawat mampu
melaksanakan peran dan fungsinya secara berkesinambungan.
Perawat merupakan profesi yang harus setia setiap saat disisi klien
sehingga kerjasama, koordinasi, dan komunikasi antar perawat yang
terlibat dalam tim perawatan klien harus selalu dilakukan untuk
mencegah terputusnya proses keperawatann yang diselenggarakan.
Gangguan komunikasi antarperawat dapat mengakibatkan proses
keperawatan terhenti, kinerja asuhan keperawatan juga akan menurun,
bahkan menghambat tujuan asuhan keperawatan.
Hasil penelitian Chaboyer, et al 2007 (Sugiharto, 2012) di Australia dan
sejumlah negara lain menunjukkan bahwa kurang lebih 30% aktifitas
keperawatan bergantung dari komunikasi.
Pelaksanaan serah terima diperlukan komunikasi yang efektif,
sebagaimana pada peraturan menteri kesehatan nomor 11 /MENKES/
PER/ II / 2017 dikatakan bahwa salah satu sasaran keselamatan pasien
meliputi peningkatan komunikasi yang efektif, komunikasi yang efektif
antar perawat dapat terjadi saat pelaksanaan handover, handover ini
23
bertujuan menyampaikan informasi dari setiap pergantian shift serta
memastikan efektifitas dan keamanan dalam perawatan pasien,
pelaksanaan komunikasi yang baik saat handover berpengaruh terhadap
peningkatan keselamatan pasien ( Triwibowo, C, 2016).
Tenaga keperawatan harus memperhatikan kekompakan tim yang dapat
dicapai melalui kerjasama dan komunikasi yang baik antar anggota tim.
Kerjasama ini mengandung unsur berbagi tugas untuk dikerjakan
beberapa perawat untuk mencapai tujuan keperawatan yang optimal.
Agar kerjasama ini berhasil baik, diperlukan hal berikut :
2.5.1 kesesuaian pemahaman tentang tujuan keperawatan yang akan
dilakukan dan pemahaman tentang masing-masing tugas
anggota tim keperawatan.
2.5.2 Pendelegasian wewenang
2.5.3 Kesediaan untuk menerima umpan balik antaranggota tim
keperawatan.
2.5.4 Terciptanya rasa solidaritas kelompok
2.5.5 Terciptanya iklim kerja yang kondusif dalam tim.
2.6 Konsep komunikasi SBAR (Situasion, Background, Assessmen,
Recomendation).
Menurut Rofii, (2013) SBAR adalah metode terstruktur untuk
mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian
segera dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan
meningkatkan keselamatan pasien.
Sukesih (2015) dalam The 2 nd University Reseach Coloquim,
mengatakan komunikasi yang efektif adalah dengan menggunakan
komunikasi SBAR, komunikasi SBAR merupakan komunikasi dengan
menggunakan alat yang logis untuk mengatur informasi yang dapat
ditransfer kepada orang lain secara akurat dan efisien.
24
Teknik SBAR terdiri atas unsur Situation (S), Background (B),
Assessment (A), Recommendation (R).
2.6.1 Unsur- unsur SBAR sebagai berikut:
2.6.1.1 Situation : menjelaskan kondisi terkini dan keluhan
yang terjadi pada pasien seperti penurunan tekanan
darah, gangguan irama jantung, sesak nafas, dan
lainnya.
2.6.1.2 Background : menggali informasi mengenai latar
belakang klinis yang menyebabkan timbulnya keluhan
klinis, seperti bagaimana riwayat kesehatan dahulu
dan riwayat kesehatan sekarang, riwayat alergi obat-
obatan, hasil pemeriksaan laboratorium yang sudah
diberikan, hasil pemeriksaan penunjang, dan lainnya.
2.6.1.3 Assessment : penilaian/pemeriksaan fisik terhadap
kondisi pasien terkini sehingga perlu diantisipasi agar
kondisi pasien tidak memburuk.
2.6.1.4 Recommendation : merupakan usulan sebagai tindak
lanjut, apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah pasien saat ini seperti menghubungi dokter,
mengarahkan pasien untuk melakukan pemeriksaan
penunjang, dan lainnya/ intervensi apa yang sudah
dan yang belum di lakukan untuk mengatasi masalah
pasien.
2.6.2 Kelebihan dokumentasi SBAR
Komunikasi SBAR mempunyai kelebihan yaitu menyediakan cara
yang efektif dan efisien untuk menyampaikan informasi dalam
timbang terima pasien, Lisbeth Blom et al (2015) dalam penelitian
studi kuantitatif komparatif nya menyebutkan komunikasi SBAR
lebih efisien digunakan karena terdapat isi kalimat yang terstruktur.
25
Selain itu menurut Rina Safitri (2012) dalam penelitian
kuantitatifnya menyebutkan bahwa pelatihan tekhnik komunikasi
SBAR berpengaruh terhadap motivasi dan kepuasan perawat dalam
melakukan operan.
2.6.3 Manfaat dokumentasi SBAR
Manfaat Komunikasi SBAR dapat meningkatkan keselamatan
pasien, Cecep Triwibowo, (2012) dalam penelitian kualiatifnya
menyebutkan bahwa keselamatan pasien meningkat dengan adanya
handover yang baik, selain itu menurut Siti Nur Qomariah (2014)
pada penelitian kuantitatifnya menyebutkan terdapat hubungan
komunikasi antar perawat dengan insiden keselamatan pasien dan
ada hubungan komunikasi perawat, dokter, departemen penunjang
medis,pasien dengan insiden keselamatan pasien.
26
Situation
Diagnosis Keperawatan
(Data)
Background
Riwayat
Keperawatan
Assesment :
KU,TTV,GCS,Skala
Nyeri,skala resiko jauh
Recomendation :
1. Tindakan yang sudah
2. Dilanjutkan
3. Stop
4. Modifikasi
5. Strategi Baru
Data Demografi
Diagnosis medis
Gambar 2.1 : Skema Timbang Terima (handover) SBAR
Sumber : Nursalam, 2014
27
2.7 Konsep Timbang Terima Pasien (handover)
Menurut Eaton, (2010) dalam Marjani (2015) timbang terima memiliki
beberapa istilah lain. Beberapa istilah itu diantaranya handover,
handoffs, shift report, signout, signover dan cross coverage. Handover
adalah komunikasi oral dari informasi tentang pasien yang dilakukan
oleh perawat pada pergantian shift jaga. Friesen et al (2010) dalam
Fadilah (2016) menyebutkan tentang definisi dari timbang terima
pasien adalah transfer tentang informasi (termasuk tanggung jawab
dan tanggung gugat) selama perpindahan perawatan yang
berkelanjutan yang mencakup peluang tentang pertanyaan, klarifikasi
dan konfirmasi tentang pasien. Timbang terima juga meliputi
mekanisme transfer informasi yang dilakukan, tanggungjawab utama
dan kewenangan perawat dari perawat sebelumnya ke perawat yang
akan melanjutnya perawatan.
Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu cara dalam
menyampaikan sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan
klien. Timbang terima pasien adalah waktu dimana terjadi perpindahan
atau transfer tanggungjawab tentang pasien dari perawat yang satu ke
perawat yang lain. Tujuan dari timbang terima pasien adalah
menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana perawatan
pasien, terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan
antisipasinya.
Nursalam (2015) Komunikasi saat serah terima tugas (overan/timbang
terima) antar perawat, di perlukan komunikasi yang jelas tentang
kebutuhan pasien, intervensi yang sudah dan belum dilaksanakan,
serta respon yang terjadi pada pasien. Perawat melakukan timbang
terima bersama dengan perawat lainnya dengan cara berkeliling
kesetiap pasien dan menyampaikan kondisi pasien secara akurat
didekat pasien. Karena cara tersebut dinilai lebih efektif dan
28
membantu perawat dalam menerima overan / timbang terima secara
nyata.
2.7.1 Tujuan handover (Nursalam, 2015)
2.7.1.1 Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien
(data fokus).
2.7.1.2 Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum
dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien.
2.7.1.3 Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera
ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya.
2.7.1.4 Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
Menurut Scovell, 2010 dalam Triwibowo, 2016, handover
bertujuan untuk menyampaikan informasi dari setiap pergantian
shift serta memastikan efektifitas dan keamanan dalam
perawatan pasien.
2.7.2 Handover memiliki 2 fungsi utama yaitu:
2.7.2.1 Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan
mengekspresikan perasaan perawat.
2.7.2.2 Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar
dalam penetapan keputusan dan tindakan
keperawatan.
2.7.3 Manfaat handover bagi perawat (Nursalam, 2015)
2.7.3.1 Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
2.7.3.2 Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab
antar perawat.
2.7.3.3 Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien
berkesinambungan.
2.7.3.4 Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien.
29
2.7.4 Langkah-langkah dalam handover (Eaton, 2010)
2.7.4.1 Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2.7.4.2 Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-
hal yang akan disampaikan.
2.7.4.3 Perawat primer menyampaikan kepada perawat
penanggung jawab shift selanjutnya meliputi: (kondisi
atau keadaan pasien secara umum, tindak lanjut untuk
dinas yang menerima operan, rencana kerja untuk
dinas yang menerima laporan).
2.7.4.4 Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan
secara jelas dan tidak terburu-buru.
2.7.4.5 Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-
sama secara langsung melihat keadaan pasien.
2.7.5 Prosedur dalam pelaksanaan handover
Menurut Chaboyer et all, (2008), prosedur timbang
terima meliputi :
2.7.5.1 Persiapan
a. Kedua kelompok dalam keadaan siap.
b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku
catatan.
2.7.5.2 Pelaksanaan
a. Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima
kepada masing- masing penanggung jawab:
b. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian
shift atau operan.
c. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk
melaksanakan timbang terima dengan mengkaji
secara komprehensif yang berkaitan tentang
masalah keperawatan klien, rencana tindakan
30
yang sudah dan belum dilaksanakan serta hal-hal
penting lainnya yang perlu dilimpahkan.
d. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan
perincian yang lengkap sebaiknya dicatat secara
khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada
perawat yang berikutnya.
e. Hal-hal yang perlu disampaikan pada handover
adalah :
1) Identitas klien dan diagnosa medis.
2) Masalah keperawatan yang kemungkinan
masih muncul.
3) Tindakan keperawatan yang sudah dan belum
dilaksanakan.
4) Intervensi kolaborasi dan dependen.
5) Rencana umum dan persiapan yang perlu
dilakukan dalam kegiatan selanjutnya,
misalnya operasi, pemeriksaan laboratorium
atau pemeriksaan penunjang lainnya,
persiapan untuk konsultasi atau prosedur
lainnya.
6) Perawat yang melakukan timbang terima
dapat melakukan klarifikasi, tanya jawab dan
melakukan validasi terhadap hal-hal yang
kurang jelas Penyampaian pada saat timbang
terima secara singkat dan jelas
7) Lama timbang terima untuk setiap klien tidak
lebih dari 5 menit kecuali pada kondisi
khusus
8) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan
secara langsung oleh perawat pada buku
laporan.
31
Diagnosis medis
masalah
Diagnosa
keperawatan
Rencana
tindakan
Yang telah
dilakukan
Perkembangan
keadaan pasien
Masalah :
1. Teratasi
2. Belum
3. Sebagian
Gambar 2.2 : Skema timbang terima
Sumber : Nursalam, 2015
Pasien
Yang akan
dilakukan
32
2.8 Landasan Teoritis Keperawatan
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh teori keperawatan Imogine King
(Theory of Goal Attainment), teori keperawatan oleh Myra Estrine Levine
(Levine’s Conservation model) dan teori keperawatan Sister Calista Roy
(Adaptation teori).
Teori King berasumsi bahwa manusia seutuhnya (Human being) sebagai
sistem terbuka yang secara konsisten berinteraksi dengan lingkungannya.
Pada teori King menjabarkan tiga sistem interaksi yang dikenal dengan
Dynamic interacting system, meliputi personal sysem (individual),
interpersonal system (group) dan sosial system (Brajakson 2017; Martha
Raile.2016).
Melalui dasar sistem tersebut, maka King menganggap manusia merupakan
individu yang reaktif yakni bereaksi terhadap situasi, orang dan objek.
Manusia sebagai makhluk yang berorientasi terhadap waktu tidak lepas dari
masa lalu dan sekarang yang dapat mempengaruhi masa depan dan sebagai
makhluk sosial manusia akan hidup bersama orang lain yang akan selalu
berinteraksi. Parker (2001) dalam Anita (2013).
Pada teori Imogene King, personal system (individu) merupakan sistem
terbuka yang meliputi persepsi (perception), diri (self), pertumbuhan dan
perkembangan (growth and development), citra diri (body image), ruang
(space), dan waktu (time). Interpersonal system (group) merupakan suatu
hubungan antara perawat dan pasien yang meliputi interaksi, komunikasi,
transaksi, peran dan stress. Social system (sosial) yang berarti bahwa sistem
pembatas peran organisasi sosial, perilaku, dan praktik yang dikembangkan
untuk memelihara nilai-nilai dan mekanisme pengaturan antara praktik dan
aturan terdiri dari organisasi, otoritas, kekuasaan, status dan pengambilan
keputusan. (Brajakson 2017).
33
Pada penelitian ini konsep teori King yang digunakan lebih spesifik dalam
konsep sistem interpersonal meliputi interaksi, komunikasi, transaksi, peran
dan stres. Interaksi merupakan hubungan timbal balik oleh dua orang atau
lebih. Komunikasi didefinisikan oleh King adalah proses dimana informasi
yang diberikan dari satu orang ke orang lain baik langsung maupun tidak
langsung. (Aziz Alimul 2004; Alligood.2014)
Levine’s Conservation model difokuskan dalam mempromosikan adaptasi
dan mempertahankan keutuhan menggunakan prinsip-prinsip konservasi.
Pada teori ini menjabarkan tiga konsep mayor yaitu : Wholeness (holism ),
Adaptasi, Konservasi.
Wholeness (holism) adalah suatu sistem terbuka, yang menekankan pada
suara, organik, progresif mutualisme antara fungsi-fungsi dan bagian dari
keseluruhan yang mempunyai batas-batas terbuka dan sangat fleksibel.
Levine meyakini bahwa hal ini merupakan bagian dari individu yang
menekankan bahwa mereka berespon dalam satu keutuhan pribadi
terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan.
Menurut Levine adaptasi merupakan sebuah proses perubahan yang
bertujuan mempertahankan integritas individu dalam menghadapi realitas
lingkungan internal dan eksternal.
Konservasi merupakan hasil dari adaptasi, konservasi merupakan konsep
universal, sesuai dengan aturan alam, konservasi bergantung pada sistem
hidup yang berhubungan dengan integrasi seluruh sistem (Kasron. 2017;
Aligood 2014)
Model ini membimbing perawat untuk berfokus pada pengaruh dan
tanggapan tingkat individu. Melalui konservasi individu dapat menghadapi
hambatan, beradaptasi sesuai dengan lingkungannya dan mempertahankan
34
keunikan mereka. Menurut Levine konservasi merupakan hasil dari
adaptasi, tujuan dari konservasi adalah kemampuan dan kekuatan untuk
menghadapi masalah yang ada. Model konservasi menurut Levine bahwa
manusia dan lingkungan selalu terkait dan dapat beradaptasi terhadap
perubahan yang terjadi oleh lingkungannya untuk bersama-sama menjaga
keutuhan individu.(Levine, 1990 ; Aligood 2014 ).
Roy Adaptation teori menjelaskan bahwa adaptasi merupakan suatu proses
dan hasil dimana pemikiran dan perasaan seseorang individu atau
kelompok yang sadar bahwa manusia dan lingkungan adalah satu kesatuan.
Roy menjelaskan bahwa keperawatan sebagai proses interpersonal yang
diawal adanya kondisi maladaptasi akibat perubahan lingkungan baik
internal maupun eksternal. Sebagai suatu sistem, manusia mempunyai
proses internal yang berperan untuk mempertahankan kesatuan individu,
berinteraksi dengan lingkungan dan mengatasi lingkungan melalui
mekanisme adaptasi bio-psikososial. (Kasron, 2017, Aligood, 2014)
Keterkaitan penelitian ini pada teori Levine dan teori Roy menekankan
proses adaptasi dan konservasi pada perawat sebagai individu yang
melaksanakan penerapan komunikasi SBAR pada handover di RSUD
Banjarmasin, dikarenakan perubahan tersebut baru terlaksana sehingga
memerlukan proses adaptasi.
2.9 Kerangka Teori Keperawatan
Kerangka teori menjelaskan secara singkat konsep teori yang mendasari
penelitian. Kerangka teori merupakan struktur logis pemahaman yang
mengarahkan peneliti pada konsep teori yang melatarbelakangi penelitian.
(Nursalam, 2013).
Pada penelitian ini menggunakan dasar teori keperawatan Imogene King
(Goal Attainment), Myra Estrine Levine (Levine’s Conservation model)
35
Adaptasi
Teori
Imogine
king
Teori
Myra
E.Levine
Wholness
Konservasi
Adaptasi
Komunikasi SBAR
Sistem Personal
Sistem Sosial
dan teori keperawatan Sister Calista Roy (Adaptation teori). Alasan
peneliti memilih 3 teori tersebut karena teori Imogine king, Myra E.Levine
dan Calista Roy menjelaskan bahwa manusia sebagai sistem interpersonal
yang mampu berinteraksi, berkomunikasi, dan saling terikat untuk
beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan. Penerapan
komunikasi SBAR pada perawat dalam melaksanakan handover mencakup
konsep tersebut.
Hal ini diterjemahkan dalam gambar kerangka teori sebagai berikut:
Gambar 2.3 : Kerangka teori keperawatan komunikasi SBAR.
Sumber : Kasron, 2017
Sistem
interpersonal :
- Interaksi
- Komunikasi
- Transaksi
- Peran
- Stres
Teori
Sister
Calista
Roy
36
Dalam penelitian ini, teori keperawatan Imogene King, Myra Estrin Levine
dan Sister Calista Roy dipilih karena sesuai dengan model penerapan
komunikasi SBAR di Rumah sakit. Dalam teori King sistem interpersonal
diasumsikan sebagai bagian yang mencakup individu yang memiliki sifat
terbuka untuk menerima perubahan dalam melaksanakan komunikasi
SBAR. Sedangkan konsep teori konservasi Levine menjelaskan adanya
keterikatan antara manusia dan lingkungan yang beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan. Kemudian adaptasi menurut teori Roy menjelaskan
adanya perubahan mekanisme kerja perawat sebelum dan sesudah
penerapan komunikasi SBAR diperlukan proses adaptasi perawat dalam
pelaksanaannya untuk mencapai tujuan terlaksananya komunikasi yang
efektif antar perawat.
Adapun kerangka pikir pada penelitian ini di jelaskan sebagai berikut :
Gambar 2.4 Kerangka pikir penelitian
Sumber : Kasron, 2017
Teori
imogine
King
Teori
Myra.E
Levine
Teori
Sister
Calista
Roy
Interpersonal
Wholness
Konservasi
Adaptasi
Adaptasi
Penerapan komunikasi
SBAR dalam
melaksanakan handover