Download - Atresia Fix
REFERAT
Atresia Duodenum
Disusun oleh :
Nicholas Hartanto P.
08700081
Pembimbing :
dr. Made Dewi Kristiawati, Sp. Rad
SUB DEPARTEMEN RADIOLOGI
SMF ILMU RADIOLOGI
RS TK. II dr.SOEPRAOEN – MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA PERIODE 2013-2014
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau
duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak-kanak atau
remaja.Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum
teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi
kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in
utero. Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda)
pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua
mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan
di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali
saluran cerna.
Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi
duodenum kongenital intrinsik merupakan dua pertiga dari keseluruhan obstruksi duodenal
kongenital (atresia duodenal 40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%,
stenosis duodenum 7-20%). Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik,
dan campuran) adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi rasial dan gender
pada penyakit ini.
Jika atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya
akan segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari
neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur. Hidramnion terjadi
pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering
dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi
21.
DEFINISI
Atresia adalah tidak terbentukknya atau tersumbatnya suatu saluran dari organ-organ.
Atresia Duodenum adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian
terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Atresia
duodenum merupakan suatu kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus)
tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang
tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
Atresia Duodenum adalah obstruksi lumen usus oleh membran utuh, tali fibrosa yang
menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang buntu pendek, atau suatu celah antara
ujung-ujung duodenum yang tidak bersambung. Atresia Duodenum adalah buntunya saluran
pada duedenum yang biasanya terjadi pada ampula arteri
Klasifikasi Atresia duodenum
Tipe 1 :kelainan yang terbanyak pada atresia duodenum dimana terdapat membrandiafragma (atresia) dengan dinding duodenum yang masih ada
Tipe 2 :kelainan “two end atresia”, dimana antara ujung atresia dihubungkan dengan jaringan fibrous.
Tipe 3 : jarang ditemukan, merupakan kelainan berupa pemisahan komplit antara duaujung dari atresia duodenum.
EPIDEMIOLOGI
Atresia duodenum merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli
bedah pediatric. Atresia duodenum ini dijumpai satu diantara 300-4.500 kelahiran hidup.
Lebih dari 40% dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi dengan sindrom down. Jika
atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya akan segera
menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit. Sekitar setengah dari neonatus
yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir prematur. Hidramnion terjadi pada
sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia atau stenosis duodenum paling sering
dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar 22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi
21,jantung, ginjal, CNS, dan musculoskeletal
ETIOLOGIPenyebab dari atresia duodenum merupakan kelainan bawaan yang penyebabnya
belum diketahui secara jelas. Namun kerusakan pada duodenum terjadi karena suplay darah
yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami penyempitan dan menjadi
obstruksi. Akan tetapi dilhat dari jenis kelainan, atresia duodenal ini merupakan kelainan
pengembangan embrionik saat masih dalam kehamilan.
Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis deodenum dengan malformasi
neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan oleh gangguan perkembangan
pada masa awal kehamilan. Atresia deodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang
merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik pada
perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai predisposisi yang
ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga sepertiga pasien dengan atresia deodenum
menderita pula trisomi 21 (sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen
dalam perkembangan atresia deodenum.
Penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih belum diketahui, tapi
ada beberapa yang bisa menyebabkan atresia duodenum :
a. Gangguan perkembangan pada awal masa kehamilan (minggu ke-4 dan ke-5 ).
b. Gangguan pembuluh darah.
c. Banyak terjadi pada bayi prematur.
d. Banyak ditemukan pada bayi sindrom down.
e. Suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami
penyempitan dan menjadi obstruksi.
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
PATOFISIOLOGIGangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang
tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalanrekanalisasi pita
padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa
epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke
lumen duodenal secara sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat
duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses
apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara
lumen duodenum.
Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan
pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan
perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari pancreatic
buds. Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun
atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari
mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan
peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari
duodenum.
Muntah dimulai setelah segera lahir dan secara berkembang menjadi buruk dengan
pemberian makanan. Feses akan terlihat seperti mekonium normal, tetapi pada pemeriksaan,
tidak mengandung sel epitelium berlapis. Adanya sel epitel menunjukkan keutuhan usus.
Dengan meningkatnya dedikasi akan timbul demam. Suatu suhu tubuh 39° C merupakan
indikasi peritonitis akibat ruptur dari atresia. Kelainan sering kali ditemukan pada bayi
sindrom down.
MANIFESTASI KLINIS
Bayi dengan penyakit atresia deodenum menunjukkan tanda dan gejala klinis
sebagai berikut. Penderita akan muntah-muntah tidak akan berisi empedu apabila atresia
deodeanum terjadi proximal dari ampula vateri jadi seorang pasien yang atresia deodenum
dapat tetap sehat selama beberapa bulan, bahkan kadang-kadang deodenum kronis yang
berhubungan dengan malformasi baru ditemukan secara kebetulan.
Atresia duodenum pada bayi baru lahir harus dicurigai bila bayi tersebut muntah
segera setelah lahir dan secara progesif menjadi buruk dengan pemberian makanan. Feces
akan terlihat seperti mikonium normal, tetapi pada pemeriksaan tidak mengandung sel
epitelium berlapis. Adanya sel epitel menunjukkan keutuhan atau kenormalan usus tersebut.
Dengan adanya peningkatan dehidrasi, maka dapat menimbulkan demam, yaitu bersuhu 39o
C yang merupakan indikasi peritonitis akibat ruktur dari atresia. Kelainan ini seringkali
ditemukan sindrom down.
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi.Atresia
duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa jam pertama setelah lahir.
Seringkali muntahan tampak biliosa, namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini
terjadi proksimal dari ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum
melewati deteksi abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih
jarang lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya pada anak
yang muntah dengan tampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna
proksimal hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh.
Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid.
Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum
proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak
terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi
kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi intravena
belum dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria
paradoksikal, sama seperti pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya. Tuba orogastrik
pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu
(biliosa) dalam jumlah bermakna.
a. Perutnya menggelembung (kembung) di daerah epigastrum pada 24 jam atau
sesudahnya.
b. Muntah segera setelah lahir berwarna kehijau – hijauan karena empedu(biliosa).
c. Muntah terus – menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam.
d. Bayi muntah tanpa disertai distensi abdomen.
e. Tidak kencing setelah disusui.
f. Tidak ada gerakan usus setelah pengeluaran mekonium.
g. Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
h. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar mekonium.
i. Berat badan menurun atau sukar bertambah.
j. Polihidramnion terlihat pada 50 % dengan atresia duodenal.
k. Ikterik.
L. BAB hijau
DIAGNOSISMenegakkan diagnosis
a. Anamnesis didapatkan bilious vomiting (85%) beberapa jam setelah lahir pada atresia
duode-num, sedangkan pada stenosis muntah terjadi beberapa minggu atau bulan
yang bersifatmuntah berulang, yang diikuti dengan gagal tumbuh kembang pada anak.
b. Pemeriksaan fisik dapat dijumpai suatu massa di epigastrium yang merupakan gaster
yang berdi-latasi. Aspirasi cairan gaster melalui NGT lebih dari 20 cc menandakan
suatu obstruksi intestinal
Pemeriksaan penunjang USG prenatal dan foto polos abdomen
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada
distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas pada usus distal
mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas.
Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi
dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk
melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Atresia duodenum adalah penyakit pada bayi baru lahir. Kasus stenosis duodenal atau
duodenal web dengan perforasi jarang tidak terdiagnosis hingga masa kanak-kanak atau
remaja. Dikonfirmasi dengan pemeriksaan x-ray abdomen. Sebuah foto upright abdomen
menunjukkan gambaran klasik “double bubble”. Pemeriksaan dengan kontras tidak
diperlukan.
a. Bila udara terlihat pada usus distal dari duodenum, obstruksinya incomplete,
mengarahkan pada stenosis duodenal atau malrotasi
b. Malrotasi dengan volvulus harus dicurigai (dan disingkirkan) bila abdomen tidak
berbentuk scaphoid setelah pemasangan nasogastric tube
USG
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan obstruksi duodenum
teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi
kongenital di 11 negara Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in
utero. Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda)
pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua
mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk melahirkan
di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat bayi dengan anomali
saluran cerna.
1. Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda jika obstruksi tidak
lengkap dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus bagian bawah.
2. Suatu enema barium dapat diperlihatkan berasosiasi dengan keadaan malrotasi.
3. Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi, secara klasik akan terlihat suatu
gelembung ganda pada film tegak yang merupakan udara dalam deodenum yang
mengembung naik ke puncak. Selain itu isi deodenum dapat membentuk satu garis batas
permukaan saluran udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara dibagian
abdomen.
MRI dapat digunakan untuk menilai kelainan struktural dan penilaian lebih lanjut dari usus.
Digambarkan (kanan) adalah MRI janin dengan atresia duodenum. Tanda "double bubble"
ditandai dengan panah. Peningkatan cairan ketuban juga terlihat, dan itu konsisten dengan
polihidramnion dan obstruksi usus.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk atresia dan stenosis duodenum pada neonatus mencakup:
• Atresia esofagus
• Malrotasi dengan volvulus midgut
• Stenosis pilorus
• Pankreas anular
• Vena portal preduodenal
• Atresia usus
• Duplikasi duodenal
• Obstruksi benda asing
• Penyakit Hirschsprung
• Refluks gastroesofageal
PENATALAKSANAAN
Pada penderita atresia duodenum ini belum ditemukan obatnya. Jalan satu-satunya hanya
dengan pembedahan.
1. Pemberian terapi cairan intravena
2. Dilakukan tindakan duodenaduodenostomi
Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan dan elektrolit melalui
infus intravena. Lakukan juga evaluasi anomali kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya
sindrom Down) juga harus ditangani.
Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun tidak
darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat
ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan
perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum
dengan cara yang minimal invasif.
Indikasi operasi : Kecuali bila ada kondisi yang mengancam jiwa, operasi diindikasikan
untuk semua bayi yang mengalami kondis ini, karena malformasi ini dapat diperbaiki dengan
sempurna
Komplikasi apabila tidak ditangani dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah
terjadi dehidrasi, terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat
terjadi komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan
motilitas usus, atau refluks gastroesofageal.
Prinsip terapi :
1. Perawatan pra bedah :
a) Perawatan prabedah neonatus rutin
b) Koreksi dehidrasi yang biasanya tidak pearah karena diagnosa dibuat secara
dini.
c) Tuba naso gastric dengan drainase bebas dan penyedotan setiap jam
2. Pembedahan
Pembedahan suatu duodena-duodenostomi mengurangi penyempitan obstruksi dan
sisa ususdiperiksa karena sering kali ditemukan obstruksi lanjut.
3. Perawatan pasca bedah.
a) Perawatan pasca bedah neonatorum rutin.
b) Aspirasi setiap jam dari tuba gastrostomi yang mengalami drainase bebas
c) Cairan intravena dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui tuba.
Pemberian makanan transa nastomik yang berlanjut dengan kecepatan maksimun 1 ml
per menit dimulai dalam 24 jam pasca bedah dimulai dengan dektrose dan secara berangsur-
angsur diubahdalam jumlah dan konsistensinya hingga pada sekitar 7 hari pasca bedah
dimana diberikan susudengan kekuatan penuh. Untuk menjaga keseimbangan cairan dan
elektrolit aspirat lambungdapat diganti melalui transanastomik dan ini dapat meniadakan
kebutuhan untuk melanjutkan terapi intravena.
Tidak jarang diperoleh volume aspirat yang besar dalam beberapa waktu
pasca bedah, sampai beberapa minggu dalam beberapa kasus. Karena lambung yang
berdilatasi danduodenum bagian proksimal membutuhkan waktu untuk kembali pada fungsi
yang normal. Jika hal ini menurun maka penyedotan gastromi tidak dilakukan terlalu sering
dan makanan alternatif diberikan kedalam lambung selama 24 jam. Pemberian makanan
peroral dapat dilakukan secara berangsur-angsur sebelum pengangkatan tuba gastromi berat
badan bayi dimonitor secaraseksama
Persiapan operasia) Prinsip umum persiapan terapi pada neonatus.
b) Koreksi cairan dan elektrolit.
c) Pertimbangan khusus diberikan pada atresia duodenum : koreksi emergensi tidak
dibutuhkan kecuali diduga ada malrotasi- pada obstruksi parsial yang lama, malnutrisi
biasanya berat. Koreksi melalui TPN selama seminggu atau lebih sebelum operasi.
Perawatan Operasia) End-to-end anastomosis, juga bisa side-to-side
b) Annulare pancreas terbaik dilakukan by pass anastomosis dari duodenum ke
jejunum.Pankreas sendiri tidak diincisi.
c) Eksisi merupakan pilihan tepat bagi atresia duodenum yang berbentuk
diafragmatik, setelah identifikasi ampula vateri.
d) Deformitas “windsock” harus disangkakan dan dicari bagi semua pasien dengan
atresia duodenum yang berkelanjutan. Kateter dimasukkan dari proksimal sampai
distal untuk memastikan patensinya.
e) Gastrostomy dilakukan jika gejalanya menetap serta perbaikan dini tidak terjadi.
f) Akses pada vena sentral tatau transanastomosis tube ke dalam jejunum
diindikasikan baginutrisi pasca operasi pada pasien yang berat.
Tehnik Operasi Duodenodudenostomy
Pasien dalam keadaan narkose dan dilakukan intubasi endotrakeal. Posisi pasien
supine dan dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung. Dilakukan insisi
transverse supra umbilical(2 cm diatas umbilicus) di abdomen right upper quadrant, otot dan
peritoneum kemudian dibukasecara tajam. Identifikasi duodenum dan jenis atresia, gaster
dan duodenum pars I biasanya dila-tasi. Duodenum kemudian dimobilisasi dari perlekatan
retroperitoneum dengan Kocher manu-veur. Lakukan side to side duodenoduodenostomy
atau Diamond-shaped duodenoduodenostomydengan jahitan single layer anastomosis secara
interrupted dengan vicril 5.0 atau 6.0. Sebelumanastomosis diselesaikan, masukkan NGT
feeding silicone 5F melewati daerah anastomosis kearah jejunum. Abdomen kemudian
ditutp secara mass closure dengan secara continous dengan benang long absorbable 3.0, kulit
dijahit secara subcuticular.
Lokasi insisi
Perawatan pasca operasia) Dekompresi gaster dilakukan sampai duodenum benar-benar kosong, selanjutnya
dimulai feeding. Sebagian pasien dapat diberi makan dalam seminggu setelah
operasi.
b) TPN atau makanan melalui jejunum terkadang dibutuhkan.
c) Antibiotik tidak diindikasikan jika operasi dilakukan steril dan tidak ada gangguan
vaskuler.
KomplikasiDapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi, terutama bila
tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjut seperti
pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan motilitas usus, atau refluks
gastroesofageal
Prognosis
Angka kematian keseluruhan untuk bayi dengan atresia duodenum adalah 33% dalam
serangkaian besar berita yang diterbitkan pada tahun 1967. Saat ini, tingkat kematian dini
terkait dengan kondisi ini telah menurun menjadi sekitar 3%. Sebagian besar kematian terjadi
dalam hubungan dengan atresia duodenum yang dikaitkan dengan kehadiran beberapa
anomali (cacat jantung biasanya kompleks). Peningkatan tingkat kelangsungan hidup
kemungkinan besar hasil dari kemajuan dalam perawatan neonatal seperti bantun pernapasan,
suplemen surfaktan, dukungan nutrisi, anestesi pediatrik, dan bedah jantung yang sudah
maju. Angka Kelangsungan hidup menjadi sangat baik dengan harga yang dilaporkan antara
86% dan 90%.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Atresia duodenum adalah kondisi dimana duodenum (bagian pertama dari usus halus)
tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung
yang tidak memungkinkan perjalanan makanan dari lambung ke usus.
2. Penyebab atresia duodenum :
Kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5
3. Gejala atresia duodenum:
- Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
- Muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu
(biliosa)
- Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam
- Tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air kecil
- Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar meconium
4. Diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan x-ray abdomen. Sebuah foto upright
abdomen menunjukkan gambaran klasik “double bubble” atau dumbbell shape
appearance yang disebakan oleh bayangan 2 gelembung udar a da lam lambung dan
duodenum yang melebar.
5. Masalah
- Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit
- Prematuritas
- Anomaly yang berhubungan : trisomi 21 ( 33 % ), jantung, ginjal, CNS, dan
musculoskeletal
6. Penatalaksanaan
- Pemberian terapi cairan intravena
- Dilakukan tindakan operatif duodenostomi