11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keanekaragaman Hayati
Pengertian keanekaragaman hayati adalah variabilitas di antara makhluk
hidup dari semua sumber, termasuk interaksi ekosistem terestrial, pesisir dan
lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks ekologik tempat hidup makhluk
hidup menjad bagiannya. Hal ini meliputi keanekaragaman jenis, antar jenis dan
ekosistem. Pengertian yang lain, keanekaragaman hayati adalah ketersediaan
keanekaragaman sumber daya hayati berupa jenis maupun kekayaan plasma
nutfah (keanekaragaman genetik di dalam jenis), keanekaragaman antar jenis dan
keanekaragaman ekosistem (Sudarsono dkk, 2005).
Menurut Soegianto (1994), keanekaragaman jenis adalah sebagai suatu
karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya. Hal ini
dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Suatu komunitas
memiliki keanekaragaman tinggi jika disusun oleh banyak spesies dengan
kelimpahan spesies yang sama dan jika komunitas disusun oleh spesies yang
rendah dan dan terdapat sedikit spesies dominan, maka keanekaragaman jenis
rendah. Hal tersebut dapat pula berlaku untuk keanekaragaman komunitas
Echinodermata yang terdapat di zona intertidal yang secara tidak langsung dapat
pula mempengaruhi struktur komunitas Echinodermata yang ada di dalamnya.
12
Negara atau wilayah yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang
tinggi dibandingkan luas daratan yang dimilikinya disebut Negara Megadiversitas.
Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Mettemier dkk (1997) yang
menitikberatkan pada kekayaan primate. Dalam perkembangannya istilah ini
digunakan untuk penyebutan kekayaan seluruh tingkatan keanekaragaman hayati
termasuk ekosistem dan beberapa kelompok organisme. Konsep negara
megadiversitas dekat hubungannya dengan istilah pusat keanekaragaman yang
merupakan area dengan keanekaragaman hayati tinggi, yang merupakan tempat
dengan kekayaan spesies dan endemisme yang tinggi (Leksono, 2011).
2.2 Pola Penyebaran
Penyebaran adalah pola tata ruang individu yang satu relatif terhadap yang
lain dalam populasi. Penyebaran atau distribusi individu dalam suatu populasi bisa
bermacam-macam. Menurut Abdulkadir Rahardjanto (2001), penyebaran pada
umumnya terbagi menjadi tiga pola yaitu penyebaran secara acak, penyebaran
merata, dan penyebaran berkelompok.
1. Penyebaran Acak
Individu yang kurang lebih berjarak sama satu dengan yang lain, jarang
terdapat di alam, tetapi umumnya terdapat dalam suatu ekosistem yang dikelola,
dan biasanya diatur dengan jarak yang sama untuk menghasilkan hasil yang
optimal. Penyebaran acak sangat jarang terjadi di alam. Penyebaran seperti ini
biasanya terjadi apabila faktor lingkungannya sangat beragam untuk seluruh
13
daerah dimana populasi berada, selain itu tidak ada sifat-sifat berkelompok
dari organisme tersebut.
2. Penyebaran secara Merata
Penyebaran jenis ini umumnya terdapat pada tumbuhan. Penyebaran seperti
ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat diantara individu-individu dalam
populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendapatkan
nutrisi dan ruang.
3. Penyebaran secara Berkelompok
Individu-individu yang bergerombol dalam kelompok adalah yang paling
umum terdapat di alam, terutama untuk hewan. Pengelompokan ini disebabkan
oleh berbagai hal :
a. Respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal.
b. Respon dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman.
c. Akibat dari cara atau proses reproduksi atau regenerasi.
d. Sifat-sifat organisme dengan organ vegetatifnya yang menunjang untuk
terbentuknya kelompok atau koloni.
Dalam ekologi populasi ini dikembangkan suatu cara untuk memehami pola
distribusi dari individu dalam populasi, diantaranya yaitu dengan memanfaatkan
penyebaran poisson dengan asumsi pertama individu-individu menyebar secara
acak. Cara ini akan memberikan hasil yang baik apabila jumlah individu setiap
satu meter perseginya adalah rendah.
14
2.3 Filum Echinodermata
2.3.1 Klasifikasi
Klasifikasi dari Echinodermata adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Upakerajaan : Eumetazoa
Superfilum : Deuterostomia
Filum : Echinodermata (Campbell, 2003)
2.3.2 Deskripsi secara umum Echinodermata
Echinodermata berasal dari kata Yunani Echinos artinya duri, derma
artinya kulit. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang berkulit duri.
Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang
hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini bentuk
tubuhnya radial simetris dan kebanyakan mempunyai endoskeleton dari zat
kapur dengan memiliki tonjolan berupa duri. Kelompok utama Echinodermata
terdiri dari lima kelas, yaitu Asteroidea, kelas Ophiuroidea, kelas Echinoidea,
kelas Crinoidea dan kelas Holothuroidea (Jasin, 1992).
Nama Echinodermata pertama kali dimunculkan oleh Jacob Klein pada
tahun 1734. Echinodermata merupakan hewan laut yang hidup di pantai,
tetapi kebanyakan didasar laut. Echinodermata merupakan hewan laut
yang berada diantara hewan laut pada umumnya dan distribusinya yang
luas, dijumpai di semua laut dari zona intertidal sampai laut yang sangat
dalam (Kastawi, 2003).
15
Gambar 2.1 Contoh jenis-jenis Echinodermata (Triana, 2013)
Selanjutnya, Kastawi (2003) menjelaskan ciri-ciri secara umum
Echinodermata yaitu:
1. Tubuh, umumnya simetri radial, hampir selalu pentamerous.
Tubuhnya triploblastis, coelomata dengan permukaan oral dan aboral
yang mudah dibedakan, tanpa kepala dan tidak bersegmen.
2. Ukuran tubuhnya sedang sampai besar tetapi tidak ada yang mikroskopis.
3. Bentuk tubuh bundar sampai silindris atau bentuk bintang dengan tangan
sederhana yang tersebar dari diskus sentral.
4. Permukaan tubuh agak halus, tertutup oleh 5 ruangan secara simetris
memancar berupa alur berlekuk yang disebut ambulakral diselingi 5
inter-radii atau inter-ambulakral.
5. Dinding tubuh terdiri atas epidermis di sebelah luar, dermis di tengah dan
disebelah dalam adalah peritonium.
6. Endoskeleton tersusun darilempengan-lempengan yang membentuk
cangkang, biasanya disebut theca atau mungkin disusun dari ossikula-
16
ossikula kecil yang terpisah. Coelom dibatasi oleh peritonium dan
ditempati oleh sistem pencernaan makanan dan sistem reproduksi.
7. Mempunyai pembuluh air atau sistem ambulakral yang merupakan ciri
pada umumnya, terbuat dari tabung-tabung berisi cairan.
8. Saluran makanan biasanya berupa tabung melingkar membentang dari
mulut di permukaan oral sampai dengan anus pada permukaan aboral
atau permukaan oral. Sistem sirkulasi atau sistem haemal atau
sistem darah lacunar adalah spesifik.
9. Respirasi terjadi melalui struktur bervariasi, misalnya dengan papula pada
bintang laut, insang peristomial pada landak laut, bursa genital pada
bintang ular laut, pohon respirasi kloakal pada mentimun laut.
10. Sistem ekskresi tidak ada. Sistem saraf adalah primitif, terdiri atas
jaringan seperti jala terkonsentrasi di dalam tali-tali saraf ganglion
secara radial
11. Organ-organ sensorik kurang berkembang. Seks biasanya terpisah
(dioecious) dengan beberapa perkecualian. Kelenjar kelamin sederhana
dengan atau tanpa saluran sederhana. Reproduksi biasanya seksual,
beberapa berkembang secara aseksual atau regenarasi.
12. Fertilisasinya eksternal, sedangkan beberapa Echinodermata ada yang
vivipar. Perkembangan larva khas yang mengalami metamorfosis
menjadi dewasa bersifat simetri radial.
13. Sistem saluran air (hidrovaskular) dengan kaki-kaki yang berfungsi untuk
pergerakan (sistem kaki abulakral).
17
2.3.3 Deskripsi masing-masing kelas Echinodermata
Filum Echinodermata terdiri atas dua sub filum yaitu: (1) sub filum
Eleutherozoa dan (2) sub filum Pelmatozoa. Sub filum Eleutherozoa terdiri dari
empat kelas yaitu: (a) Asteroidea (bintang laut), (b) Ophiuroidea (bintang ular),
(c) Echinoidea (landak laut), dan (d) Holothuroidea (teripang laut). Sedangkan
sub filum Pelmatozoa terdiri dari satu kelas yaitu: kelas Crinoidea atau lilia
laut (Dahuri, 2003).
a. Asteroidea
Asteroidea merupakan spesies Echinodermata yang paling banyak jumlahnya,
yaitu sekitar 1.600 spesies. Asteroidea juga sering disebut bintang laut. Bintang
laut umumnya memiliki lima lengan, tetapi kadang-kadang lebih yang
memanjang dari suatu cakram pusat. Permukaan bagian bawah lengan itu
memiliki kaki tabung yang dapat bertindak seperti cakram untuk menyedot.
Bintang laut mengkoordinasi kaki tabung tersebut untuk melekat di batuan dan
merangkak secara perlahan-lahan sementara kaki tabung tersebut memanjang,
mencengkeram, berkontraksi, melemas, memajang, kemudian mencengkeram
lagi. Bintang laut menggunakan kaki tabungnya untuk menjerat mangsanya
seperti remis dan tiram. Lengan bintang laut mengapit bivalvia yang menutup,
kemudian mengeluarkan lambungnya melalui mulut dan memasukkannya ke
dalam celah sempit bivalvia kemudian mengekresikan getah pencernaan dan
mencerna bivalvia di dalam cangkangnya (Campbell, 2003).
Sesuai dengan namanya, maka tubuh berbentuk bintang dengan lima atau
bagian radial. Terdapat duri-duri dengan berbagai ukuran pada permukaan
18
kulit tubuh baik oral maupun aboral dan pada sekitar dasar duri terdapat bentuk
jepitan pada ujungnya yang disebut pedicellaria. Pada salah satu bagian antara
dua bagian tubuh radial atau lengan terdapat lempeng saringan madereporit
sebagai tempat masuknya air dalam sistem vascular air atau ambulakral. Anus
terdapat di tengah bagian dorsal sedang mulut di bagian oral. Penyokong
tubuh tersusun dari lembaran kapur atau ossicullus (Brotowidjoyo, 1993).
Gambar 2.2 Asteroidea (Patrick L. C, 1995)
Tubuh Asteroidea memiliki duri tumpul dan pendek. Duri tersebut ada yang
termodifikasi menjadi bentuk seperti catut yang disebut Pediselaria. Fungsi
pediselaria adalah untuk menangkap makanan serta melindungi permukaan tubuh
dari kotoran. Pada bagian tubuh dengan mulut disebut bagian oral,
sedangkan bagian tubuh dengan lubang anus disebut aboral. Pada hewan ini, kaki
ambulakral selain untuk bergerak juga merupakan alat pengisap sehingga dapat
melekat kuat pada suatu dasar (Kastawi, 2003).
Sistem ambulakral Asteroidea terdiri dari : Medreporit adalah lempengan
berpori pada permukaan cakram pusat dibagian dorsal tubuh. Saluran cincin
terdapat di rongga tubuh cakram pusat. Saluran radial merupakan cabang saluran
19
cincin ke setiap lengan. Kaki ambulakral merupakan juluran saluran radial yang
keluar. Asteroidea juga terdapat papilla derma yaitu penonjolan rongga tubuh
yang berguna untuk pertukaran gas. Asteroidea dapat beregenerasi jika tangannya
patah, contoh Allostichaster polyplax dan Coscinasterias calamaria. Beberapa
spesies asteroidea dari tangan yang patah dapat membentuk individu yang
baru, contoh Linkia multifora dan Echinaster luzonicus. Asteroidea bersifat
dioecius dengan fertilisasi eksternal. Biasanya terdapat 10 gonad (2 dalam 1
tangan). Perkembangan tubuhnya mengalami dua tahap larva, yaitu bilpinaria
(tahap larva pertama) dan brachiolaria (larva yang menunjukkan perkembangan
tangan) (Huda, 2001).
Kemampuan bintang laut untuk beradaptasi dengan salinitasi ditunjukkan
oleh beberapa spesies, misalnya Asterias rubens hanya tahan terhadap salinitas
rendah, sedangkan Luidia clathrata mempunyai toleransi tertentu terhadap
salinitas di alam, hewan ini hidup pada salinitas sekitar 27% (Jasin, 1992).
b. Ophiuroidea
Ophiuroidea terdiri dari 2.000 spesies, contohnya adalah bintang ular
(Ophiothrix). Ophiuroidea (dalam bahasa yunani, ophio = ular) berbentuk
seperti asteroidea, namun lengannya lebih langsing dan fleksibel. Cakram
pusatnya kecil dan pipih dengan permukaan dorsal yang halus atau berduri
tumpul. Ophiuroidea tidak memiliki pediselaria. Cakram pusat berbatasan dengan
lengan-lengannya. Bintang ular merupakan echinodermata yang paling aktif
dan paling cepat gerakannya. Jenis kelamin terpisah, fertilisasi eksternal,
20
mengalami tahap larva yang disebut pluteus. Hewan ini pun juga dapat
beregenerasi. Beberapa spesies ophiuroidea merupakan hewan pemakan
suspensi, dan yang lain adalah predator atau pemakan bangkai (Kastawi, 2003).
Gambar 2.3 Contoh bintang ular (Triana, 2013)
Bintang mengular memiliki cakram tengah yang jelas terlihat
dari lengannya yang panjang sehingga memudahkannya bergerak. Kaki
tabung (kaki ambulakral) tidak memiliki alat isap dan bintang mengular
bergerak dengan mencambukkan lengannya. Hidup di perairan dangkal dan
dalam, bersembunyi di bawah batuan atau rumput laut, mengubur diri di
pasir, aktif di malam hari (Jasin, 1992).
Bintang ular mempunyai tubuh seperti bola cakram kecil dengan
lima lengan panjang. Di bagian seperti lateral terdapat duri, sedangkan
bagian dorsal serta ventral tidak terdapat duri. Bagian dalam dari ruas
sebagian besar terisi ossicula yang silindris sehingga memungkinkan
lengan dapat di bengkokkan. Pada lengan juga terdapat kaki ambulakral
kecil yang sering disebut sebagai teritakel yang terletak secara ventro
lateral dengan alat hisap atau ampullae yang beralat sensoris dan juga
membantu pernafasan yang memungkinkan makanan dapat masuk ke
21
mulut. Mulut terletak di pusat tubuh yang dikelilingi lima kelompok
lempeng kapur dan tidak memiliki anus. Madreporit terletak di daerah
permukaan dekat mulut. Bersifat biseksual dan fertilisasi terjadi di luar
dengan larva bersilia (Brotowidjoyo, 1993).
Bintang ular yang hidup di daerah tropis pada umumnya hidup
pada perairan dengan suhu antara 27-300 C, namun daya tahan terhadap
suhu ini tergantung kedudukan geografis dan ke dalaman (Nybakken, 1992).
c. Echinoidea
Echinoidea berbentuk bola atau pipih, tanpa lengan. Echinoidea
yang berbentuk bola misalnya bulu babi (Diadema saxatile) dan landak
laut (Arabcia punctulata). Hidup pada batuan atau lumpur di tepi pantai
atau dasar perairan. Makanannya adalah rumput laut, hewan yang telah
mati, biasanya nocturnal. Permukaan tubuh hewan ini berduri panjang.
Echinoidea memilki alat pencernaan khas, yaitu tembolok kompleks yang
disebut lentera aristoteles. Fungsi dari tembolok tersebut adalah untuk
menggiling makanannya yang berupa ganggang atau sisa-sisa organisme.
Echinoidea yang bertubuh pipih misalnya dolar pasir (Echinarachnius
parma).
Permukaan sisi oral tubuhnya pipih, sedangkan sisi aboralnya agak
cembung. Tubuhnya tertutupi oleh duri yang halus dan rapat. Durinya
berfungsi untuk bergerak, menggali, dan melindungi permukaan
22
tubuhnya dari kotoran. Kaki ambulakral hanya terdapat di sisi oral yang
berfungsi utuk mengangkut makanan (Campbell, 2003).
Gambar 2.4 Echinoidea (Triana, 2013)
Hewan-hewan yang masuk kelas Echinoidea berbentuk bundar, tidak
berlengan, tetapi memiliki duri-duri yang dapat digerakkan. Pada
umumnya landak laut memiliki jarohan atau viscera yang tersimpan
dalam cangkok. Bulu babi memiliki lima jalur kaki ambulakral
yang terselang oleh daerah interambulakral yang agak lebar tanpa
kaki.
Beberapa jenis Echinoidea memiliki kelenjar racun. Di antara duri-
duri terdapat pedicellaria yang berfungsi untuk membersihkan tubuh dan
tuntuk menangkap makanan kecil. Anus terletak di pusat tubuh pada
permukaan aboral. Sedangkan mulut yang dilengkapi oleh lima buah
gigi terletak di daerah oral dan madreporit terletak di daerah aboral
(Brotowidjoyo, 1993).
23
d. Holothuroidea
Tubuh memanjang seperti ketimun. Kelompok hewan ini biasa disebut
teripang. Ada juga yang menyebut ketimun laut karena bentuknya. Mulut di
ujung yang satu dan anus di ujung yang lain. Ada kaki tabung di tiga bagian
ventral yang digunakan untuk berjalan dan mempunyai mangkuk
penghisap seperti bintang laut. Kaki tabung juga didapatkan di dua bagian
dorsal, tetapi biasanya digunakan untuk merasa dan pernapasan. Tak ada
pediselari dan duri, tetapi mempunyai tentakel berbentuk kaki tabung
sekeliling mulut, serupa dengan hewan lain. Tubuh seperti kulit dan dapat
memanjang dan mengerut. Sebagian besar teripang bernapas melalui pohon
respirasi, sebuah alat bercabang terdiri dari banyak tabung (Romimohtarto,
2007).
Gambar 2.5 Holothuroidea (Wulandari, 2012)
Mentimun laut mempunyai tubuh bulat memanjang dengan garis oral
ke aboral sebagai sumbu, tubuh terlipat oleh kulit yang mengandung
ossicula yang mikroskopis. Di bagian anterior mulut terdapat 10-13
tentakel yang dapat di julurkan dan ditarik kembali. Holothuroidea
meletakkan diri dengan bagian dorsal di sebelah atas. Kaki ambulakral
dapat berkontraksi dan berfungsi sebagai alat respirasi. Daerah ventral
24
terdapat tiga daerah kaki ambulakral yang memiliki alat hisap, yang
berfungsi untuk bergerak dan tiga baris ada posisi dorsal dipakai untuk
bernafas. Madreporit terletak dalam coelom. Pada hewan ini terdapat suatu
cincin saraf dan saraf saraf radier. Teripang cepat bereaksi terhadap
rangsangan. Biasanya jenis kelamin terpisah namun ada juga yang
hermaprodit dengan larva bersimetri bilateral (Brotowidjoyo, 1993).
e. Crinoidea
Kelompok hewan ini dinamakan lili laut atau bintang bulu. Sebagian
besar dari mereka hidup di laut dalam dan beberapa jenis lagi mendiami
laut dangkal, seperti di terumbu karang. Ukurannya panjangnya tidak
lebih dari 40 cm dan berwarna mencolok. Tubuhnya terdiri dari cakram
sentral dengan lima lengan bermula dari cakram. Setiap lengan
bercabang dua atau lebih. Setiap cabang mempunyai ranting-ranting
melintang disebut pinul (pinnule). Cakram sentral bentuknya seperti
mangkuk dengan mulut terletak di dasar bawah (Romimohtarto, 2007).
Gambar 2.6 Crinoidea (Erni, 2009)
25
Hewan ini berbentuk seperti tumbuhan. Habitatnya pada garis pantai
sampai kedalaman 12000 kaki. Crinoidea terdiri dari kelompok yang
tubuhnya bertangkai dan tidak bertangkai. Kelompok yang bertangkai dikenal
sebagai lili aut, sedangkan yang tidak bertangkai dikenal sebagai bintang
laut berbulu. Contoh lili laut adalah Metacrinus rotundus dan untuk bintang laut
berbulu adalah Oxycomanthus benneffit dan Ptilometra australis.
Crinodea ada yang sesil dan ada yang berenang bebas. Sampai saat ini
di perkirakan terdapat 630 spesies crinoidea yang telah diketahui. Sebagian
crinoidea bersifat dioecious, tetapi ada yang monoecious. Crinoidea
mengeluarkan larva yang disebut doliolaria. Crinoidea dapat beregenerasi.
Tangannya di namakan pinula yang di tutupi oleh zat yang lengket untuk
membantu menangkap makanan. Jumlah tangan (pinula) antara 5-200
(Campbell, 2003).
2.3.1 Ekosistem dan Habitat Echinodermata
Habitat merupakan tempat atau lingkungan luar dimana tumbuh tumbuhan
dan hewan hidup (Romimohtarto, 2007). Sedangkan menurut Sukarsono
(2009) Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak
lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedangkan relung
ekologinya menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi
hewan itu relatif terhadap faktor-faktor abiotik dan biotik lingkungan
sekitarnya.
26
Sukarsono (2009) menambahkan, lingkungan hewan pada dasarnya
merupakan totalitas dari beraneka faktor abiotik misalnya tanah, udara,
ruang, medium atau substrat (tempat menempel hewan), cuaca dan iklim.
sedangkan faktor biotik misalnya hewan lain baik sesamam spesies
maupun berlainan spesies, tumbuhan dan mikroba yang terdapat di seputar
hewan itu.
Habitat Echinodermata dapat ditemui hampir semua ekosistem
laut. Namun ekosistem yang paling tinggi terdapat pada terumbu karang di
zona intertidal. Hal ini dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia pada masing-
masing daerah. Nybakken (1992) mengemukakan bahwa dari semua pantai
intertidal, pantai berbatu yang tersusun dari bahan keras merupakan daerah
yang paling padat mikroorganismenya dan mempunyai keanekaragaman
terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Diketahui bahwa
komunitas hewan chinodermata di alam bebas memiliki ukuran populasi
yang tidak sama karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang
tinggi. Sebagian besar anggota filum
Echinodermata beradaptasi untuk hidup di atas batuan dan substrat keras
lainnya. Jenis Echinodermata yang hidup di daerah terumbu karang berbeda
dengan yang hidup di daerah berpasir, karena memiliki perbedaan daya
adaptasi pada habitat dan lingkungannya. Echinodermata yang hidup di
terumbu karang biasanya dihuni oleh berbagai bintang mengular seperti
marga Ophiotrix, Ophiocoma, bintang laut jenis Linkia laevigata dan beberapa
jenis bulu babi serta lili laut jenis Stephanometra indica. Sedangkan pada
27
daerah berpasir banyak terdapat jenis teripang, bintang laut jenis Archaster
typicusdan, Astropectens polychanthusdan dolar pasir (Laganum laganum).
Jenis tersebut beradaptasi dengan cara membenamkan diri ke dalam pasir yang
merupakan salah satu upaya menghindari kondisi kekeringan dan sengatan
matahari (Uus, 2001).
2.3.4 Manfaat Echinodermata
Echinodermata merupakan salah satu hewan yang sangat penting
dalam ekosistem laut dan bermanfaat sebagai salah satu komponen
dalam rantai makanan, yaitu pemakan sampah organik dan hewan kecil
lainnya.
Dahuri (2003) menyatakan bahwa, jenis-jenis Echinodermata
dapat bersifat pemakan seston atau pemakan detritus, sehingga peranannya
dalam suatu ekosistem untuk merombak sisa-sisa bahan organik yang tidak
terpakai oleh spesies lain namun dapat dimanfaatkan oleh beberapa jenis
Echinodermata. Selain itu Echinodermata mengandung unsur-unsur kimia
yang memiliki nilai tinggi di bidang pangan, obat-obatan dan sering
dijadikan barang koleksi hiasan yang indah.
Peranan Echinodermata di perairan laut adalah sebagai pembersih
limbah dan sampah. Echinodermata mempunyai nilai ekonomis,
beberapa jenis diantaranya dapat dimakan misalnya teripang dan bulu
babi. Selain itu, Echinodermata juga dimanfaatkan sebagai hiasan dinding
ataupun hiasan meja (Suparna, 1993).
28
2.4 Ekosistem Pantai dan Zona Intertidal
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan
daerah pasang surut (intertidal). Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus
harian pasang surut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi
struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras. Daerah paling atas
pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa
jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan
burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang
rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis, remis,
kerang, siput, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah
ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut (Leksono,
2011).
Romimohtarto (2007) menjelaskan pasang-surut merupakan salah satu
gejala laut yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut,
khususnya di wilayah pantai. proses terjadinya pasang surut terjadi karena
gaya tarik (gaya gravitasi) bulan. Bumi berputar bersama kolom air di
permukaannya dan menghasilkan dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24
jam di banyak tempat di bumi ini. Berbagai pola gerakan pasang-surut ini
terjadi karena perbedaan posisi sumbu putar bumi dan bulan, karena berbeda-
bedanya bentuk dasar laut.
29
2.5 Faktor Lingkungan yang mempengaruhi Kehidupan Echinodermata
2.5.1 Suhu
Pada setiap penelitian perairan, pengukuran suhu adalah hal yang harus
dilakukan sebab kelarutan berbagai gas dalam air serta seluruh aktivitas
biologis dan fisiologis organisme perairan sangat dipengaruhi oleh suhu
(Brehm dan Meijering, 1990 dalam Barus, 2004). Kinsman (1964) dalam
Supriharyono (2002) menyebutkan bahwa batas minimum dan maksimum suhu
berkisar antara 16°C -17°dan 36°C.
Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dan udara
sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari
pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Brehm et al., 1990 dalam Barus
2004).
2.5.2 Derajat Keasaman (pH)
Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH. pH
yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik termasuk makrozoobentos pada
umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat
asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme
karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.
Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai
senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan
mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik.
30
pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan
amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas akan
meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi
organisme (Barus, 2004).
2.5.3 Salinitas
Ciri paling khas pada air laut adalah rasa asin, karena mengandung
bermacam-macam garam dan yang paling utama adalah NaCl. Diperairan
Samudra salinitas biasanya berkisar antara 34-35% (Nontji, 1993). Salinitas
rata-rata di daerah tropis adalah sekitar 35%, dan organisme laut tidak dapat
bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas laut normal, 32-35 %
(Brotowidjojo, 1995). Namun pengaruh salinitas tergantung pada kondisi
perairan laut setempat atau pengaruh alam seperti badai dan hujan
(Supriharyono, 2002).
2.5.4 Jenis Substrat
Menurut Seki (1982), komponen organik utama yang terdapat di dalam
air adalah asam amino, protein, karbohidrat, dan lemak. Sedangkan komponen
lain seperti asam organik, hidrokarbon, vitamin, dan hormon juga ditemukan di
perairan. Jenis substrat dasar perairan juga mempengaruhi jenis hewan laut
yang dapat hidup di dalam laut. Bermacam-macam dasar perairan yang umum
dijumpai adalah lumpur, pasir, batu dan tumpukan benda.
31
2.6 Pulau Sepanjang
Pulau Sepanjang merupakan Gugusan pulau-pulau berjumlah 68 pulau yang
membujur dari arah Barat ke arah Timur pada posisi 6030'- 7013' Lintang Selatan
dan 115010'- 115056' Bujur Timur berjarak + 132 mil laut disebelah Timur Laut
Kota Kalianget (Pulau Madura) dan + 100 mil laut di sebelah utara Pulau Bali
berbatasan dengan wilayah bagian Timur dengan Laut Sulawesi, bagian Utara
dengan Laut Kalimantan, bagian Barat dengan Laut Jawa/ Madura dan bagian
Selatan dengan Laut Bali (Sutanto, 2013).
Pulau Sepanjang memiliki iklim tropis dengan curah hujan sekitar 155,43
milimeter dan ratarata hari hujan 16,58 hari. Sebagian wilayah Pulau Sepanjang
tersusun atas litologi pasir kuarsa yang memiliki warna abu-abu sampai dengan
warna putih termasuk dalam formasi Arjasa. Dengan pantai berwarna putih yang
memiliki kelerengan 2 hingga dengan lebar 10 meter hingga 30 meter.
Daratannya termasuk dalam dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1,5
meter dari garis pantai (Sutanto, 2013).
Secara umum potensi sumber daya alam laut dan pantai di Pulau Sepanjang
dan sekitarnya berupa pulau-pulau yang ditumbuhi mangrove dan sebagian
memiliki hamparan terumbu karang. Faktor yang mendukung sebagai Daerah
Tujuan Wisata adalah letaknya yang sangat strategis dan berdekatan dengan Pulau
Bali. Wilayah Kepulauan sangat potensial dengan aset budayanya yang dihuni
berbeda suku dengan berbagai karakteristiknya. Keanekaragaman ikan yang
dijumpai sangat bervariasi antara ikan hias dan ikan ekonomis khas terumbu
karang (Sutanto, 2013).
32
2.7 Sumber Belajar
2.7.1 Pengertian Sumber Belajar
Sumber belajar dalam pengertian sempit dirtikan sebagai semua sarana
pengajaran yang menyajikan pesan secara edukatif baik visual saja maupun
audiovisual, misalnya buku-buku dan bahan tercetak lainnya. Pengertian ini
masih banyak disepakati oleh guru dewasa ini. Misalnya, dalam program
pengajaran yang biasa disusun oleh para guru, kompenen sumber belajar pada
umumnya akan diisi dengan buku teks atau buku wajib yang dianjurkan.
AECT (Association of Education and Communication Technology)
(1977) mendefinisikan sumber belajar adalah berbagai atau semua sumber baik
yang berupa data, orang dan wujud tertentu yang digunakan oleh siswa dalam
belajar baik secara terpisah maupun terkombinasi sehingga mempermudah
siswa dalam mencapai tujuan belajar. Sumber belajar menurut AECT
dibedakan menjadi enam jenis , yaitu:
1. Pesan (massage), yaitu informasi yang ditransmisikan atau diteruskan oleh
komponen lain dalam bentuk ide, ajaran, fakta, makna, nilai dan data.
Contoh: isi bidang studi yang dicantumkan dalam kurikulum pendidikan
formal, dan non formal maupun dalam pendidikan informal.
2. Orang (person), yaitu manusia yang berperan sebagai pencari, penyimpan,
pengelolah dan penyaji pesan. Contoh: guru, dosen, tutor, siswa, pemain,
pembicara, instruktur dan penatar.
3. Bahan (material), yaitu sesuatu ujud tertentu yang mengandung pesan atau
ajaran untuk disajikan dengan menggunakan alat atau bahan itu sendiri
tanpa alat penunjang apapun. Bahan ini sering disebut sebagai media atau
33
software atau perangkat lunak. Contoh: buku, modul, majalah, bahan
pengajaran terprogram, transparansi, film, video tape, pita audio (kaset
audio), filmstrip, microfiche dan sebagainya.
4. Alat (Divice), yaitu suatu perangkat yang digunakan untuk menyampaikan
pesan yang tersimpan dalam bahan. Alat ini disebut hardware atau
perangkat keras. Contoh: proyektor slide, proyektor film, proyektor
filmstrip, proyektor overhead (OHP), monitor televisi, monitor komputer,
kaset, dan lain-lain.
5. Tehnik (Technique), dalam hal ini tehnik diartikan sebagai prosedur yang
runtut atau acuan yang dipersiapkan untuk menggunakan bahan
peralatan, orang dan lingkungan belajar secara terkombinasi dan
terkoordinasi untuk menyampaikan ajaran atau materi pelajaran. Contoh:
belajar mandiri, belajar jarak jauh, belajar secara kelompok, simulasi,
diskusi, ceramah, problem solving, tanya jawab dan sebagainya.
6. Lingkungan (setting), yaitu situasi di sekitar proses belajar-mengajar
terjadi. Latar atau lingkungan ini dibedakan menjadi dua macam yaitu
lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik seperti gedung, sekolah,
perpustakaan, laboratorium, rumah, studio, ruang rapat, musium, taman
dan sebagainya. Sedangkan lingkungan non fisik contohnya adalah
tatanan ruang belajar, sistem ventilasi, tingkat kegaduhan lingkungan
belajar, cuaca dan sebagainya.
Sumber belajar dalam pengertian luas adalah seperti pengertian yang
dikemukakan oleh Edgar Dale. Dia menyatakan bahwa pengalaman itu
34
adalah sumber belajar. Sumber belajar dalam pengertian ini menjadi sangat
luas maknanya, seluas hidup itu sendiri, karena segala sesuatu yang dialami
peserta didik dianggap sebagai sumber belajar, sepanjang hal itu memberi
pengalaman yang menyebabkan mereka belajar (Sudjarwo, 1989).
2.7.2 Ciri-ciri Sumber Belajar
Sumber belajar mempunyai empat ciri pokok, yaitu:
1. Sumber belajar mempunyai daya atau kekuatan yang dapat memberikan
sesuatu yang kita perlukan dalam proses pengajaran. Jadi, walaupun
sesuatu daya, tetapi tidak memberikan sesuatu yang kita inginkan,
sesuai dengan tujuan pengajaran, maka sesuatu daya tersebut tidak
dapat disebut sebagai sumber belajar.
2. Sumber belajar dapat merubah tingkah laku yang lebih sempurna,
sesuai dengan tujuan. Apabila dengan sumber belajar malah membuat
seseorang berbuat dan bersifat negatif maka sumber belajar tersebut
tidak dapat disebut sebagai sumber belajar. Misalnya setelah seseorang
menonton film, ada isi/pesan fim tersebut mempunyai dampak negatif
terhadap dirinya maka film tersebut bukanlah sumber belajar.
3. Sumber belajar dapat dipergunakan secara sendiri-sendiri
(terpisah)tetapi tidak dapat digunakan secara kombinasi (gabungan).
Misalnya sumber belajar material dapat dikombinasi denga devices dan
strategi (motode). Sumber belajar modul dapat berdiri sendiri.
35
4. Sumber belajar secara bentuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sumber belajar yang dirancang (by designed), dan sumber belajar yang
tinggal pakai (by utilization).
a. Sumber belajar yang dirancang adalah sesuatu yang memang dari
semula dirancang untuk keperluan belajar.
b. Sedangkan sumber belajar yang tinggal pakai sesuatu yang pada
mulanya tidak dimaksudkan untuk kepentingan belajar, tetapi
kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan belajar. Ciri utama
sumber belajar yang tinggal pakai adalah: tidak terorganisir dalam
bentuk isi yang sistematis, tidak memiliki tujuan pembelajarn
yang ekspilit, hanya dipergunakan menurut tujuan tertentu dan
bersifat insidental, dan dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan
pembelajaran yang relevan dengan sumber belajar tersebut.
2.7.3 Klasifikasi Sumber Belajar
Klasifikasi lain yang biasa dilakukan terhadap sumber belajar adalah
sebagai berikut:
1. Sumber belajar tercetak. Contohnya: buku, majalah, brosur, koran,
poster, denah, ensiklopedi, kamus, booklet, dan lain-lain.
2. Sumber belajar non cetak. Contohnya; film, slides, video, model
transparansi, reali, dan lain-lain.
3. Sumber belajar yang berbentuk fasilitas. Contohnya perpustakaan,
ruangan belajar, carrel, studio, lapangan olah raga dan lain-lain.
36
4. Sumber belajar berupa kegiatan. Contohya: wawancara, kerja
kelompok, observasi, simulasi, permainan dan lain-lain.
5. Sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat. Contohnya: taman,
terminal, pasar, toko, pabrik, museum dan lain-lain (Nana, 1989).
2.7.4 Fungsi sumber Belajar
Fungsi sumber belajar antara lain:
1. Meningkatkan produktifitas pendidikan dengan jalan:
a. Membantu guru untuk menggunakan waktu dengan secara lebih baik
dan efektif.
b. Meningkatkan laju kelancaran belajar.
c. Mengurangi beban guru dalam penyajian informasi, sehingga lebih
banyak kesempatan dalam pembinaan dan pengembangan gairah
belajar.
2. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual
dengan jalan:
a. Mengurangi fungsi kontrol guru yang sifatnya yang kaku dan
tradisional.
b. Memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang sesuai dengan
kemampuannya.
3. Memberikan dasar-dasar pengajaran yang lebih ilmiah, dengan jalan:
a. Merencanakan program pendidikan secara lebih sistematis.
37
b. Mengembangkan bahan pengajaran melalui upaya penelitian terlebih
dahulu.
4. Meningkatkan pemantapan pengajaran dengan jalan:
a. Meningkatkan kemampuan manusia dengan berbagai media
komunikasi.
b. Menyajikan informasi maupun data secara lebih mudah, jelas dan
kongkrit ( Isbani, 1987).
2.7.5 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Kriteria pemilihan sumber belajar yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut:
1. Tujuan yang ingin dicapai, ada sejumlah tujuan yang ingin dicapai,
dengan menggunakan sumber belajar dipergunakan untuk
menimbulkan motivasi, untuk keperluan pengajaran, untuk keperluan
penelitian ataukah untuk pemecahan masalah. Harus disadari bahwa
masing-masing sumber belajar memiliki kelebihan dan kelemahan.
2. Ekonomis, sumber belajar yang dipilih harus murah. Kemurahan di
sini harus diperhitungkan dengan jumlah pemakai, lama pemakaian,
langka tidaknya peristiwa itu terjadi dan akurat tidaknya pesan yang
disampaikan.
3. Praktis dan sederhana, sumber belajar yang sederhana, tidak
memerlukan peralatan khusus, tidak mahal harganya, dan tidak
membutuhan tenaga terampil yang khusus.
38
4. Gampang didapat, sumber belajar yang baik adalah yang ada di sekitar
kita dan mudah untuk mendapatkannya.
5. Fleksibel atau luwes, sumber belajar yang baik adalah sumber belajar
yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai kondisi dan situasi
(Soeharto, 2003).
2.8 Booklet
Booklet adalah sebuah buku kecil yang memiliki paling sedikit lima
halaman tetapi tidak lebih dari empat puluh delapan halaman diluar hitungan
sampul (Satmoko, 2006). Booklet sebagai alat bantu, sarana, dan sumber daya
pendukungnya untuk menyampaikan pesan harus menyesuaikan dengan isi materi
yang akan disampaikan. Booklet berisikan informasi-informasi penting, suatu
booklet isinya harus jelas, tegas, mudah dimengerti dan akan lebih menarik jika
booklet tersebut disertai dengan gambar. Sedangkan menurut Holmes, booklet
memuat lembaran-lembaran paling banyak 20 halaman dengan ukuran 20X30
Cm. yang dijilid dalam satu satuan, dengan berbadai visual yakni: huruf, foto,
gambar garis atau lukisan (Mintarti, 2001).
Menurut Sadiman (2010) gambar yang baik adalah gambar yang cocok
dengan tujuan pembelajaran. Selain itu, ada enam syarat yang perlu dipenuhi oleh
gambar yang baik. Keenam syarat tersebut adalah sebagai berikut:
a. Autentik. Gambar tersebut harus secara jujur melukiskan situasi seperti kalau
orang melihat benda sebenarnya.
39
b. Sederhana. Komposisi gambar hendaknya cukup jelas menunjukkan poin-poin
pokok dalam gambar.
c. Ukuran relatif. Gambar dapat membesarkan atau memperkecil objek/benda
sebenarnya. Apabila gambar tersebut tentang objek yang belum dikenal atau
pernah dilihat anak maka sulitlah membayangkan berapa besar atau kecil objek
tersebut. Untuk menghindari itiu hendaknya dalam foto tersebut terdapat
sesuatu yang telah dikebal anak-anak sehingga dapat membayangkan gambar
tersebut.
d. Gambar sebaiknya mengandung gerak atau perbuatan. Gambar yang baik
tidaklah menunjukkan objek dalam keadaan diam tetapi melihatkan aktivitas
tertentu.
e. Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Walaupun dari segi mutu kurang, gambar/foto karya siswa sendiri serin kali
lebih baik.
f. Tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus. Sebagai media
yang baik, gambar hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
40
2.9 Kerangka Konsep
Secara garis besar penelitian ini dapat dituliskan dalam bentuk kerangka
konsep berikut ini:
Gambar 2.7 Kerangka Konsep
Keanekaragaman Distribusi
Pulau Sepanjang Kabupaten Sumenep
Madura
Indikator
Faktor Biotik Faktor Abiotik
Suhu
pH
Salinitas
Jenis Substrat
Filum Echinodermata
Kelas :
Asteroidea (Bintang Laut)
Ophiuroidea (Bintang Ular)
Echinoidea (Bulu Babi)
Crinoidea (Lilia Laut)
Holothuroidea (Teripang)
Kategori :
Berkelompok
Merata
Acak Kepadatan
Frekuensi
Indeks Nilai Penting
Kemerataan
Inventarisasi & Identifikasi
Tingkat
Spesies
Sumber Belajar Biologi :
Booklet