Download - BAB 1-4 Retrospektif
BAB I
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera
atau pembedahan (agustina,2010). Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan
struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun
berdasarkan sifat luka dibedakan : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka,
penetrasi, puncture, sepsis, dan lain-lain. Sedangkan klasifikasi berdasarkan
struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis;
partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full
thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan
sampai ke tulang (Agustina,2010). Luka bakar merupakan bentuk luka yang
termasuk dalam klasifikasi diatas.
Luka bakar adalah cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber
panas ke kulit (Smeltzer & Bare, 2002). Penyebab luka bakar antara lain yaitu
luka bakar termal, luka bakar kimia, luka bakar elektrik, luka bakar radiasi serta
luka bakar akibat suhu yang sngat rendah (frost bite). Penyebab luka bakar yang
paling sering disebabkan karena api. Luka bakar perlu mendapatkan perhatian
karena angka kejadiannya terus meningkat yang memerlukan perawatan di rumah
sakit.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh American burn association tahun
2000-2004 rata-rata jumlah penderita luka bakar yang dirawat di instalasi
kesehatan mencapai angka 500.000 orang pertahun (American burn association
1
2
2005 report). Sekitar 12.000 ribu orang meninggal dunia setiap tahunnya akibat
luka dan cidera inhalasi yang berhubungan dengan luka bakar (Smeltzer dan Bare,
2001). Berdasarkan data pada RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun
2004 dilaporkan sebanyak 107 kasus luka bakar yang dirawat dengan angka
kematian 37,38%. Penyebab tersering adalah api (55.1%) dan terjadi dirumah
(72.4%) (pongki, 2008). Sementara pasien yang dirawat di burn unit RSUP
Sanglah Denpasar pada tahun 2012 sebanyak 103 orang penyebab terbanyak oleh
karena api, penyebab lainnya karna listrik,air panas, minyak dan zat kimia.
Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam Septiningsih, (2008) prinsip
penanganan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi kesempatan
sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan kulit. Peñatalaksanaan
luka bakar selama ini disesuaikan dengan kedalaman luka bakar, apabila
kedalamannya melebihi drajat II dalam (Deep partial thickness burn) akan
dilakukan skin graft.
Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang rutin dilakukan dalam
suatu rangkaian pengelolaan pasien luka bakar. Tindakan ini memberi hasil yang
sangat baik bila dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini
sering disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar. Indikasi skin
graft pada luka bakar adalah menutup luka yang tidak mampu menutup sendiri
secara primer. Luka bakar yang kontraktur skin graft dilakukan apabila didapat
jaringan parut yang lebar.(Heriady, 2005).
Perawatan skin graft yang dilakukan di burn unit RSUP Sanglah Denpasar
selama ini menggunakan metode konvensional, yaitu perawatan dengan
3
menggunakan tulle, kasa betadin dan kasa kering yang akan dilakaukan perawatan
pada hari ke lima atau bila kasa jenuh. Hasilnya banyak skin graft yang gagal oleh
karena adanya hematoum diantara donor dengan resipien, sehingga skin graft
tidak dapat hidup 100%. Namun saat ini sedang berkembang metode modern
menggunakan vacuum bertekanan negatif. Metode ini dikenal dengan Vacum
Assisted Clousere (VAC). VAC merupakan pengembangan teknologi canggih
dari prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu untuk
menghilangkan darah atau cairan dari bagia luka (Muptadi, 2013).
VAC digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif
atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. VAC adalah terapi adjuvant noninvasif
yang menggunakan control tekanan negative menggunakan vacuum untuk
membantu penyembuhan luka dengan menghilangkan cairan yang dihasilkan dari
luka terbuka melalui sealed dressing dan tube yang disambungkan dengan
kontaeiner penampung (Mubtadi, 2013).
VAC atau penutupan luka dengan vacuum menggunakan spons pada luka
ditutup dengan dressing ketat kedap udara , dimana kemudian vacuum dipasang.
VAC bisa digunakan untuk luka dengan kebocoran limfa yang besar dengan
fistula . Mekanisme utama VAC adalah untuk menghilangkan edema. VAC
menghilangkan cairan darah atau limfa yang berada di intertisiil, sehingga
meningkatkan difusi intertisiil oksigen ke dalam sel.
VAC juga menghilangkan enzim-enzim kolagenase dan MMP yang kadarnya
meningkat pada luka kronis (Suryadi, 2011). VAC memberikan tekanan
subatmosfer secara intermiten atau terus-menerus dengan tekanan sebesar 50-175.
4
vac paling bagus dilakukan pada luka granulasi yang buruk serta banyak terdapat
eksudat. Diantara berbagai cara pengobatan tambahan yang tersedia untuk
penanganan luka kronis, terapi vacuum assited closure (VAC) menunjukan hasil
menjanjikan (Suryadi,2011)
Hasil studi dilakukan di RS Sarjito tiga pasien dengan luka kronis datang ke
divisi Bedah Plastik Rumah Sakit dr Sarjito pada awal tahun 2010 dilakukan
perawatan dengan menggunakan simplest modified vacuum assisted closure
(VAC) didapatkan hasil semua pasien mengalami proses penyembuhan luka
dengan baik dan dilaporkan puas terhadap hasil yang didapatkan (Mahandaru,
2010). Demikian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan ASERNIPS
(Australian Safety and Efficacy Register of New Internasional Prosedur Surgical)
dimana perawatan luka kronis dan kompleks dengan VAC meningkat secara
signifikan 28.4% dibandingan dengan menggunakan natrium clorida (Nacl 0.9%)
(Arsenip s, 2003).
Sejak 6 bulan yang lalu penerapan VAC modifikasi di ruang burn unit
RSUP Sanglah Denpasar diindikasikan pada pasien luka bakar yang dilakukan
skin graft. Berdasarkan pengamatan peneliti tidak semua pasien yang dilakukan
skin graft dirawat dengan VAC dikarnakan keterbatasan alat yang ada di burn
unit. Sampai sekarang belum pernah dilakukan studi evaluasi terhadap penerapan
metode VAC modifikasi pada pasien luka bakar yang dilakukan skin graft.
Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik melakukan studi tentang
efektifitas metode vacuum assisted closure modifikasi terhadap penyembuhan
5
luka skin graft pada pasien luka bakar diruang Burn Unit RSUP Sanglah
Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dapat dirumuskan
sebagai berikut ” Bagaimana efektifitas metode vacum assisted closure modifikasi
terhadap penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar diruang burn unit
RSUP Sanglah Denpasar 2014 ? “.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui efektifitas metode vacum assisted closure modifikasi terhadap
penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar diruang burn unit RSUP
Sanglah Denpasar 2014.
1.3.2 Tujun Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft sebelum dilakukan perawatan
luka dengan metode VAC.
b. Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft sebelum dilakukan perawat
luka tanpa metode VAC.
c. Mengidentifikasi karakteristik luka skin graft setelah perawatan luka dengan
metode VAC.
d. Mengidentivikasi karakteristik luka skin graft setelah perawatan luka tanpa
metode VAC.
6
e. Menganalisa efektifitas terapi perawatan luka dengan metode VAC yang
dilakukan skin graft, terhadap proses penyembuhan skin graft pada pasien
luka bakar.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
mengembangkan dan memperkaya khasanah keilmuan dengan memperkuat teori
yang telah ada dan dapat memberikan masukan bagi penelitian berikutnya
mengenai proses penyembuhan skin graft pada pasien luka bakar dengan metode
VAC modifikasi
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan
bagi penerapan terapi VAC dalam proses penempelan kulit pada pasien yang
dilakukan tindakan skin graft di ruangan dan rumah sakit.
1.5 Keaslian Penelitian
1.5.1 Mahandaru (2012) dalam penelitian yang berjudul “ the Simplest
Modifield Vacuum Assisted Closure to treat chronic wound ; SERIAL CASE
REPORT Rancangan penelitian case control sampel diambil menggunakan
metode total sampling dengan jumlah sampel 3 orang. Analisa data yang
digunakan adalah chi-squre dan hasilnya adalah terapi vacuum assited closure
(vac) efektif dalam proses penempelan kulit dengan p = 0,004 . dengan derajat
kemaknaan (besarnya hubungan) berdasarkan interpretasi nilai (p) adalah sedang.
7
Perbedaan dengan penelitian ini antara lain terletak pada variable terikat yang
diteliti, teknik pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan.
1.5.2 ASERNIP (2013) dalam penelitian yang berjudul “ Vacuum-assisted
closure for the management of wound: anaccelerated systematic”. Rancangan
penelitian case control sampel diambil menggunakan metode simple random
sampling dengan jumlah sampel 15 orang. Analisa data yang digunakan adalah
chi-squre dan hasilnya adalah terapi vacuum assited closure (vac) efektif dalam
proses penempelan kulit dengan p = 0,002 . dengan derajat kemaknaan (besarnya
hubungan) berdasarkan interpretasi nilai (p) adalah sedang. Perbedaan dengan
penelitian ini antara lain terletak pada variable terikat yang diteliti, teknik
pengambilan sampel dan rancangan penelitian yang digunakan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Luka Bakar
2.1.1 Pengertian Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu yang sangat tinggi
(misalnya api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi) atau suhu yang sangat
rendah (Moenadjat, 2009:1). Luka bakar adalah luka yang dapat timbul akibat
kulit terpajan suhu tinggi, syok listrik, atau bahan kimia (Corwin, 2001). Luka
bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh
melalui hantaran atau radiasi elektromagnetik (Smeltzer & Bare, 2002:1912)
2.1.2 Patofisiologi Luka Bakar
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh.
Panas dapat dipindahkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik. Kulit
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan subkutan
tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit kontak dengan sumber panas
(Smeltzer & Bare, 2002). Kedalaman luka bakar mempengaruhi kerusakan
integritas kulit dan kematian sel. Semakin dalam dan luas jaringan yang rusak,
semakin berat kondisi luka bakar dan semakin jelek prognosisnya (Moenadjat,
2009:19).
Agen cedera akan menyebabkan denaturasi protein sel. Sebagian sel akan
mengalami nekrosis traumatik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama
8
9
proses denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotik dan hidrostatik yang
abnormal. Hal ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke unit
intersitisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler secara lokal. Namun pada luka
bakar yang berat, mediator inflamasi akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011:618).
Hipovolemia yang timbul berbeda dengan hipovolemia yang disebabkan oleh
perdarahan. Sel darah merah dan sel lainnya tetap di dalam intravaskuler. Hanya
cairan yang meninggalkan unit intravaskuler sehingga terjadi hemokonsentrasi.
Hemokonsentrasi dan hipovolemia menyebabkan sirkulasi terganggu. Perfusi sel
tidak terselenggara dengan baik. Kondisi ini dikenal dengan syok hipovolemia
(Moenadjat, 2009:63).
Respon tubuh akibat gangguan perfusi meliputi respon sistemik. Respon
Kardiovaskuler; curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan
pada volume darah terjadi. Curah jantung menurun maka tekanan darah menurun.
Sebagai respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang
meningkatkan resistensi perifer dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya
vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Resusitasi
cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya tekanan darah
dalam kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik (Smeltzer &
Bare, 2002:1913)
Respon pulmonal, paru yang merupakan organ sistem pernafasan yang
menyelenggarakan pertukaran karbondioksida dengan oksigen mengadakan
10
kompensasi dengan peningkatan frekuensi pernafasan. Dengan mekanisme
kompensasi ini, timbul hiperventilasi yang memiliki dampak terhadap
keseimbangan asam-basa dan metabolisme secara keseluruhan (Moenadjat,
2009:65).
Respon renalis, penurunan sirkulasi renal menyebabkan iskemia ginjal.
Manifestasi awal yang tampak akibat kondisi iskemia ini adalah penurunan
ekskresi urin mulai dari oliguria sampai dengan anuria. Hipoksia parenkim ginjal
merupakan stimulasi dilepaskannya renin dan angiotensin oleh sel-sel
juxtaglomerulus renalis yang merangsang Anti Diuretic Hormone (ADH) dan
kelenjar anak ginjal memproduksi hormon kortisol dan glukagon. Rangkaian
selanjutnya adalah rangsangan pada hipofisis posterior untuk melepaskan Adeno
Cortico Tropic Hormone (ACTH) yang merupakan stimulan bagi sistem saraf
parasimpatik dan ortosimpatik dalam teori berkembangnya stres metabolisme.
Bila tidak segera ditangani, terjadi akut tubular nekrosis dan berlanjut dengan
acute renal failure (Moenadjat, 2009:69).
Respon gastrointestinal, terganggunya sirkulasi splangnikus, terjadi
perubahan degeneratif bersifat akut pada organ-organ yang diperdarahi antara lain
saluran cerna bagian atas. Gangguan perfusi menyebabkan terjadinya iskemia
mukosa saluran cerna yang mengakibatkan integritasnya terganggu (disrupsi
mukosa). Dengan terjadinya disrupsi mukosa, lamina muskularis mukosa dan
kapiler submukosa terpapar pada lumen. Kerapuhan dinding pembuluh kapiler
menyebabkan pecahnya kapiler lambung. Perdarahan dapat terjadi sedemikian
masif dan menyebabkan penderita jatuh kedalam syok (Moenadjat, 2009:68).
11
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua
tingkat respon imun akan dipengaruhi secara merugikan. Kehilangan integritas
kulit diperburuk dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal.
Perubahan kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, dan penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat
pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis (Smeltzer & Bare,
2002:1916)
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur
suhu. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang
rendah dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar. Namun setelah keadaan
hipermetabolisme akan mengatur kembali suhu tubuh. Pasien luka bakar akan
mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar meskipun
tidak terdapat infeksi (Smeltzer & Bare, 2002:1916).
2.1.3 Derajat Luka Bakar
Derajat luka bakar berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan menurut
Moenadjat (2009) :
a. Luka bakar derajat I: kerusakan jaringan terbatas pada lapisan epidermis
(superficial), kulit kering, hiperemik memberikan floresensi berupa eritema,
tidak dijumpai bulae. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 5-7 hari. Karena derajat
kerusakan yang ditimbulkannya tidak merupakan masalah klinik yang berarti
dalam kajian terapetik, luka bakar derajat satu tidak dicantumkan dalam
perhitungan luas luka bakar.
12
b. Luka bakar derajat II (partial thickness burn) : kerusakan meliputi seluruh
ketebalan epidermis dan sebagian superfisial dermis. Respon yang timbul
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi. Nyeri karena ujung-
ujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II dapat dibedakan menjadi
dua:
1) Derajat II dangkal (Superficial partial thickness burn): kerusakan mengenai
epidermis dan sepertiga bagian superfisial dermis. Dermal- epidermal
junction mengalami kerusakan sehingga terjadi epidermolisis yang diikuti
terbentuknya lepuh (bulae). Lepuh ini merupakan karakteristik luka bakar
derajat II dangkal. Bila epidermis terlepas, terlihat dasar luka berwarna
kemerahan, kadang pucat-edematus dan eksudatif. Apendises kulit
(integumen, adneksa kulit) seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. Penyembuhan terjadi secara spontan umumnya
memerlukan waktu antara 10-14 hari.
2) Derajat II dalam (Deep partial thickness burn): kerusakan mengenai hampir
seluruh (duapertiga bagian superficial) dermis. Apendises kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian masih utuh. Sering
dijumpai eskar tipis di permukaan. Penyembuhan terjadi lebih lama
tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan memerlukan
waktu lebih dari dua minggu.
c. Luka bakar derajat III (Full thickness burn): Kerusakan meliputi seluruh tebal
dermis dan lapisan yang lebih dalam. Organ-organ kulit seperti folikel
rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan. Tidak
13
dijumpai bulae. Kulit yang terbakar berwarna pucat atau lebih putih. Terjadi
koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
Secara teoritis tidak dijumpai rasa nyeri bahkan hilang sensasi karena ujung-
ujung serabut saraf sensorik mengalami kerusakan. Penyembuhan terjadi
lama karena tidak ada proses epithelialisasi spontan baik dari tepi luka
(membrane basalis), maupun dari apendises kulit yang memiliki potensial
epithelialisasi.
Gambar 2.1 Lapisan Kulit Normal Dengan Apendisesnya
Gambar 2.2 Kedalaman Luka Bakar
2.1.4 Kategori Penderita Luka Bakar
Menurut Moenadjat (2009:12), luka bakar dapat dikategorikan berdasarkan
berat dan ringan luka bakar adalah:
14
a. Luka bakar ringan dengan kriteria luka bakar derajat II; derajat III<10% pada
kelompok usia <10th >50th, luka bakar derajat II dan derajat III<15% pada
kelompok usia lain, luka bakar derajat II dan derajat III<10% pada semua
kelompok usia; tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum
b. Luka bakar sedang atau moderat dengan kriteria luka bakar derajat II dan
derajat III 10-20% pada kelompok usia<10th >50th; luka bakar derajat II dan
derajat III 15-25% pada kelompok usia lain; luka bakar derajat 3<10% pada
semua kelompok usia tanpa cedera pada tangan, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar kritis atau luka bakar berat dengan kriteria luka bakar derajat II
dan derajat III>20% pada kelompok usia<10 th dan >50th, luka bakar derajat
II dan derajat III>25% pada kelompok usia lain, terjadi trauma inhalasi serta
luka bakar akibat tegangan tinggi, luka bakar pada populasi resiko tinggi, luka
bakar pada tangan, kaki, dan perineum.
2.1.5 Penatalaksaaan Luka Bakar
Menurut Syamsuhidayat dan Jong dalam septiningsih, (2008) penanganan
dalam penyembuhan luka bakar antara lain mencegah infeksi dan memberi
kesempatan sisa sisa sel epitel untuk berpoliferasi dan menutup permukaan kulit.
Skin graft adalah salah satu prosedur pembedahan yang rutin dilakukan dalam
suatu rangkaian pengelolaan pasien luka bakar. Tindakan ini memberi arti yang
sangat penting bila dilakukan sedini mungkin pasca trauma, sehingga prosedur ini
sering disebut sebagai prosedure pembedahan dini pada luka bakar.
15
2.2 Konsep Dasar Skin Graft
2.2.1 Definisi
Skin graft yaitu tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit
dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup ditempat yang baru tersebut dan
dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan
hidup kulit yang dipindahkan tersebut (Lubis, 2008). Skin graft merupakan teknik
untuk melepaskan potongan kulit dari suplay darahnya sendiri dan kemudian
memindahkannya sebagai jaringan bebas ke lokasi yang dituju ( Sudarth dan
Bruner, 2002)
2.2.2 Tujuan dilakukan skin graft (Bisono, 2008)
a. Menutup luka yang tidak dapat ditutup secara primer
b. Menutup luka supaya penyembuhan luka tersebut lebih cepat.
c. Menutup luka secara permanen atau sementara ( pada crush trauma untuk
penilaian vitalitas atau mengontrol pertumbuhan bakteri).
2.2.3 Indikasi skin graft (Bisono, 2008)
a. Luka yang luas
b. Luka dengan vaskularisasi yang adekuat
c. Luka tanpa infeksi yang jelas ( atau hitung kuman kecil dari 1 x 100.000
koloni kuman/gram jaringan ).
2.2.4 Klasifikasi Skin Graft
Menurut (Lubis,2008) skin graft dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan
ketebalan.
16
a. Berdasarkan asal / spesies
1) Autograft : graft bersal dari individu yang sama (berasal dari tubuh yang
sama)
2) Homograft : graft berasal dari individu lain yang sama spesiesnya (berasal
dari tubuh lain).
3) Heterograft (Xenograft) : graft berasal dari makhluk lain yang berbeda
spesiesnya.
b. Berdasarkan Ketebalan
1) Split Thickness Skin Graft (STSG) : graft ini mengandung epidermis dan
sebagian dermis. Tipe ini dibagi 3 :
a. Thin Split Thickness Skin Graft, ukuran 8-12/1000 inci.
b. Intermediet (medium) Split Thickness Skin Graft, ukuran 14-20/1000 inci
c. Thick Split Thickness Skin Graft, ukuran 22-28/1000 inci.
d. Full Thickness Skin Graft : graft ini terdiri dari epidermis dan seluruh
ketebalan dermis.
2.2.5 Vaskularisasi dan Kehidupan Graft
Skin graft membutuhkan vaskularisasi yang cukup untuk dapat hidup
sebelum terjadi hubungan yang erat dengan resipien. Setelah kulit dilepas dari
donor akan berubah pucat karena terputus dari suplai pembuluh darah. Terjadi
kontraksi kapiler pada graft dan sel eritrosit terperas keluar. Setelah graft
ditempelkan keresipien tampak perubahan-perubahan sebagai berikut (Heriady,
2005) :
a. Proses Imbibisi Plasma ( 8-12 jam pertama)
17
1) Yaitu keadaan graft secara pasif menyerap nutrisi melalui lapisan fibrin
( menyerap seperti spon).
2) Graft tampak udem, berat graft naik lebih kurang 40% dari berat awal.
b. Proses Inoskulasi ( 22 jam – 72 jam berikutnya)
1) Proses terjadinya hubungan atau anastomosis langsung antara graft dengan
pembuluh darah resipien.
2) Pertumbuhan pembuluh darah resipien kedalam saluran endothelial graft.
3) Penetrasi pembuluh darah resipien kedalam dermis graft yang akan
membentuk saluran endothelial baru.
4) Kulit lebih pink sampai merah cherri dan udem graft berkurang.
c. Proses Angiogenesis / Revaskularisasi & Maturasi (hari ke-4 sampai hari
ke-9).
1) Epitel graft telah bisa mitosis sendiri.
2) Ketebalan kulit mulai meningkat ( sampai 7x ) dan ketebalan normal lagi
mulai hari ke-10 setelah proses deskuamasi terjadi.
3) Graft mengalami maturasi komplit setelah hari ke-12
2.2.6 Perawatan Skin Graft
Menurut Bisono,( 2008) perawatan skin graft dapat dilakukan sebagai
berikut:
a. Bila hemostasis dan fiksasi resipien baik, balutan dibuka hari ke5-7, untuk
mengevaluasi Take (kehidupan) graft dan membuka jahitan/benang fiksasi.
b. Bila ada hematom/seroma/bekuan darah, dilakukan penggantian kassa lebih
serng dan drainase cairan2 tsb.
18
c. Bila Take baik, ganti balutan tiap 2-3 hari, bersihkan graft dari debris dan
krusta.
d. Bila graft telah matur, graft bisa diberi pelicin/pelunak dan pasien boleh
mandi.
e. Mobilisasi jalan bisa dilakukan pada minggu ke-3-4
2.2.7 Syarat-syarat Skin Graft yang baik:
a. Vaskularisasi resipien bed yang baik
b. Kontak yang akurat antara skin graft dengan resipien
c. Hindari kontaminasi atau infeksi.
2.2.8 Sebab-sebab kegagalan Tindakan Skin Graft:
a. Hematom dibawah skin graft.
b. Pergeseran skin graft
c. Resipien bed tidak baik
2.3 Konsep Dasar Vacum Assisted closure (VAC)
2.3.1 Definisi
Vacum assisted closure merupakan pengembangan yang canggih dari
prosedur perawatan luka. Penggunaan vakum drainase membantu untuk
menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka . VAC
digunakan untuk manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau
tekanan sub-atmosfer di tempat luka (Muptadi, 2013)
19
2.3.2 Ada beberapa komponen Vacum Assisted Closure (VAC) menurut Mup-
tadi 2013 yaitu:
a. Vaccum pump
Vaccum pump berfungsi untuk vakum drainase membantu untuk
menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka
menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka.
b. Disposable Canisters
Disposable Canisters berfungsi menampung darah atau cairan serosa (nanah)
c. Drainage tubing
Drainage tubing berfungsi untuk mengalirkan tekanan negatif dari vaccum
pump ke daerah luka dan mengalirkan darah atau cairan serosa (nanah) ke
Disposable Canisters
d. Non-adherent wound contact layer or foam
Merupakan lapisan semipermeabel yang mampu ditembus darah atau cairan
lain pada luka .
e. Antimicrobial gause
Digunakan sebagai antibiotik
f. Round or flat wound drain
Menghubungkan drainage tubing dengan luka
g. Transparent occlusive dressing
Digunakan untuk menutup luka
h. Barrier skin prep wipes
Perekat transparant dressing
20
i. Steril Salin
Untuk irigasi sebelum memasang non-adherent wound contact layer
j. Surgical tape
2.3.3 Prinsip Kerja Vacum Assisted closure (VAC) menurut (Rini, 2010)
Sistem VAC pertama kali dipublikasan oleh Argenta dan Morywas pada
tahun 1977, dan dipakai sebagai terapi ajuvan sebelum atau setelah operasi atau
sebagai alternative bagi pasien yang kondisinya tidak memungkinkan untuk
pembedahan. Sistim VAC memberikan kondisi tekanan negatif selama proses
penyembuhan luka. Tekanan negatif yang ditimbulkan sistim VAC pada daerah
luka akan menarik cairan sehinggadapat mengurangi edema jaringan. Hal ini
memacu pertumbuhan kapiler dan meningkatkan aliran nutrisi yang dibutuhkan
untuk metabolism. Argenta dan Morywas (1977) menyatakan beberapa faktor
yang mendasari mekanisme tehnik VAC antara lain : a. Pembuangan cairan
intertisiil yang berlebihan, b. Peningkatan vaskularisasi dan penurunan kolonisasi
bakteri, c. Respon jaringan sekitar luka terhadap gaya mekanik yang diberikan.
Aplikasi VAC adalah dengan menggunakan open sell foam steril dari bahan
polyurethane atau polyvinyl alkohol di dalam defek , permukaan superficial
diisolasi dengan pembungkus adesif kemudian diberikan tekanan subatmosfer
melalui suction tube pada luka tersebut. Tekanan subatmosfer ini memberi gaya
terkontrol secara merata keseluruh permukaan jaringan di bagian luka. Adanya
kekuatan mekanis pada luka mampu mendorong perubahan baik pada tingkat
jaringan maupun juga tingkat sel untuk meregang. Sel yang mampu meregang
akan berproliferasi dan secara signifikan merangsang angiogenesis untuk
21
menigkatkan proses penyembuhan luka. Hanya sel yang mampu matur saja yang
dapat membelah dan berproliferasi sebagai respon dari solube growth factor,
sedangkan sel yang tidak mampu meregang akan mengalami penghentian siklus
dan mengalami apoptosis. Arah pertumbuhan angiogenesis kapiler kearah tiga
demensi juga dipengaruhi oleh tekanan yang mengarah ke sel endotel vascular
yang alirannya statis, laminar atau turbulen. Hal ini tampak jelas pada elemen
sitoskeletal membrane basal. Itu menandakan bahwa sel dapat dipengaruhi oleh
tekanan mekanik dan memberikan respon melalui gen spesifik dan induksi
program seluler.
Dengan mempelajari model ini secara seksama ditemukan efek mechanical
force terhadap karakteristik microenviroment sel sebagai berikut (Rini 2010) :
a. Variasi Karakteristik Ketegangan Luka (strain) terhadap efek aplikasi spons
Model stimulasi komputer dapat mewakili sistem VAC mengenali
karakteristik ketegangan luka yaitu melalui potongan histology jaringan setelah
VAC 11. Dari stimulasi computer dapat disimpulkan bahwa ketegangan luka
terhadap tekanan mekanis dapat ditingkatkan dengan cara :
1) Peningkatan tekanan
2) Peningkatan diameter pori-pori
3) Menurunkan ketebalan penopang pori-pori
4) Menurunkan pengaruh mekanis kekuatan luka
5) Menurunkan kemampatan luka
22
b. Adanya variasi ketegangan pada permukaan luka
Tekanan atmosfer sebesar 125 mmhg akan menyebabkan kenaikan
ketegangan permukaan disekitar luka (0.15 mm) dan segera mencapai puncaknya.
Ini terjadi karena adanya resultan gaya yang berlawanan cukup besar antara gaya
kompresi dan gaya penyedot vakum, terutama didaerah tepi pori-pori busa.
Sedangkan jaringan pada bagian tengah pori-pori busa memiliki ketegangan
permukaan yang paling rendah (kurang dari 5%). Ketegangan permukaan juga
dipengaruhi oleh ketebalan luka. Pada luka dengan ketebalan 1 mm ketegangan
bagian tengah pori-pori busa adalah 0.67 % sedangkan luka yang lebih tipis
(superfisial) ketegangan semakin tinggi yaitu 5.1%
c. Proses penyembuhan luka mempengaruhi ketegangan jaringan
Selama proses penyembuhan luka berlangsung, terjadi perubahan elastic dan
kemampuan jaringan. Dalam pengaruh VAC proses ini tampaknya sangat
tergantung pada waktu. Bila luka sembuh luka cenderung menjadi fibrotic dan
peningkatan kemampuan /stiffness, sekaligus penurunan ketegangan secara
keseluruhan. Ketegangan luka sangat peka terhadap perubahan
tekananKetegangan luka sangat peka terhadap perubahan tekanan. Peningkatan
tekanan dari 10 kpa menjadi 20 kpa meningkatkan ketegangan permukaan hingga
2 kali lipat. Tetapi peningkatan pori dari 0,8 mm menjadi 1.6 mm hanya
meningkatkan ketegangan permukaan sebesar 50% selanjutnya penurunan
ketebalan luka akan menurunkan ketegangan permukaan luka.
23
2.3.4 Teori micromechanical force: fisiologi dasar system VAC
Sudah banyak teori dikembangkan untuk menerangkan bagaimana VAC
berperan dalam perbaikan klinis luka. Dari analisis dapat disimpulkan bahwa;
a. Pengaruh mikromekanis sel , menstimulasi proliferasi sel, mempercepat
penyembuhan luka
b. Mampu meningkatkan ketegangan jaringan 5 hingga 20% tergantung dari
stadium penyembuhan luka. Konsisten dengan tingkat peregangan sel
merangsang proliferasi sel.
c. Growth factor atau matriks protein ekstraseluler meskipun esensial tetapi
tidak cukup untuk menstimulasi proliferasi sel.
2.3.5 Cara Kerja VAC menurut (Muptadi 2013)
Pada dasarnya teknik ini sangat sederhana. Sepotong busa dengan struktur
pori pori terbuka dimasukkan ke dalam luka dan menguras luka dengan perforasi
lateral diletakkan di atasnya. Seluruh area kemudian ditutup dengan perekat
membran transparan, yang tegas dijamin ke kulit sehat di sekitar tepi luka.
Drainage tubbing dihubungkan ke sumber vakum, cairan diambil dari luka
melalui busa ke dalam reservoir untuk pembuangan. Membran plastik mencegah
masuknya udara dan cairan dari luar. Pastikan seluruh permukaan luka terkena
efek tekanan negatif.
2.4 Aplikasi Metode Vac Dalam Perawatan Skin Graft Pada Pasien Luka Bakar
Pada pasien luka bakar dengan kedalaman luka diatas grade II b memerlukan
waktu penyembuhan luka yang lama dan hasil penyembuhan luka yang tidak baik,
24
seperti timbulnya jaringan parut dan keloid. Untuk mempercepat proses
penyembuhan luka bakar dan mencegah terjadinya jaringan parut dapat dilakukan
tindakan skin graft. Penggunaan metode VAC pada pasien yang dilakukan skin
graft dapat memberikan hasil yang memuaskan karena dengan VAC ini akan
menarik cairan yang keluar dari luka operasi. Akumulasi cairan tersebut menjadi
media yang baik untuk berkembangnya bakteri penyebab infeksi. Selain itu VAC
juga memberikan tekanan negatif terhadap skin graft sehingga mempercepat
canalisasi pembuluh darah pada kulit yang di graft.
Pasien luka bakar yang dilakukan skin graftUmur 18-60 tahun
Teknik perawatan skin graftVAC modifikasiKonvensional
Proses penyembuhan InfeksiTake graftWaktu penyembuhan
Kesembuhan skin graft
SembuhTidak sembuh
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang
ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan
(Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pasien luka
bakar yang menjalani skin graf memerlukan perawatan yang tepat agar terjadi
granulasi yang maksimal. Metode perawatan luka yang dapat dipakai salah
satunya adalah Vacum Assisted closure (VAC). Dimana metode Vacum Assisted
closure (VAC) dapat membuang cairan interstisial berlebihan,meningkatkan
vascularisasi dan penurunan jumlah bakteri sehingga proses granulasi terjadi
secara maksimal. Penjelasan ini dapat dilihat seperti pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Efektifitas Metoda Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan luka skin graft pada pasien Luka Bakar Diruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014.
25
26
3.2 Variabel Penelitian dan Operasional Variabel
3.2.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2010).
a. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2010). Jadi, variabel
bebas dalam penelitian ini adalah metode perawatan dengan Vacum Assisted
closure (VAC) modifikasi.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono,2010). Jadi, variabel terikat dalam
penelitian ini adalah penyembuhan luka skin graft pada pasien luka bakar.
27
3.3 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.1 Definisi Operasional Efektifitas Metode Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan luka skin graft Pada Pasien Luka Bakar Diruang Burn Unit RSUP Sanglag Denpasar
Variabel Penelitian
Definisi Operasional Cara Ukur Hasil Ukur Skala
(Variabel bebas) Vacum Assisted closure (VAC)
Manajemen luka dengan menggunakan tekanan negatif atau tekanan sub-atmosfer di tempat luka. Menggunaan berupa vakum drainase membantu untuk menghilangkan darah atau cairan serosa (nanah) dari bagian luka
Observasi 1 = Ya0 = Tidak
Nominal
(Variabel terikat)
Penyembuhan skin graft
pada pasien luka bakar
Proses penyembuhan luka yang terjadi berdasarkan penilaian pada saat perawatan luka pertama dan kedua dengan aspek penilaian infeksi, teke graft
Observasi 1 = Sembuh0 = Tidak
sembuh
Nominal
Sub Variabel
1. Infeksi
2. Take graft
Ada tidaknya infeksi pada skin graft berdasarkan munculnya salah satu tanda infeksi
Menyatunya kulit dengan resipien
Observasi
Observasi
1= Tidak 0= Infeksi
1= Take 0= Tidak
Nominal
Nominal
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Metode Vacum Assisted closure (VAC)
efektif Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft pada Pasien Luka Bakar di RSUP
Sanglah Denpasar.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian pra eksperimental dengan desain
static group comparison. Terdapat kelompok eksperiment dan kelompok control.
Kelompok eksperiment menerima perlakuan (x) yang diikuti dengan observasi
(O1). Hasil observasi ini kemudian dibandingkan dengan hasil observasi pada
kelompok control yang tidak menerima intervensi (02) (Notoatmojo, 2005).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Metode Vacum
Assisted closure (VAC) Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft pada Pasien
Luka Bakar di RSUP Sanglah Denpasar. Rancangan ini dapat diilustrasikan
seperti Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Desain Penelitian static group comparison (Sumber: Notoatmodjo, 2005)Keterangan :
X = Perlakuan
O1 = nilai post test (setelah diberi perawatan luka skin graft menggunakan metode Vacum
assisted closure/ VAC) pada kelompok perlakuan
O2 = nilai post test (setelah diberi perawatan luka skin graft menggunakan metode Vacum
assisted closure/ VAC) pada kelompok kontrol
28
Kelompok eksperimen X 01
02Kelompok kontrol
Perlakuan Post test
PopulasiSeluruh pasien luka bakar yang menjalani skin graft di ruang Burn
Unit RSUP Sanglah Denpasar
SamplingNon probability sampling dengan teknik consecutive
sampling
SampelSeluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
Sampel non intervensi (dengan perawatan luka
konvensional)
Analisis DataUji statistik Proses Penyembuhan
Skin Graft pada Pasien Luka Bakar Dengan Metode Vacum Assisted closure (VAC) Modifikasi dengan mann-whitney test menggunakan
program SPSS for windows(Tk. Kepercayaan 95%, p< 0,05)
Penyajian Hasil Penelitian
Post TestObservasi adanya
tanda-tanda infeksi
Post TestObservasi adanya
tanda-tanda infeksi
Sampel intervensi(dengan perawatan luka menggunakan metode
VAC
29
4.2 Kerangka Kerja
Gambar 4.2 Efektifitas Metoda Vacum Assisted Closure Modifikasi Terhadap Penyembuhan Luka Skin Graft Pada Pasien Luka Bakar Diruan Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014
30
4.3 Tempat dan Waktu Penelitian
4.3.1 Karakteristik Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang Burn Unit RSUP Sanglah Denpasar. Hal
tersebut karena di ruang Burn Unit sejak enam bulan yang lalu pasien yang
dilakukan tindakan skin graft dirawat mengguanakan metode Vacum Assisted
closure (VAC) serta belum pernah dilakukan evaluasi.
4.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini akan dilakukan selama satu bulan, pada bulan Januari
2014.
4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian
4.4.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu
yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah Seluruh
pasien luka bakar yang menjalani skin graft di ruang Burn Unit RSUP Sanglah
Denpasar.
4.4.2 Unit Analisis atau Sampel
Unit analisis atau sampel dalam hal ini adalah satuan tertentu yang
diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Tim Penyusun PSIK, 2010). dalam
penelitian ini adalah seluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
31
eksklusi. Subyek penelitian ini ditetapkan berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
Pasien luka bakar yang dilakukan skin graft di ruang Burn Unit RSUP
Sanglah Denpasar
b. Kriteria Eksklusi
a) Adanya keganasan
b) Osteomylitis
c) Jaringan necrotic
4.4.3 Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan adalah Nonprobability Sampling dengan
teknik consecutive sampling yaitu pemilihan sempel dengan menetapkan subjek
yang memenuhi kriteria penelitian dimasukan dalam penelitian sampai kurun
waktu tertentu (Nursalam, 2001). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu seluruh populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
4.5.1 Jenis Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah data primer yaitu data hasil penilaian
(observasi) tingkat penyembuhan luka skin graft melalui munculnya tanda infeksi
atau tidak (suhu, jumlah leukosit,eksudat ), take graft pada pasien luka bakar
yang dilakukan tindakan skin graft di Unit Luka Bakar RSUP Sanglah Denpasar.
32
4.5.2 Cara Pengumpulan Data
Pengambilan data dilakukan melalui observasi dengan lembar observasi.
Data yang diambil adalah data pasien yang dilakukan tindakan skin graft dengan
perawatan menggunakan metode konvensional dan menggunakan metode VAC.
Pelaksanaan penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti, dibantu perawat di Unit
Luka Bakar. Alokasi waktu pengumpulan data sesuai dengan lama waktu
perawatan luka yang dilaksanakan. Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam
pengumpulan data yaitu:
a. Tahap Persiapan :
1) Mengajukan surat ijin penelitian yang dipersiapkan oleh institusi kepada
Direktur RSUP Sanglah Denpasar.
2) Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan sosialisasi pada teman/perawat
luka bakar tentang penelitian yang akan dilakukan
3) Melakukan pendekatan kepada pasien luka bakar yang mendapat tindakan
skin graft yang memenuhi kriteria inklusi dan memberikan penjelasan tentang
kegiatan yang akan dilakukan. Pasien menandatangani informed consent
(persetujuan) sebagai subjek penelitian.
4) Persiapan alat meliputi persiapan alat untuk perawatan luka dan persiapan alat
untuk memasang VAC sesuai dengan prinsip kerja serta lembar observasi
yang akan digunakan.
33
b. Tahap Pelaksanaan
Lakukan perawatan luka pasien skin graft dengan menggunakan 2 metode
perawatan luka yaitu metode perawatan luka konvensional dan metode VAC
sesuai prinsip kerja yang ada.
1) Lima hari kemudian dilakukan evaluasi luka skin graft dengan lembar
observasi yang telah disiapkan pada pasien yang dilakukan perawatan luka
dengan metode konvensional dan metode VAC.
2) Observasi ini akan dilakukan setiap kali perawatan luka.
3) Data yang telah terkumpul kemudian ditabulasi ke dalam matriks
pengumpulan data yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti.
4.6 Etika Penelitia
Selama penelitian, peneliti sangat memperhatikan etika penelitian antara lain :
4.6.1 Lembar Persetujuan (Informed Concent)
Lembar persetujuan diberikan pada subyek yang akan diteliti, tujuannya
adalah subyek mengetahui maksud dan tujuan peneliti serta dampaknya selama
pengumpulan data. Informed Concent akan diberikan kepada sampel.
4.6.2 Kerahasiaan (Confidentiality)
Semua informasi yang telah didapatkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti dan hanya data tertentu yang akan dilaporkan dalam hasil penelitian.
34
4.6.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
lembar observasi. Instrumen penelitian yang digunakan seperti pada Lampiran 6.
4.7 Pengolahan dan Analisis Data
4.7.1 Teknik Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul akan dikelompokkan berdasarkan variabel yang
ada, kemudian data diolah dengan cara antara lain :
a. Editing
Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh
atau yang dikumpulkan (Hidayat, 2007). Pada tahap ini peneliti memeriksa semua
data yang terkumpul dari setiap hasil observasi adanya tanda-tanda infeksi, take
graft.
b. Koding
Koding yaitu member kode dengan menggunakan angka atau huruf untuk
responden. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pengkodean:
1) 1= perawatan skin graft dengan VAC modifikasi
0= perawatan skin graft dengan konvensional
2) 1= tidak ada tanda-tanda infeksi
0= ada tanda-tanda infeksi
3) 1= take graft
0= tidak take graft
35
c. Processing/Entry
Entry data yaitu kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2007). Pada
tahap ini peneliti memasukkan semua data dan akan dipindahkan ke komputer
untuk dianalisis.
4.7.2 Teknik Analisis Data
a. Analisis Univariat
Teknik analisis data untuk menggambarkan atau mengidentifikasi data
dilakukan dengan analisis univariat menggunakan analisis deskriptif untuk
mencari persentasi
b. Analisis Bivariat
Teknik analisa data dalam penelitian ini, digunakan untuk mengidentifikasi
dan mengetahui perbedaan tingkat penyembuhan luka skin graft pada pasien yang
dirawat dengan VAC modifikasi dan pasien yang dirawat hanya dengan
perawatan luka konvensional. Untuk itu dilakukan analisis bivariat dengan
statistik inferensial non parametrik yaitu uji beda yang menggunakan uji chi-
kuadrat dan skala data yang digunakan adalah skala nominal. Semua proses ini
dilakukan dengan program computer.