-
ATRIBUSI PUBLIK TERHADAP KRISIS SEMBURAN LUMPUR DI SIDOARJO
(Studi Eksperimental Pengaruh Atribusi Publik atas Krisis Semburan Lumpur di Sidoarjo
terhadap Perilaku Menghukum dari Publik di Dusun Candi Sayang, Sidoarjo)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Public Relations
Oleh:
RIZKY IKA SAFITRI
0911220116
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
-
ii
Atribusi Publik Terhadap Krisis Lumpur Di Sidoarjo (Studi Eksperimental Pengaruh
Atribusi Publik Atas Krisis Lumpur di Sidoarjo Terhadap Perilaku Menghukum Dari
Publik Di Dusun Candi Sayang, Sidoarjo).
Rizky Ika Safitri
Rachmat Kriyantono dan Yuyun Agus Riani
ABSTRAKSI
Krisis dapat menjadi ancaman bagi setiap perusahaan dalam mempertahankan
reputasinya. Ketika krisis terjadi, beberapa publik akan mencari penyebab terjadinya
krisis sehingga proses ini disebut atribusi. Publik dapat mengetahui penyebab krisis
salah satunya melalui media massa dan nilai berita dalam pemberitaan dapat menjadi
pendukung atribusi publik. Atribusi yang dilakukan oleh publik dapat menentukan
bagaimana penilaian publik mengenai penanggung jawab krisis dan selanjutnya akan
berdampak pada perilaku menghukum publik terhadap organisasi yang bersangkutan.
Situational Crisis Communication Theory (SCCT) digunakan untuk mengkaji
penanggung jawab krisis, sedangkan Atttribution Theory digunakan untuk mengkaji
perilaku menghukum publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan metode eksperimental. Sebelum melakukan metode eksperimen, analisis isi
digunakan sebagai metode penelitian pendahuluan untuk meneliti nilai berita yang
akan digunakan pada metode eksperimen. Sampel yang dipilih adalah publik di
Dusun Candi Sayang, Sidoarjo. Teknik pengambilan data yang digunakan berupa
kuisioner. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster sampling.
Teknik analisis menggunakan one-way anova untuk melihat pengaruh pemberitaan
media massa dengan mean atribusi publik antara kelompok eksperimen (kelompok
pemberitaan positif, kelompok pemberitaan negatif) dan kelompok kontrol (tanpa
diberi pemberitaan).
Untuk mengetahui pengaruh pemberitaan sebagai perlakuan terhadap atribusi
publik digunakan indikator yang meliputi penyebab krisis dan penanggung jawab
krisis. Selain itu, pengaruh atribusi publik terhadap perilaku menghukum digunakan
perilaku menghukum oleh publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh signifikan pemberitaan terhadap atribusi masyarakat Dusun Candi Sayang,
Sidoarjo. Namun, atribusi tersebut mempengaruhi perilaku menghukum oleh publik
terhadap PT Lapindo Brantas sebagai pihak yang dinilai harus bertanggung jawab
atas terjadinya krisis.
Kata Kunci: Situational Crisis Communication Theory, Attribution Theory, Atribusi
Publik, Krisis, Perilaku Menghukum
-
iii
Public Attribution Against Crisis in Sidoarjo Mud Flow (Experimental Study of
Effects of Public Attribution Over Crisis In Sidoarjo Mud Flow Against Punishing
From the Public Behavior In Candi Sayang, Sidoarjo ).
Rizky Ika Safitri
Rachmat Kriyantono and Yuyun Agus Riani
ABSTRACT
Crisis can be a threat to any company in maintaining of reputation . When the crisis
happens, the publics will find out some of the causes of the crisis so that the process
is called attribution. The publics can find out the causes of crisis one of them through
the mass media and news value in reporting can be a supporter of publics attribution.
Attributions made by the publics to determine how the publics assessment of the
person of the crisis and will have an impact on the behavior of publics punish the
organization concerned. Situational Crisis Communication Theory (SCCT) is used to
assess the persons in charge of the crisis, while Atttribution Theory is used to
examine the punitive behavior of the publics. This study used a quantitative approach
with experimental method. Before conducting the experimental method, content
analysis is used as a method of preliminary research to examine the value of news
that will be used on the experimental method. The sample selected is a public Candi
Sayang Hamlet, Sidoarjo. Data collection technique is a questionnaire. The sampling
technique used cluster sampling. Engineering analysis using one-way ANOVA to see
the influence of the mass media to publics attribution between the experimental
groups (groups of positive news, negative news group) and control group (without
being given the news).
To determine the effect of treatment on the news as a publics attribution used
indicators include causes of the crisis and the person in charge of the crisis. In
addition, the influence of publics attribution to punish behavior used to punish
behavior by the publics. The results showed that there was no significant effect of the
news on the publics attribution Candi Sayang Hamlet, Sidoarjo. However, these
attribution influence behavior by punishing the publics against PT Lapindo Brantas as
a party is considered to be responsible for the occurrence of a crisis.
Keywords: Situational Crisis Communication Theory, Attribution Theory, Publics
Attribution, Crisis, Punitive Behavior
-
iv
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
dengan judul: Atribusi Publik Terhadap Krisis Lumpur di Sidoarjo (Studi
Eksperimental Pengaruh Atribusi Publik atas Krisis Lumpur di Sidoarjo
terhadap Perilaku Menghukum dari Publik di Dusun Candi Sayang, Sidoarjo).
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mencapai derajat Sarjana
Ilmu Komunikasi pada Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya. Atas
selesainya penyusunan skripsi ini, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
diberikan kepada:
1. Bapak Rachmat Kriyantono, Ph.D selaku dosen pembimbing utama dan Ibu Yuyun Agus Riani, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk teknis sehinga terselesaikannya laporan
ini.
2. Seluruh warga Dusun Candi Sayang, Sidoarjo yang bersedia menjadi objek penelitian ini.
3. Seluruh perangkat Dusun serta perangkat RT RW di Dusun Candi Sayang yang membantu dalam memberikan kemudahan menemui warga yang akan
dijadikan responden.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan. Semoga penelitian
ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
Malang, April 2014
Rizky Ika Safitri
-
v
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ................................................................................................................ ii
ABSTRACT ................................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 13
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 14
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 14
1.5 Pertimbangan Etis Penelitian ............................................................................ 15
BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................... 16 2.1 Teori Atribusi dalam Situasi Krisis .................................................................. 16
2.2 Teori Komunikasi Situasi Krisis (Situational Crisis Communication Theory) 18
2.3 Publik dan Sifat Relasinya dengan Organisasi ................................................. 23
2.4 Media Massa dan Krisis ................................................................................... 25
2.5 Studi Pendahuluan ............................................................................................ 28
2.6 Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 37
2.7 Hipotesis ........................................................................................................... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 44 3.1 Pendekatan Penelitian ....................................................................................... 44
3.2 Metode Penelitian ............................................................................................. 45
3.2.1 Metode Penelitian Pendahuluan .............................................................. 45
3.2.2 Metode Eksperimen ................................................................................. 46
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 48
3.4 Definisi Operasional ......................................................................................... 49
3.4.1 Metode Analisis Isi .................................................................................. 49
3.4.2 Metode Eksperimen ................................................................................. 52
3.5 Uji Validitas ...................................................................................................... 57
3.6 Uji Realibilitas .................................................................................................. 59
3.7 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ............................................ 62
3.7.1 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................... 62
3.7.2 Sampel dan Teknik Penarikan Sampel .................................................... 63
3.8 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 65
3.9 Teknik Analisis Data ........................................................................................ 66
3.9.1 Analisis Komparatif Ragam Satu Arah (One-Way Anova) .................... 66
3.9.2 Analisis Regresi Linier Sederhana .......................................................... 68
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 70 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian .................................................................. 70
4.2 Analisis Penelitian Pendahuluan ...................................................................... 72
4.2.1 Uji Reliabilitas ......................................................................................... 74
4.2.2 Makna Berita Lumpur di Sidoarjo pada Jawa Pos dan Kompas ............. 76
-
vi
4.3 Analisis Identitas Responden ............................................................................ 79
4.3.1 Jenis Kelamin .......................................................................................... 79
4.3.2 Usia .......................................................................................................... 80
4.3.3 Pekerjaan ................................................................................................. 80
4.4 Deskripsi Atribusi Publik ................................................................................. 81
4.4.1 Deskripsi Atribusi Publik Kelompok Eksperimen Positif ....................... 81
4.4.2 Deskripsi Atribusi Publik Kelompok Eksperimen Negatif ..................... 84
4.4.3 Deskripsi Atribusi Publik Kelompok Kontrol ........................................ 87
4.5 Deskripsi Perilaku Menghukum oleh Publik .................................................... 91
4.5.1 Deskripsi Perilaku Menghukum oleh Publik Kelompok Eksperimen
Positif ....................................................................................................... 91
4.5.2 Deskripsi Perilaku Menghukum oleh Publik Kelompok Eksperimen
Negatif ..................................................................................................... 92
4.5.3 Deskripsi Perilaku Menghukum oleh Publik Kelompok Kontrol .......... 92
4.6 Analisis Data..................................................................................................... 93
4.6.1 Ragam Satu Arah (One-Way Anova) ...................................................... 93
4.6.2 Analisis Regresi Linier Sederhana .......................................................... 98
4.7 Interpretasi Data ............................................................................................. 101
4.7.1 Tidak Terdapat Pengaruh Perlakuan terhadap Atribusi Publik ............. 101
4.7.2 Terdapat Pengaruh Atribusi Publik terhadap Perilaku Menghukum oleh
Publik ..................................................................................................... 107
BAB V PENUTUP ................................................................................................... 111 5.1 Simpulan ......................................................................................................... 111
5.2 Saran ............................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
vii
DAFTAR TABEL
TABEL 1 Variabel Penanggung Jawab Krisis ......................................................... 54
TABEL 2 Nilai Korelasi Variabel Penanggung Jawab Krisis.................................. 58
TABEL 3 Tingkat Reliabilitas.................................................................................. 60
TABEL 4 Hasil Pengujian Reliabilitas ..................................................................... 62
TABEL 5 Jumlah Penduduk di 15 Kecamatan pada Luar Area Peta Terdampak .... 73
TABEL 6 Pemberitaan Semburan Lumpur di Sidoarjo pada Jawa Pos dan Kompas
selama Januari Mei 2013 ...................................................................... 74
TABEL 7 Jumlah Persetujuan dan Ketidaksetujuan Antarkoder Mengenai Makna
Berita Lumpur di Sidoarjo pada Jawa Pos dan Kompas selama Januari-
Mei 2013 .................................................................................................. 75
TABEL 8 Pengkuadratan Proporsi Total Berita Hasil Antarkoder I dan II ............. 75
TABEL 9 Pengkuadratan Proporsi Total Berita Hasil Antarkoder I dan III ............ 80
TABEL 10 Jenis Kelamin Responden ........................................................................ 80
TABEL 11 Usia Responden ........................................................................................ 81
TABEL 12 Pekerjaan Responden. .............................................................................. 82
TABEL 13 Atribusi Penyebab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Positif ................ 82
TABEL 14 Atribusi Penyebab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Positif ................ 83
TABEL 15 Penanggung Jawab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Positif ............... 83
TABEL 16 Penanggung Jawab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Positif .............. 84
TABEL 17 Atribusi Penyebab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Negatif ............... 85
TABEL 18 Atribusi Penyebab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Negatif ............... 85
TABEL 19 Penanggung Jawab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Negatif .............. 86
TABEL 20 Penanggung Jawab Krisis oleh Kelompok Eksperimen Negatif .............. 87
TABEL 21 Atribusi Penyebab Krisis oleh Kelompok Kontrol .................................. 88
TABEL 22 Atribusi Penyebab Krisis oleh Kelompok Kontrol .................................. 88
TABEL 23 Penanggung Jawab Krisis oleh Kelompok Kontrol ................................. 89
TABEL 24 Penanggung Jawab Krisis oleh Kelompok Kontrol ................................. 91
TABEL 25 Perilaku Menghukum oleh Kelompok Eksperimen Positif ...................... 92
TABEL 26 Perilaku Menghukum oleh Kelompok Eksperimen Negatif .................... 92
TABEL 27 Perilaku Menghukum oleh Kelompok Kontrol ........................................ 94
TABEL 28 Nilai Sig. One-Way Anova ...................................................................... 96
TABEL 29 Nilai F One-Way Anova .......................................................................... 96
TABEL 30 Regresi Linier Atribusi Internal ............................................................... 98
TABEL 31 Regresi Linier Atribusi Eksternal ........................................................... 100
-
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Code Book
Lampiran B Kuisioner Penelitian
Lampiran C Data Tabulasi Nilai
Lampiran D Uji Validitas
Lampiran E Uji Reliabilitas
Lampiran F Uji One-Way Anova
Lampiran G Uji Regresi Linier Atribusi Internal
Lampiran H Uji Regresi Linier Atribusi Eksternal
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Krisis merupakan hal yang sering dialami oleh banyak perusahaan besar
maupun perusahaan kecil. Krisis dapat menjadi ancaman bagi setiap perusahaan
dalam mempertahankan reputasinya. Menurut Spillan (dalam An-Sofie Claeys,
Verolien Cauberghe, dan Patrick Vyncke Barton, 2010) tidak ada organisasi yang
terhindar dari krisis selama hidup. Barton dikutip Coombs (2007) menyatakan
perubahan yang terjadi akibat krisis juga dapat mempengaruhi bagaimana
stakeholder berinteraksi dengan perusahaan. Namun, di sisi lain krisis dapat
dimanfaatkan perusahaan untuk tujuan yang positif. Manajemen krisis yang baik akan
meningkatkan citra perusahaan dalam persaingan bisnis yang dijalankan. Sebaliknya,
manajemen krisis yang buruk akan menurunkan citra perusahaan terutama jika krisis
tersebut memiliki dampak buruk yang cukup luas pada masyarakat tentu citra dan
reputasi perusahaan menjadi taruhannya.
Definisi krisis menurut Davlin dikutip Kriyantono (2012a, h. 171) adalah
sebuah situasi yang tidak stabil dengan berbagai kemungkinan menghasilkan hasil
yang tidak diinginkan. Jika organisasi mengalami situasi krisis, maka prosedur-
prosedur normal tidak dapat berjalan dengan baik. Organisasi akan mengalami situasi
berbeda sehingga menyebabkan beberapa hal akan berubah secara spontan. Situasi
seperti ini jika tidak segera ditangani dengan cepat dan tepat akan memberikan
dampak yang negatif terhadap organisasi.
-
2
Tanggung jawab manajemen krisis terhadap reputasi perusahaan sangat
dibutuhkan. Salah satunya adalah komunikasi krisis. Penelitian komunikasi krisis
telah ditulis oleh banyak praktisi dan muncul di beberapa jurnal penelitian praktis
(Coombs, 2010, h. 23). Kemudian penelitian ini dimasukkan dalam penelitian
akademis karena dibutuhkan penyelesaian masalah dalam komunikasi krisis.
Walaupun penelitian komunikasi krisis dilakukan pada studi manajemen, namun
penelitian komunikasi krisis juga dapat dilakukan pada studi komunikasi dan public
relations. Penelitian di public relations dan di studi komunikasi membuat komunikasi
krisis menjadi poin utama dalam penelitian manajemen krisis (Coombs, 2010, h. 23)
sehingga penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian komunikasi.
Beberapa literatur mengenai komunikasi krisis juga telah dipublikasikan dalam
Public Relations Review dan Journal of Public Relations Research (Coombs dan
Holladay, 2009). Salah satunya adalah W. Timothy Coombs yang terus melakukan
kajian mengenai komunikasi krisis dan Situational Crisis Communication (Coombs,
2007; Coombs dan Holladay, 2009). Pada dasarnya komunikasi krisis fokus pada
kategori krisis atau respon krisis, seperti apa yang harus dikatakan dan dilakukan
organisasi setelah krisis (Coombs, 2010, h. 20). Metode yang banyak digunakan pada
penelitian komunikasi krisis adalah studi kasus. Perkembangan terakhir dari teori
komunikasi krisis mengarahkan munculnya Situational Crisis Communication Theory
(SCCT) untuk melakukan penelitian komunikasi krisis secara spesifik.
Situational Crisis Communication Theory (SCCT) atau Teori Situasional
Komunikasi Krisis mulai dikembangkan oleh W. Timothy Coombs pada tahun 1995
-
3
(Coombs, 2010, h. 38). Premis yang dibangun dari teori ini adalah krisis merupakan
kejadian yang negative dan tak terduga, sehingga stakeholder akan membuat atribusi
mengenai tanggung jawab krisis, dan kemudian atribusi tersebut akan mempengaruhi
bagaimana stakeholder berinteraksi dengan organisasi dalam situasi krisis (Coombs
dan Holladay, dalam Coombs, 2010, h. 39). Namun selama ini, sebagian besar
penelitian lebih berpusat pada persepsi organisasi (Choi & Lin, dalam Kriyantono,
2012b). Maka dari itu, penelitian ini memilih berfokus pada atribusi publik. Publik
yang dipilih adalah publik yang masuk dalam kategori aware public, yaitu publik
yang menyadari adanya krisis namun hanya pada batas mencari informasi mengenai
krisis tersebut. Masyarakat di luar peta area terdampak termasuk dalam aware public
karena mereka secara tidak langsung terkena dampak akibat krisis yang terjadi
sehingga mereka mencari informasi mengenai krisis demi kepentingan mereka.
Pemilihan atribusi publik dalam penelitian sehingga penelitian ini menerapkan
metode kuantitatif untuk mendapat informasi yang lebih rinci karena tampaknya ada
sedikit penelitian kualitatif yang berpusat pada pendekatan publik (Moffitt, dalam
Kriyantono, 2012b).
Beberapa penelitian SCCT telah dilakukan pada krisis yang terjadi di Indonesia.
Kriyantono (2012b) menggunakan SCCT untuk mengukur reputasi perusahaan
selama krisis semburan lumpur yang mengaitkan perusahaan Lapindo. Hasilnya
adalah perusahaan harus menangani dengan baik dampak krisis terhadap para korban
dan harus memastikan bahwa tidak ada orang di luar perusahaan yang menderita
secara fisik dan psikologis. Perusahaan juga harus menyampaikan informasi dengan
-
4
cepat tentang apa yang orang harus lakukan dan memberikan kompensasi, daripada
menghabiskan waktu untuk membuktikan bahwa perusahaan tidak bersalah
(Kriyantono, 2012b). Meskipun penyebab letusan belum ditentukan, masyarakat
mengaitkan penyebab itu ke sebuah kesalahan pengeboran. Persepsi mampu
mempengaruhi realitas dan menciptakan kenyataan. Krisis dapat dibangun sebagai
sesuatu yang baik atau buruk, tergantung pada bagaimana persepsi orang
(Kriyantono, 2012b).
Jika penelitian Kriyantono (2012b) menggunakan pendekatan etnografi dan
dilakukan pada dua diskusi kelompok terfokus (12 orang) dan wawancara mendalam
dengan korban (10 informan) sebagai data primer, maka penelitian Wulandari (2011)
melakukan penelitian mengenai pengaruh tanggung jawab krisis terhadap perusahaan
menggunakan metode survei. Tujuan penelitian ini adalah menemukan korelasi antara
bentuk tanggung jawab krisis perusahaan bagi pemulihan reputasi. Analisis penelitian
menggunakan metode survei responden yang berisi tiga perlakuan kejadian krisis dan
dilakukan pada eksekutif manajemen public relations pada perusahaan riil dan jasa di
Jakarta. Hipotesis dalam penelitian ini adalah tanggung jawab organisasi berpengaruh
terhadap reputasi perusahaan. Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan tiga
perlakuan tipe kejadian krisis, mulai dari kejadian krisis yang meninggalkan masalah
(RS Omni Internasional), kejadian krisis yang tidak meninggalkan masalah (PT
Nutrifood), dan kejadian krisis akibat faktor eksternal (PT Lapindo).
Berkaitan dengan tipe kejadian krisis, maka hasil penelitian menunjukkan
bahwa perusahaan yang mengalami krisis berkelanjutan tidak memiliki kemampuan
-
5
yang baik dalam memilih tanggung jawab krisis yang berpengaruh pada reputasi,
perusahaan yang tidak mengalami krisis berkelanjutan memiliki kemampuan yang
baik dalam memilih tanggung jawab krisis sebagai upaya pemulihan reputasi dan
pada perusahaan yang mengalami kejadian akibat faktor eksternal cenderung
memiliki pilihan tanggung jawab krisis yang sudah baik sebagai upaya memperbaiki
reputasi (Wulandari, 2011). Seperti yang dijelaskan oleh Coombs (2007) bahwa
ketika dalam situasi krisis, manajer krisis harus dapat menentukan strategi respon
krisis yang dapat memaksimalkan perlindungan reputasi.
SCCT sebagai teori yang digunakan dalam membuat strategi respon krisis
mengacu pada metode eksperimental dan teori psikologi-sosial dan melakukan
pengujian hipotesis terkait dengan bagaimana persepsi situasi krisis mempengaruhi
respon krisis dan pengaruh respon krisis terhadap reputasi, emosi, dan niat pembelian
produk (Coombs, 2007, h. 137). Penelitian Kriyantono (2012b) dan Wulandari
(2011) memiliki kesamaan, yaitu membahas krisis semburan lumpur di Sidoarjo
dengan Situational Crisis Communication Theory (SCCT). Semburan lumpur di
Sidoarjo merupakan salah satu krisis di Indonesia yang hingga saat ini belum
terselesaikan dengan baik atau masih meninggalkan masalah. Sesuai Duke &
Masland dan Kouzmin yang dikutip oleh Kriyantono (2012a, h. 172) menekankan
bahwa krisis sebagai situasi yang menyebabkan kerusakan-kerusakan fisik dan
nonfisik, seperti peristiwa yang membahayakan jiwa manusia (meninggal atau luka-
luka) dan merusak sistem organisasi dan lingkungan secara keseluruhan, khususnya
-
6
bagi korban. Definisi ini sesuai dengan peristiwa semburan lumpur yang terjadi di
Sidoarjo, Jawa Timur yang menyebabkan kerusakan fisik maupun nonfisik.
Kriyantono (2012b) menyatakan bahwa manajemen krisis yang dilakukan oleh
PT. Lapindo Brantas berlangsung tidak efektif sehingga menimbulkan perkembangan
krisis yang semakin buruk. Perusahaan yang lebih fokus menjaga reputasi
perusahaan menjadi alasan lain penyebab Lapindo masih mengalami krisis.
It would be irresponsible to begin crisis communication by focusing on the
organizations reputation. To be ethical, crisis managers must begin their efforts by using communication to address the physical and phsychological concern of the
victims. (Coombs, 2007, h. 165)
Tidak hanya strategi respon krisis yang diperlukan dalam situasi krisis. Namun,
manajer krisis juga perlu melihat bagaimana berbagai faktor dalam krisis dapat
mempengaruhi atribusi publik terhadap krisis (Coombs dan Holladay, 2010, h. 181).
Pada kasus semburan lumpur, permasalahan sosial pada korban tidak menjadi
prioritas perusahaan tetapi Lapindo terus berusaha membuktikan bahwa penyebab
terjadinya semburan lumpur bukanlah perusahaan. Sikap perusahaan ini kemudian
menimbulkan atribusi publik mengenai peristiwa semburan lumpur di Sidoarjo.
Atribusi dibutuhkan dalam situasi krisis karena atribusi merupakan bagaimana
individu mempersepsi sumber krisis (Kriyantono, 2012a, h. 292). Attribution
Theory atau Teori Atribusi menjelaskan bagaimana kita mengetahui penyebab
perilaku kita sendiri dan orang lain (Ardianto, 2010, h. 109). Teori Atribusi
merupakan teori pada bidang psikologi. Namun, kemudia teori ini diterapkan sebagai
panduan penelitian komunikasi krisis (Coombs, 2007). Karakteristik kunci dari
-
7
Teori Atribusi yang dijelaskan Bernard Weiner adalah kebutuhan seseorang untuk
mencari penyebab suatu event. Di sisi lain, kunci dari krisis adalah mereka tidak
terduga dan negatif. Alasan inilah yang kemudian menghubungkan krisis dan Teori
Atribusi (Coombs, 2007) sehingga Teori Atribusi dapat digunakan dalam bidang
komunikasi khususnya pada penelitian komunikasi krisis. Penelitian ini
mengaplikasikan Teori Atribusi sebagai dasar untuk melihat pengaruh atribui publik
terhadap perilaku menghukum publik terhadap pihak yang bertanggung jawab atas
krisis.
Penelitian yang mengaplikasikan Teori Atribusi dalam komunikasi krisis adalah
penelitian mengenai krisis di Korea Selatan (Jeong, 2009). Penelitian yang
menggunakan metode kuantitatif ini melihat bagaimana respon publik terhadap
perusahaan Samsung, perusahaan yang mengalami kecelakaan tumpahan minyak.
Penelitian yang dilakukan pada 180 orang dewasa di Korea Selatan ini menemukan
bahwa atribusi publik dapat mempengaruhi opini menghukum dan perilaku
menghukum publik terhadap Samsung (Jeong, 2009). Selain itu, penelitian ini juga
menerapkan SCCT untuk mengukur pengaruh informasi yang diberikan terhadap
atribusi publik mengenai jenis penanggung jawab krisis. Hasilnya, penelitian ini
menemukan bahwa kekhasan informasi dapat mempengaruhi atribusi tentang
penyebab krisis adalah perusahaan dan publik memberikan opini menghukum serta
perilaku menghukum kepada perusahaan (Jeong, 2009). Studi ini memberikan
kontribusi untuk komunikasi krisis, hubungan masyarakat, dan penelitian opini publik
dengan menerapkan Teori Atribusi untuk menjelaskan tanggapan hukuman publik
-
8
untuk aktor perusahaan dan dengan menghubungkan Teori Atribusi dan SCCT
(Jeong, 2009). Penelitian ini membuktikan bahwa Teori Atribusi yang digunakan
dalam penelitian psikologi dapat dilakukan pada penelitian studi komunikasi
khususnya komunikasi krisis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian komunikasi krisis
dilakukan dengan metode studi kasus. Namun kemudian metode penelitian
komunikasi krisis berkembang menjadi penelitian yang menggunakan metode
eksperimen (Coombs & Holladay, 2009). Penelitian eksperimen digunakan untuk
melihat bagaimana orang merasakan krisis, bagaimana strategi krisis mempengaruhi
persepsi stakeholder dan bagaimana faktor-faktor tersebut membentuk organisasi
dalam krisis (Coombs & Holladay, 2009). Seperti penelitian Jeong (2009) yang
menggunakan metode eksperimen. Metode ini diterapkan pada 180 responden dewasa
di Korea Selatan. Metode eksperimental post-test only pada penelitian Jeong (2009)
dilakukan melalui new media atau internet. Perlakuan beserta kuisioner dikirimkan
kepada responden melalui masing-masing email responden. Perlakuan atau perlakuan
yang diberikan tiga kelompok yang berbeda, yaitu masing-masing adalah kelompok
yang diberi informasi positif (kegiatan CSR perusahaan Samsung), kelompok yang
diberi informasi negatif (kecelakaan tumpahan miyak), dan kelompok yang tidak
diberi informasi.
Antara tahun 1987 2008 terdapat 17 penelitian eksperimental mengenai
komunikasi krisis yang menggunakan media cetak sebagai stimuli atau perlakuan dan
diterbitkan dalam Public Relations Review dan Journal of Public Relations Research
-
9
(Coombs & Holladay, 2009). Menurut Coombs & Holladay (2009) banyak orang
menerima informasi atau berita melalui media cetak. Penelitian yang dilakukan oleh
Coombs & Holladay (2009) menggunakan metode eksperimen post-test only kepada
mahasiswa yang dibagi menjadi empat kelompok dan dilakukan di dalam kelas.
Empat kelompok tersebut mendapat perlakuan berupa informasi sebelum terjadi
ledakan kimia di Marcus Oil terjadi, informasi saat terjadi ledakan, dan informasi
sesudah terjadi ledakan yang dimuat di media cetak, News Reuters dengan perbedaan
isi berita, yaitu berita yang menunjukkan simpati perusahaan dan kompensasi yang
diberi perusahaan. Sedangkan kedua kelompok lainnya diberi stimuli berupa
informasi sebelum terjadi ledakan kimia di Marcus Oil terjadi, informasi saat terjadi
ledakan, dan informasi sesudah terjadi ledakan pada pemberitaan di televisi, TV
Lokal dengan perbedaan isi berita, yaitu berita yang menunjukkan simpati perusahaan
dan kompensasi yang diberi perusahaan (Coombs & Holladay, 2009).
One-way anova digunakan untuk mengukur pengaruh stimuli terhadap respon
publik terhadap krisis. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa stimuli yang diberikan
antara berita di media cetak dan televisi tidak memberikan pengaruh yang signifikan
sehingga kedua dapat digunakan dalam komunikasi krisis kepada publik (Coombs &
Holladay, 2009). Penelitian eksperimental lain dalam komunikasi krisis dilakukan
oleh An-Sofie Claeys, Verolin Cauberghe, dan Patrick Vyncke (2010). Penelitian
yang dilakukan pada 316 responden ini dibagi dalam sembilan kelompok stimuli.
Masing-masing kelompok diberi tiga berita dan dilakukan dengan dua kali pre-test.
Seperti penelitian Jeong (2009), penelitian ini juga memberikan perlakuan beserta
-
10
kuisioner melalui new media atau secara online. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa dengan mencocokkan jenis krisis dengan tanggapan krisis tidak menyebabkan
persepsi yang lebih positif mengenai reputasi. Hasil ini ternyata bertentangan dengan
temuan Coombs dan Holladay (dalam Claeys dkk, 2010), yaitu menurut tipologi
SCCT kita dapat memanipulasi jenis krisis melalui penilaian tanggung jawab krisis.
Tidak hanya itu, penelitian dengan metode eksperimental ditujukan untuk
mengerti bagaimana berbagai elemen dalam krisis mempengaruhi persepsi orang
terhadap krisis dan reaksi terhadap usaha komunikasi krisis (Coombs & Holladay,
2010). Manipulasi yang digunakan adalah 4 kelompok dengan dua kelompok jenis
krisis (kecelakaan dan penarikan produk) dan dua kelompok tipe kesalahan
(kesalahan manusia dan kesalahan teknik). Kecelakaan industri kilang minyak, Tosco
di California menjadi manipulasi pada jenis krisis kecelakaan, sedangkan krisis botol
air Perrier yang mengandung zat kimia berbahaya dijadikan manipulasi pada jenis
krisis penarikan produk. Terdapat perbedaan yang signifikan tentang bagaimana
stakeholder menerima situasi krisis antara kedua jenis krisis dan jenis kesalahan.
Sebagian besar responden membuat atribusi bahwa perusahaan merupakan pihak
yang menyebabkan terjadinya krisis sehingga perusahaan sebaiknya bertanggung
jawab atas krisis akibat kesalahan manusia daripada krisis yang diakibatkan oleh
kesalahan teknik (Coombs & Holladay, 2010).
Berdasarkan penjelasan penelitian-penelitian sebelumnya, kesamaan penelitian
eksperimen tentang respon krisis, banyak menggunakan media cetak sebagai
perlakuan karena banyak orang menerima berita melalui media cetak (Coombs &
-
11
Holladay, 2009). Pfau dan Wan (dalam Coombs & Holladay, 2009) mengambarkan
jika orang menerima berita dari televisi maka orang akan fokus pada sumber pesan,
sedangkan jika orang menerima berita melalui media cetak maka orang akan fokus
pada isi pesan sehingga pesan di media cetak akan lebih mudah diproses. Kesamaan
lain yang terdapat pada penelitian-penelitian sebelumnya, yaitu sebagian besar
penelitian menggunakan lebih dari dua kelompok dalam metode eksperimental yang
dilakukan. Sehingga, diperlukan perhitungan one-way anova untuk mengukur
pengaruh perlakuan pada lebih dari dua kelompok. Terbukti pada beberapa penelitian
sebelumnya, sebagian besar menggunakan rumus one-way anova untuk menghitung
pengaruh perlakuan yang diberikan pada responden (Coombs & Holladay, 2009;
Jeong, 2009; Coombs & Holladay, 2010; Claeys dkk, 2010).
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, berbagai studi dalam
masing-masing kajian komunikasi krisis, Teori Atribusi dan SCCT telah banyak
dilakukan. Namun dari temuan yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti belum
menemukan kajian komunikasi krisis di Indonesia yang diteliti dengan SCCT dan
Teori Atribusi secara bersamaan dalam kajian komunikasi. Krisis yang dipilih adalah
krisis semburan lumpur di Sidoarjo karena sesuai dengan tahapan isu, isu krisis
semburan lumpur ini masuk dalam kategori dormant stage issue. Ketika isu berada
dalam tahapan resolution (dormant stage) maka pada dasarnya organisasi telah
mampu mengatasi isu dengan baik (setidaknya, publik puas karena pertanyaan-
pertanyaan seputar isu dapat terjawab, pemberitaan oleh media mulai menurun,
perhatian masyarakat juga menurun, salah satu karena berjalannya waktu, ada solusi
-
12
dari organisasi atau pemerintah), sehingga isu diasumsikan telah berakhir
Kriyantono (2012a, 161). Namun, kemudian kondisi seperti itu dapat memunculkan
kembali isu yang sama karena masih ada ketidakpuasan publik terhadap penyelesaian
krisis. Hal ini dibuktikan dengan belum terselesaikannya pembayaran ganti rugi
korban hingga pada sidang kabinet paripurna, 14 Februari 2013, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono kembali mengingatkan PT. Lapindo Brantas untuk segera
menyelesaikan kewajibannya untuk penanganan korban bencana lumpur di Sidoarjo
(Jibi, 2013).
Masyarakat di luar peta area terdampak termasuk dalam publik yang memiliki
keterkaitan terhadap krisis semburan lumpur di Sidoarjo. Hal ini karena publik
tersebut masuk dalam kategori aware public, yaitu jika kelompok tersebut kemudian
menyadari dan dapat mengidentifikasi suatu permasalahan (isu) maka kelompok
tersebut berkembang (Grunig dalam Kriyantono, 2012a, h. 231). Publik di RW I,
Dusun Candi Sayang, Sidoarjo termasuk dalam kategori aware public karena mereka
terkena dampak tidak langsung sehingga termasuk dalam publik yang menyadari
adanya isu namun hanya pada batas mencari informasi. Pemilihan responden ini
untuk melakukan aplikasi SCCT dan Teori Atribusi dengan menggunakan metode
eksperimental dan desain posttest only, artinya hasil hanya dilihat setelah responden
mendapat perlakuan dan kemudian dibandingkan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Peneliti menyajikan perlakuan berupa informasi melalui media
cetak, yaitu surat kabar dan belum ada yang meneliti persepsi (atribusi) publik
-
13
mengenai penyebab dan tanggung jawab krisis Lapindo dengan analisis SCCT dan
Teori Atribusi
Atribusi publik tidak hanya berdasarkan pengalaman namun juga berkaitan
dengan media massa, khususnya media cetak. Menurut Weitzer & Kubrin (2004, h.
499), terpaan oleh media kemungkinan akan semakin besar jika persepsi orang
mengenai dunia nyata sesuai dengan apa yang sering digambarkan media. SCCT
digunakan dalam penelitian ini untuk menjelaskan klaster atau jenis penanggung
jawab krisis oleh perusahaan sedangkan Teori Atribusi digunakan dalam penelitian
ini untuk menjelaskan sikap perilaku menghukum oleh publik terhadap perusahaan
setelah mengetahui jenis penanggung jawab krisis. Sehingga peneliti ingin melakukan
penelitian yang berjudul Atribusi Publik Terhadap Krisis Lumpur di Sidoarjo (Studi
Eksperimental Pengaruh Atribusi Publik atas Krisis Lumpur di Sidoarjo Terhadap
Perilaku Menghukum dari Publik di Dusun Candi Sayang, Sidoarjo).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh jenis pemberitaan tentang Lapindo terhadap atribusi
publik mengenai klaster aktor yang bertanggung jawab atas krisis lumpur di
Sidoarjo pada kelompok eksperimen positif, kelompok eksperimen negatif,
dan kelompok kontrol?
2. Bagaimana pengaruh atribusi publik terhadap perilaku menghukum dari
publik terhadap perusahaan?
-
14
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengkaji pengaruh jenis pemberitaan tentang Lapindo terhadap
atribusi publik mengenai klaster aktor yang bertanggung jawab atas
krisis lumpur di Sidoarjo berdasarkan Situational Crisis Communication
Theory (SCCT).
2. Untuk mengkaji pengaruh atribusi publik terhadap perusahan sehingga
menimbulkan perilaku menghukum dari publik terhadap perusahaan
yang terlibat dalam krisis lumpur di Sidoarjo berdasarkan Attribution
Theory.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini mengaplikasikan dua teori.Teori Situational Crisis
Communication diharapkan mampu mengkaji pengaruh pemberitaan Lapindo
terhadap atribusi publik tentang penanggung jawab krisis lumpur di Sidoarjo.
Sementara itu, Teori Atribusi diharapkan mampu mengkaji atribusi danperilaku
menghukum publik terhadap perusahaan yang terlibat dalam krisis lumpur di
Sidoarjo setelah adanya atribusi yang diperoleh oleh publik itu sendiri.
2. Manfaat Praktis
Hasil analisis atribusi publik mengenai aktor yang bertanggung jawab atas
krisis lumpur di Sidoarjo diharapkan mampu membantu perusahaan dalam
menyusun strategi manajemen krisis yang lebih efektif sehingga berdampak
-
15
baik pada reputasi perusahaan tanpa mengorbankan kepentingan
korban.Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Public Relations PT.
Lapindo Brantas dalam melakukan langkah-langkah terkait guna
memaksimalkan faktor-faktor program kehumasan mereka lebih efektif dalam
menjangkau khalayak. Hasil penelitian ini akan direkomendasikan kepada
perusahaan sebagai informasi tentang kondisi publik terkait krisis lumpur.
1.5 Pertimbangan Etis Penelitian
Semua partisipan (responden) dalam penelitian ini diminta untuk membaca dan
memahami surat keterangan penelitian yang berisi mengenai hak-hak responden
selama berpatisipasi dalam penelitian ini. Mereka menandatangani formulir
persetujuan ketika mereka setuju untuk menjadi responden. Selain itu, peneliti
memberikan kesempatan kepada responden untuk dapat menarik diri dari partisipasi
mereka dalam penelitian ini kapan pun dan tanpa denda apa pun.
Responden diberi informasi mengenai tujuan penelitian dan menjamin bahwa
respon mereka hanya akan digunakan untuk tujuan penelitian dan bahwa kerahasiaan
mereka akan dijaga. Namun, responden diminta untuk memberikan beberapa
informasi pribadi termasuk nama, usia, pekerjaan, dan aspek demografis yang
kerahasiaannya tetap dijaga. Alat instrument tersebut akan disimpan di lokasi yang
aman, yaitu dalam komputer pribadi yang hanya dapat diakses oleh peneliti melalui
password sampai penelitian telah selesai dan skripsi ini telah disampaikan dan
disetujui.
-
16
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Atribusi dalam Situasi Krisis
Dua sifat utama dari krisis adalah mereka tak terduga dan negatif (Coombs,
2006). Sedangkan karakteristik Teori Atribusi yang dikemukakan oleh Bernard
Weiner adalah kebutuhan masyarakat untuk mencari penyebab suatu peristiwa
(Weiner dalam Coombs, 2006). Karakteristik tersebut yang menghubungkan krisis
dengan Teori Atribusi. Publik akan membuat atribusi tentang penyebab krisis dan
mereka menilai tanggung jawab krisis tersebut, apakah krisis akibat dari faktor
situasional (bencana alam) atau sesuatu yang sengaja dilakukan oleh organisasi.
Publik membuat atribusi tentang tanggung jawab krisis dan perilaku untuk
organisasi (Coombs & Holladay dalam Coombs, 2006). Jika organisasi dianggap
bertanggung jawab, maka reputasinya terancam. Dampaknya, para pemangku
kepentingan (stakeholder) dapat memutuskan hubungan atau membuat negative
word-of-mouth. Organisasi memiliki kepentingan untuk mencegah salah satu dari dua
hasil negatif.
Teori Atribusi merupakan kerangka penting untuk memahami mengapa orang
mendukung suatu stigma dan terlibat dalam perilaku diskriminatif. Atribusi
seseorang tentang penyebab dan pengendalian suatu situasi dapat menyebabkan
reaksi emosional yang mempengaruhi kesediaan mereka untuk membantu dan
kemungkinan mereka untuk menghukum (Littlejohn, 2009, h. 62). Jika Anda
-
17
menganggap bahwa krisis yang dialami seseorang akibat dari kesalahan yang mereka
lakukan maka orang lain cenderung bereaksi marah daripada menawarkan bantuan.
Atribusi publik tentang penyebab krisis dapat menyebabkan prasangka dan
diskriminasi.
Teori Atribusi Wiener dibangun pada premis bahwa orang perlu untuk
menetapkan tanggung jawab untuk suatu event. Kebanyakan ahli setuju bahwa krisis
adalah negatif dan tak terduga. Bila dihubungkan dengan Teori Atribusi, maka
ancaman krisis sebagian besar adalah bagaimana publik menilai penanggung jawab
krisis, bersimpati atau cenderung menyalahkan. Coombs (dikutip Coombs, 2007)
menjelaskan manajer harus mengevaluasi situasi untuk menentukan respon krisis
yang terbaik untuk situasi. Penelitian pertama dari komunikasi krisis muncul dalam
literatur manajemen pada 1980-an. Mowen (dalam Coombs, 2006) adalah di antara
yang pertama membicarakan gagasan respon krisis secara sistematis. Mowen juga
memulai konsep yang penting untuk menggunaan Teori Atribusi dalam komunikai
krisis. Selain itu, Bradford dan Garrett (dalam Coombs, 2006) mengembangkan
sebuah model, yang berbasis pada Teori Atribusi, yang dirancang untuk menjelaskan
respon krisis yang dipilih harus berdasarkan sifat dari krisis etika. Teori Atribusi kini
telah diterapkan untuk berbagai jenis krisis.
Teori Atribusi menyediakan dasar pemikiran untuk hubungan antara banyak
variabel yang nantinya akan digunakan dalam SCCT. SCCT memprediksi ancaman
reputasi akibat krisis dan untuk membuat strategi respon krisis untuk melindungi
reputasi. Melalui pernyataan mengenai sifat utama dari krisis dan atribusi maka wajar
-
18
apabila kita menghubungkan krisis dengan Teori Atribusi. Stakeholder akan membuat
atribusi tentang penyebab krisis dan mereka akan menilai siapa yang bertanggung
jawab atas krisis tersebut. Jika mereka menilai organisasi adalah pihak yang dianggap
bertanggung jawab maka kemungkinan mereka akan menghukum. Sebaliknya, jika
bukan organisasi penyebabnya maka kemungkinan mereka akan memberi bantuan.
Sehingga Teori Atribusi digunakan dalam penelitian ini karena sesuai untuk menilai
perilaku menghukum oleh publik terhadap pihak yang dianggap bertanggung jawab
atas krisis. Jeong (2009) juga menggunakan Teori Atribusi untuk menilai opini
menghukum dan perilaku menghukum dari publik terhadap Samsung, perusahaan
yang mengalami krisis tumpahan minyak di Korea Selatan.
2.2 Teori Komunikasi Situasi Krisis (Situational Crisis Communication Theory)
Situational Crisis Communication Theory atau SCCT merupakan teori yang
digagas oleh W. Timothy Coombs (Coombs, 2007). Teori ini bertujuan untuk
menjelaskan mekanisme antisipasi bagaimana stakeholder bereaksi terhadap krisis
untuk melindungi reputasi organisasi akibat krisis tersebut. Tujuan lain teori ini
adalah untuk menjelaskan reaksi publik terhadap sebuah krisis dan strategi krisis
yang dibuat oleh praktisi Public Relations (Kriyantono, 2012, h. 246). SCCT
merupakan perluasan dari Teori Atribusi sehingga kedua teori ini memiliki
keterkaitan dalam menganalisis sebuah krisis organisasi.
Publik pada dasarnya memiliki atribusi-atribusi mengenai sebuah krisis yang
terjadi dalam organisasi. Atribusi publik muncul akibat tindakan dan perkataan
manajemen dalam menyelesaikan krisis. Teori ini menegaskan bagaimana sebuah
-
19
organisasi seharusnya lebih berkonsentrasi terhadap apa yang menimpa korban
daripada fokus pada reputasi organisasi (Coombs, 2007). Claeys dkk (2010)
mengungkapkan bahwa organisasi yang melakukan permintaan maaf sebagai salah
satu strategi respon krisis mampu membangun kembali reputasi secara efektif
dibandingkan dengan menyangkal atau bertahan. Tanggung jawab organisasi
terhadap korban akibat krisis akan mempengaruhi atribusi publik terhadap reputasi
perusahaan. Kriyantono (2012, h. 245) menyebutkan pada kenyataannya persepsi
lebih menentukan daripada fakta karena ketika persepsi menjadi fakta maka reputasi
akan jatuh dan sulit untuk memulihkannya. Jika semakin banyak tanggung jawab
krisis yang dikaitkan pada organisasi, semakin negatif pula dampak pada reputasi
perusahaan (Claeys, Cauberghe, dan Vyncke, 2010).
SCCT membantu penanggung jawab krisis mengukur ancaman reputasi
organisasi dalam situasi krisis. Secara keseluruhan, bahasan SCCT akan mengarah
pada penyelamatan reputasi sebagai hasil dari strategi-strategi komunikasi yang
dilakukan manajemen selama krisis. Coombs (2007) menyebutkan bahwa
reputations are widely recognized as a valuable, intangible asset. Artinya bahwa
reputasi merupakan aset yang memiliki nilai dan bersifat tidak terlihat secara fisik.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa reputasi merupakan hasil
bentukan dari berbagai informasi yang diterima publik sehingga salah satu cara untuk
mempertahankan reputasi yang baik adalah dengan memiliki hubungan yang baik
dengan publik.
-
20
SCCT mengemukakan bahwa dengan memahami situasi krisis, manajer krisis
dapat menentukan strategi yang akan memaksimalkan perlindungan reputasi. SCCT
berpusat pada manajer krisis yang menilai tingkat ancaman reputasi akibat krisis.
Ancaman adalah jumlah kerusakan yang diakibatkan oleh krisis dan berdampak pada
reputasi organisasi jika tidak segera mengambil tindakan yang tepat (Coombs, 2007).
Ada tiga faktor yang menjadi ancaman reputasi dalam situasi krisis, yaitu:
1. Penanggung jawab krisis
Tingkat tinggi rendahnya atribusi publik terhadap tanggung jawab organisasi
atau seberapa besar kepercayaan publik bahwa krisis terjadi karena perilaku
organisasi. Termasuk di sini adalah persepsi tentang siapa aktor yang mesti
bertanggung jawab dalam krisis.
Penelitian SCCT memiliki identifikasi tiga klaster krisis (crisis cluster)
berdasarkan atribusi mengenai penanggung jawab krisismenurut jenis krisis:
a. Klaster korban (victim cluster) (Atribusi mengenai penanggung jawab krisis lemah)
Sebuah organisasi akan dilihat sebagai korban apabila krisis yang terjadi
disebabkan oleh bencana alam (kisah kerusakan alam suatu organisasi, seperti
gempa bumi), kekerasan di tempat kerja (karyawan yang masih bekerja atau
mantan karyawan menyerang organisasi tersebut), kerusakan produk (pihak
eksternal menyebabkan kerusakan pada sebuah organisasi), dan rumor
(beredarnya informasi palsu dan merusak organisasi).
b. Klaster kecelakaan atau tanpa kesengajaan (accidental cluster) (Atribusi mengenai penanggung jawab krisis sedang)
Organisasi melakukan tindakan yang mengarah ke krisis yang disengaja.
Organisasi yang mengalami krisis akibat kesalahan teknis (kegagalan
teknologi atau peralatan menyebabkan kecelakaan industri), kesalahan produk
yang berbahaya (kegagalan teknologi atau peralatan menyebabkan kesalahan
produk), dan tantangan (stakeholder mengklaim sebuah organisasi beroperasi
-
21
dengan cara yang tidak pantas) dianggap sebagai krisis yang tanpa disengaja
atau tidak terkendali oleh organisasi.
c. Klaster kesengajaan (Preventable Cluster) (Atribusi mengenai penanggung jawab krisis kuat)
Organisasi sengaja menempatkan orang yang berisiko, mengambil tindakan
yang tidak pantas atau melanggar hukum/ peraturan. Kesalahan manusia
(human error yang menyebabkan kecelakaan industri), kesalahan produk
bahaya (human error yang menyebabkan produksi produk berbahaya),,
kesalahan manajemen organisasi (hukum atau peraturan yang dilanggar oleh
manajemen), dan kesalahan organisasi tanpa cidera (stakeholder yang tertipu
tanpa cedera), kesalahan organisasi dengan cidera (stakeholder ditempatkan
pada sebuah risiko oleh manajemen dan terjadi cedera), dan perbuatan jahat
organisasi dan acara ini dianggap tujuan (Coombs dan Holladay, dikutip
dalam Coombs, 2007).
Melalui penjelasan klaster krisis di atas dapat disimpulkan bahwa rendahnya
atribusi tentang penanggung jawab krisis terjadi pada klaster korban dan
atribusi tentang penanggung jawab krisis yang tinggi terjadi pada klaster
kesengajaan.
2. Sejarah krisis
Apakah organisasi mempunyai pengalaman mengalami situasi krisis yang
sama di masa lalu atau tidak (Kriyantono, 2012, h. 250).
3. Reputasi organisasi sebelumnya
Persepsi publik tentang bagaimana perlakuan organisasi terhadap korban
(publik) pada situasi-situasi sebelumnya. Misalnya, apakah organisasi memberikan
perhatian yang besar kepada publik atau tidak. Menurut SCCT, jika organisasi
tidak memperlakukan publik dengan baik pada beberapa situasi sebelumnya, dapat
dipastikan organisasi tersebut mempunyai prior relational reputation yang buruk.
-
22
Sejarah krisis dan reputasi organisasi sebelumnya memiliki efek langsung dan
tidak langsung pada ancaman reputasi yang ditimbulkan oleh krisis. Secara tidak
langsung, antara sejarah krisis atau reputasi organisasi sebelumnya yang tidak
menguntungkan mempengaruhi ancaman reputasi. Selain itu, menurut Coombs
(dikutip dalam Coombs, 2007) dua faktor ini memiliki efek langsung terhadap
ancaman reputasi yang terpisah dari penanggung jawab krisis.
Penelitian lain yang menunjukkan pengelompokkan klaster adalah penelitian
yang dilakukan oleh Jeong (2009). Jeong mengelompokkan penanggung jawab krisis
menjadi dua kelompok, yaitu organisasi sebagai korban (atribusi eksternal) dan
organisasi sebagai pelaku (atribusi internal). Dua kelompok ini kemudian menjadi
dasar peneliti untuk menggunakan dua variabel penanggung jawab krisis, seperti yang
dilakukan oleh Jeong (2009). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, SCCT
merupakan teori yang menjelaskan mengenai faktor yang menjadi ancaman reputasi
perusahaan dan strategi menjaga reputasi perusahaan berdasarkan ketiga faktor
tersebut. Salah satu faktor yang disebutkan adalah aktor penanggung jawab krisis
yang masing-masing klasternya menuntun manajer krisis untuk melihat ancaman
reputasi perusahaan. Namun, dalam penelitian ini SCCT digunakan untuk
menentukan aktor yang bertanggung jawab atas krisis tanpa meneliti strategi
komunikasi krisis yang dilakukan berdasarkan ancaman yang ditunjukkan. Maka dari
itu peneliti akan menganalisis atribusi publik mengenai penanggung jawab krisis
semburan lumpur di Sidoarjo, apakah krisis semburan lumpur terjadi akibat bencana
alam sehingga Lapindo sebagai perusahaan yang berkaitan dengan krisis dinilai
-
23
sebagai korban atau krisis terjadi akibat kesalahan pengeboran sehingga Lapindo
dinilai sebagai pelaku atau penyebab krisis.
2.3 Publik dan Sifat Relasinya dengan Organisasi
Publik merupakan sekumpulan orang atau kelompok dalam masyarakat yang
memiliki kepentingan atau perhatian yang sama terhadap suatu hal (Kriyantono,
2012a, h. 1). Grunig (dalam Kriyantono, 2012, h. 231) mengartikan publik sebagai
kelompok khusus yang anggota-anggotanya memepunyai alasan yang sama untuk
tertarik dalam aktivitas dan perilaku organisasi. Beberapa organisasi sering
menggunakan istilah public relations untuk bidang yang berhubungan dengan publik
organisasi. Seperti dijelaskan James E. Grunig dan Todd Hunt (dalam Kriyantono,
2012a, h. 2) public relations adalah bagian dari manajemen komunikasi antara
organisasi dan publiknya. Melalui penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa publik
memiliki relasi atau hubungan dengan sebuah organisasi.
Sifat-sifat relasi publik menurut Dewey (dalam Kriyantono, 2012a, h. 231)
mengalami perkembangan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek munculnya masalah,
aspek kesadaran akan masalah, dan aspek bentu-bentuk respon terhadap masalah
tersebut. Berdasarkan aspek tersebut, Grunig (dalam Kriyantono, 2012a, h. 231)
membagi populasi umum menjadi tiga macam tipe publik, yaitu:
a. Publik tersembunyi (latent public) adalah sekelompok orang yang sebenarnya
mempunyai permasalahan yang sama tetapi tidak dapat mengidentifikasi atau
menyadari permasalahan tersebut sehingga mereka tidak memberikan respon.
-
24
b. Publik teridentifikasi (aware public) adalah bentuk perkembangan dari latent
public, yaitru jika kelompok tersebut kemudian menyadari dan dapat
mengidentifikasi suatu permasalahan (isu) maka kelompok tersebut berkembang
menjadi "aware public".
c. Publik aktif (active public) adalah sekelompok orang yang mendiskusikan
merespon permasalahan tersebut dengan mengeluarkan opini atau melakukan
aksi-aksi tertentu.
Pada tahap public active individu akan memiliki kecenderungan untuk pro atau
kontra terhadap perusahaan, tergantung organisasi tersebut berdampak positif atau
negatif terhadap kepentingan individu, tingkat pendidikan, dan kekuatan politik
publik (Kriyantono, 2012a, h. 232). Seperti dalam penelitian Kriyantono (2012c)
yang menjelaskan sikap para korban lumpur Sidoarjo terhadap permasalahan-
permasalahan luapan lumpur dan respon sikap mereka merespon manajemen krisis
yang dilakukan Lapindo. Terkait dengan para korban menyadari bahwa krisis lumpur
memunculkan situasi problematik seperti ketidakpastian ganti rugi dan kekurangan
informasi (Kriyantono, 2012a, h. 347). Namun, penelitian tersebut tidak bertujuan
untuk menggeneralisasi data, tetapi menyelidiki karakteristik korban, sebagai salah
satu publik eksternal, sebagai publik yang menyadari masalah-masalah yang
dihadapinya (aware public) karena mereka dalam waktu singkat berupaya mencari
informasi (Kriyantono, 2012a, h. 347).
Penelitian ini dilakukan pada tipe aware public. Alasannya adalah pada tipe ini
publik telah menyadari peristiwa semburan lumpur di Sidoarjo dan kaitannya dengan
-
25
Lapindo. Publik di Dusun Candi Sayang bukan publik yang menjadi korban dari
krisis tersebut. Namun, publik di Dusun Candi Sayang terkena dampak tidak
langsung terhadap krisis tersebut sehingga mereka tidak sampai melakukan aksi-aksi
tertentu dalam merespon permasalahan tersebut. Mereka hanya pada batas publik
yang mencari informasi karena krisis semburan lumpur memepengaruhi kehidupan
mereka, salah satunya dampak polusi lingkungan yang mereka rasakan.
2.4 Media Massa dan Krisis
Penilaian krisis didasarkan pada jenis krisis. Penelitian framing dalam
komunikasi massa berfungsi untuk menjelaskan dasar pemikiran dibalik jenis krisis
sebagai frame krisis. Secara umum, frame adalah perhatian mengenai apa yang
menonjol atau penekanan dan beroperasi pada dua tingkatan terkait, yaitu frame
dalam komunikasi dan frame dalam pikiran (Druckman dalam Coombs, 2007).
Frames dalam komunikasi melibatkan cara (kata, frasa, gambar, dll) bahwa informasi
yang disajikan dalam pesan. Misalnya, media sesungguhnya menampilkan aspek-
aspek tertentu dari suatu masalah atau situasi ke dalam sebuah cerita (Yioutas dan
Segvic, dalam Coombs, 2007). Frame dalam pikiran melibatkan kognitif struktur,
seperti script atau skema, dan seseorang memanfaatkannya ketika menafsirkan
informasi (Druckman dalam Coombs, 2007). Frames dalam komunikasi membantu
membentuk frame dalam pikiran. Cara pesan dibingkai membentuk bagaimana
orang mendefinisikan masalah, penyebab masalah, atribusi tanggung jawab dan
solusi untuk masalah (Cooper, dalam Coombs, 2007). Penelitian komunikasi massa
-
26
menunjukkan bahwa bagaimana pembingkaian isu oleh media mempengaruhi
penilaian politik.
Frame menekankan fakta atau nilai tertentu yang membuat mereka menonjol
ketika individu membuat keputusan (Joslyn dalam Coombs, 2007). Efek framing
terjadi ketika komunikator memilih faktor-faktor tertentu untuk menekankan.
Perhatian orang-orang yang menerima pesan akan fokus pada faktor-faktor yang
membentuk pendapat mereka dan membuat penilaian (Druckman dalam Coombs,
2007). Jenis krisis adalah bentuk dari frame. Masing-masing jenis krisis memiliki
aspek-aspek tertentu dari sebuah krisis. Isyarat ini mengindikasikan bagaimana para
stakeholder harus menafsirkan krisis (Coombs dan Holladay dalam Coombs, 2007).
Manajer krisis mencoba untuk membangun atau membentuk frame krisis
dengan menekankan petunjuk tertentu. Termasuk petunjuk apakah ada atau tidak
pihak eksternal atau kekuatan lain penyebab krisis, apakah krisis adalah hasil dari
kebetulan atau tindakan disengaja oleh anggota organisasi dan apakah penyebab
krisis adalah kesalahan teknis atau kesalahan manusia. Hal itu tidak akan menjadi
masalah jika para stakeholder melihat krisis sebagai kecelakaan, sabotase atau pidana
kelalaian.
Penelitian Coombs dan Holladay (2009) melihat bagaimana pengaruh media
cetak dan media elektronik (televisi) terhadap sikap simpati dan kompensasi yang
dilakukan perusahaan. Hasilnya, kedua media tersebut tidak memiliki perbedaan yang
signifikan sehingga tidak mempengaruhi responden dalam menilai sikap simpati dan
kompensasi yang dilakukan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa organisasi,
-
27
dalam hal ini manajer krisis dapat memanfaatkan media cetak atau media elektronik
seperti televisi untuk melakukan komunikasi krisis. Berkembangnya media internet
pun menjadi salah satu saluran yang dapat dipilih untuk mengkomunikasikan sebuah
krisis. Bahkan jika perusahaan memiliki website maka komentar yang masuk pada
perusahaan tersebut dapat dikendalikan oleh perusahaan. Penelitian eksperimen
tentang respon krisis telah menggunakan media cetak karena banyak orang menerima
berita melalui media cetak. Pfau dan Wan (dalam Coombs dan Holladay, 2009)
mengambarkan jika orang menonton berita pada televisi maka orang akan fokus pada
sumber pesan, sedangkan jika di media cetak maka orang akan fokus pada isi pesan.
Sehingga pesan di media cetak akan lebih mudah diproses.
Temuan-temuan tersebut membuat peneliti memilih media cetak sebagai
perlakuan dalam penelitian ini dengan alasan bahwa publik akan lebih fokus pada
sumber pesan (Pfau dan Wan, dalam Coombs dan Holladay, 2009). Selain itu,
penelitian sebelumnya yang juga menggunakan media cetak sebagai perlakuan adalah
penelitian yang dilakukan oleh Jeong (2009). Jeong menggunakan media cetak yang
menginformasikan mengenai sisi positif, seperti kegiatan CSR dari perusahaan
Samsung, perusahaan yang mengalami krisis dan sisi negatif perusahaan, yaitu
tumpahan minyak di laut. Hasilnya, informasi pada media cetak tersebut memberikan
pengaruh yang cukup signifikan terhadap atribusi masyarakat mengenai krisis
tumpahan minyak tersebut.
ketika isu berada dalam tahapan resolution (dormant stage) maka pada dasarnya organisasi telah mampu mengatasi isu dengan baik (setidaknya, publik puas karena
pertanyaan-pertanyaan seputar isu dapat terjawab, pemberitaan oleh media mulai
-
28
menurun, perhatian masyarakat juga menurun, salah satu karena berjalannya waktu, ada
solusi dari organisasi atau pemerintah), sehingga isu diasumsikan telah berakhir Kriyantono (2012a, 161)
Sampai seseorang memunculkan kembali dengan pemikiran dan persoalan baru
atau muncul isu baru yang ternyata mempunyai keterkaitan dengan isu sebelumnya
atau pada waktu peringatan saat isu muncul pertama kali. Kondisi seperti itu dapat
memunculkan kembali isu yang sama jika masih ada ketidakpuasan pada publik. Oleh
karena itu, pemilihan waktu hanya sampai bulan Mei karena pada bulan Mei
bertepatan dengan peringatan tahunan krisis semburan lumpur sehingga diasumsikan
banyak terpaan media. Apalagi dengan tujuh tahun peringatan krisis semburan
lumpur proses ganti rugi yang dijanjikan perusahaan belum juga dilunasi.
2.5 Studi Pendahuluan
Peneliti menggunakan referensi dari beberapa penelitian terdahulu sebagai
bahan pijakan dalam penelitian ini yang menggunakan analisis Teori Komunikasi
Situasi Krisis (Situational Crisis Communication Theory) dan Teori Atribusi sebagai
teknik analisis data penelitian.
Pertama penelitian yang dilakukan oleh Rachmat Kriyantono di Indonesia
yang dilakukan pada tahun 2010. Penelitian yang dimuat di International Journal of
Bussiness and Social Science 3 (9) ini berjudul Measuring a Company Reputation in
a Crisis Situation: An Ethnography Approach on the Situational Crisis
Communication Theory (Kriyantono, 2012b). Tujuan penelitian untuk mengetahui
tindakan perusahaan yang dilakukan untuk mengatasi krisis dan mengaplikasikan
variabel-variabel dalam teori komunikasi situasi krisis terhadap reputasi perusahaan.
-
29
Situational Crisis Communication Theory digunakan sebagai landasan teori dalam
penelitian ini.
Pada penelitian tersebut peneliti mengamati tindakan-tindakan perusahaan
dalam menangani krisis semburan lumpur di Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan
jenis penelitian deskriptif dengan metode etnografi untuk memungkinkan peneliti
mendapatkan data secara rinci dan lengkap mengenai segala aspek penyebab krisis
semburan lumpur. Jika yang dilakukan Kriyantono adalah lebih melihat pada sisi
korban dan perusahaan maka berbeda dengan yang dilakukan penulis pada penelitian
sekarang ini yang menggunakan metode eksperimen.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan tidak melakukan
manajemen krisis yang efektif sehingga merugikan para korban. Manajemen yang
tidak baik berdampak pada reputasi perusahaan sehingga korban cenderung
menyalahkan perusahaan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas krisis tersebut.
Selain itu berdasarkan teori komunikasi situasi krisis, perusahaan lebih berkonsentrasi
untuk mengembalikan reputasi perusahaan dibandingkan memikirkan nasib korban
sehingga tindakan-tindakan yang dilakukan tidak berjalan efektif.
Keterkaitannya dengan penelitian penulis sekarang ini terletak pada topik
yang diteliti yaitu sama-sama meneliti mengenai Situational Crisis Communication
Theory pada krisis semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur. Kesamaan ini menjadi
alasan untuk diadopsi karena permasalahan dalam penelitian ini, yaitu aktor yang
bertanggung jawab terhadap krisis hanya dapat diteliti dengan menggunakan
-
30
Situational Crisis Communication Theory. Maka dari itu, penelitian yang dilakukan
oleh Rachmat Kriyantono diadopsi di dalam penelitian.
Penelitian ini meneliti tentang atribusi publik mengenai krisis lumpur di
Sidoarjo dengan mengaplikasikan Situational Crisis Communication Theory dan
Teori Atribusi. Metode yang digunakan, yaitu studi eksperimental dan penerapan dua
teori yang meneliti mengenai atribusi publik mengenai penanggung jawab krisis dan
perilaku menghukum terhadap krisis yang terjadi. Tujuannya untuk melihat
perbedaan atribusi yang diterima publik antara dua tiga kelompok yang disebut
kelompok eksperimen positif, kelompok eksperimen negatif, dan kelompok kontrol.
Penelitian lain yang juga berkaitan dengan Situational Crisis Communication Theory
(SCCT) adalah penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2011) dengan judul
Pengaruh Tanggung Jawab Perusahaan dalam Menanggulangi Krisis terhadap
Reputasi Perusahaan. Penelitian yang dimuat dalam Jurnal Ilmu Komunikasi
Universitas Atma Jaya Yogyakarta Volume 8 Nomor 2 Tahun 2011 ini menjelaskan
mengenai pengaruh tanggung jawab krisis terhadap perusahaan menggunakan metode
survei. Survei ini dilakukan pada 50 reseponden di level eksekutif manajemen Public
Relation perusahaan sektor riil dan jasa di Jakarta. Masing-masing responden
menerima 8 pernyataan kuesioner yang mewakili dua variabel, yaitu variabel
tanggungjawab organisasi dan reputasi organisasi. Ke-8 pernyataan itu diulang pada
tiga stimulan kejadian krisis berdasarkan tipe krisis, yaitu kejadian krisis yang
meninggalkan masalah, kejadian krisis yang tidak meninggalkan masalah, dan
kejadian krisis akibat faktor eksternal.
-
31
Hipotesis dalam penelitian ini adalah tanggung jawab organisasi berpengaruh
terhadap reputasi perusahaan. Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan tiga
perlakuan tipe kejadian krisis, mulai dari kejadian krisis yang meninggalkan masalah
(RS Omni International), kejadian krisis yang tidak meninggalkan masalah (PT
Nutrifood), dan kejadian krisis akibat faktor eksternal (PT Lapindo). RS Omni
International dipilih sebagai perusahaan yang kejadian krisisnya meninggalkan
masalah karena setelah kasus Prita, banyak bermunculan pasien yang merasa tidak
mendapat pengobatan dengan benar. PT Nutrifood sebagai perusahaan yang
mengalami kasus produk yang dikeluarkan diduga mengandung aspartem, setelah
melakukan konferensi pers, krisis pun berakhir. Sedangkan kejadian krisis akibat
faktor eksternal dialami oleh PT Lapindo karena menurut peneliti kejadian semburan
lumpur di Sidoarjo tidak hanya berasal dari kesalahan pengeboran namun juga
dampak dari bencana alam yang terjadi sebelumnya.
Berkaitan dengan tipe kejadian krisis, maka hasil penelitian menunjukkan
bahwa perusahaan yang mengalami krisis berkelanjutan tidak memiliki kemampuan
yang baik dalam memilih tanggung jawab krisis yang berpengaruh pada reputasi,
perusahaan yang tidak mengalami krisis berkelanjutan memiliki kemampuan yang
baik dalam memilih tanggung jawab krisis sebagai upaya pemulihan reputasi dan
pada perusahaan yang mengalami kejadian akibat faktor eksternal cenderung
memiliki pilihan tanggung jawab krisis yang sudah baik sebagai upaya memperbaiki
reputasi (Wulandari, 2011).
-
32
Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian saat ini adalah sama-sama
mengaplikasikan SCCT. Namun, penggunaan metode yang dilakukan berbeda karena
penelitian tersebut menggunakan metode survei sedangkan penelitian ini
menggunakan metode eksperimental. Jika penelitian tersebut fokus pada pengaruh
tanggung jawab krisis perusahaan terhadap reputasi perusahan, maka penelitian ini
berfokus untuk melihat atribusi publik mengenai klaster penanggung jawab krisis
yang kemudian dilihat pengaruhnya terhadap perilaku menghukum oleh publik.
Tidak hanya krisis di Indonesia yang diaplikasikan dari SCCT, namun krisis
yang terjadi di beberapa negara juga mengaplikasikan SCCT. Se-Hoon Jeong, Korea
University, Korea yang berjudul Publics Responses To An Oil Spill Accident: aTest
of The Attribution Theory and Situational Crisis Communication Theory (Jeong,
2009). Penelitian yang dimuat di Public Relations Review 35 ini mengamati
tanggapan publik terhadap kecelakaan tumpahan minyak yang dialami oleh
perusahaan Samsung dengan mengaplikasikan Teori Situational Crisis
Communication dan Teori Atribusi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persepsi
publik mengenai aktor yang bertanggung jawab terhadap kecelakaan tersebut, internal
atribusi (organisasi sebagai pihak yang bertanggung jawab) atau eksternal atribusi
(kecelakaan terjadi karena bencana sehingga perusahaan tidak bertanggung jawab).
Selain itu, Jeong juga bertujuan untuk melihat atribusi publik dengan perilaku dan
opini menghukum yang dilakukan terhadap perusahaan Samsung.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Metode ini
peneliti membagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok yang diberi perlakuan
-
33
dengan pemberitaan positif (sejarah CSR perusahaan), kelompok dengan pemberitaan
negatif (sejarah kesalahan manajemen), dan kelompok tanpa diberi pemberitaan.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian informasi negatif
meningkatkan atribusi internal publik dan perilaku publik yang mengganggap
perusahaan yang bertanggung jawab dan berhak dihukum. Hasil tersebut berbeda
ketika yang diberikan adalah informasi positif, atribusi eksternal dan perilaku
menghukum tidak setinggi ketika pemberian informasi negatif.
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Coombs & Holladay (2009)
dengan judul Further explorations of post-crisis communication: Effects of media
and response strategies on perceptions and intentions. Penelitian ini dimuat di
Public Relations Review Volume 35. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen
kepada 184 mahasiswa dari Midwestern University dengan usia yang berkisar 17-56
tahun. Responden dibagi menjadi empat kelompok dan dilakukan di dalam kelas.
Empat kelompok tersebut adalah stimuli berupa informasi informasi sebelum terjadi
ledakan kimia di Marcus Oil terjadi, informasi saat terjadi ledakan, dan informasi
sesudah terjadi ledakan yang dimuat di media cetak, News Reuters dengan perbedaan
isi berita, yaitu berita yang menunjukkan simpati perusahaan dan kompensasi yang
diberi perusahaan. Sedangkan kedua kelompok lainnya diberi stimuli berupa
informasi mengenai sebelum ledakan kimia di Marcus Oil terjadi, saat terjadi
ledakan, dan sesudah ledakan pada berita berita di televisi, TV Lokal dengan
perbedaan isi berita, yaitu berita yang menunjukkan simpati perusahaan dan
kompensasi yang diberi perusahaan (Coombs & Holladay, 2009).
-
34
One-way anova digunakan untuk mengukur pengaruh stimuli terhadap respon
publik terhadap krisis. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa stimuli yang diberikan
antara berita di media cetak dan televisi tidak memberikan pengaruh yang signifikan
sehingga kedua dapat digunakan dalam komunikasi krisis kepada publik (Coombs &
Holladay, 2009). Penggabungan strategi krisis akan tetap baik jika media cetak dan
video, bahkan internet digunakan sebagai sumber berita . Hal ini penting untuk
mempertimbangkan bahwa ketika organisasi dalam krisis organisasi tidak dapat
menentukan bagaimana komentar publik yang muncul terkait reputasi organisasi yang
sebelumnya disampaikan oleh juru bicara perusahaan dalam sebuah pemberitaan.
Penelitian ini memiliki kesamaan dalam penggunaan metode penelitian, yaitu
metode eksperimental. Selain itu, kesamaan juga terjadi pada salah satu perlakuan.
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah informasi dari media cetak,
yaitu Jawa Pos dan Kompas sedangkan dalam penelitian tersebut informasi dari
media cetak yang digunakan berasal dari News Reuters. Selain itu penelitian ini
berfokus pada pengaruh media yang digunakan dalam menanggulangi krisis terhadap
reputasi perusahaan. Sehingga perbedaan dengan penelitian saat ini adalah dari fokus
penelitian karena penelitian ini lebih melihat atribusi publik mengenai klaster
penanggung jawab krisis.
Penelitian dalam komunikasi krisis juga dilakukan oleh An-Sofie Claeys,
Verolin Cauberghe, dan Patrick Vyncke (2010). Penelitian dengan judul Restoring
reputations in times of crisis: An experimental study of the Situational Crisis
Communication Theory and the moderating effects of locus of control yang dimuat
-
35
di Public Relations Review volume 36 ini dilakukan pada 316 responden yang dibagi
dalam sembilan kelompok eksperimen. Responden dipilih secara acak dengan
memilih dari kelompok masyarakat Belgia laki-laki dan perempuan dengan rata-rata
usia 17 70 tahun. Masing-masing kelompok diberi tiga berita dan dilakukan dengan
dua kali pre-test. Penelitian ini memberikan perlakuant beserta kuisioner melalui new
media atau secara online.
Banyaknya kelompok perlakuan yang digunakan maka untuk mengecek hasil
perlakuan digunakan penghitungan one-way anova. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa dengan mencocokkan jenis krisis dengan tanggapan krisis tidak menyebabkan
persepsi yang lebih positif mengenai reputasi. Hasil ini ternyata bertentangan dengan
temuan Coombs dan Holladay (dalam Claeys dkk, 2010), yaitu menurut tipologi
SCCT kita dapat memanipulasi jenis krisis melalui penilaian tanggung jawab krisis.
Persamaan dalam penelitian ini adalah adalah penggunaan metode eksperimental
dalam mengaplikasikan Situational Crisis Communication Theory (SCCT).
Perbedaannya dalam melakukan perlakuan di penelitian tersebut dengan penelitian
saat ini adalah penggunaan new media dan bertemu langsung kepada responden.
Sehingga diharapkan dapat mengontrol responden dalam mengisi kuisioner yang
diberikan.
Examining the effects of mutability and framming on perceptions of human
error and technical error crises: Implications for Situational Crisis Communication
Theory merupakan judul penelitian W. T. Coombs, & S. J. Holladay (2010) yang
dipublikasikan di The Handbook of Crisis Communications. Penelitian ini dilakukan
-
36
untuk melihat bagaimana tanggung jawab perusahaan kesalahan terhadap jenis krisis
dan jenis kesalahan yang mengakibatkan krisis. Responden yang dipilih dalam
penelitian ini adalah 74 mahasiswa di dua universitas di Midwestern. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimen. Perlakuan yang digunakan adalah 4 kelompok
dengan dua kelompok jenis krisis (kecelakaan dan penarikan produk) dan dua
kelompok tipe kesalahan (kesalahan manusia dan kesalahan teknik). Kecelakaan
industri kilang minyak, Tosco di California menjadi manipulasi pada jenis krisis
kecelakaan, sedangkan krisis botol air Perrier yang mengangung zat kimia berbahaya
dijadikan manipulasi pada jenis krisis penarikan produk. Terdapat perbedaan yang
signifikan tentang bagaimana stakeholder menerima situasi krisis antara kedua jenis
krisis dan jenis kesalahan.
Penelitian Se-Hoon Jeong diadopsi dalam penelitian ini karena dalam
penelitian yang dilakukan olehnya dengan penelitian sekarang ini sama-sama
mengaplikasian Situational Crisis Communication Theory dan Teori Atribusi pada
sebuah krisis. Perbedaan dengan penelitian ini adalah objek yang diteliti berbeda
karena peneliti menggunakan krisis semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur dan
metode eksperimen yang dilakukan pun berbeda. Jika penelitian Jeong melakukan
metode eksperimennya dengan memberi perlakuan kepada responden melalui e-mail,
maka yang dilakukan peneliti pada metode eksperimennya kali ini dengan
memberikan perlakuan secara langsung atau face-to-face kepada responden.
Alasan mengadopsi penelitian Jeong pada penelitian ini karena krisis yang
dialami Lapindo, perusahaan yang terkait dalam krisis ini telah berlangsung hingga
-
37
hampir tujuh tahun.Banyaknya kerusakan fisik dan psikologis yang dialami oleh
korban masih terasa. Tidak hanya perusahaan yang terlibat, bahkan pemerintah pun
ikut menjadi pihak yang dinilai bertanggung jawab atas peristiwa ini karena masalah
yang berlarut-larut dan masih meninggalkan konflik. Dampak jika metode penelitian
Jeong diterapkan dalam kasus Lapindo adalah membantu penulis untuk melihat
pengaruh media dalam membentuk atribusi publik dalam menilai pihak yang
bertanggung jawab terhadap krisis. Selain itu, penelitian yang dilakukan setelah tujuh
tahun terjadinya krisis menjadi faktor lain yang membedakan antara penelitian ini
dengan penelitian Jeong yang dilakukan satu bulan setelah kejadian krisis tumpahan
minyak di laut oleh perusahaan Samsung.
2.6 Kerangka Pemikiran
Lapindo Brantas Inc. adalah perusahaan eksplorasi gas dan minyak yang
merupakan joint venture antara PT. Energi Mega Persada Tbk. (50%), PT Medco
Energi Tbk. (32%) dan Santos Australia (18%), di mana keluarga Bakrie melalui
investasinya memegang kendali atas PT. Energi Mega Persada Tbk. Pada tanggal 29
Mei 2006 di Desa Siring, serangkaian semburan lumpur terjadi, yang terdekat
berjarak 200 meter dari situs eksplorasi yang dioperasikan oleh perusahaan di Desa
Renokenongo (Lapindo, 2011). Berdasarkan pada fakta-fakta yang ada peneliti
tertarik untuk meneliti atribusi publik mengenai krisis lumpur di Sidoarjo yang
hingga tahun 2013 krisis masih terjadi karena masih ada korban yang belum
menerima pembayaran lunas atas ganti rugi tanah dan bangunan mereka yang
terendam lumpur.
-
38
Pemberitaan media massa yang melakukan pembingkaian terhadap krisis
lumpur di Sidoarjo memiliki nilai positif, negatif, dan netral. Masing-masing media
massa memiliki caranya sendiri untuk membingkai (framing) berita termasuk
pemberitaan mengenai semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur yang juga
melibatkan perusahaan Lapindo. Frames dalam komunikasi membantu membentuk
frame dalam pikiran.Cooper (dikutip dalam Coombs, 2007) menyebutkan bahwa cara
pesan dibingkai membentuk bagaimana orang mendefinisikan masalah, penyebab
masalah, atribusi tanggung jawab dan solusi untuk masalah. Melalui pemberitaan
tersebut publik akan mencari tahu siapakah pihak yang dianggap bertanggung jawab
terhadap krisis tersebut.
Weiner (dikutip dalam Coombs, 2007) mengatakan bahwa teori atribusi
mengemukakan bahwa orang mencari penyebab kejadian (membuat atribusi),
terutama yang negatif dan tak terduga. Begitu pula yang disampikan oleh Coombs,
2007) bahwa krisis bersifat tak terduga dan negatif. Kedua sifat dari krisis dan
atribusi inilah yang kemudian menyatukan Teori Atribusi dapat digunakan dalam
penelitian komunikasi krisis. Penelitian komunikasi krisis sering dilakukan dengan
metode studi kasus untuk mendapat informasi mendalam mengenai krisis yang terjadi
terutama bagi mereka yang terlibat dalam krisis (Coombs, 2007). Namun, beberapa
penelitian sebelumnya telah menggunakan metode eksperimental untuk mendapat
hasil yang dapat digeneralisasikan (Coombs, 2010).
Begitu pula yang dilakukan dalam penelitian ini, penggunaan metode
eksperimental bertujuan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap atribusi publik.
-
39
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah pemberitaan perusahaan yang
terkait dengan krisis, PT Lapindo Brantas. Perlakuan diberikan kepada tiga kelompok
yang berbeda, yaitu kelompok dengan perlakuan berita positif tentang PT Lapindo,
perlakuan berita negatif tentang PT Lapindo, dan kelompok yang tidak diberi
perlakuan.
Media massa memiliki peran dalam pembentukan persepsi (atribusi) publik
terhadap suatu krisis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa krisis memiliki
sifat negatif dan tidak terduga. Sehingga pembingkaian (frames) berita akan
membantu publik dalam membentuk atribusi mengenai penyebab masalah,
penanggung jawab masalah, hingga sikap terhadap penanggung jawab krisis. Tidak
semua publik memiliki atribusi yang sama antara satu dengan yang lain. Perbedaan
tipe publik akan membedakan publik dalam membentuk atribusi. Ketika publik telah
menemukan penyebab masalah dan penanggung jawab krisis maka selanjutnya adalah
publik akan menentukan sikap terhadap perusahaan. Menurut Jeong (2009), salah
satu sikap publik ketika krisis adalah berperilaku menghukum. Perilaku menghukum
dari publik terhadap perusahaan yang menjadi penanggung jawab krisis dipengaruhi
oleh atribusi publik. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka selanjutnya akan
ditarik hipotesis untuk membantu peneliti dalam menjawab rumusan masalah.
Pemilihan perlakuan dengan pemberitaan di media cetak, khususnya surat
kabar didasari penelitian sebelumnya yang juga melakukan metode eksperimental
dengan perlakuan pemberitaan di media cetak. Coombs dan Holladay (2009)
menggunakan perlakuan berupa berita di media cetak dan berita di televisi mengenai
-
40
krisis ledakan kimia di Marcus Oil. Penelitian tersebut melihat bagaimana pengaruh
perlakuan yang diberikan terhadap respon publik mengenai tanggung jawab krisis
yang dilakukan perusahaan (Coombs & Holladay, 2010). Pemilihan perlakuan berupa
pemberitaan di media massa karena pembingkaian (frames) dalam komunikasi
membantu membentuk frame dalam pikiran (Coombs, 2007). Cooper (dikutip dalam
Coombs, 2007) menyebutkan bahwa cara pesan dibingkai membentuk bagaimana
orang mendefinisikan masalah, penyebab masalah, atribusi tanggung jawab dan
solusi untuk masalah. Melalui pemberitaan tersebut publik akan mencari tahu
siapakah pihak yang dianggap bertanggung jawab terhadap krisis tersebut.
Begitu pula pada penelitian ini, masing-masing media massa memiliki
caranya sendiri untuk membingkai (framing) berita termasuk pemberitaan mengenai
semburan lumpur di Sidoarjo, Jawa Timur yang melibatkan perusahaan Lapindo.
Masing-masing berita memiliki nilai positif, negatif, atau netral. Melalui hal ini orang
akan berpikir mengenai definisi masalah hingga membentuk atribusi tanggung jawab
masalah, seperti yang dijelaskan oleh Coombs (2007). Krisis semburan lumpur di
Sidoarjo memberikan ruang bag