15
BAB 2
KERANGKA TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Komunikasi
Pada hakikatnya sebagai makhluk sosial, manusia yang hidup dan
bersosialisasi tidak pernah lepas dari peranan komunikasi dengan lingkungan
sekitarnya. Komunikasi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam menjalani kehidupan.
Komunikasi merupakan suatu proses adanya pengiriman informasi dan penerimaan
informasi oleh satu individu dengan individu lain hingga terjalin sebuah aktivitas
yang terjadi dalam satu waktu secara bersamaan.
Manusia saling membutuhkan komunikasi baik itu secara verbal dan non
verbal kepada penerima yang menjadi target komunikasi oleh komunikator.
Komunikasi verbal yaitu suatu proses komunikasi dengan menggunakan simbol atau
lambang-lambang. Simbol-simbol yang digunakan selain sudah ada yang diterima
menurut konvensi internasional seperti simbol lalu-lintas, alfabet latin, simbol
matematika, juga .terdapat simbol-simbol lokal yang hanya bisa dimengerti oleh
kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Sedangkan komunikasi non verbal adalah
proses komunikasi dengan menggunakan kode non verbal. Kode non verbal biasa
disebut bahasa isyarat atau bahasa diam (silent language), maupun bahasa tubuh
(body language) (Yasin, 2012).
Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas yang juga
menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas adalah sekelompok orang yang
16
berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi
makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas. Komunikasi
bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan
menjelaskan kebersamaan itu. (Mulyana, 2008).
Dalam penelitian ini, program religi “Kata Ustadz Solmed” ingin
menyampaikan informasi mengenai syariat agama yang belum diketahui oleh
masyarakat melalui media televisi. Informasi yang dikemas dalam bentuk program
religi ini menjadi media komunikasi seorang ustadz dalam pengiriman informasi dan
pendidikan yang memiliki kaidah agama islam agar dapat mengajak masyarakat
untuk bersama-sama menjalani kehidupan yang sesuai dengan pedoman agama.
2.1.1.1 Pengertian Komunikasi
Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata
Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare
yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communics)
paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-
kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu
makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Akan tetapi definisi-definisi
kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk pada cara berbagi hal-hal
tersebut, seperti dalam kalimat “Kita berbagi pikiran,” “Kita mendiskusikan makna,”
dan “Kita mengirimkan pesan.”
Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai “berbagi pengalaman.” Sampai
batas tertentu, setiap makhluk dapat dikatakan melakukan komunikasi dalam
pengertian berbagi pengalaman. (Mulyana, 2008:46). Definisi John B. Hoben,
17
mengasumsikan bahwa komunikasi itu (harus) berhasil: “Komunikasi adalah
pertukaran verbal pikiran atau gagasan.” Asumsi di balik definisi tersebut adalah
bahwa suatu pikiran atau gagasan secara berhasil dipertukarkan.
2.1.1.2 Konseptualisasi Komunikasi
Sebagaimana dikemukakan John R. Wenburg dan William W. Wilmot juga
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken dalam Buku Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar yang ditulis oleh Deddy Mulyana (2008:67), setidaknya ada tiga kerangka
pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan satu-arah,
komunikasi sebagai interaksi, dan komunikasi sebagai transaksi.
a. Komunikasi sebagai tindakan satu arah
Suatu pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi
yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu
lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara
langsung (tatap-muka) ataupun melalui media seperti media cetak dan media
elektronik.
Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu-arah menyoroti
penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan
komunikasi bersifat instrumental dan persuasif. Beberapa definisi oleh para
Ahli yang sesuai dengan konsep ini adalah sebagai berikut :
Carl I. Howland:
“Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk
mengubah perilaku orang lain (komunikan).”
18
Gerald R. Miller:
“Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada
penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku manusia.”
Everett M. Rogers:
“Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada
suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku
mereka.”
Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante:
“(Komunikasi adalah) transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi
khalayak.”
Harold Lasswell:
“(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel
To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran
Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?”
b. Komunikasi sebagai interaksi
Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan
proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang
menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi
dengan memberi jawaban verbal atau menganggukkan kepala, kemudian orang
pertama bereaksi lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang
kedua, dan begitu seterusnya.
Dalam penelitian ini, program religi Kata Ustadz Solmed menciptakan
komunikasi sebagai interaksi dengan para penonton yang hadir di dalam studio
untuk menyaksikan secara langsung isi dari program tersebut. Penonton yang
19
berada di dalam studio dapat melakukan interaksi dengan komunikator yang
dalam hal ini adalah Ustadz Solmed dengan memberikan pertanyaan sesuai
dengan tema dari materi agama yang disampaikan oleh Ustadz Solmed.
Kemudian komunikator yaitu Ustadz Solmed akan memberikan reaksi berupa
jawaban dari setiap pertanyaan yang diberikan oleh penonton di dalam studio.
c. Komunikasi sebagai transaksi
Dalam konteks ini komunikasi adalah proses personal karena makna atau
pemahaman yang diperoleh pada dasarnya bersifat pribadi. Dalam komunikasi
transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang telah
menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal ataupun perilaku
nonverbalnya. Pemahaman ini mirip dengan “definisi berorientasi-penerima”
seperti yang dikemukakan Burgoon, yang menekankan variabel-variabel yang
berbeda, yakni penerima dan makna pesan bagi penerima, hanya saja penerimaan
pesan itu juga berlangsung dua-arah, bukan satu-arah.
Maka jika dikaitkan dalam penelitian ini, dalam program religi Kata Ustadz
Solmed ketika sang komunikator memberikan tausyiah dan dakwah mengenai
materi agama, komunikasi terjadi bukan saja berdasarkan fakta bahwa penonton
menafsirkan isi materi mengenai dakwah agama, tetapi juga komunikator yaitu
Ustadz Solmed menafsirkan perilaku penonton, misalnya ketika penonton
menganggukkan kepalanya, maka dalam hal itu mengisyaratkan bahwa
tampaknya mereka mengerti atau setuju dengan apa yang disampaikan oleh
Ustadz Solmed.
20
2.1.1.3 Unsur Komunikasi
Komunikasi memiliki unsur-unsur yang sangat penting. Lasswell
mengemukakan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu
sumber (source), pesan (message), saluran (channel), penerima (receiver), dan efek
(effect). (Mulyana, 2008)
Gambar 2.1 Unsur Komunikasi
a. Sumber
Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi. Sumber bisa merupakan seorang individu, kelompok,
organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Untuk menyampaikan apa
yang ada dalam hatinya (perasaan) atau dalam kepalanya (pikiran), sumber
harus mengubah perasaan atau pikiran tersebut ke dalam seperangkat simbol
verbal dan atau nonverbal yang idealnya dipahami oleh penerima pesan.
Proses inilah yang disebut penyandian (encoding).
Sumber yang terdapat dalam penelitian ini adalah Ustadz Solmed, yang
kemudian menjadi pihak yang sangat penting untuk melakukan komunikasi
kepada penonton dengan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang
diubah menjadi sebuah pesan yang akan dipahami secara mudah oleh
penonton.
21
b. Pesan
Pesan yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan
merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili
perasaan, nilai, gagasan dan maksud sumber. Pesan mempunyai tiga
komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan
bentuk atau organisasi pesan. Dalam penelitian ini, pesan yang disampaikan
oleh sumber yaitu Ustadz Solmed adalah pesan berupa informasi mengenai
kaidah agama yang memiliki makna positif untuk menuntun penonton kepada
perilaku baik dan lurus di jalan agama.
c. Saluran atau Media
Saluran atau media yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima. Saluran dapat merujuk pada
bentuk pesan yang disampaikan kepada penerima, apakah saluran verbal atau
saluran nonverbal. Saluran juga merujuk pada cara penyajian pesan secara
langsung (tatap-muka) atau melalui media massa. Saluran yang terdapat
dalam penelitian ini adalah media televisi, karena program “Kata Ustadz
Solmed” ditayangkan melalui stasiun televisi swasta yaitu SCTV.
d. Penerima
Penerima sering juga disebut sebagai audiens yang menerima pesan dari
sumber. Penerima pesan menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat
simbol verbal dan atau nonverbal yang diterima menjadi gagasan yang dapat
dipahami. Proses ini disebut penyandian balik (encoding).
Penerima pesan dari penelitian yang dilakukan ini adalah penonton program
“Kata Ustadz Solmed” yang hadir di studio 10 SCTV.
22
e. Efek
Efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah menerima pesan dari
sumber. Efek ini dapat muncul ketika pengetahuan penerima menjadi
bertambah, menjadi terhibur atau muncul perubahan sikap berdasarkan pesan
yang diterima dari sumber.
Jika dikaitkan dalam penelitian ini, maka seorang pembawa acara dalam
program religi Kata Ustadz Solmed merupakan sumber yang akan menyampaikan
pesan kepada penerima yaitu penonton yang hadir dalam proses produksi program
Kata Ustadz Solmed di studio 10 SCTV. Pesan yang disampaikan oleh Ustadz
Solmed adalah informasi mengenai tausyiah dan dakwah agama Islam sesuai dengan
materi atau tema yang didasarkan pada problematika kehidupan masyarakat di setiap
episodenya. Pesan berupa kaidah keagamaan ini juga akan disampaikan melalui
jawaban atas pertanyaan yang akan diberikan oleh penonton di dalam studio 10
SCTV.
Informasi yang disampaikan oleh Ustadz Solmed dalam Program religi Kata
Ustadz Solmed di SCTV ini diharapkan dapat memberikan efek kepada penerima
agar dapat berperilaku sesuai dengan pedoman agama Islam yang disampaikan oleh
Ustadz Solmed dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Saluran yang digunakan
dalam penyampaian informasi ini menggunakan media televisi yaitu stasiun televisi
swasta SCTV, untuk mendapatkan efek yang lebih luas lagi bagi audiens secara luas
yang tidak menyaksikan program religi ini secara langsung dari dalam studio.
23
2.1.2 Komunikasi Massa
Manusia yang hidup dalam satu kesatuan unsur duniawi tidak pernah lepas
dari adanya peranan komunikasi yang dilakukan dalam suatu kehidupan. Komunikasi
dilakukan untuk saling menjaga hubungan satu sama lain, serta memahami isi pesan
yang disampaikan oleh seorang komunikator kepada komunikan, yang tentunya
komunikan itu adalah manusia. Terlepas dari adanya interaksi antara komunikator
dengan komunikan, komunikasi juga tidak hanya dilakukan oleh beberapa manusia
dalam ruang lingkup yang kecil, tetapi juga telah mencakup dalam ruang lingkup dan
melibatkan khalayak yang lebih luas yang disebut dengan komunikasi massa.
Pada dasarnya komunikasi massa (Nurudin, 2009:3) adalah komunikasi
massa melalui media massa (media cetak dan elektronik). Komunikasi massa berasal
dari pengembangan kata media of mass comunication (media komunikasi massa).
Media yang diartikan sebagai media massa yang dihasilkan oleh teknologi modern.
Sehingga dijelaskan bahwa media massa menunjuk pada hasil produk teknologi
modern sebagai saluran dalam komunikasi massa.
Tayangan program religi Kata Ustadz Solmed dalam penelitian ini
merupakan sebuah hasil produk teknologi modern yang diciptakan oleh stasiun
televisi sebagai saluran dalam komunikasi massa.
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Massa
Josep A. Devito pernah mengemukakan dua definisi mengenai komunikasi
massa, yang pertama adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa, kepada
khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa khalayak meliputi
seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua orang yang
24
menonton televisi, agaknya ini tidak berarti pula bahwa khalayak itu besar dan pada
umumnya agak sukar untuk didefinisikan. Kedua, komunikasi massa adalah
komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar audio dan atau visual.
Komunikasi massa akan lebih mudah dan lebih logis bila didefinisikan menurut
bentuknya (televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku, dan pita) (Nurudin,
2009:12).
Sementara itu, menurut Jay Black dan Frederick C. Whitney (1988)
disebutkan, “Komunikasi massa adalah sebuah proses di mana pesan-pesan yang
diproduksi secara massal atau tidak sedikit itu disebarkan kepada massa penerima
pesan yang luas, antonim, dan heterogen. Large di sini berarti lebih luas dari sekadar
kumpulan orang yang berdekatan secara fisik, sedangkan anonymous berarti bahwa
individu yang menerima pesan cenderung menjadi asing satu sam alain atau tidak
saling mengenal satu sama lain, dan heterogenous berarti bahwa pesan yang dikirim
to whom it may concern (kepada orang yang berkepentingan) yakni kepada orang-
orang dari berbagai macam atribut, status, pekerjaan, dan jabatan dengan
karakteristik yang berbeda satu sama lain dan bukan penerima pesan yang homogen”
(Nurudin, 2009:12).
Massa (Nurudin, 2009:4) dalam arti komunikasi massa lebih menunjuk pada
penerima pesan yang berkaitan dengan media massa. Dengan kata lain, massa yang
dalam sikap dan perilakunya berkaitan dengan peran media massa. Oleh karena itu,
massa di sini menunjuk kepada khalayak, audiens, penonton, pemirsa, atau pembaca.
Komunikasi massa tidak akan bisa lepas dari proses dan peran media massanya. Jadi,
keduanya saling mendukung satu sama lain.
Banyaknya definisi mengenai komunikasi massa dari para ahli memberikan
kesimpulan bahwa komunikasi massa merupakan sebuah proses di mana suatu media
25
massa memberikan informasi secara luas kepada khalayak dalam jumlah yang besar
sesuai dengan target dari yang dimaksudkan oleh media massa itu sendiri.
Setiap media massa yang memenuhi kebutuhan informasi kepada khalayak
akan ditujukan kepada khalayak tertentu yang sesuai dengan isi dari pesan yang
disampaikan oleh media, meskipun khalayak dalam arti massa di sini bersifat
heterogen dan luas, namun program yang ditayangkan oleh media massa, khususnya
dalam media televisi hanya akan diterima oleh target audiens yang telah ditetapkan
oleh media massa.
Seperti yang ada dalam penelitian ini, program religi Kata Ustadz Solmed di
SCTV memiliki isi informasi khusus berisi dakwah agama Islam yang dikirimkan
melalui media televisi untuk target audiens secara spesifik yang sama-sama
menganut agama Islam, namun dalam jangkauan khalayak yang lebih luas dari
berbagai tempat.
2.1.2.2 Fungsi Komunikasi Massa
Komunikasi massa memiliki beberapa fungsi dalam peranannya sebagai
media komunikasi untuk massa. Fungsi komunikasi massa seperti yang dituliskan
oleh Nurudin dalam bukunya berjudul Pengantar Komunikasi Massa, antara lain
sebagai berikut :
a. Informasi
Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat dalam
komunikasi massa. Komponen paling penting untuk mengetahui fungsi informasi
ini adalah berita-berita yang disajikan. Sebuah program televisi selalu memiliki
tujuan sebagai media untuk menyampaikan informasi kepada khalayak. Informasi
26
yang disampaikan dalam program televisi pun beragam sesuai dengan isi
program dan sasaran audiens yang dijadikan target oleh program televisi tersebut.
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa program religi Kata Ustadz Solmed di
SCTV menyampaikan informasi seputar keagamaan kepada khalayak secara luas.
b. Hiburan
Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang paling tinggi
dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain. Masyarakat masih menjadikan
televisi sebagai media hiburan. Televisi dapat menjadi sarana untuk merekatkan
kedekatan hubungan keluarga di dalam rumah. Masyarakat sering menjadikan
televisi sebagai media hiburan sekaligus sarana untuk berkumpul bersama
keluarga. Hal ini mendudukkan televisi sebagai alat utama hiburan bagi massa.
c. Persuasi
Fungsi persuasif komunikasi massa tidak kalah pentingnya dengan fungsi
informasi dan hiburan. Banyak bentuk tulisan yang kalau diperhatikan sekilas
hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan secara lebih jeli ternyata terdapat
fungsi persuasi. Banyak hal yang dibaca, didengar, dan dilihat khalayak penuh
dengan kepentingan persuasif ini.
Bagi Josep A. Devito (1997) seperti yang dikutip dalam buku Pengantar
Komunikasi Massa oleh Nurudin, fungsi persuasi dianggap sebagai fungsi yang
paling penting dari komunikasi massa. Persuasi bisa datang dari berbagai macam
bentuk: (1) mengukuhkan atau memperkuat sikap, kepercayaan, atau nilai
seseorang; (2) mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; (3)
menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan (4) memperkenalkan
etika, atau menawarkan sistem nilai tertentu.
27
Media massa sering kali membuat atau mengukuhkan nilai-nilai yang sudah
kita yakini sebelumnya. Orang religius memiliki kecenderungan mendengarkan
acara-acara televisi yang berbau religius. Dalam posisi ini, media mampu
mengukuhkan nilai yang diyakini seseorang.
d. Transmisi Budaya
Transmisi budaya merupakan salah satu fungsi komunikasi massa yang
paling luas, meskipun paling sedikit dibicarakan. Transmisi budaya tidak dapat
dielakkan selalu hadir dalam berbagai bentuk komunikasi yang mempunyai
dampak pada penerimaan individu. Demikian juga, beberapa bentuk komunikasi
menjadi bagian dari pengalaman dan pengetahuan individu.
Melalui individu, komunikasi menjadi bagian dari pengalaman kolektif
kelompok, publik, audience berbagai jenis, dan individu bagian dari suatu massa.
Hal ini merupakan pengalaman kolektif yang direfleksikan kembali melalui
bentuk komunikasi.
e. Mendorong Kohesi Sosial
Kohesi yang dimaksud di sini adalah penyatuan. Artinya, media massa
mendorong masyarakat untuk bersatu. Dengan kata lain, media massa
merangsang masyarakat untuk memikirkan dirinya bahwa bercerai-berai bukan
keadaan yang baik bagi kehidupan mereka. Media massa yang memberitakan arti
pentingnya kerukunan hidup umat beragama, sama saja media massa itu
mendorong kohesi sosial.
Dalam penelitian ini, apabila dikaitkan dengan fungsi kohesi sosial, maka
program religi Kata Ustadz Solmed di SCTV mampu mendorong masyarakat
untuk hidup dan berperilaku sesuai dengan pedoman agama Islam berdasarkan
28
pada dakwah yang disampaikan oleh Ustadz Solmed dalam program yang
dibawakannya.
f. Pengawasan
Bagi Laswell, komunikasi massa mempunyai fungsi pengawasan. Artinya,
menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-
kejadian yang ada di sekitar kita. Fungsi pengawasan bisa dibagi menjadi dua,
yakni warning or beware surveillance atau pengawasan peringatan dan
instrumental surveillance atau peringatan instrumental.
Fungsi pengawasan peringatan merupakan informasi mengenai sesuatu yang
berbahaya yang disampaikan untuk memberikan peringatan kepada masyarakat
dan pihak terkait untuk lebih waspada terhadap sesuatu yang akan atau sedang
terjadi. Sementara fungsi pengawasan instrumental adalah penyebaran informasi
yang berguna bagi masyarakat.
g. Korelasi
Fungsi korelasi yang dimaksud adalah fungsi yang menghubungkan bagian-
bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya. Erat kaitannya dengan
fungsi ini adalah peran media massa sebagai penghubung antara berbagai
komponen masyarakat.
Sebuah program religi Kata Ustadz Solmed di SCTV yang disajikan oleh
seorang pemberi tausyiah akan menghubungkan antara dua orang bintang tamu
(salah satu unsur bagian masyarakat) dengan audiens atau penonton di dalam
studio (unsur bagian masyarakat yang lain). Antar unsur dalam masyarakat ini
bisa saling berkomunikasi satu sama lain melalui media massa.
29
h. Pewarisan Sosial
Media massa berfungsi sebagai seorang pendidik, baik yang menyangkut
pendidikan formal maupun informal yang mencoba meneruskan atau mewariskan
suatu ilmu pengetahuan, nilai, norma, pranata, dan etika dari satu generasi ke
generasi selanjutnya. Bagi Black dan Whitney, transmisi budaya media massa
bisa memperkuat kesepakatan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat. Di
samping itu, media juga berperan untuk selalu memperkenalkan ide-ide
perubahan yang perlu dilakukan masyarakat secara terus menerus. Televisi,
misalnya, tidak hanya menjadi cermin masyarakat, tetapi juga pembentuk sikap
dan perilaku audiens.
Program religi menjadi salah satu program televisi yang mewariskan nilai dan
norma agama kepada masyarakat secara menyeluruh dari satu generasi ke
generasi selanjutnya. (Nurudin, 2009:66-88).
2.1.2.3 Komponen Komunikasi Massa
Hiebert, Ungurait, dan Bohn, yang sering disingkat menjadi HUB (1975)
seperti yang dikutip dari Ardianto, Komala dan Karlinah dalam buku Komunikasi
Massa Suatu Pengantar, mengemukakan komponen-komponen komunikasi
massa meliputi :communicators, codes and contents, gatekeepers, media,
regulators, filters, audiences dan feedback.
a. Communicator (komunikator)
Proses komunikasi massa diawali oleh komunikator. Komunikator
komunikasi massa pada media elektronik adalah para pengisi program, pemasok
30
program (rumah peoduksi), penulis naskah, produser, aktor, presenter, dan lain-
lain. Komunikator dalam media massa berbeda dengan komunikator dalam
komunikasi antar pesona. Pengirim pesan dalam komunikasi massa bukan
seorang individu melainkan suatu institusi, gabungan dari berbagai pihak.
Ketika seorang Ustadz Solmed memandu sebuah program religi Kata Ustadz
Solmed, maka ia tidak bekerja sendirian, melainkan bekerjasama dengan
berbagai pihak yang ada pada media televisi. Ustadz Solmed harus patuh kepada
segala ketentuan yang berlaku di stasiun SCTV, artinya Ustadz Solmed
terlembagakan oleh lembaga media SCTV.
b. Codes and Content
Codes dan content dapat dibedakan sebagai berikut: Codes adalah sistem
simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan komunikasi, misalnya: kata-
kata lisan, tulisan, foto, musik, dan film. Content atau isi media merujuk pada
makna dari sebuah pesan, bisa berupa informasi mengenai isi program seperti
dalam program religi Kata Ustadz Solmed yang memberikan informasi mengenai
dakwah agama Islam.
Codes adalah simbol yang digunakan untuk membawa pesan tersebut,
misalnya kata-kata yang diucapkan atau ditulis, foto, maupun gambar bergerak.
Dalan komunikasi massa, codes dan content berinteraksi sehingga codes yang
berbeda dari jenis media yang berbeda, dapat memodifikasi persepsi khalayak
atas pesan, walaupun contentnya sama.
Media televisi menggunakan codes yang termasuk di dalamnya komposisi
warna, gambar bergerak, teknik pencahayaan, dan tata suara.
31
d. Gatekeeper
Gatekeeper seringkali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai
penjaga gawang. Gawang yang dimaksud dalam hal ini adalah gawang dari
sebuah media massa, agar media massa tersebut tidak "kebobolan". Kebobolan
dalam pengertian media massa tersebut tidak diajukan ke pengadilan oleh
pembacanya karena menyampaikan berita yang tidak akurat, menyinggung
reputasi seseorang, mencemarkan nama baik seseorang, dan lain-lain. Sehingga
gatekeeper pada media massa menentukan penilaian apakah suatu informasi
penting atau tidak. (Ardianto, Komala, Karlinah, 2009:36).
Gatekeeper dalam program “Kata Ustadz Solmed” berfungsi sebagai penjaga
gawang agar program religi yang bernuansa islami dan sangat agamis tidak
keluar dari nilai agama yang sebenarnya, serta diperlukan untuk menjaga agar
tidak menjelekkan agama-agama lain selain agama Islam yang menjadi dasar dari
program religi tersebut.
e. Regulator
Dalam proses komunikasi massa, regulasi media massa adalah suatu proses
yang rumit dan melibatkan banyak pihak. Peran regulator hampir sama dengan
gatekeeper, namun regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan
berita. Regulator bisa menghentikan aliran berita atau menghapus suatu
informasi, tapi ia tidak dapat menambah atau memulai informasi, dan bentuknya
lebih seperti sensor.
f. Media
Media massa terdiri dari media cetak, yaitu surat kabar dan majalah, media
elektronik, yaitu radio siaran, televisi, dan media online (internet).
32
g. Audiens
Marshall McLuhan menjabarkan audiens sebagai sentral komunikasi massa
yang secara konstan dibombardir oleh media. Media mendistribusikan informasi
yang merasuk pada masing-masing individu. Audiens hampir tidak bisa
menghindar dari media massa, sehingga beberapa individu menjadi anggota
audiens yang besar, yang menerima ribuan pesan media massa.
h. Filter
Filter adalah kerangka pikir melalui mana audiens menerima pesan. Filter
ibarat sebuah bingkai kacamata tempat audiens bisa melihat dunia. Hal ini berarti
dunia riil yang diterima dalam memori sangat tergantung dari bingkai tersebut.
(Nurudin, 2009:134).
i. Feedback (Umpan Balik)
Komunikasi adalah proses dua arah antara pengirim dan penerima pesan.
Proses komunikasi belum lengkap apabila audiens tidak mengirimkan respons
atau tanggapan kepada komunikator terhadap pesan yang disampaikan. Respons
atau tanggapan ini disebut feedback. (Ardianto, Komala, Karlinah, 2009:32-46).
2.1.2.4 Efek Komunikasi Massa
Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat
menggerakkan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Efek komunikasi merupakan suatu perubahan yang terjadi di dalam diri
penerima, karena menerima pesan-pesan komunikasi dari suatu sumber.
Perubahan ini meliputi perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku nyata.
33
Efek komunikasi massa dibagi menjadi beberapa bagian. Secara sederhana,
Keith R. Stamm dan John E.Bowes (1990) membagi kedua bagian dasar. Pertama,
Efek Primer yaitu meliputi terpaan, perhatian dan pemahaman. Kedua, Efek
Sekunder yaitu meliputi perubahan tingkat kognitif (perubahan, pengetahuan dan
sikap), dan perubahan perilaku (menerima dan memilih) (Lamintang, 2013:10).
a. Efek Primer
Dalam komunikasi massa, terdapat efek komunikasi yang nyata dan jelas.
Jika dalam kehidupan manusia sehari-hari tidak bisa lepas dari media
massa, berarti efek yang ditimbulkan telah nyata terjadi. Secara sederhana,
efek primer terjadi jika dua orang mengatakan telah terjadi proses
komunikasi terhadap objek yang dilihatnya. Jadi, terpaan media massa
yang mengenai audiens menjadi salah satu bentuk efek primer.
b. Efek Sekunder
Secara tradisional, ada beberapa jenis “efek” yang disebabkan media
massa. Salah satunya adalah efek uses and gratifications (kegunaan dan
kepuasan). Sebenarnya, ada banyak efek yang ditimbulkan oleh saluran
komunikasi massa, tetapi dalam efek sekunder, akan mencoba membahas
efek kegunaan dan kepuasan tersebut.
Swanson (1979) mengatakan bahwa ide dasar yang melatarbelakangi efek
ini adalah bahwa audiens aktif di dalam memanfaatkan media massa.
Individu tidak secara spontan dan otomatis merespons pesan-pesan media
massa, namun individu menggunakan isi media tersebut untuk memenuhi
tujuan mereka di dalam usaha menikmati media massa.
34
Sementara menurut John R. Bittner (1996), fokus utama efek ini adalah
tidak hanya bagaimana media memengaruhi audiens, tetapi juga
bagaimana audiens mereaksi pesan-pesan media yang sampai pada
dirinya. Faktor interaksi yang terjadi antar individu akan ikut
memengaruhi pesan yang diterima (Nurudin, 2009:210-211).
2.2 Media Massa
2.2.1 Definisi Media Massa
Media massa (mass media) merupakan berbagai macam media atau wahana
komunikasi massa seperti pers (secara sempit diartikan sebagai surat kabarm
sedangkan secara luas sebagai media pemberitahuan), media-media cetak pada
umumnya (majalah dan jurnal), dan berbagai media elektronik seperti radio,
bioskop dan televisi yang mampu menjangkau masyarakat luas (Lamintang,
2013:21).
Media massa merupakan media informasi yang terkait dengan masyarakat,
digunakan untuk berhubungan dengan khalayak (masyarakat) secara umum,
dikelola secara profesional dan bertujuan mencari keuntungan. Media massa
yang kini digunakan masyarakat semakin beragam seperti media cetak dan media
elektronik, serta sudah menjadi kebutuhan hidup oleh masyarakat secara luas
mulai dari kota hingga pedesaaan. Melalui media massa, masyarakat minimal
mendaoatkan beragam hiburan dan informasi terbaru tentang berbagai hal yang
terjadi di berbagai belahan dunia (Mondry, 2008:12).
35
2.2.2 Jenis-jenis Media Massa
Seperti yang ditulis oleh Mondry dalam bukunya yang berjudul Pemahaman
Teori dan Praktik Jurnalistik, Media massa pada masyarakat luas saat ini dapat
dibedakan atas tiga kelompok, meliputi media cetak, media elektronik, dan media
online.
a. Media Cetak
Media cetak merupakan media tertua yang ada di muka bumi. Media
cetak berawal dari media yang disebut dengan Acta Diurna dan Acta
Senatus di kerajaan Romawi, kemudian berkembang pesat setelah
Johannes Guttenberg menemukan mesin cetak, hingga kini sudah
beragam bentuknya, seperti surat kabar (koran), tabloid, dan majalah
(Mondry, 2008:13).
Media cetak adalah suatu media yang statis yang mengutamakan pesan-
pesan visual dalam melaksanakan fungsinya sebagai media penyampaian
informasi, maka media cetak terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata,
gambar atau foto dalam tata warna dan halaman putih, dengan fungsi
utama adalah memberikan informasi atau menghibur (Lamintang,
2013:22).
b. Media Elektronik
Media elektronik muncul karena perkembangan teknologi modern yang
berhasil memadukan konsep media cetak, berupa penulisan naskah
dengan suara (radio), bahkan kemudian dengan gambar, melalui layar
televisi. Sehingga kemudian, yang disebut dengan media massa elektronik
36
adalah radio dan televisi (Mondry, 2008:13). Media elektronik
(Lamintang, 2013:22) merupakan media komunikasi atau media massa
yang menggunakan alat-alat elektronik (mekanis), media elektronik
terdiri dari:
1. Radio
Radio adalah media massa elektronik tertua dan paling luwes.
Keunggulan radio siaran ini adalah berada di mana saja dan dapat
didengarkan sambil melakukan aktivitas lain. Apabila surat kabar
memperoleh julukan sebagai kekuatan ke empat, maka radio
mendapat julukan kekuatan ke lima atau the fifth estate. Hal ini
disebabkan radio siaran juga dapat melakukan fungsi kontrol sosial
seperti surat kabar, di samping empat fungsi lainnya yakni memberi
informasi, menghibur, mendidik dan melakukan persuasi.
2. Televisi
Televisi (TV) adalah media massa yang menggunakan alat-alat
elektronis dengan memadukan audio dan visual. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, televisi adalah “Sistem penyiaran gambar yang
disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa
dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi
(suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi
berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat di dengar”
(Lamintang, 2013:23).
37
3. Media Online
Media online merupakan media yang menggunakan internet. Sepintas
lalu orang akan menilai media online merupakan media elektronik,
tetapi para pakar memisahkannya dalam kelompok tersendiri.
Alasannya, media online menggunakan gabungan proses media cetak
dengan menulis informasi yang disalurkan melalui sarana elektronik,
tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang terkesan
perorangan (Mondry, 2008:13).
2.3 Televisi
Televisi (TV) adalah media massa yang menggunakan alat-alat elektronis
dengan memadukan audio dan visual. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
televisi adalah “Sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui
kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya
(gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali
menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat di dengar”
(Lamintang, 2013:23).
Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang
menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum,
baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan
(Riswandi, 2009:1-2).
38
2.3.1 Karakteristik Televisi
Peran media massa penyiaran amat menonjol, hal ini karena media massa
penyiaran, khususnya media massa televisi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Keserempakan
Yang dimaksud keserempakan (simultaneusness) ialah dalam waktu yang
relatif sama, khalayak di mana pun berada dapat menerima informasi dari
media yang bersangkutan. Untuk ini hanya berlaku bagi media massa
elektronik, sedangkan media cetak, masalah teknis, keserempakan tidak
dapat terjadi. Salah satu ciri media massa adalah kemampuannya
menyampaikan informasi sedini mungkin kepada khalayak. Itulah salah
satu penyebab mengapa radio dan televisi sejak ditemukan pertama kali,
dapat dengan cepat siarannya berkembang.
b. Mampu meliput daerah yang tidak terbatas
Media massa elektronik dapat meliput dan mampu menembus belahan
bumi manapun tanpa gangguan yang berarti, terkecuali daerah pelosok
yang masih asing dari adanya siaran media massa elektronik.
c. Bisa dimengerti oleh yang buta huruf
Kelebihan lain dari media massa elektronik adalah bisa dimengerti oleh
mereka yang buta huruf, mereka hanya dapat menggunakan daya
fantasinya saja, karena itu mereka tidak mengalami kesulitan saat
menonton program siarannya, sebab televisi di dalam susunan gambarnya
telah mengubah bahasa verbal menjadi bahasa gambar.
39
d. Bisa diterima oleh mereka yang mengalami cacat fisik
Media massa televisi masih dapat diterima dan dinikmati oleh khalayak
yang mengalami cacat fisik seperti cacat tubuh pendengaran maupun
penglihatan, sebab media televisi disiarkan secara suara dan gambar
sehingga masih memungkinkan dapat dinikmati oleh mereka (Lamintang,
2013:24).
2.3.2 Jenis Program Televisi
Pada prinsipnya penyelenggaraan siaran stasiun televisi umum terbagi
menjadi dua, yakni siaran karya artistik dan karya jurnalistik. Siaran karya jurnalistik
merupakan produksi acara televisi dengan pendekatan jurnalistik yang
mengutamakan kecepatan penyampaian informasi dari sumber pendapat, realitas atau
peristiwa yang terjadi (Baksin, 2009:79-82).
a. Program Jurnalistik yaitu program yang diproduksi melalui pendekatan
jurnalistik, yaitu proses produksi yang mengutamakan segi kecepatan,
termasuk ke dalam proses penyajian kepada khalayak. Menurut Roland E.
Wolesly dan Lawrence R. Campbell di dalam exploring journalism, yang
dikutip oleh Askurifai Baksin (Baksin, 2009:81) dalam bukunya
Jurnalistik Televisi, “jurnalistik ialah tindakan diseminasi informasi, opini
dan hiburan untuk orang ramai yang sistematik dan dapat dipercaya
kebenarannya melalui media komunikasi massa modern”. Program
jurnalistik antara lain :
1) Berita aktual (news bulletin) yang bersifat timeconcern
2) Berita non-aktual (news magazine) yang bersifat timeless.
40
3) Penjelasan masalah hangat (current affairs), seperti :
a) Dialog (wawancara, talkshow, diskusi panel)
b) Monolog (pidato, pengumuman, khutbah dan lain-lain)
c) Laporan.
b. Program Artistik
Program artistik yaitu program yang di produksi melalui pendekatan
artistik atau rasa keartistikan, yaitu proses produksi yang mengutamakan
segi keindahan. Yang tergolong ke dalam karya artistik adalah:
1) Film
2) Sinetron (sinema elektronik)
3) Acara keagamaan : jenis program yang memiliki isi atau konten religi
(agama). Program ini merupakan rangkaian dari program artistik yang
memiliki konten agama (ceramah agama).
4) Variety Show
5) Features
6) Dokumenter
7) Seni dan Budaya
8) Hiburan (musik, lawak, akrobat, sinetron dan lain-lain)
9) Iklan
10) Ilmu Pengetahuan dan Teknilogi, Penerangan Umum.
41
2.4 Program Religi “Kata Ustadz Solmed”
Program religi “Kata Ustadz Solmed” di SCTV termasuk dalam program
artistik yang memiliki konten agama atau termasuk ke dalam golongan acara
keagaaman seperti yang dijelaskan oleh Baksin (2009:80). Program Kata Ustadz
Solmed merupakan sebuah program acara religi islami yang akan menghadirkan
beragam tausiyah dari Ustadz Sholeh Mahmoed atau yang lebih dikenal dengan
panggilan Ustadz Solmed. Dalam acara ini, audiens akan diberikan berbagai
pengetahuan dan wawasan tentang Islam melalui dakwah yang disampaikan
secara lugas dan jelas. Kata Ustadz Solmed juga akan menghadirkan bintang
tamu yang akan menceritakan problematika kehidupan yang sedang dihadapinya.
Program religi Kata Ustadz Solmed tayang setiap hari Selasa-Minggu pada
pukul 04.00 – 04.30 WIB. Ustadz Solmed akan memberikan tausiyah-tausiyah
sebagai bentuk pencerahan dari problematika kehidupan umat manusia. Kata
Ustadz Solmed merupakan sebuah program acara rohani yang akan menjadi
penyejuk iman bagi umat muslim sebelum memulai segala aktivitas di pagi hari.
(Kata Ustadz Solmed, 2013)
Dalam program berdurasi 30 menit ini Ustadz Solmed akan memberikan
pencerahan kepada pemirsa setia SCTV melalui dakwah yang disampaikan
secara lugas dan jelas. Beragam persoalan akan dibahas di sini dengan tujuan
untuk memberikan pengetahuan dan menambah keimanan pemirsa SCTV. Gaya
khas Ustadz Solmed dalam menyampaikan dakwah kepada pemirsa akan
memberikan ilmu mengenai agama yang sangat bermanfaat dan menjadi
penyejuk hati bagi audiens. (Kata Ustadz Solmed, 2013)
Program Kata Ustadz Solmed disajikan dengan menghadirkan bintang tamu
yang beragam dengan peran yang berbeda setiap episodenya sesuai dengan tema
42
program berdasarkan pada permasalahan kehidupan yang sering dialami oleh
manusia. Program religi yang biasanya terkesan kaku dan sangat agamis tidak
berlaku dalam program religi Kata Ustadz Solmed di SCTV. Karena program ini
dikemas secara menarik dengan menghadirkan sisi becandaan untuk menghibur,
serta pembawaan bintang tamu yang lucu dan dipandu oleh pembawa acara yaitu
Ustadz Solmed yang santai dalam bahasanya.
Program Kata Ustadz Solmed diproduksi oleh SCTV secara tapping sebanyak
6 episode dalam satu hari setiap satu kali dalam satu minggu, atau diproduksi
setiap 2 kali (12 Episode) dalam satu bulan, tergantung jumlah stok video yang
tersisa dan tenggat waktu penayangan. Proses produksi tapping hingga mencapai
6 episode dalam satu hari yang dilakukan ini bertujuan untuk mengumpulkan
stok Video, sehingga mengurangi beban masa tenggat untuk penayangan di
televisi. Program ini tayang sebanyak 6 hari berturut-turut dalam satu minggu
yaitu setiap hari Selasa-Minggu, sehingga proses syutingnya pun dilakukan
sekaligus dalam 1 hari sebanyak 6 Episode untuk tayang selama satu minggu (6
hari penayangan program).
2.5 Teori Khusus
2.5.1 Teori Sosial Kognitif
Teori sosial kognitif awalnya disebut teori pembelajaran sosial, teori sosial
kognitif berakar pada behaviorisme dan dengan demikian juga membahas pengaruh-
pengaruh penguatan dan hukuman dalam batas tertentu. Meski demikian, selama
beberapa dekade terakhir, teori ini memasukkan proses-proses kognitif sosial dan
43
sekarang teori ini juga memasukkan paduan gagasan dari behaviorisme dan psikologi
kognitif.
Teori kognitif sosial telah berkembang sebagian besar melalui usaha-usaha
penelitian Albert Bandura di Stanford University. Salah satu asumsi dasar teori
kognitif sosial adalah bahwa orang dapat belajar dengan mengamati orang lain.
Asumsi ini dan asumsi lain akan dijelaskan sebagai berikut (Ormrod, 2008:4-7) :
a. Orang dapat belajar dengan mengamati orang lain
Dari perspektif kondisioning operant, belajar seringkali
merupakan proses trial and error. Orang mencoba banyak respons
yang berbeda, dengan meningkatkan respons-respons yang
menghasilkan konsekuensi-konsekuensi yang dinginkan dan
membuang yang tidak produktif. Teori kognitif sosial menyatakan
bahwa para pembelajar tidak harus “bereksperimen” dengan cara
trial and error semacam itu. Alih-alihnya adalah mereka dapat
menguasai banyak respons baru hanya dengan mengamati perilaku
orang lain, atau model.
b. Belajar merupakan suatu proses internal yang mungkin atau
mungkin juga tidak menghasilkan perubahan perilaku.
Beberapa dari hal-hal yang dipelajari orang muncul dalam
perilaku mereka dengan segera, yang lain mempengaruhi perilaku
mereka di kemudian hari, dan yang lain lagi tidak mempengaruhi
perilaku mereka sama sekali.
c. Manusia dan lingkungannya saling mempengaruhi.
Masyarakat sebagian besar berfokus pada bagaimana lingkungan
(media) dapat mempengaruhi mereka. Proses-proses kognitif
44
internal, karakteristik kepribadian, dan lain-lain yang dalam cara
tertentu terletak dalam diri pembelajar (masyarakat) (para ahli
kognitif sosial menyebut hal-hal ini sebagai variabel-variabel
individu.
d. Perilaku terarah pada tujuan-tujuan tertentu.
Para ahli teori kognitif sosial mengemukakan bahwa orang
seringkali menetapkan tujuan bagi diri mereka sendiri dan
mengarahkan perilaku mereka berdasarkan tujuan itu; pada
dasarnya, masyarakat termotivasi untuk mencapai tujuan mereka.
e. Perilaku menjadi semakin bisa diatur-sendiri (self-regulated).
Seiring banyaknya terpaan media massa yang disampaikan,
masyarakat harus semakin mampu mengontrol dan mengarahkan
sendiri hidupnya, tidak hanya membuat keputusan-keputusan
mengenai tujuan-tujuan yang ingin dilakukan atau dikejar, tetapi
juga mengarahkan dan memonitor perilaku dan proses-proses
pikiran mereka dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Dari sudut
pandang teori kognitif sosial, setiap orang seringkali menetapkan
bagi diri mereka sendiri standar perilaku yang dapat diterima dan
tidak dapat diterima (Ormrod, 2008:4-7).
2.5.2 Pemodelan
Sebagai manusia, kita memiliki kemampuan untuk mampu meniru orang lain
hampir sejak kita lahir. Dalam kenyataan, otak tampaknya dilengkapi secara khusus
bagi imitasi. Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menemukan bahwa
45
neuron-neuron tertentu di otak menjadi aktif baik ketika pembelajar mengamati
orang lain terlibat dalam perilaku tertentu ataupun ketika pembelajar sendiri terlibat
dalam perilaku yang sama.
Banyak model tempat kita belajar merupakan model hidup yaitu manusia
nyata yang kita amati melakukan sesuatu. Tetapi kita juga dipengaruhi oleh model
simbolik yaitu karakter nyata atau fiksi yang digambarkan dalam buku, film, Televisi,
dan melalui berbagai media lain.
Gambar 2.2 Proses Pembelajaran Pemerhatian atau Pemodelan
Ketika dikaitkan dalam penelitian ini, tampak bahwa Ustadz Solmed menjadi
salah satu model pemimpin agama yang diamati perilakunya oleh masyarakat
terutama audiens dalam media televisi. Ustadz Solmed menjadi model yang dapat
memberikan pengaruh kepada masyarakat khususnya dalam perilaku beragama yang
sesuai dengan isi pesan yang disampaikan dalam program religi yang dibawakan oleh
Ustadz Solmed.
46
2.5.2.1 Cara Model Mempengaruhi Perilaku
Seperti yang ditulis oleh Ormrod (2008:14-17) dalam buku Psikologi
Pendidikan, para pendukung teori kognitif sosial (Bandura, 1977, 1986: T. L.
Rosenthal & Zimmerman, 1978) menyatakan bahwa pemodelan memiliki empat
kemungkinan efek terhadap perilaku pembelajar, yaitu sebagai berikut :
1. Efek pembelajaran observasional (observational learning effect).
Pengamat memperoleh sebuah perilaku baru yang diperagakan oleh
model.
Ketika audiens dihadapkan pada program “Kata Ustadz Solmed” yang
dibawakan oleh seorang Ustadz Solmed, maka audiens akan mengamati
sebuah perilaku baru yang dalam hal ini adalah perilaku beribadah, serta
perilaku positif yang mengajak audiens untuk secara bersama-sama
mengikuti apa yang disampaikan dan disarankan oleh Ustadz Solmed
dalam berperilaku sehari-hari yang sesuai dengan syariat agama.
2. Efek pemfasilitasi respons (respons facilitation effect).
Pengamat menunjukkan perilaku yang telah dipelajari sebelumnya lebih
sering setelah melihat seorang model diberi penguatan karena
menampilkan perilaku tersebut.
Audiens yang sebelumnya telah melakukan ibadah seperti Sholat 5 waktu,
dan bersedekah kepada orang yang membutuhkan akan lebih rajin lagi
dalam melakukan ibadah-ibadah tersebut dan menambahkan ibadah
lainnya seperti puasa sunah, melakukan Umroh dan Haji (bagi yang
mampu), dan menyelesaikan Al-Qur’an setelah melihat Ustadz Solmed
menampilkan perilaku tersebut.
47
3. Efek penghambat respons (response inhibition effect).
Pengamat mengurangi frekuensi perilaku yang telah dipelajari setelah
melihat seorang model dihukum karena perilaku tersebut.
Audiens yang melihat dan mendengarkan ceramah dari Ustadz Solmed
yang mengatakan bahwa menyakiti orang tua, melalaikan ibadah sholat,
mengaji dan puasa, serta banyak berbohong akan mendapatkan hukum
karma dan dosa yang besar akan membuat audiens mengurangi dan
menghindari perilaku tersebut.
4. Response disinhibition effect.
Pengamat menunjukkan perilaku yang dilarang atau dihukum lebih sering
setelah melihat seorang model menunjukkan perilaku tersebut tanpa
mendapatkan konsekuensi yang merugikan.
Audiens terkadang masih tetap melakukan perilaku yang dilarang oleh
Agama (Al-Quran) dalam memarahi sesama kaumnya, berbohong atau
bahkan lupa makan dan minum ketika sedang berpuasa setelah melihat
dan mendengarkan pengalaman yang disampaikan oleh Ustadz Solmed
yang kemudian dari pengalaman tersebut dikatakan bahwa tidak ada
konsekuensi yang merugikan.
48
2.5.2.2 Karakteristik-karakteristik Model yang Efektif
Seperti yang dituliskan oleh Ormrod dalam bukunya, terdapat tiga
karakteristik model yang efektif mempengaruhi orang lain, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Kompetensi
Masyarakat biasanya mencoba meniru orang-orang yang
melakukan sesuatu dengan baik, bukan sebaliknya. Masyarakat
mendapatkan manfaat tidak hanya dari mengamati apa yang
dilakukan oleh model yang kompeten, melainkan juga dari melihat
hasil akhir yang telah diciptakan oleh model yang kompeten
tersebut.
2. Prestise dan Kekuasaan
Masyarakat yang diterpa media massa lebih mudah terpengaruh
oleh tokoh-tokoh atau artis yang terkenal. Dalam hal ini, seorang
Ustadz Solmed merupakan salah satu tokoh agama yang terkenal
di kalangan masyarakat karena seringnya muncul di media televisi,
sehingga massa lebih mudah terpengaruh oleh model ustadz
Solmed.
3. Perilaku yang Relevan dengan Situasi Pembelajar Sendiri
Pembelajar paling mungkin mengadopsi perilaku yang mereka
yakini akan membantu mereka dalam situasi mereka. Masyarakat
kurang mungkin merasakan relevansi dari perilaku yang
dicontohkan ketika model tersebut jelas-jelas berbeda dari mereka.
Seperti dalam penelitian ini, perilaku dan isi materi dakwah yang
disampaikan oleh sang model yaitu Ustadz Solmed sangat relevan
49
dengan situasi audiens yang menonton program religi Kata Ustadz
Solmed, sehingga audiens dapat mengadopsi perilaku agama yang
mereka yakini. Audiens yang beragama islam akan lebih mudah
terpengaruh dibandingkan dengan audiens yang beragama non-
islam (Ormrod, 2008:14-17).
2.5.3 Self-Efficacy
Secara umum, seperti yang dikutip dalam buku Psikologi Pendidikan yang
ditulis oleh Ormrod (2008:20-21), Bandura (1977) menjelaskan bahwa self-efficacy
adalah penilaian seseorang tentang kemampuannya sendiri untuk menjalankan
perilaku tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Orang lebih mungkin terlibat dalam
perilaku tertentu ketika mereka yakin bahwa mereka akan mampu menjalankan
perilaku tersebut dengan sukses, yaitu ketika mereka memiliki self-efficacy yang
tinggi.
Self-efficacy adalah suatu komponen dari keseluruhan perasaan diri seseorang.
Tidak semua audiens dapat melakukan apa yang disarankan oleh Ustadz Solmed
dalam program religi yang dibawakannya. Seperti misalnya, ketika Ustadz Solmed
mengatakan bahwa seluruh makhluk Allah yang beragama Islam sebenarnya sangat
diwajibkan untuk menunaikan ibadah Haji, namun pada kenyataannya, tidak seluruh
makhluk Allah seperti audiens yang menyaksikan program tersebut mampu
menunaikan ibadah Haji karena kurangnya kemampuan dari sisi ekonomi seperti
biaya, dan kemampuan lainnya.
Audiens dapat menilai sendiri mengenai kemampuannya untuk menjalankan
perilaku yang diyakini akan sukses. Seperti misalnya, audiens yang ingin mencapai
50
kesuksesan dalam bersedekah dan ia merasa mampu untuk menjalankan perilaku
tersebut seperti memiliki harta yang cukup, maka ia akan mampu melakukan hal
tersebut dengan cara menjadi donatur di yayasan atau panti asuhan yang
membutuhkan.
Perilaku self-efficacy tidak hanya berbicara mengenai kemampuan dari sisi
ekonomi saja, tetapi dari sisi kemampuan fisik, mental dan hati. Beribadah wajib
seperti melakukan sholat 5 waktu dan puasa wajib juga memerlukan kemampuan dan
kemauan yang besar dari dalam hati seseorang untuk melakukan hal tersebut. Ketika
seseorang merasa mampu untuk berpuasa wajib, maka perilaku tersebut akan berhasil
dilakukan tanpa adanya rasa beban.
2.5.4 Pengaturan Diri (Self-Regulation)
Self-efficacy yang tinggi bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi performa
mereka. Standar dan tujuan yang kita terapkan bagi diri kita sendiri, dan cara kita
memonitor dan mengevaluasi proses-proses kognitif dan perilaku kita sendiri, dan
konsekuensi-konsekuensi yang kita tentukan sendiri untuk setiap kesuksesan dan
kegagalan kita, semuanya merupakan aspek-aspek pengaturan diri (self-regulation).
Ketika kita berperilaku dalam cara tertentu dan mengamati bagaimana
lingkungan kita bereaksi, yaitu dengan memberi penguatan pada beberapa perilaku
dan menghukum atau mencegah perilaku yang lain, maka kita mulai
mengembangkan suatu pemahaman mengenai respons-respons mana yang sesuai dan
mana yang tidak sesuai (setidaknya bagi diri kita dan masyarakat itu sendiri), hal itu
berarti bahwa kita semakin mengontrol dan memonitor perilaku kita sendiri (Ormrod,
2008:29-30).
51
Di saat self-efficay mengukur seberapa besar kemampuan seseorang dalam
melakukan perilaku yang ditunjukkan oleh model, self-regulated yang kemudian
berperan untuk memonitor perilaku yang dilakukan oleh seseorang. Seperti misalnya,
ketika seseorang melakukan ibadah puasa wajib selama 30 hari di bulan Ramadhan,
maka orang tersebut harus memonitor dirinya dalam menahan diri untuk tidak makan
dan minum, serta menjaga hawa nafsunya dari hal-hal negatif yang dapat
membatalkan puasa. Setelah berhasil memonitor dirinya dalam berpuasa, maka
evaluasi diri dilakukan dengan melihat apakah puasa yang dilakukan sudah sesuai
dengan syariat yang diperintahkan oleh model berdasarkan pada pedoman agama.
2.6 Hipotesis
Secara kata (etimologis) hipotesis berasal dari kata hypo dan thesis. Hypo
berarti kurang dan tesis berarti pendapat. Dari kedua kata itu dapat diartikan bahwa
hipotesis adalah pendapat yang kurang, maksudnya bahwa hipotesis ini merupakan
pendapat atau pernyataan yang masuh belum tentu kebenarannya, sehingga masih
harus diuji lebih dulu dan karenanya bersifat sementara atau dugaan awal. Hipotesis
harus diuji melalui riset dengan mengumpulkan data empiris (Kriyantono, 2006:28).
Kerlinger (2006) mendefinisikan hipotesis sebagai pernyataan dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih. Hipotesis juga merupakan prediksi tentang
fenomena. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis merupakan jawaban
sementara (tentatif) terhadap masalah yang diajukan, telah memiliki kebenaran tetapi
baru merupakan kebenaran taraf teoritis atau kebenaran logis, serta membutuhkan
pembuktian atau pengujian (Sangadji & Sopiah, 2010:90).
52
2.6.1 Hipotesis Teori
Hipotesis teori adalah hipotesis yang dirumuskan setelah periset melakukan
kegiatan berteori. Hipotesis ini belum cukup operasional untuk langsung diuji.
Periset diharapkan telah mampu menemukan dan merumuskan definisi konseptual
terhadap gejala atau permasalahan yang akan dihadapi.
Melalui proses pengamatan dan pembelajaran dari suatu program religi di
media televisi yang kemudian diamati dapat mempengaruhi perilaku masyarakat dan
di lingkungan sekitarnya yang diterpa media massa, maka kemudian dapat
mengambil manfaat dari pengamatan dan pengalaman orang lain. Karena dalam
program religi Kata Ustadz Solmed ini, sang ustadz pemberi dakwah mengajak
semua penonton untuk selalu berbuat kebaikan, dan berperilaku sesuai dengan
pedoman agama.
2.6.2 Hipotesis Penelitian
Wimmer & Dominick (2000) menyebut hipotesis penelitian dengan nama
hipotesis kerja (Hk). Hipotesis kerja bisa diartikan hipotesis yang spesifik. Dimaksud
dengan spesifik karena sudah operasional dan bisa langsung diukur. Severin &
Tankard (2005) mengatakan sebagai hipotesis operasional, yaitu proses
penerjemahan hipotesis abstrak ke dalam fenomena dunia nyata. Jadi, hipotesis
teoritis masih dalam level teoritis atau konsepsi sedangkan hipotesis riset sudah pada
level empiris (Kriyantono, 2006:30-31).
Diduga bahwa ada pengaruh program religi “Kata Ustadz Solmed” di SCTV
terhadap Perilaku beribadah penonton, maka dua hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah :
53
Ha : Adanya pengaruh program religi “Kata Ustadz Solmed” terhadap
perilaku beribadah penonton.
Ho : Tidak adanya pengaruh program religi “Kata Ustadz Solmed” terhadap
perilaku beribadah penonton.
2.6.3 Hipotesis Statistik
Ha : Jika R2 XY > 0 atau t hitung > t tabel
Ho : Jika R2 XY ≤ 0 atau t hitung < t tabel
2.7 Model Analisis
Gambar 2.3 Model Analisis
2.8 Definisi dan Operasionalisasi Konsep
2.8.1 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang
dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang
diperoleh dari pengamatan. Bungin (2001) mengartikan konsep sebagai generalisasi
dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan
berbagai fenomena yang sama. Kerlinger (1986) menyebut konsep sebagai abstraksi
PROGRAM RELIGI “KATA USTADZ
SOLMED”
PERILAKU BERIBADAH PENONTON yang HADIR
di STUDIO 10 SCTV PERIODE MARET 2013
54
yang dibentuk dengan menggeneralisasikan hal-hal khusus. Jadi, konsep merupakan
sejumlah ciri-ciri atau standar umum suatu objek (Kriyantono, 2006:17).
Dalam tahap definisi konsep ini akan ditentukan :
a. Apa yang diukur, yaitu variabel dan indikator-indikatornya. Dalam penelitian
ini, yang menjadi variabel bebas (X) adalah Program Religi Kata Ustadz
Solmed, dengan dimensi yang terdiri atas Pembawa Acara (Ustadz Solmed),
Bintang Tamu dan Materi Ceramah. Ketiga dimensi tersebut merupakan
konsep yang terdapat dalam program “Kata Ustadz Solmed” di SCTV.
Sementara Variabel tak bebas (Y) adalah Perilaku Beribadah Penonton yang
hadir di Studio 10 SCTV Periode Maret 2013, dengan dimensi yang terdiri
atas efek kognitif, efek afektif dan behavioral. Indikator-indikator setiap
variabel ditentukan berdasarkan pada teori sosial kognitif yang terdiri dari
observational learning, respons facilitation effect, respons inhibititaion effect,
respons disinhibitation effect, dan self efficacy. Indikator dalam konsep ini
telah dijelaskan pada bagian sub subbab 2.5.2.1 dan subbab 2.5.3 .
b. Bagaimana cara mengukur atau apa skala pengukurannya. Dalam
operasionalisasi konsep yang telah disusun akan menggunakan skala likert
interval sebagai skala pengukuran data. Skala likert adalah skala pengukuran
data yang memiliki lima interval di antaranya adalah STS (Sangat Tidak
Setuju), TS (Tidak Setuju), RR (Ragu-ragu), S (Setuju), SS (Sangat Setuju)
(Kriyantono, 2006:84-85).
55
2.8.2 Karakteristik Isi Program
Program “Kata Ustadz Solmed” memiliki karakteristik isi program yang
terdiri atas pembawa acara yaitu Ustadz Solmed, Bintang tamu (talent), dan isi
materi (naskah).
2.8.2.1 Pembawa Acara
Pembawa acara merupakan seseorang atau lebih yang membawakan atau
menyajikan suatu acara non berita. Menurut arti katanya, penyiar adalah seseorang
yang menghantar suatu sajian (Wibowo, 2007: 122). Pembawa acara merupakan
ujung tombak dalam keberhasilan suatu program acara televisi. Hal ini dikarenakan
pembawa acara adalah sebagai eksekutor dalam proses penyampaian informasi
kepada pemirsa.
Program religi Kata Ustadz Solmed di SCTV dibawakan oleh seorang
pembawa acara, yaitu Ustadz Solmed itu sendiri. Ustadz Solmed yang telah banyak
dikenal oleh masyarakat melalui media massa dapat berpengaruh terhadap perubahan
perilaku para audiens yang menonton tayangan dari program religi Kata Ustadz
Solmed. Cara seorang pembawa acara dalam program religi ini terlihat sangat santai,
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, dan berusaha menjadi sosok orang
yang tidak sedang menceramahi atau menggurui, sehingga lebih terlihat seperti
seorang teman yang sedang berbicara kepada lawan bicaranya.
Dengan cara penyampaian sang pembawa acara yaitu Ustadz Solmed yang
santai dan halus inilah yang kemudian dapat dengan mudah membawa para penonton
untuk masuk ke dalam pembicaraan Ustadz Solmed yang sedang memberikan
dakwah dan nilai-nilai agama, sehingga audiens memahami apa yang disampaikan
56
oleh pembawa acara dan merasakan adanya interaksi komunikasi antara pembawa
acara dengan audiens.
2.8.2.2 Bintang Tamu (Talent)
Bintang tamu (talent) merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan
keberhasilan seorang perencana program siaran, dalam mengelola ide dan
penuangannya dalam bentuk naskah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama dengan
didasari tujuan untuk menghasilkan karya produksi yang baik, dalam rangka
mengabdi dan melayani masyarakat (Darwanto, 2007:223-224).
Bintang tamu merupakan sosok figur berupa tokoh yang terkenal dan sesuai
dengan profesi tokoh tersebut. Bintang tamu biasanya diundang oleh pihak-pihak
yang ingin menghadirkan suatu tokoh yang sesuai dengan acara yang akan
berlangsung. Kehadiran bintang tamu menjadi pelengkap dan memberikan nilai
tersendiri, terutama dalam program acara dalam media televisi.
Program Kata Ustadz Solmed yang selalu menghadirkan dua orang bintang
tamu di dalam programnya menjadi salah satu isi dari program tersebut sebagai
materi pendukung dalam penyampaian informasi mengenai materi dakwah yang akan
disampaikan oleh pembawa acara. Bintang tamu yang dihadirkan berasal dari
kalangan publik figur yang sudah terkenal di kalangan masyarakat. Kehadiran
bintang tamu dalam program ini menjadi hal yang penting karena bintang tamu ini
mewakili masyarakat yang sedang mengalami permasalahan dalam kehidupan yang
kemudian akan dijawab oleh pembawa acara yaitu Ustadz Solmed. Dua orang
bintang tamu ini akan memperagakan satu cerita atau masalah sesuai dengan tema
57
yang akan disampaikan, untuk memberikan kemudahan bagi audiens yang
menyaksikan tayangan tersebut.
2.8.2.3 Isi Materi (Naskah)
Isi materi adalah isi dari naskah pesan yang disampaikan dalam suatu
program televisi. Naskah merupakan ide atau gagasan dalam bentuk sususan kalimat
dan dari susunan kalimat tadi bisa diketahui maksud dan tujuannya, karena di
dalamnya terdapat informasi atau pesan yang akan disampaikan (Darwanto,
2007:202).
Dalam penelitian ini, program Kata Ustadz Solmed memberikan materi
berupa informasi mengenai nilai dan syariat agama sesuai dengan pedoman agama
yang telah ada, hingga kemudian dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku
masyarakat untuk melakukan hal-hal seperti yang disampaikan oleh Ustadz Solmed
dalam kehidupan sehari-hari.
Isi materi dalam program ini juga diselingi dengan ayat-ayat Al-Quran yang
disampaikan oleh Ustadz Solmed berdasarkan pada tema program setiap episode
yang selalu berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Sehingga masyarakat dapat
mengetahui ayat-ayat Al-Quran lebih mendalam setelah menonton program religi
Kata Ustadz Solmed.
2.8.3 Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis,
58
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003 : 114).
Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003:113),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Secara garis besar ada dua faktor yang
menjelaskan perilaku manusia, yaitu sebagai berikut :
a. Faktor Biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda dengan jenis
makhluk hidup lainnya. Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan
manusia, bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosio-psikologis. Menurut
Wilson, perilaku sosial dibimbing oleh aturan-aturan yang sudah
diprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
Betapa pentingnya pengaruh biologis terhadap perilaku manusia
seperti tampak dalam dua hal berikut. Pertama, telah diakui secara
meluas adanya perilaku tertentu yang merupakan bawaan manusia, dan
bukan pengaruh lingkungan atau situasi. Kedua, diakui pula adanya
faktor-faktor biologis yang mendorong perilaku manusia, yang lazim
disebut sebagai motif biologis.
b. Faktor-faktor Sosiopsikologis
Karena manusia adalah makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh
beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya. Hal itu
diklasifikasikan ke dalam tiga komponen, yaitu afektif, kognitif dan
konatif. Komponen yang pertama, yang merupakan aspek emosional dari
59
faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan
pembicaraan sebelumnya.
Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan dengan apa
yang diketahui manusia. Komponen konatif adalah aspek volisional yang
berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.
c. Motif Sosiogenis
Motif sosiogenis sering juga disebut sebagai motif sekunder sebagai
lawan motif primer (motif biologis). Peranannya dalam membentuk
perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Secara singkat, motif-motif
sosiogenis dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Motif ingin tahu.
Setiap orang berusaha memahami dan memperoleh arti dari dunianya.
Kita memerlukan kerangka rujukan (frame of reference) untuk
mengevaluasikan situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesuai.
2) Motif Kompetensi
Setiap orang ingin membuktikan bahwa ia mampu mengatasi
persoalan kehidupan apa pun. Perasaan sangat bergantung pada
perkembangan intelektual, sosial dan emosional. Motif kompetensi
erat hubungannya dengan kebutuhan akan rasa aman.
3) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.
Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-
nilai untuk menuntutnya dalam mengambil keputusan atau
memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk dalam motif ini
adalah motif-motif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak
60
tahu apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk
bertindak. Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan
pegangan.
4) Kebutuhan pemenuhan diri.
Manusia bukan saja ingin mempertahankan kehidupan, namun juga
ingin meningkatkan kualitas kehidupan dan ingin memenuhi potensi-
potensi mereka (Rakhmat, 2011:33-39).
2.8.3.1 Perilaku Beribadah
Perilaku beribadah berasal dari dua kata, perilaku dan beribadah. Perilaku
adalah gejala (fenomena) dari keadaan psikologis yang terlahirkan dalam
rangka usaha memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan. Beribadah (ibadah)
adalah melakukan segala hal yang disyariatkan oleh Allah SWT dengan
perantaraan Rasulullah berupa perintah dan larangan serta petunjuk
kesejahteraan dalam hidup (Wahid, 2012).
Perilaku beribadah didasarkan pada agama yang memberikan petunjuk
atas segala hal baik yang dilakukan oleh manusia. Agama dapat dipandang
sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang diusahakan oleh suatu
masyarakat untuk menangani masalah penting yang tidak dapat dipecahkan
oleh teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya.
Agama memberi makna pada kehidupan individu dan kelompok, juga
memberi harapan tentang kelanggengan hidup sesudah mati. Agama dapat
menjadi sarana manusia untuk mengangkat diri dari kehidupan duniawi yang
penuh penderitaan, mencapai kemandirian spiritial. Agama memperkuat
61
norma-norma kelompok, sanksi moral untuk perbuatan perorangan, dan
menjadi dasar persamaan tujuan serta nilai-nilai yang menjadi landasan
keseimbangan masyarakat (Kahmad, 2006:119-120).
Untuk terbentuknya perilaku beribadah, setiap manusia melalui rangkaian
proses yang kemudian membuat perilaku yang biasa-biasa saja menjadi
perilaku yang terlihat khusus, terutama dalam perilaku beribadah. Istilah
agama, dalam pemakaian praktis sehari-hari sering kali dihubungkan dengan
relasi manusia dengan kekuatan transenden yang jauh melampaui daya pikir
inderawi manusia. Pengalaman puncak keagamaan mampu menginspirasi dan
memotivasi manusia untuk mengusahakan hal-hal yang baik dan benar dalam
dunia sosial manusia (Fios, 2011).
Perilaku beribadah merupakan sikap yang dilakukan oleh manusia
berdasarkan aspek keagamaan yang dianut. Perilaku beribadah manusia dapat
muncul dari adanya pengaruh atau efek yang diterima oleh masyarakat
melalui berbagai media, salah satunya adalah media massa. Donald K. Robert
mengungkapkan, ada yang beranggapan bahwa “efek hanyalah perubahan
perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Dari efek media massa
tersebut, terlihat bahwa terdapat perilaku yang dapat dipengaruhi oleh media
massa, sehingga perilaku itu muncul dari tahapan yang ada dari efek media
massa melalui proses kognitif, afektif dan behavioral. (Ardianto, Komala,
Karlinah, 2009:49-50).
a. Efek Kognitif
Efek kognitif adalah akibat yang timbul pada diri komunikan yang
sifatnya informatif bagi dirinya. Dalam efek kognitif ini mengasumsikan
tentang bagaimana media massa dapat membantu khalayak dalam
62
mempelajari informasi yang bermanfaat dan mengembangkan
keterampilan kognitifnya. Melalui media massa, orang dapat memperoleh
informasi tentang hal-hal yang belum pernah diketahui sebelumnya
(Ardianto, Komala, Karlinah, 2009: 52-53)
Karena media massa melaporkan dunia nyata secara selektif, maka sudah
tentu media massa akan mempengaruhi pembentukan citra tentang
lingkungan sosial yang timpang, bias dan tidak cermat. Oleh karena itu,
muncullah apa yang disebut stereotip, yaitu gambaran umum tentang
individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah,
bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar (Rakhmat, 2011:
224).
Dalam penelitian ini, seorang Ustadz Solmed dalam program religi Kata
Ustadz Solmed di SCTV sudah terbentuk citra sebagai seorang pemimpin
agama bagi masyarakat, sehingga ketika ustadz Solmed memberikan
dakwah agama Islam melalui program televisi, masyarakat akan
memperoleh informasi mengenai agama yang bisa saja mempengaruhi
perilaku mereka karena telah mengetahui seorang model sebagai ustadz
atau pemimpin agama yang diperlihatkan sebagai komunikator dalam
media massa.
b. Efek Afektif
Efek ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari
komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu,
tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan
iba, terharu, sedih, gembira, marah dan sebagainya.
63
Dalam penelitian ini, massa yang menonton program religi Kata
Ustadz Solmed di SCTV bisa saja merasa sedih ketika mendengar kisah
tentang orang-orang miskin yang diceritakan oleh Ustadz Solmed, atau
bisa saja menangis ketika mendengar doa-doa yang diucapkan dengan
khusyu oleh Ustadz Solmed, atau bahkan tertawa ketika melihat Ustadz
Solmed menyampaikan lelucon yang menghibur untuk memberikan
variasi hiburan dari materi dakwah yang disajikan oleh Ustadz Solmed.
Dalam efek afektif ini terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas rangsangan emosional pesan media massa. Faktor-faktor
tersebut antara lain: suasana emosional, skema kognitif, suasana terpaan,
predisposisi individual dan identifikasi khalayak dengan tokoh dalam
media massa.
1. Suasana Emosional
Respons terhadap sebuah program televisi atau media lainnya akan
dipengaruhi oleh suasana emosional seseorang.
2. Skema Kognitif
Skema kognitif merupakan naskah yang ada dalam pikiran kita yang
menjelaskan tentang alur peristiwa.
3. Suasana Terpaan (Setting of Exposure)
Sebuah terpaan media massa yang membuat seseorang menjadi
percaya mengenai apa yang disampaikan oleh media tersebut.
Kemudian memunculkan reaksi orang lain pada saat menonton yang
akan mempengaruhi emosi kita pada waktu memberikan respons.
64
4. Predisposisi Individual
Mengacu kepada karakteristik khas individu. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa acara yang sama bisa ditanggapi berlainan oleh
orang-orang yang berbeda. Seperti halnya dalam penelitian ini,
program religi yang ditayangkan bisa saja menjadi salah satu sindiran
bagi orang-orang yang tidak terlalu mementingkan nilai dan pedoman
agama dalam kehidupannya.
5. Faktor Identifikasi
Menunjukkan sejauhmana orang merasa terlibat dengan tokoh yang
ditonjolkan dalam media massa. Dengan identifikasi, penonton atau
pendengar menempatkan dirinya dalam posisi tokoh. Audiens dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh tersebut.
c. Efek Behavioral
Efek behavioral merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak
dalam bentuk perilaku, tindakan atau kegiatan. Dewasa ini, media massa
telah melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi khalayak. Materi dakwah
agama yang disampaikan oleh Ustadz Solmed dapat menimbulkan
perilaku positif bagi para audiens untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan
dalam kehidupannya.
Belajar dari media massa tidak bergantung hanya pada unsur stimulus
yang ada pada media massa saja. Menurut teori belajar sosial dari
Bandura, orang cenderung meniru perilaku yang diamatinya. Stimulus
menjadi teladan untuk perilakunya. Jadi tampaknya teori belajar sosial
atau yang telah diubah menjadi teori kognitif sosial dapat diandalkan
untuk menjelaskan efek behavioral media massa.
65
2.8.4 Operasionalisasi Konsep
Penentuan metode pengukuran atau prosedur operasionalisasi konsep
dilakukan dengan memilih definisi konsep dan menurunkannya dalam definisi
operasional. Operasionalisasi konsep adalah tahap mengubah konsep agar menjadi
variabel yang dapat diukur. Konsep yang telah dioperasionalkan, tentunya dalam
riset eksplanatif akan dijadikan pedoman untuk menyusun hipotesis riset.
Tabel 2.1 Operasionalisasi Konsep
Variabel Dimensi Indikator Skala
Program Religi “Kata Ustadz Solmed” di SCTV (X)
a. Pembawa Acara (Ustadz Solmed)
1. Observational Learning : Penonton dapat belajar dengan melihat Ustadz Solmed ketika Ustadz menyampaikan dakwah.
2. Respons Facilitation Effect : Penonton dapat menunjukkan perilaku yang telah dipelajari sebelumnya lebih sering setelah melihat Ustadz Solmed.
3. Respons Inhibitation Effect : Penonton dapat mengurangi perilaku yang bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Ustadz Solmed sesuai dengan nilai agama.
4. Response Disinhibitation Effect : Penonton
Skala Likert Interval
- Sangat Setuju : 5
- Setuju : 4 - Ragu-
ragu : 3 - Tidak
Setuju : 2 - Sangat
Tidak Setuju : 1
66
menunjukkan perilaku yang dicontohkan oleh Ustadz Solmed dalam dakwahnya.
5. Self Efficacy : Penonton mengukur sejauh mana mereka dapat mengikuti apa yang disampaikan oleh Ustadz Solmed dalam perilaku mereka sehari-hari.
b. Bintang Tamu (Talent)
1. Observational Learning : Penonton belajar memahami permasalahan kehidupan dalam nilai agama yang diilustrasikan oleh Bintang Tamu.
2. Respons Facilitation Effect : Penonton ingin meniru apa yang disarankan oleh Ustadz Solmed ketika menjawab permasalahan yang diilustrasikan oleh Bintang Tamu.
3. Respons Inhibitation Effect : Bintang tamu mengatakan kepada penonton bahwa bila seseorang berbuat tidak baik maka hidupnya tidak akan terasa tenang.
4. Respons Disinhibitation
Skala Likert Interval
- Sangat Setuju : 5
- Setuju : 4 - Ragu-
ragu : 3 - Tidak
Setuju : 2 - Sangat
Tidak Setuju : 1
67
Effect : Penonton bisa saja tetap melakukan hal-hal buruk meskipun telah diilustrasikan oleh bintang tamu sebagai hal yang tidak baik.
5. Self Efficacy : Penonton cenderung mengikuti saran dari Ustadz Solmed sesuai dengan kemampuan mereka untuk melakukannya dalam perilaku sehari-hari.
c. Isi Materi (Naskah)
1. Observational Learning : Ketika materi ceramah disampaikan, penonton dapat belajar sekaligus memahami dunia islam dan syariatnya dalam kehidupan.
2. Respons Facilitation Effect : Setelah mendengarkan dakwah yang disampaikan, maka penonton berharap dapat memberikan pengaruh positif dalam perubahan perilaku mereka.
3. Respons Inhibitation Effect : Dakwah yang disampaikan bila berkaitan dengan hal-hal negatif untuk tidak dilakukan, maka
Skala Likert Interval
- Sangat Setuju : 5
- Setuju : 4 - Ragu-
ragu : 3 - Tidak
Setuju : 2 - Sangat
Tidak Setuju : 1
68
penonton akan menghindari hal tersebut.
4. Respons Disinhibitation Effect : Materi ceramah yang disampaikan ketika mengandung nilai positif dan memberikan manfaat, maka akan diterapkan dalam kehidupan penonton.
5. Self Efficacy : Materi ceramah yang disampaikan tidak semua penonton dapat melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Perilaku Beribadah Penonton (Y)
a. Efek Kognitif (Pengetahuan)
1. Observational Learning : Pengetahuan penonton mengenai kaidah agama Islam menjadi bertambah.
2. Respons Facilitation Effect : Materi ceramah yang disampaikan dapat menuntun penonton untuk berubah ke arah yang lebih baik.
3. Response Inhibitation Effect : Penonton cenderung menahan diri untuk tidak berperilaku yang dilarang oleh Ustadz Solmed.
Skala Likert Interval
- Sangat Setuju : 5
- Setuju : 4 - Ragu-
ragu : 3 - Tidak
Setuju : 2 - Sangat
Tidak Setuju : 1
69
4. Respons Disinhibitation Effect : Ada saatnya penonton lupa untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh Ustadz Solmed meskipun tidak merugikan orang lain.
5. Self Efficacy : Penonton dapat mengalami kesulitan atau rintangan dalam melakukan syariat agama sesuai yang disampaikan oleh Ustadz Solmed meskipun telah mencoba untuk menerapkannya dalam sehari-hari.
b. Efek Afektif (Perasaan)
1. Observational Learning : Kisah sedih yang disampaikan dapat membuat penonton merasa terharu.
2. Respons Facilitation Effect : Penonton merasa terhina dan marah ketika mengetahui saudara Islam yang lain diperlakukan buruk oleh orang-orang tak bertanggung jawab.
3. Response Inhibitation Effect : Penonton merasa sedih ketika mendengar ustadz
Skala Likert Interval
- Sangat Setuju : 5
- Setuju : 4 - Ragu-
ragu : 3 - Tidak
Setuju : 2 - Sangat
Tidak Setuju : 1
70
Solmed menyampaikan bahwa masih banyak orang-orang yang tidak berada di jalur agama Islam yang benar.
4. Respons Disinhibitation Effect : Penonton merasa senang ketika mendengarkan ustadz Solmed menyampaikan kisah inspiratif dari orang-orang yang beriman yang sangat disayangi oleh Sang Pencipta.
5. Self Efficacy : Ketika penonton yang lain merasa terhibur dengan adanya bintang tamu, penonton yang lain tidak merasakannya.
c. Efek Behavioral (Perilaku)
1. Observational Learning : Perilaku ustadz Solmed dapat membantu perilaku penonton untuk selalu berperilaku baik dan lurus di jalan yang benar sesuai dengan materi yang berpedoman dengan syariat agama Islam.
2. Respons Facilitation Effect : Penonton menjalankan perintah dan menjauhi
Skala Likert Interval
- Sangat Setuju : 5
- Setuju : 4 - Ragu-
ragu : 3 - Tidak
Setuju : 2 - Sangat
Tidak Setuju : 1
71
larangan sesuai dengan pedoman agama Islam dan menjadi muslimah yang sejati.
3. Response Inhibitation Effect : Penonton menjauhi perilaku yang bertentangan dengan kaidah agama Islam.
4. Respons Disinhibitation Effect : Penonton mengikuti nasehat yang disampaikan oleh Ustadz Solmed dalam menjalankan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Self Efficacy : Ustadz Solmed dapat memberikan pedoman untuk ke arah yang lebih baik kepada penonton meskipun tidak semuanya mampu untuk melakukan hal tersebut.