1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin yaitu salah satu
komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam
urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti timbulnya rasa nyeri
pada penderitanya. Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit gout atau yang lebih
dikenal dengan penyakit asam urat (Juliana, Suhadi, & Sety, 2018).
Penyakit asam urat adalah penyakit akibat gangguan metabolisme purin yang
ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang-ulang. Kelainan
hiperurisemia berkaitan dengan penimbunan kristal urat monohidrat monosodium dan pada
tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi. Secara biokomiawi akan
terjadi hipersaturasi yaitu kelarutan asam urat di serum yang melewati ambang
batasnya. Keadaan hiperurisemia akan beresiko timbulnya artritis gout, nefropati gout,
atau batu ginjal (Juliana, Suhadi, & Sety, 2018).
Penyakit asam urat mempunyai gejala khas yang dirasakan oleh penderitanya,
seperti nyeri disalah satu sendi atau lebih. Pada malam atau pagi hari, nyeri ini akan
semakin terasa sehingga mengakibatkan persendian menjadi bengkak, kulit menjadi
merah atau keunguan, dan jika kulit di persendian disentuh akan terasa hangat. Gejala
tersebut paling sering mempengaruhi sendi di dasar ibu jari kaki, sering juga terasa
ditelapak kaki, pergelangan kaki, lutut dan siku. Gejala lain dari asam urat yaitu
demam, dan detak jantung yang cepat (Milind, Sushila, & Neeraj, 2013).
Prevalensi penyakit asam urat di dunia mengalami kenaikan jumlah penderita
hingga dua kali lipat antara tahun 1990- 2010. Pada orang dewasa di Amerika Serikat
penyakit asam urat mengalami peningkatan dan mempengaruhi 8.3 juta (4%) orang
2
Amerika, sedangkan prevalensi hiperurisemia juga meningkat dan mempengaruhi
43.300.000 (21%) orang dewasa di Amerika Serikat (WHO, 2015). Hasil Rikesdas
2013, penyakit terbanyak pada lanjut usia adalah penyakit tidak menular (PTM) yang
salah satunya penyakit asam urat yang menempati urutan kedua setelah hipertensi. Di
Indonesia sendiri penyakit asam urat diperkirakan terjadi pada 840 orang dari setiap
100.000 orang dengan rentang usia di bawah 34 tahun sebesar 32 % dan di atas 34
tahun sebesar 68% (Infodatin, 2016). Menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2013, sebesar 81% penderita asam urat di Indonesia hanya 24% yang pergi ke
dokter, sedangkan 57% cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri
yang dijual bebas (Juliana, Suhadi, & Sety, 2018). Prevalensi di kota malang, penderita
asam urat yang tertinggi di puskesmas kendal kerep sebanyak 126 orang (Dinas
Kesehatan Kota Malang, 2018).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di puskesmas Kendal
Kerep sebagian penderita diatas 50 tahun yang mayoritas wanita dan dari 7 orang
penderita asam urat yang dilakukan wawancara, kebanyakan dari mereka
mengkonsumsi makanan yang tinggi purin seperti daging, jeroan, kacang-kacangan
dan hidangan laut seperti udang, kepiting dll. Keluhan yang mereka alami adalah nyeri
disalah satu sendi antara lain pada bagian jari-jari kaki, lutut dan pergelangan kaki.
Upaya yang dilakukan oleh penderita asam urat untuk mengatasi nyeri dengan cara
diet makanan yang rendah purin, namun jika sakit berlanjut mereka akan melakukan
pemeriksaan atau mendatangi puskesmas. Sementara itu, upaya yang dilakukan
puskesmas berupa penyuluhan tentang penyakit asam urat dan ketika pasien
mengalami nyeri, puskesmas hanya memberikan obat tanpa mengajarkan atau
dilakukannya pengobatan non farmakologi.
3
Hal itu sesuai dengan teori yang menjelaskan penyakit asam urat dapat
dipengaruhi beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, genetik, obesitas, cedera sendi,
pekerjaan, dan olahraga. Penyakit asam urat dapat mengganggu kenyamanan dalam
beraktivitas akibat nyeri sendi, selain itu juga dapat menyebabkan resiko komplikasi
yang tinggi seperti nefropati asam urat akut, batu ginjal dan hipertensi. Berdasarkan
berbagai dampak yang ditimbulkan, penyakit asam urat memerlukan penanganan
yang tepat dan aman, penyakit asam urat dapat dilakukan secara farmakologis dan
non farmakologis. Penanganan secara farmakologis biasanya dengan mengkonsumsi
obat anti nyeri, di Indonesia sebanyak 57% penderita asam urat hanya mengkonsumsi
obat-obatan anti nyeri yang di jual secara bebas. Penggunaan obat-obatan yang dijual
secara bebas tanpa pengawasan dari dokter dapat mengakibatkan ketergantungan dan
juga memiliki kontraindikasi, oleh sebab itu terapi secara non farmakologis dapat
menjadi salah satu rekomendasi untuk penanganan untuk meredakan nyeri pada
penderita asam urat yang dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, relaksasi,
meningkatkan intake cairan (air putih), kompres hangat, diet rendah purin dengan
cara mengatur pola hidup dan asupan makanan dengan mengurangi makanan yang
mengandung tinggi purin, rendam air garam dan rendam air jahe (Nuyridayanti, 2017)
Terapi air hangat atau hidroterapi yaitu pemberian rasa hangat pada tubuh
untuk mengurangi gejala nyeri akut maupun kronis. Terapi ini adalah terapi sederhana
yang dapat secara efektif mengurangi rasa nyeri, inflamasi dan spasme otot. Terapi air
hangat (hidroterapi) ini juga membantu meningkatkan sirkulasi darah dengan
memperlebar pembuluh darah sehingga lebih banyak oksigen dipasok ke jaringan
yang mengalami pembengkakan. Perbaikan sirkulasi darah juga memperlancar
sirkulasi getah bening sehingga membersihkan tubuh dari racun. Orang-orang yang
menderita berbagai penyakit seperti rematik, radang sendi, linu panggul, sakit
4
punggung, insomnia, kelelahan, stress, sirkulasi darah yang buruk (hipertensi), nyeri
otot, kram, kaku, terapi air hangat (hidroterapi) bisa digunakan untuk meringankan
masalah tersebut. Berbagai jenis hidroterapi, metode yang umum digunakan dalam
hidroterapi yaitu mandi rendam, sitzbath, pijat air, membungkus dengan kain basah,
kompres, merendam kaki (Wulandari, Arifianto, & Sekarningrum, 2016).
Prinsip kerja dari hidroterapi ini yaitu dengan menggunakan air hangat yang
bersuhu sekitar 37-42oC secara konduksi dimana terjadi perpindahan panas dari air
hangat ke tubuh sehingga akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan dapat
menurunkan ketegangan otot dan rasa nyeri (Potter & Perry, 2006).
Selain terapi air hangat, penanganan nyeri sendi pada penderita asam urat
dapat dilakukan dengan terapi rendam air garam dan terapi rendam air jahe. Garam
epsom mengandung senyawa kimia dengan penyusun terbesar adalah natrium klorida
(NaCl) dan kandungan yang lain termasuk klasium sulfat (CaSO4), magnesium sulfat
(MgSO4), dan magnesium klorida (MgCl2) (Arwiyah, Zainuri, & Efendy, 2015). Menurut
penelitian Nuyridayanti (2017), terapi rendam menggunakan air garam dapat
mengurangi tingkat nyeri pada penderita asam urat, air garam dapat memperlancar
aliran darah dan penggumpalan asam urat pada persendian berkurang. Unsur sodium
yang terkandung dalam garam sangat penting untuk mengatur keseimbangan cairan
didalam tubuh, selain itu sodium juga bertugas dalam transmisi syaraf dan kerja otot.
Menurut penelitian Satalkar & Dhumdum (2016) bahwa terapi kompres dengan
garam efektif dapat mengurangi nyeri sendi pada penderita artritis karena garam
mempunyai potensi antiinflamasi dan analgesik untuk mengurangi nyeri. Garam
epsom mengandung banyak magnesium yang berperan dalam menghambat
rangsangan nyeri dari nosiseptor.
5
Terapi rendam dapat dikombinasikan dengan bahan-bahan herbal lain salah
satunya jahe merah. Jahe merah memiliki kandungan minyak atsiri yang lebih tinggi
dibanding dengan jahe lainnya (Setyaningrum & Saparinto, 2013). Jahe merah
mengandung lemak, protein, zat pati, oleoresin (gingerol) dan minyak atsiri. Rasa hangat
dan aroma yang pedas pada jahe merah disebabkan oleh kandungan minyak atsiri
(volatil) dan senyawa oleoresin (gingerol). Rasa hangat pada jahe merah dapat
memperlebar pembuluh darah sehingga aliran darah lancar. Oleorasin (gingerol)
memiliki potensi anti inflamasi, analgetik, antioksidan yang kuat, dan dapat
menghambat sintesis prostaglandin sehingga rasa nyeri berkurang (Dewi & Kudmasa,
2015). Menurut penelitian yang dilakukan Rayahu, Rahayu, & Sunardi (2017), bahwa
terapi menggunakan jahe merah untuk lansia, efektif untuk mengurangi nyeri sendi.
Oleoresin dan minyak atsiri yang termasuk kandungan dari jahe merah mampu
menghambat cyclooxygenase atau prostaglandin.
Berdasarkan penjelasan di atas, prevalensi asam urat yang semakin bertambah
yang akan menimbulkan gejala yang akan mengganggu aktivitas serta kenyamanan
penderita seperti nyeri sendi, selain itu penderita asam belum mengetahui mengenai
terapi non farmakologi untuk mengatasi nyeri tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Efektivitas Pemberian Rendam Air
Garam dan Rendam Air Jahe terhadap Skala Nyeri pada Lansia Penderita Asam
Urat”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan efektivitas pemberian rendam air garam dan
rendam air jahe terhadap skala nyeri pada lansia penderita asam urat ?
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan efektivitas pemberian
rendam air garam dan rendam air jahe terhadap skala nyeri pada lansia
penderita asam urat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi skala nyeri pada penderita asam urat sebelum dan
setelah dilakukan rendam kaki dengan air garam
2. Mengidentifikasi skala nyeri pada penderita asam urat sebelum dan
setelah dilakukan rendam kaki dengan air jahe
3. Mengidentifikasi perbedaan efektifitas penurunan skala nyeri pada
penderita asam urat yang dilakukan rendam kaki dengan air garam dan
air jahe
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Penelitian tentang perbedaan keefektifan rendam kaki dengan air garam dan
air jahe untuk menurunkan skala nyeri pada lansia penderita asam urat, diharapkan
dapat mengembangkan intervensi untuk nyeri pada penderita asam urat dengan
metode berbeda, memilih variabel yang berbeda, dan dapat menjadi referensi untuk
penelitian selanjutnya.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan, untuk
menjadi bahan referensi dalam pengetahuan terhadap terapi rendam kaki dengan air
garam dan air jahe untuk lansia penderita asam urat.
7
1.4.3 Bagi Instansi Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi instansi kesehatan untuk
mengetahui efektifitas pemberian terapi rendam kaki dengan air garam dan air jahe
untuk menurunkan skala nyeri pada lansia penderita asam urat.
1.4.4 Bagi Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber dan referensi bagi
keperawatan dasar manusia untuk meningkatkan status derajat kesehatan khususnya
untuk terapi nonfarmakologis nyeri pada lansia penderita asam urat.
1.5 Keaslian Penelitian
1. Anik Nuyridayanti (2017), yaitu pengaruh rendam air garam terhadap
penurunan tingkat nyeri pada penderita gout di desa toyoresmi kecamatan
gampengrejo kabupaten kediri. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
pra-eksperimental design dengan rancangan One Group Pra-Post test Design.
Total responden penelitian ini adalah 20 orang dengan teknik pengambilan
sampel menggunakan total sampling. Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah lembar observasi dengan skala VAS (Visual Analog Scale).
Hasil dari penelitian ini menunjukkan pengaruh rendam air garam terhadap
penurunan tingkat nyeri pada penderita gout. Tingkat nyeri sebelum dilakukan
rendam air garam sebagian besar mengalami nyeri sedang yaitu sebanyak 16
responden (80%), dan yang mengalami nyeri ringan 4 responden (20%).
Tingkat nyeri setelah dilakukan rendam air garam sebagian besar mengalami
nyeri ringan yaitu sebanyak 15 responden (75%), yang nyeri sedang yaitu
sebanyak 2 responden (10%), dan yang tidak nyeri yaitu sebanyak 3
responden (15%).
8
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experimental Two
Group Pretest-Posttest Design, untuk mengungkapkan perbedaan efektifitas
dengan cara melibatkan kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2.
2. Devi Eka Arum Sari, Artika Nurrahima, Purnomo (2015), yaitu pengaruh
kompres air garam hangat terhadap nyeri sendi pada lansia di unit pelayanan
sosial lansia wening wardoyo ungaran. Pengambilan sampel dilakukan dengan
consecutive sampling dengan jumlah sampel 52 responden. Metode penelitian ini
menggunakan quasy experimental one group pretest-posttest design. Alat
pengumpulan data yang digunakan yaitu lembar observasi, berisikan skala
deskriptif / VDS (Verbal Deskriptor Scale) dan karakteristik demografi
responden yang meliputi nama responden, jenis kelamin, usia serta intensitas
nyeri sebelum san sesudah diberikan intervensi. Analisis data menggunakan
uji wilcoxon dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh dan
perbedaan yang signifikan kompres air hangat terhadap nyeri sendi pada
lansia di unit pelayanan sosial lansia wening wardoyo ungaran dengan
intensitas nyeri sendi sebelum dilakukan intervensi sebanyak 43 responden
(82,7%) kategori sedang, intensitas nyeri sendi setelah dilakukan intervensi
sebanyak 31 responden (59,6%) kategori sedang.
Perbedaannya terletak pada metode penelitian, alat ukur skala nyeri, dan
intervensi. Peneliti akan membandingkan perbedaan efektifitas pemberian
rendam kaki air garam dan rendam air jahe terhadap skala nyeri pada lansia
penderita penyakit asam urat.
3. Erika Untari Dewi &Mardiana Vani Kudmasa (2015), yaitu pengaruh
kompres jahe terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia di panti werdha
9
anugrah dukuh kupang barat surabaya. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian one group pre-post test design. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 14
responden dan jumlah sampel 13 responden dengan menggunakan teknik
probability sampling. Pengumpulan data menggunakan observasi skala nyeri
numerik baik sebelum maupun setelah tindakan kemudian di uji statistik
menggunakan uji wilcoxon. Dari hasil penelitian sebelum dilakukan kompres
jahe nyeri sedang sebanyak 11 orang (85%) dan setelah dilakukan kompres
jahe nyeri ringan sebanyak 12 orang (92%) sehingga ada pengaruh kompres
jahe terhadap penurunan nyeri sendi pada lansia dengan nilai p=0,00.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah desain
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experimental Two
Group Pretest-Posttest Design. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan
sampel dengan menggunakan quota sampling.
4. Zuriati (2017), yaitu efektifitas kompres air hangat dan kompres jahe terhadap
penurunan nyeri pada pasien asam urat di puskesmas lubuk begalung.
Penelitian ini menggunakan desain Quasy Experimental Pretest Posttest with control
group design dengan menggunakan uji T-test dependent. Teknik pengambilan
sampel menggunakan Accidental Sampling. Sampel pada penelitian ini sebanyak
24 orang dengan 12 kelompok kompres air hangat dan 12 kelompok kompres
jahe. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan efektifitas kompres air
hangat dan kompres jahe terhadap penurunan skala nyeri pada pasien asam
urat, dimana untuk kompres air hangat dengan p value= 0.002 penurunan
rerata skala nyeri sebesar 1,167, dan pada kompres jahe dengan p value= 0.000
mengalami rerata penurunan skala nyeri sebesar 2. Kesimpulan bahwa
10
kompres air hangat dan kompres jahe berpengaruh dalam penurunan nyeri
asam urat.
Perbedaan penelitian terletak pada intervensi yang akan dilakukan peneliti
yaitu dengan rendam air garam dan rendam air jahe untuk nyeri pada lansia
penderita asam urat. Teknik sampling menggunakan quota sampling. Skala yang
digunakan adalah skala numerik.